LAPORAN KASUS LUKA BAKAR PEMBIMBING : dr. Anthony Heryanto, Sp.B dr. Marisa Skolastika dr. Fenny Shuriana DISUSUN OLEH: Abraham Albert Nugraha PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA PERIODE DUA TAHUN 2020 RS KARTIKA CIBADAK KABUPATEN SUKABUMI 2020 1 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang mengenai “Luka Bakar”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menjalani Program Internsip Dokter Indonesia . Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan moril dari berbagai pihak, sehingga dengan hormat penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Anthony Heryanto, Sp.B, dr. Marisa Skolastika, dan dr Fenny Shuriana selaku dokter pembimbing. Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik komentar yang bersifat membangun diharapkan dapat dijadikan perbaikan di masa datang. Penulis berharap semoga laporan kasus ini memberikan manfaat bagi semua pihak. 29 Juni 2020 Penulis 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II LAPORAN KASUS........................................................................... 2 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 8 A. ANATOMI 8 B. FISIOLOGI 10 C. ETIOLOGI 10 D. PATOGENESIS 11 E. DIAGNOSIS 12 F. DIAGNOSIS BANDING 19 G. TATALAKSANA 20 H. KOMPLIKASI 23 BAB IV ANALISIS KASUS.......................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA 32 2 BAB I PENDAHULUAN Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). Kerusakan ini dapat menyertakan jaringan bawah kulit.1 Menurut WHO terdapat sekitar 180.000 kematian setiap tahunnya. Dan luka bakar yang tidak menyebabkan kematian, dapat juga menyebabkan komorbid. Luka bakar dapat menyebabkan kerusakan kosmetik dan bahkan fungsional tubuh. Kerusakan kosmetik dan fungsional tubuh dapat memberikan efek kepada sosial ekonomi juga. Komorbid ini dapat menyebabkan sang penderita kehilangan pekerjaan dan dikucilkan karena penampilannya setelah terkena luka bakar. Hal ini diperparah dengan angka kejadian luka bakar terdata banyak mengenai masyarakat sosial ekonomi rendah. Menurut WHO mortalitas luka bakar 7 kali lipat lebih tinggi pada masyarakat dengan ekonomi rendah dibanding ekonomi tingga.2 Di Indonesia sendiri, kontak dengan air panas pada anak kecil adalah penyebab tersering terjadinya luka bakar pada anak kecil. Luka bakar merupakan kejadian yang bersifat high volume, high risk, high cost. Angka kejadian luka bakar cukup tinggi, dengan resiko kematian yang cukup tinggi pula, dan memerlukan biaya pengobatan yang tidak murah. Tatalaksana luka bakar sebelum tahun 2018 masih bervariasi dan tidak terstandarisasi sehingga dibuatlah panduan penatalaksanaan luka bakar oleh Kemenkes Indonesia.1 Berdasarkan pendahuluan diatas penulis tertarik untuk membuat laporan kasus tentang Luka Bakar. BAB II LAPORAN KASUS 1 IDENTITAS PASIEN Nama Pasien :An. RMY Umur : 9 Bulan Jenis Kelamin : Laki - laki Pekerjaan : Tidak Bekerja Alamat : Kabupaten Sukabumi, Cibadak Waktu Pemeriksaan : 27 Juni 2020 B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Wajah terkena air panas Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD dibawa oleh orang tuanya dikarenakan ketumpahan air panas kurang lebih 1 jam SMRS. Air yang tertumpah ke pasien adalah air yang baru saja mendidih. Air panas mengenai wajah, telinga, leher, dada bagian atas, dan lengan atas kanan pasien. Beberapa kulit pasien ada yang mengelupas dan ada bagian kulit yang menggelembung. Ibu pasien sedang merebus air untuk ayah pasien untuk minum kopi. Saat air baru saja dipindahkan ke gelas yang diletakkan di atas meja, pasien berjalan ke arah gelas tersebut dan berusaha menggapai gelas tersebut. Meja lebih tinggi daripada pasien, alhasil air panas tertumpah ke wajah pasien. Pasien sudah sebelumnya sudah berusaha mengolesi seluruh luka dengan pasta gigi. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat ke klinik terdekat rumahnya 1/2 jam sebelumnya dan diberi salep antibiotik dan disarankan untuk segera ke IGD. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga : 2 Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi Riwayat Psikososial : Pasien adalah anak yang aktif dan sangat penasaran akan hal - hal yang baru. C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Pasien Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Compos Mentis Frekuensi Nadi : 138 x/menit Frekuensi Nafas : 34 x/menit Suhu Tubuh : 36,9 o C Berat Badan : 8,4 kg Status Generalis : Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut Mata : Kedua konjungtiva mata tidak anemis. Sklera tidak ikterik. Palpebra superior dan inferior kiri dan kanan tidak ada pembengkakkan. Pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Refleks cahaya langsung dan tidak langsung baik. Mata tidak cekung Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada serumen Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada sekret 