TERAPI BERMAIN ANAK USIA PRASEKOLAH Dosen Pengampu : Tutik Yuliyanti S.Kep,MKES Disusun Oleh : Azizah Hayyu Na'afi (18121040) Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia Sukoharjo Program Studi DIII Keperawatan Tahun Akademik 2020/2021 TERAPI BERMAIN A. Pengertian Bermain Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, memersiapkan diri untuk berperan dan menjadi dewasa.(Aziz Alimul Hidayat,2008). Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan. Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara . (Wong, 2000). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan kerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak. Anak dalam keadaan sakit atau yang mendapat perawatan dirumah sakit umumnya mengalami krisis dikarenakan perubahan lingkungan yang terjadi pada dirinya. Krisis tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang penyakit, dan rasa terancam karena perawatan. Stress yang dialami seorang anak dirawat dirumah sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat dirawat seorang anak mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan yang terjadi saat dirawat. Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah bermain dengan tujuan mengurangi rasa sakit akibat tindakan invansif yang diterima. Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang bermanfaat untuk mengurangi rasa stress anak, yaitu: 1. Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-senang yaitu bermain bemain spontan yang tidak terstruktur. 2. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa menstruktur aktifitas untuk tujuan tertentu, biasanya sebelum atau sesudah pengobatan 3. Bermain dengan tujuan Terapi yaitu, bermain yang bertujuan meninterprestasiakan permainan anak dan merekomendasikan intervensi yang sesuai. Tipe bermain ini bertujuan untuk untuk memberikan pengalaman pada anak menyelesaiakan konflik internal, dan tipe ini merupakan komponen penting pendekatan psikososial untuk merawat anak. B. Sasaran Usia Sekolah ( 3-5 tahun ) Dalam usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak. Tekanan sekolah, lingkungan sebaya (peer group), serta tuntutan belajar yang semakin tinggi membuat anak harus lebih mampu menghadapi tuntutan sosial masyarakat. Bahkan tidak jarang orang tua menuntut anak untuk berprestasi tinggi, dan adakalanya harapan orang tua melebihi kapasitas anak untuk dapat mencapainya. Berbagai kondisi sosial yang penuh tuntutan baik dari sekolah, teman sebaya maupun orang tua dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi anak salah satunya dalam proses belajar anak sulit berkonsentrasi, perstasi anak menurun bahkan motivasi anak untuk belajar menurun. Berbagai keluhan tersebut merupakan sebagian kecil keluhan rutin yang kerap disampaikan oleh para orang tua pada konselor. Tidak jarang bahakan orang tua justru menekankan keluhan bahwa anak-anak mereka terlalu senang bermain, sehingga kurang belajar. Padahal justru melalui bermain, mereka bisa belajar lebih banyak lagi. Usia sekolah adalah usia 6 sampai 12 tahun. C. Metode Bermain Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau tempatnya apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau alat-alat di sekitar kita bisa kita gunakan untuk memperkaya permainan anak. Misal ; bola, lompat tali, kertas origami, dan lain-lain. Yang terpenting kita bisa meramu dan menggunakan alat sesuai dengan keinginan anak. Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi dapat membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat menghargai orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri. Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat efektif untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri, dan anak dapat memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang diajarkan dalam model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam kegiatan sehari-hari. D. Tahapan Perkembangan Bermain 1. Tahap eksplorasi Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permaianan mereka terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang diasungkan dihadapannya. Selanjutnya mereka akan mengendalikan tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk mengambil, memegang dan memperlajari benda kecil. Setelah mereka dapat merangkak atau berjalan, mulai memperhatikan apa saja yang berada dalam jarak jangkauannya 2. Tahap permainan Bermain barang mainan dimuali pada tahun pertama dan mencapai puncaknya pada usia antar 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi mainannya. Antara 2 dan 3 tahun mereka membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat hidup, dapat bergerak, berbicara dan merasakan. Dengan semakin berkembangnya kecerdasan anak, mereka tidak lagi mengangap benda mati sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada barang mainan. Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang mainan ini adalah bahwa permaianan itu sifatnya menyendiri sedangkan mereka menginginkan teman. Setelah masuk sekolah, kebanyakan anak mengangap bermaian barang sebagai “permaianan bayi” 3. Tahap bermain Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian, selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olahraga, hobi dan bentuk permaianan matang lainnya. 4. Tahap melamun Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat pada peramainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktu dengan melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah saat berkorban, saat mereka mengangap dirinya tidak diperlakukan dengan baik dan tidak dimengerti oleh siapapun. E. Fungsi Bermain terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi. F. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak 1. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/ kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada permainannya dan ada saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan untuk bermaian. 2. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan bermain dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi sendiri, dimana anak wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki bermain sesama laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan berbeda, misalnya anak laki-laki suka bermain bola, pada anak permpuan suka main boneka. 3. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola permainan anak. Dikota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-layangan. Paling mereka bermain game karena memang tidak ada/jarang ada tanah lapang/lapangan untuk bermain, berbeda dengan yang masih terdapat tanah-tanah kosong. 4. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan sehingga anak menjadi senang untuk menggunakannya. G. Karakteristik dan Klasifikasi dari Bermain 1. Menurut karakteristik sosial a. Solitary play Bermaian sendiri walaupun disekitarnya orang lain. Misalnya pada bayi dan toddler, dia akan asyik dengan mainnya sendiri tanpa menghiraukan orangorang yang ada disekitarnya. b. Pararel play Bermain sejenis, anak bermain dengan kelompoknya, pada masing-masing anak mempunyai mainan yang sama tetapi tidak ada interaksi di antara mereka. Mereka tidak ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, masing-masing anak punya bola, maka dia akan bermain dengan bolanya sendiri tanpa menghiraukan bola temannya. Biasanya terjadi pada usia toddler dan pre school. c. Associative play Bermain dalam kelompok , dalam suatu aktivitas yang sama tetapi masih belum terorganisir, tidak ada pembagian tugas, mereka bermain sesuai keinginannya. Misalnya, anak bermain hujan-hujanan di teras rumah, berlari-lari dan sebagainya. Hal ini banyak dialami pada anak pre school. d. Cooperative play Anak bermain secara bersama-sama, permaianan sudah terorganisir dan terencana, didalamnya sudah ada aturan main. Misalnya, anak bermain kartu, petak umpet, terjadi pada usia sekolad dan adolescent. 2. Menurut isi a. Sosial afektive play Anak mulai belajar memberikan respon melalui orang dewasa dengan cara merajuk/berbicara sehingga anak menjadi senang dan tertawa. b. Sense of pleasure play Anak mendapatkan kesenagan dari suatu objek disekelilingnya. Misalnya, anak bermain pasir atau air sehingga anak tertawa bahagia. c. Skill play Memperoleh keterampilan sehingga anak akan melaksanakannya secara berulang-ulang. Misalnya, anak bermain sepeda-sepedaan dan sedikit mulai merasa bisa, maka dia akan berusaha untuk mencobanya lagi d. Dramatic play Melakukan peran sesuai keinginannya atau dengan apa yang dia lihat dan dia dengar, sehingga anak akan membuat fantasi dari permaianan itu. Misalnya, anak pernah berkunjung kerumah sakit waktu salah satu tetangganya sakit, dia melihat perawat dan dokter . sesampainya dirumah dia berusaha untuk memerankan dirinya sebagai seorang perawat maupun dokter, sesuai dengan apa yang dia lihat dan diterima tentang peran tersebut. H. Pedoman untuk Keamanan Bermain Agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka diperlukan hal-hal seperti: 1. Ekstra energi Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan untuk melakukan permainan. 2. Waktu Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal. 3. Alat permainan Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak. 4. Ruang untuk bermain Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat tidur. 5. Pengetahuan cara bermain Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat permainan tersebut. 6. Teman bermain Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak menjadi lebih akrab. Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif (APE).APE merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi permainan secara optimal dan perkembangan anak,dimana melalui alat permainan ini anak akan selalu dapat mengembangkan kemampuan fisiknya, bahasa ,kemampuan kognitifnya,dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi perkembangan secara optimal,maka alat permainan ini harus aman,ukurannya sesuai dengan usia anak,modelnya jelas,menarik,sederhana,dan tidak mudah rusak. Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu mengembangkan aspek tersebut,sehingga terkadang harganya mahal,tidak sesuai dengan umur anak dan tipe permainannya sama. Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti : permainan sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau motorik kasar,kemudian alat permainan gunting,pensil,bola,balok,lilin jenis alat ini dapat digunakan dalam mengembangkan motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka , pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan seperti buku gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televise tersebut dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan bahasa, alat permainan seperti gelas plastic, sendok, baju, sepatu, kaos kaki semuanya dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri dan alat permainan seperti kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara bersama dapat dilakukan untuk mengembangkan tingkah laku social. Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang tua atau pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis alat permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan, mampu mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai, memberikan kesempatan untuk mandiri. I. Terapi Bermain pada Anak yang Dihospitalisasi Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan aktivitas bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun koping terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakit dari hospitalisasi . Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi dan memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit. Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain: 1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar 2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control 3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan 4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh 5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis 6. Memberi peralihan dan relaksasi 7. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing 8. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan 9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif terhadap orang lain 10. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat 11. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik . J. Prinsip Bermain di Rumah Sakit 1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana. 2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang. 3. Kelompok umur yang sama. 4. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan 5. Semua alat permainan dapat dicuci 6. Melibatkan orang tua. Dukungan dari orang tuapun merupakan faktor penting yang harus diberikan untuk memotivasi anak. Hal-hal yang perlu diberikan sebagai orang tua antara lain. 1. Memberikan dukungan Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat di rumah sakit, mendampingi anak saat diperiksa petugas medis, atau memberikan beberapa treatment pengobatan. Yang tak kalah penting, memberi sentuhann lembut, seperti pelukan atau mengelus saat anak mengalami kesakitan. 2. Bersikap optimis dan tidak menampakkan kecemasan didepan anak. Orang tua yang menampakkan wajah ceria, meski beban yang ditanggungnya cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan ceria dalam menghadapi kondisi sakitnya. 3. Menanamkan pengertian bahwa proses pengobatan dan perawatan dirumah sakit adalah proses menuju kesembuhan. Perlu diingat, beri pengertian kepada anak bahwa dokter atau petugas medis lainnya adalah orang-orang yang menolongnya untuk sembuh DAFTAR PUSTAKA Alimul Hidayat, A.Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Riyadi, Sujono & Sukatmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed Pertama. Yogyakara : Graha Ilmu Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Idai Wong,D.L. 2000. Nursing Care of Instants and Children,St. Louis Mosby