Uploaded by User84779

Makalah Forsepad Kelompok 8 (Emulsi) (1)

advertisement
MAKALAH FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT
GRUP PAGI A
(Emulsi)
DOSEN PENGAMPU:
Rangki Astiani, S.Pharm., Apt., M.Pharm(Clin)
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK : 8
Nama Anggota :
1. Manuel Vesselaldo (1843050020)
2. Marthius Putra Yehezkiel (1843050029)
3. Alrifat Imanuel Zebua (1843050037)
4. Azzahrotul Qona'ah Ibnatus Sutardi (1843050044)
5. Indah Syafelia Putri (1843050059)
6. Nuril Islami (1843050090)
7. Inggrya Aliyy Fatma Pradevi (1843050018)
8. Salmaa Qoonitah (1843050031)
9. Healty Septiana (1943050036)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan membuat makalah yang berjudul “Emulsi” ini dengan tepat waktu.
Makalah “Emulsi” ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Formulasi Sediaan
Cair dan Semi Padat di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang formulasi dan evaluasi
emulsi.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rangki Astiani, S.Pharm.,
Apt., M.Pharm(Clin) selaku dosen mata kuliah Formulasi Sediaan Cair dan Semi Padat.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 05 Oktober 2020
Penulis
i
DAFTAR ISI
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 2
C. Tujuan…………………………………………………………………………....... 2
D. Manfaat……………………………………………………………………….…… 2
Bab 2 Tinjauan Pustaka
A. Definisi Emulsi……………………………………………………………………. 3
B. Tipe emulsi………………………………………………………………………… 4
C. Komponen Emulsi………………………………………………………………… 6
D. Mekanisme Stabilitas Emulsi……………………………………………………… 8
E. Formulasi Sediaan Emulsi………………………………………………………… 12
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan……………………………………………………………….…….…. 14
B. Saran……………………………………………………………………………….. 14
Daftar Pustaka …………………………………………………………………….……… 15
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting,
yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan
secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.Salah satu sistem
koloid yang ada dalam kehidupan sehari – hari dan dalam industri adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehinggkan
dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan
terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan
cairan non polar.Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana
lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang
berfungsi sebagai zat pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan
es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem emulsi
karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih mudah juga
untuk mengetahui zat – zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk menstabilkan
emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor – faktor yang menentukan stabilnya
emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut juga dipengaruhi gaya
sebagai penstabil emulsi.
Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa zat cair namun
dalam makalah ini kita hanya akan membahas mengenai sistem emulsi saja
diantaranya dari defenisi emulsi, mekanisme secara kimia dan fisika, teori dan
persamaannya dan serta penerapannya dalam kehidupan sehari – hari dan industri.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana defenisi sediaan emulsi?
2. Bagaimanakah tipe-tipe sediaan emulsi?
3. Apakah komponen-komponen sediaan emulsi?
4. Bagaimanakah contoh formulasi sediaan emulsi?
5. Bagaimanakah evaluasi sediaan emulsi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi sediaan emulsi
2. Untuk mengetahui tipe-tipe sediaan emulsi
3. Untuk mengetahui komponen-komponen sediaan emulsi
4. Untuk mengetahui contoh formulasi sediaan emulsi
5. Untuk mengetahui evaluasi sediaan emulsi?
D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa
mengenai sediaan emulsi. Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca dapat
lebih memahami lagi mengenai sediaan emulsi dan khususnya mahasiswa farmasi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat,terdispersi dalam cairan pembawa,distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok (Depkes,1979). Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu
cairannya terdispersi kedalam kedalam cairan lain dalam benuk tetesan kecil
(Depkes,1995).
Emulsi adalah suatusediaan yang engandung dua zat cair yang tidak mau
campur,biasanya air dan minyak dimana cairan satu terdispersi menjadi butir-butir
kecil dalam cairan yang lain.Dispersi ini tidak stabil,butir-butir ini akan bergabung
(koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah.Flavor dan
pengawet yang berada dalam fase air yang mungkin larut dalam minyak harus dalam
kadar yang cukup untuk memenuhi yang diinginkan.Emulgator merupakan komponen
yang penting untuk memperoleh emulsi yang stabil (Anief,1993).
Emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam
sistem dispersi,fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase
cairan lainya,umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi ,fase cairan terdispersi
disebut fase dalam,sedangkan fase cairan pembayanya disebut fase luar.Jika fase
dalam berupa minyak atau larutan dalam minyak dan fase luarnya air atau
larutan,maka emulsi disebut emulsi minyak-air,sedangkan sebaliknya emulsi disebut
air-minyak (Depkes,1978).
