Uploaded by User72090

Laporan Kasus Lab PK WS Hiperuricemia (Kelompok 5 ) Fix

advertisement
Dibacakan Tanggal
BAGIAN
: PATOLOGI KLINIK RSWS
PERIODE
:
Di
LAPORAN KASUS
MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL
BERUPA MUSCLE CRUMP ET CAUSA GANGGUAN METABOLIME
HIPERURICEMIA DAN DIABETES MELITUS
OLEH :
Nurul Fauziah Arifin
R024201006
Andi Nurul Fadillah
R024201008
Fani Yuanita Pratiwi
R024201014
Fivi Elvira Hasan
R024201020
Yunita Rahmayanti
R024201040
Ainun Djalila Nur Rahman
R024201041
Intruktur Klinis:
dr. Irda Handayani, M.Kes, Sp.PK
Residen Pembimbing
dr. Widya Pratiwi
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini, menerangkan bahwa mahasiswa berikut :
Nurul Fauziah Arifin
R024201006
Andi Nurul Fadillah
R024201008
Fani Yuanita Pratiwi
R024201014
Fivi Elvira Hasan
R024201020
Yunita Rahmayanti
R024201040
Ainun Djalila Nur Rahman
R024201041
Adalah benar telah menyelesaikan telaah kasus dengan judul “Manajemen Fisioterapi Pada
Gangguan Aktivitas Fungsional Berupa Muscle Crump Et Causa Gangguan Metabolisme
Hipererucimia dan Dabetes Melitus”
pada bagian Patologi Klinik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan telah mendiskusikannya
dengan pembimbing.
Makassar, 07 Oktober 2020
Mengetahui,
Clinical Instructor 1
dr. Irda Handayani M. Kes, Sp. PK
Clinical Educator
Riska Nuramalia, S.FT., Physio, M.Biomed
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan anugerah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini sebagai
tanggung jawab penulis dalam mengakhiri stase patologi klinik dengan judul “Manajemen
Fisioterapi Pada Gangguan Aktivitas Fungsional Berupa Muscle Crump Et Causa Gangguan
Metabolisme Hiperuricemia dan Diabetes Melitus”.
Sholawat dan taslim semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
banyak kekurangan dan keterbatasan kemampuan penulis, namun berkat kerja sama tim, penulis
mampu menyelesaikan tugas ini. Harapan penulis semoga laporan kasus yang diajukan dapat
diterima dan diberi kritikan, masukan yang mendukung sehingga dapat memperbaiki jika
terdapat kesalahan didalamnya dan semoga dapat bermanfaat bagi sejawat.
Makassar, 7 Oktober 2019
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3
A. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................................................ 3
B. Etiologi ................................................................................................................................... 6
C. Patofisiologi ............................................................................................................................ 8
D. Tanda dan gejala klinis .......................................................................................................... 9
E. Komplikasi Hiperurisemia .................................................................................................... 10
F. Pencegahan Hiperurisemia .................................................................................................... 11
G. Diagnosis Banding ............................................................................................................... 12
H. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis ............................................................................... 12
I. Prinsip latihan Hiperurisemia .............................................................................................. 13
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI ...................................................................................... 14
A. Data Umum Pasien ............................................................................................................ 14
B. Pemeriksaan Fisioterapi (Model CHARTS) ...................................................................... 14
C. Diagnosis Fisioterapi ......................................................................................................... 23
D. Problem Fisioterapi ............................................................................................................ 23
E. Program .............................................................................................................................. 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................... 24
A. Hasil ................................................................................................................................... 24
iv
B. Pembahasan........................................................................................................................ 24
1.
Pemeriksaan Hematologi................................................................................................ 24
2.
Pertimbangan Hematologi Dalam Pemberian Exercise ................................................. 46
3.
Pemeriksaan Kimia Klinik ............................................................................................. 47
4.
Pertimbangan Kimia Klinik Dalam Pemberian Exercise ............................................... 53
5.
