GRUP USAHA : MASA LAMPAU DAN HARAPAN KEDEPAN Oleh : Drs Sutanto Wibowo, MM Dosen Jurusan Administrasi Bisnis Politeknik Swadharma Jakarta Pensiun Bank BNI dan Komisaris PT. Hotel Sangga Buana Bogor ABSTRAK Tulisan ini menyoroti kehidupan grup usaha dimasa lampau, dimana pada lazimnya dalam grup usaha terdapat beberapa anak perusahaan yang mempunyai kaitan bisnis satu sama lain. Keterkaitan tsb. disatu sisi mempunyai nilai positif, tetapi disisi lain dapat menyebabkan ketergantungan usaha satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Dengan keluarnya UU Anti Monopoli No. 5 Tahun 1999, kiranya perlu dipikirkan kembali hubungan usaha perusahaan-2 dalam satu grup yang memungkinan timbulnya sinergi yang positif dan sejalan dengan UU dimaksud. I. PENDAHULUAN. Pada masa krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 banyak konglomerat/grup usaha yang gulung tikar. Sebab-2 hancurnya grup usaha terutama disebabkan karena lemahnya fondasi pada saat grup usaha dimaksud dibangun, baik fondasi keuangan maupun fondasi professionalism, disamping factor external. Banyak grup usaha yang melebarkan sayapnya diluar core bisnisnya hanya semata-2 karena keinginan untuk mengembangkan usaha, tanpa mempertimbangkan aspek lainnya misalnya kematangan dalam pengelolaan bidang lain. Pada masa selum krisis ekonomi tahun 1998 kita ingat dengan adanya kebijakan deregulasi sector perbankan, banyak perusahaan yang sebenarnya cukup mapan dibidang core businessnya, namun kemudian mendirikan usaha lain yang bukan core bisnisnya. Misalnya perusahaan bidang property yang kemudian mendirikanbank, yang pada akhirnya harus hancur karena badai krisis. Grup usaha yang pada umumnya terdiri dari beberapa perusahaan, ada kecenderungan untuk membangun lingkaran bisnis yang memiliki kaitan bisnis satu sama lain, sehingga pendirian anak perusahaan antara lain juga dengan pertimbangan agar keuntungan usaha perusahaan terakumulasi ke induk perusahaan, sehingga keuntungan induk perusahaan semakin besar. Persoalan timbul jika ternyata hubungan antara induk dan anak perusahaan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena adanya berbagai factor penghambat baik internal maupun eksternal. Tulisan ini bermaksud menyoroti budaya kerja grup usaha dan melihat masa depan hubungan antara induk dan anak perusahaan. II. TUJUAN MENDIRIKAN ANAK PERUSAHAAN. Tidak sedikit perusahaan besar yang mendirikan anak perusahaan. Motivasi perusahaan besar mendirikan anak perusahaan itu sendiri ada beberapa macam antara lain : 1. Memperluas usaha Sifat manusia yang tidak pernah puas dengan hasil yang telah dicapai, menyebabkan adanya keinginan untuk terus mengembangkan usahanya. Tentu saja hal tsb. mempunyai nilai positif jika perluasan usaha tsb. masih dalam batas kemampuan untuk 1 mengontrol, dan batas peraturan-2 yang berlaku. koridor 2. Mencari keuntungan yang lebih besar. Dengan mendirikan anak perusahaan dimana aktivitasnya diharapkan juga mendatangkan keuntungan, maka keuntungan induk perusahaan juga makin besar. 3. Menampung bisnis lain yang ada kaitannya dengan core bisnis. Suatu perusahaan besar, disamping bisnis pokoknya pada umumnya menimbulkan multiplier effect bisnis lain. Misalnya suatu bank besar, dia juga menumbuhkan bisnis barang cetakan, makanan, ticketing, building management, transportasi, property, dll. Bisnis-2 sampingan tersebut ditampung dengan mendirikan anak perusahaan. 4. Menampung tenaga kerja. Banyaknya jumlah angkatan kerja tidak terlepas dari perhatian perusahaan besar. Tenaga kerja yang tersedia di internal perusahaan maupun diluar perusahaan sangat memerlukan perhatian. Karyawan yang sudah memasuki pension namun masih merasa produktif atau anak-2 karyawan mengharapkan dapat ditampung bekerja diperusahaan. 