Uploaded by handoyotrusto2

MAKALAH ARBITRASE SYARIAH (TRUSTO FAJAR DAN ZULFAN)

advertisement
MAKALAH
PERAN DAN PRINSIP-PRINSIP ARBITRASE SYARIAH
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah Arbitrase
Dosen Pengampu: Kholid Hidayatullah, M.H.I
Oleh:
Trusto Tri Handoyo
Fajar Kurnia Akbar
Zulfan Asy-Syidqi
PROGRAM STUDI S1 HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU-LAMPUNG
TA.2019
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah rasa syukur kehadirat Allah Subhanahuwata`ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah
ini yang merupakan salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Arbitrase.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Kholid Hidayatullah, M.H.I , selaku dosen mata kuliah Arbitrase.
2. Rekan-rekan yang telah menyusun dan membantu makalah ini
Kami telah berupaya semaksimal mungkin untuk membuat yang terbaik, tetapi
kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu semua
kritik dan saran yang mendidik kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Pringsewu, Maret 2019
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan Makalah ...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Arbitras ................................................................................. 7
B. Peran Arbitrase Syariah Dalam Penyelesaian Masalah Di Luar
Pengadilan. ............................................................................................... 7
C. Prinsip-Prinsip Arbitrase Syariah Dalam Penyelesaian Masalah
Di Luar Persidangan ............................................................................... 12
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan ............................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Hakikat bisnis adalah suatu kegiatan atau proses yang meliputi
negosiasi (tawar menawar) antara pihak yang satu dengan pihak yang lain,
tentang hak dan kewajiban para pihak sehubungan dengan objek bisnis,
prestasi, resiko, peristiwa serta implikasi yang timbul akibat transaksi,
termasuk di dalamnya implikasi dari luar unsur bisnis itu sendiri (tindakan
pemerintah
dan
peristiwa
alam).1
Seiring
dengan
perkemangan
zaman, bentuk bisnis di Indonesia semakin kompleks, hal ini tentunya akan
berimplikasi terhadap semakin meningkatnya potensi sengketa bisnis yang
sangat tidak diharapkan oleh pelaku usaha. Keadaan seperti inilah yang
membuat berat hati para pelaku usaha, sehingga menjadi dasar alasan para
pelaku usaha untuk mencari jalan keluar terbaik dalam menyelesaikan
sengketa tersebut dengan cepat, tepat, dan tanpa menimbullkan masalah
baru di kemudian hari. Mengingat, proses penyelesaian yang ada saat ini
masih dibayangi oleh prosedur yang rumit dan lamanya proses
penyelesaiannya di pengadilan.
Pada akhir tahun 1990-an, Indonesia merupakan salah satu
negara
yang
perkembangan
ekonominya
sangat
pesat.
Hal
ini
dilatarbelakangi oleh kekayaan sumber daya alam yang dimiliki serta
tersedianya banyak tenaga kerja. Pada kurun waktu yang sama, pemerintah
juga telah mencanangkan untuk melakukan pengembangan dalam
penanaman modal asing dalam sektor swasta dengan mengeluarkan berbagai
kebijakan-kebijakan terhadap penanaman modal asing tersebut. Hal ini juga
harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, pasalnya dengan
banyaknya masuknya modal asing yang masuk dalam perekonomian
Indonesia membuat pemerintah harus memikirkan kemungkinan terjadinya
1
Ida Bagus Wiyasa Putra. Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional dalam
Transaksi Bisnis Internasional. (Bandung : Refika Aditama, 2008), Hlm. 2
sengketa dan bagaimana proses penyelesaian sengketa terhadap penanam
modal asing tersebut. Sebagai tindak lanjut dari perkembangan dunia usaha
dan bisnis serta hukum, maka pemerintah mengundangkan Undang-Undang
Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, selain mengatur penggunaan arbitrase
secara rinci juga memungkinkan para pelaku bisnis untuk menempuh
alternatif penyelesaian sengketa. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 juga
menyebutkan bahwa pengertian alternatif penyelesaian sengketa dalam
undang-undang tersebut mencakup mediasi selain cara-cara lain, seperti
negosiasi, konsultasi, penilaian ahli dan konsiliasi. Mediasi di luar
pengadilan dilakukan oleh para pihak tanpa adanya proses perkara di
pengadilan, hasil kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi di luar
pengadilan dapat diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan pengukuhan
sebagai akta perdamaian yang memiliki kekuatan layaknya Putusan Hakim
yang berkekuatan hukum tetap (Pasal 23 PERMA Mediasi).2
Lahirnya peraturan tersebut merupakan bagian dari revolusi
hukum bisnis di Indonesia, utamanya dalam hal proses penyelesaian
sengketa. Pengakuan akan penyelesaian sengketa di luar pengadilan
menjadikan prosedur penyelesaian sengketa ini memiliki yuridiksi
(kompetensi) tersendiri, yang harus diakui dan dihormati oleh lembaga
peradilan sebagai bagian dari proses penegakan hukum. Sejak UUAPS ini
diundangkan, lembaga arbritase telah banyak mengambil peran dalam
penyelesaian sengketa dan banyak menarik minat para pelaku bisnis untuk
menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase.