Pemeriksaan dan Intervensi Fisioterapi.......................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 62
v
BAB I
(PENDAHULUAN)
Hiperuricemia merupakan keadaan dimana di dalam darah seseorang terdapat jumlah
asam urat yang berlebihan. Kadar asam urat yang berlebihan ini dapat menimbulkan gejala
akibat adanya penumpukan kristal asam urat di sendi atau disebut dengan gout. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian hiperurisemia adalah jenis kelamin, IMT, asupan karbohidrat
dan asupan purin. Asupan purin merupakan faktor risiko paling kuat yang berhubungan dengan
kejadian hiperurisemia. (Anonim, 2012).
WHO mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari populasi,
hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71%nya cenderung langsung mengkonsumsi obatobatan pereda nyeri yang dijual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang
paling tinggi menderita gangguan sendi jika dibandingkan dengan negara di Asia lainnya seperti
Hongkong, Malaysia, Singapura dan Taiwan. Penyakit sendi secara nasional prevalensinya
berdasarkan wawancara sebesar 30,3% dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
adalah 14% (Riskesdas 2007-2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit sendi adalah
umur, jenis kelamin, genetik, obesitas dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan dan olah
raga. (Anonim, 2012).
Hiperurisemia yang merupakan kondisi predisposisi untuk gout, sangat berhubungan erat
dengan sindrom metabolik seperti : hipertensi, intoleransi glukosa, dislipidemia, obesitas truncal,
dan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Didapatkan bukti bahwa hiperurisemia sendiri
mungkin merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular. Insiden dan
prevalensi gout di seluruh dunia tampaknya meningkat karena berbagai alasan, termasuk yang
iatrogenik.
1
Untuk Epidemiologi pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita,
yang meningkatkan resiko mereka terserang hiperuricemia. Perkembangan hiperuricemia
sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka
kejadian hiperuricemia menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun.
Sedangkan wanita mengalami peningkatan resiko hiperuricemia setelah menopause, kemudian
resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen
memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan hiperuricemia jarang pada wanita muda.
2
BAB II
(TINJAUAN PUSTAKA)
A. Anatomi dan Fisiologi
Sendi secara sederhana merupakan pertemuan antar tulang. Sendi memberikan adanya
segmentasi pada rangka manusia dan memberikan kemungkinan variasi pergerakan. Sendi
dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan ikat yang dominan secara fungsional
berdasarkan jumlah gerakan.
Klasifikasi persendian :
1. Persendian Fibrosa : sendi tetap dimana jaringan fibrosa yang terdiri dari kolagen
menghubungkan tulang. Sendi fibrosa biasanya tidka dapat digerakkan (sinartrosis) dan
tidak memiliki rongga sendi. mereka dibagi lagi menjadi sutura, gomposis, dan
sindesmosis.
a) sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan jaringan ikat fibrosa rapat
dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak.
Contoh
sutura
adalah
sutura
sagital dan sutura parietal.
b) gomposis adalah persendian tidak bergerak antara gigi dan soketnya di rahang bawah
dan
rahang
atas.
Ligamentum
periodontal
adalah
jaringan
fibrosa
yang
menghubungkan gigi ke soket.
c) Sindesmosis adalah persendian yang dapat digerakkan (amphiarthroses). Pada sendi
syndesmosis, kedua tulang disatukan oleh membran interoseus. Misalnya, tibia
terhubung ke fibula, membentuk sendi tibiofibular tengah, dan ulna menempel pada
jari-jari, membentuk sendi radio-ulnaris tengah.
3
2. Persendian kartilago: pada sendi tulang rawan, tulang menempel oleh tulang hialin atau
fibrokartilago. Bergantung pada jenis tulang rawan yang terlibat, persendian
diklasifikasikan lebih lanjut sebagai sendi tulang rawan primer dan sekunder.
a) Sendi tulang rawan primer, juga dikenal sebagai synchondroses, hanya
melibatkan tulang rawan hialin. Sendi ini mungkin sedikit bergerak
(amphiarthroses) atau tidak bergerak (synarthroses). Contohnya sendi antara
epifisis dan diafisis tulang panjang yang tumbuh.
b) Sendi tulang rawan sekunder, juga dikenal sebagai simfisis, mungkin melibatkan
hialin atau fibrokartilago. Sendi ini sedikit bergerak (amphiarthroses). Contoh
klasik adalah simfisis pubis.
