LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR OLEH: NI KOMANG AYU CANDRA MONIKA NIM. P07120320062 KELAS B/ PROFESI NERS KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2020 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR A. PENGERTIAN 1. Pengertian Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. 2. Klasifikasi Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1) Menurut jumlah garis fraktur : a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) d) Segmental Fraktur (bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling berhubungan) 2) Menurut luas garis fraktur: a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) 3) Menurut bentuk fragmen : a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) 4) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : a) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : (1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm. (2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm. (3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar. b) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar) Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement. 5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). (Mansjoer, 2000) 3. Etiologi Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh kondisi lain menurut( Appley dan Salomon,1995) fraktur dapat terjadi karena: 1) Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan a) Bila terkena kekuatan langsung Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena pemukulan melintang (pukulan dan sementara) kerusakan pada biasanya kulit menyebabkan diatasnya. fraktur Penghancuran kemungkinan dapat menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. b) Bila terkena kekuatan tak langsung Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada. 2) Fraktur Kelelahan atau Tekanan Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris dengan jarak jauh. 3) Fraktur Patologik Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang. 4. Patofisiologi Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak tertangani, pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddart, 2000) 5. Tahap Penyembuhan Tulang 1) Tahap pembentukan hematom Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima. 2) Tahap proliferasi Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan. 3) Tahap pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulangawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3- 4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus 4) Osifikasi Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan. 5) Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan) Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya. (Smeltzer dan Bare,2002) B. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala attau manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat keparahan trauma serta lokasi fraktur. Menurut (Smeltzer dan Bare,2002) manifestasi klinis fraktur antara lain: 1. Nyeri Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang akan timbul bilamana jaringan rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri (Arthur C Guyton, 1983). Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat disekitar fraktur seperti pembuluh darah, saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan terjadinya trauma dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P, Bradikinin, Prostaglandin) yang akan merangsang neuroreseptor kemudian dialirkan ke dorsal horn pada medulla spinalis ke traktus spinotalamikus lateral ke kortek cerebri dan akhirnya dipersepsikan nyeri. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Deformitas dan Kehilangan Fungsi Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang tempat melengketnya otot. 3. Pemendekan Tulang Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). 4. Krepitasi Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. 5. Edema Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera 6. Kontusis Adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul (mis. pukulan,tendangan, atau jatuh). 7. Strain Tarikan otot akibat pengunaan berlebihan,atau ster yang berlebihan, strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan pendarahan ke dalam jaringan. 8. Sprain Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menyempit atau memutar. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut C. PATHWAY Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis Fraktur Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut Kerusakan fragmen tlg Perubahan jaringan sekitar Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Deformitas Peningkatan tek kapiler Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler Melepaskan katekolamin Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak Gangguan Mobilitas Fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit Laserasi kulit Edema Emboli Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh darah Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Perfusi Perifer Tidak Efektif Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Perdarahan Risiko Infeksi Kehilangan volume cairan Risiko Hipovolemia D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya : a. Foto rotgen Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi pada tulang. