Uploaded by candramonika57

LP Fraktur

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR
OLEH:
NI KOMANG AYU CANDRA MONIKA
NIM. P07120320062
KELAS B/ PROFESI NERS
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR
A. PENGERTIAN
1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.
2. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Menurut jumlah garis fraktur :
a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
d) Segmental Fraktur (bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling
berhubungan)
2) Menurut luas garis fraktur:
a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
3) Menurut bentuk fragmen :
a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
(1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka <1 cm.
(2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
(3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,
kontaminasi besar.
b) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a.
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a.
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b.
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c.
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
(Mansjoer, 2000)
3. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh
kondisi lain menurut( Appley dan Salomon,1995) fraktur dapat terjadi karena:
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan
a) Bila terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena
pemukulan
melintang
(pukulan
dan
sementara)
kerusakan
pada
biasanya
kulit
menyebabkan
diatasnya.
fraktur
Penghancuran
kemungkinan dapat menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas.
b) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
2) Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan
fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan
berbaris dengan jarak jauh.
3) Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh
karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya
tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.
4. Patofisiologi
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak tertangani,
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen.
(Brunner & Suddart, 2000)
5. Tahap Penyembuhan Tulang
1) Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang
berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2) Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan
menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3) Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulangawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-
4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrus
4) Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu
3-4 bulan.
5) Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan
osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
(Smeltzer dan Bare,2002)
B. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala attau manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat
keparahan trauma serta lokasi fraktur. Menurut (Smeltzer dan Bare,2002) manifestasi
klinis fraktur antara lain:
1. Nyeri
Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang akan timbul bilamana
jaringan rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsangan
nyeri (Arthur C Guyton, 1983).
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan
mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat disekitar fraktur seperti pembuluh darah,
saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan terjadinya
trauma dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P, Bradikinin,
Prostaglandin) yang akan merangsang neuroreseptor kemudian dialirkan ke dorsal
horn pada medulla spinalis ke traktus spinotalamikus lateral ke kortek cerebri dan
akhirnya dipersepsikan nyeri.
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dan Kehilangan Fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena
fungsi normal otot bergantung pada
intregitas
tulang tempat
melengketnya otot.
3.
Pemendekan Tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4.
Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5.
Edema
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera
6.
Kontusis
Adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul (mis.
pukulan,tendangan, atau jatuh).
7.
Strain
Tarikan otot akibat pengunaan berlebihan,atau ster yang berlebihan, strain
adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan pendarahan ke dalam jaringan.
8.
Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan
menyempit atau memutar.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik
dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera
pada daerah tersebut
C. PATHWAY
Trauma langsung
Trauma tidak langsung
Kondisi patologis
Fraktur
Diskontinuitas tulang
Pergeseran fragmen tlg
Nyeri Akut
Kerusakan fragmen tlg
Perubahan jaringan sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Spasme otot
Deformitas
Peningkatan tek kapiler
Tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari kapiler
Melepaskan katekolamin
Ggn fungsi ekstermitas
Pelepasan histamin
Metabolisme asam lemak
Gangguan Mobilitas Fisik
Protein plasma hilang
Bergabung dg trombosit
Laserasi kulit
Edema
Emboli
Penekanan pembuluh
darah
Menyumbat pembuluh
darah
Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan
Perfusi Perifer Tidak
Efektif
Mengenai jaringan kutis dan sub
kutis
Perdarahan
Risiko Infeksi
Kehilangan volume cairan
Risiko Hipovolemia
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya :
a. Foto rotgen
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi pada
tulang. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar patahan
