Uploaded by User78973

LAPORAN PENDAHULUAN HNP docx

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS DI RUANG SAKURA
RSUD dr.SOEHADI PRIJONEGORO
SRAGEN
oleh
Rizkiyanto Ruhim
NIM : 15100007
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
A. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan
annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau
rupture annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang
menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada
lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini
melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri
dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam
merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP. Weakness pada grup
otot tertentu namun jarang terjadi pada banyak grup otot (Lotke dkk,
2008).
B. Klasifikasi
1. Hernia Diskus Intervertebra Servikalis
Biasanya terjadi antar ruang C5-C6 dan C6-C7 (sekitar 10%).
Nyeri dan kekakuan dapat terjadi pada leher, bagian atas pundak dan
daerah skapula. Kadang-kadang px menginterpretasikan tanda ini
sebagai gejala masalah jantung atau bursitis. Nyeri dapat juga disertai
dengan parestesia dan kebas pada ekstremitas atas.
2.
Hernia Diskus Lumbal
Banyak terjadi pada L4-L5 atau ruang antara L5-S1 (70-90%).
Hernia diskus lumbal menimbulkan nyeri punggung bawah disertai
berbagai derajat gangguan sensori dan motorik. Px mengeluh nyeri
punggung bawah dengan spare otot yang diikuti dengan penyebaran
nyeri ke dalam satu pinggul dan turun ke arah kaki (skiatika). Nyeri
diperberat oleh kegiatan yang menaikkan tekanan cairan intraspinal
(membengkok, mengangkat/mengejan (batuk dan bersin), dan biasanya
berkurang dengan tirah baring. Jika px dibaringkan terlentang dan
diusahakan unguk meninggikan satu kaki dengan posisi lurus, maka
nyeri menyebar ke arah kaki.
Karena gerakan yang dilakukan
menegangkan saraf skiatik. Tanda tambahan mencakup kelemahan
otot, perubahan reflek rendah, dan kehilangan sensori.
C. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan
kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami
perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus
biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur,
2013)
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini
disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa
bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus
kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan
memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau
terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012).
Pengangkatan beban yang berat pada posisi yang tidak benar juga
dapat menyebabkan hernia nukleus pulposus terjadi pada berbagai arah :
1. Bila
menjebolnya
nukleus
ke
arah
anterior,
hal
ini
tidak
mengakibatkannya munculnya gejala yang berat kecuali nyeri.
2. Bila menjebolnya nukleus ke arah anterior medial maka dapat
menimbulkan penekanan medulla spinalis dengan akibatnya gangguan
fungsi motorik maupun sensorik pada ektremitas, begitu pula
gangguan miksi dan defekasi.
3. Bila menonjolnya ke arah lateral atau dorsal lateral, maka hal ini dapat
menyebabkan tertekannya radiks saraf tepi yang keluar dari sana dan
menyebabkan gejala neuralgia radikuler.
4. Kadangkala protrusi nukleus terjadi ke atas atau ke bawah masuk ke
dalam korpus vetrebal dan disebut dengan nodus Schmorl.
D. Manifestasi Klinis
1. Kompresi Radiks L3
a. Daerah nyeri dan hipestasi samping panggul dan bagian depan
paha
b. Kelemahan kuadriseps femoris
c. Refleks tendon patella (RTP) menurun
2. Kompresi Radiks L
a.
Daerah nyeri dan hipestasi samping panggul dan bagian depan
paha
b.
Kelemahan kuadriseps femoris
c.
Refleks tendon patella (RTP) menurun
d.
Tanda lasseque positif pada 50% penderita
3. Kompresi Radiks L5
a.
Daerah nyeri/hipestasi sepanjang samping tungkai sampai ibu jari
kaki
b.
Otot ekstensi/fleksi ibu jari kaki melemah
c.
Tanda lasseque positif
4. Kompresi Radiks S1
a.
Daerah nyeri/hipestasi sepanjang samping tungkai sampai ibu jari
kaki
b.
Refleks tendon patella (RTP) menurun
c.
Tanda lasseque positif
E. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum
ferensial. Karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan tersebut
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah
terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya
saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika
hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat dan
sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke
korpus tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol
langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus
ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal
sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus
fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus
schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau
kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal
sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis
vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersamasama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu
terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa
discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra
bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).
F. Pathway
annulus fibrosus sobek
Trauma berulang
Sobekan membesar
sobekan radial
nucleus pulposus jebol (HNP)
)
penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
Kerusakan saraf yang mengatur
kordinasi anggota gerak tubuh
Dx kep :Nyeri akut
Dx kep : hambatan mobilitas fisik
Kurang gerak
Tirah baring
Dx kep : imtoleransi aktifitas
G. Pemeriksaan Penunjang
1. MRI : Untuk melokalisasi protusi diskus
2. CT Scan
3. Mielogram
4. Pemeriksaan Neurologik : Untuk menentukan jika ada kerusakan
refleks, sensori, motorik karena kompresi radiks
5. EMG (elektromiografi) : Untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus
yang terkena
H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi
nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari
diskus intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen
neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk
menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat
patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks.
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan
2. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang
dikaitkan pada katrol dan beban.
3. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti
inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.
4. Terapi Konservatif
a. Tirah baring, berguna untuk mengurangi rasa nyeri mekanik dan
tekanan intradiskal.
b. Medikamentosa :
1) Analgetik dan NSAID
2) Muscle relaxant
3) Kortikosteroid oral
4) Analgetik adjuvant
c. Rehabilitasi medik:
1) Traksi pelvis
2) Termoterapi (terapi panas)
3) Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
4) Korset lumbal
5) Latihan dan modifikasi gaya hidup dengan menurunkan berat
badan yang berlebihan.
I. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi HNP berupa kompliksasi pasca operasi
1. Komplikasi potensial untuk pendekatan anterior
a. Cedera arteri karotid atau a vertebral
b. Disfungsi saraf laringeus berulang
c. Perforasi esofagus
d. Obstruksi jalan nafas
2. Komplikasi pendekatan posterior
a. Retraksi/kontusio salah satu struktur
b. Kelemahan otot-otot yang dipersyarafi radiks saraf atau medula
3. Komplikasi bedah diskus
a. Terjadi pengulangan herniasi pada tempat yang sama atau tempat
lain
b. Radang pada mebran arachnoid
c. Rasa nyeri seperti terbakar pada derah belakang bagian bawah yang
menyebar ke daerah bokon
d. Sayatan dapat meninggalkan perlekatan dan jaringan parut di sekitar
saraf spinal dan dura, yang akibat radang dapat menyebabkabn
neurotik kronik atau neurofibrosi
e. Cedera syaraf dan jaringan
f. Sindrom diskus gagal (pegal berulang pada pinggul setelah
disektomi lumbal) dapat menetap dan biasanya menyebabkan
ketidakmampuan
J. Pencegahan
1. Olahraga, hal ini akan menjaga kelenturan dan kekuatan otot
2. Menghindari aktivitas berulang (repetitif)
3. Mengontrol berat badan sehingga tekanan pada tulang belakang tidak
besar
4. Duduk dengan sikap tubuh yang benar
5. Hindari mengendara dalam waktu yang lama
6. Mempelajari teknik mengangkat yang benar.
K. Pengkajian Keperawatan yang Diperlukan
1. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis
kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran
berat atau mendorong benda berat)
2. Keluahan Utama
Nyeri pada punggung bawah P, trauma (mengangkat atau
mendorong benda berat) Q, sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau
seperti disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng
yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular
atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau
hilang timbul, makin lama makin nyeri . R, letak atau lokasi nyeri
menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat
diketahui dengan cermat. S, Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota
tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang
dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada
aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga,
menyapu, gerakan yang mendesak. Obat-oabata yang ssedang
diminum seperti analgetik, berapa lama diminumkan. T Sifanya akut,
sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilng timbul,
makin lama makin nyeri.
3. Riwayat Keperawatan
a. Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan
(mieloma
multipleks),
metabolik
(osteoporosis)
b. Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan
nyeri punggung bawa
4. Status mental
Pada umumny aklien menolak bila langsung menanyakan tentang
banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita
menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental secara
tidak langsung (faktor-faktor stres).
5. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum
pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung,
paru-paru, perut.
a) Inspeksi
- inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai
posisi dan gerakan untuk evalusi neyurogenik
- Kurvatura
yang
berlebihan,
pendataran
arkus
lumbal,adanya angulus, pelvis ya ng miring/asimitris,
muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris,
postur tungkai yang abnormal.
- Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai
selama begerak.
- Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak
- Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan,
perubahan warna kulit.
b) palpasi dan perkusi
- paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau
halus sehingga tidak membingungkan klien
- Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah
yang paling terasanyeri.
- Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan
adanya deviasi ke lateral atau antero-posterior
- Palpasi dan perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing
penuh dll
-
2) Neuorologik
a) Pemeriksaan motorik
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah,
kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien unutk
melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan
gerakan.
- atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan-kiri.
- fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otototot tertentu.
b) Pemeriksan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa
getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang
terganggu sehingga dapat ditentuakn pula radiks mana yang
terganggu.
c) pemeriksaan reflex
- refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan
tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu
posisi fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya
dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan,
kemudian tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5
refleks ini negatif.
d) Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk
memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk
mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.
L. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neoromuskular
M. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis.
Tujuan : kontrol nyeri yang adekuat
KH :

