2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi, Morfologi, dan Habitat Diatom Diatom merupakan mikroalga uniseluler yang distribusinya sangat universal di semua tipe perairan. Disebut diatom karena selnya terdiri dari 2 bagian (2 atom), dimana yang satu menutupi yang lain seperti layaknya kaleng pastiles (Basmi, 1999). Diatom diklasifikasikan kedalam dua order berdasarkan bentuk selnya yaitu diatom pennate (Pennales) dengan bentuk bilateral simetris dan diatom centris (Centrales) dengan bentuk radial simetris (lingkaran) apabila dilihat dari atas (Pandey dan Trivedi, 2005; Basmi, 1999). Pada Centrales hiasan valvanya berbentuk jari-jari lingkaran, sedangkan pada Pennales secara bilateral. Pergerakan tidak pernah dijumpai pada jenis-jenis anggota Centrales, namun hanya pada pennales yang valvanya berbentuk memanjang (Basmi, 1999). Diatom mempunyai keunikan yang sangat spesifik, karena arsitektur dan anatomi dinding selnya tersusun dari silika, sehingga dapat tersimpan dalam kurun waktu yang sangat lama di dalam sedimen (Soeprobowati dan Suwarno, 2009). Diatom Centrales akan lebih sering kita temui pada air laut dan payau dibandingkan air tawar (Darley, 1982), sedangkan diatom pennate menempel pada tanaman, hewan, batuan atau butir pasir dengan sebuah lapisan getah atau tangkai (Darley, 1982). Contoh dari spesies kelompok diatom diantarannya adalah Chaetoceros gracilis, Skeletonema costatum, dan Thalassiosira sp. (Edhy et al., 2003). Ketiga spesies ini merupakan kelompok diatom yang memiliki pola bentuk sentris (Centrales ) (Panggabean dan Sutomo, 2000). 4 5 2.1.1. Skeletonema costatum Klasifikasi Skeletonema costatum menurut Bougis (1979) in Tjahjo et al. (2002) dan Edhy et al. (2003) adalah sebagai berikut : Divisi : Chrysophyta Clasis : Bacillariophyceae Ordo : Centrales Family : Skeletonemoidae Genus : Skeletonema Spesies : Skeletonema costatum Skeletonema costatum memiliki sel yang dipenuhi oleh sitoplasma, membentuk untaian rantai yang terdiri dari epiteka pada bagian atas dan hipoteka pada bagian bawah (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Dinding sel Skeletonema costatum mempunyai frustula yang menghasilkan skeletal external berbentuk silindris (cembung) dan mempunyai duri-duri yang berfungsi sebagai penghubung antar frustula sehingga membentuk filamen (Kamat 1976 in Tjahjo et al., 2002). Bentuk sel Skeletonema costatum dapat dilihat pada Gambar 1. Skeletonema costatum merupakan diatom yang bersifat eurytermal yaitu mampu tumbuh pada kisaran suhu 3–30 oC dan temperatur optimal adalah 25-27 o C (Susetyowati, 1994 in Tjahjo et al., 2002). Daerah penyebarannya meliputi daerah tropis dan subtropis mulai dari pantai sampai lautan, sebagai meroplankton dan benthos. Diatom laut, Skeletonema costatum memiliki kandungan karbohidrat sebesar 4,6%, kandungan protein sebesar 25% dan kandungan lemak sebesar 10% (Brown, 1997). 6 . Sumber : planktonnet.awi.de (2010) Gambar 1. Bentuk sel Skeletonema costatum 2.1.2. Thalassiosira sp. Klasifikasi Thallassiosira sp. menurut (Edhy et al., 2003) adalah sebagai berikut : Divisi : Chrysophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Centrales Famili : Coscinodiscineae Genus : Thalassiosira Spesies : Thallassiosira sp. Sel Thalassiosira sp. menempel dalam sebuah massa mukus. Pori-pori sentral mukus ini disebut dengan single apikulus, benang mukus ini menghubungkan sel dalam rantai yang longgar (Hendley, 1959 dan Hasle, 1968 in Somers, 1972). Bentuk sel terlihat mengelilingi persegi dengan sebuah cekungan dalam pusat valve, sebuah rimoportula besar diantara muka valve dan mantel, sebuah lingkaran kecil yang diam, dua atau tiga lingkaran kecil fultoportulae dan susunan areola (Gambar 2) (Becerril et al., 2009). 