tulang.
b. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang
rawan.
d. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji
perfusi arteri.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih rendah
bila terjadi pendarahan karena trauma.
f. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp
cedera. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis.
(Mansjoer, 2000)
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi
dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :
a. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode balance
skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan traksi kulit Bryant,
sedangkan anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell.
1. Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4
bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk
kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk
gerakan ekstensi dan fleksi.
2. Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai
bawah ditopang oleh pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12
minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadangkadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu
dipasang gips hemispica atau cast bracing.
3. Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi
kulit, kemudian ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan beban
1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4. Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang
sling di daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan
dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4
minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum
kuat benar.
b. Operatif
a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan KWire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal
fixation).
ORIF merupakan metode penata pelaksanaan patah tulang dengan
cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang
bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan
diteliti, Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen yang telah mati diiringi
dari luka. Fraktur direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal
kembali,
sesudah
reduksi,
fragmen
–
fragmen
tulang
dipertahankan dengan alat – alat urto pedih berupa Pin, Pelat, srew, paku.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan
klien.
Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakitpenyakit
tertentu
seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s
yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
5)
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik
6)
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Kaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien
akan
kehilangan
peran
dalam
keluarga
dan
dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Pemeriksaan Head to Toe
(1)
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
(2)
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
(3)
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
(4)
Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5)
Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
(7)
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8)
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
(9)
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
3) Keadaan Lokal
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time € Normal < 3 detik“
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan
perlu
dideskripsikan
permukaannya,
konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (mis. abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan).
2. Gangguan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
gangguan
muskuloskeletal
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif.
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteridan/vena, kurang aktivitas fisik.
5. Gangguan
integritas
kulit/jaringan
berhubungan
dengan
penurunan
mobilitas, faktor mekanis (mis. penekanan padatonjolan tulang, gesekan).
H. RENCANA KEPERAWATAN
NO.
1.
STANDAR DIAGNOSA
STANDAR LUARAN
STANDAR INTERVENSI
KEPERAWATAN
KEPERAWATAN INDONESIA
KEPERAWATAN INDONESIA
INDONESIA (SDKI)
(SLKI)
(SIKI)
Nyeri Akut (D. 0077)
Setelah
Definisi:
keperawatan selama .... x .... jam Observasi
Pengalaman
sensorik
dilakukan
atau diharapkan
Nyeri
tindakan Manajemen Nyeri
Berkurang
 Identifikasi
lokasi,
emosional yang berkaitan dengan dengan kriteria hasil :
durasi,
kerusakan jarigan actual atau Tingkat nyeri :
intensitas nyeri
fungsional,
mendadak
dengan
atau
lambat
onset
dan
frekuensi,
 Identifikasi skala nyeri
 Meringis menurun (5)
 Identifikasi
respons
 Sikap protektif menurun (5)
yang berlangsung kurang dari 3
 Gelisah menurun (5)
bulan.
 Kesulitan tidur menurun (5)
memperberat
 Menarik diri menurun (5)
memperingan nyeri
 Berfokus pada diri sendiri
 Agen pencedera fisiologis
kualitas
 Keluhan nyeri menurun (5)
berintensitas ringan hingga berat
Penyebab:
karakteristik,
menurun (5)
 Diaforesis menurun (5)
nyeri
,
non
verbal
 Identifikasi
 Identifikasi
faktor
nyeri
pengetahuan
yang
dan
dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi
pengaruh
budaya
(mis.
Inflamai,iskemia,
neoplasma
cedera
 Agen pencedera kimiawi
(mis.
 Perasan
Terbakar,
bahan
takut
mengalami
berulang menurun
(5)
 Agen pencedera fisik (mis.
 Ketegangan otot menurun
 Frekuensi nadi membaik (5)
 Pola napas membaik (5)
terpotong,
 Tekanan darah membaik (5)
berat,
prosedur
trauma,
operasi,
latihan
fisik
berlebih)
 Nafsu makan membaik (5)
 Pola tidur membaik (5)
 Melaporkan nyeri terkontrol
 Kemampuan
 Mengeluh nyeri
Tampak meringis