3. Persendian synovial : Sendi sinovial bergerak bebas (diartrosis) dan dianggap sebagai
sendi fungsional utama tubuh. Rongga sendi mencirikan sendi sinovial. Rongga
dikelilingi oleh kapsul artikular, yang merupakan jaringan ikat fibrosa yang melekat pada
setiap tulang yang berpartisipasi tepat di luar permukaan artikulasinya. Rongga sendi
berisi cairan sinovial, yang disekresikan oleh membran sinovial (sinovium), yang
melapisi kapsul artikular. Tulang rawan hialin membentuk tulang rawan artikular,
menutupi seluruh permukaan artikulasi setiap tulang membran sinovial kontinu. Beberapa
sendi sinovial juga memiliki fibrokartilago terkait, seperti menisci, di antara tulang yang
mengartikulasikan. Sendi sinovial sering diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan jenis
gerakan. Ada enam klasifikasi seperti: engsel (siku), sadel (sendi karpometakarpal),
planar (sendi acromioclavicular), poros (sendi atlantoaxial), condyloid (sendi
metacarpophalangeal), dan bola dan soket (sendi pinggul).
4
Tujuan utama sendi sinovial adalah untuk mencegah gesekan antara tulang artikulasi
rongga sendi. Sementara semua sendi sinovial adalah diartrosis, tingkat pergerakannya bervariasi
di antara subtipe yang berbeda dan seringkali dibatasi oleh ligamen yang menghubungkan
tulang.
a. Sendi engsel adalah artikulasi antara ujung cembung satu tulang dan ujung cekung tulang
lainnya. Jenis sambungan ini uniaksial karena hanya memungkinkan pergerakan dalam
satu sumbu. Di tubuh, sumbu gerakan ini biasanya menekuk dan meluruskan, atau fleksi
dan ekstensi. Contohnya termasuk sendi siku, lutut, pergelangan kaki, dan
interphalangeal.
b. Sendi condyloid, atau sendi ellipsoid, didefinisikan sebagai artikulasi antara depresi
dangkal satu tulang dan struktur bulat tulang atau tulang lainnya. Jenis sendi ini biaksial
karena memungkinkan dua sumbu gerakan: fleksi / ekstensi dan medial / lateral (abduksi
/ adduksi). Contohnya adalah sendi metacarpophalangeal tangan antara metacarpal distal
dan phalanx proksimal, umumnya dikenal sebagai buku jari.
c. Sendi sadel adalah artikulasi antara dua tulang yang berbentuk pelana, atau cekung di
satu arah dan cembung di arah lain. Jenis sendi ini biaksial, dan salah satu contohnya
adalah sendi karpometakarpal pertama antara trapezium (karpal) dan tulang metakarpal
ibu jari pertama.
d. Sendi planar didefinisikan sebagai artikulasi antara tulang yang datar dan berukuran
serupa. Jenis sambungan ini multiaxial karena memungkinkan banyak gerakan. Namun,
ligamen sekitarnya biasanya membatasi sendi ini pada gerakan kecil dan kencang.
Contohnya termasuk sendi intercarpal, sendi intertarsal, dan sendi acromioclavicular.
5
e. Sendi poros adalah artikulasi dalam cincin ligamen antara ujung bulat dari satu tulang
dan tulang lainnya. Jenis sendi ini uniaksial karena, meskipun tulang berputar di dalam
cincin ini, tulang melakukannya di sekitar sumbu tunggal. Contohnya adalah sambungan
atlantoaksial antara C1 (atlas) dan C2 (sumbu) dari vertebra, yang memungkinkan
gerakan kepala dari sisi ke sisi. Contoh lain adalah sendi radioulnar proksimal. Jari-jari
berada di ligamentum radial annular, yang menahannya saat berartikulasi dengan takik
radial ulna, yang memungkinkan pronasi dan supinasi.
f. Sendi bola dan soket adalah artikulasi antara kepala bulat dari satu tulang (bola) dan
cekungan tulang lainnya (soket). Jenis sendi ini multiaxial: memungkinkan fleksi /
ekstensi, abduksi / adduksi, dan rotasi. Satu-satunya sendi bola dan soket tubuh adalah
pinggul dan bahu (glenohumeral). Soket dangkal rongga glenoid memungkinkan rentang
gerak yang lebih luas di bahu; soket yang lebih dalam dari acetabulum dan ligamen
pendukung pinggul membatasi pergerakan tulang paha.
