Uploaded by User78113

Oktia Hani Pertiwi 1814301008 Trauma Abdomen-1

advertisement
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
TRAUMA ABDOMEN
Disusun Oleh :
Oktia Hani Pertiwi (1814301008)
Dosen Pengampu : Ririn Sri Handayani, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN
T.A 2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penyusun masih diberi
kesehatan sehinggan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “Keperawatan Trauma Abdomen” disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Gawat Daruratdi program studi Sarjana Terapan Keperawatan
Tanjungkarang. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harakan demi kesempurnaan
makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dan semoga maklah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan bagi pembaca
Bandar Lampung, 18 Agustus 2020
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................
2
DAFTAR ISI..................................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.....................................................................................................
4
B. Rumusan masalah................................................................................................
4
C. Tujuan..................................................................................................................
4
BAB II
Tinjauan teori
1. Konsep teori trauma abdomen..............................................................................
5
2. Epidemologi........................................................................................................... 13
3. Asuhan keperawatan trauma abdomen.................................................................... 14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................... 24
Daftar pustaka............................................................................................................... 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma merupakan keadaan yang disebabkan luka atau cedera. Trauma juga
mempunyai dampak psikologis dan sosial. Trauma adalah kejadian yang bersifat holistik
dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang.
Pada pasien trauma, menilai abdomen merupakan salah satu hal penting. Penilaian
sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup deteksi dini kemungkinan adanya
perdarahan yang tersembunyi pada abdomen dan pelvis pada pasien trauma tumpul.
Trauma tajam pada dada harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera intraabdominal.
Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang terbaik sangat ditentukan
oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma, maupun status hemodinamik penderita.
Pada trauma intra abdomen, jarang sekali terjadi hanya cedera pada satu organ saja.
Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu penyebab
kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Trauma tumpul cenderung menyebabkan
kerusakan serius di organ padat dan trauma tembus paling sering mencederai organ
berongga. Umumnya organ padat merespon trauma dengan pendarahan. Organ berongga
rupture dan mengeluarkan isinya ke dalam ruang peritoneum yang menyebabkan
peradangan dan infeksi. (Morton, P.G. et.al. 2008)
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep dasar Trauma Abdomen?
2.
Bagimana epidemilogi Trauma Abdomen
3.
Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma Abdomen?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar trauma abdomen
2. Mahasiswa mampu memahami epidemilogi trauma abdomen
3. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan trauma abdomen
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep teori trauma abdomen
A. Definisi
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks dan
pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall) yang terbentuk
dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium. Trauma adalah sebuah
mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja sehingga menyebabkan luka atau
cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang didapat cukup berat akan mengakibatkan
kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh yang terkena. Trauma abdomen adalah
terjadinya cedera atau kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan perubahan
fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal
berbagai organ (MH Assiddqi, 2014).
B. Klasifikasi
1. Trauma penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014)
Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma penetrasi dan
menyebabkan kematian pada laki-laki kulit hitam pada umur 15-24 tahun. Penyebab lain
trauma penetrasi adalah seperti gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Kebanyakan trauma
penetrasi pada abdomen biasanya memerlukan tindakan pembedahan (Pratama, 2014).
2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul
Diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman),
tenaga deselerasi (perlamabatan) dan akselerasi (percepatan). Tenaga kompresi dapat
berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi.
Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah. Hal yang sering
terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom pada organ.
5
Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga
dan menyebabkan rupture (MH Assiddqi, 2014).
Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada populasi anak. Lebih dari 80% trauma
pada anak adalah berupa trauma tumpul dan kebanyakan berhubungan dengan kecelakan
kendaraan bermotor. Cedera abdominal dapat disebabkan juga oleh karena terjatuh dan
langsung mengenai dinding abdomen misalnya pada handlebar injuri (Pratama, 2014).
C. Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma, iritasi, infeksi, obstruksi dan operasi.
Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus, biasanya tikaman
atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan mobil, pukulan langsung atau jatuh.
Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan cedera yang mengancam nyawa. (MH
Assiddqi, 2014).
D. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan sel darah merah yang akhirnya menyebabkan syok hemoragik. Tanda-tanda
dalam trauma abdomen adalah nyeri tekan spontan, distensi abdomen tanpa bising usus
bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi
dan peningkatan suhu tubuh.
Trauma (kecelakaan)
Penetrasi & non penetrasi
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
Menekan saraf peritonitis
6
Terjadi perdarahan jaringan lunak dan rongga abdomen
nyeri
Motilitas usus
Disfungsi usus
resiko infeksi
Refluks usus output cairan berlebih
Gangguan cairan dan elektrolit
Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Kelemahan fisik
Gangguan Mobilitas Fisik
E. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :
1. Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan gastrointestinal / darah
2. Distensi abdomen
3. Demam / peningkatan suhu tubuh
4. Anoreksia
5. Mual dan muntah
6. Takikardi
Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya:
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium):
7
Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai faktor, termasuk
jenis objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ yang mungkin terkena, dan
lokasi serta jumlah luka. Tanda dan gejala yang seringkali muncul adalah:
a. Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta perdarahan. Nyeri dapat
menunjukkan terjadinya kerusakan organ.
b. Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada pasien tidak responsif, hal
tersebut dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif.
c. Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan terjadinya cedera usus dan cedera
saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat notasi darah di meatus uretra juga
merupakan tanda adanya cedera saluran urogenital.
d. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena saat syok,
darah akan dipusatkan kepada organ yang vital, sehingga untuk organ yang tidak
begitu vital kurang mendapatkan distribusi darah yang mencukupi untuk dapat
bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga kinerja organ dapat mengalami
penurunan atau bahkan fungsi organ menjadi terhenti (Offner, 2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit dan akurat.
Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
e. Bradikardi dapat mengindikasikan adanya darah disekitar intraperitoneal.
8
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:
a. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
b. Memar/ekimosis di sekitar panggul atau umbilikus: mengindikasikan perdarahan
retroperitoneal, tetapi biasanya terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
c. Distensi abdomen
d. Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya cedera diafragma
e. Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari atau trauma fistula
arteriovena
f. Nyeri
secara
keseluruhan atau
lokal,
kekakuan,
atau
nyeri tekan
lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
g. Pucat: mengindikasikan perdarahan intra abdominal
h.
Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah: menunjukkan potensi cedera
limpa atau hati (Legome, 2016).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostik yang diperlukan meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta
hematokrit), serum elektrolit, pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan toraks), dan CT
scan. Pemeriksaan diagnostik dapat mencakup sonografi abdomen terfokus untuk trauma,
(FAST, focused abdomen sonography for trauma), lavase peritoneum diagnostic (DPL,
diagnostic peritoneal lavage), foto toraks (untuk menentukan kelainan makroskopik serta
adanya pergeseran organ), dan CT scan abdomen.
1. Pemeriksaan FAST
- Pemeriksaan yang relatif cepat menyediakan informasi pusat trauma
9
- Pemeriksaan ini dilakukan dengan menaruh ultrasound probe diatas berbagai area
abdomen yang menentukan apakah ada cairan bebas di area tersebut.
- Jika hasil FAST positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, maka dilakukan
laparotomi eksploratif.
2. Pemeriksaan DPL
- Prosedur diagnostik cepat tetapi tidak stabil untuk menegakkan diagnosa perdarahan
intra-abdomen.
- Indikasi: cedera tumpul abdomen dengan perubahan status mental, hipotensi tidak jelas
sebabnya, penurunan hematokrit, syok, hasil pemeriksaan abdomen tidak jelas, cedera
medulla spinalis, fraktur tulang, trauma dada, trauma tembus abdomen.
- Kontraindikasi: riwayat pembedahan abdomen berulang, kehamilan trimester tiga,
sirosis hati lanjut, obesitas, dan riwayat pembedahan abdomen berulang kali.
- Hasil positif: 10-20 ml darah makroskopik pada aspirasi awal, >100.000 sel darah merah,
lebih dari 500 sel drah putih, kadar amylase meningkat, adanya (empedu, bakteri, atau
feses)
- Jika hasil DPL positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, dilakukan laparotomi
eksploratif.
3. CT Scan
- Lebih sering digunakan pada pasien yang hemodinamiknya lebih stabil.