7 Thalassiosira sp. merupakan diatom yang bersifat eurytermal yaitu mampu tumbuh pada kisaran suhu 10–30 oC dan temperatur optimal sekitar 21 oC. Daerah penyebarannya meliputi perairan tawar dan payau habitat pesisir (Kipp, 2007). Diatom laut, Thalasiossira sp. pada kondisi medium N:P:Si= 11:1:6 memberikan biomassa sebesar 0.067 g/mL, dengan kandungan karbohidrat sebesar 7.7%, kandungan protein sebesar 0.93% dan kandungan lemak sebesar 9.69% (Purba, 2008). Sumber : Becerril et al. (2009) Gambar 2. Bentuk sel Thalassiosira delicatula 2.1.3. Chaetoceros gracilis Klasifikasi Chaetoceros gracilis menurut (Zipcodezoo, 2009 dan Edhy et al., 2003) adalah sebagai berikut : Divisi : Chrysophyta Classis : Bacillariophyceae Ordo : Centrales Family : Chaetocerotaceae 8 Genus : Chaetoceros Spesies : Chaetoceros gracilis Chaetoceros gracilis memiliki sel yang tidak berantai, dan bercangkang cembung. Setai muncul pada sudut-sudutnya, membentuk kurva dan kemudian menjadi parallel bentuknya, spora terdapat di tengah-tengah sel induk dan bercangkang kasar, panjang apikal axisnya 6-10 µm (Suantika et al., 2009). Chaetoceros gracilis adalah spesies yang non motil, bercangkang simetris, sitoplasmanya memiliki sejumlah kecil kromatofora, dan akan berwarna kuning keemasan hingga coklat pada kultur buatan (Gambar 3) (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Chaetoceros gracilis dapat hidup pada temperatur 25-30 oC, pada suhu 40oC masih dapat bertahan hidup namun tidak berkembang, sehingga Chaetoceros gracilis merupakan diatom yang bersifat eurytermal. Daerah penyebarannya meliputi muara sungai, pantai, dan laut pada daerah tropis dan subtropis (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Bentuk sel Chaetoceros gracilis dapat dilihat pada Gambar 3. Diatom laut, Chaetoceros gracilis memiliki kandungan karbohidrat sebesar 4.7%, kandungan protein sebesar 12% dan kandungan lemak sebesar 7.2% (Lavens dan Sorgeloos, 1996 in Suantika et al., 2009). 9 Sumber : iats.csic.es (2009) Gambar 3. Bentuk sel Chaetoceros gracilis 2.2. Lipid dan Fatty Acids pada Mikroalga Lipid adalah senyawa yang tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform, heksan, toulen, dan aseton. Lipid bisa membentuk kombinasi dengan senyawa sederhana lainnya, seperti ester lilin, trigliserida, dan fosfolipid (McSween et al., 2003). Lipid disintesis dari karbohidrat dan protein, karena dalam metabolisme ketiga zat tersebut bertemu di dalam daur Krebs. Pertemuan di dalam daur krebs berlangsung melalui pintu gerbang utama siklus (daur) Krebs, yaitu Asetil Ko-enzim A, akibatnya senyawa lipid, karbihidrat, dan protein dapat saling mengisi sebagai bahan pembentuk semua zat tersebut. Lipid dapat dibentuk dari protein dan karbohidrat, karbohidrat dapat dibentuk dari lemak dan protein dan seterusnya. Sintesis lipid dari karbohidrat dimulai dari penguraian glukosa menjadi piruvat sehingga menghasilkan gliserol. Tahap kedua glukosa diubah menjadi 10 gula fosfat kemudian menjadi asetil ko-A sehingga menghasilkan asam lemak. Gliserol dan asam lemak jika