Bersikap
protektif
mengenali
penyebab nyeri (5)
(mis.
posisi
 Kemampuan
analgetik
Terapeutik
 Berikan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
music, biofeedback, terapi pijat,
teknik
imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kemampuan

Waspada,
mengenali
onset nyeri (5)
Objektif
terapi
 Monitor efek samping penggunaan
aromaterapi,
(5)
Subjektif
keberhasilan
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
Kontrol Nyeri
Gejala dan Tanda Mayor
 Monitor
komplementer yan sudah diberikan
Abses, amputasi, terbakar,
mengangkat
 Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
(5)
kimia iritan)
terhadap respon nyeri
menggunakan
teknik non-farmakologis (5)
 Kontrol
lingkungan
yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
menghindari nyeri)
 Dukungan
orang terdekat

Gelisah

Frekuensi nadi meningkat
 Keluhan nyeri (5)

Sulit tidur
 Penggunaan analgesic (5)
(5)
 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
Gejala dan Tanda Minor
pemicu
Subjektif
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
-
 Anjurkan memonitor nyeri secara
Objektif

Tekanan darah meningkat

Pola napas berubah

Nafsu makan berubah

Proses berpikir terganggu

Menarik diri

Berfokus pada diri sendiri

Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
 Kondisi pembedahan
mandiri
 Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
analgetik,
 Cedera traumatis
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
 Infeksi
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
 Sindrom koroner akut
intensitas, frekuensi, durasi)
 Glaukoma
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi
analgesic
kesesuaian
(mis.
Narkotika,
jenis
non
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan
jenis
analgesic
yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan
infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan
serum
kadar
dalam
 Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respon
pasien
 Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan efek
samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
2.
Gangguan
Mobilitas
Fisik Setelah
dilakukan
tindakan Dukungan Ambulasi (I.06171)
(D.0054)
keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Definisi :
menit diharapkan mobilitas fisik
Keterbatasan dalam gerakan fisik meningkat dengan kriteria hasil:
dari satu atau lebih ekstremitas
 Pergerakan ekstemitas (5)
secara mandiri
 Kekuatan otot (5)
 Rentang gerak (ROM) (5)
 Identifikasi
adanya
nyeri
atau
keluhan fisik lainnya
 Identifikasi
toleransi
fisik
melakukan ambulasi
 Monitor
frekuensi
jantung
dan
Penyebab :
 Kerusakan
integritas
struktur tulang
 Perubahan metabolisme
 Ketidakbugaran fisik
 Nyeri (5)
tekanan darah sebelum memulai
 Kecemasan (5)
ambulasi
 Kaku sendi (5)
 Gerakan tidak terkoordinasi
(5)
 Penuruna kendali otot
 Gerakan terbatas (5)
 Penurunan kekuatan otot
 Kelemahan fisik (5)
 Keterlambatan
perkembangan
 Kekuatan sendi
 Monitor
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi
 Efek agen farmakologis
mobilisasi
 Libatkan keluarga untuk membantu
ambulasi
persentil ke-75 sesuai usia
melakukan
fisik, jika perlu
 Malnutrisi
 Indeks massa tubuh di atas
selama
Terapeutik
pasien
 Gangguan neuromuskular
umum
melakukan ambulasi
 Kontraktur
 Gangguan muskuloskeletal
kondisi
dalam
meningkatkan
Edukasi
 Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
 Program pembatasan gerak
harus dilakukan (mis. berjalan dari
 Nyeri
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
 Kurang terpapar informasi
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
tentang aktivitas fisik
 Kecemasan
 Gangguan kognitif
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
 Keengganan
Observasi
melakukan
 Identifikasi
pergerakan
 Gangguan sensori persepsi
 Monitor
Subjektif
sulit
menggerakkan ekstremitas
 Kekuatan otot menurun
(ROM)
menurun
Subjektif
fisik
frekuensi
jantung
dan
mobilisasi
kondisi
umum
selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi
dengan
Gejala dan Tanda Minor
toleransi
tekanan darah sebelum memulai
 Monitor
Objektif
gerak
atau
melakukan pergerakan
Gejala dan Tanda Mayor
 Rentang
nyeri
keluhan fisik lainnya
 Identifikasi
 Mengeluh
adanya
aktivitas
mobilisasi
alat bantu (mis.
pagar
tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi dini
 Nyeri saat bergerak
 Enggan
 Libatkan keluarga untuk membantu
melakukan
dalam
meningkatkan
pergerakan
pergerakan
 Merasa
pasien
cemas
saat
bergerak
Objektif
Edukasi
 Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
mobilisasi
 Sendi kaku
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
 Gerakan terbatas
harus
 Fisik lemah
tempat tidur, duduk di sisi tempat
dilakukan
(mis.
duduk
di
tidur, pindah dari tempat tidur ke
Kondisi Klinis Terkait
 Stroke
 Cedera medulla spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Osteoarthritis
 Ostemalasia
 Keganasan
kursi)
3.
Setelah diberikan asuhan
Resiko Infeksi (D.0142)
Pencegahan Infeksi
Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama …x...jam
Observasi
peningkatan terserang organisme diharapkan dapat mengatasi Resiko
Monitor tanda dan gejela infeksi
patogenik
Infeksi dengan kriteria hasil:
local dan sitemik
Faktor Resiko :
Tingkat infeksi
 Penyakit
kronis
(mis.
Diabetes militus)
Terapeutik
Kebersihan tangan meningkat
 Batasi jumlah pengunjung
(5)
 Berikan perawatan kulit pada area
 Efek prosedur invasive
Kebersihan badan meningkat
 Malnutrisi
(5)
 Peningkatan
organisme
paparan
pathogen
lingkungan
 Ketidakadekuatan
edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah
Nafsu makan meningkat (5)
kontak
Demam menurun (5)
lingkungan pasien
dengan
pasien
dan
 Pertahankan kondisi aseptik pada
Kemerahanmenurun (5)
Nyeri menurun (5)
pasien beresiko tinggi
Bengkak menurun (5)
Edukasi
 Gangguan peristaltic
Vesikel menurun (5)