B. Etiologi
Gangguan metabolisme yang mendasarkan artritis gout adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl untuk pria dan 6,0 ml/dl untuk
wanita. Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas,
konsumsi purin dan alkohol
1. Jenis Kelamin
Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita, yang
meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout. Perkembangan artritis gout sebelum
usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian
artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Sedangkan
6
wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopause, kemudian resiko
mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen
memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada wanita muda.
2. Riwayat Medikasi
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi
asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia.
3. Obesitas
Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan resiko artritis
gout. Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin diduga
meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion exchanger
transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush
border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal. Dengan adanya
resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif
sehingga kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan konsentrasi adenosin
mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan air oleh ginjal.
4. Konsumsi purin dan alkohol
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut (terutama kerang
dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Mekanisme biologi yang
menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol dengan resiko terjadinya serangan gout
yakni, alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan produksi
asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang menghambat
7
eksresi asam urat. Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis gout
adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over
produksi asam urat dalam tubuh
C. Patofisiologi
Artritis gout disebabkan oleh reaksi inflamasi yang muncul sebagai respons terhadap
pengendapan kristal monosodium urat ke dalam sendi pasien hiperurisemia. Peradangan yang
diinduksi monosodium urat ini didorong oleh komponen sistem kekebalan bawaan yang biasanya
memberikan respons imun nonspesifik awal untuk patogen yang menyerang.
Proses awal dari respon inflamasi artritis gout terjadi ketika makrofag yang ada di dalam
kristal monosodium urat fagositosis rongga sendi (Gbr. 1). Internalisasi kristal monosodium urat
ini kemudian memicu pembentukan perancah protein yang dikenal sebagai inflamasi di dalam
sitosol makrofag. Inflamasom adalah kompleks protein dengan berat molekul tinggi yang
menyediakan platform untuk pemrosesan enzimatik dari pro-IL-1β yang tidak aktif menjadi IL1β yang aktif secara biologis, yang kemudian disekresikan dari sel. Menariknya, kristal
monosodium urat saja mungkin tidak cukup untuk memicu aktivasi / pelepasan IL-1β dari
makrofag,
sebaliknya
membutuhkan
ko-stimulasi
dengan
asam
lemak
bebas
atau
lipopolisakarida untuk melepaskan IL-1β. Mengingat bahwa konsumsi alkohol atau makanan
besar dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas, masuk akal bahwa
keterlibatan asam lemak bebas dalam memicu pelepasan IL-1β mungkin merupakan faktor
penting dalam perkembangan artritis gout yang akan melebar.
Seiring waktu, peradangan akut yang menyertai serangan artritis gout yang berulang
dapat berujung pada kerusakan sendi patologis. Akumulasi kristal monosodium urat yang
berkepanjangan menimbulkan tophi yang terdiri dari kristal monosodium urat dalam matriks
8
lipid, protein, dan mukopolisakarida. Enzim, seperti matriks metaloproteinase, dan osteoklas
resorptif tulang diproduksi secara lokal di dalam tofi ini, yang mengakibatkan erosi tulang
progresif. Selain itu, peningkatan kadar sitokin proinflamasi yang muncul selama artritis gout
yang akan melebar. juga dapat menyebabkan kerusakan tulang. IL-1 adalah molekul kunci dalam
proses kerusakan tulang dan tulang rawan dan memainkan peran penting dalam pembentukan
osteoklas.
Gambar 2.1
D. Tanda dan gejala klinis
1. Asimtomatik
Seseorang dapat menderita hiperurisemia, tetapi tidak timbul gejala asam urat. Ini disebut
"hiperurisemia asimtomatik" dan memang demikian biasanya tidak membutuhkan
perawatan.
9
2. Akut
Serangan awal gout berupa nyeri yang berat, bengkak dan berlangsung cepat, lebih sering
di jumpai pada ibu jari kaki. Ada kalanya serangan nyeri di sertai kelelahan, sakit kepala
dan demam.
3. Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritikal
asimtomatik. Secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut. tahap ini
merupakan tahap penderita mengalami serangan gout arthritis yang lebih sering dan
berulang – ulang namun tidak menentu.
4. Kronik
Di tahap ini asam urat penderita sudah menumpuk dan mengkristal di berbagai jaringan
ikat tubuh penderita khususnya pada persendian penderita.
E. Komplikasi Hiperurisemia
Komplikasi dapat timbul pada gout akibat tophi. Tophi adalah gumpalan kristal urat yang
mengeras di bawah kulit yang terbentuk dari penumpukan kristal monosodium urat pada sendi
yang terkena. Tophi ini dapat menyebabkan kerusakan pada sendi dan jaringan di sekitarnya,
menyebabkan nyeri kronis, dan bahkan dapat menyebabkan kelainan bentuk. Berbagai
komplikasi ginjal juga dapat terjadi. Komplikasi tersebut antara lain, batu ginjal, batu asam urat,
dan nefropati asam urat akut dan kronis. Komplikasi tersebut tidak hanya disebabkan oleh gout
itu sendiri, tetapi juga oleh penyakit yang sering menyertai asam urat, seperti hipertensi,
hiperlipidemia, penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa obat
yang diresepkan oleh pasien untuk mengobati asam urat dapat menyebabkan komplikasi lebih
lanjut.
10
F. Pencegahan Hiperurisemia
Terapi penurunan urat serum harus dimulai mencegah kekambuhan pada orang dengan
riwayat asam urat dan salah satu dari berikut ini: setidaknya satu per tahun pada orang dengan
penyakit ginjal kronis stadium 2 atau lebih besar, tophi, atau riwayat nefrolitiasis (batu ginjal).
Serum urat harus diturunkan ke target kurang dari 5 sampai 6 mg per dL (297 sampai 357 µmol
per L), tergantung pada kristal dan beban tophaceous. Serum normal kadar urat tidak
mengecualikan diagnosis gout. Ini harus dipantau secara berkala untuk menilai pencegahan
terapi pada pasien dengan gout berulang dan riwayat peningkatan kadar urat.
Selama periode bebas gejala, pedoman diet berikut dapat membantu melindungi dari
serangan asam urat di masa mendatang. Tetap terhidrasi dengan baik. Batasi berapa banyak
minuman manis yang Anda minum. Batasi atau hindari alkohol, bukti terbaru menunjukkan
bahwa bir kemungkinan besar meningkatkan risiko gejala asam urat, terutama pada pria. Produk
susu rendah lemak sebenarnya memiliki efek perlindungan terhadap asam urat, jadi ini adalah
sumber protein. Batasi asupan daging, ikan, dan unggas. Pertahankan berat badan yang
diinginkan. Pilih porsi yang memungkinkan untuk mempertahankan berat badan yang sehat.
Menurunkan berat badan dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh. Tetapi hindari puasa
atau penurunan berat badan yang cepat, karena hal itu dapat meningkatkan kadar asam urat untuk
sementara.
11
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding hiperurisemia dapat dibuat berdasarkan kondisi yang menjadi
penyebabnya. Hiperurisemia dapat disebabkan oleh over produksi atau kurangnya
ekskresi asam urat. Over produksi asam urat bisa terjadi akibat asupan makanan tinggi
purin;
gangguan
metabolisme
purin
akibat
defisiensi
hypoxanthine
phosphoribosyltransferase (HPRT) atau overaktivitas phosphoribosylpyrophosphate
(PRPP) synthetase; dan peningkatan penghancuran atau pergantian sel misalnya
pada polisitemia vera, penyakit Paget, atau rhabdomyolisis. Penurunan ekskresi asam urat
dapat disebabkan penyakit ginjal, konsumsi obat.
Pada
hiperurisemia
diagnosis
banding
yang
perlu
dipikirkan
adalah osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Diagnosis dapat dibedakan dengan
mengukur kadar asam urat serum, pemeriksaan faktor rheumatoid, dan pemeriksaan
radiologi
H. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis
Menurut The European League Against Rheumatism (EULAR) berdasarkan klinis temuan.