- Sering dilakukan dengn kontras IV atau oral untuk melihat organ dan mengetahui adanya
gangguan.
- CT scan memungkinkan visualisasi area peritoneum, retroperineum, dan panggul serta
memungkinkan perkiraan jumlah cairan di area ini.
- CT scan juga digunakan untuk menentukan derajat cedera pada organ padat
(Morton ,2011)
10
G. Penatalaksanaan
Pipa lambung, selain untuk diagnostik, harus segera dipasang untuk mencegah
terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk mengosongkan
kandung kemih dan menilai urin. Pada trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra
peritoneum harus dilakukan laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama
24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan.
Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan.
Sedangkan pada organ berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan
sederhana.
Menurut Catherino (2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen ialah :
-
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal harus segera dilakukan pembedahan
-
Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
-
Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
-
Pemberian O2 sesuai indikasi
-
Monitor TTV
-
Monitor GCS
-
Monitor CVP, yaitu tekanan vena central yang menggambarkan aliran jantung
-
Monitor AGD, analisa gas darah
-
Berikan resusitasi cairan IV dengan cairan kristaloid, darah atau komponen darah
-
Pasang kateter urine
-
Pasang NGT sesuai indikasi
11
-
Minimalkan rangsangan dari luar
-
Monitor perfusi jaringan perifer
-
Antiembolik stoking untuk mencegah pembentukan trombus sekunder untuk
meningkatkan trombosit
-
Monitor serum amilase dan lipase
-
Monitor serum dan kadar gula dalam urine
-
Monitor tanda-tanda peritonitis : spasme otot/kekakuan abdomen, penurunan sampai
tidak ada bising usus.
H. Komplikasi Trauma Abdomen
1. Perforasi
Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh
zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi
di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme
membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala
akut abdomen karena perangsangan peritoneum. Kolon merupakan tempat bakteri dan
hasil akhirnya adalah feses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera
dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan
terkontaminasi oleh bakteri dan feses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis yang bisa
memberikan dampak yang lebih berat.
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat parenkim, mesenterium,
dan ligament. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan
trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan. Dalam taraf pertama darah akan
berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umum perangsangan peritoneal
belum ada sama sekali. Apabila perdarahan tidak segera ditangani dengan baik dan tepat
12
maka dapat terjadi syok hipovolemik yang ditandai hipotensi, takikardia, dehidrasi,
penurunan turgor kulit, oliguria, kulit dingin dan pucat.
3. Menurunnya atau menghilangnya fungsi organ
Penurunan fungsi organ dapat disebabkan karena terjadinya perdarahan tanpa penanganan
yang adekuat sehingga pasokan darah ke organ tertentu menjadi berkurang sehingga dapat
mengakibatkan penurunan fungsi organ, bahkan fungsi organ bisa menghilang.
4. Infeksi dan sepsis
Peradangan dan penumpukan darah dan cairan pada rongga peritoneal dapat
menyebabkan mudahnya bakteri untuk menginfeksi sehingga risiko terjadinya infeksi
sangat tinggi, dan apabila infeksi tak terkendali, mikroorganisme penyebab infeksi dapat
masuk ke dalam darah dan mengakibatkan syok sepsis (infeksi yang merusak sistem
organ).
5. Komplikasi pada organ lainnya
1. Pankreas: pankreatitis, fistula pankreas-duodenal, dan perdarahan
2. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, dan syok
3. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok
4. Ginjal: Gagal ginjal akut
2.
Epidemiologi Trauma Abdomen
Trauma tetap menjadi penyebab kematian tersering pada semua individu berusia 1-44
tahundan merupakan penyebab kematian nomor tiga pada populasi umum. Kecelakaan yang
tidak disengaja menyebabkan kematian sebanyak 110.000 setiap tahun dengan 40%
kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan kendaraan bermotor.
13
Organ-organ abdomen merupakan organ nomor tiga yang paling sering mengalami
cedera pada saat terjadi trauma. Trauma abdomen ini pada 25% kasus membutuhkan tindakan
operasi dan 85% penyebab trauma abdomen adalah trauma tumpul.