Emulsi adalah suatu disperse dimana fase terdispers terdiri dari bulatanbulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur.Dalam batasan emulsi,fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan
medium disperse sebagai fase luar atau fase kontinu.Emulsi yang mempunyai fase
dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air tapi sebaliknya
emulsi yang memiliki fase dalam air dan fase luar adalah minyak disebut emulsi air
dalam minyak (Ansel,1985).
Emulsi atau emulsions adalah sistem disperse kasar yang solid termodinamik
tidak stabil,terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama
lain.Dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang lain dan untuk
memantapkannya diperlukan penambahan emulgator (voight,1994).
Oleh karena itu,dari cairan yang tidak dapat bercampur satu sama lain.Yang
satu terdistribusi kedalam yang lain dipertahankan untuk melayang.Maka garis tengah
tetesan cairan yang terdistribusi sangat penting untuk mengkarakterisasikan sebuah
emulsi (Voight,1994).
3
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film ( lapisan) disekeliling
butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinnya
koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebgai fase terpisah (Anief,1997).
Emulsi adalah sistem heterogen, terdiri dari kurang lebih satu cairan yang
tidak tercampurkan yang terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesantetesan di mana diameternya kira-kira 0,1 mm atau dapat diartikan sebagai dua fase
yang terdiri dari satu cairan yang terdispersi dalam cairan lainnya yang tidak
tercampurkan (Martin,1971).
Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah sediaan yang mengandung 2
cairan yang tidak bercampur, satu diantaranya terdispersi secara seragam sebagai
globul (Jenkins,1957).
B. Tipe Emulsi
Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes
minyak terdispersi kedalam fase air,dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan
fase ekstern adalah minyak.Fase intern disebut pula fase dispers atau fase kontinu
(Anief,1993).
Emulsi yang memliki fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi
minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “M/A”.Sebaliknya emulsi
yang mempunya fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak
dan dikenal sebaga emulsi “A/M”.Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat
kontinu,suatu emulsi minyak dalam air bias diencerkan atau ditambah dengan air atau
suatu preparat dalam air (Ansel,1985).
Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama
lainya,dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil,yang lain lipofil.Hidrofil
(lipofod) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat tercampur dengan
air.Sedangkan sebagai fase lipofil (hidrofod) adalah lemak mineral atau minyak
tumbuhan atau lemak (minyak lemak,paraffin,lilin,lemak coklat,malam bulu domba)
atau juga bahan pelarut lipofil kloroform,benzene dan sebagainya (Voight,1994).
Dengan demikian ada dua kemungkinan yang dapat terjadi,apakah fase
hidrofil yang terdispersi kedalam fase hidrofod,ataukah fase hidrofod kedalam fase
hidrofil.dengan demikian dapat dhasilkan dua macam emulsi yang berbeda.Yaitu
yang dinyatakan sebagai emulsi ar dalam minyak ‘’A/M’’ atau emulsi minyak dalam
air “M/A’’ (Voight,1994).
Jenis emulsi M/A dan A/M adalah sistem emulsi sederhana.Sistem emulsi
ganda akan diperoleh apabila didalam bola-bola emulsi yang terbentuk terdapat lagi
bola-bola dari fase lainya.Sistem semacam ini dikatakan sebagai emulsi A/M/A atau
emulsi M/A/M.Komponen-komponen yang terdistribusi didalam sebuah
emulsi,dikatakan sebagai fase terdispersi atau fase dalam atau fase
terbuka.Komponen-komponen yang mengandung cairan terdispersi,dinyatakan
sebagai bahan pendispersi atau fase luar atau fase tertutup (Voight,1994).
4
Untuk emulsi yang diberika secara oral,tipe emulsi yang diberikan adalah
minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut
mempunyai rasa yag lebih enak walaupun sebenarnya diberikan minyak yang tidak
enak rasanya,dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa
airnya,sehingga mudah dimakan atau ditelan sampai ke lambung.Ukuran partikel
yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar
lebih cepat dicerna dn lebih mudah diabsorpsi,atau jka bukan dimaksudkan untuk
itu,tugasnya juga akan lebih efektif,msalnya meningkatkan efikasi minyak mineral
sebagai katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi (Ansel,1985).
