Membuat Soal HOTS yang Tepat Melalui Penguatan Kemampuan Literasi Sejalan dengan implementasi kurikulum 2013, salah satu harapan yang dibebankan kepada guru adalah guru mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar peserta didik secara Higher Order Thinking Skills (HOTS) agar kualitas lulusan dapat meningkat dan kompetitif karena berdasarkan kompetisi di ajang internasional seperti PISA dan TIMMS, siswa-siswa Indonesia kesulitan dalam menjawab soal-soal HOTS. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah melakukan beberapa upaya, yaitu disamping menyusun buku pedoman HOTS juga menyelenggarakan pelatihan HOTS bagi guru-guru. Salah satu hal yang penting yang perlu dikuasai oleh guru adalah penilaian yang berorientasi HOTS, karena penilaian HOTS merupakan muara dari perencanaan dan pembelajaran HOTS. Walau pun penilaian dilakukan pada aspek kognitif, sikap, dan psikomotor, tetapi yang paling banyak difokuskan adalah pada aspek kognitif, khususnya pada penulisan soal Pilihan Ganda (PG) dan uraian, karena dua model tes tulis ini menjadi instrumen yang relevan dan tepat untuk mengukur hasil belajar peserta didik pada aspek kognitif yang menekankan keterampilan berpikir kritis, yaitu menganalisis (C-4), mengevaluasi (C-5), dan mencipta (C-6). Menyusun soal HOTS bukan hal yang mudah, karena soal yang dibuat harus diawali dengan stimulus yang menjadi pengantar soal HOTS tersebut. Stimulus tersebut harus berfungsi dengan baik sebagai bahan untuk dianalisis, dihubungkan, dikaitkan oleh peserta didik untuk menyusun (mengonstruksi) jawaban, bernilai kebaruan, tidak mengarahkan peserta untuk memilih pilihan jawaban tertentu karena kalau pernah diberikan sebelumnya kepada peserta didik yang sama, soal tersebut tidak lagi termasuk ke dalam kategori HOTS, tetapi LOTS (Lower Order Thinking Skills). Secara prosedural, penulisan soal HOTS diawali dengan analisis Kompetensi Dasar (KD), lalu dijabarkan menjadi kisi-kisi soal, kemudian diuraikan menjadi kartu soal, dan berikutnya dibuat menjadi soal yang utuh. Hal paling mendasar yang perlu diperhatikan adalah guru perlu cermat memilih stimulus yang cocok, menarik, dan menantang siswa untuk menyelesaikannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menulis stimulus soal HOTS adalah melalui penguatan literasi. Maksud literasi disini adalah bukan hanya dalam konteks membaca dan menulis, tetapi juga jenis literasi yang lainnya, seperti literasi informasi, literasi lingkungan, literasi seni dan budaya, literasi sains, literasi IPTEK, dan sebagainya. Mengapa demikian? Karena berbagai kemampuan literasi tersebut akan sangat menunjang dan memperkaya redaksi dan variasi soal HOTS yang dibuat oleh. Saat guru banyak membaca, berdiskusi dengan rekan sejawat, dan mengobservasi, maka wawasannya dan pengalamannya pun akan bertambah, dan bisa mendukung dalam membuat stimulus soal HOTS. Literasi informasi akan menunjang guru dalam membuat soal yang aktual dan kontekstual, kecuali yang berkaitan dengan sejarah. Berita, gambar, foto, masih relevan menggunakan sumber atau koleksi yang lama. Misalnya saat guru akan membuat soal yang berkaitan dengan analisis terkait dengan penegakkan dan perlindungan HAM di Indonesia, maka stimulus yang digunakan akan lebih relevan dan kontekstual jika berita, gambar, foto yang dimunculkan terkait dengan kerusuhan tanggal 21 dan 22 Mei 2019 dibandingkan berita, gambar, foto kerusuhan Mei 1998. Dalam konteks demokrasi atau pemilu, misalnya disajikan berita atau kasus tentang dinamika pada pemilu 2019 dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya, kecuali kalau peserta didik diminta untuk membandingkan atau menganalisis pelaksanaan pemilu di Indonesia dari waktu ke waktu, baru guru menampilkan stimulus berupa berita, foto, atau gambar pemilu-pemilu yang diselenggarakan di Indonesia mulai dari masa orde lama, orde baru, hingga orde reformasi. Sebuah stimulus yang panjang belum akan menjadikan soal tersebut HOTS kalau stimulus itu tidak berfungsi, tidak relevan, atau pertanyaannya