digabungkan akan menghasilkan lipid (Campbell et al., 2002). Sintesis lipid dari protein diawali dengan perubahan protein menjadi asam amino dengan bantuan enzim protease, sebelum terbentuk lemak asam amino mengalami deaminasi terlebih dahulu, setelah itu memasuki daur Krebs. Banyak jenis asam amino yang langsung ke asam piruvat sehingga menghasilkan asetil ko-A. Asam amino serin, alanin, valin, leusin, isoleusin dapat terurai menjadi asam piruvat, selanjutnya asam piruvat menjadi gliserol sehingga menghasilkan fosfogliseroldehid. Fosfogliseroldehid dengan asam lemak akan mengalami esterifikasi membentuk lipid (Campbell et al., 2002). Gambar 4 menunjukan proses sintesa lipid dari glukosa dan asam piruvat. Sumber : pancreaticdiseasecenter.org (2010) Gambar 4. Diagram proses sintesa lipid Mikroalga memiliki jumlah minyak dan lemak (lipids) dengan komposisi yang sama dengan minyak tumbuhan. Kandungan minyak dan lemak pada mikroalga cenderung memiliki proporsi yang berbanding terbalik pada laju 11 pertumbuhan dan kondisi lingkungan yang bervariasi, sehingga mempengaruhi proporsi kedua komponen tersebut secara relatif (Borowitzka, 1988). Jumlah kandungan lipid pada mikroalga berkisar kira-kira 1-70 % dari berat kering (Borowitzka, 1988). Lipid dalam mikroalga merupakan komponen yang tersusun dari neutral lipid dan polar lipid. Neutral lipid terdiri dari trigliserida, waxe ester, hidrokarbon, free fatty acids, dan sterol, sedangkan polar lipid tersusun atas komponen seperti phospholipids, glikolipid, dan karotenoids (Wiyarno, 2009). Gambar struktur molekul dari komponen-komponen lipid dapat dilihat pada Tabel 1. Bentuk lemak terbesar yang terkandung dalam sel mikroalga adalah triglycerides (TAGs) yang dapat mencapai 80% dari total keseluruhan lemak. Lemak ini merupakan yang terpenting dari mikroalga karena merupakan jenis minyak yang baik untuk memproduksi biodiesel. Lemak mikroalga biasanya merupakan ester yang terdiri dari gliserol dan asam lemak dengan panjang rantai C14 sampai C22. Komposisi asam lemak pada mikroalga yaitu berupa monounsaturated fatty acids (MUFAs) dan polyunsaturated fatty acids (PUFAs), antara lain asam palmitat (C16:0), asam palmitoelate (C16:1), asam stearat (C18:0), asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2), serta beberapa jenis asam yang lain (Tabel 2) ( Borowitzka, 1988). 12 Tabel 1. Struktul molekul komponen-komponen lipid Kategori Struktur Molekul Trigliserida Fatty Acids Sterol Gliserolphospolipid Karotenoids Sumber : (Jakubowski, 2012) Asam lemak yang terdapat pada triacylglycerides dalam sel mikroalga dapat berbentuk rantai hidrokarbon yang pendek dan panjang. Rantai asam lemak yang berukuran lebih pendek cocok untuk memproduksi biodiesel dan yang lebih panjang dapat digunakan untuk menghasilkan produksi asam lemak lainnya yang 13 bernilai seperti asam lemak omega 3 yaitu asam docosahexanoic (DHA) (Borowitzka, 1988). Tabel 2. Jenis asam lemak pada beberapa mikroalga Asam Lemak C.Calcitrans S.Costatum Nannochloropsis sp. I Galbana 12:0 - - 14:0 13.0 16.5 6.9 16.8 6.3 5.3 16:0 18.0 16.5 30.9 11.1 22.8 38.7 16:1n7 28.8 11.1 19.6 5.1 10.2 - - - - - - - 18:1n9 0.3 2.2 4.4 9.7 6.9 5.8 18:2n6 0.7 1.1 3.5 7.8 6.9 3.5 18:3n3 0.8 - 0 16.3 14.9 - 18:3n6 0.3 0 0 - 1.6 - 18:4n6 0.2 5.5 0 19.8 21.6 - 20:4n6 2.3 0 4.6 0.6 2.0 16.0 20:5n3 22:6n3 34.0 1.2 40.7 6.6 30.1 - 0.9 12.0 6.2 - 30.7 - 18:0 - - T Suecicca P Cruentum 0.7 - Sumber : (Servel et al. 1993 in Winaryo 2009) 2.3. Mikroalga Untuk Produksi Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang tersusun dari monoalkil ester rantai panjang fatty acids yang merupakan turunan dari minyak tumbuhan dan lemak hewani. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterifikasi trigliserida atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters/ FAME) atau biodiesel dan gliserol (Ma et al., 1999). Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel dibedakan menjadi 2 yaitu, transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium hidroksida) untuk bahan baku refined oil 14 atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah (<5%) dan esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi (>5%) (Ma et al., 1999). Biodiesel dan bioetanol diproduksi dari tanaman pertanian misalnya kelapa sawit, jarak, kelapa, jagung, ubi kayu, dan tanaman yang menghasilkan minyak nabati yang tinggi. Akan tetapi tanaman - tanaman tersebut jika diolah menjadi biodiesel akan berbenturan dengan kebutuhan pangan dan lahan. Oleh karena itu dibutuhkan penemuan baru bahan baku yang cocok untuk produksi bahan bakar yang tidak mengurangi ketersediaan minyak nabati. Mikroalga lebih memiliki potensi untuk dijadikan biodiesel dibandingkan biofuel (Chisti, 2008). Minyak dari mikroalga mengandung lipid yang cocok untuk esterifikasi atau transesterifikasi (Umdu et al., 2008). Diantara berbagai jenis alga, mikroalga tampak menjanjikan sebab : 1. Memiliki laju pertumbuhan yang tinggi 2. Kandungan lipid dapat disesuaikan dengan mengubah komposisi media untuk tumbuh (Kawaroe et al., 2010) 3. Dapat dipanen lebih dari sekali dalam satu tahun (Kawaroe et al., 2010) 4. Dapat menggunakan air laut atau air limbah (Kawaroe et al., 2010) 5. Karbon dioksida di atmosfer ,merupakan sumber untuk pertumbuhan mikroalga (Kawaroe et al., 2010) 6. Biodiesel dari lemak alga merupakan non toksik dan bersifat biodegradable secara cepat 7. Mikroalga yang digunakan untuk biodiesel mampu berproduksi 15-300 kali lebih cepat dibandingkan tanaman daratan (Chisti, 2007). 15 2.4. Kromatografi Gas-Mass Spektrometri (GC-MS) Kromatografi merupakan suatu istilah yang menggambarkan teknik pemisahan komponen – komponen dari suatu campuran / sampel berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen – komponen penyusunnya (Mahan et al., 2008). Dalam kromatografi, gas (yang biasa disebut carrier gas) digunakan untuk membawa sampel melewati lapisan (bed) material. Karena gas yang bergerak, maka disebut mobile phase (fasa bergerak), sebaliknya lapisan material yang diam disebut stationary phase (fasa diam). Ketika mobile phase membawa sampel melewati stationary phase, sebagian komponen sampel akan lebih cenderung menempel pada stationary phase dan bergerak lebih lama dari komponen lainnya, sehingga masing – masing komponen akan keluar dari stationary phase pada saat yang berbeda. Dengan cara ini komponen – komponen sampel dipisahkan (Mahan et al., 2008) Data yang dihasilkan oleh GC – MS akan ditampilkan dengan kromatogram (GC) dan spektrum massa (MS) dimana sumbu x menunjukkan waktu penyimpanan (retention time) dan sumbu y menunjukkan intensitas. Masing-masing puncak (peak) pada kromatogram menunjukkan satu senyawa. Spektrum massa memiliki base peak (m/z) dan dapat memberikan informasi tentang berat molekul dan struktur kimia (Shimadzu, 2002).