Emulsi yang dipakai pada kulit atau sebagai obat luar bias dibuat sebagai
emulsi A/M atau emulsi M/A,tergantung pada berbagai factor seperti sifat zat
terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi,keinginan untuk mendapatkan efek
amolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut,dan keadaan kulit.Zat obat yang
mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang
mengalami kontak langsung dengan kulit.Tentu saja dapat bercampurnya dan
kelarutan dalam air dan dalam minyak dari zat obat yang digunakan dalam preparat
yang diemulsikan menentukan banyaknya pelarut yang harus ada sifatnya yang
meramalkan fase emulsi yang dihasilkan.Pada kulit yang tidak luka,suatu emulsi air
dalam minyak biasanya dapat digunakan lebih rata karena kulit diselaputi oleh suatu
lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini mudah dibasahi oleh minyak dari pada oleh
air.Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih lembut ke kulit,karena ia mencegah
mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena air.Sealiknya apabila diinginkan
preparat yang mudah di hilangkan dari kulit dengan air,digunakan suatu emulsi
minyak dalam air (Ansel,1985).
Jika tetesan-tetesan minyak didispersikan dalam fase air, fase kontinu, maka
emulsi disebut minyak dalam air (M/A). Jika minyak merupakan fase kontinu, emulsi
merupakan tipe air dalam minyak (A/M). Telah diamati bahwa emulsi M/A kadangkadang berubah menjadi emulsi A/M atau sebaliknya (inversi).Dua tipe emulsi
tambahan yang digolongkan sebagai emulsi ganda, tampaknya diterima oleh para ahli
kimia. Secara keseluruhan memungkinkan untuk membuat emulsi ganda dengan
karakteristik minyak dalam air dalam minyak (M/A/M) atau air dalam minyak dalam
air (A/M/A) (Lachman,1994).
Ketika air terdispersikan atau menjadi fase internal (fase dalam) emulsi
disebut air dalam minyak (W/o) emulsi. Dalam minyak ketika medium dispersi atau
fase eksternal.Sistem yang mengandung sedikit dari 25% air umumnya emulsi w/o.
kadang-kadang, lebih kecil dari 10% air akan dipastikan emulsi w/o.Ukuran partikel
dari fase dispersi umumnya 0,05 µ atau lebih kecil (Martin,1971).
5
C. Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
1. Komponen Dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi. Terdiri atas:
a. Fase dispers/ fase internal / fase discontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi atau butiran kecil kedalam zat cair lain.
b. Fase continue / fase external / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar
(pendukung) dari emulsi tersebut.
c. Emulgator
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi
Menurut scovilles halaman 318 emulgator terbagi menjadi:
1. Emulgator alam
Emulgator dapat dibagi menjadi beberapa kelompok :
a. Berasal dari tumbuhan
Karbohidrat,Gum dan bahan-bahan mucilago cocok untuk digunakan
dalam emulsi farmasetik. Mereka mempunyai kemampuan mengemulsi
banyak substansi secara murni dan menghasilkan emulsi yang Bisaanya
bekerja baik jika dilindungi dari fermentasi dengan pengawet. Namun
demikian, alkali, sodium borat, caitan alkohol dan garam metalik harus
ditambahkan ke dalam gum sangat kationik dan encer, mencegah
pemecahan karbohidrat yang banyak digunakan adalah akasia, tragakan,
agar, chondrus, dextrum, malt ekstrak dan pektin membentuk minyak
dalam air.
b. Berasal dari hewan
1) Protein
2) Gelatin mengemulsi cairan petrolatum dengan lebih mudah
dibanding minyak lain dan membuat suatu sediaan yang sangat
putih dan lembut serta rasa yang enak. Protein juga membentuk
emulsi
yang
jika
digunakan
dalam
konsentrasi
rendah.Kerugian : Emulsi gelatin sulit dijaga dari kerusakan
yang membatasi nilainya.
3) Kuning telur Keuntungan Emulsi yang dibuat dengan kuning telur,
stabil dengan asam dan garam. Jika kuning telur cukup segar, dapat
membentuk emulsi yang creaming yang menunjukkan sedikit
kecenderungan untuk memisah.Kerugian Jika digunakan kuning
telur, emulsi dapat membentuk koalesens dan dapat terwarnai lebih
dalam.
4) Albumin atau putih telur Keuntungan Serbuk putih telur lebih
efektif dari pada putih telur segar karena lebih kental.
Kerugian Diendapakan oleh banyak bahan.
5) Kasein Protein dan susu telah digunakan sebagai bahan pengemulsi
tapi tidak memiliki keuntungan di bandingkan akasia dan kurang
stabil daripada akasia, tidak digunakan untuk tujuan berarti.