5. Mengembangkan dana untuk meningkatkan kesejahteraan pensiunan. Untuk meningkatkan kesejahteraan, biasanya timbul pemikiran bagaimana agar dana cadangan pension yang terhimpun dari karyawan induk perusahaan dengan jumlah cukup besar dapat dikembangkan. Motivasi-2 pendirian anak perusahaan diatas tentunya sangat baik selama masih terukur, konsisten, dan berkesinambungan. Banyak kasus yang menyebabkan motivasi-2 diatas dalam prakteknya jauh dari yang diharapkan. Beberapa contoh sbb. : 1. Induk perusahaan yang bergerak dibidang perbankan, misalnya mendirikan usaha dibidang rumah sakit, yang diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada karyawannya. Namun karena bidang usaha baru tsb. jauh dari professionalism perbankan maka usaha baru tsb. tidak mendatangkan penghematan dan tidak meningkat kan profitabilitas, tetapi justru menjadi beban bagi induk perusahaan. 2. Induk perusahaan menempatkan pensiunan-2 nya di anak perusahaan tanpa pertimbangan professionalism dalam bidang usaha yang baru. Akibatnya pengelolaan perusahaan kurang optimal. 3. Sikap kekeluargaan yang lebih menonjol dari sikap professionalism juga dapat menyebabkan penerimaan pegawai baru lebih mementingkan faktor kedekatan kekerabatan dari pada factor kemampuan. 4. Adakalanya sebuah perusahaan (PT.A) patungan dengan perusahaan lain (PT.B) yang sudah lama berkecimpung dalam usaha yang akan dimasuki oleh PT. A. Motivasi PT. A adalah agar dalam memasuki bisnis baru tsb. ada jaminan professionalism dari PT. B. untuk mengelola usaha bersama. Namun ternyata professionalime PT. B tidak dapat menjamin bahwa usaha patungan tsb. akan menguntungkan kedua belah pihak. Hal tersebut 2 disebabkan PT.A tidak menyadari adanya butir-2 dalam perjanjian kerjasama yang ternyata menyebabkan kedudukan PT.A lemah. 5. Belum lagi kalau konsistensi pengelolaan anak perusahaan tidak berlanjut. Dengan adanya pergantian pimpinan di induk perusahaan misalnya, kadang kala menyebabkan adanya perubahan sikap dan strategi dalam mengelola anak perusahaan. III. CAPTIVE MARKET. Mengingat pendirian anak perusahaan biasanya dikaitkan dengan peluang bisnis yang dimiliki oleh induknya, maka terbuka peluang untuk terjadinya captive market, dimana pasar untuk anak perusahaan sudah tersedia di induk perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan induk memiliki jaringan bisnis yang sangat luas di daerah-2, maka memerlukan pelayanan jasa travel untuk petugas-2 pusat yang akan ke daerah-2. Untuk itu dibentuklah perusahaan travel. Contoh lain perusahaan induk memerlukan jasa building management, maka dibentuklah anak perusahaan dibidang building management. Dan masih banyak lagi contoh-2 yang lain dalam dunia bisnis, karena pada umumnya perusahaan besar mempunyai side effect bisnis lain seperti percetakan, tehnologi informasi, angkutan, makanan, dll. tidak disikapi dengan benar sesuai dengan jiwa entrepreneurship. Beberapa sisi positive dari captive market antara lain : 1. Perusahaan tidak perlu susah-2 melakukan promosi. Biaya promosi bisa ditekan. Kalaupun ada biaya promosi, biasanya relative kecil, misalnya sekedar untuk menjaga hubungan dengan relasi. 2. Kinerja perusahaan relative stabil, kemungkinan terjadi goncangan pasar kecil. 3. Hambatan pasar kecil, karena ada policy dari induk perusahaan yang mendukung. 4. Induk perusahaan dengan mudah mengatur anak perusahaan untuk membeli atau menjual barang/jasa dengan ketentuan dan syarat yang diinginkan induk perusahaan. Beberapa sisi negative dari captive market antara lain : 1. Adanya captive market dapat menyebabkan perusahaan terlena bahwa diluar captive market masih terdapat pasar yang sangat luas untuk dapat digarap. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan management anak perusahaan tidak peka terhadap permintaan pasar. Tentu saja anak perusahaan baru tsb. tidak menemui kesulitan untuk mencari pasar, karena sudah tersedia. 2. Kultur bisnis yang mengandalkan captive market dapat menyebabkan ketajaman menghadapi persaingan pasar bebas rendah. Sementara pasar pada umumnya dinamis , dan memerlukan penanganan yang dinamis pula. Disatu sisi adanya captive market tsb mempunyai nilai positive bagi anak perusahaan, namun disisi lain justru dapat menimbulkan efek negative bila 3. Apabila suatu saat captive market hilang, dapat menyebabkan bisnis anak perusahaan terpuruk, karena belum siap bersaing dipasar bebas. 