3 Mulut : Tidak ada sianosis perioral, bibir lembab, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 Leher : Pembesaran KGB -/Thorax : Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri simetris, barrel chest (-), pergerakan dinding dada simetris, Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan, tidak semakin besar ataupun kecil. Perkusi : Sonor seluruh lapang paru Auskultasi : S1 S2 reguler, Murmur(-), Gallop (-), Bunyi jantung tambahan (-) Abdomen: Inspeksi: Perut rata, umbilikus masuk merata, distensi (-), perubahan warna (-), Ascites (-), spider navy (-), sianosis (-) Auskultasi : Bising usus (+), Metallic sound (-), Bising aorta (-) Perkusi : Nyeri ketok (-), Timpani Palpasi : Nyeri tekan (-), Supel Ekstremitas: Akral hangat, CRT<2 detik, Sianosis (-), Edema (-), Deformitas (-), Inguinal - genitalia - anus : Tidak diperiksa Status Lokalis: Wajah : - Tampak multiple bula kencang berisi cairan bening dengan berbagai macam diameter dari kurang lebih 1cm sampai 5 cm. 4 - Tampak pengelupasan epidermis pada palpebra superior dextra sepanjang kurang lebih 3 cm. Dasar berupa dermis. Permukaan basah. Sisa epidermis masih tampak pada tepi - tepi jejas - Tampak bula pecah pada pipi kanan pasien berdiameter kurang lebih 2-3 cm. Sisa epidermis masih tampak. Dasar jejas dermis dan permukaan jejas basah. Telinga Kanan : - Tampak pengelupasan epidermis pada pangkal telinga kanan pasien kurang lebih 1 x 2cm. Dasar dermis. Dasar jejas masih basah Leher : - Tampak jejas pengelupasan epidermis pada leher kanan sampai ke dagu kurang lebih 2 x 3 cm. Dasar dermis. Dasar jejas masih basah. - Tampak bula kencang pada leher kanan bagian bawah memanjang berukuran kurang lbeih 2 x 0,5 cm. Dada atas kanan : - Tampak jejas pengelupasan epidermis dengan dasar dermis. Jejas masih basah. - Tampak multiple bula kencang pada di atas jejas sebelumnya berukuran 0,5 x 0,25 cm. Lengan kanan atas perbatasan dengan lengan kanan bawah - Tampak bula kencang bediameter kurang lebih 1 cm. Dasar eritem. Tampak seperti bekas tergesek. 5 Gambar 2.1 Gambar 2.2 6 Gambar 2.3 Gambar 2.4 D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hemoglobin : 10,4 g/dL (N: 10,5-13,5 g/dL) Hematokrit : 28,7 % (N: 33,0-40,0 %) Jumlah Leukosit : 14.600 /uL (N: 4.000-10.000 /uL) Jumlah Trombosit : 381.000/uL (N: 150.000-350.000/uL) Hitung Jenis Basofil : 0% (N: 0-1%) 7 Eosinofil : 2% (N: 1-3%) Batang :2% (N: 2-6%) Segmen : 43% (N: 50-70%) Limfosit : 47% (N: 20-40%) Monosit : 6% (N: 2-8%) GDS: 233 mg/dL (N: 70-180 mg/dL) E. DIAGNOSIS KERJA Luka Bakar Grade IIA TBSA 10% F. ANJURAN PENATALAKSANAAN Kuratif : - Debridement lokal, buang kulit yang terkelupas. Bersihkan jejas dengan NaCl steril lalu tutup dengan sufratul + kassa lembab. Ganti balut kassa dan sufratul setiap 2 hari. - Posisikan leher ekstensi agar tidak terjadi kontraktur - Observasi jalan nafas, pastikan tidak ada edem laring - Resusitasi cairan dengan D5 1/4 NS sebanyak 630 cc pada 8 jam pertama dan 630 cc pada 16 jam selanjutnya. Pada hari selanjutnya 806 cc/24 jam. - Injeksi Ceftriaxone 2x420 mg iv. G. PROGNOSIS : Ad Vitam : Dubia ad Bonam Ad Sanationam : Dubia ad Bonam Ad Functionam : Dubia ad Bonam H. EDUKASI : Perlunya pemberian cairan tambahan untuk pasien agar tidak terjadi dehidrasi mengingat pada luka bakar penguapan cairan tubuh berlangsung lebih cepat. Mengajarkan pada orang tua bahwa leher pasien harus dalam posisi diekstensikan agar tidak terjadi kontraktur 8 Mengajarkan pentingnya higenitas pada luka bekas air panas agar tidak terjadi infeksi sekunder. BAB III TINJAUAN PUSTAKA STRUKTUR KULIT Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : 1.Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, 2.Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan 3.jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis)3 9 Gambar 3.1 Struktur Kulit 1. Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar kulit, yang terdiri dari : 4 Stratum korneum, yaitu sel yang telah mati, selnya tipis, datar, tidak mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin. Stratum lusidum, yaitu sel bentuk pipih, mempunyai batas tegas, tetapi tidak ada inti. Lapisan ini terdapat pada telapak kaki. Dalam lapisan ini terlihat seperti pita yang bening, batas-batas sudah tidak begitu terlihat. Stratum glanulosum, sel ini berisi inti dan glanulosum. Zona germinalis, terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel yang tidak tegas. Sel berduri, yaitu sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan yang lainnya, sehingga setiap sel seakan-akan tampak berduri. Sel basale, sel ini secara terus-menerus memproduksi sel epidermis baru. Sel ini disusun dengan teratur, berurutan dan rapat sehingga membentuk lapisan pertama atau lapisan dua sel pertama dari sel basal yang posisinya diatas papilla dermis 10 Gambar 3.2 Epidermis Dermis Dermis terletak dibawah lapisan