MAKALAH FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT GRUP PAGI A (Emulsi) DOSEN PENGAMPU: Rangki Astiani, S.Pharm., Apt., M.Pharm(Clin) DISUSUN OLEH: KELOMPOK : 8 Nama Anggota : 1. Manuel Vesselaldo (1843050020) 2. Marthius Putra Yehezkiel (1843050029) 3. Alrifat Imanuel Zebua (1843050037) 4. Azzahrotul Qona'ah Ibnatus Sutardi (1843050044) 5. Indah Syafelia Putri (1843050059) 6. Nuril Islami (1843050090) 7. Inggrya Aliyy Fatma Pradevi (1843050018) 8. Salmaa Qoonitah (1843050031) 9. Healty Septiana (1943050036) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan membuat makalah yang berjudul “Emulsi” ini dengan tepat waktu. Makalah “Emulsi” ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Formulasi Sediaan Cair dan Semi Padat di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang formulasi dan evaluasi emulsi. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rangki Astiani, S.Pharm., Apt., M.Pharm(Clin) selaku dosen mata kuliah Formulasi Sediaan Cair dan Semi Padat. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini. Jakarta, 05 Oktober 2020 Penulis i DAFTAR ISI Bab 1 Pendahuluan A. Latar Belakang…………………………………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 2 C. Tujuan…………………………………………………………………………....... 2 D. Manfaat……………………………………………………………………….…… 2 Bab 2 Tinjauan Pustaka A. Definisi Emulsi……………………………………………………………………. 3 B. Tipe emulsi………………………………………………………………………… 4 C. Komponen Emulsi………………………………………………………………… 6 D. Mekanisme Stabilitas Emulsi……………………………………………………… 8 E. Formulasi Sediaan Emulsi………………………………………………………… 12 Bab 3 Penutup A. Kesimpulan……………………………………………………………….…….…. 14 B. Saran……………………………………………………………………………….. 14 Daftar Pustaka …………………………………………………………………….……… 15 ii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari – hari dan dalam industri adalah jenis emulsi. Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehinggkan dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non polar.Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin. Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih mudah juga untuk mengetahui zat – zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor – faktor yang menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil emulsi. Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa zat cair namun dalam makalah ini kita hanya akan membahas mengenai sistem emulsi saja diantaranya dari defenisi emulsi, mekanisme secara kimia dan fisika, teori dan persamaannya dan serta penerapannya dalam kehidupan sehari – hari dan industri. 1 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana defenisi sediaan emulsi? 2. Bagaimanakah tipe-tipe sediaan emulsi? 3. Apakah komponen-komponen sediaan emulsi? 4. Bagaimanakah contoh formulasi sediaan emulsi? 5. Bagaimanakah evaluasi sediaan emulsi? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui defenisi sediaan emulsi 2. Untuk mengetahui tipe-tipe sediaan emulsi 3. Untuk mengetahui komponen-komponen sediaan emulsi 4. Untuk mengetahui contoh formulasi sediaan emulsi 5. Untuk mengetahui evaluasi sediaan emulsi? D. Manfaat Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa mengenai sediaan emulsi. Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca dapat lebih memahami lagi mengenai sediaan emulsi dan khususnya mahasiswa farmasi. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Emulsi Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,terdispersi dalam cairan pembawa,distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (Depkes,1979). Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi kedalam kedalam cairan lain dalam benuk tetesan kecil (Depkes,1995). Emulsi adalah suatusediaan yang engandung dua zat cair yang tidak mau campur,biasanya air dan minyak dimana cairan satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.Dispersi ini tidak stabil,butir-butir ini akan bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah.Flavor dan pengawet yang berada dalam fase air yang mungkin larut dalam minyak harus dalam kadar yang cukup untuk memenuhi yang diinginkan.Emulgator merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi yang stabil (Anief,1993). Emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi,fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainya,umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi ,fase cairan terdispersi disebut fase dalam,sedangkan fase cairan pembayanya disebut fase luar.Jika fase dalam berupa minyak atau larutan dalam minyak dan fase luarnya air atau larutan,maka emulsi disebut emulsi minyak-air,sedangkan sebaliknya emulsi disebut air-minyak (Depkes,1978). Emulsi adalah suatu disperse dimana fase terdispers terdiri dari bulatanbulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur.Dalam batasan emulsi,fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium disperse sebagai fase luar atau fase kontinu.Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air tapi sebaliknya emulsi yang memiliki fase dalam air dan fase luar adalah minyak disebut emulsi air dalam minyak (Ansel,1985). Emulsi atau emulsions adalah sistem disperse kasar yang solid termodinamik tidak stabil,terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain.Dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang lain dan untuk memantapkannya diperlukan penambahan emulgator (voight,1994). Oleh karena itu,dari cairan yang tidak dapat bercampur satu sama lain.Yang satu terdistribusi kedalam yang lain dipertahankan untuk melayang.Maka garis tengah tetesan cairan yang terdistribusi sangat penting untuk mengkarakterisasikan sebuah emulsi (Voight,1994). 3 Semua emulgator bekerja dengan membentuk film ( lapisan) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinnya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebgai fase terpisah (Anief,1997). Emulsi adalah sistem heterogen, terdiri dari kurang lebih satu cairan yang tidak tercampurkan yang terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesantetesan di mana diameternya kira-kira 0,1 mm atau dapat diartikan sebagai dua fase yang terdiri dari satu cairan yang terdispersi dalam cairan lainnya yang tidak tercampurkan (Martin,1971). Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah sediaan yang mengandung 2 cairan yang tidak bercampur, satu diantaranya terdispersi secara seragam sebagai globul (Jenkins,1957). B. Tipe Emulsi Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi kedalam fase air,dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah minyak.Fase intern disebut pula fase dispers atau fase kontinu (Anief,1993). Emulsi yang memliki fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “M/A”.Sebaliknya emulsi yang mempunya fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebaga emulsi “A/M”.Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu,suatu emulsi minyak dalam air bias diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air (Ansel,1985). Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama lainya,dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil,yang lain lipofil.Hidrofil (lipofod) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat tercampur dengan air.Sedangkan sebagai fase lipofil (hidrofod) adalah lemak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak (minyak lemak,paraffin,lilin,lemak coklat,malam bulu domba) atau juga bahan pelarut lipofil kloroform,benzene dan sebagainya (Voight,1994). Dengan demikian ada dua kemungkinan yang dapat terjadi,apakah fase hidrofil yang terdispersi kedalam fase hidrofod,ataukah fase hidrofod kedalam fase hidrofil.dengan demikian dapat dhasilkan dua macam emulsi yang berbeda.Yaitu yang dinyatakan sebagai emulsi ar dalam minyak ‘’A/M’’ atau emulsi minyak dalam air “M/A’’ (Voight,1994). Jenis emulsi M/A dan A/M adalah sistem emulsi sederhana.Sistem emulsi ganda akan diperoleh apabila didalam bola-bola emulsi yang terbentuk terdapat lagi bola-bola dari fase lainya.Sistem semacam ini dikatakan sebagai emulsi A/M/A atau emulsi M/A/M.Komponen-komponen yang terdistribusi didalam sebuah emulsi,dikatakan sebagai fase terdispersi atau fase dalam atau fase terbuka.Komponen-komponen yang mengandung cairan terdispersi,dinyatakan sebagai bahan pendispersi atau fase luar atau fase tertutup (Voight,1994). 