3 4. Kemauan untuk menghadapi tantangan pasar menjadi rendah. diutamakan. Sehingga ada kemungkinan sinergi tidak jalan. 5. Jika kinerja anak perusahaan kurang baik, ada kecenderungan untuk menyalahkan induknya yang dianggap kurang respon terhadap bisnis anak perusahaan. Oleh sebab itu sebenarnya pengertian sinerji didalam grup usaha seharusnya tidak dimaknai demikian. Sebab dalam teori ilmu marketing selalu ditekankan agar perusahaan harus menomor satukan kepuasan pelanggan, termasuk bila pelanggan itu grup usaha sendiri. Sehingga bila dikaitkan dengan ilmu marketing, seharusnya sinergi itu dimaknai dengan bagaimana setiap anak perusahaan dapat memberikan pelayanan (menjual produk dan jasa) kepada customer (termasuk anak perusahaan lain dalam satu grup) dengan harga bersaing, kwalitas dan layanan yang memuaskan. Atau dengan kata lain sinergi harus diartikan saling memberi pelayanan bisnis yang baik, dan bukan saling meminta. 6. Bahkan captive market juga bisa menjadi ajang untuk terjadinya kolusi diantara berbagai pihak untuk melakukan mark up harga, sehingga terjadi pemborosan. IV. SINERGI. Dibentuknya beberapa anak perusaha an pada umumnya juga adanya harapan agar antar anak perusahaan tumbuh sinergi, dimana satu anak perusahaan dapat memberikan bisnis pada perusahaan lain. Untuk lebih jelasnya dengan contoh sebagai berikut : Bila satu perusahaan bergerak dibidang property (kontraktor bangunan) , maka bila anak perusahaan yang lain atau induk perusahaan akan membangun sebuah kantor, idialnya proyek tsb diberikan kepada grup usaha bidang property tersebut. Namun dalam praktek sinergi tersebut tidak selalu mudah untuk dilakukan, kecuali ada startegi/pengaturan yang harus ditaati dari induknya. Suatu perusahaan yang akan membeli sesuatu tentu menggunakan kalkulasi bisnis, dimana barang yang akan dibeli tentu memperhitungkan harga yang bersaing dan kwalitas yang memadai. Apabila grup usahanya dapat memenuhi criteria tersebut, tentu perusahaan akan memilih membeli produk/jasa dari grup usahanya. Namun bila tidak, tentu pertimbangan ekonomis lebih Apabila pengertian kedua ini yang dijalankan, maka dapat dipastikan sinergi akan berjalan dengan baik, karena bila semua anggota grup dapat memberikan pelayanan prima kepada anggota grup yang lain, berarti adanya sinergi dirasa memberikan manfaat dan kepuasan. V. UU ANTI MONOPOLI. Praktek pemberian captive market dari induk perusahaan kepada anak perusahaan dari segi demokrasi ekonomi sebenarnya juga merupakan praktek persaingan pasar tidak sehat. Hal ini tentu saja sangat merugikan masyarakat luas baik produsen lain maupun konsumen/masyarakat umum. Praktek pemberian captive market juga tidak mendidik anak perusahaan untuk dapat hidup mandiri, mampu mengatasi persaingan pasar, dan dapat bekerja secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu untuk menjaga agar persaingan pasar sehat dan kompetitif, serta kepentingan berbagai pihak 4 (konsumen dan produsen) terlindungi, maka tidak ada pilihan lain harus ada aturan yang dapat menghindarkan pasar dari praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. atau pemasaran barang dan atau jasa yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dengan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, maka pelaku pasar (termasuk Pemerintah/BUMN) tidak dapat lagi melakukan pembelian atau penjualan kepada rekanan secara tender tertutup atau penunjukan langsung, yang berarti harus dilakukan secara terbuka/ transparan sehingga terwujut persaingan usaha yang sehat. Demikian juga hubungan bisnis antara induk dan anak perusahaan yang pada waktu sebelumnya dapat dilakukan dengan penunjukan langsung, sekarang harus dilakukan dengan tender terbuka. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Tujuan pembentukan Undang-Undang ini menurut pasal 3 adalah : 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk mensejahterakan rakyat. 2. Mewujutkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi para pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. Beberapa pasal lain dari UU No. 5 Tahun 1999 perlu dikemukakan disini antara lain: Pasal 4 : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-bersama melakukan penguasaan produksi dan Pasal 17 : Apa dampak UU tersebut bagi hubungan bisnis antara induk perusahaan dengan anak perusahaan? Jika sebelum UU ini diundangkan setiap induk perusahaan dengan mudah dapat membagi kue bisnisnya kepada anak perusahaan, maka dengan dikeluarkan nya UU No. 5 Tahun 1999 ini membawa dampak bagi hubungan induk dan anak perusahaan antara lain sbb. : a. Anak perusahaan yang ingin memperoleh proyek bisnis dari induknya harus bersaing secara wajar mengikuti tender bersama perusahaan sejenis lainnya diluar grup usaha. b. Perusahaan anak dapat memenang kan tender jika dapat menyediakan barang dan atau jasa dengan kwalitas dan harga yang lebih baik dibandingkan peserta tender lainnya. c. Hanya perusahaan yang dapat bekerja secara professional dan efisien yang kemungkinan besar memenangkan tender. Sebaliknya anak perusahaan yang biasanya bekerja hanya dengan captive market (tanpa memprioritaskan efifiensi dan promosi) sulit untuk memenangkan tender. d. Induk perusahaan akan memperoleh barang dan atau jasa sesuai dengan kwalitas dan harga yang sesuai. 5 e. Setiap tindakan yang dilakukan oleh induk perusahaan dalam hubungan bisnisnya dengan anak perusahaan yang dapat dikategorikan sebagai persaingan usaha tidak sehat dapat dikenai sanksi hukum. f. Siap tidak siap, adanya UU No. 5 tahun 1999 ini merupakan tantangan bagi suatu grup usaha untuk melakukan strategi baru yang dapat mendorong pertumbuhan anak perusahaan, tetapi tidak melanggar undang-2 dimaksud. Tantangan untuk bagaimana mengelola perusahaan secara professional, dalam arti dapat melakukan pembenahan internal maupun eksternal. VI. PROSPEK KEDEPAN Menyadari bahwa dibentuknya anak perusahaan mempunyai berbagai motivasi antara lain untuk melebarkan sayap bisnis dan keuntungan yang lebih besar dalam jangka panjang, maka kelemahan-2 dalam pengembangan grup usaha seperti yang digambarkan diatas harus diatasi. Harus ada keberanian dari owner untuk melakukan perubahan pengelolaan perusahaan (change management). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan kesungguhan antara lain : (1) adanya kemauan untuk tidak mengulang kesalahan-2 masa lalu, (2) adanya kemauan untuk mencapai visi & misi yang telah ditetapkan, (3) adanya disiplin dan rasa tanggung jawab dari management untuk melaksanakan ation plan dan action step yang telah digariskan dan (4) adanya keberanian untuk merubah kultur lama yang tidak medorong perkembangan usaha, dan (5) ada keberanian untuk membangun kekuatan. 1. Adanya kemauan untuk tidak mengulang kesalahan-2 masa lalu. Kesalahan-2 masa lalu yang sering terjadi a.l. : a. Anak perusahaan sering menjadi tempat penampungan untuk mempekerjakan pensiunan dan anak2 pegawai perusahaan induk tanpa mengutamakan professsionalism. b. Kurang disiplin dalam menyusun corporate plan dan business plan, yang seharusnya sudah selesai pada akhir tahun sebelum tahun anggaran. Namun sering terjadi dibanyak perusahaan corporate plan maupun business plan baru selesai pada awal tahun berjalan, bahkan ada yang baru selesai pada akhir triwulan I tahun berjalan. Ironisnya lagi ada yang menjadikan corporate plan dan business plan hanya sebagai kelengkapan adminsitrasi peru-sahaan, sementara dalam opera-sionalnya kurang dipedomani. Padahal kedua plan tsb. seharusnya difahami oleh semua level management dan karyawan didalam perusahaan, dan menjadi acuan untuk dicapai bersama. c. Control Pemegang Saham mela-lui Dewan Komisaris terhadap operasional perusahaan kurang memadai, sehingga kesalahan-2 yang terjadi dalam mengelola perusahaan kadang-2 diketahui terlambat. Tugas Dewan Komisaris perusa haan berdasarkan UU PT No. 40 Th. 2007 pasal 108 ayat 