Uploaded by User79419

Unggah

advertisement
A. Latar Belakang
Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’,
yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar ‘Sas’ yang
berarti "instruksi" atau "ajaran" dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa
Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis
tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Kesusastraan menurut Badrun (1983:16)
adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai,
dan bersifat imajinatif.
Sastra merupakan suatu kegiatan mengekspresikan diri yang diwujudkan dalam bentuk
karya yang disebut karya sastra. Hal tersebut juga senada dengan pendapat Semi (1988:8)
bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sedangkan menurut
Sastra menurut Panuti Sudjiman (1986:68) yaitu sebagai karya lisan atau tulisan yang
memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan
ungkapanya. Sastra boleh juga disebut karya seni karena didalamnya mengandung keindahan
atau estetika. Sedangkan ilmu sastra adalah ilmu yang menyelediki karya sastra secara ilmiah
atau bisa disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala sastra.
Dalam ilmu satra terdapat disiplin ilmu yaitu teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra.
Tiga disiplin ilmu tersebut merupakan merupakan pilar utama yang tidak dapat dipisahkan
dalam ilmu sastra. Ketiga bidang tersebut saling membutuhkan dan saling melengkapi untuk
menggali kedalaman sastra. Seperti halnya Kritik sastra yang memiliki peran besar dalam
perkembangan teori sastra dan salah satu teori tersebut adalah resepsi sastra. Oleh karena itu,
teori resepsi sastra adalah bagian yang tak terpisahkan dari kritik sastra.
Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana pembaca memberikan makna terbadap karya
sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya.
Tanggapan itu mungkin bersifat pasif. Yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami
karya itu, atau dapat melihat hakikat estetika, yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga
bersifat aktif yaitu bagaimana ia merealisasikannya. Karena itu, pengertian resepsi sastra
mempunyai lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan.
A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian dari resepsi sastra?
2. Bagaimana sejarah perkembangan teori resepsi sastra?
B. Tujuan
1. Mendeskripsi yang dimaksud dengan pengertian dari resepsi sastra.
2. Mendeskripsi sejarah perkembangan teori resepsi sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Resepsi Sastra
Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang
berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia
yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu
yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan
sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara
mendengar atau membacanya.
Dalam ilmu satra terdapat disiplin ilmu yaitu teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra.
Tiga disiplin ilmu tersebut merupakan merupakan pilar utama yang tidak dapat dipisahkan
dalam ilmu sastra. Ketiga bidang tersebut saling membutuhkan dan saling melengkapi untuk
menggali kedalaman sastra. Seperti halnya Kritik sastra yang memiliki peran besar dalam
perkembangan teori sastra dan salah satu teori tersebut adalah resepsi sastra. Oleh karena itu,
teori resepsi sastra adalah bagian yang tak terpisahkan dari kritik sastra.
Estetika resepsi meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi
reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Segers (1978: 35) meenjelaskan estetika resepsi
secara ringkas bahwa estetika resepsi (esthetics of reception) dapat disebut sebagai ajaran
yang menyelidiki teks sastra berdasarkan reaksi pembaca yang riil dan mungkin terhadap
suatu teks sastra.
Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana ”pembaca” memberikan makna terhadap karya
sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya.
Tanggapan itu mungkin bersifat pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami
karya itu, atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga
bersifat aktif, yaitu bagaimana ia merealisasikannya. Karena itu resepsi sastra mempunyai
lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan (Junus, 1985:1).
Dalam resepsi sastra ada anggapan bahwa ada suatu arti/makna tertentu dalam karya
sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi tertentu. Ini disebabkan oleh adanya suatu
latar belakang pemikiran tertentu pada masa itu yang menjadi pedoman bagi orang yang
memahaminya. Dengan begitu, suatu karya akan punya nilai lampau dan makna kini (past
significance dan present meaning). Adanya fenomena ini memungkinkan kita untuk
menciptakan suatu suasana penerimaan tertentu berdasarkan ideoogi tertentu, suatu
penerimaan model (Junus, 1985: 122-123).