4 Untuk emulsi yang diberika secara oral,tipe emulsi yang diberikan adalah minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yag lebih enak walaupun sebenarnya diberikan minyak yang tidak enak rasanya,dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya,sehingga mudah dimakan atau ditelan sampai ke lambung.Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih cepat dicerna dn lebih mudah diabsorpsi,atau jka bukan dimaksudkan untuk itu,tugasnya juga akan lebih efektif,msalnya meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi (Ansel,1985). Emulsi yang dipakai pada kulit atau sebagai obat luar bias dibuat sebagai emulsi A/M atau emulsi M/A,tergantung pada berbagai factor seperti sifat zat terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi,keinginan untuk mendapatkan efek amolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut,dan keadaan kulit.Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit.Tentu saja dapat bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari zat obat yang digunakan dalam preparat yang diemulsikan menentukan banyaknya pelarut yang harus ada sifatnya yang meramalkan fase emulsi yang dihasilkan.Pada kulit yang tidak luka,suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat digunakan lebih rata karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini mudah dibasahi oleh minyak dari pada oleh air.Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih lembut ke kulit,karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena air.Sealiknya apabila diinginkan preparat yang mudah di hilangkan dari kulit dengan air,digunakan suatu emulsi minyak dalam air (Ansel,1985). Jika tetesan-tetesan minyak didispersikan dalam fase air, fase kontinu, maka emulsi disebut minyak dalam air (M/A). Jika minyak merupakan fase kontinu, emulsi merupakan tipe air dalam minyak (A/M). Telah diamati bahwa emulsi M/A kadangkadang berubah menjadi emulsi A/M atau sebaliknya (inversi).Dua tipe emulsi tambahan yang digolongkan sebagai emulsi ganda, tampaknya diterima oleh para ahli kimia. Secara keseluruhan memungkinkan untuk membuat emulsi ganda dengan karakteristik minyak dalam air dalam minyak (M/A/M) atau air dalam minyak dalam air (A/M/A) (Lachman,1994). Ketika air terdispersikan atau menjadi fase internal (fase dalam) emulsi disebut air dalam minyak (W/o) emulsi. Dalam minyak ketika medium dispersi atau fase eksternal.Sistem yang mengandung sedikit dari 25% air umumnya emulsi w/o. kadang-kadang, lebih kecil dari 10% air akan dipastikan emulsi w/o.Ukuran partikel dari fase dispersi umumnya 0,05 µ atau lebih kecil (Martin,1971). 5 C. Komponen Emulsi Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu: 1. Komponen Dasar Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi. Terdiri atas: a. Fase dispers/ fase internal / fase discontinue Yaitu zat cair yang terbagi-bagi atau butiran kecil kedalam zat cair lain. b. Fase continue / fase external / fase luar Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut. c. Emulgator Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi Menurut scovilles halaman 318 emulgator terbagi menjadi: 1. Emulgator alam Emulgator dapat dibagi menjadi beberapa kelompok : a. Berasal dari tumbuhan Karbohidrat,Gum dan bahan-bahan mucilago cocok untuk digunakan dalam emulsi farmasetik. Mereka mempunyai kemampuan mengemulsi banyak substansi secara murni dan menghasilkan emulsi yang Bisaanya bekerja baik jika dilindungi dari fermentasi dengan pengawet. Namun demikian, alkali, sodium borat, caitan alkohol dan garam metalik harus ditambahkan ke dalam gum sangat kationik dan encer, mencegah pemecahan karbohidrat yang banyak digunakan adalah akasia, tragakan, agar, chondrus, dextrum, malt ekstrak dan pektin membentuk minyak dalam air. b. Berasal dari hewan 1) Protein 2) Gelatin mengemulsi cairan petrolatum dengan lebih mudah dibanding minyak lain dan membuat suatu sediaan yang sangat putih dan lembut serta rasa yang enak. Protein juga membentuk emulsi yang jika digunakan dalam konsentrasi rendah.Kerugian : Emulsi gelatin sulit dijaga dari kerusakan yang membatasi nilainya. 