2
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian arbitrase syariah?
2.
Apa peran arbitrase syariah dalam menyelesaikan sengketa diluar
pengadilan?
3.
Apa prinsip-prinsip arbitrase syariah dalam menyelesaikan sengketa
diluar pengadilan?
C.
Tujuan Makalah
1.
Agar dapat mengetahui pengertian arbitrase syariah.
2.
Agar dapat mengetahui peran arbitrase syariah dalam menyelesaikan
sengketa diluar pengadilan.
3.
Agar dapat mengetahui prinsip-prinsip arbitrase syariah dalam
menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Arbitrase Syariah.
Arbitrase syariah adalah suatu mekanisme penyelesaian
sengketa diluar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihk yang
berkepentingan untuk menyerahkan sengketa yang ditempuh melalui
lembaga arbitrase syariah dalam hal sengketa tersebut merupakan sengketa
yang berhubungan dengan sengketa bisnis syariah yang bersifat perdata
secara umum.
B.
Peran Arbitrase Syariah Dalam Penyelesaian Masalah Di Luar
Pengadilan.
Lembaga Arbitrase Syariah didirikan bersamaan dengan
pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI). Lembaga arbitrase tersebut
dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
berdasarkan SK No.Kep-92/mui/IV/1992. Pada tahun 2003, beberapa atau
Unit Usaha Syarah lahir, BAMUI diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASN) hingga saat ini.
Sebagai sebuah organisasi, BASN memiliki susunan organisasi
yang terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris, dan beberapa orang anggota
tetap yang diangkat dan diberhentikan atas usulan pendiri BASN. Adapun
kewenangan BASN sebagai berikut:
1.
Menyelesaikan sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan,
industri, keuangan, jasa, dan lain-lain para pihak sepakat secara
tertulis untuk menyelesaikannya;
2.
Memberikan suatu pendapat yang mengingat tanpa adanya suatu
sengketa mengenai suatu persoalan yang berkenaan dengan perjanjian
permintaan para pihak.
salah 1 (satu) peranan BASN dalam menyelesaikan sengketa
diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah Pasal 55 ayat (2) disebutkan dengan tegas bahwa
penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan melalui beberapa
langkah, yakni musyawarah, mediasi perbankan, dan pengadilan di
lingkungan pengadilan umum, serta Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASN). Berdasarkan ketentuan tersebut, BASN adalah lembaga yang
berperan untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah di luar jalur
pengadilan ketika upaya musyawarah dan mediasi tidak menghasilkan
mufakat di antara para pihak. Namun jika dianalisis menurut penjelasan
Pasal 55 ayat (2), undang-undang tersebut justru menyatakan adanya opsi
arbitrase lain selain BASN jika diantara para pihak yang menandatangani
akad ada yang tidak sepakat menyelesaikan sengketa melalui BASN.
Menurut Khotibul Umam, beberapa keunggulan arbitrase
syariah dibandingkan arbitrase lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Arbitrase Islam memberikan kepercayaan kepada para pihak karena
penyelesaiannya secara terhormat dan bertanggungjawab.
2.
Para pihak menaruh kepercayaan yang besar karena ditangani oleh
orang-orang yang ahli di bidangnya (expertise);
3.