Kajian resepsi sastra yang dilakukan dalam mengkaji prosa fiksi di sini adalah
bagaimana suatu teks direspons/diresepsi oleh seorang pengarang pada teks lainnya. Ini
dikenal dengan intertekstual. Intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih
kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya. Tidak
ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti penciptaannya dengan
konsekuensi pembacanya juga, dilakukan tanpa sama sekali berhubungan teks lain yang
dijadikan semacam contoh, teladan, kerangka, atau acuan (Teeuw, 2003: 145).
Tujuan kajian intertekstual itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih
penuh terhadap karya tersebut. penulisan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur
kesejarahannya sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur
kesejarahan tersebut (Nurgiyantoro, 1998: 15).
Ratna (2008:165) mengemukakan secara definitif resepsi sastra berasal dari kata
recipere (Latin), reception (Inggris) yang berarti sebagai penerimaan atau penyambutan
pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian
makna terhadap karya sehingga dapat memberikan respons terhadapnya. Hal ini sejalan
dengan pendapat Pradopo (2007:206) bahwa resepsi sastra adalah estetika (ilmu keindahan)
yang mengacu kepada tanggapan atau resepsi pembaca karya sastra dari waktu ke waktu.
Selanjutnya, Endaswara (2008:118) mengemukakan bahwa resepsi berarti menerima
atau penikmatan karya sastra oleh pembaca. Resepsi merupakan aliran yang meneliti teks
sastra dengan bertitik tolak kepada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap
teks itu. Dalam meresepsi sebuah karya sastra bukan hanya makna tunggal, tetapi memiliki
makna lain yang akan memperkaya karya sastra itu.
Dengan demikian, resepsi sastra merupakan proses pemaknaan karya sastra oleh
pembaca sehingga dapat mereaksi atau menanggapi karya sastra itu. Dengan perkataan lain,
pengertian resepsi ialah reaksi pembaca terhadap sebuah teks. Dalam hal ini peranan
pembaca menjadi penting karena orientasi terhadap teks dan pembaca menjadi landasan
utamanya.
B. Sejarah teori sastra
Dalam resepsi sastra ada anggapan bahwa ada suatu arti/makna tertentu dalam karya
sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi tertentu. Ini disebabkan oleh adanya suatu
latar belakang pemikiran tertentu pada masa itu yang menjadi pedoman bagi orang yang
memahaminya. Dengan begitu, suatu karya akan punya nilai lampau dan makna kini (past
significance dan present meaning). Adanya fenomena ini memungkinkan kita untuk
menciptakan suatu suasana penerimaan tertentu berdasarkan ideoogi tertentu, suatu
penerimaan model (Junus, 1985: 122-123).
Resepsi sastra dapat melahirkan tanggapan, reaksi atau respon terhadap sebuah karya
sastra dikemukakan oleh pembaca sejak dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara
pembaca yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan
periode
lainnya.
Hal
ini
disebabkan
oleh
perbedaan
cakrawala
harapan
(verwachtingshorizon atau horizon of expectation). Cakrawala harapan ini adalah harapanharapan seorang pembaca terhadap karya sastra (Pradopo, 2003: 207).
Cakrawala ini sebagai konsep awal yang dimiliki pembaca terhadap karya sastra ketika
ia membaca sebuah karya sastra. Harapan itu adalah karya sastra yang dibacanya sejalan
dengan konsep tenatang sastra yang dimiliki pembaca. Oleh karena itu, konsep sastra antara
seorang pembaca dengan pembaca lain tentu akan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan
cakrawala harapan seseorang itu ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan
kemampuan dalam menanggapi karya sastra.
Teori resepsi antara lain dikembangkan oleh RT. Segers dalam bukunya Receptie
Esthetika yang terbit tahun 1978. Di dalam pengantarnya ia menulis: Aan het eind van de
jaren zestig werd in weat Duitsland de receptie esthetika geintroduceerd (Segers, 1978: 9).