Pada intraperitonial, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ :
-
Limpa (40-55%)
-
Hati (35-45%)
-
Usus halus 5-10%)
Pada retroperitonial, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling
jarang cedera adalah pankreas dan ureter
Pada trauma tajam abdomen paling sering mengenai :
-
Hati (40%)
-
Usus kecil (30%)
-
Diafragma (20%)
-
Usus besar (15%)
1. Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen Berdasarkan Teori
1. Pengkajian
a. Primary survey
1). Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita trauma abdomen. Membuka
jalan napas menggunakan teknik head tilt, chin lift, atau jaw thrust, periksa adakah benda
asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Jika penderita tidak sadar dan tidak ada
reflek dapat menggunakan oropharyngeal tube.
2). Breathing
Kontrol jalan napas pada penderita trauma abdomen yang airway nya terganggu karena
faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi
14
endotrakeal. Setiap penderita trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi sebaiknya
diberikan face mask. Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang adekuat
3). Circulation
Resisutasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimuali segera setelah tiba. Cairan
harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat digunakan untuk resusitasi
kristaloid. Pasang kateter intravena perifer berukuran besar di ekstremitas atas untuk resusitasi
cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah berada di kelas III syok (30-40% volume
darah hilang) dan harus menerima produk darah sesegera mungkin, hal yang sama juga
berlaku pada pasien dengan perdarahan signifikan. Upaya yang harus dilakukan untuk
mencegah hipotermia, termasuk menggunakan selimut hangat.
4). Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai disini
adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
5). Exposure
Pasien harus dibuka pakaiannya dengan cara menggunting untuk memeriksa dan
evaluasi. Paparan lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien trauma
abdomen. Ini termasuk bagian bokong, dan perinium. Setelah pakain dibuka, penting untuk
pasien diselimuti agar tidak kedinginan.
6). Foley cateter
Tujuan pemasangan adalah mengatasi retensi urin, dekompresi buli-buli sebelum
melakukan DPL, dan untuk monitor urinary output sebagai salah satu indeks perfusi jaringan,
Hematuria menunjukkan adanya cedera traktus urgenitalis. Perhatian : ketidakmampuan untuk
kencing, fraktur pelvis yang tidak stabil, darah pada metus uretra, hematoma skrotum ataupun
ekimosis perinium maupun prostat yang letaknya tinggi pada colok dubur menjadi petunjuk
agar dilakukannya pemeriksaan uretrografi retrograd agar bisa diyakinkan tidak adanya ruptur
15
uretra sebelum pemasangan kateter. Bilamana pada primary survey kita ketahui adanya robek
uretra, mungkin harus dilakukan pemasangan kateter suprapubik oleh dokter.
7). Gastric tube
Tujuan terapeutik dari pemasangan gastrik tube sejak masa resusitasi adalah untuk
mengatasi dilatasi lambung akut, dekompresi gaster sebelum melakukan DPL dan
mengeluarkan isi lambung yang berarti mencegah aspirasi. Adanya darah pada NGT
menunjukkan kemungkinan adanya cedera esofagus ataupun saluran gastrointestinal bagian
atas.
b. Secondary survey
1). Symptom
Biasanya pada pasien trauma abdomen mengalami keluhan mual, muntah, penurunan
kesadaran. Hal tersebut perlu dikaji, apalagi pada pasien kecelakaan lalulintas maupun
akibat luka tembak
2). Alergi
Kaji riwayat terhadap obat, makanan, dan alergi lain seperti cuaca
3). Medikasi
Yang perlu dikaji adalah pengobatan yang sedang dijalani pasien (misalnya
mengkonsumsi obat rutin untuk diabetes, hipertensi atau penyakit lainnya)
4). Past illness
Yang perlu dikaji adalah penyakit yang pernah dialami sebelumnya
5). Last Meal
Kaji waktu terakhir makan. Apabila pasien dengan penurunan kesadaran, kaji kepada
keluarga.
6). Event
Kaji kronologi kecelakaan atau mekanisme trauma yang dialami pasien. Riwayat
trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan
bermotor. Pada trauma tumpul abdomen terutama yang merupakan akibat dari
kecelakaan lalulintas , petugas medis harus menanyakan hal berikut :
a. Fatalitas dari kejadian?