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar patahan tulang. b. CT-Scan Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon. c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang rawan. d. Angiografi Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri. e. Pemeriksaan darah lengkap Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih rendah bila terjadi pendarahan karena trauma. f. Pemeriksaan sel darah putih Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp cedera. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis. (Mansjoer, 2000) E. PENATALAKSANAAN MEDIS Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah. Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya : a. Pengobatan non-operatif Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode balance skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan traksi kulit Bryant, sedangkan anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell. 1. Metode perkin. Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi. 2. Metode balance skeletal traction. Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang oleh pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadangkadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu dipasang gips hemispica atau cast bracing. 3. Traksi kulit Bryant. Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi kulit, kemudian ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur. 4. Traksi russel. Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum kuat benar. b. Operatif a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan KWire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari. b) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal fixation). ORIF merupakan metode penata pelaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan diteliti, Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen yang telah mati diiringi dari luka. Fraktur direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali, sesudah reduksi, fragmen – fragmen tulang dipertahankan dengan alat – alat urto pedih berupa Pin, Pelat, srew, paku. F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN a. Anamnesa 1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain 4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakitpenyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang 5) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik 6) Pola-Pola Fungsi Kesehatan a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. c. Pola Eliminasi Kaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. d. Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. e. Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain f. Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap g. Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) h. Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur i. Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya j. Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif. k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien b. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: (1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. (2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. (3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. 2) Pemeriksaan Head to Toe (1) Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. (2) Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. (3) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. (4) Wajah Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. (5) Mata Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan) (6) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. (7) Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. (8) Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. (9) Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. (10) Paru (a) Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. (b) Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. (c) Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. (d) Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. (11) Jantung (a) Inspeksi Tidak tampak iktus jantung. (b) Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba. (c) Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. (12) Abdomen (a) Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. (b) Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. (c) Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. (d) Auskultasi Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit. (13) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB. 3) Keadaan Lokal (1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: (a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (b) Cape au lait spot (birth mark). (c) Fistulae. (d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. (e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal). (f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) (2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time € Normal < 3 detik“ (b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. (c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. (3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. G. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan). 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal 3. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif. 4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteridan/vena, kurang aktivitas fisik. 5. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas, faktor mekanis (mis. penekanan padatonjolan tulang, gesekan). H. RENCANA KEPERAWATAN NO. 1. STANDAR DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INDONESIA INDONESIA (SDKI) (SLKI) (SIKI) Nyeri Akut (D. 0077) Setelah Definisi: keperawatan selama .... x .... jam Observasi Pengalaman sensorik dilakukan atau diharapkan Nyeri tindakan Manajemen Nyeri Berkurang Identifikasi lokasi, emosional yang berkaitan dengan dengan kriteria hasil : durasi, kerusakan jarigan actual atau Tingkat nyeri : intensitas nyeri fungsional, mendadak dengan atau lambat onset dan frekuensi, Identifikasi skala nyeri Meringis menurun (5) Identifikasi respons Sikap protektif menurun (5) yang berlangsung kurang dari 3 Gelisah menurun (5) bulan. Kesulitan tidur menurun (5) memperberat Menarik diri menurun (5) memperingan nyeri Berfokus pada diri sendiri Agen pencedera fisiologis kualitas Keluhan nyeri menurun (5) berintensitas ringan hingga berat Penyebab: karakteristik, menurun (5) Diaforesis menurun (5) nyeri , non verbal Identifikasi Identifikasi faktor nyeri pengetahuan yang dan dan keyakinan tentang nyeri Identifikasi pengaruh budaya (mis. Inflamai,iskemia, neoplasma cedera Agen pencedera kimiawi (mis. Perasan Terbakar, bahan takut mengalami berulang menurun (5) Agen pencedera fisik (mis. Ketegangan otot menurun Frekuensi nadi membaik (5) Pola napas membaik (5) terpotong, Tekanan darah membaik (5) berat, prosedur trauma, operasi, latihan fisik berlebih) Nafsu makan membaik (5) Pola tidur membaik (5) Melaporkan nyeri terkontrol Kemampuan Mengeluh nyeri Tampak meringis Bersikap protektif mengenali penyebab nyeri (5) (mis. posisi Kemampuan analgetik Terapeutik Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. music, biofeedback, terapi pijat, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) Kemampuan Waspada, mengenali onset nyeri (5) Objektif terapi Monitor efek samping penggunaan aromaterapi, (5) Subjektif keberhasilan TENS, hypnosis, akupresur, terapi Kontrol Nyeri Gejala dan Tanda Mayor Monitor komplementer yan sudah diberikan Abses, amputasi, terbakar, mengangkat Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup (5) kimia iritan) terhadap respon nyeri menggunakan teknik non-farmakologis (5) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) Fasilitas istirahat dan tidur menghindari nyeri) Dukungan orang terdekat Gelisah Frekuensi nadi meningkat Keluhan nyeri (5) Sulit tidur Penggunaan analgesic (5) (5) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi Jelaskan penyebab, periode, dan Gejala dan Tanda Minor pemicu Subjektif Jelaskan strategi meredakan nyeri - Anjurkan memonitor nyeri secara Objektif Tekanan darah meningkat Pola napas berubah Nafsu makan berubah Proses berpikir terganggu Menarik diri Berfokus pada diri sendiri Diaforesis Kondisi Klinis Terkait Kondisi pembedahan mandiri Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi Kolaborasi pemberian jika perlu Pemberian Analgesik Observasi analgetik, Cedera traumatis Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Infeksi Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, Sindrom koroner akut intensitas, frekuensi, durasi) Glaukoma Identifikasi riwayat alergi obat Identifikasi analgesic kesesuaian (mis. Narkotika, jenis non narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri Monitor tanda tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik Monitor efektifitas analgesik Terapeutik Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan serum kadar dalam Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respon pasien Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan Edukasi Jelaskan efek terapu dan efek samping obat Kolaborasi Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi 2. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I.06171) (D.0054) keperawatan selama .... X .... jam Observasi Definisi : menit diharapkan mobilitas fisik Keterbatasan dalam gerakan fisik meningkat dengan kriteria hasil: dari satu atau lebih ekstremitas Pergerakan ekstemitas (5) secara mandiri Kekuatan otot (5) Rentang gerak (ROM) (5) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi Monitor frekuensi jantung dan Penyebab : Kerusakan integritas struktur tulang Perubahan metabolisme Ketidakbugaran fisik Nyeri (5) tekanan darah sebelum memulai Kecemasan (5) ambulasi Kaku sendi (5) Gerakan tidak terkoordinasi (5) Penuruna kendali otot Gerakan terbatas (5) Penurunan kekuatan otot Kelemahan fisik (5) Keterlambatan perkembangan Kekuatan sendi Monitor Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk) Fasilitasi Efek agen farmakologis mobilisasi Libatkan keluarga untuk membantu ambulasi persentil ke-75 sesuai usia melakukan fisik, jika perlu Malnutrisi Indeks massa tubuh di atas selama Terapeutik pasien Gangguan neuromuskular umum melakukan ambulasi Kontraktur Gangguan muskuloskeletal kondisi dalam meningkatkan Edukasi Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi Anjurkan melakukan ambulasi dini Ajarkan ambulasi sederhana yang Program pembatasan gerak harus dilakukan (mis. berjalan dari Nyeri tempat tidur ke kursi roda, berjalan Kurang terpapar informasi dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi) tentang aktivitas fisik Kecemasan Gangguan kognitif Dukungan Mobilisasi (I.05173) Keengganan Observasi melakukan Identifikasi pergerakan Gangguan sensori persepsi Monitor Subjektif sulit menggerakkan ekstremitas