KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NOVALINDA TRINGANI GINTING NIM : 060707015 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2012 i KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NOVALINDA TRINGANI GINTING NIM : 060707015 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Drs. Mauly Purba M.A.,Ph.D Drs. Perikuten Tarigan,M.Si NIP. 1961 0829 1989 031003 NIP. 1958 0402 1987 031003 Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang Ilmu Etnomusikologi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2012 Disetujui ii FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI Ketua, Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D NIP. 196512211991031001 iii PENGESAHAN Diterima oleh: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan. Medan Hari : Senin Tanggal : 6 Februari 2012 FAKULTAS ILMU BUDAYA USU Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 1951 1013 1976 031001 PANITIA UJIAN No. Nama Tanda Tangan 1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D ( ) 2. Dra. Heristina Dewi M.Pd ( ) 3. Prof. Drs Mauly Purba, M.A.,Ph.D ( ) 4. Drs. Perikuten Tarigan, Msi ( ) 5. Drs. Fadlin M.A ( ) PERNYATAAN iv Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, 11 Januari 2012 Novalinda Tringani Ginting Nim 060707015 v ABSTRAKSI Skripsi ini berjudul Kontinuitas Dan Perubahan Gendang patam-patam Dalam Musik Tradisional Karo. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. Hal lainnya yaitu untuk melihat bagaimana pola umum ritem gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh tiga orang pemain musik Karo yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting. Skripsi ini membicarakan bagaimana gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo,khususnya pada Karo Gugung, dan perubahan yang terjadi karena perubahan instrumen musiknya. Dengan adanya gendang kibod (sebutan lokal) gendang patam-patam yang dikenal sebagai salah satu komposisi musik tradisional Karo diprogram dalam bentuk pola ritem yang lagu-lagu apa saja dapat “dimasukkan” atau dimainkan. Pola ritem ini diprogram oleh musisi Karo yang mana koleksi program dari gendang patam-patam ada yang sama (dengan variasi) tetapi ada juga yang berbeda, baik dari sisi pola ritme, tempo maupun warna bunyi instrumentalnya. Walaupun terjadi perubahan dalam gendang patam-patam namun ada pula unsur yang masih kontinu seperti melodi dan pola ritem dari gendang anak, penganak, dan unsur bunyi gung. Meskipun telah terjadi perubahan pada instrumen musik dan juga warna bunyi instrumennya namun gaya musik ini tetap disebut sebagai gendang patam-patam. Kata Kunci: Gendang patam-patam bunga ncole, komposisi, pola ritem, program, gendang lima sendalanen, gendang kibod, Fakta Ginting, Sakti Sembiring, dan Yanto Ginting. vi KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAMPATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO. Skripsi ini merupakan hasil serta perjuangan dari ilmu yang telah penulis dapatkan selama menjalani kuliah di Departeman Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara kurang lebih lima tahun ini. Terwujudnya skripsi ini juga tidak terlepas dari doa serta dukungan dari orangorang yang penulis kasihi, yaitu; Kepada kedua orang tua yang sangat-sangat penulis sayangi yaitu Drs. Madju Ginting dan Rosmawati br. Pinem, saya mengucapkan terimakasih banyak atas doa yang senantiasa kalian panjatkan kepada saya, dan untuk kesabaran serta dukungan baik moril maupun materil. Kasih kalian tiada batasnya yang membuat saya tetap sabar dalam menghadapi semua masalah yang ada, begitu pula dengan nenek tigan saya yang telah mendoakan saya dengan setulus hati saya ucapkan terimakasih. Kepada saudara/i saya, Ivo Nuhita Ginting, Mia Veraulin Ginting S.S, dan Segudan Bosco Ginting Amd, saya mengucapkan banyak terimakasih buat perhatian kakak dan abang yang begitu besar selama ini yang selalu mendoakan, memberi semangat dan juga mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada yang saya sayangi dan kasihi Berlin Immanuel Tambunan S.E yang setia menemani dan membantu saya selama proses penelitian dilapangan, saya ucapkan terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran, motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. vii Kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Muhammad Takari, M. Hum.,Ph.D dan Ibu Dra. Heristina Dewi, M. Pd, saya mengucapkan banyak terimakasih untuk perhatian dan bantuannya selama menjalani proses penulisan skripsi saya hingga selesai. Kepada Pembimbing I Bapak Prof. Mauly Purba M.A.,Ph.D, dan Pembimbing II saya Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si saya mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan yang telah Bapak berikan selama proses penulisan skripsi saya ini sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan. Kepada Seluruh Dosen Departemen Etnomusikologi yaitu Bapak Drs. Torang Naiborhu M.Hum selaku Dosen akademik, Drs. Bapak Kumalo Tarigan M.A, Ibu Dra. Rita Hutajulu M.A, Bapak Drs. Bebas Sembiring M.Si, Bapak Drs. Irwansyah Harahap M.A, Bapak Drs. Fadlin M.A, Bapak Drs. Dermawan Purba M.Si, Ibu Arifni Netriroza STT, dan Ibu Dra. Frida Deliana Harahap M.Si, serta seluruh Dosen lainnya saya mengucapkan banyak trimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama menduduki bangku perkuliahan di Departemen Etnomusikologi. Dan kepada informan serta narasumber saya Seter Ginting, Djasa Tarigan, Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus S.Pd, saya ucapkan terimakasih banyak atas bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada informan dan juga narasumber saya Seter Ginting, Djasa Tarigan, Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus, Fakta Ginting, saya ucapkan terimakasih banyak atas bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada staf/tata usaha di Departemen Etnomusikolgi Ibu Adri dan Bang Awang saya mengucapkan terimakasih untuk kerjasama dan bantuannya selama ini. viii Kepada sahabat-sahabat Tety Silva kurnia Ginting, Yunika Margaretha Ginting, Jerry Periance Saragih, Vanesia Amelia Sebayang S.Sn, Evi Nenta Sipahutar, Inta Junia Hasugian S.Sn, Rebekka Lumbantobing S.Sn, Rina Gustiani Simanjuntak S.Sn, Heydi Evelin Simorangkir S.Sn, Sansri Nuari Silitonga S.Sn, Eva Gusmala Yanti S.Sn, Jonnedi Nababan, Jefri Hutagalung S.Sn, Ananda Mora Ichsan, Amran Hutapean S.Sn, Daniel Limbong, Boby Sandy, Chical T, dan buat semua teman-teman Etnomusikologi lainnya senang rasanya mengenal kalian semua dan terima kasih teman-teman buat semangat yang selalu diberikan kepada saya untuk tetap sabar dan berjuang menyelesaikan skripsi ini. Hormat Saya, Novalinda Tringani Ginting ix DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ................................................................. ABSTRAK ..................................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................. DAFTAR ISI ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... i ii iii vi ix x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ................................................................... 6 1.3 Batasan Masalah ................................................................... 7 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................... 7 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 7 1.6 Konsep .................................................................... 8 1.7 Teori ................................................................... 11 1.8 Metode Penelitian ................................................................... 15 1.8.1 Studi Kepustakaan ...................................................... 16 1.8.2 Penelitian Lapangan ...................................................... 17 1.8.3 Kerja Laboratorium ...................................................... 19 1.8.3.1 Metode Transkripsi .......................................... 21 1.8.4 Lokasi Penelitian ...................................................... 22 BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO 2.1 Pengenalan Terhadap Masyarakat Karo .......................................... 2.2 Musik Tradisional Masyarakat Karo .......................................... 2.2.1 Ensambel musik tradisional Karo .............................. 2.2.1.1 Gendang lima sedalanen ............................. 2.2.1.2 Gendang telu sedalanen .............................. 2.2.2 Instrumen musik tradisional Karo non-ensambel ...... 2.2.2.1 Kulcapi dan belobat (baluat) .............................. 2.2.2.2 Surdam dan murbab .......................................... 2.2.2.3 Embal-embal dan empi-empi .............................. 2.2.3 Musik vokal tradisional Karo .......................................... 2.2.4 Instrumen keyboard dalam kebudayaan musik tradisional Karo ..................................................... 2.3 Penggunaan Musik Tradisional Masyarakat Karo .................. 2.3.1 Penggunaan ensambel tradisional Karo .................. 2.3.1.1 Upacara adat perkawinan (kerja nereh-empo) .... 2.3.1.2 Upacara kematian .......................................... 2.3.1.3 Upacara erpangir ku lau .............................. 2.3.1.4 Mengket rumah .......................................... 2.3.1.5 Gendang guro-guro aron .............................. 2.3.2 Penggunaan instrumen musik tradisional non-ensambel ... x 24 31 31 31 35 36 36 37 38 39 40 44 45 45 46 47 47 48 51 2.3.4 Penggunaan musik vokal tradisional Karo .................. 2.3.5 Penggunaan instrumen keyboard .............................. 2.3.5.1 Upacara adat perkawinan (kerja nereh-empo) .... 2.3.5.2 Upacara kematian .......................................... 2.3.5.3 Upacara erpangir ku lau ............................. 2.3.5.4 Mengket rumah ......................................... 2.3.5.5 Gendang guro-guro aron ............................. 2.3.5.6 Acara hiburan lainnya ............................. 51 52 53 54 55 55 56 57 BAB III DESKRIPSI STRUKTUR GENDANG PATAM-PATAM PADA GENDANG LIMA SEDALANEN DAN GENDANG KIBOD 3.1 Proses Transkripsi ............................................................................. 3.2 Gendang Patam-Patam Pada Gendang Lima Sedalanen .................. 3.2.1 Elemen nada 3.2.1.1 Tangga nada ..................................................... 3.2.1.2 Melodi ..................................................... 3.2.1.3 Sistem Laras ..................................................... 3.2.2 Elemen waktu 3.2.2.1 Ritem ...................................................... 3.2.2.2 Meter ...................................................... 3.2.3 Elemen warna bunyi 3.2.3.1 Warna bunyi instrumen .............................. 3.3 Gendang Patam-patam Pada Gendang Kibod ............................. 3.3.1 Elemen nada 3.3.1.1 Tangga nada ..................................................... 3.3.1.2 Melodi ..................................................... 3.3.1.3 Harmoni ..................................................... 3.3.1.4 Sistem Laras ..................................................... 3.3.2 Elemen waktu 3.3.2.1 Ritem ...................................................... 3.3.2.2 Meter ...................................................... 3.3.3 Elemen warna bunyi (Timbre) .......................................... 3.3.3.1 Warna bunyi instrumen .............................. 3.4 Pola Umum Ritem Gendang Patam-patam Pada Gendang Kibod ... 58 61 63 64 65 66 67 68 69 69 71 76 77 78 80 80 81 83 BAB IV KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO 4.1 Terminologi Gendang Patam-patam ......................................... 84 4.2 Gendang Patam-patam Pada Masyarakat Karo ............................. 86 4.3 Penggunaan Gendang Patam-Patam Dalam Aktifitas Menari Dan Menyanyi Pada Masyarakat Karo .......................................... 92 4.4 Kontinuitas dan Perubahan Gendang Patam-patam Dalam Musik Tradisional Karo ............................................................................ 97 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 107 5.2 Saran ........................................................................................ 110 xi DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN ............................................................................ 112 .............................................................................. 115 .............................................................................. 116 xii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Aksara Karo .............................................................................. 26 Gendang Lima Sedalanen ...................................................... 34 Gendang Telu Sedalanen ...................................................... 36 Kulcapi dan Balobat .................................................................. 37 Surdam dan Murbab .................................................................. 38 Instrumen Keyboard .................................................................. 43 Pemain Keyboard Karo ...................................................... 53 Sarune ............................................................................... 66 Picth Blend .............................................................................. 71 xiii DAFTAR TABEL 3.1 3.2 4.1 4.2 Tabel nada yang digunakan pada gendang patam-patam .................. 70 Tabel Harmoni Akord Gendang Patam-patam Oleh Ketiga Pemain Keyboard ...............................................................................77 Tabel struktur komposisi atau pola ritem dalam aktifitas menari dan menyanyi dalam iringan musik tradisional Karo ................. 95 Tabel struktur komposisi atau pola ritem dalam aktifitas menari dan menyanyi dalam iringan musik tradisional Karo ................. 96 xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karo merupakan salah satu dari beberapa etnis atau suku yang terdapat di daerah Propinsi Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan sebagai nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami yaitu Kabupaten Karo. Kabupaten karo ini yang terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Ibu kota dari kabupaten Karo adalah Kabanjahe. Berdasarkan wilayah geografis, masyarakat Karo mendiami daerah Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo simalem dan sekitarnya) dan Kabupaten Langkat. Masyarakat Karo yang mendiami daerah kabupaten Karo sering disebut sebagai Karo Gugung yang artinya adalah masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi (pegunungan), dan masyarakat Karo yang menempati Kabupaten Langkat disebut sebagai Karo Jahe yang artinya adalah sebagian masyarakat Karo yang mendiami dataran rendah wilayah Langkat dan Deli Serdang1. Walaupun secara wilayah budaya berbeda namun masyarakat Karo Jahe dan Karo Gugung memiliki beberapa persamaan dan juga variasi dalam kebudayaan musiknya. Adapun contoh persamaan dalam kebudayaan musik Karo Jahe dan Karo Gugung antara lain adalah gendang patam-patam. Gendang patampatam merupakan sebuah istilah musikal dalam kebudayaan musik Karo. Selain 1 Lihat Darwin Prints dalam Kamus Karo Indonesia ,2002 1 pada kebudayaan musik Karo Istilah ‘patam-patam’ ini juga dapat ditemukan dalam kebudayaan musik Melayu. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang penulis lakukan, gendang patam-patam merupakan judul sebuah komposisi instrumental musik tradisional Karo2. Komposisi yang dimaksud disini adalah melodi dan juga ritem yang dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen (lihat lampiran hal 116-119). Pada masyarakat Karo Jahe gendang patam-patam awalnya digunakan untuk upacara penyembuhan baik secara fisik maupun psikis oleh guru perdeweldewel (dukun). Gendang patam-patam dalam konteks kebudayaan musik Karo Jahe, selalu disajikan dengan ensambel gendang binge3. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan Natangsa Barus mengatakan bahwa terdapat beberapa nama dari gendang patam-patam pada musik tradisional Karo Jahe yaitu patampatam cemet, patam-patam rambung mbungkar, patam-patam bunga ncole, patam-patam gendang sikat, patam-patam anak munte, patam-patam pudi terang, patam-patam malem ate, patam-patam sereng, patam-patam pak-pak, patampatam kebang kiung, patam-patam limbey, patam-patam pudi terang, dan patampatam simpang empat. Penamaan dari gendang patam-patam sendiri berasal dari guru perdewel-dewel (dukun) yang datang dari daerah yang berbeda4. Menurut beliau hal inilah yang menyebabkan terdapat beberapa nama yang berbeda dari komposisi gendang patam-patam. 2 Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 maret 2011, Malem Ukur Ginting 22 Maret 2011, Natangsa Barus 5 April 2011. 3 Gendang Binge merupakan ensambel tradisional masyarakat Karo Jahe, jenis instrumennya sama dengan instrumen gendang lima sedalanen pada Karo Gugung hanya saja ukuran gendang dan sarune jauh lebih besar dan panjang dan ukuran gung lebih kecil pada Gendang Binge. 4 Hasil wawancara dengan Natangsa Barus 5 April 2011. 2 Beberapa dari komposisi gendang patam-patam yang berasal dari Karo Jahe ini kemudian menyebar ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung, seperti patam-patam bunga ncole, patam-patam sereng, patam-patam cemet, patampatam rambung mbungkar, patam-patam kabang kiung, dan patam-patam pudi terang. Pada perkembangannya gendang patam-patam yang berada dalam kebudayaan Karo Gugung hanya sedikit yang masih sering disajikan dan salah satunya adalah gendang patam-patam bunga ncole. Gendang patam-patam bunga ncole inilah yang nantinya akan di deskripsikan struktur musiknya. Dari beberapa daerah keberadaan gendang patam-patam yang disebutkan diatas yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah gendang patam-patam bunga ncole yang terdapat pada masyarakat Karo Gugung. Berbeda dari Karo Jahe, pada masyarakat Karo Gugung komposisi gendang patam-patam disajikan sebagai hiburan. Gendang patam-patam ini berawal dan berkembang dalam gendang guro-guro aron5, sebagi salah satu komposisi dalam mengiringi aron menari. Gendang patam-patam yang berkembang di Karo Gugung pada awalnya dimainkan dengan ensambel gendang lima sedalanen. Namun setelah instrumen keyboard masuk ke dalam kebudayaan musik Karo yakni pada tahun 1991 instrumen keyboard mulai digunakan oleh musisi Karo. Beberapa seniman Karo mengasumsikan bahwa hadirnya instrumen keyboard dalam kebudayaan musik Karo diperkenalkan oleh Djasa Tarigan yang merupakan salah satu seniman dan musisi tradisional Karo yang cukup 5 Gendang guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints, 2004:280). 