1 dinyatakan sbb. : “Dewan Komisaris melakukan pengawas an atas kebijakan pengurusan, 6 jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi”. Dalam pasal 114 ayat 1 UU PT tsb. juga dicantumkan : “Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan sebagaimana dimaksud dalm pasal 108 ayat 1. Bahkan dalam pasal 114 ayat 3 disebutkan :” Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai mana dimaksud pada ayat (2)”. Dari pasal2 dalam UU PT tersebut diatas, nampak bahwa fungsi dan peran Dewan Komisaris sangat strategis dalam pengembangan perusahaan, sehingga harus diisi orang-2 yang capable dan kompeten dalam bidang usaha dimana seseorang ditempatkan. Namun ada perusahaan-perusahaan yang menempatkan orang-2 dalam Dewan Komisaris hanya sebagai jabatan kehormatan, atau sebaliknya komisaris tidak memahami peranan dan tugasnya. d. Maju mundurnya suatu perseroan terletak dipundak Dewan Direksi. Oleh karena itu penunjukan anggota Direksi harus benar-2 didasarkan pada professionalism, rasa tanggung jawab yang besar, berani dan mampu menghadapi tantangan, dan yang tak kalah penting harus memiliki jiwa entrepreneur dan leadership. Pemegang saham dan Komisaris seharusnya memberikan target yang menantang namun terukur kepada Dewan Direksi, dan Dewan Direksi harus mempertanggung jawabkan pencapaian target tsb. e. Maju mundurnya perusahaan juga tergantung pada partisipasi aktif para karyawannya. Kesalahan yang banyak terjadi adalah anggapan bahwa karyawan perusahaan sering dianggap pihak yang lemah, pihak yang perannya kecil didalam pengembangan perusahaan, dan kurang perlu diajak bicara untuk memajukan perusahaan. Pada hal karyawan sebagai subyek dapat dimotivasi untuk melakukan yang terbaik buat perusahaan. Namun sebaliknya harus ada keberanian dan ketegasan dari pimpinan perusahaan untuk menegakkan disiplin dan menindak tegas karyawan yang bermasalah. 2. Adanya kemauan untuk mencapai visi & misi yang telah ditetapkan. Banyak perusahaan yang menentu kan visi dan misinya begitu fantastis dan idialis. Tentu saja hal tsb. sah-sah saja sebagai pendorong untuk kemajuan perusahaan. Namun visi dan misi yang dicantumkan dalam anggaran dasar perusahaan menjadi tidak berarti bila tidak ada semangat dari pimpinan maupun seluruh karyawan untuk mewujutkan visi & misi tsb., sehingga perusahaan yang sudah bertahun-2 berdiri tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. 3. Adanya disiplin dan rasa tanggung jawab dari management untuk melaksanakan action plan dan action step yang telah digariskan. Action plan dan action step pada umumnya dibuat 7 tahunan. Dari situ nampak apa yang mesti dilakukan setiap unit organisasi, siapa yang harus bertanggung jawab, dan kapan target waktunya. Dengan demikian selain sebagai panduan, action plan dan action step juga menjadi alat control bagi management terhadap pelaksanaan setiap kegiatan. Dalam menetapkan action plan dan action step sangat penting untuk memperhatikan banyak factor terutama yang sering disebut dengan istilah “SWOT analysis” yakni mempertimbangkan factor-faktor kekuatan yang dimiliki, kelemahan, kesempatan, dan factor ancaman yang dihadapi. Kesadaran akan pemahaman factor-2 tadi akan sangat membantu untuk membangun bisnis perusahaan. 4. Adanya keberanian untuk merubah kultur lama yang tidak mendorong perkembangan usaha. Pimpinan perusahaan yang baik adalah orang yang mampu melihat permasalahan yang ada dalam perusahaan, mau bergerak melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah, dan mampu mengatasi masalah. Pimpinan harus mampu mengajak semua bawahan untuk bersama-2 melihat masalah, bersama-2 bergerak mengatasi masalah, dan bersama-2 menyelesaikan masalah. Banyak sekali masalah yang berkaitan dengan kultur didalam perusahaan yang justru meng hambat pengembangan peru sahaan. Kultur lama yang tidak mendorong perkembangan usaha dapat menghinggapi siapa saja didalam perusahaan, baik itu unsur pimpinan maupun karyawan. Meskipun banyak masalah, tetapi hanya sedikit orang yang mampu