6
c. Lain – lain
1) Sabun dan Basa Keuntungan Sering digunakan dalam dermatologi
untuk penggunaan luar. Sabun adalah emulgator yang lebih kuat
khususnya sabun lembut sebagai bahan yang mengurangi tegangan
permukaan dari air Kerugian Menghasilkan sediaan yang tidak
bercampur dengan asam dengan berbagai tipe.
2) Alkohol
2. Emulgator sintetik
a. Anionik pada sub bagian ini ialah sulfaktan bermuatan (-) Contoh : Na,
K dan garam-garam ammonium dari asam oleat dan laurat yang larut
dalam air dan baik sebagai bahan pengemulsi tipe o/w. Bahan pengemulsi
ini rasanya tidak menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan.
b. Kationik. Aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan
(+). Komponen ini bertindak sebagai bakterisid dan juga menghasilkan
emulsi antiinfeksi seperti ini pada lotion kulit dan krem.
c. Non ionic. Merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar luas
digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja keseimbangan molekul
antara hidrofik dan lipofilik.
2. Komponen Tambahan
Menurut buku scovile’s zat tambahan pada emulsi terdiri dari:
1) Pengawet,Beberapa pengawet dibutuhkan dalam emulsi yang disimpan
untuk mencegah proses pembusukan protein dan proses fermentasi pada
gum dan struktur sekalian agar efektif, pengawet harus larut dalam fase air
emulsi dimana ia dapat menggunakan aksi perlindungannya alkohol dari
konsertrasi 7 sampai 12 persen sering digunakan untuk tujuan ini. Asam
benzoat 0,2%. Kadang-kadang digunakan tapi kurang efektif. Gusein juga
digunakan parahidroksi berzoat dalam konsentasi 0,1 – 0,2 persen telah
digunakan tapi penggunaannya dapat dibahasi oleh karena kekuatannya
dalam air besar. komponen amonium kuarter dari konsentrasi 0,05 – 0,1
persen telah memberikan komponennya sebagai pengawet untuk buatan
gelatin dan sukrosa. Minyak menguap digunakan sebagai pengaroma yang
cenderung bekerja sebagai penjawab. Tidak sedikit emulsi yang khusus
positif untuk berubah atau dijaga untuk beberapa waktu. Akasia
mengandung enzim oksidatif yang cenderung untuk merusak vitamin A
dalam emulsi minyak hati ikan. Namun demikian, enzim dapat siap
diinaktifkan dengan pemanasan akasia mucilogo untuk beberapa menit
noda rat 100oc.
7
2) Pengaroma, dibutuhkan untuk membuat emulsi enak dengan pertimbangan
dibutuhkan dalam penggunanya. Formulasion natural, memberikan
sejumlah campuran asumotik yang digunakan dengan efek yang baik.
aroma dan rasa tajam tidak menyebar pada minyak sebab pengaruhnya
lebih lembut. Untuk minyak hati ikan, ekstrat kering atau ekstrak
glicynzhea yang diperoleh dari cengkeh atau mint yang mempunyai rasa
dan penyebaran yang paling efektif. Dalam beberapa fomulasi, kedua fase
diaromai, Bisaanya 0,1 – 0,5 persen minyak menguap cukup untuk
mengaroma emulsi. Semua pengaroma membutuhkan bahan pertonis
untuk membuatnya lebih berasa enak sirup, gula, sakarin dapat digunakan
untuk tujuan ini, dan alirerin juga mempunyai sifat sebagai pemanis.
Namun demikian bahan-bahan harus digunakan dengan pertimbangan agar
sediaan lebih baik dan tidak menutupi rasa dan beberapa komponen lain.
kombinasi di beberapa bahan ini tidak.
3) Pewarna,Sebagian besar emulsi berwarna putih atau kuning dan gelap. Ini
dikarenakan oleh perbedaan refleksi cahaya yang diberikan oleh minyak
dan air, juga karena larutan gelap atau suspensi dari emulagator yang juga
berwarna gelap. Jika larutan dari bahan-bahan jernih dan minyak dan air
dapat menerangi pada refleksi yang sama, emulsi dari minyak hati ikan
dengan penambahan gula yang cukup untuk menyebabkan refleksi.
Gliserin memiliki efek yang sama terhadap minyak emulsi yang transparan
dimana pertimbangannya mengandung jumlah minyak.