3) Kuning telur Keuntungan Emulsi yang dibuat dengan kuning telur, stabil dengan asam dan garam. Jika kuning telur cukup segar, dapat membentuk emulsi yang creaming yang menunjukkan sedikit kecenderungan untuk memisah.Kerugian Jika digunakan kuning telur, emulsi dapat membentuk koalesens dan dapat terwarnai lebih dalam. 4) Albumin atau putih telur Keuntungan Serbuk putih telur lebih efektif dari pada putih telur segar karena lebih kental. Kerugian Diendapakan oleh banyak bahan. 5) Kasein Protein dan susu telah digunakan sebagai bahan pengemulsi tapi tidak memiliki keuntungan di bandingkan akasia dan kurang stabil daripada akasia, tidak digunakan untuk tujuan berarti. 6 c. Lain – lain 1) Sabun dan Basa Keuntungan Sering digunakan dalam dermatologi untuk penggunaan luar. Sabun adalah emulgator yang lebih kuat khususnya sabun lembut sebagai bahan yang mengurangi tegangan permukaan dari air Kerugian Menghasilkan sediaan yang tidak bercampur dengan asam dengan berbagai tipe. 2) Alkohol 2. Emulgator sintetik a. Anionik pada sub bagian ini ialah sulfaktan bermuatan (-) Contoh : Na, K dan garam-garam ammonium dari asam oleat dan laurat yang larut dalam air dan baik sebagai bahan pengemulsi tipe o/w. Bahan pengemulsi ini rasanya tidak menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan. b. Kationik. Aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan (+). Komponen ini bertindak sebagai bakterisid dan juga menghasilkan emulsi antiinfeksi seperti ini pada lotion kulit dan krem. c. Non ionic. Merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar luas digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja keseimbangan molekul antara hidrofik dan lipofilik. 2. Komponen Tambahan Menurut buku scovile’s zat tambahan pada emulsi terdiri dari: 1) Pengawet,Beberapa pengawet dibutuhkan dalam emulsi yang disimpan untuk mencegah proses pembusukan protein dan proses fermentasi pada gum dan struktur sekalian agar efektif, pengawet harus larut dalam fase air emulsi dimana ia dapat menggunakan aksi perlindungannya alkohol dari konsertrasi 7 sampai 12 persen sering digunakan untuk tujuan ini. Asam benzoat 0,2%. Kadang-kadang digunakan tapi kurang efektif. Gusein juga digunakan parahidroksi berzoat dalam konsentasi 0,1 – 0,2 persen telah digunakan tapi penggunaannya dapat dibahasi oleh karena kekuatannya dalam air besar. komponen amonium kuarter dari konsentrasi 0,05 – 0,1 persen telah memberikan komponennya sebagai pengawet untuk buatan gelatin dan sukrosa. Minyak menguap digunakan sebagai pengaroma yang cenderung bekerja sebagai penjawab. Tidak sedikit emulsi yang khusus positif untuk berubah atau dijaga untuk beberapa waktu. Akasia mengandung enzim oksidatif yang cenderung untuk merusak vitamin A dalam emulsi minyak hati ikan. Namun demikian, enzim dapat siap diinaktifkan dengan pemanasan akasia mucilogo untuk beberapa menit noda rat 100oc. 7 2) Pengaroma, dibutuhkan untuk membuat emulsi enak dengan pertimbangan dibutuhkan dalam penggunanya. Formulasion natural, memberikan sejumlah campuran asumotik yang digunakan dengan efek yang baik. aroma dan rasa tajam tidak menyebar pada minyak sebab pengaruhnya lebih lembut. Untuk minyak hati ikan, ekstrat kering atau ekstrak glicynzhea yang diperoleh dari cengkeh atau mint yang mempunyai rasa dan penyebaran yang paling efektif. Dalam beberapa fomulasi, kedua fase diaromai, Bisaanya 0,1 – 0,5 persen minyak menguap cukup untuk mengaroma emulsi. Semua pengaroma membutuhkan bahan pertonis untuk membuatnya lebih berasa enak sirup, gula, sakarin dapat digunakan untuk tujuan ini, dan alirerin juga mempunyai sifat sebagai pemanis. Namun demikian bahan-bahan harus digunakan dengan pertimbangan agar sediaan lebih baik dan tidak menutupi rasa dan beberapa komponen lain. kombinasi di beberapa bahan ini tidak. 