Prosedur pengambilan keputusan adalah cepat dengan tidak melalui
prosedur yang berbelit-belit serta dengan biaya murah.
4.
Para pihak menyerahkan penyelesaian sengketa secara sukarela
kepada orang-orang atau (badan) yang terpercaya sehingga para pihak
juga secara sukarela akan melaksanakan putusan arbiter sebagai
konsukuensi atas kesepakatan mengangkat arbiter karena hakikat
kesepakatan mengandung janji, dan setiap janji harus ditepati;
Dalam
proses
arbitrase,
hakikatnya
terkandung
makna
perdamaian dan musyawarah, sedangkan musyawarah dan perdamaian
adalah keinginan nurani setiap orang
Khusus untuk kepentingan muamalat Islam dan transaksi
melalui Bank Muamalat Indonesia, arbitrase syariah akan memberikan
peluang bagi berlaknya hukum Islam sebagai pedoman penyelesaian karena
dalam setiap kontrak terdapat klausul diberlakukannya penyelesaian melalui
BASN.
Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di
Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 08 Tahun
2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah selanjutnya disebut
SEMA 8/2008, dalam angka 3 (tiga) disebutkan bahwa putusan Badan
Arbitrase Syariah bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak karenannya para pihak harus melaksanakan putusan
Badan Arbitrase Syariah secara sukarela. Namun jika putusan BASN tidak
dilaksankan secara sukarela, maka sesuai angka 4 (empat) SEMA 8/2008,
putusan tersebut dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan yang
berwenang yakni Pengadilan Agama.
Arbitrase adalah bentuk lain dari adjudikasi, lebih tepatnya
lembaga penyelesaian sengketa privat karena melibatkan litigasi sengketa
pribadi yang membedakannya dengan litigasi melalui pengadilan. Sifat
pribadi dari arbitrase tersebutlah yang memberikan keuntungan, arbitrase
juga merupakan cara untuk menghindari pengadilan dan lebih memberikan
kebebasan, pilihan, dan otonomi, serta kerahasiaan pada pihak yang
bersengketa.
Penyelesaian sengketa di arbitrase akan menghasilkan suatu
putusan arbitrase yang bersifat final and binding, artinya putusan tersebut
adalah putusan akhir dan memliliki kekuatan hukum tetap dan mengikat
para pihak. Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa putusan arbitrase
tidak dapat diajukan upaya hukum banding, kasasi, ataupun peninjauan
kembali. Hal demikian memungkinkan arbitrase mencegah terjadinya
sengketa lain yang lebih rumit. Pada satu sisi hal tersebut menunjukan
adanya proses penyelesaian sengketa yang diupayakan cepat dan efektif,
namun di sisi lain kenyataanya tidak jarang bahwa hasil putusan arbitrase
belum memuaskan pihak-pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, pihak
pengadilan memiliki peranan penting dalam menyelesaikannya sebagaimana
diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Menurut Munir Fuady, penyelesaian sengketa melalui arbitrase
memiliki beberapa kelebihan yakni:
1.
Prosedur tidak berbelit dan keputusan dapat dicapai dalam waktu
relatif singkat;
2.
Dapat menghindari putusan yang diketahui oleh khalayak umum;
3.
Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih rileks;
4.
Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan diberlakukan oleh
arbitrase;
5.
Para pihak dapat memilih sendiri para arbiter. Menurut Pasal 1 angka
(7) UU 30/1999, arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh
para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan
Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu yang diserahkannya melalui arbitrase.
6.
Pihak bersengketa dapat memilih arbiter dari kalangan ahli dalam
bidangnya.
7.
Keputusan dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi;
8.
Keputusan umumnya final and binding;
9.
Keputusan arbitrase umumnya dapat diberlakukan dan dieksekusi oleh
pengadilan dengan sedikit atau tanpa review;
10.
Prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti masyarakat luas.
Adapun kelemahan penyelesaian sengketa dengan arbitrase
adalah sebagai berikut,
1.
Sulit mempertemukan kehendak para pihak. Sebagaimana diuraikan
diatas bahwa arbitrase ialah memerlukan kesepakatan para pihak yang
bersengketa terkait keputusan untuk menyelesaikan sengketa, namun
kesulitan yang terjadi ialah sulitnya mencapai persetujuan misalnya
pada pemilihan arbitrase yang akan digunakan.