epidermis. Dermis merupakan jaringan ikat longgar dan terdiri atas sel-sel fibrinoplas yang mengeluarkan protein kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen dan elastin tersusun secara acak, dan menyebabkan dermis terenggang dan memiliki daya tahan. Seluruh dermis terdapat pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan sebasea. Pada dermis terdapat sel mast yang berfungsi mengeluarkan histamin selama cidera atau peradangan dan makrofag yang memililki fungsi memfagositosis sel-sel mati dan mikroorganisme. Dermis terdiri dari dua lapisan; lapisan atas yaitu pars papilaris (stratum papilaris), dan bagian bawah yaitu pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun atas serabut-serabut; serabut kolagen, serabut elastic, dan serabut retikulus .3 11 Gambar 3.3 Dermis Hipodermis Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan berkurang lemaknya dan akibatnya kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.3 12 Gambar 3.4 Hipodermis FUNGSI KULIT 4 Kulit pada manusia mempunyai banyak fungsi yang berguna dalam menjaga homeostatis tubuh : 1. Fungsi Absorpsi Kulit tidak dapat menyerap air, tetapi dapat menyerap larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, oksigen, karbondioksida. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, dan metabolism. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada melalui muara kelenjar. 2. Fungsi Ekskresi Kulit berfungsi sebagai tempat pembuangan suatu cairan yang keluar dari dalam tubuh dengan perantara 2 kelenjar keringan, yakni kelenjar keringat sebaseae dan kelenjar keringat. 3. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh Sistem pengaturan suhu dilakukan dengan melebarkan pembuluh darah. Kulit akan mengeluarkan sejumlah keringat dalam keadaan panas melalui pori-pori, panas dalam tubuh dibawa keluar bersama keringat. Sebaliknya, jika kondisi udara dingin, pembuluh darah akan mengecil. Pengecilan pembuluh darah ini bertujuan untuk menahan panas keluar dari tubuh yang berlebihan. Dengan adanya sistem pengaturan ini, maka suhu tubuh akan selalu dalam kondisi stabil. 4. Fungsi Pelindung Kulit dapat melindungi tubuh dari gangguan fisik berupa tekanan dan gangguan yang bersifat kimiawi. Selain itu, kulit juga dapat melindungi kita dari gangguan biologis seperti halnya serangan bakteri dan jamur. Kulit juga menjaga tubuh agar tidak kehilangan banyak cairan dan melindungi tubuh dari sinar UV. 5. Fungsi Peraba 13 Pada lapisan dermis terdapat kumpulan saraf yang bisa menangkap rangsangan beruupa suhu, nyeri dan tekanan. Rangsangan tersebut akan disampaikan ke otak sebagai pusat informasi sehingga dapat mengetahui apa yang dirasakan. C. DEFINISI DAN ETIOLOGI LUKA BAKAR Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma panas atau trauma dingin (frost bite) . Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). 1 14 PENILAIAN LUAS DAN DALAM LUKA BAKAR Penilaian Luas luka Bakar Untuk melakukan penilaian area luas luka bakar secara baik dan benar dibutuhkan penggunaan metode kalkulasi seperti “Rule of Nines” untuk dapat menghasilkan pesentasi total luas luka bakar (%TBSA). “Rule of Nine” membagi luas permukaan tubuh menjadi multiple 9% area, kecuali perineum yang diestimasi menjadi 1%. Formula ini sangat berguna karena dapat menghasilkan kalkulasi yang dapat diulang semua orang. 1 Gambar 3.5 Rule of Nine Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar pada luka bakar yang tidak luas dapat menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan pasien yang dianggap memiliki 1% total body surface area ( TBSA). Metode ini sangat berguna 15 bila pasien memiliki luka bakar kecil yang tersebar sehingga tidak dapat menggunakan metode “Rule of Nine”. 1 Gambar 3.6 Palmar Area Untuk Estimasi Ukuran Luka Bakar Kecil Penggunaan “Rule of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien dewasa, namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan karena proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda dengan pasien dewasa. Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil dan bahu dan kepala yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu, penggunaan “Rule of Nine” t idak disarankan untuk pasien anak-anak karena dapat menghasilkan estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat.1 Sehingga pada anak - anak dibuatlah sistem pengukuran luas luka bakar tersendiri oleh WHO.5 Gambar 3.7 Luas Luka Bakar pada Anak (WHO) 16 Penilaian Kedalaman Luka Bakar Berdasarkan kedalaman jaringan luka bakar yang rusak, luka bakar dibagi menjadi 3 klasifikasi besar yaitu luka bakar superficial, mid dan deep. Klasifikasi yang lebih lanjut diperjelas menjadi epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep dermal atau full-thickness. 