3 berpengaruh dalam perkembangan musik Karo khususnya gendang kulcapi, gendang kibod,dan juga dalam memprogram gendang patam-patam. Awalnya instrumen keyboard yang digabungkan dengan gendang lima sedalanen digunakan untuk penambahan bunyi perkusi yang tersedia pada instrumen keyboard. Instrumen keyboard ini kemudian dikenal dengan istilah gendang keyboard (dibaca gendang kibod6). Gendang kibod merupakan istilah yang sering diucapkan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem musik yang diprogram secara khusus di dalam keyboard. Pada perkembanganya, gendang kibod dapat dimainkan secara tunggal untuk mengiringi upacara-upacara adat pada masyarakat Karo. Walaupun gendang kibod dapat menggantikan kehadiran dari gendang lima sedalanen, namun gendang patam-patam tetap kontinu dalam kebudayaan musik tradisional Karo. Perubahan pada ensambel musik yang digunakan yaitu dari gendang lima sedalanen ke gendang kibod juga memberi perubahan pada unsur komposisi gendang patam-patam. Dengan menggunakan instrumen keyboard gendang patam-patam diprogram menjadi sebuah pola ritem dengan unsur bunyi yang diimitasikan atau ditiru dari unsur bunyi yang terdapat pada gendang lima sedalanen. Dan pada perkembangannya unsur bunyi musikal yang digunakan dalam program gendang patam-patam kini sudah tidak mirip seperti instrumen musik tradisional yang terdapat dalam gendang lima sedalanen. Dengan menggunakan instrumen keyboard, gendang patam-patam yang 6 Penyebutan pada masyarakat Karo pada umumnya adalah Gendang kibod yang selanjutnya akan digunakan penulis. 4 sebelumnya merupakan sebuah komposisi musik tradisional yang dimainkan dengan gendang lima sedalanen kini di format menjadi pola ritem. Dengan pola ritem dari gendang patam-patam telah diprogram ini lagu apa saja, bahkan dari luar kebudayaan musik Karo, dapat ‘dimasukkan’ atau dimainkan. Dari pengamatan penulis dan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa seniman Karo Gugung mengatakan bahwa mereka (para musisi/pemain musik) memiliki program khusus gendang patam-patam. Program tersebut dapat disimpan dalam hard disk7, disket8, atau memory card/chip (penyimpan data). Koleksi program gendang patam-patam yang terdapat pada masing-masing keyboard ada yang sama (dengan variasi) tetapi ada juga yang berbeda, baik dari sisi pola ritem, warna bunyi instrumen serta gaya penggarapan ornamentasi musikal. Persamaan maupun variasi atau perbedaan dari koleksi gendang patampatam khusunya gendang patam-patam bunga ncole juga dapat dilihat dari ketiga perkibod (pemain keyboard) yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Tarigan yang sering sekali diundang untuk mengiringi upacara adat maupun hiburan dalam kebudayaan musik Karo. Perbedaan dalam program gendang patam-patam wajar terjadi karena setiap pemain gendang kibod memiliki kemampuan bermain musik yang berbeda. 7 Hard disk adalah sebuah komponen perangkat keras yang menyimpan data sekunder dan berisi piringan magnetis (http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras). 8 Disket adalah sebuah perangkat penyimpanan data yang terdiri dari sebuah medium penyimpanan magnetis bulat yang tipis dan lentur dan dilapisi lapisan plastik berbentuk persegi atau persegi panjang (http://id.wiki.org/wiki/disket). 5 Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa gendang patam-patam telah mengalami perkembangan dalam musik tradisionalnya oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patampatam dalam musik tradisional Karo. Kotinuitas dan perubahan ini akan dilihat dari era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo atau dari tahun 1990 – sekarang. Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap bagaimana latar belakang gendang patam-patam khususnya pada kebudayaan Karo Gugung, bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dari ensambel gendang lima sedalanen beralih ke gendang kibod, dan bagaimana pola ritem gendang patampatam yang umum yang didapat dari permainan ketiga perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Tarigan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis memberi judul penelitian ini: Kontinuitas Dan Perubahan Gendang Patam-patam Dalam Musik Tradisional Karo. 1.2 Pokok Permasalahan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka skripsi ini akan membahas dua pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. 2. Bagaimana pola umum ritem gendang patam-patam bunga ncole pada gendang kibod. 6 1.3 Batasan Masalah Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan lebih fokus maka penulis memberi batasan masalah. Dalam mengamati kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo, penulis akan membatasi berdasarkan era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo atau dari tahun 1990 – sekarang. Penulis juga ingin memberi batasan bahwa gendang patam-patam yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur musiknya adalah gendang patam-patam bunga ncole yang terdapat dalam kebudayaan musik tradisional Karo Gugung. 1.4 Tujuan Penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. 2. Untuk mengetahui bagaimana pola umum ritem gendang patam-patam bunga ncole pada gendang kibod. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai dokumentasi dan sarana literatur tentang kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. 2. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Etnomusikologi yang berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai budaya daerah khususnya Karo. 7 1.6 Konsep Kontinuitas adalah sesuatu yang berlangsung secara berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu. Kontinuitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:591) adalah berkesinambungan; kelangsungan; kelanjutan; keadaan kontinu. Konsep kontinuitas yang dimaksud disini adalah keberlanjutan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. Dimana dengan adanya fenomena gendang kibod, konsep/ide musik tersebut masih terus berlanjut namun telah terjadi perubahan ataupun variasi. Perubahan dalam suatu kebudayaan sangat wajar terjadi, karena tidak ada kebudayan yang tidak berubah. Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:1234) adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Perubahan merupakan suatu proses dimana suatu keadaan berubah dan bisa juga dikatakan peralihan dari suatu masa/era. Perubahan yang dimaksud dalam konsep ini adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada instrumen musik tradisional Karo yang tentu saja memberi perubahan terhadap musiknya khususnya gendang patam-patam. Dalam hal ini penulis bermaksud melihat perubahan yang terjadi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh seniman Karo dengan adanya inovasi dan kreatifitas dalam musik tradisionalnya. Kontinuitas dan perubahan ini akan dibatasi pada era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo. 8 Pada masyarakat Karo kata gendang mempunyai makna jamak sesuai dengan konteks penggunaanya. Jabatin Bagun menguraikan tujuh pengertian gendang yaitu: (1) gendang sebagai ensambel; gendang lima sedalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune, dua buah gendang (gendang singanaki dan gendang singindungi: “gendang berarti sebagai instrumen), serta dua buah gong (gung dan penganak). Kelima instrumen tersebut berjalan/ bermain bersama sebagai satu grup atau ensambel; (2) gendang sebagai repertoar (kumpulan komposisi). Gendang guru adalah suatu kumpulan komposisi, yang ditampilkan secara alternatif. Artinya ada beberapa komposisi yang mungkin dipilih untuk ditampilkan, misalnya: komposisi untuk trance (gendang peselukken); (3) gendang sebagai upacara, ini dapat dilihat pada gendang cawir metua. Gendang cawir metua adalah satu upacara kematian “sempurna”, dengan pengertian bahwa seluruh keturunannya (anak-anaknya) sudah berkeluarga dan mempunyai keturunan; (4) gendang sebagai instrumen. Masyarakat Karo hanya memiliki dua gendang sebagai instrumen yaitu gendang singanaki dan gendang singindungi; (5) gendang sebagai komposisi (nyanyian). Sebelumnya telah disebutkan gendang sebagai repertoar yang merupakan sekumpulan komposisi. Yaitu, gendang odak-odak, gendang simalungen rayat dan gendang patam; (6) gendang sebagai musik. Musik dalam hal ini mengacu pada pengertian suatu bunyi yang teratur dan yang terdiri dari pola ritmis dan melodi. Bunyi yang ditata dengan berbagai bentuk terlihat dari produk instrumen dan vocal yang ada pada saat pelaksanaan suatu pesta adat perkawinan masyarakat Karo; (7) gendang sebagai arti ganda. Terminologi gendang apabila digabung dengan terminologi kekerabatan, maka gendang mempunyai arti lebih dari satu, dapat dua atau tiga arti sekaligus. Sebagai contoh gendang kalimbubu, pengertian gendang dalam konteks ini berarti acara/ upacara, musik, repertoar/ komposisi untuk kalimbubu. Disisi lain, pengertian gendang pada konteks ini dapat juga berarti waktu atau kesempatan yang diberikan kepada kalimbubu untuk landek (menari). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian dari kata ‘gendang’ mengikuti kata di depannya. Dalam penelitian ini kata gendang yang melekat pada kata patam-patam dapat diartikan sebagai sebuah judul komposisi instrumental musik tradisional Karo. Komposisi menurut Kamus Besar 9 Bahasa Indonesia adalah (1) susunan; (2) tata susun; (3) musik gubahan, baik instrumental maupun vokal. Komposisi yang dimaksud penulis disini adalah keseluruhan unsur-unsur musik, baik melodi maupun ritem yang telah ditata atau disusun. Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu kesatuan yang berjalan/bergerak di dalam waktu, sedangkan ritem adalah pengaturan bunyi dalam waktu atau dapat juga diartikan sebagai panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan dalam sebuah melodi atau harmoni (akord). Setelah masuknya instrumen keyboard kedalam kebudayaan musik Karo pada tahun 1991, yang kemudian dikenal dengan istilah gendang kibod, gendang patam-patam memiliki konsep yang sedikit berbeda. Konsep dari gendang patampatam yang dimainkan dengan gendang kibod merupakan sebuah format pola ritem gendang patam-patam yang telah diprogram. Format pola ritem yang dimaksud disini adalah panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan secara teratur dengan pola/bentuk yang tetap. Pada perkembangannya melalui program gendang patam-patam pada gendang kibod lagu-lagu populer apa saja dapat dimainkan dengan pola ritem gendang patam-patam tersebut. Walaupun secara konsep sedikit berubah namun gaya musik ini tetap disebut sebagai gendang patam-patam. Dalam pembahasan ini ada dua konsep gendang patam-patam yang digunakan penulis sesuai dengan kebutuhan yaitu; pertama sebagai sebuah komposisi yang terdiri dari melodi serta ritem dan yang kedua adalah sebagai format pola ritem yang telah diprogram dengan instrumen keyboard yang dapat memainkan lagu-lagu apa saja. Seniman 10 atau musisi tradisional Karo lebih sering menggunakan sebutan ‘patam-patam’ tanpa kata ‘gendang’ didepannya, namun penulis akan menggunakan kata ‘gendang’ untuk menegaskan bahwa patam-patam merupakan sebuah komposisi intrumental musik tradisional Karo. Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam masyarakat Karo yaitu; musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya. Dalam melakukan aktifitas bermusik masyarakat Karo memiliki dua konsep yaitu ergendang (bermain musik) dan rende (bernyanyi). Musik yang dimaksud penulis dalam konsep ini adalah musik instrumental. Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun temurun, yang berasal dari suatu daerah dengan ciri khas dari daerah tersebut. Musik tradisional Karo yang dimaksud oleh penulis disini adalah musik yang hidup di masyarakat Karo secara turun temurun dan yang digunakan sebagai sarana adat serta hiburan yang disajikan dalam upacara-upacara tradisional masyarakat Karo 1.7 Teori Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Alan P Merriam (1964:303) mengemukakan bahwa perubahan bisa berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga bisa berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan 11 perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri, dan juga disebut inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup budaya tersebut atau akulturasi. Perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam merupakan hasil kreatifitas seniman/musisi Karo yang berakulturasi dengan kebudayaan Barat dengan menggunakan instrumen musik keyboard yang secara perlahan dapat diterima oleh masyarakat Karo dan menjadi milik bersama. Meskipun awalnya kehadiran dari instrumen keyboard ditolak karena dianggap dapat mengikis kebudayaan musik Karo namun pada akhirnya masyarakat Karo dapat menerima perubahan instrumen musik tersebut. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebudayaan luar dapat mempengaruhi kebudayaan lain, hal ini dikemukakan oleh L.Dyson dalam Sujarwa (1987:39) yang mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat dinikmati, senang pada satu hal yang baru (novelty), dan sifat inovatif yang ingin slalu berkreasi. Ada juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa hal-hal yang baru itu merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai yang sudah dianut sebelumnya. Selain itu ada pula yang menolak tanpa alasan. Bagi masyarakat Karo hadirnya gendang kibod sudah menjadi suatu kebutuhan yang memberi keuntungan (dalam hal eknomomis) dalam pelaksanaan upacara adat maupun hiburan. Hal ini terlihat dari banyaknya upacara adat 12 masyarakat Karo maupun hiburan yang lebih dominan diiringi dengan menggunakan gendang kibod. Gendang patam-patam yang merupakan musik rakyat (folk music) yang dipelajari secara oral oleh seniman Karo dapat mengalami kontinuitas dan perubahan dalam musiknya, hal ini diungkapkan oleh Bruno Nettl dan Gerald Behague (1991:4) yang mengatakan bahwa: ...in a folk or nonliterate culture..a song must be sung, remembered, and taught by one generation to the next. If this does not happen, it dies and is lost forever.There is another alternative: if it is not accepted by it’s audience, it may bechange to fit the needs and desires of the people who perform and hear it. Bruno Nettl dan Gerald Behague mengatakan bahwa sebuah kebudayaan rakyat atau kebudayaan tidak tertulis, sebuah lagu/musik harus dinyanyikan diingat dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi lagu/musik itu akan mati dan hilang atau punah. Namun ada alternatif lain, jika musik tersebut tidak diterima oleh audiens/penonton, hal ini mungkin dapat diubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang mepertunjukkan dan mendengarnya. Berdasarkan pernyataan dari Bruno Nettl dan Gerald Behague tersebut dapat penulis jadikan sebagai acuan bahwa perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam wajar terjadi dan perubahan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan musik tradisional Karo agar tidak hilang atau punah. Dalam suatu kebudayaan musik tradisi lisan atau oral suatu perubahan dapat terjadi, karena proses transmisi atau pengajarannya dilakukan secara lisan. 13 Menurut Bruno Netll (1983:193) terdapat empat tipe sejarah, perubahan yang terjadi dalam transmisi musik; (1) menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, tidak mengalami perubahan sama sekali. Dengan kata lain lagu tersebut dinyanyikan sama persis, baik sebelum maupun sesudah diwariskan, (2) menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, mengalami perubahan, tetapi hanya dalam versi tunggal atau satu petunjuk, sehingga dari warisan itu berbeda dari aslinya tanpa proliferasi dari elemen-elemennya, (3) menyatakan bahwa musik yang diwariskan menghasilkan banyak variasi atau perubahan, bahkan beberapa dari musik itu ditinggalkan dan dilupakan; dengan kata lain sebagai ide tetap stabil, sedangkan selebihnya mengalami perubahan, (4) menyatakan perubahan benar-benar total dari musik yang asli, sebagian besar ide musik/nyanyian/lagu itu dirubah sama sekali, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari pengembangan ide aslinya. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Netll diatas, perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam mengarah kepada poin yang ketiga. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan yang dilakukan oleh musisi Karo generasi muda yang melakukan eksperimen terhadap gendang patam-patam melalui instrumen keyboard, namun ide atau ciri khas dari gendang patam-patam tersebut tetap stabil. Gendang patam-patam bunga ncole sebagai sebagai sebuah komposisi dan juga style musik tradisional Karo dapat dideskripsikan dengan memperhatikan beberapa aspek tertentu. Mark Slobin dan Jeff Titon (1984:5) mengatakan bahwa style (gaya) musik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi 14 bunyi musikal itu sendiri antara lain; (1) Elemen nada: tangga nada, modus, melodi, harmoni, sistem laras (2) Elemen waktu: ritem dan meter (3) Elemen warna suara: kualitas suara dan warna suara instrumen (4) Intensitas suara: keraslembutnya suara. Teori diatas akan penulis jadikan sebagai panduan dalam mendeskripsikan elemen-elemen musik yang terdapat dalam gendang patam-patam, namun ada beberapa bagian dari elemen yang tidak dibahas karena tidak sesuai dan tidak terdapat dalam konsep musik Karo. Adapun elemen yang tidak akan dibahas dalam tulisan ini adalah modus, kualitas suara dan intensitas suara; keraslembutnya suara. 1.8 Metode Penelitian Didalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskrptif yang bersifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3). Pendekatan emik dan etik juga menjadi penting karena penulis adalah “orang dalam” (insider). Dalam penelitian lapangan, pendekatan emik merupakan identifikasi fenomena budaya menurut pandangan pemilik budaya tersebut, sedangkan etik adalah identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsepkonsep sebelumnya (Kaplan dan Manners 1999:256-8). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan emik dan etik untuk mendapatkan data yang objektif. 15 Dalam mengumpulkan data-data dilapangan penulis mengacu kepada teknik penelitian yang diungkapkan oleh Curt Sachs dalam Nettl (1964 : 62) yang mengatakan bahwa: Curt Sachs (1962) divides ethnomusicological reserch into two kinds of work, field work and desk work. Field work denotes the gathering of recordings and the first-hand experience of musical life in a particular human culture, while deskwork includes transcription, analysis, and the drawing of conclusions. Menurut Curt Sachs penelitian dalam etnomusikologi dapat di bagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari keseluruha data. Penelitian ini akan menggunakan metode yang diungkapkan oleh Curt Sach, namun sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (deks work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini dalah untuk mengumpulkan data-data awal dalam penelitian ini. 1.8.1 Studi kepustakaan Dalam mengumpulkan data-data awal penelitian penulis melakuakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data atau sumber bacaan untuk mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa 16 buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan yang diperlukan untuk mendukung penelitian. Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yaitu Jhon Bregman Ginting, Herujen Tarigan, dan Vanesia Amelia Sebayang, dan skirpsi lainnya yang berhubungan dengan tulisan saya. Penulis juga membaca buku-buku antropologi dan etnomusikologi yaitu Pengantar Ilmu Antropologi, The Anthropology Of Music, Folk and Traditional Music Of The Western Continents, Worlds Of Music, Etnomusikologi, dan beberapa buku lainnya. Studi kepustakaan juga dilakukan terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini antara lain sosiologi, dan topik tentang kebudayaan masyarakat Karo. 1.8.2 Penelitian lapangan Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lonfland dan Lonfland dalam Moleong, 1989). Selain kata-kata dan tindakan perekaman audio ataupun materi musik juga menjadi sumber data yang utama dalam penelitian ini. Oleh karena itu penulis menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di lapangan yaitu: 1. Wawancara Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang musik Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo. Dalam mengambil sumber data dilapangan penulis melakukan wawancara dengan budayawan, 17 seniman dan musisi tradisional Karo maupun informan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain wawancara berfokus peneliti juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139). 