Menurut fornas edisi II zat tambahan pada emulsi terdiri dari:
1) zat pengawet,dapat digunakan metil paraben,propel paraben,campuran
metal paraben dan propil paraben,asam sorbet, atau zat pengawet lain
yang cocok.
2) zat antioksidan dapat digunakan butilhidroksanisol, butilhidrositoluen,
propel galat, asam sitrat atau antioksidan lain yang cocok.
D. Mekanisme Stabilisasi Emulsi
Menurut hukum termodinamika sistem emulsi tidak stabil, dikarenakan sistem
akan cenderung bergerak ke tingkat energi terendah. Secara normal, air dan minyak
akan terpisah membentuk dua fase yang stabil (Molina et al, 1999). Emulsi dapat
distabilisasi dengan menurunkan tegangan permukaan droplet minyak atau dengan
meningkatkan densitas lapisan yang melingkupi droplet minyak (Jeong et al., 2001).
Kestabilan emulsi tergantung interaksi antara berbagai gaya tarik menarik dan tolak
menolak di antara droplet yang dipengaruhi stabilisasi elektrostatik dan sterik.
Stabilisasi elekstrostatik tarik menarik terjadi karena adanya perbedaan
muatan antara permukaan droplet minyak dan pengemulsi ionik. Semua droplet di
emulsi distabilisasi oleh tipe pengemulsi yang sama, sehingga memiliki muatan yang
sama. Interaksi elektrostatik di antara droplet yang memiliki muatan yang sama
adalah tolak-menolak, sehingga interaksi elektrostatik berperan besar dalam
mencegah droplet saling mendekat untuk agregasi. Gaya elektrostatik yang tinggi di
antara droplet minyak menyebabkan semakin tingginya stabilitas emulsi.
8
Oleh karena itu, interaksi antara dua droplet tergantung dari muatan
permukaan droplet. Protein dan fosfolipid merupakan pengemulsi ionik, sehingga
dapat menstabilisasi emulsi secara elektrostatik (McClements, 2016; Nieuwenhuyzen
& Szuhaj, 1998; Ozturk & Mcclements, 2015).
Sementara, stabilisasi sterik adalah stabilisasi droplet minyak oleh
makromolekul non ionik dengan membentuk pembatas fisik, untuk mencegah kontak
antara droplet minyak. Polimer dengan berat molekul yang tinggi seperti protein dapat
diadsorpsi pada permukaan droplet fase terdispersi, sehingga menyediakan pembatas
kontak fisik. Protein memiliki rantai samping polipeptida hidrofobik dan hidrofilik,
dimana sisi hidrofobik akan berlokasi pada fase minyak, sedangkan sisi hidrofilik
pada sisi air di antar-muka. Ketika partikel yang telah dilingkupi oleh polimer saling
mendekat, menyebabkan timbulnya gaya tolak menolak yang memisahkan partikel
satu sama lain. Protein dapat menstabilisasi sterik dengan cara membentuk lapisan
tebal pada antar-muka minyak air (Napper, 1977).
1. Protein
Protein memiliki permukaan aktif karena mengandung campuran asam
amino hidrofilik dan hidrofobik sepanjang rantai polipeptidanya. Oleh karena itu,
protein memiliki sifat emulsifikasi karena sifat ampifatik (memiliki gugus
hidrofobik dan hidrofilik) dan kemampuan membentuk lapisan pada permukaan
droplet minyak. Dua mekanisme protein dalam mencegah agregasi droplet minyak
yaitu dengan stabilisasi sterik dan elektrostatik (Foegeding & Davis, 2011).
Stabilisasi elektrostatik tolak menolak dapat dihasilkan karena protein
mengandung asam amino dengan rantai samping yang memiliki muatan negatif (COO- ) atau positif (-NH3 + ). Pembentukan lapisan muatan yang melingkupi
droplet minyak menyebabkan droplet saling tolak menolak untuk mencegah
tumbukan. Sementara, stabilisasi tolak menolak sterik terjadi dengan cara
membentuk lapisan tebal pada droplet minyak. Dikarenakan protein termasuk
berat molekul yang tinggi, maka protein dapat membentuk lapisan pembatas fisik
yang tebal pada permukaan droplet minyak untuk mencegah agregasi droplet
minyak (Chen & Ono, 2014; Foegeding & Davis, 2011). Asam amino hidrofobik
yang terdapat di dalam inti protein harus keluar dan teradsorpsi pada permukaan
doplet minyak. Sementara, asam amino hidrofilik yang berada di dalam fase air
berperan sebagai penghalang sterik untuk melawan coalescence dan flokulasi
(Nishinari et al., 2014).