Kekuatan otot menurun (ROM) menurun Subjektif fisik frekuensi jantung dan mobilisasi kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik Fasilitasi dengan Gejala dan Tanda Minor toleransi tekanan darah sebelum memulai Monitor Objektif gerak atau melakukan pergerakan Gejala dan Tanda Mayor Rentang nyeri keluhan fisik lainnya Identifikasi Mengeluh adanya aktivitas mobilisasi alat bantu (mis. pagar tempat tidur) Fasilitasi melakukan mobilisasi dini Nyeri saat bergerak Enggan Libatkan keluarga untuk membantu melakukan dalam meningkatkan pergerakan pergerakan Merasa pasien cemas saat bergerak Objektif Edukasi Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi Sendi kaku Anjurkan melakukan mobilisasi dini Gerakan tidak terkoordinasi Ajarkan mobilisasi sederhana yang Gerakan terbatas harus Fisik lemah tempat tidur, duduk di sisi tempat dilakukan (mis. duduk di tidur, pindah dari tempat tidur ke Kondisi Klinis Terkait Stroke Cedera medulla spinalis Trauma Fraktur Osteoarthritis Ostemalasia Keganasan kursi) 3. Setelah diberikan asuhan Resiko Infeksi (D.0142) Pencegahan Infeksi Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama …x...jam Observasi peningkatan terserang organisme diharapkan dapat mengatasi Resiko Monitor tanda dan gejela infeksi patogenik Infeksi dengan kriteria hasil: local dan sitemik Faktor Resiko : Tingkat infeksi Penyakit kronis (mis. Diabetes militus) Terapeutik Kebersihan tangan meningkat Batasi jumlah pengunjung (5) Berikan perawatan kulit pada area Efek prosedur invasive Kebersihan badan meningkat Malnutrisi (5) Peningkatan organisme paparan pathogen lingkungan Ketidakadekuatan edema Cuci tangan sebelum dan sesudah Nafsu makan meningkat (5) kontak Demam menurun (5) lingkungan pasien dengan pasien dan Pertahankan kondisi aseptik pada Kemerahanmenurun (5) Nyeri menurun (5) pasien beresiko tinggi Bengkak menurun (5) Edukasi Gangguan peristaltic Vesikel menurun (5) Kerusakan integritas kulit Cairan berbau busuk menurun Ajarkan cara mencuci tangan dengan Perubahan sekresi pH (5) Penurunan kerja silialis Sputum Ketuban pecah lama menurun (5) pertahanan tubuh primer Jelaskan tanda dan gejala infeksi benar berwarna hijau Ajarkan etika batuk Ajarkan cara memeriksa kondisi Ketuban pecah sebelum Drainase purulenmenurun (5) Pluria menurun (5) waktunya Merokok Periode malaise menurun (5) Status cairan tubuh Periode Ketidakadekuatan (5) pertahanan tubuh sekunder menggigil menurun Letargi menurun (5) Imununosupresi (5) Leukopenia Kadar Supresi respon inflamasi membaik (5) Faksinasi tidak adekuat Kultur darah membaik (5) kognitif menurun sel darah putih Kultur urine membaik (5) Kultur sputum membaik (5) Luka bakar Kultur area luka membaik (5) obstruktif kronis Diabetes militus Tindakan infasif Kondisi penggunaan terapi asupan meningkatkan asupan nutrisi Anjurkan Kolaborasi jika perlu AIDS paru meningkatkan Kolaborasi Gangguan Penyakit Anjurkan cairan Penurunan hemoglobin Kondisi klinis terkait : luka atau luka oprasi Kultur feses membaik (5) pemberian imunisasi, steroid Penyalahgunaan obat Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) Kanker Gagal ginjal Imunosupresi Lymphedema Leukositopenia Gangguan fungsi hati 4. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi (D.0009) keperawatan selama ... x ... jam Observasi Definisi: diharapkan Perfusi Perifer Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi Penurunan sirkulasi darah pada Meningkat dengan kriteria hasil : level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh. nadi perifer meningkat (5) Penyembuhan luka meningkat Penyebab: Hiperglikemia Penurunan Kekuatan (5) konsentrsai Sensasi meningkat perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi orang (mis. tua, diabetes, perokok, hipertensi dan kolesterol tinggi) kadar Warna kulit pucat menurun (5) hemoglobin Monitor panas, kemerahan, nyeri atau Peningkatan tekanan darah Edema perifer menurun (5) Kekurangan volume cairan Nyeri ekstremitas menurun (5) Terapeutik Penurunan Pasastesia menurun (5) Hindari aliran arteri dan/atau vena Kurang terpapar informasi tentang factor pemberat pemasangan Kelemahan otot menurun (5) pengambilan Kram otot menurun (5) keterbatasan perfusi Bruit femoralis menurun (5) darah infus atau di area Hindari pengukuran tekanan darah (mis. Merokok, gaya hidup Nekrosis menurun (5) pada ekstremitas dengan keterbatasan monoton, trauma, obesitas, Pengisian kapiler membaik (5) perfusi asupan garam, imobilitas) Akral membaik (5) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes mellitus, hyperlipidemia) Kurang aktivitas fisik Gejala dan Tanda Mayor Subjektif Hindari penekanan dan pemasangan Trugor kulit membaik (5) Tekanan darah Tekanan Indeks membaik (5) Lakukan pencegahan infeksi darah diastolik Lakukan hidrasi Edukasi arteri rata-rata Anjurkan berhenti merokok Anjurkan berolahraga rutin mebaik (5) membaik (5) sistolik tourniquet pada area yang cedera Lakukan perawatan kaki dan kuku membaik (5) Tekanan - bengkak pada ekstremitas ankle-brachial Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar Anjurkan Objektif Pengisian kapiler >3 detik Nadi perifer menurun atau Akral teraba dingin Turgor kulit menurun pengontrol Anjurkan menggunakan obat penurun darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu Anjurkan Warna kulit pucat obat tekanan darah secara teratur tekanan tidak teraba minum menghindari penggunaan