 Kerusakan integritas kulit
Cairan berbau busuk menurun
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan
 Perubahan sekresi pH
(5)
 Penurunan kerja silialis
Sputum
 Ketuban pecah lama
menurun (5)
pertahanan tubuh primer
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
benar
berwarna
hijau
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara
memeriksa
kondisi
 Ketuban
pecah
sebelum
Drainase purulenmenurun (5)

Pluria menurun (5)
waktunya
 Merokok
Periode malaise menurun (5)
 Status cairan tubuh
Periode
 Ketidakadekuatan
(5)
pertahanan tubuh sekunder
menggigil menurun
Letargi menurun (5)
 Imununosupresi
(5)
 Leukopenia
Kadar
 Supresi respon inflamasi
membaik (5)
 Faksinasi tidak adekuat
Kultur darah membaik (5)
kognitif menurun
sel
darah
putih
Kultur urine membaik (5)
Kultur sputum membaik (5)
 Luka bakar
Kultur area luka membaik (5)
obstruktif
kronis
 Diabetes militus
 Tindakan infasif
 Kondisi penggunaan terapi
asupan
meningkatkan
asupan
nutrisi

Anjurkan
 Kolaborasi
jika perlu
 AIDS
paru
meningkatkan
Kolaborasi
Gangguan
 Penyakit
Anjurkan
cairan
 Penurunan hemoglobin
Kondisi klinis terkait :
luka atau luka oprasi
Kultur feses membaik (5)
pemberian
imunisasi,
steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban
pecah
sebelum
waktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
4.
Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah
dilakukan
tindakan Perawatan Sirkulasi
(D.0009)
keperawatan selama ... x ... jam Observasi
Definisi:
diharapkan
Perfusi
Perifer  Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
Penurunan sirkulasi darah pada Meningkat dengan kriteria hasil :
level
kapiler
yang
dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
nadi
perifer
meningkat (5)
 Penyembuhan luka meningkat
Penyebab:
 Hiperglikemia
 Penurunan
 Kekuatan
(5)
konsentrsai
 Sensasi meningkat
perifer,
edema,
pengisian
kapiler,
warna, suhu, ankle-brachial index)
 Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
orang
(mis.
tua,
diabetes,
perokok,
hipertensi dan
kolesterol tinggi)
kadar
 Warna kulit pucat menurun (5)
hemoglobin
 Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
 Peningkatan tekanan darah
 Edema perifer menurun (5)
 Kekurangan volume cairan
 Nyeri ekstremitas menurun (5)
Terapeutik
 Penurunan
 Pasastesia menurun (5)
 Hindari
aliran
arteri
dan/atau vena
 Kurang terpapar informasi
tentang
factor
pemberat
pemasangan
 Kelemahan otot menurun (5)
pengambilan
 Kram otot menurun (5)
keterbatasan perfusi
 Bruit femoralis menurun (5)
darah
infus
atau
di
area
 Hindari pengukuran tekanan darah
(mis. Merokok, gaya hidup
 Nekrosis menurun (5)
pada ekstremitas dengan keterbatasan
monoton, trauma, obesitas,
 Pengisian kapiler membaik (5)
perfusi
asupan garam, imobilitas)
 Akral membaik (5)
 Kurang terpapar informasi
tentang proses penyakit (mis.
Diabetes
mellitus,
hyperlipidemia)
 Kurang aktivitas fisik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
 Hindari penekanan dan pemasangan
 Trugor kulit membaik (5)
 Tekanan
darah
 Tekanan
 Indeks
membaik (5)
 Lakukan pencegahan infeksi
darah
diastolik  Lakukan hidrasi
Edukasi
arteri
rata-rata  Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
mebaik (5)
membaik (5)
sistolik
tourniquet pada area yang cedera
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
membaik (5)
 Tekanan
-
bengkak pada ekstremitas
ankle-brachial  Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
 Anjurkan
Objektif
 Pengisian kapiler >3 detik
 Nadi perifer menurun atau
 Akral teraba dingin