2. Perekaman Perekaman dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data dilapangan. Perekaman ini akan menggunakan kamera Sony DSC-T2 dan canon IXUS 80 IS. Penulis akan merekam hasil wawancara dengan narasumber yang dilakukan dilapangan. Adapun narasumber yang penulis wawancarai antara lain Seter Ginting, Djasa Tarigan, Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus. Selain merekam hasil wawancara penelitian ini juga akan merekam materi musik yang akan menjadi di deskripsikan nantinya. Untuk materi musik gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan dengan menggunakan gendang lima sedalanen penulis mengambil sampel dari rekaman yang sudah ada yaitu kelompok pemusik Wardin Ginting. Sedangkan untuk gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan dengan gendang kibod penulis mengambil sampel secara langsung ke lapangan. Gendang patam-patam 18 bunga ncole pada gendang kibod ini dimainkan oleh tiga perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Tarigan. Pengambilan sampel ini dilakukan penulis langsung pada saat gendang guro-guro aron diadakan yang berlangsung di Desa Tiga Binanga pada tanggal 17-19 Juni 2011, Jambur9 Tamsaka Medan pada tanggal 29 Juli 2011, dan Desa Juhar 16-18 Agustus 2011. 1.8.3 Kerja laboratorium (Deks work) Setelah semua data di lapangan diperoleh dan bahan dari hasil studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk mendeksripsikan materi musik terlebih dahulu dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dideskripsikan. Dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, terdapat dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98) sebagai berikut: Approaches to the describe of music: (1) we can analyze and describe what we hear, and (2) we can in some way write it on paper and describe what we see. Nettl mengatakan bahwa ada dua pendekatan untuk mendeskripsikan musik; (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan yang kedua dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam. Pendekatan 9 Jambur merupakan sebuah balai yang digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan adat-istiadat masyarakat Karo seperti upacara perkawinan, kematian, gendang guro-guro aron dan lain sebagainya. 19 pertama tidak dilakukan karena peneliti tidak mungkin hanya mengandalkan pendengaran dan daya ingat yang terbatas tanpa menuliskannya. Hal ini juga dikemukakan oleh Netll (1964:98) dalam pembahasan yang sama yaitu: If human ears were able to preceive all of the acoustic contens of a musical utterance, and if the mind could retain all of what had been perceived, then analysis of what is heard would be preferable. ...But since human memory is hardly able to retain, what was heard ten seconds ago along what is being heard in the present, notation of some sort has become essential for reseacrh in music. Netll mengungkapkan bahwa seandainya telinga manusia dapat merasakan semua isi akustik sebuah ungkapan musik, dan seandainya daya ingat manusia dapat menyimpan semua yang telah dirasakan, maka analisis terhadap apa yang didengar tersebut akan menjadi pilihan utama. Tetapi karena daya ingat manusia hampir tidak dapat mengingat persis apa yang didengar sepuluh detik yang lalu, suatu bentuk notasi menjadi penting dalam penelitian musik. Untuk mendeskripsikan bunyi musikal dari gendang patam-patam harus dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi yang terlihat dalam bentuk notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium penulis akan melakukan transkripsi. Transkirpsi adalah proses memindahkan bunyi (menotasikan), mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual. 20 1.8.3.1 Metode Transkripsi Dalam proses transkripsi penulis mentranskripsikan gendang patam-patam bunga ncole yang disajikan dengan gendang lima sedalanen sendiri. Dalam mentranskripsikan gendang patam-patam bunga ncole ini penulis tidak mengalami banyak kesulitan karena penulis pernah mengikuti praktek musik Karo pada masa kuliah. Sedangkan untuk gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan dengan gendang kibod penulis tidak mentranskripsikan sendiri melainkan meminta bantuan kepada seorang teman --Berlin Immanuel Tambunan S.E-- yang sudah mahir dan profesional dalam memainkan instrumen keyboard. Adapun alasan mengapa penulis tidak mentranskripsikan sendiri program gendang patam-patam bunga ncole dikarenakan kurangnya pengetahuan penulis akan instrumen keyboard serta keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi setiap bunyi instrumen yang dimainkan secara bersamaan pada program gendang patampatam. Dalam hal ini sipentranskipsi mendapatkan keuntungan karena lebih mengenal dan mengetahui secara langsung bagaimana kejadian bunyi instrumen serta pola ritem pada gendang patam-patam bunga ncole, namun walaupun demikian penulis tetap melakukan komunikasi yang cukup baik dengan sipentranskripsi sehingga sedikit banyak penulis juga mendapatkan informasi penting yang berhubungan dengan kepentingan deskripsi struktur gendang patampatam bunga ncole. Adapun keuntungan yang penulis dapatkan melalui bantuan tersebut adalah proses pentranskripsian gendang patam-patam bunga ncole dapat diselesaikan lebih cepat, selain itu penulis juga terbantu karena keterbatasan 21 penulis dalam mengidentifikasi bunyi instrumen yang pada akhirnya hasil rekaman dari gendang patam-patam bunga ncole dapat dilihat dalam bentuk notasi. Dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam bunga ncole penulis akan melihat berdasarkan hasil transkripsi pola ritem yang dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen dengan pola ritem pada gendang kibod. Dari hasil transkripsi ini penulis akan melihat setiap bagian dari pola ritem gendang patam-patam bunga ncole pada masing-masing instrumen perkusif yang masih kontinu atau masih digunakan dan yang telah berubah ataupun penambahan pola ritem yang baru. 1.8.4 Lokasi penelitian Para budayawan, musisi/seniman tradisional Karo merupakan sumber dari data yang diperlukan oleh penulis dalam penelitian ini. Karena sumber data dalam penelitian ini berupa rekaman audio dan juga wawancara maka lokasi penelitian ini mengacu kepada dimana para seniman/musisi tradisional dan pemain keyboard bertempat tinggal/berdomisili. Dari wawancara yang pernah penulis lakukan ada yang berdomisili di Medan yaitu Djasa Tarigan dan Malem ukur Ginting, ada pula di daerah Deli Serdang yaitu Natangsa Barus dan di Juhar (Taneh Karo) yaitu Seter Ginting. Penulis juga mengamati beberapa acara gendang guro-guro aron di beberapa tempat yaitu di desa Tigabinanga 17-19 Juni 2011, desa Juhar 16-18 Agustus 2011, dan juga di Medan tepatnya di Jambur Tamsaka 29 Juli 2011. 22 Pengamatan pada saat gendang guro-guro aron dilakukan karena pada acara inilah awalnya gendang patam-patam berkembang dan pada saat acara inilah gendang patam-patam bunga ncole sering disajikan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini tidak hanya dilakukan pada satu daerah/tempat penelitian saja, namun pada saat dimana gendang guro-guro aron berlangsung. Karena yang menjadi penelitian ini penulis ingin melihat gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh beberapa pemain keyboard Karo dan sesuai dengan kebutuhan penelitian ini penulis ingin mengambil sampel gendang patam-patam bunga ncole yang akan di traskripsi nantinya. 23 BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO 2.1 Pengenalan Terhadap Masyarakat Karo Pengertian masyarakat dapat dipahami sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat kontinu, dimana setiap anggotanya terikat oleh satu rasa identitas bersama (Koentjaranigrat, 2002:146). Masyarakat sangat erat hubungannya dengan kebudayaan karena masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaaan (Soekanto, 1978:149). Kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “kekal”. Kebudayan menurut para antropologi adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dangan belajar (Koentjaraningrat, 2002:180). Karo adalah salah satu dari beberapa etnis yang terdapat di daerah Propinsi Sumatera Utara. Karo juga merupakan sebutan untuk satu wilayah administratif kabupaten yaitu kabupaten Karo yang wilayahnya meliputi seluruh dataran tinggi Karo. Secara administratif pemerintahan masyarakat Karo berada di dataran tinggi Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe. Secara umum geografis masyarakat Karo berada di daerah Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo simalem dan 24 sekitarnya) atau yang sering disebut sebagai Karo Gugung dan Kabupaten Langkat atau yang sering disebut sebagai Karo Jahe. Istilah Karo Jahe dan Karo Gugung ini muncul menurut Sarjani Tarigan (2009:34-35) dikarenakan terjadi pergerakan atau migrasi dari pesisir/pantai ke pedalamam/pegunungan. Hal ini terjadi setelah penaklukan Kerajaan Haru II Deli Tua, orang Karo lari ke pedalaman dataran tinggi Karo Seberaya, dan karena pertumbuhan penduduk dan arus pendatang berikutnya terjadilah pertumbuhan desa dipegunungan. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, (terutama kebutuhan akan garam) dan dalam rangka perluasan kekuasaan/perladangan masyarakat Karo mulai mencari hubungan dengan masyarakat di sekitar pantai. Orang Karo yang berada di dataran tinggi kembali ke pesisir/pantai seperti Deli Serdang, Medan dan Langkat dan membentuk komunitas baru. Bagaimana daerah domisili masyarakat Karo dapat pula dilihat seperti apa yang digambarkan oleh J.H. Neuman dalam Sarjani Tarigan (2009:36) yaitu: “Wilayah yang didiami oleh suku Karo dibatasi sebelah timur oleh pinggir jalan yang memisahkan dataran tinggi dari Serdang. Di sebelah Selatan kira-kira dibatasi oleh sungai Biang (yang diberi nama sungai Wampu, apabila memasuki Langkat), disebelah Barat dibatasi oleh gunung Sinabung dan disebelah Utara wilayah itu meluas sampai kedataran rendah Deli dan Serdang.” Menurut Sarjani Tarigan dari gambaran luas daerah diatas terlihat bahwa ada beberapa kelompok masyarakat Karo yang berdomisili di daerah pantai hidup berdampingan dengan penduduk Melayu, dan secara bertahap kedua suku dengan 25 kebudayaan yang berbeda tersebut saling berbaur dan berakulturasi antara sesamanya. Selain dari kedua daerah diatas masyarakat Karo juga mendiami beberapa daerah lainnya yaitu; Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Pak-pak Dairi dan Kabupaten Aceh Tenggara dan beberapa wilayah di Kota Medan. Masyarakat Karo memiliki bahasa yang sering digunakan dalam upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa Karo. Selain memiliki bahasa sendiri masyarakat Karo juga memiliki aksara Karo. Aksara Karo ini adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi. Gambar 2.1 :Aksara Karo (Sumber: http://id.wikipedia.org) Setiap etnis/suku yang ada di Sumatera Utara khususnya etnis Karo memiliki sistem kekerabatan dalam kebudayaannya. Masyarakat Karo memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga silima, daliken si telu, dan tutur siwaluh. Ketiga sistem kekerabatan ini merupakan suatu sistem 26 yang digunakan untuk mengatur kehidupan sehari-hari pada masyarakat Karo dalam hubungan bermasyarakat dan berbudaya. a. Merga silima Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan) atau dalam bahasa Karo disebut merga untuk laki-laki, dan beru untuk perempuan. Merga/beru adalah identitas masyarakat Karo yang unik dan setiap orang Karo memiliki merga/beru. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah (1) Karo-Karo, (2) Tarigan, (3) Ginting, (4) Sembiring, dan (5) Perangin-angin. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang (misalnya : Jusuf Tarigan). Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing dan setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah, merga dari ayah sama dengan merga untuk anaknya. Kalau laki-laki bermerga sama maka mereka disebut ersenina10 (bersaudara), sama halnya antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru yang sama. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang11, sehingga pada umumnya dilarang melakukan perkawinan secara adat. 10 Ersenina terdiri dari dua kata yaitu er dan senina, er yang dapat diartikan “ber” dan senina yang berarti “saudara”, jadi ersenina adalah bersaudara baik saudara sedarah maupun tidak. 11 Erturang memiliki pengertian yang sama dengan ersenina yaitu bersaudara, sebutan ini terjadi antara laki-laki dan perempuan yang bermerga/beru yang sama. 27 b. Daliken si telu Daliken si telu adalah bagian dari masyarakat Karo yang merupakan landasan bagi sistem kekerabatan dan semua kegiatan khususnya kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan adat-istiadat dan interaksi antar sesama masyarakat Karo. Daliken si telu ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Setiap hubungan dalam adat istiadat ditentukan oleh adanya tiga kelompok ini yaitu (1) kalimbubu, sebagai keluarga pemberi isteri, (2) anak beru, keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan (3) senina, keluarga keturunan semerga atau keluarga inti. Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, daliken sitelu terdiri dari tiga kata yaitu daliken yang berarti ‘batu atau tungku’, si yang berarti ‘yang’, dan telu yang berarti ‘tiga’. Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga. Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api (memasak) (http://repository.usu.ac.id). Daliken si telu dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo merupakan simbol/lambang yang mempunyai makna. Jika secara etimologis daliken si telu adalah “tungku yang tiga” yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat Karo sehari-hari sebagai penopang untuk memasak, daliken si telu dalam hubungan kekerabatan masyatakat Karo juga mempunyai peran sebagai penopang sukut (yang menyelenggarakan pesta) dalam suatu upacara adat. Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, daliken si telu sebagai bagian dari budaya Karo tetap berperan penting dalam pengendalian sosial masyarakat Karo. 28 Karena bila terjadi masalah sosial didalam keluarga, suatu masalah dapat dikatakan selesai atau tuntas bila daliken si telu dari keluarga yang bermasalah ikut berpartisipasi dalam menyelesaikannya. Lebih jauh beliau mengatakan: Daliken si telu ini merupakan alat pemersatu masyarakat Karo, sekaligus dapat mengikat atau terikat kepada hubungan perkerabatan yang sekaligus pula sebagai dasar gotong royong, dan saling hormat menghormati, maka di dalam segenap aspek kehidupan masyarakat Batak Karo, daliken si telu ini sangat berperan penting, dia merupakan dasar bagi sistem kekerabatan dan menjadi landasan untuk semua kegiatan yang bertalian dengan pelaksanaan adat dan juga interaksi dengan sesama masyarakat Karo (http://repository.usu.ac.id). Jadi daliken si telu merupakan landasan sistem kekerabatan serta landasan bagi semua kegiatan baik pelaksanaan adat istiadat maupun interaksi antar sesama masyarakat Karo. Atau dengan bahasa lain, daliken si telu adalah suatu jaringan kerja sosial-budaya yang bersifat gotong royong dan kebersamaan yang terdapat pada masyarakat Karo. Selain daliken si telu dikenal juga istilah rakut (ikat) si telu yang berarti “ikatan yang tiga” yang mengartikan bahwa setiap individu masyarakat Karo mempunyai ikatan dari tiga kekerabatan ini. c. Tutur Siwaluh Untuk menunjukkan tingkatan kekerabatan di dalam masyarakat Karo dikenal istilah ertutur. Ertutur adalah salah satu ciri orang Karo untuk berkenalan dengan orang yang belum pernah dikenalnya. Biasanya dengan menanyakan merga, kemudian bere-bere (marga ibu), bahkan mungkin menanyakan trombo (silsilah) untuk mengetahui tingkat kekerabatan tersebut (Tarigan, 2009:101). 29 Tutur siwaluh terdiri dari delapan golongan (1) puang kalimbubu, (2) kalimbubu, (3) senina, (4) sembuyak, (5) senina sipemeren, (6) senina sepengalon/sedalanen, (7) anak beru, dan (8) anak beru menteri. Masyarakat Karo juga mempunyai kain tradisional yang disebut sebagai uis yang dapat digunakan oleh laki-laki maupun perempuan. Kain atau uis adat tradisional Karo merupakan pakaian adat yang digunakan dalam kegiatan adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Uis Karo memiliki warna dan motif yang berhubungan dengan penggunaannya atau dengan pelaksanaan kegiatan budaya/adat. Dahulu pada umumnya dahulu uis pada masyarakat Karo dibuat dari bahan kapas, dipintal dan ditenun secara manual dan menggunakan zat pewarna alami (tidak menggunakan bahan kimia pabrikan). Namun sekarang ada juga beberapa diantaranya menggunakan bahan kain pabrikan yang dicelup (diwarnai) dengan pewarna alami dan dijadikan kain adat Karo. Warna kain tradisional Karo biasanya didominasi dengan warna hitam dan merah. Pada umumnya masyarakat Karo yang tinggal di Kabupaten Karo secara tradisional memiliki mata pencaharian bertani, yaitu menanam padi di lahan kering (ladang) atau lahan basah (sawah). Selain padi tanaman jagung juga menjadi alternatif yang cukup banyak dilakukan masyarakat Karo. Kabupaten Karo juga dikenal sebagai salah satu penghasil buah yang cukup menonjol di Sumatera Utara (Tarigan, 2004:109). Sedangkan pada masyarakat Karo yang 30 bertempat tinggal di kota sebagian besar memiliki pekerjaan diluar bertani, seperti bekerja di kantor maupun pengusaha ataupun wiraswasta, dan lain-lain. 2.2 Musik Tradisional Masyarakat Karo Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam masyarakat Karo yaitu; musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya. Dalam melakukan aktifitas bermusik masyarakat Karo memiliki dua konsep yaitu ergendang (bermain musik) dan rende (bernyanyi). Musik tradisional Karo yang akan dibahas penulis disini adalah adalah ensambel tradisional Karo, instrumen musik tradisional Karo non-ensambel, musik vokal tradisional Karo, dan instrumen keyboard dalam kebudayaan musik tradisional Karo. 2.2.1 Ensambel musik tradisional Karo Dalam penyebutan ensembel musiknya masyarakat Karo menggunakan kata ‘gendang ’12. Ensembel musik Karo jika diklasifikasikan secara umum dan yang paling sering digunakan pada konteks upacara adat adalah gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Penjelasan mengenai ensembel musik tradisional Karo ini akan dijelaskan lebih lanjut lagi. 2.2.1.1. Gendang lima sedalanen Gendang lima sedalanen (sering juga disebut gendang sarune) merupakan ensambel musik yang paling dikenal dalam kasanah musik tradisional Karo. Istilah gendang pada kasus ini dapat diartikan dengan “alat musik”, lima yang 12 Gendang memiliki makna yang jamak dan telah dijelaskan pada Bab I. 31 berarti “lima”, dan sedalanen yang berarti “sejalan”. Dengan demikian gendang lima sedalanen mengandung pengertian “lima buah alat musik yang dimainkan sejalan atau bersama-sama” (Tarigan, 2004:110). Gendang lima sedalanen yang merupakan sekumpulan instrumen terdiri dari satu buah sarune sebagai pembawa melodi, dua buah gendang yaitu gendang anak dan gendang indung (gendang berarti sebagai instrumen) sebagai instrumen ritmis, serta gung dan penganak sebagai pembawa/pengatur tempo. Kelima instrumen tersebut dimainkan bersamaan sebagai sebuah ensambel. Gendang lima sendalanen sering juga disebut dengan istilah Gendang Sarune13. Di kalangan musisi tradisional Karo istilah gendang sarune lebih sering dinggunakan, sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo lebih banyak menggunakan istilah gendang lima sendalanen. Untuk konsistensi penulisan, dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah gendang lima sendalanen. Ini tidak berarti istilah gendang lima sendalanen lebih mewakili dari pada gendang sarune karena memang kedua istilah tesebut selalu digunakan dalam masyarakat Karo. Orang yang memainkan kelima instrumen musik dalam gendang lima sedalanen masing-masing memiliki sebutan sesuai dengan alat musik atau instrumen yang dimainkannya. Untuk pemain sarune disebut sebagai penarune, pemain gendang anak dan pemain gendang indung disebut sebagai penggual, 13 Istilah Gendang Sarune muncul karena dalam ensambel tersebut sarune merupakan alat musik pembawa melodi 32 pemain gung disebut sebagai simalu gung dan pemain penganak disebut sebagai simalu panganak. Sekumpulan pemain musik ini sering disebut sebagai sierjabaten (“yang memiliki jabatan”) atau penggual ketika bermain/mengiringi dalam suatu konteks upacara adat masyarakat Karo. Dalam konteks upacara adat sierjabaten atau penggual yang memainkan gendang lima sedalanen/telu sedalanen diberikan tempat yang khusus dengan beralaskan amak mbentar (tikar anyaman berwana putih). Walaupun sekarang gendang lima sedalanen/telu sedalanen sudah digantikan dengan alat elektronik modern yaitu gendang kibod, perlakuan terhadap sierjabaten tetap sama. Dalam hal memberi upah, dulu sierjabaten atau penggual diberi beras, garam, kelapa, dan ayam dalam mengiringi suatu acara adat, namun sekarang sierjabaten atau penggual dibayar dengan uang sebagai ganti upah untuk mengiringi jalannya acara adat. 33 Gambar 2.2 Gendang lima sedalanen; (a) sarune; (Dok: Perikuten Tarigan, Sumber: http://Karosiadi.blogspot.com) (b) gendang indung, (c) gendang anak, (d) penganak (Dok: Vanesia Amelia Sebayang) dan (e) gung. 34 2.2.1.2 Gendang Telu Sedalanen Sama halnya dengan gendang lima sedalanen, secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian “tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama”. Ketiga alat musik tersebut adalah (1) kulcapi/balobat (twostranged fretted-necked lute/end blown flute), (2) keteng-keteng (idiokordofon: tube-zhyter), dan (3) mangkuk mbentar (chinese bowl). Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu instrumen kulcapi dan balobat. Sedangkan instrumen keteng-keteng dan mangkuk merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Pemakaian kulcapi atau balobat sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda (tergantung kebutuhan). Prinsipnya sebenarnya sama hanya saja instrumen pembawa melodinya yang berbeda. Jika kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi maka ensembel musiknya disebut sebagai gendang kulcapi, dan jika balobat digunakan sebagai pembawa melodi maka ensambel musiknya disebut sebagai gendang balobat. 35 Gambar 2.3 Gendang telu sedalanen: (a) gendang kulcapi, (b) gendang belobat (Dok: Irwansyah Harahap, Sumber: http://Karosiadi.blogspot.com) 2.2.2 Instrumen musik tradisional Karo non-ensambel Selain dari pada ketiga ensambel musik diatas, masih banyak instrumen musik tradisional Karo non-ensambel yang dapat dimainkan secara tunggal tanpa diiringi alat musik lainnya, namun hanya beberapa yang masih dapat ditemukan. Adapun Instrumen musik tersebut adalah: 2.2.2.1 Kulcapi dan balobat (baluat) Selain dapat digunakan secara ensambel, instrumen kulcapi dan belobat (baluat) dapat dimainkan secara tunggal. Kedua instrumen musik ini dapat dimainkan dimana saja dan oleh siapa saja. Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar (two-stranged fretted-necked lute). Senarnya kulcapi terbuat dari metal, namun dulu kala terbuat dari akar pohon aren (enau). Kulcapi memiliki lubang resonator yang juga berfungsi untuk 36 mengubah/memberi efek suara. Belobat atau baluat merupakan alat musik tiup yang mirip dengan alat musik recorder (block flute) yang terbuat dari bambu. Belobat atau baluat memiliki 6 (enam) buah lobang nada (Tarigan, 2004:115166). Gambar 2.4 a: Kulcapi (Dok: Saidul Hutabarat), b: Belobat (Dok: Vanesia Amelia Sebayang) 2.2.2.2 Surdam dan murbab Surdam merupakan alat musik tiup berjenis end blown flute yang terbuat dari bambu. Cara memainkan surdam tidaklah mudah, hal ini disebabkan karena tidak terdapat sekat/pembelah udara pada instrumen surdam, jadi untuk dapat memainkannya haruslah memiliki keterampilan khusus. Surdam juga terdiri dari beberapa jenis yaitu surdam rumamis, surdam tangko kuda, surdam pingkopingko, dan surdam puntung. Murbab merupakan satu-satunya alat musik gesek dalam musik tradisional Karo. Instrumen musik ini mirip dengan alat musik rebab dalam musik Jawa. Namun sekarang ini murbab sudah tidak dapat ditemukan pada kebudayaan musik Karo. 37 Gambar 2.5 (a); Surdam (Sumber: http://pulumun.blogspot.com), (b); Murbab (Sumber: http://Karosiadi.blogspot.com) 2.2.2.3 Embal-embal dan empi-empi Embal-embal dan empi-empi merupakan alat musik yang biasanya ditemukan di sawah atau ladang ketika padi sedang menguning. Kedua instrumen musik ini dimainkan atau digunakan sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang ketika menjaga padi dari gangguan burung. Embal-embal (aerophone, single reed) terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lobang-lobang penghasil nada. Sebagai alat musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik alat musik itu sendiri. Empi-empi (aerophone, multiple reeds) terbuat dari batang padi yang telah mulai menguning. Lidah (reed) dari empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri, dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung batang padi yang memiliki ruas. Akibat terpecahnya ruas batang padi menjadi beberapa bagian (tidak terpisah) maka ketika ditiup bagian yang terpecah tersebut akan 38 menimbulkan bunyi. Sebagian yang tidak terpecah kemudian dibuat lobanglobang untuk menghasilkan nada yang berbeda. Biasanya empi-empi mempunyai empat buah lobang nada. Pada saat ini embal-embal dan empi-empi sudah semakin jarang ditemukan/dimainkan oleh masyarakat Karo, khususnya orang Karo yang berada di daerah pedesaan (Hutabarat 2010: 54). 2.2.3 Musik vokal tradisional Karo Dalam berkesenian, aktifitas bernyanyi pada masyarakat Karo disebut rende dan penyanyi berarti perende-ende. Orang yang pandai bernyanyi serta menari dalam satu konteks upacara seperti gendang guro-guro aron disebut sebagai perkolong-kolong namun dulunya sering disebut sebagai permanggamangga. Selain memiliki kemampuan dalam menyanyikan lagu-lagu Karo yang bertemakan percintaan atau muda mudi, perkolong-kolong juga mampu menyanyikan lagu-lagu yang bertemakan pemasu-masun (nasihat-nasihat) yang secara teks atau liriknya sangat bergantung kepada konteks suatu upacara adat. Artinya melodi lagu pemasu-masun memang telah diketahui atau dihapal, namun lirik dari melodi tersebut harus dibuat (dinyanyikan) sendiri oleh Perkolong-kolong tersebut pada saat bernyanyi sesuai dengan konteks upacara yang sedang berlangsung pada saat itu. Kebudaya musik Karo juga mengenal beberapa jenis seni vokal lainnya yaitu: ende-enden (nyanyian muda-mudi), katoneng-katoneng (nyanyian yang berisikan pengharapan), didong dong (nyanyian yang berisikan nasehat-nasehat), 39 mangmang (nyanyian yang berisikan doa-doa), tangis-tangis (nyanyian ungkapan keluh kesah) dan masih banyak lagi. Dalam acara adat dan hiburan penyajian seni vokal katoneng-katoneng dan Ende-enden dilakukan oleh seorang penyanyi tradisional Karo yaitu perkolongkolong. Sementara nyanyian mangmang dilakukan oleh seorang guru sibaso (dukun) di dalam upacara yang berkaitan dengan upacara ritual. Musik vokal dalam kebudayaan masyarakat Karo dapat ditemukan dalam berbagai upacara adat, ritual maupun hiburan. 2.2.4 Instrumen keyboard dalam kebudayaan musik tradisional Karo Teknologi merupakan produk dari kebudayaan yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Secara langsung atau tidak langsung teknologi dapat memberi perubahan dalam suatu kebudayaan. Demikian pula pada kebudayaan musik Karo yang mengalami perubahan dengan masuknya teknologi dari sebuah instrumen keyboard. Instrumen keyboard masuk kedalam kebudayaan musik Karo pada tahun tahun 1991. Hadirnya instrumen keyboard dalam kebudayaan musik Karo merupakan sebuah eksperimen seorang musisi tradisional Karo untuk menambah unsur-unsur ritmis dalam konteks gendang guro-guro aron. Hal ini juga dikemukakan oleh Tarigan (2004:123) yang mengatakan bahwa: 40 Awalnya, keyboard tersebut digabungkan dengan gendang lima sendalanen dengan cara memanfaatkan unsur-unsur ritmis yang terdapat dalam keyboard untuk menambah nuansa musikal dalam konteks gendang guro-guro aron...melalui berbagai kreasi dan eksperimen yang dilakukan oleh seniman Karo terhadap alat musik keyboard, pada akhirnya terciptalah program ritem yang menyerupai “musik Karo” di dalam keyboard sehingga keyboard dapat dipergunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian Karo. Hadirnya instrumen keyboard ini dipelopori oleh Djasa Tarigan yang pada saat itu menggunakan Yamaha Pss 680 sebagai eksperimen musiknya. Instrumen keyboard Yamaha PSS 680 ini digunakan untuk meniru pola ritem dari gendang singanaki, gendang singindungi, serta gung dan penganak dengan memilih berbagai fasilitas perkusi yang ada dalam bank keyboard tersebut. Instrumen keyboard ini kemudian dikenal dengan istilah gendang kibod. Gendang kibod merupakan sebutan atau istilah yang lazim diucapkan oleh orang Karo terhadap jenis ritem musik yang diprogram secara khusus di dalam keyboard. Kata gendang mengacu kepada pengertian musik Karo dan kata kibod merupakan ucapan orang Karo terhadap kata keyboard itu sendiri (Hutabarat, 2010:1). Instrumen keyboard memiliki fasilitas untuk memprogram musik sesuai kebutuhan dan keinginan programer dengan bunyi musikal yang terdapat di dalamnya. Berbagai bunyi musikal yang terdapat dalam instrumen keyboard kemudian diprogram oleh seniman Karo dengan mengimitasikan/menirukan bunyi musikal yang terdapat pada gendang lima sedalanen. Instrumen keyboard dalam kebudayaan masyarakat Karo dimanfaatkan untuk memprogram ritem atau style yang ada dalam musik tradisional Karo. Pada pekembangannya perkibod juga 41 telah memainkan melodi dari komposisi yang sebelumnya dimainkan oleh penarune/perkulcapi. Gendang patam-patam merupakan pola ritem yang pertama sekali diprogram pada instrumen keyboard lalu disusul dengan gendang odak-odak dan simalungen rayat. Bunyi musikal yang diprogam oleh musisi/seniman Karo berupa pola ritem dari gendang lima sedalanen. Pola ritem yang dimaksud adalah unsur dari pola ritem gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung yang dibuat sebagai program musik Karo dengan memanfaatkan pilihan bunyi yang terdapat pada instrumen keyboard. Para seniman/musisi Karo juga mengikuti perkembangan teknologi instrumen keyboard dalam mengkreasikan musik Karo. Hal ini terlihat dari adanya perubahan dalam menggunakan tipe/jenis instrumen keyboard yang berawal dari Yamaha Pss 680, kemudian Yamaha Psr 500, lalu Technics KN 1000, dan yang paling disukai oleh perkibod (pemain kibod) yaitu Technics KN 2000. Keyboard Technics KN 2000 ini memiliki kemampuan yang lebih lengkap dari sebelumnya karena dengan menggunakan keyboard Tehcnics KN 2000 gendang simalungen rayat dapat diprogram dengan karakter bunyi musikal dari gendang lima sedalanen. Gendang kibod kini telah menjadi bagian penting dari kebudayaan masyarakat Karo, tidak jarang berbagai upacara tradisional Karo diiringi oleh gendang kibod tanpa didampingi oleh ensambel musik tradisionalnya yaitu gendang lima sedalanen. 42 Gambar: 2.6 Instrumen Keyboard :(a) Yamaha PSS 680, (b) Yamaha PSR 500, (c) Technics KN 1000, (d) Technics KN 2000, dan (e) Tehcnics KN 2600 (Sumber: http://jakartacity.olx.co.id) 43 2.3 Penggunaan Musik Tradisional Masyarakat Karo Musik tradisional Karo merupakan hasil/produk dari proses kebudayaan Karo itu sendiri. Oleh karena itu, musik tradisional Karo berkaitan erat dengan elemen-elemen kebudayaan lainnya seperti; adat istiadat Karo, sistem kepercayaan tradisional Karo, sistem mata pencaharian masyarakat Karo, dan juga menjadi hiburan bagi masyarakat Karo (Tarigan, 2004:119). Gendang (musik) mempunyai peran yang penting dalam masyarakat Karo. Dalam upacara-upacara adat gendang (musik) berfungsi untuk mengiringi jalananya upacara adat. Selain mengiringi jalannya upacara gendang (musik) juga digunakan untuk mengiringi landek (tari), rende (bernyanyi) dan juga ngerana (sesi memberikan nasehat-nasehat) pada upacara-upacara adat. Kehadiran musik dalam kontek upacara adat sama dengan kehadiran sierjabaten (pemain musik) itu sendiri. Sierjabaten merupakan salah satu peran yang penting dalam masyarakat Karo. Hal ini juga dikemukakan oleh Julianus Liembeng dalam blognya yang mengatakan bahwa; “pada masyarkat Karo ada beberapa peranan yang cukup penting dalam masyarakat, misalnya (1) pande, yaitu tukang yang bisa mengerjakan pekerjaan pertukangan, misalnya membuat rumah adat, perkakas atau peralatan dan sebagainya; (2) sierjabaten, yaitu pemusik tradisional dimana kehadirannya sangat dibutuhkan dalam upacaraupacara adat yang dilakukan oleh masyarakat; (3) guru, yaitu tabib atau dapat juga disebut sebagai orang yang mempunyai keahlian di bidang pengobatan” (http://xeanexiero.blogspot.com). Kehadiran sierjabaten atau penggual dalam 44 pelaksanaan upacara adat sangat penting dan dibutuhkan, dengan kata lain musik merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam upacara adat masyarakat Karo. 2.3.1 Penggunaan ensambel musik tradisional Karo Penggunaan ensambel musik tradisional dalam upacara-upacara adat masyarakat Karo akan dijelaskan berdasarkan konteks upacara masyarakat Karo secara umum, yaitu upacara perkawinan, upacara kematian, upacara erpangir ku lau, mengket rumah, dan gendang guro-guro aron. 2.3.1.1 Upacara adat perkawinan (Kerja nereh-empo) Dalam upacara adat perkawinan musik memiliki peran yang cukup penting. Pada upacara adat perkawinan (kerja nereh-empo) yang menyertakan gendang lima sedalanen disebut kerja adat erkata gendang yang artinya kerja adat disertai musik tradisional (Tarigan, 2004:120). Kehadiran gendang (musik) dalam pesta adat perkawinan disajikan untuk mengiringi acara rende (menyanyi), landek (menari), dan juga penyampaian pesan atau pedah-pedah. Ensambel musik yang awalnya digunakan adalah gendang lima sedalanen. Pada upacara adat perkawinan, gendang lima sendalanen dimainkan untuk mengiringi sesi aturen menari/telah-telah (acara menari/memberikan wejangan dan ucapan selamat) yang diikuti dengan acara penyerahan luah (kado). Penyerahan luah (kado) diserahkan oleh kalimbubu sitelu sada dalanen sesuai dengan yang telah dimusyawarahkan bersama. Luah (kado) ini diserahkan kepada 45 kedua mempelai yang terdiri dari: lampu menyala, tempat memasak nasi dan pengaduknya, piring makan, beras dan telur ayam, ayam yang masih hidup, serta tikar dan bantal (Prints, 2004:117-118). 2.3.1.2 Upacara kematian Cawir metua merupakan upacara kematian yang biasanya menghadirkan gendang (musik) dalam pelaksanaan upacaranya. Dalam adat cawir metua biasanya gendang nya adalah “nangkih gendang ”, yang artinya semalam sebelum penguburan sudah ada iringan musik tradisional Karo. Dalam upacara kematian masyarakat Karo ada beberapa kegiatan yang diiringi oleh gendang lima sedalanen yaitu rende, landek, dan juga ngerana yang telah diatur sesuai dengan musyawarah. Di upacara kematian (ritual penguburan jenajah) orang Karo yang menyertakan gendang lima sedalanen terdapat istilah yang berkaitan langsung dengan kehadiran musik dalam upacaranya, yaitu :gendang mentas, erkata gendang , dan nangkih gendang . Gendang mentas merupakan pemakaian musik tradisional yang paling singkat yang dilaksanakan pada siang hari hingga sore hari pada acara penguburan. Nangkih gendang dilaksanakan pada malam sebelum penguburan jenasah musik tradisional Karo telah dihadirkan dan biasanya sampai pada malam setelah penguburan jenasah itu selesai dilakukan, dan erkata gendang dilaksanakan pada saat upacara adat penguburan hingga selesai (Tarigan, 2004:120). 46 2.3.1.2 Upacara erpangir ku lau Erpangir ku lau berasal dari kata “pangir” yang berarti “langir” dan “ku lau” yang berarti “ke air”. Jadi secara harafiah erpangir ku lau adalah berlangir ke air. Erpangir ku lau merupakan upacara ritual yang bertujuan untuk membersihkan diri agar terhindar dari penyakit, bahaya ataupun roh-roh jahat dan agar cita-cita atau keinginan tercapai. Dalam upacara erpangir ku lau kehadiran musik memiliki peran penting dalam berlangsungnya upacara ini. Adapun ensambel yang digunakan untuk mengiringi upacara erpangir ku lau adalah gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen . Gendang lima sendalanen yang dimainkan pada upacara yang bersifat ritual berguna untuk mengubah suasana upacara menjadi sakral dan sedikit magis, dan sekaligus juga akan mempengaruhi (alam bawah sadar) guru sibaso menjadi kesurupan (trance) (Tarigan, 2004:121). 2.3.1.4 Mengket rumah Upacara memasuki atau meresmikan rumah baru dalam tradisi masyarakat Karo disebut mengket rumah. Upacara ini dilaksanakan untuk mengungkapkan rasa syukur dan gembira suatu keluarga karena rumah yang di bangun telah selesai dan siap untuk ditempati. Dalam pelaksanaan mengket rumah ensambel musik yang digunakan pada awalnya adalah gendang lima sedalanen. Namun pesta mengket rumah sudah dapat menggunakan gendang kibod. Menurut Prints (2004:198) maysarakat Karo mengenal empat tingkatan dalam pesta mengket rumah yaitu; (1) sumalin jabu, merupakan pesta mengket rumah yang paling sederhana, yang dihadiri sengkep nggeluh terdekat saja, (2) 47 mengkah dapur, merupakan pesta mengket rumah yang diawali dengan runggun (musyawarah), (3) ngerencit, merupakan pesta mengket rumah dengan pesta besar sehingga harus dengan runggun sangkep nggeluh, dan (4) ertukam, merupakan pesta mengket rumah yang paling besar dan berlangsung beberapa hari dan beberapa malam. Ngerencit, dan juga ertukam adalah upacara mengket rumah khusus untuk rumah adat tradisional Karo. Pada saat ini pembangunan untuk rumah adat tradisional masyarakat Karo sudah tidak pernah dilakukan, dan kehadiran rumah adat masyarakat Karo kini sudah tidak banyak lagi yang tersisa. Repertoar musik yang dimainkan dalam pesta mengket rumah dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu repertoar gendang adat (gendang perang-perang, gendang simalungen rakyat, gendang jumpa malem) dan repertoar gendang lima puluh kurang dua (50-2). Penggunaan seluruh repertoar dalam gendang adat tidak berkaitan dengan masalah kepercayaan. Sesuai dengan namanya gendang adat maka gendang ini hanya berhubungan dengan adat istiadat. Berbeda halnya dengan gendang lima puluh kurang dua yang penggunaannya sangat berkaitan dengan ritual (Sitepu, 1993:46-47). 