Tidak seperti pengemulsi dengan berat molekul kecil yang dapat berdifusi
dengan cepat menuju antar-muka sehingga membentuk emulsi yang baik, protein
cenderung mengambil tempat yang besar dan memiliki laju difusi yang lambat
(McClements, 2016). Permukaan hidrofobik mempengaruhi kemampuan protein
untuk mengadsorpsi minyak pada antar-muka, dimana semakin besar sifat
hidrofobik protein maka semakin tinggi kapasitas emulsi (Kim et al., 2005).
Sementara, permukaan muatan protein mempengaruhi laju difusi protein menuju
permukaan droplet minyak (Karaca et al, 2011).
9
Protein dapat menyusun ulang strukturnya pada permukaan droplet minyak.
Bagian hidrofobik protein akan terbuka pada fase lipid dan bagian polar
(hidrofilik) akan terbuka pada fase air. Bagian hidrofobik akan berada di dalam
molekul, sementara bagian hidrofilik akan berada di permukaan molekul. Bentuk
globular tertutup dan ukuran molekul yang besar pada protein menyebabkan sifat
emulsifikasi dapat terbatasi (Chen et al., 2014). Perubahan suhu berperan dalam
proses denaturasi protein tersebut. Kemampuan protein untuk berdifusi, muatan
permukaan, kemudahan untuk unfolding (denaturasi), dan membentuk lapisan
pada droplet akan mempengaruhi tegangan permukaan (Lakemond et al, 2000).
Studi oleh Graham & Philips (1979) pada kinetik adsorpsi protein di antar-muka
menyebutkan bahwa protein menjadi pengemulsi yang baik apabila memiliki sifat:
laju difusi dan adsorpsi yang tinggi menuju antar-muka, kemampuan unfold yang
cepat dan re-orientasi pada antar-muka, dan interaksi intradroplet pada antarmuka.
2. Fosfolipid
Fosfolipid merupakan molekul ampifatik, sehingga dapat teradsorpsi pada
antar-muka dengan bagian ekor (asam lemak non polar) yang mengikat fase
minyak dan bagian kepala (polar) yang mengikat fase air, sehingga menurunkan
tegangan permukaan atau antar-muka (Xu et al., 2011). Stabililisasi fosfolipid
dalam melapisi droplet minyak untuk melawan agregasi adalah dengan gaya
elektrostatik dikarenakan muatan elektrik pada gugus hidrofiliknya (Ozturk et al.,
2014). Fosfolipid memiliki satu gugus kepala (hidrofilik) polar dan dua gugus
ekor hidrokarbon (hidrofobik). Bagian ekor merupakan asam lemak, dan
dibedakan menurut panjangnya (biasanya mengandung antara 14 sampai 24 atom
karbon). Satu ekor biasanya memiliki satu atau lebih ikatan rangkap –cis (asam
lemak tidak jenuh) dan yang lainnya tidak memiliki ikatan rangkap (jenuh),
(Alberts et al, 2002).
Pada fosfolipid, gugus kepala dapat terbentuk dari kolin, etanolamin, serin,
gliserol ataupun inositol yang membentuk FK (fosfatidilkolin), FE
(fosfatidiletanolamin), FS (fosfatidilserin), FG (fosfatidilgliserol), dan FI
(fosfatidilinositol) (Dornbos, Mullen, & Hammondc, 1989). Molekul FK dan FE
terdiri dari muatan positif gugus kolin (untuk FK) dan etanolamin (untuk FE),
serta muatan negatif gugus fosfat. FK dan FE merupakan pengemulsi tipe ion
zwitter, sehingga bersifat netral pada pH netral. Sementara, FI (fosfatidilinositol),
AF (asam fosfatidat), FG (fosfatidilgliserol), dan fosfatidilserin (FS) memiliki
muatan negatif dan merupakan pengemulsi anionik pada pH netral (Gierula et al.,
2008; Wang & Wang, 2008). FK dan FE tidak berkontribusi secara signifikan
pada muatan droplet emulsi pada pH netral, sedangkan FI atau komponen anionik
lainnya berkontribusi terhadap muatan negatif untuk stabilitas emulsi (Dickinson,
1993; Wang & Wang, 2008).