2.
Kesulitan dalam hal pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase
asing;
3.
Arbitrase tidak mengenal adanya preseden hukum atau keterikatan
kepada putusan-putusan arbitrase sebelumya. Oleh sebab itu hal yang
sering terjadi adalah timbulnya keputusan yang saling berlawanan
sehingga aspek fleksibilitas dalam keputusan arbitrase menjadi sulit
tercapai;
4.
Arbitrase tidak mampu memberikan jawaban yang definitif terhadap
semua sengketa hukum akibat adanya perbedaan konsep pada masingmasing negara;
5.
Keputusan arbitrase selalu bergantung kepada kemampuan arbiter
dalam mengeluarkan keputusan yang memuaskan para pihak sehingga
sisi subyektivitas terkadang masih dapat terlihat.
Dari paparan pembahasan diatas, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASN) adalah
lembaga arbitrase yang berwenang untuk memberikan putusan mengenai
sengketa tertentu di bidang ekonomi Syariah ataupun sengketa dalam
perdagangan dalam ekonomi syariah. Putusan BASN bersifat final dan
memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, oleh karena itu
para pihak harus dengan sukarela melaksanakan putusan BASN. Jadi BASN
memiliki peranan untuk membangun peradaban bangsa yang beradam dan
berakhlak,
dan
memiliki
peranan
untuk
menyikapai
liberasisasi
perdagangan, khususnya perdagangan dalam ekonomi syariah.
Bahwa terdapat keuntungan dan kelemahan jika pebisnis
menyelesaikan sengketa perdagangan ekonomi syariah melalui arbitrase.
Adapun beberapa keuntungan tersebut ialah keputusan BASN adalah hasil
kesepakatan atas perundingan para pihak, sehingga isi putusan tersebut
bersifat win-win solution, kerahasiaan mengenai perusahaan yang
bersengketa terjaga, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cepat
tidak seperti jika berperkara di Pengadilan. Namun di satu sisi, penyelesaian
sengketa melalui arbitrase juga memiliki kelemahan beberapa diantaranya
yakni terkadang sulit untuk mempertemukan kehendak para pihak, dan
Arbitrase tidak mengenal adanya preseden hukum atau keterikatan kepada
putusan-putusan arbitrase sebelumya.
C.
Prinsip-Prinsip Arbitrase
Syariah Dalam Penyelesaian Masalah Di
Luar Persidangan.
Prinsip atau asas hukum merupakan landasan penyelenggaraan
kegiatan arbitrase yang harus diketahui pihak berkepentingan, terutama
arbiter dan pihak yang berselisih, sehingga dalam menjalankan mekanisme
arbitrase tidak lari dari arah dan tujuan pembentukan forum arbitrase.
Dengan menempatkan arbitrase syariah sebagai bagian penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dikenal sebagai alternative dispute
resolution, diketahui beberapa prinsip berikut:
1.
Prinsip kesukarelaan dan kesepakatan;
2.
Prinsip kebebasan berkontrak atau berakad
3.
Prinsip janji mengikat (pacta sunt servanda)
4.
Prinsip itikad baik
5.
Prinsip kerahasiaan (confidentiality)
6.
Prinsip kenetralan (neutrality)
7.
Prinsip kooperatif (co-operative)
8.
Prinsip final dan mengikat (final and binding).
Selain 8 prinsip diatas, arbitrase syariah memiliki prinsip
Ketuhanan (Ilahiyah) sebagai ruh aktivitas arbitrase syariah. Arbitrase
syariah merupakan arbitrase yang dilaksanakan sesuai dengan jiwa syariat
Islam. Syariah menjadi koridor yang harus diejawantah dalam aktualitas
arbitrase syariah. Operasionalisasi arbitrase syariah dikembalikan kepada
prinsip hukum Islam (syariah) yang diciptakan Allah. Prinsip Ketuhanan
(Ilahiyah) menjadi landasan utama bagi segala aktivitas dan dimensi
kehidupan manusia, yang meyakini Allah sebagai prima causa segalagalanya. Itu sebabnya, esensi ketuhanan sejatinya harus diaplikasi dalam
arbitrase yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Prinsip
ketuhanan berangkat dari filosofi dasar yang bersumber kepada Allah,
sehingga proses dan tujuan berabitrase senantiasa berada dalam kerangka
syariah. Di dalam pemikiran Islam, Tuhan adalah pembuat peraturan
(legislator) paling utama dengan sistem yang ideal dan sempurna.