 Turgor kulit menurun
pengontrol
Anjurkan menggunakan obat penurun
darah,
antikoagulan,
dan
penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan
 Warna kulit pucat
obat
tekanan darah secara teratur
tekanan
tidak teraba
minum
menghindari penggunaan
obat penyekat beta
 Anjurkan melakukan perawatan kulit
Gejala dan Tanda Minor
yang
Subjektif
kulitkering pada kaki)
 Anjurkan
 Parastesia
 Nyeri
tepat
ekstremitas
(klaudikasi intermiten)
(mis.
program
melembabkan
rehabilitasi
vaskular
 Anjurkan
program
diet
untuk
Objektif:
memperbaiki sirkulasi (mis. rendah
 Edema
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
 Penyembuhan luka lambat
 Informasikan tanda dan gejala darurat
 Indeks ankle-brachial<0,90
yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit
 Bruit femoral
yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
Kondisi Klinis Terkait
 Tromboflebitis
 Diabetes mellitus
 Anemia
Manajemen Sensasi Perifer
 Gagal jantung kongestif
Observasi
 Kelainan jantung kongenital

penyebab
perubahan
sensasi
 Thrombosis arteri
 Varises
Identifikasi

Identifikasi
 Thrombosis vena dalam
pengikat,
 Sindrom kompartemen
pakaian

penggunaan
prostesis,
sepatu
alat
dan
Periksa perbedaan sensasi tajam atau
tumpul

Periksa perbedaan sensasi panas atau
dingin

Periksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda

Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu

Monitor perubahan kulit

Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik

Hindari
yang
pemakaian
berlebihan
benda-benda
suhunya
(terlalu
panas atau dingin)
Edukasi

