LAPORAN PENDAHULUAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA (ALL) A. PENGERTIAN Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009). Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004) B. ETIOLOGI Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu : 1. Genetik a. Keturunan 1) Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy. 2) Saudara kandung Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi. 3) Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL. 4) Virus Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia. 2. Bahan Kimia dan Obat-obatan a. Bahan Kimia Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik b. Obat-obatan Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML c. Radiasi Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis . d. Leukemia Sekunder Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obatobatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA . C. PATOFISIOLOGI Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang. ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor. Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan. Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002). E. MANIFESTASI KLINIS 1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada 2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise 3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya terjadi pada anak 4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme) 5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gramnegatif usus 6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur 7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria 8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati 9. Massa di mediastinum (T-ALL) 10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status mental. F. KOMPLIKASI 1. Perdarahan Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai dengan : a. Memar (ekimosis) b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit) c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan 2. Infeksi Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia dan disfungsi imun. 3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi. 4. Anemia 5. Masalah gastrointestinal. a. Mual b. Muntah c. Anoreksia d. Diare e. Lesi mukosa mulut Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat kemoterapi. G. PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN 1. Leukemia Limfoblastik Akut : Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran. 2. Pengobatan Leukeumia Limfoblastik Kronik Berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik. Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin. Penatalaksanaan lain : 1. Pelaksanaan Kemoterapi a. Melalui mulut b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena) c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal e. Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang. 2. Tahap 1 (terapi induksi) Tujuan dari tahap pertama pengobatan auntuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase. 3. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi) Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian. 4. Tahap 3 ( profilaksis SSP) Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat. 5. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang) Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP. 6. Terapi Biologi Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan selsel leukemia. 7. Terapi Radiasi Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.) 8. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell) Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai. 9. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin. 10. Kortikosteroid 11. Sitostatika. 12. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama). 13. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna. Cara pengobatan : a. Induksi Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%. b. Konsolidasi Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi. c. Rumat (maintenance) Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa. d. Reinduksi Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari. e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400- 2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi. f. Pengobatan imunologik Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003) H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah : 2. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik. 3. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml 4. Retikulosit : jumlah biasanya rendah 5. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm) 6. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia. 7. PT/PTT : memanjang 8. LDH : mungkin meningkat 9. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat 10. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan mielomonositik. 11. Copper serum : meningkat 12. Zinc serum : meningkat/ menurun 13. Biopsi Sumsum Tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun. 14. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan I. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko Infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia 3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis 5. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia DAFTAR PUSTAKA Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of riskbased guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group LongTerm Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90. Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:53890.3. Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby YearBook, St. Louis Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 20012002, NANDA Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001. Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.