2.3.1.5 Gendang guro-guro aron Guro-guro aron berasal dari dua kata, yaitu guro-guro dan aron. Guroguro berarti hiburan atau pesta, sedangkan aron berarti muda-mudi. Jadi guroguro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints, 2004:280). 48 Pada dasarnya gendang guro-guro aron merupakan suatu acara yang bersifat gembira yang di adakan setelah panen oleh para petani. Hal ini juga disampaikan oleh Sinuraya dalam Roberto Bangun (2006: 175) yang mengatakan bahwa: “aron” merupakan grup-grup kerja bertani baik dilakukan oleh orangorang muda laki-laki atau wanita maupun yang sudah berumah tangga. Asal kata aron adalah “si-saron-saron” yang berarti tolong-tolongan, yang kemudian beralih menjadi kata aron. Sedangkan guro-guro adalah bersuka ria. Jadi guroguro aron adalah bersuka ria dengan gendang (musik) yang dijelmakan dalam seni bunyi-bunyian tari dan nyanyian. Gendang guro-guro aron merupakan suatu seni pertunjukan tradisional Karo yang terdiri dari unsur musik, tari dan nyanyi. Sebagai seni pertunjukan tradisional, gendang lima sedalanen merupakan salah satu unsur pokok dalam gendang guro-guro aron, karena aktifitas utama dalam pesta tersebut adalah menari dan menyanyi dalam iringan musik (Tarigan, 2004:121). Dalam gendang guro-guro aron ensambel yang digunakan adalah gendang lima sedalanen. Pada desa-desa tertentu yang pernah penulis amati, yakni Juhar, Tigabinanga, dan Batukarang, pada saat tertentu gendang lima sedalanen dan gendang kibod digabung untuk mengiringi tari maupun nyanyian. Gendang guro-guro aron juga merupakan ajang sosialisasi dan pelatihan tari bagi masyarakat desa. Gendang guro-guro aron biasanya diadakan pada acara kerja tahun, (perwujudan rasa sukacita/gembira atas masa panen) yang dilaksanakan oleh tiap-tiap desa setiap tahun. Kerja tahun diadakan di setiap desa 49 dengan jadwal yang telah di atur, biasanya tergantung pada masa musim panen dan ditetapkan oleh masing-masing tetua adat di setiap desa. Ada pula desa yang tanggal kerja tahunnya tetap/tidak berubah yaitu desa Juhar yaitu pada tanggal 17 Agustus. Gendang guro-guro aron dalam kebudayaan masyarakat Karo memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsi dari gendang guro-guro aron adalah: (1) latihan kepemimpinan (persiapan suksesi), maksudnya adalah dalam gendang guro-guro aron muda-mudi dilatih untuk memimpin, mengatur dan mengurus acara tersebut,dan dengan mengikuti acara ini muda-mudi dipersiapkan untuk menjadi pemimpin desa dikemudian hari. (2) belajar adat Karo, dalam gendang guro-guro aron muda-mudi juga belajar tentang adat Karo dengan mengetahui bagaimana cara ertutur agar mengetahui siapa yang boleh dan tidak boleh menjadi pasangan menari, (3) hiburan, gendang guro-guro aron merupakan sarana hiburan bagi muda-mudi dan penduduk kampung, (4) metik (tata rias), dengan mengikuti gendang guro-guro aron muda-mudi juga belajar untuk merias diri sendiri, belajar melulur diri, membuat tudung atau bulang-bulang, (5) belajar etika, dalam melaksanakan gendang guro-guro aron, muda-mudi juga belajar bagaimana etika atau tata krama pergaulan hidup dengan sesama, (6) arena cari jodoh, guro-guro aron juga dimaksud untuk sarana pencarian jodoh untuk muda-mudi (Prints, 2004:280-281). 50 2.3.2 Penggunaan instrumen tradisional Karo non-ensambel Alat-alat musik tradisional tunggal (solo) secara umum dimainkan sebagai hiburan pribadi. Kulcapi dapat digunakan sebagai hiburan pribadi maupun pengiring tradisi nyanyian bercerita yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat Karo. Belobat dimainkan ketika sedang mengembalakan ternak, menjaga padi di sawah atau di ladang. Surdam biasanya dimainkan pada malam hari ketika suasana sepi, embal-embal dan empi-empi yang berbahan dasar bambu dan batang padi biasa dimainkan ketika petani sedang menjaga padi dari gangguan burung (Tarigan,2004:121-122). 2.3.3 Penggunaan musik vokal tradisional Karo Penggunaan musik vokal dalam masyarakat Karo dapat ditemukan di beberapa konteks upacara. Menurut Kumalo Tarigan (http://repository.usu.ac.id), musik vokal dalam musik tradisional Karo dapat disajikan berdasarkan beberapa konteks yaitu: 1. Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan berupa nyanyian yang disebut ende-enden yaitu nyanyian yang biasanya dibawakan oleh perkolong-kolong dalam seni pertunjukan gendang guro-guro aron. 2. Musik vokal dalam konteks ritual Musik vokal dalam konteks ritual terdiri dari tujuh jenis nyanyian yaitu (1) didong doah, adalah nyanyian menidurkan anak, (2) ndilo wari udan, adalah nyanyian untuk mengundang atau mendatangkan hujan, 51 (3) mangmang, adalah nyanyian untuk memanggil roh dan meminta kekuatan gaib untuk dapat menjalankan upacara ritual, (4) nendong, adalah nyanyian untuk meramal suatu kejadian, (5) ngeria, adalah nyanyian untuk menyadap atau mengambil nira dari pohon aren, (6) perumah begu, adalah nyanyian untuk berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal dunia, dan (7) tabas, adalah nyanyian yang berisi mantra. 3. Musik vokal dalam konteks adat Musik vokal dalam konteks adat dapat dibagi menjadi dua yaitu katonengkatoneng pemasu-masun yaitu nyanyian bercerita yang disajikan dalam upacara perkawinan dan didong doah bibi serembah ku lau yaitu nyanyian yang disajikan dalam upacara perkawinan yang dinyanyikan oleh bibi dari pengantin wanita. Selain dalam upacara perkawinan katoneng-katoneng juga disajikan pada upacara kematian. 4. Musik vokal dalam konteks hiburan pribadi Musik vokal untuk hiburan pribadi yaitu (1) doah-doah nyanyian spontan untuk diri sendiri, (2) tangis-tangis, adalah nyanyian ungkapan kesedihan, dan (3) io-io, adalah nyanyian kesedihan dalam percintaan. 2.3.4 Penggunaan instrumen keyboard Saat ini hampir semua upacara adat maupun ritual dan hiburan pada masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang kibod. Penggunaan gendang kibod pada masyarakat Karo sama seperti ensambel musik tradisionalnya gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Penggunaan ini akan di 52 jelaskan upacara apa saja yang menggunakan instrumen keyboard dalam mengiringi jalannya upacara. Gambar 2.7: Pemain Keyboard Karo, Yanto Tarigan; Tipe keyboard Technics KN 2600. 2.3.4.1 Upacara perkawinan (kerja nereh-empo) Setelah instumen keyboard dapat diprogram dan disesuaikan dengan bunyi dari gendang lima sedalanen, upacara adat perkawinan pada masyarakat Karo lebih sering diiringi dengan gendang kibod dan terkadang sierjabaten menggabungkannya dengan kulcapi sebagai pembawa melodi. Namun pada upacara perkawinan saat ini gendang kibod lebih sering digunakan secara tunggal untuk mengiringi jalannya upacara adat. Penggunaan gendang kibod dalam upacara adat perkawinan dulunya disajikan mulai dari malam hari yakni pada acara nganting manuk dan keesokan paginya pada acara pesta adat. Hal tersebut juga diungakapkan oleh Jhon Bregmen Ginting (2000: 22) yang mengatakan bahwa: 53 Penyajian gendang kibod pada rangkaian upacara perkawinan pada masyarakat Karo dapat terjadi pada rangkaian acara nganting manuk dan pelaksanaan pesta. Dari kedua bagian tersebut, penggunaan gendang kibod lebih dominan dimainkan pada saat nganting manuk. Hal ini disebabkan karena pada upacara nganting manuk, setelah acara musyawarah adat, penyajian keyboard dilaksanakan khusus untuk mengiringi pengantin, dan kaum kerabat kedua pengantin untuk menari. Berbeda dengan penyajian kibod pada pelaksaan acara pesta peresmian perkawinan, penyajian kibod hanya sebagai pelengkap karena acara utama adalah pada saat penyerahan tukur atau mahar dan ngerana (memberikan sambutan) dari kedua kerabat mempelai, namun pada akhirnya ngerana sering dibuat menari yang diiringi keyboard. Namun sekarang ini acara nganting manuk dalam masyarakat Karo sudah jarang sekali dilaksanakan. Walaupun demikian sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari) untuk pengantin dan juga kedua orang tua dari pengantin tetap dilaksanakan dengan iringan gendang kibod namun tidak dilaksanakan pada saat acara nganting manuk lagi. Sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari) untuk pengantin dan kedua orang tua dari pengantin bisa saja dilakukan pada saat mbaba belo selambar (acara pertunangan) atau dalam kerja adatnya. selain untuk mengiringi pengantin, gendang kibod juga berfungsi untuk mengiringi acara ngerana (memberikan petuah/pesan), dan juga landek (menari) . 2.3.4.2 Upacara kematian Kemajuan teknologi serta kreatifitas seniman Karo dalam membuat beberapa program musik yang sesuai dengan style musik tradisional Karo membuat gendang kibod kini dapat dimainkan dalam upacara kematian. Style musik tersebut antara lain adalah gendang simalungen rayat, gendang odak-odak, dan gendang patam-patam. Oleh karena itu gendang kibod dalam upacara adat 54 kematian masyarakat Karo dapat mewakili kehadiran gendang lima sedalanen sebagai pengiring jalannya upacara. Gendang kibod dalam upacara kematian masyarakat Karo sama fungsinya dengan gendang lima sedalanen yaitu untuk mengiringi acara rende, landek, dan juga ngerana yang telah diatur sesuai dengan musyawarah. 2.3.4.3 Upacara erpangir ku lau Selain gendang telu sedalanen, upacara erpangir ku lau kini menggunakan alat musik modern seperti instrumen keyboard. Menurut Julianus Liembeng, selain teknologi instrumen keyboard perkembangan yang terjadi sekarang ini adalah pemakaian kaset atau rekaman musik dalam musik iringan untuk upacara erpangir ku lau, dimana musik-musik yang dimainkan di kaset tersebut dapat dipilih sesuai dengan repertoar-repertoar yang biasanya digunakan dalam upacara erpangir ku lau. Hal ini tentunya lebih mengirit biaya pelaksanaan upacara. Namun dalam bentuk pola pikir tentang konsep erpangir pada penganutnya tidak ada perubahan yang progresif. Erpangir masih tetap dilakukan dalam konteks dan makna yang tidak jauh berubah dari ‘aslinya’ (Sumber: http://xeanexiero.blogspot.com). 2.3.4.4 Mengket rumah Gendang kibod kini sering sekali digunakan untuk mengiringi acara mengket rumah (non-adat). Gendang kibod dalam mengket rumah pada saat ini hanya berfungsi sebagai hiburan. Jadi tidak ada lagi hubungannya dengan ritual yang biasa dilakukan pada saat memasuki rumah adat tradisional masyarakat 55 Karo. Penggunaan gendang kibod dalam acara mengket rumah biasanya dapat dilakukan mulai dari malam sebelum acara dan keesokan harinya, acara pada malam hari merupakan sutu hiburan untuk penghuni rumah maupun tamu-tamu yang sudah hadir di rumah sehari sebelum acara masuki rumah baru dimulai. 2.3.4.5 Gendang guro-guro aron Melalui gendang guro-guro aron masyarakat Karo mulai mengenal instrumen keyboard. Instrumen keyboard yang awalnya digunakan sebagai eksperimen sangat digemari oleh masyarakatnya sehingga terciptalah suatu program ritem yang menyerupai musik tradisional Karo. Gendang kibod merupakan sebutan atau istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem yang diprogram secara khusus di dalam keyboard. Ritem musik tradisional Karo yang telah diprogram ini selalu disajikan dalam gendang guro-guro aron. Pada gendang guro-guro aron, gendang kibod dapat disajikan bersamaan dengan gendang lima sedalanen ataupun secara tunggal. Biasanya jika disajikan dengan gendang lima sedalanen maka dibutuhkan mikrofon agar bunyi dari instrumen gendang lima sedalanen dapat terdengar dan tidak tertutupi oleh bunyi atau suara dari gerndang kibod. Gendang kibod memiliki peranan yang cukup besar dalam jalannya acara gendang guro-guro aron, karena gendang guro-guro aron merupakan suatu seni pertunjukan tradisional Karo yang mana mengandung unsur musik, tari dan nyanyian. 56 2.3.4.6 Acara hiburan lainnya Berbagai kegiatan pada masyarakat Karo dapat diiringi dengan menggunakan gendang kibod seperti arisan, syukuran ulang tahun, naik jabatan, acara gereja (natal-tahun baru), dan masih banyak lagi. Selain untuk mengiringi acara hiburan pada masyarakat Karo, program pola ritem gendang patam-patam pada musik Karo ini juga dapat digunakan untuk iringan musik populer Karo. Pada perkembangannya, sudah banyak terdapat studio rekaman yang dikelola oleh seniman Karo untuk memproduksi musikmusik komersial. Djasa Tarigan, Jack Sembiring, dan Fakta Ginting merupakan beberapa dari seniman Karo yang telah memiliki studio rekaman sendiri. 57 BAB III DESKRIPSI STRUKTUR GENDANG PATAM-PATAM PADA GENDANG LIMA SEDALANEN DAN GENDANG KIBOD 3.1 Proses Tranksripsi Proses memindahkan bunyi (menotasikan), mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual disebut transkripsi. Tujuan dari mentranskripsikan bunyi musik adalah salah satu upaya untuk mendeskripsikan musik. Untuk mendeskripsikan struktur gendang patam-patam yang dimainkan pada gendang lima sedalanen dan pada gendang kibod penulis menggunakan pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Netll (1964:98), adapun pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan yang kedua dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam. Pendekatan pertama tidak dilakukan karena penulis tidak mungkin hanya mengandalkan pendengaran dan daya ingat yang terbatas tanpa menuliskannya terlebih dahulu. Bruno Netll (1964:98) mengungkapkan bahwa seandainya telinga manusia dapat merasakan semua isi akustik sebuah ungkapan musik, dan seandainya daya ingat manusia dapat menyimpan semua yang telah dirasakan, maka analisis terhadap apa yang didengar tersebut akan menjadi pilihan utama. 58 Tetapi karena daya ingat manusia hampir tidak dapat mengingat persis apa yang didengar sepuluh detik yang lalu, suatu bentuk notasi menjadi penting dalam penelitian musik. Oleh karena itu sebelum mendeskripsikan struktur gendang patam-patam harus terlebih dahulu menuliskan bunyi-bunyi musikal ke dalam bentuk notasi yaitu transkripsi. Untuk sampel gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen yang akan ditranskripsikan, disajikan oleh kelompok gendang lima sedalanen Wardin Ginting dalam bentuk rekaman yang sudah ada. Sedangkan untuk gendang patam-patam pada gendang kibod, penulis mengambil sampel dengan cara merekam audio secara langsung di lapangan. Rekaman ini diambil langsung dari acara gendang guro-guro aron yang merupakan suatu acara yang paling banyak menyajikan gendang patam-patam. Pengambilan sampel musik secara langsung dilakukan penulis dengan alasan agar perkibod (pemain kibod) lebih leluasa memainkan gendang patam-patam (tidak dibuat-buat). Setelah semua sampel gendang patam-patam didapat dan dikumpulkan selanjutnya dilakukan pentranskripsian. Dalam proses transkripsi digunakan sistem notasi barat untuk mentranskripsikan gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen dan gendang kibod. Adapun alasan penulis menggunakan sistem notasi Barat adalah (1) karena sistem notasi barat sudah dikenal secara umum dalam bidang musikologi, (2) karena sistem notasi barat memiliki garis paranada yang dapat digunakan untuk menggambarkan tinggi rendahnya suatu nada atau suara (grafik), (3) karena secara ritmis sistem notasi barat dapat digunakan untuk pembagian 59 setiap nilai ketukan, dan (4) karena gendang kibod merupakan alat musik yang berasal dari kebudayaan Barat maka menggunakan notasi Barat merupakan hal yang mungkin dilakukan. Dalam mentraksripsikan bunyi musikal gendang patam-patam pada gendang kibod, sipentranskripsi menggunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Mendengarkan secara berulang-ulang hasil rekaman gendang patampatam yang telah didapat dari lapangan. 2. Kemudian memainkan setiap bunyi instrumen (dari hasil rekaman) pada instrumen keyboard lalu menyimpannya menjadi sebuah program musik. 3. Hasil dari program musik ini kemudian di terjemahkan langsung ke notasi musik barat melalui sebuah program musik dalam komputer yaitu Sibelius Seperti yang telah dipaparkan pada Bab I (hal 14-15) bahwa untuk mendeskripsikan struktur gendang patam-patam penulis akan menggunakan teori yang diungkapkan oleh Mark Slobin dan Jeff Titon (1984:5). Slobin dan Titon mengatakan bahwa style (gaya) musik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi bunyi musikal itu sendiri antara lain (1) elemen nada; tangga nada, modus, melodi, harmoni, sistem laras (2) elemen waktu; ritem dan meter (3) elemen warna suara: kualitas suara dan warna suara instrumen (4) intensitas suara: keras-lembutnya suara”. Dari beberapa elemen dan sub elemen diatas ada bagian dari elemen tersebut yang tidak disertakan, karena disesuaikan dengan kebutuhan deskripsi struktur musiknya. 60 3.2 Gendang Patam-patam Pada Gendang Lima Sedalanen Sebelum mendeskripsikan struktur gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen terlebih dahulu akan dijelaskan simbol/tanda yang terdapat pada setiap garis notasi. Simbol/tanda ini digunakan agar para pembaca dapat mengerti apa yang hendak penulis sampaikan. Garis pertama Garis kedua Garis ketiga Garis keempat Garis kelima 1. Pada garis pertama digunakan untuk menunjukkan melodi gendang patam-patam yang dibawakan oleh penarune. Karena keterbatasan pendengaran pentranskripsi dan juga penggunaan notasi musik Barat dalam mentranskripsikan melodi dari gendang patam-patam secara 14 mendetail maka diberi tanda diatas melodi yang bertujuan untuk menunjukkan rengget (ornamentasi melodi). 2. Pada garis kedua menunjukkan permainan dari gendang indung. Pada garis kedua ini ini terdapat dua jenis garis yaitu, garis atas dan garis bawah. Garis atas untuk mewakili bunyi dari permainan stik tangan 14 Simbol ini juga akan digunakan pada melodi gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang kibod 61 kanan gendang indung, sedangkan pada garis bawah untuk mewakili bunyi gendang dari permainan stik tangan kiri gendang indung. Selain itu terdapat dua bentuk notasi untuk mewakili bunyi gendang pada garis atas dan satu bentuk notasi untuk mewakili bunyi gendang pada garis bawah. Kedua bentuk peletakkan notasi tersebut pada garis atas adalah sebagai berikut: Permainan stik tangan kanan untuk mewakili bunyi tang. Permainan stik tangan kanan untuk mewakili bunyi tih. Permainan stik tangan kiri untuk mewakili bunyi ka. 3. Pada garis ketiga menunjukkan permainan dari gendang anak. Pada garis ktiga ini terdapat dua jenis garis yaitu, garis atas dan garis bawah. Garis atas untuk mewakili bunyi yang dihasilkan dari permainan stik tangan kanan gendang anak, sementara garis bawah untuk mewakili bunyi yang dihasilkan dari permainan stik tangan kiri gendang anak. Pada garis ketiga ini terdapat satu bentuk notasi untuk mewakili bunyi gendang pada garis atas, dan satu bentuk notasi untuk mewakili bunyi gendang pada garis bawah. Kedua bentuk peletakkan notasi tersebut pada garis atas adalah sebagai berikut: 62 Permainan stik tangan kanan untuk mewakili bunyi tang. Permainan stik kiri untuk mewakili bunyi kok (pada garantung) 4. Pada garis ketiga digunakan untuk menunjukkan permainan penganak 5. Pada garis keempat digunakan untuk menunjukkan permainan gung. Setelah dijelaskan tanda-tanda yang terdapat pada transkripsi gendang patam-patam maka penulis akan menjelaskan secara sederhana bagaimana deskripsi struktur gendang patam-patam bunga ncole pada gendang lima sedalanen berdasarkan teori yang digunakan oleh penulis yang disesuaikan dengan kebutuhan analisis. 