16
b. Tipe kendaraan dan kecepatan laju kendaraan?
c. Apakah kendaraan terguling?
d. Bagaimana kondisi penumpang lainnya?
e. Lokasi padien dalam kendaraan?
f. Tingkat keparahan rusaknya kendaraan?
g. Apakah korban menggunakan sabuk pengaman?
h. Apakah ada riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan sebelumnya
c. Pemeriksaan fisik
1). Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi
Adanya jejas pada dinding perut dapat menolong kearah kemungkinan adanya trauma
abdomen. Inspeksi abdomen bagian depan, belakang, dada bagian bawah dan perinium
diteliti apakah mengalami memar akibat alat pengaman, adakah laserasi, liang tusukan,
benda asing yang menancap, omentum ataupun bagian usus yang keluar dan status
kehamilan
b. Auskultasi
Auskultasi ada atau tidaknya bising usus. Darah bebas di retroperitonium ataupun
gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus, yang menyebabkan adanya bising usus. Pada
luka tembak atau luka tusuk dengan isi perut yang keluar, tentunya tidak perlu
mengidentifikasi bising usus. Pada keadaan ini laparatomi eksplorasi harus segera
dilakukan. Pada trauma tumpul perut, pemeriksaan fisik sangat mennetukan tindakan
selanjutnya. Cedera struktur lain yang berdekatan seperti iga, vertebrata, maupun pelvis
bisa juga mengakibatkan ileus walaupun tidak ada cedera intraabdominal.
c. Perkusi
Dengan perkusi kita bisa mengetahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung akut
di kwadran kiri ataupun adanya perkusi redup bila ada hemoperitoneum. Adanya darah
dalam rongga perut dapat ditentukan dengan pekak hati yang menghilang.
d. Palpasi
17
Tujuan palapsi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri lepas. Nyeri lepas sesudah tangan
yang menekan kita lepaskan dengan cepat menunjukkan peritonitis, yang biasanya oleh
kontaminasi isi usus, maupun hemoperitonium tahap awal.
2). Menilai stabilitas pelvis
Penekanan secara manual pada crista iliaca akan menimbulkan rasa nyeri yang
menyebabkan dugaan fraktur pelvis pada pasien dengan trauma tumpul. Harus hati-hati
karena manuver ini bisa menyebabkan atau menambah perdarahan yang terjadi.
3). Pemeriksaan penis, perinium, dan rektum
Adanya darah pada meatus uretra menyebabkan dugaan kuat robeknya uretra. Inspeksi
pada skrotum dan perinium dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hematom. Tujuan
pemeriksaan rektum pada pasien trauma tumpul adalah untuk menentukan usus sfingter,
posisi prostat (prostat yang letaknta tinggi menyebabkan dugaan cedera uretra), dan
mennetukan ada tidaknya fraktur pelvis. Pada pasien luka tusuk, pemeriksaan rektum
bertujuan menilai tonus sfingter dan melihat adanya perdarahan karena perforasi usus.
4). Pemeriksaan vagina
Ada atau tidaknya terjadi robekan vagina karena fragmen tulang dari fraktur pelvis
ataupun luka tusuk
5). Pemeriksaan glutea
Regio glulealis memanjang dari crista iliaca sampai lipatan glutea. Luka tusuk di daerah
ini biasanya berhubungan 50% dengan cedera intraabdominal.
a. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan
3. Resiko infeksi b.d tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh
18
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
b. Intervensi Keperawatan
Dx : Nyeri akut b.d adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
Tujuan
Intervensi
1. Keluhan nyeri menurun
Observasi :
2. Kesulitan tidur menurun
- Identifikasi
3. Anoreksia Menurun
lokasi,
karakteristik,
durasi
frekuensi, kualiats, intensitas, skala nyeri.