3) Pewarna,Sebagian besar emulsi berwarna putih atau kuning dan gelap. Ini dikarenakan oleh perbedaan refleksi cahaya yang diberikan oleh minyak dan air, juga karena larutan gelap atau suspensi dari emulagator yang juga berwarna gelap. Jika larutan dari bahan-bahan jernih dan minyak dan air dapat menerangi pada refleksi yang sama, emulsi dari minyak hati ikan dengan penambahan gula yang cukup untuk menyebabkan refleksi. Gliserin memiliki efek yang sama terhadap minyak emulsi yang transparan dimana pertimbangannya mengandung jumlah minyak. Menurut fornas edisi II zat tambahan pada emulsi terdiri dari: 1) zat pengawet,dapat digunakan metil paraben,propel paraben,campuran metal paraben dan propil paraben,asam sorbet, atau zat pengawet lain yang cocok. 2) zat antioksidan dapat digunakan butilhidroksanisol, butilhidrositoluen, propel galat, asam sitrat atau antioksidan lain yang cocok. D. Mekanisme Stabilisasi Emulsi Menurut hukum termodinamika sistem emulsi tidak stabil, dikarenakan sistem akan cenderung bergerak ke tingkat energi terendah. Secara normal, air dan minyak akan terpisah membentuk dua fase yang stabil (Molina et al, 1999). Emulsi dapat distabilisasi dengan menurunkan tegangan permukaan droplet minyak atau dengan meningkatkan densitas lapisan yang melingkupi droplet minyak (Jeong et al., 2001). Kestabilan emulsi tergantung interaksi antara berbagai gaya tarik menarik dan tolak menolak di antara droplet yang dipengaruhi stabilisasi elektrostatik dan sterik. Stabilisasi elekstrostatik tarik menarik terjadi karena adanya perbedaan muatan antara permukaan droplet minyak dan pengemulsi ionik. Semua droplet di emulsi distabilisasi oleh tipe pengemulsi yang sama, sehingga memiliki muatan yang sama. Interaksi elektrostatik di antara droplet yang memiliki muatan yang sama adalah tolak-menolak, sehingga interaksi elektrostatik berperan besar dalam mencegah droplet saling mendekat untuk agregasi. Gaya elektrostatik yang tinggi di antara droplet minyak menyebabkan semakin tingginya stabilitas emulsi. 8 Oleh karena itu, interaksi antara dua droplet tergantung dari muatan permukaan droplet. Protein dan fosfolipid merupakan pengemulsi ionik, sehingga dapat menstabilisasi emulsi secara elektrostatik (McClements, 2016; Nieuwenhuyzen & Szuhaj, 1998; Ozturk & Mcclements, 2015). Sementara, stabilisasi sterik adalah stabilisasi droplet minyak oleh makromolekul non ionik dengan membentuk pembatas fisik, untuk mencegah kontak antara droplet minyak. Polimer dengan berat molekul yang tinggi seperti protein dapat diadsorpsi pada permukaan droplet fase terdispersi, sehingga menyediakan pembatas kontak fisik. Protein memiliki rantai samping polipeptida hidrofobik dan hidrofilik, dimana sisi hidrofobik akan berlokasi pada fase minyak, sedangkan sisi hidrofilik pada sisi air di antar-muka. Ketika partikel yang telah dilingkupi oleh polimer saling mendekat, menyebabkan timbulnya gaya tolak menolak yang memisahkan partikel satu sama lain. Protein dapat menstabilisasi sterik dengan cara membentuk lapisan tebal pada antar-muka minyak air (Napper, 1977). 1. Protein Protein memiliki permukaan aktif karena mengandung campuran asam amino hidrofilik dan hidrofobik sepanjang rantai polipeptidanya. Oleh karena itu, protein memiliki sifat emulsifikasi karena sifat ampifatik (memiliki gugus hidrofobik dan hidrofilik) dan kemampuan membentuk lapisan pada permukaan droplet minyak. Dua mekanisme protein dalam mencegah agregasi droplet minyak yaitu dengan stabilisasi sterik dan elektrostatik (Foegeding & Davis, 2011). Stabilisasi elektrostatik tolak menolak dapat dihasilkan karena protein mengandung asam amino dengan rantai samping yang memiliki muatan negatif (COO- ) atau positif (-NH3 + ). Pembentukan lapisan muatan yang melingkupi droplet minyak menyebabkan droplet saling tolak menolak untuk mencegah tumbukan. Sementara, stabilisasi