3.2.1 Elemen nada 3.2.1.1 Tangga nada Tangga nada adalah jarak antara satu nada ke nada lainnya baik secara naik ataupun turun. Dalam musik tradisionalnya, masyarakat Karo tidak memiliki/mengenal sistem tangga nada seperti teori musik Barat. Nada-nada yang digunakan dalam musik tradisional Karo tidak sama persis seperti nada-nada dalam musik Barat yang mana telah memiliki ketentuan dan frekuensi tersendiri. 63 Oleh karena itu nada yang telah ditranskripsikan ini tidak terlalu sama persis seperti nada aslinya karena nada yang digunakan pada musik tradisional Karo bisa saja kurang atau lebih dari nada yang ada dalam notasi musik Barat. Adapun nada-nada yang digunakan pada gendang patam-patam bunga ncole adalah sebagai berikut: Nada-nada diatas merupakan nada yang paling mendasar yang didapat dari hasil transkripsi gendang patam-patam bunga ncole yang disajikan dengan gendang lima sedalanen. Nada-nada yang digunakan pada gendang patam-patam bunga ncole yang disajikan oleh Wardin Ginting ini antara lain nada B-C-E-F#-GA. Pada akhir melodi dari gendang patam-patam ini muncul/terdapat nada D yang dimainkan hanya satu kali. 3.2.1.2 Melodi Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu kesatuan yang berjalan atau bergerak di dalam waktu. Melodi gendang patampatam yang ditranksripsikan adalah gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh Wardin Ginting. Berikut ini adalah melodi yang dimainkan oleh penarune pada gendang patam-patam bunga ncole: 64 3.2.1.3 Sistem laras Sistem laras atau tuning system adalah sistem atau metode yang digunakan untuk melaraskan, menetapkan nada atau pitch yang akan digunakan saat bermain musik. Instrumen musik pada kebudayaan musik Barat memiliki suatu sistem yang baku dalam penetapan nada dari masing-masing instrumen, hal ini berbeda dari instrumen musik yang terdapat pada masyarakat Karo yang dibuat secara tradisional dan tidak ada sistem yang baku dalam menetapkan nada dari setiap instrumen. Walaupun demikian dalam gendang lima sedalanen terdapat dua instrumen yang sering dilaras sebelum dimainkan yaitu sarune dan gendang indung. Pada instrumen sarune (aerophone double reed) bunyi yang dihasilkan berasal dari lidah atau reed, batang sarune dan gundal. Lidah atau reed pada 65 sarune disebut sebagai anak-anak sarune. Anak-anak sarune ini terbuat dari dua helai kecil daun kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak memainkan instrumen sarune, anak-anak sarune tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi lunak sehingga mudah bergetar jika ditiup. Pada bagian batang sarune terdapat lobang-lobang nada berjumlah delapan buah sebagai penghasil nada ketika sarune ditiup. Dan gundal yang merupakan corong (bell) yang berada pada bagian bawah sarune berfungsi membuat bunyi atau nadanada yang dimainkan menjadi lebih panjang dan nyaring Sistem pelarasan pada gendang indung cukup sederhana, biasanya sebelum dimainkan penarune akan memukul bagian pinggir gendang dan menarik (mengetatkan) talinya agar suara yang dihasilkan nyaring (http://www.Karosiadi.blogspot.com). gundal anak-anak sarune Gambar 3.1 Sarune (Dok: Perikuten Tarigan, Sumber: http://Karosiadi.blogspot.com) 3.2.2 Elemen waktu 3.2.2.1 Ritem Ritem adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Dari hasil tranksripsi gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen maka didapat beberapa pola ritem dasar pada masing-masing instrumen perkusif yaitu berikut: 66 a. Gendang indung b. Gendang anak c. Penganak d. Gung 3.2.2.2 Meter Pengertian meter dalam teori musik Barat adalah pola yang berulang dari tekanan atau aksen yang menetapkan ketukan atau tempo musik. Di dalam kebudayaan musik tradisional masyarakat Karo tidak terdapat istilah meter, namun jika dilihat berdsarkan teori musik barat dari hasil transkripsi gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen menggunakan meter 2/4. Hal ini dapat dilihat berdasarkan dua kali ketukan penganak dan satu kali ketukan gung dalam satu siklus. 67 3.2.3 Elemen warna bunyi (timbre) 3.2.3.1 Warna bunyi instrumen Gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang lima sedalanen, memiliki beberapa warna bunyi yang dihasilkan dari masing-masing instrumen, dan penamaan warna bunyinya sesuai dengan bunyi yang dihasilkan instrumen (onomatopea). Berikut adalah warna bunyi yang dihasilkan oleh masing-masing instrumen perkusif: 1. Gendang indung : (a) tang: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik tangan kanan pemain dengan cara memukul bagian antara sisi/pinggir dengan bagian tengah membran gendang indung, (b) ka: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik pada tangan kiri pemain dengan cara memukul sisi/pinggir bagian bawah membran gendang indung, (c) tih: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik pada tangan kanan pemain dengan cara memukul bagian tengah membran gendang indung. 2. Gendang anak: (a) “tang”: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik pada tangan kanan pemain dengan cara memukul membran gendang anak, (b) “kok/Ke”: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik di tangan kiri pemain dengan cara memukul membran garantung/gerantung yang berada di sisi kiri gendang anak. 68 3. Penganak “Tung/ting”: bunyi ini dihasilkan dari stik yang dipukulkan pada bagian pencu penganak. Ketika pencu penganak dipukul stik langsung diangkat agar menghasilkan bunyi yang nyaring. 4. Gung “Gung”: bunyi ini dihasilkan dari stik yang dipukulkan pada bagian pencu gung. Sama seperti pada penganak ketika pencu gung dipukul stik langsung diangkat agar bunyi gung menggema atau menggaung. 3.3 Gendang Patam-patam Pada Gendang kibod Sama seperti pada gendang lima sedalanen, dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam pada gendang kibod penulis juga menggunakan teori yang disampaikan oleh Mark Slobin dan Jeff Titon sebagai berikut: 3.3.1 Elemen nada 3.3.1.1 Tangga nada Dalam bahasa italia, scale (tangga nada) berarti anak tangga. Tangga nada merupakan suatu urutan nada yang secara berurutan naik ataupun turun, dengan kata lain tangga nada adalah jarak antara satu nada ke nada lainnya baik secara naik ataupun turun (ascending dan descending). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa musik tradisional Karo tidak memiliki sistem tangga nada seperti dalam teori musik barat, namun karena gendang patam-patam kini disajikan menggunakan instrumen keyboard maka 69 nada yang digunakan baik untuk memainkan melodi, akord, maupun Bass Gitar haruslah selaras dan memiliki tonalitas yang sama. Gendang patam-patam yang merupakan musik instrumental biasanya digunakan untuk mengiringi tarian maka tidak ada patokan untuk memainkannya dari tonal tertentu. Dalam memainkan gendang patam-patam ketiga perkibod menggunakan tonal yang berbeda yaitu E, C dan A. Untuk mempermudah pembaca untuk melihat rangkaian nada yang digunakan oleh ketiga perkibod ini maka penulis menggunakan tonal atau nada dasar yang sama pada hasil tranksripsinya. Berdasarkan hasil transkripsi gendang patam-patam dari ketiga perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring, dan Yanto Tarigan maka ditemukan nada-nada yang digunakan yaitu nada E-F-A-B-C-D’ dan yang menjadi tonalnya adalah nada E. Selain itu terdapat satu nada yang muncul hanya satu kali pada melodi penutup yaitu nada G (dapat dilihat hasil transkripsi pada lampiran hal 120-149). Berikut digambarkan dalam tabel nada-nada yang digunakan pada gendang patam-patam bunga ncole; 3.1 Tabel nada yang digunakan pada gendang patam-patam Pemain keyboard E F G A B C D Fakta Ginting 68 45 1 38 40 46 10 Sakti Sembiring 80 40 1 67 52 64 10 Yanto Tarigan 100 46 1 34 47 65 16 70 3.3.1.2 Melodi Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu kesatuan yang berjalan/bergerak di dalam waktu. Melodi terbentuk dari sebuah rangkaian nada secara horisontal. Ketiga perkibod memainkan melodi gendang patam-patam bunga ncole yang sama dengan variasi yang berbeda dari setiap pemain. Variasi melodi ini diekpresikan melalui kelincahan dalam memainkan pitch blend pada instrumen keyboard. Pitch blend adalah sebuah tuas yang dapat digerakkan (secara vertikal) yang berfungsi untuk menaikan/menurunkan nada yang sedang ditekan (dimainkan) oleh tangan kanan. Penggunaan picth blend ini digunakan untuk menirukan bunyi dari instrumen sarune pada gendang lima sedalanen. Karena pemain keyboard menggunakan teknik pitch blend untuk menirukan rengget (ornamentasi melodi) gendang patam-patam maka penulis mengalami kesulitan dalam mentranksripsikannya. Oleh karena itu diambil nada-nada yang paling mendasar dengan penambahan simbol untuk menunjukkan rengget melodinya. Gambar 3. 2 Pitch blend (Foto; Keyboard KN 2600, Model; Yanto Tarigan) 71 Adapun melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh ketiga perkibod adalah sebagai berikut: 1. Melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh Fakta Ginting 72 2. Melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh Sakti Sembiring 73 3. Melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh Yanto Tarigan Melodi gendang patam-patam yang dimainkan dari ketiga perkibod ini memiliki persamaan dan juga variasi yang berbeda. Adapun persamaan melodi gendang patam-patam dari ketiga perkibod ini sebagai berikut: a. Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 6, 19, dan 33, Sakti sembiring pada bar 8, 12, 28, dan 45, dan Yanto Tarigan pada bar 17, 31, dan 48. 74 b. Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 11, Sakti sembiring pada bar 20, dan Yanto Tarigan pada bar 12. c. Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 23, Sakti sembiring pada bar 16 dan 32, dan Yanto Tarigan pada bar 23. d. Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 28, Sakti sembiring pada bar 36, dan Yanto Tarigan pada bar 27. e. Melodi ini merupakan melodi penutup dari gendang patam-patam yang dimainkan oleh ketiga perkibod dengan sedikit variasi yang berbeda. Selain memiliki persamaan melodi seperti diatas, terdapat pula variasi melodi yang berbeda yang dimainkan oleh masing-masing perkibod. Berikut ini merupakan variasi dari ketiga perkibod yang memainkan gendang patam-patam yang sama: a. Fakta Ginting 75 b. Sakti Sembiring c. Yanto Tarigan 3.3.1.3 Harmoni Harmoni secara umum dapat dikatakan sebagai kejadian dua nada atau lebih dengan tinggi nada yang berbeda dibunyikan secara bersamaan. Harmoni yang terdiri dari tiga atau lebih nada yang dibunyikan bersamaan biasanya disebut akord. Pada gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang kibod terdapat harmoni akord dalam bentuk pola ritem. Harmoni akord yang membentuk pola ritem dalam gendang patam-patam tersebut dimainkan secara berulang-ulang atau secara repetitif. 76 Adapun harmoni akord yang dihasilkan oleh beberapa instrumen dalam program pola ritem gendang patam-patam adalah dalam tabel sebagai berikut: 3.2 Tabel Harmoni Akord Gendang patam-patam Oleh Ketiga Pemain Keyboard Pemain keyboard Instrumen musik Harmoni Akord Piano Fakta Ginting Acustic Gitar Mandolin Sakti Sembiring Piano Electric Gitar Piano Yanto Tarigan Electric Gitar Ketiga perkibod ini memainkan harmoni akord dengan pola ritem yang sama, hanya saja perkibod Sakti sembiring menambahkan bunyi instrumen mandolin pada program gendang patam-patam yang dimainkannya. 3.3.1.4 Sistem laras Sistem laras atau tuning system adalah sistem yang digunakan untuk melaraskan, menetapkan nada atau pitch yang akan digunakan saat bermain musik. Instumen keyboard merupakan instrumen musik elektronik yang memiliki sistem laras yang telah diatur secara otomatis. 77 3.3.2 Elemen waktu 3.3.2.1 Ritem Ritem adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Ritem dapat juga diartikan sebagai panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan dalam sebuah melodi atau harmoni (akord). Ritem pada gendang patam-patam membentuk sebuah pola yang tetap. Pola ritem pada program gendang patam-patam terbentuk dari permainan akord dari instrumen Piano, Acoustic/Electric Gitar, dan dari pola Bass Guitar , Kobel, Gamelan serta Drums. Berdasarkan pengertian ini maka penulis mengelompokkan pola ritem sebagai berikut: 1. Pola ritem gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh Fakta Ginting 78 2. Pola ritem gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh Sakti Sembiring 3. Pola ritem gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh Yanto Tarigan Berdasarkan hasil transkripsi gendang patam-patam ini ketiga perkibod memainkan pola ritem yang sama seperti pada instrumen Piano, Acoustic/Electric Gitar, Bass Gitar, Kobel, Gamelan dan Drums. Diantara ketiga perkibod Ada sedikit perbedaan pada perkibod Sakti Sembiring yang menambahkan instrumen 79 Mandolin pada program gendang patam-patamnya dan bunyi nada Bass Gitar yang sedikit berbeda dari yang lain. 3.3.2.2 Meter Meter adalah pola yang berulang dari tekanan atau aksen yang menetapkan ketukan atau tempo musik. Meter dituliskan pada awal komposisi dengan time signatures (tanda waktu). Time signatures selalu dituliskan dengan dua nomor, satu diatas dan satu dibawah, seperti pecahan pada matematika yaitu 2/4, 3/4, 4/4 dan seterusnya. Angka yang di atas menunjukkan jumlah ketukan (atau jumlah pulsa) dalam setiap ritem, sedangkan angka yang dibawah menunjukkan nilai/harga nada dalam setiap ketukan. Dari hasil transkripsi gendang patampatam, ketiga perkibod menggunakan meter 2/4. 3.3.3 Elemen warna bunyi (Timbre) Timbre adalah kualitas atau warna bunyi. Timbre sangat dipengaruhi oleh cara bergetarnya suatu sumber bunyi. Timbre terjadi karena banyaknya nada tambahan dan kuat nada atas yang menyertai nada dasarnya. Misalnya seorang pria dan seorang wanita menyanyikan sebuah nada secara bersamaan, maka akan dapat kita bedakan, walaupun keduanya bernyanyi denga frekuensi sama. Hal ini karena alat-alat yang beresonasi dari leher/tenggorokan keduanya tidak sama. Perbedaan itulah yang menyebabkan timbre atau warna bunyi. Pada alat-alat music pun terdapat warna bunyi. Nada C pada gitar akan terdengar berbeda dengan nada C pada biola, berbeda pula dengan nada C pada piano, walaupun frekuensinya sama (http://id.shvoong.com/exact-sciences). 80 3.3.3.1 Warna bunyi instrumen Warna bunyi musikal yang dihasilkan dari instrumen keyboard merupakan sesuatu yang baru yang sama sekali tidak terdapat dalam ensambel musik Karo. Pada dasarnya seluruh warna bunyi instrumen yang telah diprogram dalam instrumen keyboard merupakan warna bunyi instrumen musik Barat. Musisi barat mengklasifikasikan instrumen musik dalam enam kategori yaitu string meliputi gitar dan violin, woodwind meliputi seruling dan klarinet, brass meliputi trompet dan trombon, percussion meliputi bass drum dan cymbal, keyboard meliputi organ dan piano, dan terakhir adalah electronic meliputi synthesize. Warna bunyi instrumen gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang kibod merupakan imitasi atau peniruan dari gendang lima sedalanen. Adapun beberapa kategori instrumen yang digunakan sebagai pembawa melodi adalah; instrumen Oboe atau Nai yang diambil dari voice (menu dalam keyboard) keluaga Woodwind ini menirukan bunyi sarune, instrumen Banjo diambil dari keluarga Tradition menirukan bunyi kulcapi, instrumen Ney dan Jazz Flute diambil dari voice keluarga Pan Flute menirukan bunyi balobat (Baluat), instrumen Sakhauchi diambil dari keluarga Pan Flute menirukan bunyi surdam. Instrumen yang digunakan sebagai instrumen ritmis adalah: gamelan diambil dari voice keluarga Tradition menirukan bunyi penganak, instrumen kobel yang terbuat dari kayu untuk peniruan bunyi gendang indung dan gendang anak. 81 Selain bunyi instrumen diatas terdapat pula beberapa bunyi instrumen yang dimainkan sebagai pola ritem, yaitu: instrumen Drum, yang biasanya diambil dari bagian Drum Kit yang terdiri dari Hi-hat, Snare Drum, Symbal, TomTom dan Bass Drum, instrumen Piano, Guitar acustic atau Electric Gitar, maupun Mandolin, yang berfungsi sebagai pengisi akord, dan instrumen Bass Gitar dari keluarga Bass Gitar. Bunyi instrumen dalam pola ritem ini merupakan penambahan atau hasil kreasi musisi Karo. Dari ketiga gendang patam-patam yang dimainkan oleh perkibod ini bunyi instrumen yang digunakan untuk melodi adalah Oboe dan Nai, dan untuk pola ritemnya menggunakan Bass Gitar, Piano, Gitar, Gamelan, Kobel, dan Drums. Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa pemakaian instrumen keyboard telah membawa suatu perubahan terhadap musik (ensambel) tradisional masyarakat Karo baik dari pola ritem, variasi melodi dan warna bunyi instrumen yang digunakan. 82 3.4 Pola Umum Ritem Gendang patam-patam bunga ncole Pada Gendang Kibod Selain melodi, setiap warna bunyi instrumen pada gendang patam-patam bunga ncole yang telah diprogam membentuk sebuah pola ritem yang tetap. Pola ritem ini terbentuk dari bunyi permainan instrumen seperti Piano, Electric Gitar, Bass Gitar, Kobel, Gamelan dan Drums. Bunyi dari masing-masing instrumen tersebut kemudian diprogram dengan menggunakan gendang kibod. Berdasarkan hasil tranksripsi dari ketiga perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring, dan Yanto Tarigan maka didapat pola umum ritem gendang patam-patam pada program gendang kibod sebagai berikut: 83 BAB IV KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO 4.1 Terminologi Gendang patam-patam Gendang patam-patam merupakan sebuah istilah musikal dalam kebudayaan masyarakat Karo. Kata “gendang ” yang melekat pada kata patampatam mengandung arti “komposisi” (musik) (pada bab I telah dijelaskan beberapa pengertian dari gendang ). Komposisi yang dimaksud penulis disini adalah unsur musik yang terdapat dalam gendang patam-patam yaitu melodi dan juga ritem. Kata “patam-patam” baik secara harafiah maupun menurut konsep musik masyarakat Karo tidak memiliki arti. Namun jika diamati kata “patampatam” merupakan pengulangan dari kata “patam”. Arti dari kata “patam” sendiri menurut kamus Karo adalah “garis, tanda pada dahi dengan air ludah sirih” (Prinst, 2002:454). Jika dilihat dari pengertian menurut Kamus Karo kata “patam” dengan kata “patam-patam” tidak memiliki hubungan arti, namun dari seorang informan yang penulis wawancarai yaitu Djasa Tarigan menyatakan defenisi dan hubungan dari kata “patam” yang sedikit berbeda. Menurut beliau dalam kehidupan seharihari pada masyarakat Karo Jahe kata “patam” digunakan pada saat seseorang 84 sedang sakit kepala15. Biasanya mereka akan mengatakan “patam sitek” kepada salah satu anggota keluarganya. Kata “patam sitek” memiliki pengertian “pijatkan (membuat garis pada dahi dengan tangan) sedikit”, hal ini bertujuan agar rasa sakit kepala hilang. Lebih jauh lagi beliau mengkaitkan/menghubungkan antara kata “patam” dengan gendang patam-patam. Menurut pendapatnya gendang patam-patam merupakan sebuah komposisi musik yang secara psikologi dapat ‘menghilangkan’ rasa sakit kepala atau letih (fikiran). Hal ini dikarenakan ritem gendang patampatam yang relatif cepat dan energik. Tindakan dari kata “patam” dan penyajian dari gendang patam-patam diasumsikan memiliki tujuan untuk menyembuhkan rasa ‘sakit’ (fisik ataupun psikis)16. Namun pada kenyataannya kata patam-patam tidak dapat diartikan secara kongkrit, karena bagi kebanyakan seniman Karo kata “patam-patam” tidak memiliki arti khusus. Pengertian secara umum “gendang patam-patam” yang penulis dapatkan berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan beberapa seniman Karo adalah judul/nama sebuah komposisi instrumental musik tradisional Karo. Setiap komposisi musik tradisional Karo memiliki karakter yang khas, demikian pula dengan komposisi gendang patam-patam. Karakter khas gendang patam-patam dapat diidentifikasi beberapa karakter mendasar misalnya dari 15 Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa seniman yaitu Malem Ukur Ginting, Kumalo Tarigan, Seter Ginting dan beberapa orang Karo Gugung lainnya tidak mengetahui arti dari kata “patam”. Menurut mereka kata “patam” tidak memiliki arti atau makna, hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan kata “patam” tidak digunakan dalam kehidupan masyarakat Karo Gugung. 