Anjurkan
penggunaan
termometer
untuk menguji suhu air

Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak

Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid,
jika perlu
5.
Gangguan
Integritas
Setelah
keperawatan
diberikan
asuhan
selama
Perawatan Integritas Kulit (L.11353)
Kulit/ Jaringan (D.0129)
……..
Definisi :
Integritas Kulit
Kerusakan
dan/atau
kulit
(membrane
kornea,
fasia,
 Identifikasi
penyebab
gangguan
meningkat dengan kriteria hasil:
atau
 Elastisitas meningkat (5)
sirkualsi, perubahan status nutrisi,
 Hidrasi meningkat (5)
penurunan
kelembaban,
 Perfusi jaringan meningkat
lingkunagn
ekstrim,
mukosa,
otot,
dan Jaringan
Observasi
(dermis
epidermis)
jaringan
x ...... jam diharapkan
tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi
integritas
(5)
kulit
(mis.
perubahan
suhu
penurunan
mobilitas)
dan/atau ligament).
 Kerusakan jaringan menurun Terapeutik
(5)
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
Penyebab
 Kerusakan
 Perubahan sirkualsi
 Perubahan status nutrisi
(kelebihan
atau
kekurangan)
 Kekurangan / kelebihan
volume cairan
 Penurunan mobilitas
lapisan
kulit
baring
 Lakukan
menurun (5)
 Nyeri menurun (5)
pemijatan
pada
area
penonjolan tulang, jika perlu
 Perdarahan menurun (5)
 Bersihkan
perineal
dengan
air
 Kemerahan menurun (5)
hangat, terutama selama periode
 Hematoma menurun (5)
diare
 Pigmentasi
abnormal
menurun (5)
 Bahan kimia iriatif
 Jaringan parut menurun (5)
 Suhu lungkungan yang
 Nekrosis menurun (5)
 Gunakan
produk
berbahan
petroleum atau minyak pada kulit
kering
 Gunakan produk berhbahan ringan/
ekstrim
 Faktor
mekanis
(mis.
 Abrasi kornea menurun (5)
alami dan hipoalergik pada kulit
 Suhu kulit membaik (5)
sensitive
penekanan
pada
 Sensai membaik (5)
tonjolan
tulang,
 Tekstur membaik (5)
gesekan)
atau
elektris
elektrodiatermi,
listrik
faktor
 Pertembuhan
(mis.
membaik (5)
energy
bertegangan
samping
terapi
rambut
menggunakan
pelembab
(mis.lotion, serum)
Edukasi
 Anjurkan minum air yang cukup
 Kelembaban
 Anjurkan
 Neuropati
asupan
meningkatkan
asupan
buah dan sayur
terpapar
informasi tentang upaya
mempertahankan
/melidungi
meningkatkan
nutrisi
 Proses penuaan
 Kurang
(mis. lotion, serum)
 Anjurkan
radia
kulit)
alkohol pada kulit kering anjurkan
 Anjurkan menggunakan pelembab
tinggi)
 Efek
 Hindari produk berbahan dasar
intergitas
 Anjurkan
menghindari
terpapar
suhu ekstrim
 Anjurkan
mengguanakn
SFP
minimal 30 saat berada di luar
ruangan
 Anjurkan
Gejala Tanda dan Mayor
mandi
dan
mengguanakan sabun secukupnya
Subjektif :
(Tidak tersedia)
Objektif :
 Kerusakan
Perawatan Luka (L.14564)
integritas
jaringan dan/atau lapisan
kulit
Observasi
 Monitor karakteristik
luka
(mis.
drainase, warna, ukuran,bau)
 Monitor tanda-tanda infeksi
Gejala Tanda dan Minor
Subjektif :
(Tidak tersedia)
Objektif
 Nyeri
 Perdarahan
Terapeutik
 Lepaskan
plester
 Cukur rambut di sekitar daerah
luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih
 Hematoma
kebutuhan
 Imobilisasi
dan
secara perlahan
 Kemerahan
Kondisi Klinis Terkait
balutan
nontoksik,
sesuai
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep sesuai jenis luka
 Gagal jantung kongestif
prtahankan
 Gagal ginjal
melakukan perawatan luka
 Diabetes mellitus
 Imunodefisiensi
AIDS)
teknik
steril
saat
 Ganti balutan sesuai eksudat dan
(mis.
drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap
2 jam atau sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,251,5 g/kgBB/hari
 Berikan
suplemen
vitamin
dan
mineral (mis. vitamin A, vitamin
C,
Zinc,
asam amino), sesuai
indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi
saraf transkytancus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement
(mis. enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
 Kolaborasi
pemberian
antibiotik,
jika perlu
H. IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai intervensi
I. EVALUASI
1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada
intervensi keperawatan)
2. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien
terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica.
Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta:
Widya Medika. Brunner, Suddart. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall, ( 2000 ), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,.
Penerjemah Monica Ester, Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.R (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner
dan suddarth. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
LEMBAR PENGESAHAN
Denpasar,
2020
Mengetahui,
Pembimbing / CT
Mahasiswa
I Ketut Suardana, S.Kp., M.Kes
Ni Komang Ayu Candra Monika
NIP. 196509131989031002
NIM. P07120320062
Download