10
3. Mekanisme Emulsifikasi oleh Kompleks Protein-Fosfolipid
Protein dan fosfolipid digunakan secara luas sebagai pengemulsi, terutama
pada industri pangan (Bos & Nylander, 1996). Berdasarkan berat molekulnya,
terdapat dua kelas molekul yang memiliki kecenderungan teradsorbsi kuat pada
permukaan droplet minyak pada emulsi minyak dalam air, yaitu pengemulsi
dengan berat molekul tinggi seperti protein dan pengemulsi dengan berat molekul
rendah seperti fosfolipid (Courthaudon et al., 1991). Fosfolipid ditambahkan ke
berbagai pengolahan makanan sebagai pengemulsi utama atau bersama dengan
protein. Pengemulsi dengan berat molekul rendah (fosfolipid) lebih efektif dalam
mengurangi tegangan permukaan emulsi dibandingkan pengemulsi berat molekul
tinggi (protein). Namun, pengemulsi berat molekul rendah lebih tidak efektif
dalam melawan coalescence. Hal ini dikarenakan gaya tolak menolak sterik di
antara droplet minyak yang dilingkupi protein sangat efektif dalam melawan
agregasi (Bos & Vliet, 2001). Oleh karena itu, kompleks protein-fosfolipid
berkontribusi secara signifikan terhadap sifat fisik berbagai sistem emulsi
(Hasenhutettl & Hartel, 2008).
Mekanisme yang memungkinkan interaksi protein-lipid pada antar-muka
o/w terdiri dari beberapa langkah yaitu, pendekatan molekul protein ke permukaan
droplet, didukung dengan elektrostatik tarik menarik, pengikatan protein dengan
lipid, dan masuknya sejumlah protein ke dalam gugus hidrofobik fosfolipid
(Cornell & Patterson, 1989). Mekanisme pembentukan kompleks proteinfosfolipid dimulai dari atraksi ionik/ elektrostatik, yang kemudian diikuti oleh
interaksi hidrofobik untuk menstabilisasi kompleks (Brown et al., 1983). Ikatan
elektrostatik terjadi karena perbedaan muatan elektrik pada protein maupun
fosfolipid dalam stabilitas emulsi pada kondisi pH berbeda. Molekul muatan
positif fosfolipid (contoh: kolin) akan saling tarik menarik dengan molekul
muatan negatif protein (contoh: aspartil, glutamil), atau muatan negatif gugus
fosfat fosfolipid dan muatan positif protein (contoh: lisil atau guanidil, amil)
(Friberg et al., 2004). Setelah itu, pada tahap kedua terjadi adsorpsi protein pada
lubang hidrofobik di gugus ekor fosfolipid yang dapat meningkatkan densitas
lapisan yang melingkupi droplet minyak, sehingga dapat menurunkan risiko saling
menempelnya antar droplet minyak (Fang & Dalgleish, 1993). Interaksi
hidrofobik dapat ditingkatkan dengan mendenaturasi protein untuk mengeluarkan
bagian hidrofobik protein.
Gangguan mekanis seperti homogenisasi akan memecah droplet minyak
menjadi lebih kecil, sehingga setelah itu pengemulsi harus teradsorpsi secara
efektif melingkupi seluruh permukaan droplet. Lapisan pengemulsi yang tidak
mencukupi dapat menyebabkan coalescence atau flokulasi (Dickinson, 2009).
Oleh karena itu, jumlah protein yang teradsorpsi pada antar-muka perlu
ditingkatkan untuk mengurangi risiko coalescence ataupun flokulasi, dengan
meningkatkan stabilisasi elektrostatik pada tahap pertama.
11
Kompleks protein-fosfolipid sebagai pengemulsi dipelajari oleh Surh et al.,
(2006), yaitu memodifikasi whey protein dengan penambahan fosfolipid untuk
meningkatkan sifat emulsifikasinya. Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa
emulsi yang distabilisasi oleh whey protein dengan penambahan fosfolipid
memberikan ukuran droplet yang lebih kecil dibandingkan whey protein
konvensional. Hal ini dikarenakan oleh (i) fosfolipid teradsorpsi lebih cepat
menuju permukaan droplet dibandingkan protein, sehingga meningkatkan
interaksi elektrostatik tarik menarik antara fosfolipid dan protein (McClements,
2016); (ii) kompleks protein-fosfolipid meyebabkan peningkatan ketebalan
lapisan antarmuka minyak-air, sehingga menyediakan kestabilan yang lebih baik
untuk melawan coalescence (Sjöblom, 2001).