tolak menolak sterik terjadi dengan cara membentuk lapisan tebal pada droplet minyak. Dikarenakan protein termasuk berat molekul yang tinggi, maka protein dapat membentuk lapisan pembatas fisik yang tebal pada permukaan droplet minyak untuk mencegah agregasi droplet minyak (Chen & Ono, 2014; Foegeding & Davis, 2011). Asam amino hidrofobik yang terdapat di dalam inti protein harus keluar dan teradsorpsi pada permukaan doplet minyak. Sementara, asam amino hidrofilik yang berada di dalam fase air berperan sebagai penghalang sterik untuk melawan coalescence dan flokulasi (Nishinari et al., 2014). Tidak seperti pengemulsi dengan berat molekul kecil yang dapat berdifusi dengan cepat menuju antar-muka sehingga membentuk emulsi yang baik, protein cenderung mengambil tempat yang besar dan memiliki laju difusi yang lambat (McClements, 2016). Permukaan hidrofobik mempengaruhi kemampuan protein untuk mengadsorpsi minyak pada antar-muka, dimana semakin besar sifat hidrofobik protein maka semakin tinggi kapasitas emulsi (Kim et al., 2005). Sementara, permukaan muatan protein mempengaruhi laju difusi protein menuju permukaan droplet minyak (Karaca et al, 2011). 9 Protein dapat menyusun ulang strukturnya pada permukaan droplet minyak. Bagian hidrofobik protein akan terbuka pada fase lipid dan bagian polar (hidrofilik) akan terbuka pada fase air. Bagian hidrofobik akan berada di dalam molekul, sementara bagian hidrofilik akan berada di permukaan molekul. Bentuk globular tertutup dan ukuran molekul yang besar pada protein menyebabkan sifat emulsifikasi dapat terbatasi (Chen et al., 2014). Perubahan suhu berperan dalam proses denaturasi protein tersebut. Kemampuan protein untuk berdifusi, muatan permukaan, kemudahan untuk unfolding (denaturasi), dan membentuk lapisan pada droplet akan mempengaruhi tegangan permukaan (Lakemond et al, 2000). Studi oleh Graham & Philips (1979) pada kinetik adsorpsi protein di antar-muka menyebutkan bahwa protein menjadi pengemulsi yang baik apabila memiliki sifat: laju difusi dan adsorpsi yang tinggi menuju antar-muka, kemampuan unfold yang cepat dan re-orientasi pada antar-muka, dan interaksi intradroplet pada antarmuka. 2. Fosfolipid Fosfolipid merupakan molekul ampifatik, sehingga dapat teradsorpsi pada antar-muka dengan bagian ekor (asam lemak non polar) yang mengikat fase minyak dan bagian kepala (polar) yang mengikat fase air, sehingga menurunkan tegangan permukaan atau antar-muka (Xu et al., 2011). Stabililisasi fosfolipid dalam melapisi droplet minyak untuk melawan agregasi adalah dengan gaya elektrostatik dikarenakan muatan elektrik pada gugus hidrofiliknya (Ozturk et al., 2014). Fosfolipid memiliki satu gugus kepala (hidrofilik) polar dan dua gugus ekor hidrokarbon (hidrofobik). Bagian ekor merupakan asam lemak, dan dibedakan menurut panjangnya (biasanya mengandung antara 14 sampai 24 atom karbon). Satu ekor biasanya memiliki satu atau lebih ikatan rangkap –cis (asam lemak tidak jenuh) dan yang lainnya tidak memiliki ikatan rangkap (jenuh), (Alberts et al, 2002). Pada fosfolipid, gugus kepala dapat terbentuk dari kolin, etanolamin, serin, gliserol ataupun inositol yang membentuk FK (fosfatidilkolin), FE (fosfatidiletanolamin), FS (fosfatidilserin), FG (fosfatidilgliserol), dan FI (fosfatidilinositol) (Dornbos, Mullen, & Hammondc, 1989). Molekul FK dan FE terdiri dari muatan positif gugus kolin (untuk FK) dan etanolamin (untuk FE), serta muatan negatif gugus fosfat. FK dan FE merupakan pengemulsi tipe ion zwitter, sehingga bersifat netral pada pH netral. Sementara, FI (fosfatidilinositol), AF (asam fosfatidat), FG (fosfatidilgliserol), dan fosfatidilserin (FS) memiliki muatan negatif dan merupakan pengemulsi anionik pada pH netral (Gierula et al., 2008; Wang & Wang, 2008). FK dan FE tidak berkontribusi secara signifikan pada muatan droplet emulsi pada pH netral, sedangkan FI atau komponen anionik lainnya berkontribusi terhadap muatan negatif untuk stabilitas emulsi (Dickinson, 1993; Wang & Wang, 2008). 