obat penyekat beta Anjurkan melakukan perawatan kulit Gejala dan Tanda Minor yang Subjektif kulitkering pada kaki) Anjurkan Parastesia Nyeri tepat ekstremitas (klaudikasi intermiten) (mis. program melembabkan rehabilitasi vaskular Anjurkan program diet untuk Objektif: memperbaiki sirkulasi (mis. rendah Edema lemak jenuh, minyak ikan omega 3) Penyembuhan luka lambat Informasikan tanda dan gejala darurat Indeks ankle-brachial<0,90 yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit Bruit femoral yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa) Kondisi Klinis Terkait Tromboflebitis Diabetes mellitus Anemia Manajemen Sensasi Perifer Gagal jantung kongestif Observasi Kelainan jantung kongenital penyebab perubahan sensasi Thrombosis arteri Varises Identifikasi Identifikasi Thrombosis vena dalam pengikat, Sindrom kompartemen pakaian penggunaan prostesis, sepatu alat dan Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda Monitor terjadinya parestesia, jika perlu Monitor perubahan kulit Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena Terapeutik Hindari yang pemakaian berlebihan benda-benda suhunya (terlalu panas atau dingin) Edukasi Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu 5. Gangguan Integritas Setelah keperawatan diberikan asuhan selama Perawatan Integritas Kulit (L.11353) Kulit/ Jaringan (D.0129) …….. Definisi : Integritas Kulit Kerusakan dan/atau kulit (membrane kornea, fasia, Identifikasi penyebab gangguan meningkat dengan kriteria hasil: atau Elastisitas meningkat (5) sirkualsi, perubahan status nutrisi, Hidrasi meningkat (5) penurunan kelembaban, Perfusi jaringan meningkat lingkunagn ekstrim, mukosa, otot, dan Jaringan Observasi (dermis epidermis) jaringan x ...... jam diharapkan tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi integritas (5) kulit (mis. perubahan suhu penurunan mobilitas) dan/atau ligament). Kerusakan jaringan menurun Terapeutik (5) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah Penyebab Kerusakan Perubahan sirkualsi Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan) Kekurangan / kelebihan volume cairan Penurunan mobilitas lapisan kulit baring Lakukan menurun (5) Nyeri menurun (5) pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu Perdarahan menurun (5) Bersihkan perineal dengan air Kemerahan menurun (5) hangat, terutama selama periode Hematoma menurun (5) diare Pigmentasi abnormal menurun (5) Bahan kimia iriatif Jaringan parut menurun (5) Suhu lungkungan yang Nekrosis menurun (5) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering Gunakan produk berhbahan ringan/ ekstrim Faktor mekanis (mis. Abrasi kornea menurun (5) alami dan hipoalergik pada kulit Suhu kulit membaik (5) sensitive penekanan pada Sensai membaik (5) tonjolan tulang, Tekstur membaik (5) gesekan) atau elektris elektrodiatermi, listrik faktor Pertembuhan (mis. membaik (5) energy bertegangan samping terapi rambut menggunakan pelembab (mis.lotion, serum) Edukasi Anjurkan minum air yang cukup Kelembaban Anjurkan Neuropati asupan meningkatkan asupan buah dan sayur terpapar informasi tentang upaya mempertahankan /melidungi meningkatkan nutrisi Proses penuaan Kurang (mis. lotion, serum) Anjurkan radia kulit) alkohol pada kulit kering anjurkan Anjurkan menggunakan pelembab tinggi) Efek Hindari produk berbahan dasar intergitas Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim Anjurkan mengguanakn SFP minimal 30 saat berada di luar ruangan Anjurkan Gejala Tanda dan Mayor mandi dan mengguanakan sabun secukupnya Subjektif : (Tidak tersedia) Objektif : Kerusakan Perawatan Luka (L.14564) integritas jaringan dan/atau lapisan kulit Observasi Monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran,bau) Monitor tanda-tanda infeksi Gejala Tanda dan Minor Subjektif : (Tidak tersedia) Objektif Nyeri Perdarahan Terapeutik Lepaskan plester Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih Hematoma kebutuhan Imobilisasi dan secara perlahan Kemerahan Kondisi Klinis Terkait balutan nontoksik, sesuai Bersihkan jaringan nekrotik Berikan salep sesuai jenis luka Gagal jantung kongestif prtahankan Gagal ginjal melakukan perawatan luka Diabetes mellitus Imunodefisiensi AIDS) teknik steril saat Ganti balutan sesuai eksudat dan (mis. drainase Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,251,5 g/kgBB/hari Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkytancus), jika perlu Edukasi Jelaskan tanda dan gejala infeksi Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu H. IMPLEMENTASI Dilaksanakan sesuai intervensi I. EVALUASI 1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan) 2. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu) DAFTAR PUSTAKA Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica. Aesculpalus, FKUI, Jakarta. Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya Medika. Brunner, Suddart. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Carpenito, Lynda Juall, ( 2000 ), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,. Penerjemah Monica Ester, Jakarta : EGC. Smeltzer, S.C & Bare, B.R (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner dan suddarth. Jakarta: EGC. Tim Pokja SDKI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI LEMBAR PENGESAHAN Denpasar, 2020 Mengetahui, Pembimbing / CT Mahasiswa I Ketut Suardana, S.Kp., M.Kes Ni Komang Ayu Candra Monika NIP. 196509131989031002 NIM. P07120320062