Ini berarti bahwa resepsi esthetika telah diperkenalkan di Jerman Barat pada akhir tahun 60an. la menunjuk artikel Roman Jacobson: Linguisties and Poeties tahun 1960 yang berisi
sebuah model komunikasi.
Sejarah Perkembangan Teori Resepsi Sastra
Sejarah teori sastra dimulai dari antologi mengenai teori respsi sastra oleh Rainer
Warning (1975) yang memasukkan karangan sarjana-sarjana dari Jerman. Sarjana pertama
yang karangannya dimuat oleh Warning adalah penelitian Leo Lowenthal sebelum Perang
Dunia Kedua yang mempelajari penerimaan terhadap karya-karya Dostoyevski di Jerman.
Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pandangan umum di Jerman ketika itu, dan
bisa dikatakan bahwa ini juga merupakan pandangan dunia. Walaupun penelitian Lowenthal
termasuk dalam penelitian sosiologi sastra, tetapi ia telah bertolak dari dasar yang kelak
menjadi dasar teori resepsi sastra. Berdasarkan hasil penelitian Lowenthal ini, Warning
(dalam Junus, 1985:29) memberikan konsep bahwa dalam teori resepsi sastra terhimpun
sumbangan pembaca yang menentukan arah penelitian ilmu sastra yang mencari makna,
modalitas, dan hasil pertemuan anatara karya dan khalayak melalui berbagai aspek dan cara.
Selanjutnya, Warning memasukkan karangan dua sarjana dari Jerman, yakni Ingarden
dan Vodicka. Ingarden berbicara tentang kongkretisasi dan rekonstruksi. Berangkat dari
hakikat suatu karya yang penuh dengan ketidakpastian estetika, hal ini bisa dipastikan
melalui kongkretisasi, sedangkan ketidakpastian pandangan dapat dipastikan melalui
rekonstruksi, kedua hal ini dilakukan oleh pembaca. Vodicka juga berangkat dari karya.
Karya dilihat sebagai pusat kekuatan sejarah sastra. Pembaca bukan hanya terpaut oleh
kehadiran karya sastra, tetapi juga oleh penerimaannya. Dalam menganalisis penerimaan
suatu karya sastra, kita harus merekonstruksi kaidah sastra dan anggapan tentang sastra pada
masa tertentu. Selanjutnya melakukan studi tentang kongkretisasi karya sastra, dan terakhir
mengadakan studi tentang keluasan/kesan dari suatu karya ke dalam lapangan sastra/bukan
sastra.
Selanjutnya, Pradopo (2008: 208) mengemukakan bahwa dalam karya sastra ada
tempat-tempat terbuka (open plek) yang mengharuskan para pembaca mengisinya. Hal ini
berhubungan dengan sifat karya sastra yang multi tafsir. Oleh karena itu, tugas pembacalah
untuk memberi tanggapan estetik dalam mengisi kekosongan dalam teks tersebut. Pengisian
tempat terbuka ini dilakukan melalui proses konkretisasi (hasil pembacaan) dari pembaca.
Jika pembaca memiliki pengetahuan yang luas tentang kehidupan, pastilah konkretisasinya
akan sempurna dalam mengisi tempat-tempat terbuka (open plak) dengan baik.
Resepsi
sastra merupakan aliran sastra
yang meneliti
teks sastra dengan
mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan. Dalam memberikan
sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial
(Sastriyani, 2001: 253).
Resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang diartikan sebagai penerimaan atau
penyambutan pembaca (Rahmawati, 2008: 22). Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai
pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan
respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan seorang
pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu.
Menurut Pradopo (2007: 218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu keindahan yang
didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Teeuw (dalam Pradopo
2003: 207) menegaskan bahwa resepsi termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya sastra
sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan
pembaca sebagai menikmat karya sastra. Selain itu, pembaca juga yang menentukan makna
dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang
memberikan nilai.