4. Perinium terasa tertekan menurun
- Indentifikasi respons verbal dan non verbal
5. Ketegangan otot berkurang
- Identifikasi faktor yang memperberat atau
6. Mual dan muntah berkurang
memperingan nyeri
7. Frekuensi nadi, pola napas, tekanan - Identifikais pengetahuan, engaruh budaya dan
darah membaik
8. Pola makan dan pola tidur membaik
pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor emberian terapi komplementer, dan
efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis. Terapi musik, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin)
- Kontrol lingkungan yang mungkin
memperberat nyeri
- Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
19
- Kolaborasi analgetik, jika perlu
Dx : Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan
Tujuan
Intervensi
1. Kekuatan otot mebaik
Observasi :
2. Rentang gerak membaik
- Identifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik
3. Nyeri menurun
lainnya
4. Kaku sendi menurun
- Identifikasi
5. Kelemahan fisik berkurang
toleransi
fisik
melakukan
ambulasi/mobilisasi
- Monitor frekuensi jantung, tekanan darah
dan keadaan umum sebelum memulai
ambulasi/mobilisasi
Terapeutik :
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu (mis. Tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu paisen
melakukan ambulasi/mobilisasi
Edukasi :
- Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
ambulasi/mobilisasi
- Anjurkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda atau kekamar mandi)
Dx : Resiko infeksi b.d tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh
Tujuan
1. Nafsu makan membaik
Intervensi
Observasi :
2. Kebersihan badan membaik
20
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
3. Demam dan kemerahan berkurang
4. Nyeri berkurang
dan sistemik
Terapeutik :
5. Bengkak berkurang
-
Batasi jumlah pengunjung
6. Cairan berbau, sputum hijau berkurang
-
Berikan perawatan kulit pada daerah
7. Periode malaise dan menggigil berkurang
edema
8. Letargi berkurang
-
Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
-
Pertahankan
teknik
aseptik
pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi :
-
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
-
Ajarkan teknik mencuci tangan yang
benar
-
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
-
Anjurkan
meningkatkan
asupan
nutrisi
-
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Dx : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
Tujuan
Intervensi
1. Memiliki sikap makan dan minum sesuai Observasi :
tujuan kesehatan
- Identifikasi status nutrisi
2. Perasaan cepat kenyang menurun
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Nyeri abdomen menurun
- Identifikasi makanan yang disukai
4. Diare berkurang
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
5. Berat badan membaik
nutrient
6. Frekuensi dan nafsu makan membaik
- Identifikasi perlunya menggunakan selang
7. Bising usus membaik
nagogastrik
21
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
- Sajikan makanan dengan menarik dengan
sushu sesuai
- Berikan
makanan
tinggi
serat
untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi :
- Ajarkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi :
- Kolaborasi
dengan
ereda
nyeri
atau
antiemetik, jika perlu
- Kolaborasi
dengan
ahli
gizi
untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang diperlukan, jika perlu
c. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keerawatan oleh perawat terhadap pasien.
d. Evaluasi
1. Tujuan tercapai / masalah teratasi : jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang ditetapkan
2. Tujuan tercapai sebagian / masalah tidak teratasi : jika pasien menunjukkan perubahan
sebagian standard sesuai kriteria yang telah ditetapkan
22
3. Tujuan tidak tercapai / masalah tidak teratasi : Jika pasien tidak menunjukkan
perubahan dan kemajuan sama seklai dan bahkan timbul masalah baru.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi asalah dengan
membandingkan SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
S : Informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setalah dilakukan tindakan
O : Informasi didapat berupa hasil pengamatan, penilaian dan pengukuran yang dilakukan
perawat setelah tindakan.
A : Membandingkan antara informasi objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
dambil kesimpulan bahwa masalah teratasi sebagian atau tidak teratasi.
P : Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen
yang mengakibatkan cedera tekanan / tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ
padat (hati, pankreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar,
pembuluh – pembuluh darah adbominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. Trauma
abdomen biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan
olahraga, dan terjatuh dari ketinggian.
Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan
kerusakan pada organ-organ padat maupun organ berongga pada abdomen dibandingkan
dengan trauma abdomen yang disebabkan benda tajam.
24
DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan kritis : Pendekatan holistik. Jakarta : EGC
Suddarth & Brunner. 2001. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Offner, P. 20013. Penetrating Abdomnal Trauma Treatment & Management Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment
American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support edisi 7. Jakarta : IKABI,
2004, Bab 5 ; Trauma Abdomen
25
Download