Hukum ciptaan Tuhan menjadi panduan dan filter bagi
hukum buatan manusia, sehingga aktivitas yang dilakukan manusia harus
mengindahkan aturan yang berasal dari wahyu. Penundukan diri kepada
aturan-aturan Allah merupakan keniscayaan dalam rangka beribadah
kepada-Nya. Sebaliknya pengingkaran terhadap syariah yang diturunkan
Allah secara pasti dan jelas merupakan bentuk kekufuran, kezaliman, dan
kefasikan.
Dari perspektif ajaran Islam tanpa dikaitkan dengan hukum
lain dalam masyarakat, bagi orang Islam berlaku dan diperintahkan untuk
mentaati hukum Islam. Kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi,
dengan demikian tidak semata bertugas memakmurkan bumi dengan
mengelola alam sebaik-baiknya, tetapi juga dalam kehidupan berhukum
sebagai pelaksana, dan penegak syariah. Dalam konteks ini, arbiter (hakam)
berkedudukan sebagai pelaksana syariah guna menyelesaikan sengketa yang
diajukan melalui forum arbitrase syariah. Seperti telah dikemukakan
terdahulu, Alquran telah mengokohkan bolehnya berarbitrase untuk
menyelesaikan sengketa suami isteri dalam rumah tangga. Penegasan
Alquran yang mendasari dibenarkan memakai arbitrase (tahkim) dalam
menyelesaikan sengketa suami isteri, tentu memberi peluang bagi sengketa
lain, terutama menyangkut hak perorangan dibolehkan juga berarbitrase.
Dengan demikian, pengembangan keabsahan arbitrase pada bidang
muamalah, selain sengketa suami isteri dapat dilakukan berdasar petunjuk
Alquran melalui metode analogi (qiyas). Dalam konteks ini pula
penyelesaian sengketa perbankan syariah mendapat relevansi yang kuat.
Hukum Islam berpijak di atas landasan tauhid dalam
menegakkan amar makruf nahi munkar. Ketuhanan merupakan prinsip
hukum Islam paling utama, sehingga berhukum di atas landasan tauhid
berarti berpegang teguh kepada aturan Allah, dan mengembalikan segala
urusan
kepada
Allah. Prinsip
ketuhanan senantiasa menampakkan
aktualitas pada berbagai aktivitas kehidupan manusia, begitu juga dalam
menyelesaian sengketa perbankan syariah melalui arbitrase. Karena
merupakan ruh yang menghidupkan, maka aktivitas arbitrase syariah dalam
memutus sengketa perbankan syariah, tidak boleh melanggar batasan
syariah. Keberadaan prinsip ketuhanan menjadi karakter yang tidak
ditemukan sekaligus membedakan arbitrase syariah dengan arbitrase non
syariah. Meski demikian, tidak berarti semua yang berasal dari luar sistem
hukum Islam di bidang arbitrase harus ditolak, masih dapat diterima bila
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Pengejawantahan
prinsip
ilahiyah
diturunkan
secara
hierarkhis dari Alquran dan Hadis, yang selanjutnya dijelaskan melalui
pemikiran (ijtihad) yang melahirkan fikih. Turunan fikih dituangkan dalam
Undang-Undang
(qanun),
dan
karenanya
qanun
yang
diciptakan
berdasarkan syariah, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Allah.
