BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti "instruksi" atau "ajaran" dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Kesusastraan menurut Badrun (1983:16) adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif. Sastra merupakan suatu kegiatan mengekspresikan diri yang diwujudkan dalam bentuk karya yang disebut karya sastra. Hal tersebut juga senada dengan pendapat Semi (1988:8) bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sedangkan menurut Sastra menurut Panuti Sudjiman (1986:68) yaitu sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya. Sastra boleh juga disebut karya seni karena didalamnya mengandung keindahan atau estetika. Sedangkan ilmu sastra adalah ilmu yang menyelediki karya sastra secara ilmiah atau bisa disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala sastra. Dalam ilmu satra terdapat disiplin ilmu yaitu teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra. Tiga disiplin ilmu tersebut merupakan merupakan pilar utama yang tidak dapat dipisahkan dalam ilmu sastra. Ketiga bidang tersebut saling membutuhkan dan saling melengkapi untuk menggali kedalaman sastra. Seperti halnya Kritik sastra yang memiliki peran besar dalam perkembangan teori sastra dan salah satu teori tersebut adalah resepsi sastra. Oleh karena itu, teori resepsi sastra adalah bagian yang tak terpisahkan dari kritik sastra. Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana pembaca memberikan makna terbadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat pasif. Yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu, atau dapat melihat hakikat estetika, yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga bersifat aktif yaitu bagaimana ia merealisasikannya. Karena itu, pengertian resepsi sastra mempunyai lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pengertian dari resepsi sastra? 2. Bagaimana sejarah perkembangan teori resepsi sastra? C. Tujuan 1. Mendeskripsi yang dimaksud dengan pengertian dari resepsi sastra. 2. Mendeskripsi sejarah perkembangan teori resepsi sastra. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Resepsi Sastra Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar atau membacanya. Dalam ilmu satra terdapat disiplin ilmu yaitu teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra. Tiga disiplin ilmu tersebut merupakan merupakan pilar utama yang tidak dapat dipisahkan dalam ilmu sastra. Ketiga bidang tersebut saling membutuhkan dan saling melengkapi untuk menggali kedalaman sastra. Seperti halnya Kritik sastra yang memiliki peran besar dalam perkembangan teori sastra dan salah satu teori tersebut adalah resepsi sastra. Oleh karena itu, teori resepsi sastra adalah bagian yang tak terpisahkan dari kritik sastra. Estetika resepsi meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Segers (1978: 35) meenjelaskan estetika resepsi secara ringkas bahwa estetika resepsi (esthetics of reception) dapat disebut sebagai ajaran yang menyelidiki teks sastra berdasarkan reaksi pembaca yang riil dan mungkin terhadap suatu teks sastra. Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana ”pembaca” memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu, atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga bersifat aktif, yaitu bagaimana ia merealisasikannya. Karena itu resepsi sastra mempunyai lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan (Junus, 1985:1). Dalam resepsi sastra ada anggapan bahwa ada suatu arti/makna tertentu dalam karya sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi tertentu. Ini disebabkan oleh adanya suatu latar belakang pemikiran tertentu pada masa itu yang menjadi pedoman bagi orang yang memahaminya. Dengan begitu, suatu karya akan punya nilai lampau dan makna kini (past significance dan present meaning). Adanya fenomena ini memungkinkan kita untuk menciptakan suatu suasana penerimaan tertentu berdasarkan ideoogi tertentu, suatu penerimaan model (Junus, 1985: 122-123). Kajian resepsi sastra yang dilakukan dalam mengkaji prosa fiksi di sini adalah bagaimana suatu teks direspons/diresepsi oleh seorang pengarang pada teks lainnya. Ini dikenal dengan intertekstual. Intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya. Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti penciptaannya dengan konsekuensi pembacanya juga, dilakukan tanpa sama sekali berhubungan teks lain yang dijadikan semacam contoh, teladan, kerangka, atau acuan (Teeuw, 2003: 145). Tujuan kajian intertekstual itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. penulisan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan tersebut (Nurgiyantoro, 1998: 15). Ratna (2008:165) mengemukakan secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris) yang berarti sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya sehingga dapat memberikan respons terhadapnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradopo (2007:206) bahwa resepsi sastra adalah estetika (ilmu keindahan) yang mengacu kepada tanggapan atau resepsi pembaca karya sastra dari waktu ke waktu. Selanjutnya, Endaswara (2008:118) mengemukakan bahwa resepsi berarti menerima atau penikmatan karya sastra oleh pembaca. Resepsi merupakan aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak kepada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Dalam meresepsi sebuah karya sastra bukan hanya makna tunggal, tetapi memiliki makna lain yang akan memperkaya karya sastra itu. Dengan demikian, resepsi sastra merupakan proses pemaknaan karya sastra oleh pembaca sehingga dapat mereaksi atau menanggapi karya sastra itu. Dengan perkataan lain, pengertian resepsi ialah reaksi pembaca terhadap sebuah teks. Dalam hal ini peranan pembaca menjadi penting karena orientasi terhadap teks dan pembaca menjadi landasan utamanya. B. Sejarah teori sastra Dalam resepsi sastra ada anggapan bahwa ada suatu arti/makna tertentu dalam karya sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi tertentu. Ini disebabkan oleh adanya suatu latar belakang pemikiran tertentu pada masa itu yang menjadi pedoman bagi orang yang memahaminya. Dengan begitu, suatu karya akan punya nilai lampau dan makna kini (past significance dan present meaning). Adanya fenomena ini memungkinkan kita untuk menciptakan suatu suasana penerimaan tertentu berdasarkan ideoogi tertentu, suatu penerimaan model (Junus, 1985: 122-123). Resepsi sastra dapat melahirkan tanggapan, reaksi atau respon terhadap sebuah karya sastra dikemukakan oleh pembaca sejak dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara pembaca yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan periode lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapan (verwachtingshorizon atau horizon of expectation). Cakrawala harapan ini adalah harapanharapan seorang pembaca terhadap karya sastra (Pradopo, 2003: 207). Cakrawala ini sebagai konsep awal yang dimiliki pembaca terhadap karya sastra ketika ia membaca sebuah karya sastra. Harapan itu adalah karya sastra yang dibacanya sejalan dengan konsep tenatang sastra yang dimiliki pembaca. Oleh karena itu, konsep sastra antara seorang pembaca dengan pembaca lain tentu akan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan cakrawala harapan seseorang itu ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menanggapi karya sastra. Teori resepsi antara lain dikembangkan oleh RT. Segers dalam bukunya Receptie Esthetika yang terbit tahun 1978. Di dalam pengantarnya ia menulis: Aan het eind van de jaren zestig werd in weat Duitsland de receptie esthetika geintroduceerd (Segers, 1978: 9). Ini berarti bahwa resepsi esthetika telah diperkenalkan di Jerman Barat pada akhir tahun 60an. la menunjuk artikel Roman Jacobson: Linguisties and Poeties tahun 1960 yang berisi sebuah model komunikasi. Sejarah Perkembangan Teori Resepsi Sastra Sejarah teori sastra dimulai dari antologi mengenai teori respsi sastra oleh Rainer Warning (1975) yang memasukkan karangan sarjana-sarjana dari Jerman. Sarjana pertama yang karangannya dimuat oleh Warning adalah penelitian Leo Lowenthal sebelum Perang Dunia Kedua yang mempelajari penerimaan terhadap karya-karya Dostoyevski di Jerman. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pandangan umum di Jerman ketika itu, dan bisa dikatakan bahwa ini juga merupakan pandangan dunia. Walaupun penelitian Lowenthal termasuk dalam penelitian sosiologi sastra, tetapi ia telah bertolak dari dasar yang kelak menjadi dasar teori resepsi sastra. Berdasarkan hasil penelitian Lowenthal ini, Warning (dalam Junus, 1985:29) memberikan konsep bahwa dalam teori resepsi sastra terhimpun sumbangan pembaca yang menentukan arah penelitian ilmu sastra yang mencari makna, modalitas, dan hasil pertemuan anatara karya dan khalayak melalui berbagai aspek dan cara. Selanjutnya, Warning memasukkan karangan dua sarjana dari Jerman, yakni Ingarden dan Vodicka. Ingarden berbicara tentang kongkretisasi dan rekonstruksi. Berangkat dari hakikat suatu karya yang penuh dengan ketidakpastian estetika, hal ini bisa dipastikan melalui kongkretisasi, sedangkan ketidakpastian pandangan dapat dipastikan melalui rekonstruksi, kedua hal ini dilakukan oleh pembaca. Vodicka juga berangkat dari karya. Karya dilihat sebagai pusat kekuatan sejarah sastra. Pembaca bukan hanya terpaut oleh kehadiran karya sastra, tetapi juga oleh penerimaannya. Dalam menganalisis penerimaan suatu karya sastra, kita harus merekonstruksi kaidah sastra dan anggapan tentang sastra pada masa tertentu. Selanjutnya melakukan studi tentang kongkretisasi karya sastra, dan terakhir mengadakan studi tentang keluasan/kesan dari suatu karya ke dalam lapangan sastra/bukan sastra. Selanjutnya, Pradopo (2008: 208) mengemukakan bahwa dalam karya sastra ada tempat-tempat terbuka (open plek) yang mengharuskan para pembaca mengisinya. Hal ini berhubungan dengan sifat karya sastra yang multi tafsir. Oleh karena itu, tugas pembacalah untuk memberi tanggapan estetik dalam mengisi kekosongan dalam teks tersebut. Pengisian tempat terbuka ini dilakukan melalui proses konkretisasi (hasil pembacaan) dari pembaca. Jika pembaca memiliki pengetahuan yang luas tentang kehidupan, pastilah konkretisasinya akan sempurna dalam mengisi tempat-tempat terbuka (open plak) dengan baik. Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan. Dalam memberikan sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial (Sastriyani, 2001: 253). Resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca (Rahmawati, 2008: 22). Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu. Menurut Pradopo (2007: 218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Teeuw (dalam Pradopo 2003: 207) menegaskan bahwa resepsi termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai menikmat karya sastra. Selain itu, pembaca juga yang menentukan makna dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Teori resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra dalam bentangan historis berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks pengalaman kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah sastra sangat penting, yang terakhir memanifestasikan dirinya sebagai proses resepsi pasif yang merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat memecahkan bentuk dan permasalahan moral yang ditinggalkan oleh karya sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan permasalahan baru. Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks karya sastra menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula dari sisi pengalamannya pada setiap periode atau zaman pembacaannya. Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas pengalaman sebelumnya. Metode resepsi ini diteliti tanggapan-tanggapan setiap periode, yaitu tanggapantanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya (Pradopo 2003: 209). Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya. Penutup Ada berbagai macam teori sastra yang diterapkan dalam menganalisis suatu karya sastra, dan di sini terfokus hanya pada teori resepsi sastra. Teori resepsi sastra yang bisa didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respons terhadapnya. Teori resepsi sastra merupakan teori yang memfokuskan pembaca pembaca sebagai subjek yang aktif dalam menanggapi dan memaknai sebuah karya sastra, dalam memaknai karya sastra tiap orang akan berbeda dengan orang lainnya, dan bukan hanya tiap orang akan tetapi tiap periode juga berbeda dalam memaknai karya sastra. Perbedaan itulah yang memunculkan akan adanya cakrawala harapan dan tempat terbuka. Dan ini dari estetika resepsi yakni bahwa karya sastra itu sejak terbitnya selalu mendapatkan resepsi atau tanggapan para pembacanya. Menurut jauss (1974: 12-3) apresiasi pembaca pertama terhadap sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan- tanggapan yang lebih lanjut dari generasi ke generasi. Dengan cara ini makna historis karya sastra akan ditentukan dan nilai estetiknya akan terungkap (Jauss, 1974: 14). Dalam menganalisis karya sastra yang menggunakan teori resepsi sebagai landasannya, maka bisa dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu dengan metode sinkronik dan diakronik. Di mana sinkronik merupakan penelitian terhadap karya sastra dalam kurun waktu yang sama atau era yang sama, dan biasanya karya sastra yang diteliti yaitu karya sastra yang lagi meledak atau booming pada saat itu. Sedangkan metode diakronik yaitu sebuah metode penelitian terhadap karya sastra dalam beberapa periode. Periode yang dimaksud di sini yakni dalam perjalanan waktu. Metode diakronik ini bisa diterapkan pada karya sastra yang memiliki sejarah. Umumnya penelitian resepsi diakronis dilakukan atas tanggapan pembaca yang berupa kritik sastra, baik yang termuat dalam media massa maupun dalam jurnal ilmiah. Resepsi sastra beorientasi pada pendekatan pragmatik yang memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca dalam karya sastra. Tanggapan pembaca terhadap sebuah karya sastra sejak dari dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara pembaca yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan periode lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapannya. Dari tanggapan pembaca kritis dari tahun 70-an, 80-an, dan 90-an baik pro maupun kontra pada cerpen Sri Sumarah karya Umar Kayam, Umar Kayam mampu melukiskan warna lokal yang sangat kental dalam kehidupan orang Jawa. Walaupun beberapa pembaca kritis menganggap cerpen ini terlalu banyak istilah Jawa yang akan menyulitkan pembaca non-Jawa. DAFTAR PUSTAKA Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia. Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar ilmu sastra : (Teori sastra) untuk Sekolah Menengah Tingkat Atas. Surabaya : Usaha Nasional Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Penerbit P.T. Gramedia. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra, Epistimologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Segers, R.T. 1978. Recepti -Esthetika. Netherlands: Huis aan dedrie grachten. Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Terjemahan Rachmat Djoko Pradopo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Cerita Kendhil Wesi dalam Kajian Resepsi Sastra Fera Dyan Pramesthy, 2102405014 (2012) Cerita Kendhil Wesi dalam Kajian Resepsi Sastra. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Abstract Pramesthy, Fera Dyan, 2012. Cerita Kendhil Wesi dalam Kajian Resepsi Sastra. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa. Fakultas Bahasa dan Seni. Unnes. Pembimbing I: Sucipto Hadi Purnomo, M.Pd. Pembimbing II: Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum Kata Kunci: resepsi sastra, pemahaman, penafsiran, legetica, poetica, konkretisasi. Cerita Kendhil Wesi merupakan cerita rakyat yang berupa sastra lisan di wilayah Wirosari, Kabupaten Grobogan. Cerita ini semula kurang mendapat perhatian dari masyarakat pendukungnya. Namun saat Hari Jadi Grobogan tahun 2003, cerita ini diangkat menjadi lakon dalam sebuah fragmen ketoprak mewakili Kecamatan Wirosari yang didukung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wirosari. Hal ini merupakan salah satu wujud bentuk resepsi terhadap karya sastra. Oleh karena itu dibuatlah penelitian ini untuk mengkaji lebih dalam analisis resepsi sastra terhadap Cerita Kendhil Wesi. Permasalahan pokok yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana resepsi warga di daerah sekitar Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan terhadap Cerita Kendhil Wesi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai resepsi Cerita Kendhil Wesi oleh warga di daerah sekitar Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori resepsi sastra yang mendasarkan kajiannya pada tanggapan pembaca atas sebuah karya sastra. Lebih spesifik lagi, penelitian ini didasarkan pada pendapat Jauss yang mengemukakan proses resepsi terjadi melalui tiga tahap yaitu understanding (pemahaman), interpretation (penafsiran) dan application (penerapan). Di dalam proses resepsi terdapat unsur-unsur resepsi menurut Segers yang meliputi empat unsur, yaitu: pembaca; legetica dan poetica; horizon penerimaan dan konkretisasi; serta evaluasi dan interpretasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik, fenomenologi dan kualitatif deskriptif dengan melalui kajian resepsi sastra. Sasaran yang ingin dituju dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui resepsi berupa kesan, tanggapan, reaksi, keberterimaan dan berbagai versi Cerita Kendhil Wesi bagi warga sekitar di daerah Wirosari, Kabupaten Grobogan. Narasumber yang menjadi pembaca Cerita Kendhil Wesi terdiri dari delapan pembaca. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi partisipasi, perekaman dan pencatatan. Teknik analisis data menggunakan analisis reseptif dan analisis sinkronis. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman yang terjadi pada tiap pembaca melalui legetica dan poetica membentuk suatu horizon penerimaan yang berbeda-beda bergantung pada pengaruh dalam dan luar pembaca. Horizon penerimaan mengawali terbentuknya konkretisasi yang merupakan penafsiran pembaca terhadap makna karya sastra. Konkretisasi mendorong adanya respons berupa variasi kesan, tanggapan, reaksi, keberterimaan dan versi Cerita Kendhil Wesi. Item Type: Thesis (Under Graduates) Uncontrolled resepsi sastra, pemahaman, penafsiran, legetica, poetica, konkretisasi Keywords: P Language and Literature > PI Oriental languages and literatures > PI1 Subjects: Indonesia > Pendidikan Bahasa dan Sastra P Language and Literature > P Philology. Linguistics Fakultas: Fakultas Bahasa dan Seni > Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa (S1) Depositing User: Hapsoro Adi Perpus Date Deposited: 09 May 2012 22:42 Last Modified: 09 May 2012 22:48 http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/jrnspirasi/article/view/2048/1592 http://www.jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/caraka/article/view/1573/698 http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/Linguistik/article/view/480/394 http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/Adabiyyat/article/view/682/623 https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/japliterature/article/view/3371/3304 http://eprints.unram.ac.id/3412/