Memperlihatkan pengendaian nyeri.

Menunjukan tingkat nyeri.

Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan.

Mempertahankan nyeri pada ….atau kurang (dengan skala 0-10)

Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.

Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi factor tersebut.

Melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan.

Melaporkan pola tidur yang baik.
NOC

Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan
fisik psikologis.

Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendaikan nyeri.

Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan.
NIC

Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian

Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10

Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri oleh
analgesic dan kemungkinan efek sampingnya

Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respon pasien

Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia
dan tingkat perkembangan pasien

Manajemen nyeri: lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya

Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif

Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai

Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan

Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid
(resiko ketergantungan atau overdosis)

Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi,
terapi)

Aktivitas kolaboratif
a. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang
terjadwal (missal, setiap 4 jam selama 36 jam)
b. Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien dimasa lalu
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neoromuskular
Tujuan : mobilitas fisik yang adekuat
KH :
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik
 Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
 Memperagakan penggunaan alat
 Bantu untuk mobilisasi (walker)
NOC
 Joint Movement : Active
 Mobility level
 Self care : ADLs
 Transfer performance
NIC
 Exercise therapy : ambulation
 Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
 Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
 Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
 Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
 Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.
 Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan.
3. Intolerasi aktivitas b,d tirah baring.
Tujuan : toleransi aktivitas
KH :
 Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%)
 Nadi saat aktivitas dalam batas normal (60-100x/mnt)
 RR saat aktivitas dalam batas normal (12-20x/mnt)
 Tekanan darah systole saat aktivitas dalam batas normal (100120mmHg)
 Tekanan darah diastole saat aktivitas dalam batas normal (6080mmHg)
 Hasil EKG dalam batas normal
 Tidak nampak lesu
 Tidak ada penurunan nafsu makan
 Tidak ada sakit kepala
 Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal
Intervensi :
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan ,
monitoring program aktivitasi klien.
 Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi.
 Bantu klien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara
teratur.
 Monitor status emosional, fisik dan social serta spiritual klien
terhadap latihan/aktivitas.
 Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan aktivitas
(bila memungkinkan dengan tes toleransi latihan).
 Kolaborasi pemberian obat antihipertensi, obat-obatan digitalis,
diuretic dan vasodilator.
 Tentukan pembatasan aktivitas fisik pada klien
 Tentukan persepsi klien dan perawat mengenai kelelahan.
 Tentukan penyebab kelelahan (perawatan, nyeri, pengobatan)
 Monitor efek dari pengobatan klien.
 Monitor intake nutrisi yang adekuat sebagai sumber energy.
 Anjurkan klien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala
kelelahan saat aktivitas.
 Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas yang cukup berat
seperti berjalan jauh, berlari, mengangkat beban berat, dll
 Monitor respon terapi oksigen klien.
 Batasi stimuli lingkungan untuk relaksasi klien.
 Batasi jumlah pengunjung.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyati,
YI.
2015.
“HERNIA
NUCLEUS
PULPOSUS
(HNP)”.
www.eprints.ums.ac.id diakses pada tanggal 20 November 2017.
Heather, Herdman T. 2015. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.
Kuswaya, Fajar. 2011. ASUHAN KEPERAWATAN HNP (HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS).
http://healthyroom.weebly.com/nurse/asuhan-
keperawatan-hnp-hernia-nukleus-pulposus
diakses pada tanggal 20
November 2017.
Lestari, Cindy. 2017. “Hernia Nukleus Pulposus (HNP)”. www.tanyadok.com
diakses pada tanggal 6 November 2017.
Nurarif, Huda dan Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawayan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Putra, Juniartha Semara. 2013. “ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA NUCLEUS
PULPOSUS (HNP)”.https://semaraputraadjoezt.wordpress. com /2013/
03/23/asuhan-keperawatan-hernia-nucleus-pulposus-hnp/
tanggal 20 November 2017.
diakses
pada
Download