Pencantuman frase atau lafaz “Bismillahirrohmanirrohim” dan kemudian
diikuti irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
yang terdapat dalam tiap penetapan dan putusan BASYARNAS, merupakan
implementasi prinsip ilahiyah pada tataran praktik arbitrase syariah. Kata alrahman dan al-rahim yang terdapat pada lafaz basmalah menunjukkan sifat
yang dimiliki Allah, yakni pengasih dan penyayang. Basmalah disunahkan
untuk dibaca pada setiap perbuatan baik yang akan dilakukan. Bacaan
basmalah merupakan pernyataan perbuatan yang dilakukan semata-mata
karena Allah. Dengan bacaan tersebut, nilai perbuatan akan berubah dari
hanya perbuatan biasa menjadi ibadah kepada Allah, karena dilakukan
benar-benar untuk dan demi kepatuhan kepada Allah. Ketentuan ini
didasarkan atas suatu hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, yang artinya:
“setiap
perbuatan
baik
yang
tidak
dimulai
dengan
Bismillahirrohmanirrohim adalah kurang berkah.” Begitu pula irah-irah
yeng terdapat dalam putusan arbitrase syariah, adalah perwujudan prinsip
ilahiyah yang menunjukkan keadilan yang ingin diputuskan arbiter akan
dipertanggungjawabkan tidak saja kepada para pihak maupun masyarakat,
tapi juga yang teramat tinggi adalah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pencantuman irah-irah dimaksud menempatkan prinsip ketuhanan dan
keadilan diakui dalam hukum arbitrase Indonesia yang merupakan sendi
utama dalam hukum Islam.
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Arbitrase syariah adalah suatu mekanisme penyelesaian
sengketa diluar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihk yang
berkepentingan untuk menyerahkan sengketa yang ditempuh melalui
lembaga arbitrase syariah dalam hal sengketa tersebut merupakan sengketa
yang berhubungan dengan sengketa bisnis syariah yang bersifat perdata
secara umum.
Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASN) adalah
lembaga arbitrase yang berwenang untuk memberikan putusan mengenai
sengketa tertentu di bidang ekonomi Syariah ataupun sengketa dalam
perdagangan dalam ekonomi syariah. Putusan BASN bersifat final dan
memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, oleh karena itu
para pihak harus dengan sukarela melaksanakan putusan BASN. Jadi BASN
memiliki peranan untuk membangun peradaban bangsa yang beradam dan
berakhlak,
dan
memiliki
peranan
untuk
menyikapai
liberasisasi
perdagangan, khususnya perdagangan dalam ekonomi syariah.
Prinsip atau asas hukum merupakan landasan penyelenggaraan
kegiatan arbitrase yang harus diketahui pihak berkepentingan, terutama
arbiter dan pihak yang berselisih, sehingga dalam menjalankan mekanisme
arbitrase tidak lari dari arah dan tujuan pembentukan forum arbitrase.
Dengan menempatkan arbitrase syariah sebagai bagian penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dikenal sebagai alternative dispute
resolution, diketahui beberapa prinsip berikut: prinsip kesukarelaan dan
kesepakatan, prinsip kebebasan berkontrak atau berakad, prinsip janji
mengikat (pacta sunt servanda), prinsip itikad baik, prinsip kerahasiaan
(confidentiality), prinsip kenetralan (neutrality), prinsip kooperatif (cooperative), prinsip final dan mengikat (final and binding). selain 8 prinsip
diatas, arbitrase syariah memiliki prinsip ketuhanan (ilahiyah) sebagai ruh
aktivitas arbitrase syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Ida Bagus Wiyasa Putra. Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional
dalam Transaksi Bisnis Internasional. (Bandung : Refika Aditama, 2008)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
M. Faisal, / AD. Basniwati, Peranan Badan Arbitrasi Nasional
Indonesia Dalam Menyelesaikan Sengketa Bisnis Di Indonesia, Jurnal Hukum
Jatiswara : Universitas Mataram, Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Muhammad Arifin, Prinsip Arbitrase Berbasis Syariah Dalam
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Disertasi Universitas Sumatra Utara.
"http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/05/10/133000726/Men
keu.Indonesia.Bisa.Jadi.Pemimpin.Ekonomi.Syariah.Global" http://bisniskeuanga
n.kompas.com/read/2016/05/10/133000726/Menkeu.Indonesia.Bisa.Jadi.Pemimpi
n.Ekonomi.Syariah.Global diakses tanggal 17 Mei 2016
https://www.kompasiana.com/riskakamalia05/5af2f490cf01b45bec7c8
be3/arbitrase-syariah-dengan-lembaga-peradilan-syariah?page=all
Download
Study collections