16 Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 Maret 2011. 85 melodi, bunyi gong penganak, cak-cak patam-patam yaitu pola ritem yang dimainkan dengan instrumen gendang anak (conical drum) (lihat hasil transkripsi pada lampiran hal 116-119). 4. 2 Gendang Patam-patam Pada Masyarakat Karo Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan pada beberapa informan yaitu Djasa Tarigan, Seter Ginting, Malem ukur Ginting, dan Natangsa Barus mengatakan bahwa komposisi gendang patam-patam dalam kebudayaan musik Karo Gugung berasal dari kebudayaan musik Karo Jahe17. Pernyataan ini didukung oleh seorang budayawan Melayu yang bernama Tengku Luckman Sinar Basyarsyah yang mengatakan bahwa patam-patam dalam kebudayaan musik Melayu mendapat pengaruh dari suku Karo di pedalaman Deli, Langkat dan Serdang dan tidak ada ke arah Sumatera Timur bagian Selatan (2002:336). Hal tersebut mungkin saja terjadi karena masyarakat Karo Jahe atau Langkat hidup berdampingan dengan penduduk Melayu dan saling berbaur serta berakulturasi antar sesama serta kebudayaannyasehingga memiliki interelasi dalam kebudayaan musiknya. Hal serupa juga dikemukaan oleh Muhammad Takari (2004:90), yang merupakan seorang etnomusikolog, dalam tulisannya yang mengatakan bahwa terdapat contoh-contoh unsur musik Batak dalam musik melayu diantaranya adalah dalam melodi lagu patam-patam dari Karo, yang sangat lazim digunakan untuk mengiringi silat atau tari silat, yang selalu 17 Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 Maret 2011, Seter Ginting 19 Juni 2011, Malem Ukur Ginting 22 Maret 2011, dan Natangsa Barus 5 April 2011. 86 difungsikan untuk upacara perkawinan, khinatan, menyambut tamu kehormatan, dan lain-lain. Berdasarkan keterangan diatas dapat dikatakan bahwa menurut beberapa budayawan gendang patam-patam yang terdapat dalam kebudayaan musik Karo dan juga patam-patam dalam masyarakat Melayu berasal dari daerah yang sama yaitu Karo Jahe atau Langkat. Menurut beberapa seniman Karo, seperti Djasa Tarigan, Malem Ukur Ginting, dan Kumalo Tarigan, masuknya gendang patam-patam ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung dibawa oleh Alm. Mbaga Ginting18 yang kemudian berkembang sampai sekarang ini. Jika di deskripsikan dari daerah asalnya, komposisi gendang patam-patam dalam kebudayaan musik Karo Jahe dulunya digunakan dalam upacara yang bersifat sakral/ritual untuk penyembuhan. Upacara penyembuhan ini menyajikan beberapa komposisi musik dan salah satunya adalah gendang patam-patam. Menurut Natangsa Barus, yang merupakan seorang perkolong-kolong dan musisi gendang binge yang berasal dari Karo Jahe, mengatakan bahwa komposisi gendang patam-patam dalam upacara ritual penyembuhan disajikan sesuai dengan permintaan guru perdewel-dewel. Karena setiap guru perdewel-dewel dapat 18 Namun Seter Ginting, yang merupakan seniman musik tradisional Karo yang lebih senior dari Djasa Tarigan dan Alm Mbaga Ginting, tidak sepedapat dengan mereka. Menurut beliau komposisi gendang patam-patam sudah ada dalam kebudayaan musik Karo Gugung sebelum Alm Mbaga Ginting lahir. Namun beliau tidak dapat menyebutkan atau mengingat kembali siapa yang telah membawa gendang patam-patam ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung. Hadirnya komposisi gendang patam-patam dalam kebudayaan musik Karo Gugung, menurut Seter Ginting dikarenakan adanya kontak budaya dengan Karo Jahe melalui perdagangan ataupun perluasan perladangan (penjelasan tentang kontak budaya ini dapat dilihat pada hal. 23) 87 meminta komposisi gendang patam-patam yang berbeda sesuai dengan keinginan jinujung (roh) agar guru (dukun) dapat mengalami trance (kesurupan)19. Penamaan dari komposisi gendang patam-patam menurut Barus berasal dari guru perdewel-dewel itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan terdapat beberapa nama yang berbeda dari komposisi gendang patam-patam (dapat dilihat pada Bab I hal. 2). Dari banyaknya nama dari komposisi gendang patam-patam dalam kebudayaan musik tradisional Karo Jahe hanya beberapa yang terdapat atau dikenal dalam kebudayaan musik tradisional Karo Gugung (dapat dilihat pada Bab I hal. 3). Beberapa komposisi gendang patam-patam yang terdapat dalam kebudayaan musik Karo Gugung dimainkan dalam repertoar musik untuk mengiringi tari lima serangkai yaitu tari tradisional masyarakat Karo yang diiringi dengan lima gendang (komposisi). Hal ini juga dikemukakan oleh Seridah Ginting (2011:10) dalam skripsinya yang mengatakan: Secara goreografi tari lima serangkai merupakan satu tarian yang diiringi lima gendang yaitu gendang morah-morah, gendang perakut, gendang patam-patam sereng, gendang sipajok dan gendang kabangkiung, yang menghasilkan komposisi pola gerak tari dan gerak tersebut memiliki nilai-nilai estetis dalam penyajiannya. Tari lima serangkai merupakan tari kreasi yang berfungsi sebagai hiburan. Tari Lima Serangkai ini bertemakan pergaulan antar muda-mudi Karo. Tari Lima 19 Dalam kebudayaan musik Karo Jahe, sierjabaten atau penggual akan mengikuti keinginan dari dukun/penyanyi, berbeda dengan Karo Gugung karena dukun/penyanyilah yang mengikuti sierjabaten atau musik. 88 Serangkai biasanya ditampilkan dalam kegiatan gendang guro-guro aron atau acara khusus untuk mempertandingkan tari tersebut (festival). Beberapa dari komposisi gendang patam-patam lainnya disajikan dalam gendang guro-guro aron, namun yang paling sering disajikan sampai sekarang adalah gendang patam-patam bunga ncole20. Gendang patam-patam merupakan salah satu bagian dari rangkaian komposisi musik yang digunakan dalam mengiringi aron atau penari dalam menari pada gendang guro-guro aron. Sebelum gendang patam-patam dimainkan terlebih dahulu disajikan komposisi musik tradisional yang lain. Pada gendang guro-guro aron, gendang patam-patam merupakan bagian puncak dan penutup dalam menari. Gendang patam-patam dalam gendang guro-guro aron awalnya dimainkan dengan gendang lima sedalanen (karena pada saat itu, sebelum tahun 1991, seluruh kegiatan upacara tradisional masyarakat Karo hanya dapat diiringi dengan dua ensambel musik antara lain gendang lima sedalanen atau gendang telu sedalanen). Namun setelah instrumen keyboard hadir pada kebudayaan musik Karo pada tahun 1991, gendang patam-patam dimainkan dengan gendang kibod sampai sekarang dan terkadang menggabungkan keduanya (gendang kibod dan gendang lima sedalanen). Gendang patam-patam merupakan komposisi musik tradisional Karo yang pertama sekali menjadi eksperimen saat itu, yang kemudian diikuti dengan komposisi gendang odak-odak dan simalungen rayat. Eksperimen ini diawali 20 Berdasarkan hasil diskusi dengan Kumalo Tarigan Hasil 5 September 2011. 89 dengan menggunakan unsur-unsur ritmis yang terdapat dalam instrumen keyboard. Seperti yang diungkapkan oleh Jhon Bergmen Ginting (2000:20) dalam skripsinya bahwa: Penggunaan awal keyboard pada guro-guro aron terbatas hanya pada gendang patam-patam atau cak-cak, atau tempo patam-patam... Ternyata patam-patam perkusif ini menambah semarak guro-guro aron, baik silandek (penari) maupun sindedah (penonton). Gendang patam-patam dari hasil eksperimen instrumen keyboard ini menurut Jhon Bregmen Ginting (2000:20) hanya bersifat memberi aksen tertentu pada bagian komposisi gendang patam-patam yaitu pada ritem musiknya, bukan keseluruhan dari komposisi. Pada waktu itu, hasil eksperimen dari gendang patam-patam ini dimainkan menjelang pagi hari atau menjelang acara gendang guro-guro aron selesai. Hal ini dikarenakan penari dan penonton pada saat itu sudah kelelahan, sehingga begitu mendapat bunyi yang lebih dinamis membangkitkan kembali semangat mereka. Pada awalnya pola ritem gendang patam-patam dimainkan secara manual, jadi belum disimpan secara otomatis namun dengan perkembangan teknologi serta kreatifitas seniman Karo pola ritem gendang patam-patam dapat diprogram dan disimpan. Pada waktu itu instrumen keyboard yang digunakan untuk memainkan pola ritem gendang patam-patam adalah Yamaha Pss 680. Hasil dari program gendang patam-patam sebagai sebuah format ritem tidak hanya dimiliki oleh satu atau dua orang musisi saja melainkan pada musisi lainnya (bahkan seniman yang tidak dapat memprogram gendang patam-patam dalam gendang kibod). Program 90 pola ritem gendang patam-patam, yang berawal dari kreatifitas Djasa Tarigan, kemudian dicopy atau diduplikat oleh musisi Karo lainnya ke instrumen keyboard mereka. Beberapa seniman Karo yang penulis temui mengatakan bahwa setiap perkibod (pemain keyboard) memiliki program pola ritem gendang patam-patam yang dapat dimainkan pada instrumen keyboard. Berawal dari eksperimen inilah gendang patam-patam diprogram sebagai sebuah pola ritem yang berkembang hingga seperti sekarang. Program dari pola ritem gendang patam-patam ini kini tidak hanya sebatas mengiringi aron menari dalam gendang guro-guro aron namun menjadi lebih luas lagi penggunaannya. Dari gendang guro-guro aron, pola ritem gendang patam-patam kemudian digunakan pada konteks upacara tradisional lainnya seperti perkawinan, kematian, upacara sakral dan juga hiburan lainnya. Pada perkembangannya pola ritem gendang patam-patam yang telah diprogram dapat disimpan dalam hard disk21 pada instrumen keyboard, disket22, dan yang sekarang banyak digunakan yaitu memori card/chip (kartu penyimpan data). Koleksi program pola ritem gendang patam-patam yang terdapat pada masing-masing keyboard ada yang sama (dengan variasi) tetapi ada juga yang berbeda, baik dari sisi pola ritem, bunyi musikal, tempo maupun gaya penggarapan ornamentasi musikal. 21 Hard disk adalah sebuah komponen perangkat kerasa yang menyimpan data sekunder dan berisi piringan magnetis. (http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras) 22 Disket adalah sebuah perangkat penyimpanan data yang terdiri dari sebuah medium penyimpanan magnetis bulat yang tipis dan lentur dan dilapisi lapisan plastik berbentuk persegi atau persegi panjang. (http://id.wiki.org/wiki/disket) 91 4.3 Penggunaan Gendang patam-patam Dalam Aktifitas Menari Dan Menyanyi Pada Masyarakat Karo. Gendang patam-patam dalam kebudayaan musik Karo lebih sering disajikan pada acara yang bersifat gembira atau hiburan yang erat kaitannya dengan aktifitas menari (landek) dan menyanyi, dan terkadang dapat pula disajikan dalam upacara kematian tergantung kepada kebutuhannya. Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo Gugung berkembang dalam gendang guro-guro aron. Gendang guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints, 2004:280). Dalam pelaksaan gendang guro-guro aron terdapat istilah musikal yang digunakaan dalam kegiatan musiknya. Istilah musikal ini adalah “salihken” yang berarti “tukar/ganti”. Kata salihken yang biasanya diucapkan oleh protokol acara, merupakan sebuah perintah kepada sierjabaten atau penggual untuk menukar/mengganti komposisi musik dengan tempo yang berbeda. Adapun tempo yang ditukar/diganti adalah dari lambat menjadi sedang atau cepat misalnya dari simalungen rayat ke odak-odak, atau dari odak-odak ke gendang patam-patam. Selain kata salihken terdapat pula istilah lain yang digunakan untuk menyatakan peralihan komposisi musiknya, yaitu “patamken”. Pada saat gendang patampatam dimainkan gerakan kaki aron berubah mengikuti bunyi penganak dengan gerakannya lebih cepat dari yang sebelumnya. 92 Berkaitan dengan tarian dalam gendang guro-guro aron, Herujen Tarigan (2000:22-23) mengatakan bahwa ada empat bentuk tarian yang ditampilkan dalam guro-guro aron yaitu; (1) landek pengalo-ngalo, (2) landek sada tan, (3) landek salih (patam-patam), dan (4) tari khusus. Landek pengalo-ngalo merupakan tari khusus untuk orang tua (gendang adat) dan untuk pengulu aron (pemimpin pemuda) serta kemberahen aron , nande dan bapa aron biasanya disajikan dengan iringan gendang simalungen rayat. Pada landek pengalo-ngalo, perkolong-kolong akan menari dan menyanyikan katoneng-katoneng yang berisi akan nasehat, petatah-petitih dan harapan akan sukses dan sehat. Landek sada tan adalah tarian dengan iringan gendang odakodak yang dilakukan oleh aron khususnya wanita (landek pemerga-merga) dan perkolong-kolong akan menyanyikan lagu populer Karo. Istilah “sada tan” ini diambil dari bentuk tarian wanita yang menggunakan satu tangan secara bergantian dalam menari dan tangan yang satu lagi membentuk sikut 45derajat23. Lebih jauh Tarigan mengatakan bahwa landek salih (patam-patam) sering dianggap sebagai puncak dari tari guro-guro aron. Hal in dikarenakan beberapa alasan yaitu; (1).Gendang yang mengiringi tari ini menggunakan cak-cak patampatam, dengan pengertian bertempo cepat dibanding gendang yang digunakan pada landek pengalo-ngalo dan landek sada tan, (2). Bentuk tarian lebih dinamis, (3). penari dan pasangannya berada pada jarak yang relatif dekat, (4). Memiliki kesempatan untuk saling berbicara, hal ini dikarenakan jarak yang berdekatan. 23 Lihat Herujen Tarigan, 2000:22-23 93 Jika dibandingkan dengan komposisi musik lainnya dalam mengiringi aron menari, gendang patam-patam merupakan satu komposisi yang memang memiliki tempo yang lebih cepat dan memberikan suasana yang berbeda dari komposisi musik sebelumnya. Hal tersebut dapat dirasakan aron karena awalnya jarak antara aron laki-laki dan aron perempuan berjauhan namun dengan dimainkannya komposisi gendang patam-patam aron laki-laki dan aron perempuan dapat saling berdekatan tetapi tetap dengan tata krama dan sopan santun dalam menari. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa komposisi gendang patam-patam selalu diawali oleh komposisi yang berbeda sebelumnya seperti gendang simalungen rayat atau gendang odak-odak. Baik pada gendang guroguro aron ataupun acara lainnya hal ini sangat jelas terlihat untuk itu penulis mengambil contoh dalam bentuk tabel yang menggambarkan bagaimana struktur komposisi atau pola ritem dalam aktifitas menari dan menyanyi dalam gendang lima sedalanen maupun gendang kibod dengan beberapa perubahan yang terjadi sebagai berikut: 94 4.1 Tabel Struktur Komposisi Atau Pola Ritem Dalam Aktifitas Menari Dan Menyanyi Dalam Gendang lima sedalanen. Gendang lima sedalanen gendang simalungen rayat/ gendang odak-odak* gendang patam-patam penutup Penari Menari ditempat Menari (dengan pola lantai) dan bergerak dari tempat (majumudur, jongkokberdiri) Mengambil sikap untuk bersiap-siap kembali ke tempat dimana dia berdiri semula. Penyanyi Bernyanyi lagu pop daerah (jika dengan iringan gendang simalungen rayat menyanyikan lagu tradisional Karo) Berhenti bernyanyi dan menari - 95 4.2 Tabel Struktur Komposisi Atau Pola Ritem Dalam Aktifitas Menari Dan Menyanyi Dalam Iringan Gendang kibod. Gendang kibod Penari Penyanyi gendang simalungen rayat/gendang odak-odak* Menari ditempat Bernyanyi lagu pop daerah (jika dengan iringan gendang simalungen rayat menyanyikan lagu tradisional Karo) Memainkan melodi lagu populer, dengan pola ritem gendang patam-patam Penutup Menari (dengan pola lantai) dan bergerak dari tempat (majumudur, jongkokberdiri) Menari dengan gerakan yang bebas Mengambil sikap untuk bersiap-siap kembali ke tempat dimana dia berdiri semula. Berhenti menyanyi dan menari - - gendang patam-patam Berawal dari gendang guro-guro aron inilah, gendang patam-patam juga disajikan dalam upacara perkawinan. Pola ritem gendang patam-patam pada upacara perkawinan disajikan untuk mengiringi pengantin bernyanyi, hal ini biasanya terdapat dalam acara nganting manok. Namun sekarang acara nganting manuk sudah jarang dilaksanakan, dan sesi bernyanyi untuk pengantin dilaksanakan pada acara pesta adatnya. Selain dimainkan pada acara yang bersifat gembira pola ritem gendang patam-patam terkadang disajikan dalam konteks upacara kematian. Namun hanya 96 upacara kematian cawir metua yang menyajikan gendang patam-patam dalam upacara acara adatnya. Pola ritem gendang patam-patam ini dimainkan pada sesi acara gendang nangketken osé yaitu acara dimana anak dan cucu dari yang meninggal akan ioséi oleh kalimbubu si mada dareh (Prints, 2004:138). Dalam sesi acara ini cucu laki-laki dari yang meninggal akan menari dengan anak perempuan dari pihak kalimbubu (jumlahnya tergantung dari banyaknya cucu yang meninggal), selain menari mereka akan menyanyi. Pada saat menari dan menyanyi inilah pola ritem gendang patam-patam disajikan. Pola ritem gendang patam-patam yang telah diprogram ini kini dapat dimainkan dalam acara hiburan apa saja yang menyertakan gendang kibod. Selain itu program gendang patam-patam ini juga telah disajikan untuk mengiringi lagu Pop daerah Karo yang dikemas dalam kaset komersial. Tidak dapat dipungkiri bahwa hadirnya keyboard dalam kebudayan musik Karo membuat musik tradisional Karo lebih maju dan dikenal oleh masyarakat luar, hal ini terlihat dari banyaknya produksi kaset komersial dengan peminat yang banyak pula. 4.4 Kontinuitas Dan Perubahan Gendang patam-patam Dalam Musik Tradisional Karo Kontinuitas dan perubahan kerap terjadi dalam suatu kebudayaan, karena pada umumnya kebudayaan bersifat dinamis. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Amber yang mengatakan bahwa kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Tanpa adanya gangguan dari unsur budaya asing sekalipun, suatu kebudayaan pasti akan berubah. Perubahan ini terjadi dengan 97 peralihan waktu serta lahirnya generasi yang baru dengan kreatifitas yang dimilikinya. Dari kreatifitas ini maka terciptalah suatu variasi dengan perubahan yang terjadi dalam kebudayaannya. Dalam setiap kebudayaan selalu ada suatu kebebasan tertentu pada para individu dan kebebasan individu memperkenalkan variasi dalam cara-cara berlaku dan variasi itu akan menjadi milik bersama (Amber dalam T.O. Ihromi,1994:32). Demikian pula dengan kebudayaan musik masyarakat Karo yang mengalami kontinuitas dan perubahan dalam musik tradisionalnya khususnya gendang patam-patam. Kontinuitas dan perubahan ini tidak terlepas dari adanya pengaruh atau unsur dari kebudayaan asing yang masuk ke dalam kebudayaan musik tradisional Karo. Unsur kebudayaan asing tersebut adalah instrumen keyboard. Instrumen keyboard yang dikenal berasal dari kebudayaan musik Barat ini masuk ke dalam kebudayaan musik tradisional Karo pada tahun 1991. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa awalnya komposisi gendang patam-patam dimainkan dengan menggunakan gendang lima sedalanen dan pada perkembangannya dapat digantikan dengan gendang kibod. Perubahan atau peralihan dalam ensambel musik tradisional ini merupakan suatu hasil dari kreatifitas seniman Karo. Dengan kreatifitas inilah mucul ide atau gagasan baru yang menjadikan suatu inovasi bagi musik tradisional Karo yang hingga kini digunakan dan menjadi milik bersama. 98 Karena instrumen musik yang digunakan berbeda/berubah tentu saja bunyi musikal yang dihasilkan oleh instrumen musik tersebut juga berbeda/berubah. Hal ini dikarenakan instrumen keyboard hanya bersifat mengadaptasi atau meniru bunyi dari gendang lima sedalanen karena tidak ada bunyi instrumen dari gendang lima sedalanen yang sama persis pada gendang kibod. Peniruan bunyi instrumen yang dilakukan dalam memprogram pola ritem ini memunculkan unsur bunyi musikal yang baru atau yang sama sekali tidak ada dalam ensambel musik tradisional Karo. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan bunyi instrumen dari program musik yang dibuat berbeda dari bunyi musik tradisional Karo (lihat pada Bab III hal 81-82). Unsur bunyi instrumen yang diprogram ini diambil dari bank (penyimpanan) suara pada instrumen keyboard. Bunyi dari instrumen musik yang diprogram sebagai pola ritem ini dicari semirip mungkin dengan bunyi instrumen perkusi pada gendang lima sedalanen seperti gendang indung, gendang anak dan penganak walau tidak sama persis. Menurut Hutabarat (2010:73) bunyi instrumen yang digunakan untuk memprogram musik Karo pada gendang kibod tidak terdapat pada instrumen musik tadisional Karo. Adapun instrumen yang digunakan dalam memprogram musik Karo menurut Hutabarat adalah instrumen Drum yang biasanya diambil dari bagian keluarga (menu dalam keyboard) Drum Kit atau Standart Kit, instrumen Bright Piano diambil dari keluarga Piano, dan Electric Bass dari keluarga Bass Gitar. 99 Pada awalnya gendang kibod digunakan untuk memprogram pola ritem musik tradisional Karo namun pada perkembangannya perkibod mulai memainkan melodi dari lagu/komposisi yang dimainkannya (peran tersebut biasanya dilakukan oleh pemain sarune atau kulcapi). Ketika perkibod memainkan melodi dengan menggunakan instrumen keyboard dan sekaligus juga sebagai pola ritem yang telah diprogramkan, lagu-lagu populer Indonesia mulai dimainkan sebagai salah satu bagian dari iringan penari khusunya dalam gendang guro-guro aron. Lagu-lagu seperti Kopi Dangdut, Hujan Di malam Minggu, Rindu, dan berbagai lagu populer Indonesia lainnya sering sekali dimainkan dengan menggunakan pola ritem tesebut. Lagu-lagu yang dimainkan dengan pola ritem gendang patam-patam ini biasanya dimainkan setelah aron (pemuda-pemudi) selesai menarikan pola lantai yang telah dipelajari bersama (lihat pada tabel 4.2 hal 96) sebelum tarian berakhir. Adapun tujuan dari dimainkan lagu-lagu diluar kebudayaan Karo tersebut adalah untuk memeriahkan dan menambah semangat para penari. Selain hal yang telah dijabarkan diatas kontinuitas dan perubahan juga terlihat pada melodi dan juga pola ritem yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Melodi Berdasarkan hasil transkripsi gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen dan gendang kibod terdapat melodi yang masih kontinu dan terdapat pula variasi melodi. Adapun melodi yang masih kontinu adalah: 100 Gendang lima sedalanen a. Gendang kibod Melodi ini merupakan salah satu potongan melodi yang khas dari gendang patam-patam bunga ncole yang sering sekali muncul atau dimainkan. Baik pada gendang lima sedalanen maupun gendang kibod melodi ini tetap dimainkan. b. Melodi ini juga merupakan potongan melodi yang masih kontinu dan tetap dimainkan meskipun instrumen musik yang digunakan berbeda. Melodi ini biasanya dimainkan pada bagian awal sebagai pengantara untuk mengantarkan ke nada tinggi dari melodi gendang patam-patam. c. 101 Melodi ini merupakan melodi penutup pada gendang patam-patam yang dalam istilah masyarakat Karo disebut sebagai mbertik rurusen. Melodi ini selalu menjadi melodi penutup baik disajikan dengan gendang lima sedalanen maupun gendang kibod. Beberapa potongan melodi gendang patam-patam dari gendang lima sedalanen ini masih kontinu walaupun dimainkan dengan gendang kibod. Masingmasing musisi dapat memainkan melodi gendang patam-patam dengan variasi atau improvisasi yang berbeda namun potongan melodi diatas merupakan ciri khas dari gendang patam-patam bunga ncole. 2. Pola Ritem Berdasarkan hasil deskripsi struktur gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen dan gendang kibod pada Bab III (hal 63-82), terdapat beberapa pola ritem yang masih kontinu dan berubah pada gendang patam-patam. Adapun pola ritem yang masih kontinu adalah: 1. Cak-cak gendang patam-patam bunga ncole Pola ini terdapat pada instrumen Kobel dan Drums. Dari beberapa bentuk atau pola yang terdapat pada instrumen Kobel ditemukan satu pola yang mirip dengan pola ritem gendang anak, sedangkan pada instrumen drum pola yang menyerupai ritem dari gendang anak ini terdapat pada ketukan pertama upbeatnya pada setiap barnya. Hal tersebut digambarkan sebagai berikut: 102 Pola ritem pada instrumen kobel ini menyerupai pola ritem dari permainan tangan kanan gendang anak. Sedangkan pada instrumen Drums (yang tangkai notnya kebawah) terdapat penambahan diawalnya sehingga cakcak gendang patam-patam dimulai dari ketukan upbeatnya (ketukan atas) sedangkan pada gendang anak pola ritem tersebut dimulai dari ketukan pertama. 2. Bunyi dan pola ritem penganak Selain cak-cak, terdapat pola ritem dan bunyi dari instrumen Gamelan yang berfungsi untuk mewakili bunyi penganak yang terdapat dalam pola ritem gendang lima sedalanen. 103 3. Unsur bunyi gung Pada gendang kibod unsur bunyi gung dihasilkan dari permainan Bass Gitar. Bunyi Bass Gitar ini fungsinya untuk mempertegas bunyi gung yang dimainkan pada ketukan pertama dalam setiap barnya. Dapat dilihat bahwa walaupun telah terjadi perubahan dalam instrumen musik tradisional Karo namun unsur pola ritem gendang patam-patam tetap kontinu. Selain pola ritem yang kontinu terdapat juga perubahan atau penambahan pola ritem gendang patam-patam pada gendang kibod yaitu sebagai berikut: 1. Pola ritem dalam bentuk akord: 2. Pola ritem Bass Gitar 3. Pola ritem Drums Pola-pola ritem ini merupakan ritem tambahan yang sebelumnya tidak terdapat pada gendang lima sedalanen. Pola rite dalam bentuk akord 104 merupakan hal yang baru karena kebudayaan musiknya masyarakat Karo tidak mengenal adanya harmonisasi dalam bentuk akord. Berdasarkan hal diatas terlihat bahwa telah terjadi beberapa perubahan pada gendang patam-patam yaitu perubahan alat musik pengiring, warna bunyi instrumen, penambahan pola ritem serta penggunaannya dalam kebudayaan masyarakat Karo. Selain terjadi perubahan terdapat pula hal yang masih kontinu pada gendang patam-patam yaitu melodi (dengan variasi), unsur bunyi dan pola ritem penganak, peniruan dari pola gendang anak (walau tidak sama persis) serta unsur bunyi gung. Gendang patam-patam yang telah diprogram dalam gendang kibod ini sampai sekarang masih tetap disajikan dalam gendang guro-guro aron bahkan disajikan dalam upacara-upacara adat masyarakat Karo meskipun menggunakan instrumen keyboard sebagai pengiringnya. Masyarakat Karo memiliki toleransi musik yang cukup besar, terjadinya perubahan pada instrumen musik, pola ritem dan juga bunyi instrumen gendang patam-patam yang telah diprogram dengan gendang kibod ini dapat diterima oleh masyarakat Karo dan sudah menjadi bagian dalam kebudayaan musiknya. Walaupun gendang kibod telah masuk kedalam kebudayaan musik Karo masyarakat Karo tetap menyukai musik tradisionalnya dan juga mengikuti dan menerima perkembangan dan perubahan yang terjadi. Dengan perubahan instrumen musiknya serta penambahan unsur-unsur musik yang baru seperti pola ritem dan warna bunyi instrumen, masyarakat Karo 105 tetap menyukai dan menggunakannya dalam kegiatan kebudayaanya baik dalam adat maupun hiburan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pandangan masyarakat Karo terhadap musik tradisional yang berkembang sekarang ini telah terbuka dan dapat menerima meskipun terjadi penambahan unsur musik yang sebelumnya tidak terdapat dalam musik tradisional Karo dengan adanya instrumen keyboard. Kontinuitas maupun perubahan dalam kebudayaan musik masyarakat Karo merupakan gejala yang normal yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan dalam kebudayaannya. Herskoviz dalam Merriam (1964:305) mengatakan bahwa kontinuitas dan perubahan merupakan suatu tema yang digunakan untuk memahami sifat stabil dan dinamis yang melekat pada setiap kebudayaan. Berkaitan dengan fenomena ini teori kebudayaan secara umum mengansumsikan bahwa setiap kebudayaan beroperasi dalam kerangka waktu yang terus mengalami kelanjutan dimana variasi-variasi dan perubahan yang terjadi adalah hal yang tidak dapat dielakkan. Demikian halnya dengan gendang patam-patam yang mengalami kelanjutan dengan variasi maupun perubahan. Hal tersebut merupakan hal yang wajar dialami oleh kebudayaan masyarakat Karo agar dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mempertahankan kebudayaan musiknya. 106 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya maka beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis adalah sebagai berikut. Gendang patam-patam merupakan salah satu komposisi musik tradisional pada masyarakat Karo. Menurut beberapa seniman serta budayawan Karo (maupun Melayu) didapat kesimpulan bahwa gendang patam-patam dalam kebudayaan musik masyarakat Karo berasal dari daerah Langkat tepatnya dari kebudayaan musik masyarakat Karo Jahe. Jika dilihat dari kebudayaan musik asalnya yaitu Karo Jahe, gendang patam-patam merupakan salah satu komposisi musik yang digunakan dalam upacara penyembuhan sedangkan pada masyarakat Karo Gugung gendang patampatam pada awalnya digunakan dalam gendang guro-guro aron sebagi salah satu komposisi musik untuk mengiringi aron (pemuda-pemudi) menari. Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo gugung awalnya disajikan dengan gendang lima sedalanen yang pada perkembangannya telah disajikan dengan menggunakan gendang kibod. Gendang kibod merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem musik yang diprogram dengan instrumen keyboard. Kehadiran gendang kibod merupakan 107 hasil dari kreatifitas seniman Karo dengan ide yang menjadikan suatu inovasi bagi musik tradisional Karo yang hingga kini digunakan dan menjadi milik bersama. Melalui kehadiran gendang kibod dalam kebudayaan musik masyarakat Karo, gendang patam-patam diprogram sebagai pola ritem yang diimitasikan dari gendang lima sedalanen. Dengan pola ritem gendang patam-patam yang telah diprogram ini lagu-lagu populer (baik populer Karo maupun populer Indonesia) dapat “dimasukkan” atau dimainkan. Gendang patam-patam yang telah diprogram ini dimiliki oleh masingmasing perkibod yang biasanya dapat disimpan dalam disket, hard disk, pada instrumen keyboard, dan memori card/chip (kartu penyimpan data). Selain itu pemain gendang kibod juga mengikuti perkembangan akan kemajuan teknologi keyboard. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan dari tipe atau jenis instrumen keyboard yang digunakan. Gendang patam-patam yang disajikan dengan gendang kibod memiliki bunyi atau warna suara instrumen yang berbeda dari instrumen musik tradisional Karo karena instrumen musik yang digunakan merupakan instrumen musik Barat. Adapun bunyi instrumen yang digunakan adalah Oboe/Nai, Piano, Gitar Electric, Bass Gitar, Kobel, Gamelan, dan Drums. Selain itu Gendang patam-patam yang disajikan dengan gendang kibod ini dikreasikan dengan penambahan pola ritem dalam bentuk harmoni akord, yang sebelumnya tidak terdapat dalam kebudayaan musik Karo. 108 Walaupun telah terjadi perubahan baik dari instrumen musik serta bunyi instrumennya, gendang patam-patam juga mengalami kontinuitas pada musiknya antara lain yaitu melodi dan juga pola ritem dari gendang anak, penganak, dan gung yang diimitasikan atau ditiru dari gendang lima sedalanen. Pada perkembangannya program pola ritem gendang patam-patam pada gendang kibod ini kini tidak hanya sebatas mengiringi aron menari dalam gendang guro-guro aron namun dapat digunakan pada konteks upacara tradisional seperti upacara perkawinan, kematian, upacara sakral dan juga hiburan lainnya. Walaupun telah terjadi perubahan terhadap instrumen musik serta penambahan unsur-unsur musik yang baru tetapi masyarakat Karo tetap menyukai dan selalu menyajikannya dalam kegiatan kebudayaanya baik dalam adat maupun hiburan. Dapat dilihat bahwa pada perkembangannya masyarakat Karo dapat menerima perubahan yang terjadi pada musik tradisional yang berkembang sekarang ini meskipun dengan penambahan unsur musik yang sebelumnya tidak terdapat dalam musik tradisional Karo. Dari beberapa kesimpulan diatas penulis dapat mengatakan bahwa walaupun telah terjadi perubahan baik dari instrumen musik serta bunyi musikal yang berbeda namun gendang patam-patam juga mengalami kontinuitas dimana setiap pola ritem gendang patam-patam yang telah diprogram memiliki persamaan/kemiripan dengan pola ritem yang dihasilkan oleh gendang lima 109 sedalanen. Selain itu pola ritem ini tetap disebut/dianggap sebagai gendang patam-patam oleh masyarakat Karo. 5.2 Saran Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada beberapa saran yang perlu dikemukakan, mengingat telah terjadi kontinuitas dan perubahan dalam musik tradisional masyarakat Karo. Perubahan yang terjadi pada instrumen musik tradisional Karo tidak sepenuhnya menghilangkan ensambel musik tradisional yang ada sebelumnya. Gendang lima sendalanen maupun telu sedalanen serta musisi tradisional, dan konteks pertunjukannya (walaupun semakin berkurang) masih ada dalam kebudayaan tradisional masyarakat Karo. Namun minat pemuda-pemudi Karo akan musik tradisional Karo kini sudah berkurang. Oleh karena itu diperlukan peran seniman/musisi, pemerhati budaya, akademisi dan pemerintahan Kabupaten Karo untuk membuat atau menyediakan suatu sarana atau lembaga untuk memberikan pembelajaran musik tradisional Karo agar musik tradisional Karo tidak akan hilang atau punah nantinya. Selain itu, akibat adanya beberapa makna yang mengarah kepada budaya populer dalam perubahan instrumen musik tersebut, penulis mengharapkan kepada para seniman/musisi agar lebih selektif dan kritis dalam melakukan suatu pembaharuan. Penggunaan lagu-lagu yang bersifat populer hendaknya hanya 110 digunakan pada konteks hiburan dan mengurangi lagu-lagu dari luar kebudayaan musik Karo. Terjadinya perubahan instrumen musik dalam kebudayaan musik Karo hendaknya menjadi perhatian yang serius bagi semua kalangan, baik kalangan pemerintahan Kabupaten Karo, para pelaku budaya dan para akademisi agar kiranya tetap peduli dan menghargai kebudayaan milik sendiri serta melestarikan kebudayaan musik tradisional Karo dengan sosialisasi yang dilakukan terhadap generasi-generasi muda. Penulis juga berharap, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman guna melakukan penelitian berikutnya. 111 DAFTAR PUSTAKA Bangun, Jabatin. 1994. Prilaku Sosial Dan Gaya Penyajian Repertoar Guro-Guro Aron Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Dananjaja, James. 1984. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers. Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dyson, L (dalam Sujarwa). 1987. Manusia Dan Seni Budaya. Jakarta: Balai Pustaka. Endaswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka widyatama. Ginting, Jhon Bregman. 2000. Deskripsi Pemakaian Gendang Keyboard Pada Perayaan Natal di GBKP Km. 7 Padang Bulan Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Ginting, Seridah Rhita Gustina. 2011. Deskripsi Tari Lima Serangkai Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Hutabarat, Irfan Saidul. 2010. Peranan Jasa Tarigan Sebagai Musisi Dalam Perkembangan Ensambel Musik Tradisional Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Ihromi, T.O. 1994. Pokok-Pokok Antropologi Budaya (Ed). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kaplan, David And Manners, Albert A. 1999. Teori Budaya. [Trans.] Landung Simatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi (Ed). Jakarta: Rineka Cipta. --------. 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kountur, Ronny, D.M.S. 2003. Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis. Jakarta: Teruna Grafika. Luckman Sinar, Tuanku Dan Syaifudin, Wan. 2002. Kebudayaan Sumatera Timur. Medan: USU Press. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology Of Music. United States Of America: University Press. 112 Moleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nettl, Bruno. 1964. Theory And Method In Ethnomusicology. New York: The Free Press Of Glencoe. --------, 1983. The Study Of Ethnomusicology Twenty Nine Issues and Concepts. Chicago: University Of Illinois Press Nettl, Bruno And Gerald Behague. 1990. Folk And Traditional Music Of The Western Continents. Prentice Hall. Prints, Darwan. 2004. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis. Prints, Darwin. 2002. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media. Sebayang, Vanesia Amelia. 2011. Dalan Gendang: Analisis Pola Ritme Dalam Ensambel Gendang Lima Sedalanen Oleh Tiga Pemusik Karo. Medan: Skripsi Etnomusikologi. Sitepu, Anton. 1993. Deskriptif Musik Vocal Katoneng-Katoneng Dalam Konteks Kerja Mengket Rumah Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Etnomusikologi. Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Takari, Muhammad. 2004. Interelasi Budaya Musik Batak Dan Melayu Di Sumarera Utara Dalam Pluralitas Musik Etnik Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun. Medan: Pusat Dokumentasi Dan Pengajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nommensen Tarigan, Herujen. 2000. Pemakaian Gendang Keyboard Pada Acara Nganting Manuk Dalam Pesta Perkawinan Adat Karo. Skripsi Etnomusikologi. Tarigan, Perikuten. 2004. Musik Tradisional Karo Dalam Pluralitas Musik Etnik Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun. Medan: Pusat Dokumentasi Dan Pengajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nomensen. Tarigan, Sarjani. 2009. Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya. Medan. Titon, Jeff Todd Et All. 1984. Worlds Of Music: An Introduction To The Music Of The World’s Peoples. New York: Schimer Books A Division Of Macmillan. 113 Daftar Website: http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras http://id.wiki.org/wiki/disket http://digilib.unimus.ac.id http://www.xeanexiero.blogspot.com http://Karosiadi.blogspot.com http://repository.usu.ac.id http://id.shvoong.com/exact-sciences 114 DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Seter Ginting Umur : 80-an Tahun Pekerjaan : Musisi senior musik tradisional Karo Gugung 2. Nama : Djasa Tarigan Umur : 49 Tahun Pekerjaan : Musisi tradisional dan pelopor Gendang Kibod dalam kebudayaan musik Karo Gugung 3. Nama : Natangsa Barus S.Pd Umur : 52 Tahun Pekerjaan : Musisi tradisional yang berasal dari Karo Jahe 4. Nama : Malem Ukur Ginting Umur : 53 Tahun Pekerjaan : Seorang pelatih tari tradisional Karo dan penyuluh budaya Pemkab Karo, Kabanjahe. 115 HASIL TRANSKRIPSI GENDANG PATAM-PATAM PADA GENDANG LIMA SEDALANEN 116 117 118 119 HASIL TRANSKRIPSI GENDANG PATAM-PATAM PADA GENDANG KIBOD 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149