hanya seputar menanyakan fakta, konsep, atau prosedur (C-1/mengetahui, C-2/memahami, C-3/mengaplikasikan). Oleh karena itu, stimulus yang diberikan harus relevan dengan pertanyaan yang mendorong kemampuan berpikir kritis (C4/ menganalisis, C-5/ mengevaluasi, dan C-6/mencipta). Berikut adalah contoh stimulus yang sama tetapi bisa menjadi sebuah soal LOTS dan HOTS. Contoh soal LOTS: Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari beragam suku bangsa dan agama. Berdasarkan kepada hal tersebut, maka bangsa Indonesia harus hidup saling menghargai dan menghormati dalam bingkai NKRI berdasarkan Pancasila. Sebagai negara yang majemuk, berbagai tantangan disintegrasi bangsa seperti kerusuhan berbau SARA perlu diselesaikan dengan mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Adapun jumlah provinsi di Indonesia pada tahun 2019 adalah sebanyak.... a. 31 c. 33 b. 32 d. 34 Kunci jawaban: d Alasan soal ini termasuk soal LOTS: Soal ini karena walau menggunakan stimulus, tetapi tidak berfungsi, karena soal hanya menanyakan fakta dan masuk ke dalam level kognitif C-1 (menyebutkan). Contoh soal HOTS: Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari beragam suku bangsa dan agama. Berdasarkan kepada hal tersebut, maka bangsa Indonesia harus hidup saling menghargai dan menghormati dalam bingkai NKRI berdasarkan Pancasila. Sebagai negara yang majemuk, berbagai tantangan disintegrasi bangsa seperti kerusuhan berbau SARA perlu diselesaikan dengan mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan bangsa. HOAKS yang cepat beredar melalui media sosial menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik atau kerusuhan berbau SARA. Di bawah ini adalah beberapa penyebab mudahnya masyarakat terpengaruh oleh HOAKS, kecuali... a. Kualitas literasi informasi masyarakat yang masih rendah; b. Semakin lunturnya sikap saling menghormati dan saling menghargai antarmasyarakat; c. Kondisi ekonomi yang sulit menyebabkan masyarakat mudah terprovokasi; d. Fanatisme kelompok yang berlebihan sehingga yang terjadi adalah solidaritas sempit Kunci jawaban: c Alasan soal ini termasuk soal HOTS: Stimulus pada soal ini berfungsi, siswa diminta untuk menelaah data, informasi, dan fenomena. Pertanyaannya pun mengarahkan siswa untuk menganalisis hingga menyelesaikan sebuah permasalahan. (C-4/ menganalisis). Setiap mata pelajaran memiliki karakternya masing-masing, dan dalam konteks soal HOTS, stimulus yang digunakan oleh guru pun beragam. Disini kuncinya adalah kecermatan dan ketepatan guru dalam menulis stimulus. Diakui atau tidak, kemampuan guru dalam menulis stimulus, bahkan menulis redaksi soal pun beragam. Untuk satu soal pun, bisa menghabiskan waktu belasan bahkan puluhan menit. Biasanya yang menyulitkan guru adalah menulis stimulus dan mengaitkan pertanyaan dengan stimulus yang telah dibuat, dan pada soal PG, guru kesulitan membuat pilihan jawaban yang setara, memiliki daya sukar yang sama, homogen, dan berfungsi sebagai pengecoh. Kemampuan guru dalam menulis soal HOTS perlu terus diasah melalui latihan dan diskusi dengan rekan sejawat di Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Guru pun perlu membuat bank soal sebagai stok jika suatu saat diperlukan karena soal HOTS memang perlu variatif dan bernilai kebaruan. Jika soal-soal itu sudah sering diberikan untuk tes, maka soal itu tidak termasuk ke dalam soal HOTS. Penilaian HOTS disamping merupakan tindak lanjut dari perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang HOTS, juga merupakan konsekuensi dari guru yang profesional, karena seorang guru tugasnya adalah merencanakan pembelajaran secara matang, melaksanakan pembelajaran secara berkualitas, dan menilai hasil belajar siswa secara otentik. Dan sekali lagi, saya menegaskan bahwa penguatan kemampuan literasi guru dalam berbagai hal yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya mutlak harus dilakukan agar guru dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, juga agar dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Wallaahu a'lam.