1 Gambar 3.8 Kedalaman Luka Bakar 17 Tabel 3:Kedalaman Luka Bakar, Gejala, dan Tanda a. Luka bakar superfisial Luka bakar superfisial adalah luka bakar yang dapat sembuh secara spontan dengan bantuan epitelisasi. Luka bakar superfisial dibagi dua yaitu luka bakar epidermal d an superficial dermal.1 Luka bakar epidermal. Luka bakar yang hanya terkena pada bagian epidermis pasien. Penyebab tersering luka bakar ini adalah matahari dan ledakan minor. Lapisan epidermis yang bertingkat terbakar dan mengalami proses penyembuhan dari regenerasi lapisan basal epidermis. Akibat dari produksi mediator inflamasi yang meningkat, luka bakar ini menjadi hiperemis dan cukup menyakitkan. Dapat sembuh dalam waktu cepat (7 hari), tanpa meninggalkan bekas luka kosmetik.1 Luka bakar superficial dermal. Luka bakar yang terkena pada bagian epidermis dan bagian superfisial dermis (dermis papiler). Ciri khas dari tipe luka 18 bakar ini adalah muncullnya bula. Bagian kulit yang melapisi bula telah mati dan terpisahkan dari bagian yang masih viable dengan membentuk edema. Edema ini dilapisi oleh lapisan nekrotik yang disebut bula. Bula dapat pecah dan mengekspos lapusan dermis yang dapat meningkatkan kedalaman dari jaringan yang rusak pada luka bakar. Oleh karena saraf sensoris yang terekspos, luka bakar kedalaman ini biasanya sangat nyeri. Dapat sembuh secara spontan dengan bantuan epiteliassi dalam 14 hari yang meninggalkan defek warna luka yang berbeda dengan kulit yang tidak terkena. Namun eskar tidak terjadi dalam tipe luka bakar ini.1 Gambar 3.9 : Luka Bakar Superfisial b. Luka bakar Mid-dermal Luka bakar mid-dermal a dalah luka bakar yang terletak diantara luka bakar superficial dermal dan deep dermal. Pada luka bakar mid-dermal j umlah sel epitel yang bertahan untuk proses re-epitelisasi sangat sedikit dikarenakan luka bakar yang agak dalam sehingga penyembuhan luka bakar secara spontan tidak selalu terjadi. Capillary refilling pada pasien dengan luka bakar kedalaman ini biasanya berkurang dan edema jaringan serta bula akan muncul. Warna luka bakar pada kedalaman ini berwarna merah muda agak gelap, namun tidak segelap pada pasien luka bakar deep dermal . Sensasi juga berkurang, namun rasa nyeri tetap ada yang menunjukkan 19 adanya kerusakan pleksus dermal dari saraf cutaneous.1 Gambar 3.10 Luka Bakar Mid Dermal c. Luka bakar deep Luka bakar deep m emiliki derajat keparahan yang sangat besar. Luka bakar kedalaman ini tidak dapat sembuh spontan dengan bantuan epitelisasi dan hanya dapat sembuh dalam waktu yang cukup lama dan meninggalkan bekas eskar yang signifikan. Luka bakar deep-dermal. Luka bakar dengan kedalaman deep-dermal biasanya memiliki bula dengan dasar bula yang menunjukkan warna blotchy red pada reticular dermis. Warna blotchy red d isebabkan karena ekstravasasi hemoglobin dari sel darah merah yang rusak karena rupturnya pembuluh darah. Ciri khas pada luka bakar kedalaman ini disebut dengan fenomena capillary blush. P ada kedalaman ini, ujung-ujung saraf pada kulit juga terpengaruh menyebabkan sensasi rasa nyeri menjadi hilang. Luka bakar full thickness. Luka bakar tipe ini merusak kedua lapisan kulit epidermis dan dermis dan bisa terjadi penetrasi ke struktur-struktur yang lebih 20 dalam. Warna luka bakar ini biasanya berwarna putih dan waxy a tau tampak seperti gosong. Saraf sensoris pada luka bakar full thickness sudah seluruhnya rusak menyebabkan hilangnya sensasi pinprick. Kumpulan kulit-kulit mati yang terkoagulasi pada luka bakar ini memiliki penampilan leathery, yang disebut eskar. 1 Gambar 3.11 Luka Bakar Deep E. KLASIFIKASI LUKA BAKAR1 1. Luka bakar ringan Kriteria luka bakar ringan: a. TBSA ≤15% pada dewasa b. TBSA ≤10% pada anak c. Luka bakar full-thickness dengan TBSA ≤2% pada anak maupun dewasa tanpa mengenai daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum. 2. Luka bakar sedang Kriteria luka bakar sedang: a. TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full thickness <10% b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar full-thickness <10% c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa masalah 21 kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau perineum 3. Luka bakar berat Kriteria luka bakar berat: a. TBSA ≥25% b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik. e. Semua luka bakar listrik f. Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk F. TATALAKSANA1 Primary Survey1 Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan manajemen emergensi. a. (Airway) : Penalataksanaan jalan nafas dan manajemen trauma cervical b. (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi c. (Circulation) : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan d. (Disability) : Status neurogenik e. (Exposure) : Pajanan dan Pengendalian lingkungan 2. Secondary survey 1 Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat. a. Riwayat penyakit Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang diderita pasien 22 sebelum terjadi trauma: A (Allergies) : Riwayat alergi M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma L (Last meal) : Makan terakhir E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma b. Mekanisme trauma Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan lingkungan: 1) Luka bakar: a) Durasi paparan b) Jenis pakaian yang digunakan c) Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas d) Kecukupan tindakan pertolongan pertama 2) Trauma tajam: a) Kecepatan proyektil b) Jarak c) Arah gerakan pasien saat terjadi trauma d) Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah 3) Trauma tumpul: a) Kecepatan dan arah benturan b) Penggunaan sabuk pengaman c) Jumlah kerusakan kompartemen penumpang d) Ejeksi (terlontar) e) Jatuh dari ketinggian f) Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas c. Pemeriksaan survei sekunder 1) Lakukan pemeriksaan head to toe examination m erujuk pada pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life support) 2) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat 3) Persiapkan dokumen transfer 3. Tatalaksana Bedah Emergensi 1 23 a. Eskarotomi Pengertian : Tindakan insisi eskar yang melingkari dada atau ekstremitas. Tujuan: 1) Mencegah gangguan breathing. 2) Mencegah penekanan struktur penting pada ekstremitas (pembuluh darah, saraf). Eskarotomi dilakukan bila ada indikasi. Indikasi: pada luka bakar yang mengenai seluruh ketebalan dermis sehingga timbul edema yang dapat menjepit pembuluh darah, misalnya luka bakar melingkar di ekstremitas dan dada. Prosedur: 1) Diagnosis: a) Eskar melingkar di dada dan esktremitas. b) Eskar : struktur putih / pucat yang bersifat tidak nyeri dan umumnya akan mengeras. c) Tanda-tanda gangguan breathing: frekuensi napas meningkat. d) Tanda-tanda penekanan struktur penting: jari-jari terasa baal, nyeri, pucat, dingin, tidak bisa digerakkan. 2) Persiapan alat: a) Mata pisau No. 15 b) Betadine c) Kauter d) Kasa steril e) Perban elastik f) Plester 3) Tindakan a) Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis. 24 b) Dilakukan insisi eskarotomi: Pada dada : di linea midaksilaris bilateral. Pada antebraki : di linea midulnar dan midradial. Pada kruris: di linea medial dan lateral. Pada dorsum manus dan dorsum pedis : umumnya 3 insisi berbentuk kipas. c) Dilakukan hemostasis. d) Penutupan dengan kasa steril dan perban elastik pada ekstremitas dan plester pada dada. Gambar. 3.12 Garis Eskarotomi b. Fasciotomi Dilakukan bila ada indikasi tanda-tanda sindroma kompartemen: terasa keras pada palpasi, sensasi perifer menghilang secara progresif, dan nadi tidak teraba. 4. Dokumentasi 1 a. Buat Catatan hasil resusitasi dan hasil pemeriksaaan b. Minta persetujuan pasien untuk dokumentasi fotografi dan persetujuan prosedur c. Berikan profilaksis tetanus jika diperlukan. 25 5. Re-Evaluasi 1 a. Re-Evaluasi Primary Survey, khususnya untuk: 1) Gangguan pernafasan 2) Insufisiensi sirkulasi perifer 3) Gangguan neurologis 4) Kecukupan resusitasi cairan 5) Penilaian radiologi 6) Pencatatan warna urin untuk deteksi haemochromogens b. Pemeriksaan Laboratorium: 1) Hemoglobin / Hematokrit 2) Ureum / Creatinin 3) Elektrolit 4) Urin mikroskopik 5) Analisis gas darah 6) Karboksihemoglobin 7) Kadar gula darah 6. Kebutuhan cairan 1 Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika memungkinkan timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis. Data-data ini sangat diperlukan untuk menghitung menggunakan formula resusitasi cairan yaitu Parkland formula. Parkland formula: 3 - 4ml x kgBB x %TBSA Perhitungan kebutuhan cairan dilalukan pada waktu pasien mengalami trauma luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan cairan RL, 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu 24 jam pertama. Tahap I diberikan 8 jam dan tahap 2 diberikan 16 jam setelahnya. Cairan harus diberikan menggunakan 2 jalur IV line (ukuran 16 G untuk dewasa), diutamakan untuk dipasang pada kulit yang tidak terkena luka bakar. Rumus maintenance d ewasa (Post resusitasi fase akut 24 jam pertama) : (1500xTBSA) + ((25+%LB) x TBSA)) 26 Untuk pasien anak dengan prinsip yang sama menggunakan Formula Parkland + Cairan Rumatan : 3-4 ml x kgBB x %TBSA dan ditambah rumus maintenance cairan mengandung NaCl dengan Na+ 1-2 mEq/kg/24 jam dan glukosa 4-5 mg/kg berat badan/menit (untuk neonatus glukosa dapat diberikan hingga 8 mg/kg berat badan/menit). Rumus maintenance a nak (Post resusitasi fase akut 24 jam pertama): 100ml/kg untuk 10 kg pertama +50ml/kg untuk 10 kg kedua +20ml/kg untuk 10 kg berikutnya Cara yang paling mudah dan dapat dipercaya untuk memonitor kecukupan resusitasi adalah pemasangan kateter urin. Pemasangan kateter urin menjadi sangat penting pada pemantauan dan menjadi suatu keharusan dilakukan pada: 1) Luka Bakar >10% pada anak-anak, dan 2) Luka Bakar > 20% pada dewasa. Urine Output (UO) harus dipertahankan dalam level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1.0-1.5 ml/kgBB/jam pada anak