E. Formulasi sediaan emulsi
1. Resep
R/ Oleum Lecoris Aselli
CMC Na
Tween 80
Sorbitol
Na Benzoat
Sirupus Simpleks
Sunset Yellow
Essence Orange
Aquadest
6 ml
1%
5%
5%
0.2%
10%
0.1%
2 tetes
ad 60
2. Cara Kerja
Cara kerja:
1. Timbang CMC Na dan ukur aquadest panas.
2. Tuang aquadest panas kedalam cawan porselen dan taburkan CMC Na secara
tipis merata dan biarkan mengembang.
3. Diukur aquadest dan masukkan kedalam beakerglass dan timbang Na Benzoat.
4. Diukur aquadest masukkan kedalam beakerglass dan timbang Sunset Yellow.
5. Dimasukkan kedalam blender Sorbitol, Sirupus Simplex, Larutan Sunset
Yellow, Larutan Na Benzoat dan CMC Na yang telah mengembang. Mixer
selama 2 menit.
6. Ditambahkan Oleum lecoris dan Tween 80 kedalam mixer. Mixer selama 1
menit.
7. Tuang kedalam beakerglass dan tambahkan Essence Orange.
3. Evaluasi
1. Uji Organoleptis:
 Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian produk akhir dalam hal bau, rasa dan
warna dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses formulasi.
 Prinsip: Menguji bau, rasa dan warna menggunakan indera.
12
2. Uji Penetapan pH:
 Tujuan: Untuk mengetahui kadar pH sediaan akhir dengan membandingkan
dengan pH sediaan akhir secara teoritis.
 Prinsip: Diukur dengan pH meter yang telah dibakukan sebagaimana
mestinya sehingga mampu mengukur harga pH sampai 0,02 untuk pH
menggunakan elektroda indikator.
3. Uji Penetapan Bobot Jenis
 Tujuan: Membandingkan berat jenis sediaan akhir dengan berat jenis emulsi
secara teoritis.
 Prinsip: Ditetapkan dengan menggunakan alat piknometer, selanjutnya berat
jenis dihitung dengan berat jenis yang telah ditentukan (Depkes RI, 1995).
4. Uji Viskositas dan Aliran:
 Tujuan: Untuk mengetahui viskositas (kekentalan) serta sifat alir dari sediaan
emulsi akhir
 Prinsip: Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer yang telah
dikalibrasi dan dilakukan penetapan harga viskometer,untuk setiap
viskometer kemudian ditentukan kekentalan cairan uji dengan rumus dan
dapat ditentukan sifat air berdasarkan grafik uji viskositas (Depkes RI, 1995).
5. Kestabilan dan Uji Tipe Emulsi:
 Tujuan: Mengetahui tipe emulsi yang dibuat, membandingkan tipe emulsi
awaln pada formulasi dengan sediaan akhir yang terbentuk.
 Prinsip: Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan 2 cara, yaitu uji kelarutan
zat warna dan uji pengenceran (Martin, 1990).
13
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.Emulsi dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi
vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga
emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur.
Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes
minyak terdispersi kedalam fase air,dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan
fase ekstern adalah minyak. Fase intern disebut pula fase dispers atau fase
kontinu.Komponen emulsi ada dua yaitu komponen dasar yang terdiri dari fase
dispers,fase kotinue,dan emulgator,dan kompnen tambahan terdiri dari
pengawet,pewarna,pengaroma,dan antioksidan.
B. SARAN
Sebagai mahasiswa farmasi sebaiknya memahami lebih dalam lagi mengenai
defenisi emulsi,tipe-tipe emulsi,serta komponen emulsi agar dapat di aplikasikan pada
saat bekerja baik di rumah sakit,puskesmas maupun di apotek.
14
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida – Semisolida (SFI-7). ITB: Bandung
Anief,Moh.1993.Farmasetika.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta
Anief,Moh.1997.Ilmu Meracik Obat.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta
Ansel,c howard.1985.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Universitas Indonesia:Jakarta
Ansel, 1989. Pengnantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Universitas Indonesia:
Jakarta
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta
Depkes.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Departemen kesehatan RI:Jakarta
Depkes,1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Departemen Kesehatan RI:Jakarta
Depkes.1978.Formularium Nasional Edisi II.Departemen Kesehatan RI:Jakarta
Jenkins,Glenn L.1957.Scoville’s the Art of Compounding Nineth edition.The McGraw-Hill
Book Company : USA
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Universitas
Indonesia:Jakarta
Martin,W.1971.Dispending of Medication 7th edition.Marck Publishing Company: USA
Voight,R.1994.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V.Universitas Gajah
Mada:Yogyakarta
15
Download