10 3. Mekanisme Emulsifikasi oleh Kompleks Protein-Fosfolipid Protein dan fosfolipid digunakan secara luas sebagai pengemulsi, terutama pada industri pangan (Bos & Nylander, 1996). Berdasarkan berat molekulnya, terdapat dua kelas molekul yang memiliki kecenderungan teradsorbsi kuat pada permukaan droplet minyak pada emulsi minyak dalam air, yaitu pengemulsi dengan berat molekul tinggi seperti protein dan pengemulsi dengan berat molekul rendah seperti fosfolipid (Courthaudon et al., 1991). Fosfolipid ditambahkan ke berbagai pengolahan makanan sebagai pengemulsi utama atau bersama dengan protein. Pengemulsi dengan berat molekul rendah (fosfolipid) lebih efektif dalam mengurangi tegangan permukaan emulsi dibandingkan pengemulsi berat molekul tinggi (protein). Namun, pengemulsi berat molekul rendah lebih tidak efektif dalam melawan coalescence. Hal ini dikarenakan gaya tolak menolak sterik di antara droplet minyak yang dilingkupi protein sangat efektif dalam melawan agregasi (Bos & Vliet, 2001). Oleh karena itu, kompleks protein-fosfolipid berkontribusi secara signifikan terhadap sifat fisik berbagai sistem emulsi (Hasenhutettl & Hartel, 2008). Mekanisme yang memungkinkan interaksi protein-lipid pada antar-muka o/w terdiri dari beberapa langkah yaitu, pendekatan molekul protein ke permukaan droplet, didukung dengan elektrostatik tarik menarik, pengikatan protein dengan lipid, dan masuknya sejumlah protein ke dalam gugus hidrofobik fosfolipid (Cornell & Patterson, 1989). Mekanisme pembentukan kompleks proteinfosfolipid dimulai dari atraksi ionik/ elektrostatik, yang kemudian diikuti oleh interaksi hidrofobik untuk menstabilisasi kompleks (Brown et al., 1983). Ikatan elektrostatik terjadi karena perbedaan muatan elektrik pada protein maupun fosfolipid dalam stabilitas emulsi pada kondisi pH berbeda. Molekul muatan positif fosfolipid (contoh: kolin) akan saling tarik menarik dengan molekul muatan negatif protein (contoh: aspartil, glutamil), atau muatan negatif gugus fosfat fosfolipid dan muatan positif protein (contoh: lisil atau guanidil, amil) (Friberg et al., 2004). Setelah itu, pada tahap kedua terjadi adsorpsi protein pada lubang hidrofobik di gugus ekor fosfolipid yang dapat meningkatkan densitas lapisan yang melingkupi droplet minyak, sehingga dapat menurunkan risiko saling menempelnya antar droplet minyak (Fang & Dalgleish, 1993). Interaksi hidrofobik dapat ditingkatkan dengan mendenaturasi protein untuk mengeluarkan bagian hidrofobik protein. Gangguan mekanis seperti homogenisasi akan memecah droplet minyak menjadi lebih kecil, sehingga setelah itu pengemulsi harus teradsorpsi secara efektif melingkupi seluruh permukaan droplet. Lapisan pengemulsi yang tidak mencukupi dapat menyebabkan coalescence atau flokulasi (Dickinson, 2009). Oleh karena itu, jumlah protein yang teradsorpsi pada antar-muka perlu ditingkatkan untuk mengurangi risiko coalescence ataupun flokulasi, dengan meningkatkan stabilisasi elektrostatik pada tahap pertama. 11 Kompleks protein-fosfolipid sebagai pengemulsi dipelajari oleh Surh et al., (2006), yaitu memodifikasi whey protein dengan penambahan fosfolipid untuk meningkatkan sifat emulsifikasinya. Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa emulsi yang distabilisasi oleh whey protein dengan penambahan fosfolipid memberikan ukuran droplet yang lebih kecil dibandingkan whey protein konvensional. Hal ini dikarenakan oleh (i) fosfolipid teradsorpsi lebih cepat menuju permukaan droplet dibandingkan protein, sehingga meningkatkan interaksi elektrostatik tarik menarik antara fosfolipid dan protein (McClements, 2016); (ii) kompleks protein-fosfolipid meyebabkan peningkatan ketebalan lapisan antarmuka minyak-air, sehingga menyediakan kestabilan yang lebih baik untuk melawan coalescence (Sjöblom, 2001). E. Formulasi sediaan emulsi 1. Resep R/ Oleum Lecoris Aselli CMC Na Tween 80 Sorbitol Na Benzoat Sirupus Simpleks Sunset Yellow Essence Orange Aquadest 6 ml 1% 5% 5% 0.2% 10% 0.1% 2 tetes ad 60 2. Cara Kerja Cara kerja: 1. Timbang CMC Na dan ukur aquadest panas. 