untuk menjaga perfusi organ. Lakukan pemeriksaan diagnosis laboratorium: Darah perifer lengkap, analisis gas darah, elektrolit serum, serum lactate, albumin, SGOT, SGPT, Ureum/ Creatinin, glukosa darah, urinalisa, dan foto toraks. Asidosis yang jelas (pH <7.35) pada analisis gas darah menunjukkan adanya perfusi jaringan yang tidak adekuat yang menyebabkan asidosis laktat, maka harus dilakukan pemantauan hemodinamik dan titrasi cairan resusitasi/jam jika diperlukan, sampai tercapai target Urine Output (UO) harus dipertahankan dalam level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1.0-1.5 ml/kgBB/jam pada anak. Hemoglobinuria: kerusakan jaringan otot akibat termal trauma listrik tegangan tinggi, iskemia menyebabkan terlepasnya mioglobin dan hemoglobin. Urine yang mengandung hemochromogen ini berupa warna merah gelap. Gagal ginjal akut, merupakan kondisi yang sangat mungkin ditemui karena penimbunan deposit hemochromogen di tubulus proksimal dan dibutuhkan terapi yang sesuai yaitu: 1) Penambahan cairan hingga produksi urin mencapai 2ml/Kg/jam 2) Dianjurkan pemberian manitol 12,5 g dosis tunggal selama 1 jam/L bila tidak tercapai produksi urin 2cc/kgBB/jam meskipun sudah ditambahkan titrasinya. 27 7. Perawatan luka pada luka bakar 1 Salah satu manajemen luka bakar adalah penggunaan balutan atau wound dressing. Pemilihan pembalut luka (dressing) harus menyerupai fungsi normal kulit yaitu sebagai proteksi, menghindari eksudat, mengurangi nyeri lokal, respon psikologis baik, dan mempertahankan kelembaban dan menghangatkan guna mendukung proses penyembuhan. Penutupan luka dengan kasa berparafin / vaselin sebagai dressing primer atau dressing yang langsung bersentuhan dengan luka. Ditutup dengan kasa berlapis tanpa menimbulkan gangguan sirkulasi perifer sebagai dressing sekunder, lalu ditutup dengan elastic perban sebagai dressing tersier. Kekurangan dari pembalut luka tradisional (kasa berparafin) adalah adhesi dan oklusi, sakit pada saat ganti balutan, dan penumbuhan bakteri. Sedangkan pembalut luka modern seperti Transparent Film Dressing (Cling Film), Foam Dressing, Hydrogel, dan yang terbaru Nano Crystalline Silver, memiliki kelebihan mudah dipakai, tidak nyeri saat diganti, bacterial barrier, lembab dan hangat, dan membantu proses penyembuhan luka. Berdasarkan berbagai literatur, balutan / dressing yang paling ideal untuk pasien luka bakar belum ditemukan. Kriteria Ideal Dressing Luka Bakar berdasarkan Balutan untuk luka bakar dangkal (derajat 2A) dapat menggunakan film dressing, karena dapat menutup area yang luas, mudah untuk memonitor kedalaman luka (transparan) tanpa harus buka balutan, tidak nyeri pada waktu penggantian balutan. Untuk luka bakar dalam (derajat 2B) dapat menggunakan kasa berparafit atau salep antibiotik seperti Silver Sulfadiazin krim, atau yang sesuai dengan pola kuman seperti gentamisin krim untuk pseudomonas dan mupirocin salep untuk MRSA. Bentuk yang lebih praktis adalah nanocrystal silver untuk luka bakar dalam derajat 2B dan 3 dengan eskar yang tipis karena kemampuannya untuk membunuh bakteri yang luas dan menembus eskar. Untuk luka bakar derajat 3 dengan eskar yang tebal kami selalu lakukan eskarotomi dini, karena dibawah eskar terdapat kolonisasi bakteri dan eskar itu sendiri memicu inflamasi berlebihan. Eskarotomi dini terbukti menurunkan angka kematian. 28 Tabel 4: Kriteria Penggantian Balutan Pembersihan luka pada trauma luka bakar juga merupakan salah satu langkah terpenting untuk manajemen dan pencegahan infeksi pada luka serta membantu untuk memulai proses penyembuhan luka. Pada luka bakar yang bersih (kebanyakan luka bakar bersih). Pembersihan harus dilakukan selembut mungkin untuk menghindari cedera lapisan bawah epidermis, yang bertanggung jawab untuk regenerasi dan penyembuhan luka. Sedangkan untuk luka yang terkontaminasi atau terinfeksi, pembersihan harus dilakukan secara agresif, menyeluruh, dan sesering mungkin untuk menghilangkan biofilm yang terdapat pada luka. Namun, dalam beberapa kasus, ketika biofilm tidak menanggapi irigasi, eksisi bedah dengan debridement disarankan untuk mencegah terjadinya infeksi yang diinduksi oleh biofilm. Hanya jaringan yang mati dan tight debris yang dibuang saat prosedur STSG, kemudian irigasi dilakukan kembali selama beberapa hari dan dinilai ulang untuk kemungkinan debridement l ebih lanjut. Penggunaan air keran biasa aman dan efektif untuk melakukan pembersihan dan irigasi luka baka. Namun, penelitian juga menemukan bahwa saline lebih bermanfaat dibandingkan air keran dalam prosedur irigasi luka bakar. Akan tetapi jenis cairan apapun dapat digunakan untuk pembersihan luka selama cairan tersebut steril atau mempunyai sedikit dekontaminasi. Irigasi cairan pada luka bakar harus dilakukan secara rutin. Pada luka bakar yang terinfeksi dengan biofilm yang terlihat jelas, penggunaan antiseptik/ antimikrobials dapat digunakan