Teori resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra dalam bentangan historis
berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut bahwa sesuatu karya individu menjadi
bagian rangkaian karya lain untuk mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks
pengalaman kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah sastra
sangat penting, yang terakhir memanifestasikan dirinya sebagai proses resepsi pasif yang
merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat memecahkan bentuk dan
permasalahan moral yang ditinggalkan oleh karya sebelumnya dan pada gilirannya
menyajikan permasalahan baru.
Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks karya sastra
menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula dari
sisi pengalamannya pada setiap periode atau zaman pembacaannya. Pembacaan yang
beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula.
Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru
pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya.
Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer tetapi
dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas pengalaman sebelumnya.
Metode resepsi ini diteliti tanggapan-tanggapan setiap periode, yaitu tanggapantanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya (Pradopo 2003: 209). Pembacaan yang
beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula.
Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru
pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya.
Penutup
Ada berbagai macam teori sastra yang diterapkan dalam menganalisis suatu karya sastra, dan
di sini terfokus hanya pada teori resepsi sastra. Teori resepsi sastra yang bisa didefinisikan
sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat
memberikan respons terhadapnya. Teori resepsi sastra merupakan teori yang memfokuskan
pembaca pembaca sebagai subjek yang aktif dalam menanggapi dan memaknai sebuah karya
sastra, dalam memaknai karya sastra tiap orang akan berbeda dengan orang lainnya, dan
bukan hanya tiap orang akan tetapi tiap periode juga berbeda dalam memaknai karya sastra.
Perbedaan itulah yang memunculkan akan adanya cakrawala harapan dan tempat terbuka.
Dan ini dari estetika resepsi yakni bahwa karya sastra itu sejak terbitnya selalu mendapatkan
resepsi atau tanggapan para pembacanya. Menurut jauss (1974: 12-3) apresiasi pembaca
pertama terhadap sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan-
tanggapan yang lebih lanjut dari generasi ke generasi. Dengan cara ini makna historis karya
sastra akan ditentukan dan nilai estetiknya akan terungkap (Jauss, 1974: 14).
Dalam menganalisis karya sastra yang menggunakan teori resepsi sebagai landasannya, maka
bisa dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu dengan metode sinkronik dan diakronik.
Di mana sinkronik merupakan penelitian terhadap karya sastra dalam kurun waktu yang sama
atau era yang sama, dan biasanya karya sastra yang diteliti yaitu karya sastra yang lagi
meledak atau booming pada saat itu. Sedangkan metode diakronik yaitu sebuah metode
penelitian terhadap karya sastra dalam beberapa periode. Periode yang dimaksud di sini yakni
dalam perjalanan waktu. Metode diakronik ini bisa diterapkan pada karya sastra yang
memiliki sejarah. Umumnya penelitian resepsi diakronis dilakukan atas tanggapan pembaca
yang berupa kritik sastra, baik yang termuat dalam media massa maupun dalam jurnal ilmiah.
Resepsi sastra beorientasi pada pendekatan pragmatik yang memberikan perhatian utama
terhadap peranan pembaca dalam karya sastra. Tanggapan pembaca terhadap sebuah karya
sastra sejak dari dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara pembaca yang satu dengan
yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan periode lainnya. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapannya. Dari tanggapan pembaca kritis dari tahun
70-an, 80-an, dan 90-an baik pro maupun kontra pada cerpen Sri Sumarah karya Umar
Kayam, Umar Kayam mampu melukiskan warna lokal yang sangat kental dalam kehidupan
orang Jawa. Walaupun beberapa pembaca kritis menganggap cerpen ini terlalu banyak istilah
Jawa yang akan menyulitkan pembaca non-Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia.
Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar ilmu sastra : (Teori sastra) untuk Sekolah Menengah
Tingkat Atas. Surabaya : Usaha Nasional
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Penerbit P.T. Gramedia.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra, Epistimologi, Model, Teori,
dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Segers, R.T. 1978. Recepti -Esthetika. Netherlands: Huis aan dedrie grachten.
Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Terjemahan Rachmat
Djoko Pradopo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Download