melihat masalah. Hal ini antara lain disebabkan orang bekerja hanya sekedar “bekeja” dan tidak mau belajar, sehingga cara kerjanya tidak memiliki visi kedepan yang jelas. Banyak contoh kultur yang tidak baik, misalnya kebiasaan memberi/ menerima upeti, pimpinan atau karyawan yang mendahulukan fasilitas dari pada prestasi, mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan kelompok, dll. 5. Harus berani membangun kekuatan. Untuk membangun sesuatu yang diharapkan, perusahaan harus mempunyai kekuatan. Baik itu kekuatan management, kekuatan sumber daya manusia, finansiil, maupun kekuatan lainnya. Keberanian untuk membangun kekuatan kadang berbenturan dengan banyak hal sehingga sulit terwujut. Kita ambil beberapa contoh : a. Misalnya sebuah perusahaan mempunyai pimpinan yang lemah dalam mengambil keputusan. Apa yang harus dilakukan oleh Pemegang Saham?. Untuk melakukan tindakan kadang berbenturan dengan rasa persahabatan atau rasa kasihan, dll. Padahal secara professionalism seharusnya demi menyelamatkan perusa-haan penggantian pimpinan harus dilakukan. Atau seharusnya ada keberanian dari pimpinan perusahaan tsb. mengundurkan diri. b. Contoh lain adalah misalnya secara analisis keuangan, untuk dapat survive sebuah anak perusahaan memerlukan tambahan dana. Namun peme-gang saham sendiri mempunyai kekhawatiran apakah 8 jika diberi tambahan dana ada kepastian perusahaan bisa survive atau mendatangkan profit yang memadai?. Padahal keputusan untuk menambah dana atau tidak seharusnya didasarkan pada berbagai pertimbang, bukan hanya pada factor risiko. Sebab apapun yang diputus semuanya ada risikonya. Tentunya yang diperlukan adalah keputusan yang jelas, aplicable yang didasarkan pada perhi-tungan yang matang, sehingga risiko dapat di minimalisir. c. Seorang direktur perusahaan harus berani membangun organisasi yang tangguh dan kompak. Keberanian untuk membangun organisasi tidak jarang dihadapkan pada adanya kepentingan berbagai pihak yang kadang-2 tidak sejalan dengan kebijakan untuk memajukan perusahaan. Tidak jarang organisasi perusahaan menjadi terlalu gemuk hanya karena agar dapat menampung berbagai pihak yang berkepentingan. VII. PENUTUP. Uraian diatas baru merupakan bagian kecil dari pemikiran untuk bagaimana menghembangkan grup usaha. Namun dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Dengan adanya UU No. 5 tahun 1999 maka sinergi antara induk perusahaan dgn anak perusahaan atau antar anak perusahaan dalam bentuk pemberian captive market sudah tidak layak untuk dijalankan. 2. Apabila suatu grup usaha akan mendorong agar anak-2 perusahaan dapat survive dalam menghadapi persaingan pasar, tidak ada jalan lain kecuali harus mengikuti hukum pasar, dimana perusahaan harus dapat menghasilkan produk atau jasa yang mempunyai keunggulan comparative, dan dapat memuaskan pelanggan. 3. Anak perusahaan yang ingin survive harus dikelola secara professional, berani melakukan pembenahan internal, tanggap terhadap permintaan pasar, dan siap menghadapi tantangan bisnis yang dinamis. 4. Adanya kultur yang kurang mendukung perkembangan perusahaan, yang menyebabkan perusahaan bekerja kurang efisien harus dirubah. 5. Pimpinan perusahaan yang baik adalah yang dapat melihat permasalahan, mau bergerak untuk menyelesaikan masalah, dan dapat menyelesaikan masalah. 6. Memotivasi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan untuk bersemangat menggapai visi dan misi perusahaan, menegakkan disiplin, serta mengajak seluruh karyawan ikut melihat/mema-hami permasalahan perusahaan dan mau bersama-2 bergerak untuk mengatasinya, merupakan salah satu tugas penting pimpinan perusahaan. DAFTAR PUSTAKA : 1. Christine Arena, The High Purpose Company,(Alih bahasa oleh James Pantou), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2008. 9 2. Rhenald Kasali, Ph.D, CHANGE!, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2005. 3. UU Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, No.5/Tahun 1999. 4. UU Perseroan Terbatas No. 40/Tahun 2007 10