2. Tuang aquadest panas kedalam cawan porselen dan taburkan CMC Na secara tipis merata dan biarkan mengembang. 3. Diukur aquadest dan masukkan kedalam beakerglass dan timbang Na Benzoat. 4. Diukur aquadest masukkan kedalam beakerglass dan timbang Sunset Yellow. 5. Dimasukkan kedalam blender Sorbitol, Sirupus Simplex, Larutan Sunset Yellow, Larutan Na Benzoat dan CMC Na yang telah mengembang. Mixer selama 2 menit. 6. Ditambahkan Oleum lecoris dan Tween 80 kedalam mixer. Mixer selama 1 menit. 7. Tuang kedalam beakerglass dan tambahkan Essence Orange. 3. Evaluasi 1. Uji Organoleptis: Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian produk akhir dalam hal bau, rasa dan warna dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses formulasi. Prinsip: Menguji bau, rasa dan warna menggunakan indera. 12 2. Uji Penetapan pH: Tujuan: Untuk mengetahui kadar pH sediaan akhir dengan membandingkan dengan pH sediaan akhir secara teoritis. Prinsip: Diukur dengan pH meter yang telah dibakukan sebagaimana mestinya sehingga mampu mengukur harga pH sampai 0,02 untuk pH menggunakan elektroda indikator. 3. Uji Penetapan Bobot Jenis Tujuan: Membandingkan berat jenis sediaan akhir dengan berat jenis emulsi secara teoritis. Prinsip: Ditetapkan dengan menggunakan alat piknometer, selanjutnya berat jenis dihitung dengan berat jenis yang telah ditentukan (Depkes RI, 1995). 4. Uji Viskositas dan Aliran: Tujuan: Untuk mengetahui viskositas (kekentalan) serta sifat alir dari sediaan emulsi akhir Prinsip: Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer yang telah dikalibrasi dan dilakukan penetapan harga viskometer,untuk setiap viskometer kemudian ditentukan kekentalan cairan uji dengan rumus dan dapat ditentukan sifat air berdasarkan grafik uji viskositas (Depkes RI, 1995). 5. Kestabilan dan Uji Tipe Emulsi: Tujuan: Mengetahui tipe emulsi yang dibuat, membandingkan tipe emulsi awaln pada formulasi dengan sediaan akhir yang terbentuk. Prinsip: Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan 2 cara, yaitu uji kelarutan zat warna dan uji pengenceran (Martin, 1990). 13 BAB 3 PENUTUP A. KESIMPULAN Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur. Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi kedalam fase air,dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah minyak. Fase intern disebut pula fase dispers atau fase kontinu.Komponen emulsi ada dua yaitu komponen dasar yang terdiri dari fase dispers,fase kotinue,dan emulgator,dan kompnen tambahan terdiri dari pengawet,pewarna,pengaroma,dan antioksidan. B. SARAN Sebagai mahasiswa farmasi sebaiknya memahami lebih dalam lagi mengenai defenisi emulsi,tipe-tipe emulsi,serta komponen emulsi agar dapat di aplikasikan pada saat bekerja baik di rumah sakit,puskesmas maupun di apotek. 14 DAFTAR PUSTAKA Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida – Semisolida (SFI-7). ITB: Bandung Anief,Moh.1993.Farmasetika.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta Anief,Moh.1997.Ilmu Meracik Obat.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta Ansel,c howard.1985.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Universitas Indonesia:Jakarta Ansel, 1989. Pengnantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Universitas Indonesia: Jakarta Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta Depkes.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Departemen kesehatan RI:Jakarta Depkes,1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Departemen Kesehatan RI:Jakarta Depkes.1978.Formularium Nasional Edisi II.Departemen Kesehatan RI:Jakarta Jenkins,Glenn L.1957.Scoville’s the Art of Compounding Nineth edition.The McGraw-Hill Book Company : USA Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Universitas Indonesia:Jakarta Martin,W.1971.Dispending of Medication 7th edition.Marck Publishing Company: USA Voight,R.1994.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta 15