topikal, setelah irigasi 29 dilakukan untuk menyerang bakteri dan organisme yang muncul setelah proses pembersihan luka. Antiseptik dan antimicrobial juga dapat digunakan sebagai agen dekontaminasi setelah debridement untuk mencegah terbentuknya saluran untuk bakteri masuk ke peredaran darah. Kontrol Infeksi Infeksi pada pasien luka bakar adalah salah satu penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas pada pasien. Terdapat berbagai macam teknik telah diaplikasikan untuk mengurangi resiko infeksi pada pasien luka bakar. Salah satu cara dalam mencegah terjadinya infeksi adalah melakukan eksisi yang dini, skin graft d an penggunaan antibiotik sistemik, terutama pada pasien luka bakar dengan kedalaman deep-dermal (25). Eksisi tangensial dan split thickness skin graft ( STSG) dini dapat menurunkan inflamasi, infeksi, kolonisasi kuman, dan sepsis, mempercepat penyembuhan luka, menurunkan lama rawat. Pembedahan dini pada luka bakar bertujuan untuk life saving, limb saving a tau sebagai upaya mengurangi penyulit sehubungan dengan dampak yang bisa timbul akibat masih adanya jaringan nekrotik yang melekat pada bagian tubuh yang terbakar dan juga kaitannya dengan proses penyembuhan luka. Pertimbangan lain dilakukan dini karena kondisi pasien masih relatif baik dan risiko yang relatif lebih kecil dibandingkan bila ditunda dimana sudah terjadi penyulit yang kompleks. Janzekovic 1970 melaporkan hasil yang baik menggunakan konsep pembedahan dini berupa eksisi eschar dan penutupan luka dengan skin grafting pada berbagai variasi kedalaman. Eksisi dini dan grafting menurunkan insiden sepsis, menurunkan mortalitas dan menurunkan lama perawatan pada pasien luka bakar. Rehabilitasi1 Luka bakar dapat mencetuskan berbagai masalah seperti nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, atrofi, kelemahan otot, kontraktur, perubahan penampilan, gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS), gangguan ambulasi, parut hipertrofik, dan masalah psikososial, yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan 30 disabilitas. Tata laksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar bertujuan untuk mencapai pemulihan fungsional semaksimal mungkin, mencegah disabilitas sekunder dan alih fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas permanen. Penentuan target tata laksana KFR ditentukan berdasarkan ekstensifikasi dan derajat berat luka bakar meliputi kedalaman luka di tingkat kutan dan subkutan, kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis pemulihan buruk. 1 Fokus dalam program tata laksana KFR pada luka bakar : a. Atrofi otot dan berkurangnya kekuatan, ketahanan, keseimbangan dan koordinasi otot akibat imobilisasi. b. Berkurangnya Lingkup Gerak Sendi (LGS) akibat deposisi jaringan fibrosa dan adhesi jaringan lunak di sekitar sendi akibat imobilisasi. c. Ankilosis dan deformitas akibat parut hipertrofik atau kontraksi jaringan lunak seperti jaringan parut, tendon, kapsul sendi dan otot akibat imobilisasi. d. Rekondisi kardiorespirasi, pneumonia hipostatik, trombosis vena dalam (DVT) dan ulkus dekubitus akibat imobilisasi. e. Terapi adjuvan untuk membantu penyembuhan luka bakar, kontrol infeksi luka dan edema ekstremitas. f. Terapi adjuvan untuk memperbaiki gejala akibat jaringan parut dan luka seperti parestesia dan nyeri. g. Penurunan kemampuan dalam melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS), belajar dan bekerja akibat luka bakar h. Tindak lanjut dalam pelayanan rawat jalan setelah pasien keluar dari rumah sakit. Tabel 5 : Tindakan Pencegahan Kontraktur Pasca Luka Bakar Bagian Tubuh Kontraktur yang umum Posisi yang disarankan 31 Alat bantuan untuk pengaturan posisi Leher terjadi Fleksi Bahu Aduksi Siku Fleksi atau Ekstensi Sedikit ekstensi • Aduksi horisontal 15° • abduksi 80° Ekstensi 5 derajat Neck collar, splint yang bentuknya sesuai (conform) dengan leher, tidak menaruh bantal di bawah leher Airplane splint Wedge splint untuk membantu memposisikan dalam kondisi abduksi Jika seluruh ekstremitas atas terkena dapat dibantu dengan alat berikut untuk menahan ekstremitas atas: -meja di samping tempat tidur - Side board/bedside extension Arm Trough Splint Elbow EXtension Splint Pergalangan Fleuksi atau tangan (Wrist) ektensi dorsal Netral atau sedikit ekstensi Sendi Hiperekstensi Metakarpofala ngeal (MCP) Fleksi 70-80 derajat Resting hand Splint Sendi interfalangeal (IP) Ekstensi Penuh Fleksi 32 Wrist Cock Up Splint Bagian dari resting hand splint Resting Hand Splint Panggul Fleksi Ekstensi Netral Abduksi 20 derajat Strap lebar yang lunak/lembut untuk menghindari posisi frog leg terutama pada anak anak Lutut Fleksi Ekstensi Knee extension splint, immobilizer Pergelangan kaki Plantarfleksi 90 derajat Posterios slab (back slab), Posisi netral dengan ankle pada posisi Dorsifleksi netral, Plantarfleksi inversi Sendi metatarsofala ngeal Dorsifleksi Netral, ekstensi jari jari kaki, supinasi/pronasi Mulut Microstomia Nostril Stenosis nares anterior Splint Mulut G. PROGNOSIS Oleh karena begitu lama dan panjangnya perawatan pada pasien luka bakar di seluruh unit luka bakar, penentuan prognosis mortalitas pada pasien luka bakar sangatlah penting untuk memprediksi hasil dari perawatan luka bakar tersebut. Terdapat hingga 45 macam model yang dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas dari pasien luka bakar. Salah satu model yang paling sering digunakan adalah ABSI (abbreviated burn severity index). 33 Tabel 6: ABSI BAB IV ANALISIS KASUS Berdasarkan kasus yang sudah dipaparkan dan dasar teori yang ada dapat dilihat bahwa Kasus kali ini mengenai pasien sejalan dengan dasar teori yang menyatakan bahwa penyebab luka bakar tersering pada anak kecil adalah luka bakar akibat air panas (52%). Pada kasus kali ini, pasien mengalami luka bakar akibat air panas 34 Diagnosis kerja pada kasus ini adalah luka bakar grade IIA (Kedalaman Mid, bagian superficial) dengan TBSA 10%. Berdasarkan dasar teori yang sudah disampaikan, gejala dan tanda yang ada pasien, benar bahwa kedalaman luka bakar adalah IIA (adanya bula kecil, dasar luka merah muda, dan sensoris rasa nyeri yang masih baik). IIA di sini merujuk pada luka bakar dengan kedalaman superfisial dermal. Untuk pengukuran TBSA pada pasien kurang lebih sudah tepat bila dibandingkan dengan pengukuran luas luka bakar pada anak menurut WHO (10% pada wajah, pada dada dan lengan pasien luka cukup kecil, jadi bisa diabaikan). Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien adalah - Debridement lokal, buang kulit yang terkelupas. Bersihkan jejas dengan NaCl steril lalu tutup dengan sufratul + kassa lembab. Ganti balut kassa dan sufratul setiap 2 hari. - Posisikan leher ekstensi agar tidak terjadi kontraktur - Observasi jalan nafas, pastikan tidak ada edem laring - Resusitasi cairan dengan D5 1/4 NS sebanyak 630 cc pada 8 jam pertama dan 630 cc pada 16 jam selanjutnya. Pada hari selanjutnya 806 cc/24 jam. - Injeksi Ceftriaxone 2x420 mg iv. Berdasarkan teori: - Tindakan debridement sudah benar untuk dilakukan demi mengurangi kemungkinan infeksi dan terjadinya kontraktur - Memposisikan leher pada posisi ekstensi sudah benar untuk mencegah kontraktur pada leher. Berdasarkan teori dapat ditambahkan splint pada mulut pasien agar tidak terjadi microstomia - Memastikan bahwa tidak ada edem pada jalur nafas pasien seharusnya dilakukan paling awal. Saat pasien datang seharusnya dilakukan tindakan primary survery dan secondary survey secara menyeluruh terlebih dahulu 35 -Pemberian resusitasi cairan dan cairan rumatan pada anak dengan luka bakar menggunakan rumus Parkland juga ditambah dengan cairan rumatan berdasarkan holiday segar. Parkland formula didapat sebesar : 8,4 kg x 3-4ml x 10% = 252 cc - 336 cc Holiday Segar formula didapat sebesar : 100ml/kg/hari x 8,4 = 840 cc Setelah dijumlah, jumlah cairan ini dibagi dua, sebagian untuk 8 jam pertama, lalu yang kedua untuk 16 jam seterusnya. Pemberian cairan untuk 8 jam pertama = (840cc + 336cc)/2 = 588 cc untuk 8 jam pertama. Pada anak - anak disarankan juga untuk memberikan glukosa per iv. Sedangkan pada orang dewasa pemberian RL lebih dianjurkan Pada pasien ini diiberika D5 1/4 NS sebanyak 630 cc pada 8 jam pertama, dan 630 cc pada 16 jam selanjutnya. Dan rumatan 806 cc / hari keesokan harinya. Hal ini tidak jauh berbeda dari perhitungan berdasarkan dasar teori yang sudah diberikan pada laporan kasus ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian cairan pada kasus ini sudah tepat. -Injeksi antibiotik broad spectrum pada pasien dengan luka bakar juga disarankan untuk mencegah infeksi. Pada luka bakar dengan kedalaman sampai deep juga disarankan untuk skin graft tetapi pasien hanya mengalami luka bakar yang bersifat superfisial. Sehingga tindakan pemberian antibiotik sudah tepat untuk dilakukan dan tidak memerlukan skin graft. 36 37 DAFTAR PUSTAKA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/555/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TENTANG TATALAKSANA LUKA BAKAR. http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No__HK_01 _07-MENKES-555-2019_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran _Tata_Laksana_Luka_Bakar.pdf diakses 29 Juni 2020, 2.38 WHO. 6 Maret 2018. Burns. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/burns diakses 29 Juni 2020, 3.00 Marlina. 2018. Luka Bakar http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_K ELUARGA/195902031986032-MARLINA/BU_112_Dasar_Rias/Bahan_ ajar_3_Dasar_Rias.pdf Diakses 30 Juni 2020, 08.00 NN. 2017. Laporan Kasus Luka Bakar. http://eprints.umm.ac.id/45567/3/BAB%20II.pdf . Diakses 30 Juni 2020, 09.00 WHO. 2016. Luka Bakar in "Buku Saku Kesehatan Anak di Rumah Sakit". https://www.ichrc.org/931-luka-bakar . Diakses 1 Juli 2020, 08.00. KEMENKES. 2019. KEPUTUSAN 38