Perkembangan cepat dengan nyeri yang parah, bengkak yang mencapai puncaknya dalam enam
hingga 12 jam, dalam kombinasi dengan eritema di atasnya, kemungkinan besar
mengindikasikan peradangan kristal. Tes diagnostik definitif untuk gout adalah identifikasi
kristal urat dalam cairan sinovial yang disedot dari sendi yang terkena. Namun, dalam praktiknya
tes ini tidak sering dilakukan (hanya dalam 11% kasus). Menurut American College of
Rheumatology, adanya enam atau lebih dari gambaran klinis berikut menandakan diagnosis gout:
1. Lebih dari satu serangan artritis akut
2. Peradangan maksimum berkembang dalam 24 jam
3. Serangan monoartritis
12
4. Eritema di atas sendi yang terkena
5. Sendi metatarsophalangeal pertama yang nyeri atau bengkak
6. Serangan sepihak pada sendi tarsal
7. Tophus (dicurigai atau terbukti)
8. Hiperurisemia
9. Pembengkakan asimetris dalam persendian yang terlihat melalui radiografi
10. Kista subkortikal tanpa erosi terlihat pada radiograf
11. Kultur cairan sendi negatif untuk organisme selama serangan akut
I. Prinsip latihan Hiperurisemia
Prinsip latihan untuk hiperurisemia adalah latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali
seminggu selama 30−60 menit. Olahraga meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan
sendi, dan ketahanan kardiovaskular. Olahraga bertujuan untuk menjaga berat badan ideal dan
menghindari terjadinya gangguan metabolisme yang menjadi komorbid gout. Namun, latihan
yang berlebihan dan berisiko trauma sendi wajib dihindari.
13
BAB III
(MANAJEMEN FISIOTERAPI)
A. Data Umum Pasien
Nama
: Tuan SL
Usia
: 68 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Pensiunan
Alamat
: Perdos Unhas Blok AG 13 T-Rea Jaya
Vital Sign
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Pernafasan
: 20x/menit
Suhu
: 360 C
B. Pemeriksaan Fisioterapi (Model CHARTS)
1.
Chief of Complaint
Nyeri pada bahu kiri dan rasa keram pada kaki sebelah kiri.
2. History Taking
Pasien mengeluh nyeri pada bahu sebelah kiri dan rasa keram pada kaki sebelah
kiri. Pasien juga memiliki keluhan penglihatan kabur pada kedua matanya dalam
minggu ini. Mual dan muntah tidak ada. Demam dan batuk tidak ada. Pasien memliki
riwayat penyakit DM kurang lebih sejak 3 tahun lalu.
14
3. Asymetric
a)
Inspeksi Statis
1) Anterior
-
Raut wajah menahan sakit
-
Raut wajah pasien terlihat cemas
2) Lateral
-
Postur agak kifosis
-
Knee semifleksi
b) Inspeksi dinamis
1) Pasien datang dengan sedikit pincang.
2) Berat badan ditumpukan pada kaki yang sehat (dextra)
c) Palpasi
o Shoulder
1) Suhu
: Normal
2) Kontur kulit
: Normal
3) Oedem
: (-)
4) Tenderness
: (+) m.deltoid, m.pectoralis mayor
o Ankle
1) Suhu
: Normal
2) Kontur kulit
: Normal
3) Oedem
: (+) pada pergelangan kaki
4) Tenderness
: (-)
15
d) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)
PFGD Aktif
Regio
Gerakan
Dexra
Sinistra
Fleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Ekstensi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Adduksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Abduksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Rotasi internal
Full ROM
Terbatas, nyeri
Rotasi eksternal
Full ROM
Full ROM
Protraksi
Full ROM
Full ROM
Retraksi
Full ROM
Full ROM
Fleksi
Full ROM
Full ROM
Ekstensi
Full ROM
Full ROM
Abduksi
Full ROM
Full ROM
Adduksi
Full ROM
Full ROM
Endorotasi
Full ROM
Full ROM
Eksorotasi
Full ROM
Full ROM
Fleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Ekstensi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Plantarfleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Shoulder
Hip
Knee
Ankle
16
Dorsifleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Inversi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Eversi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Dexra
Sinistra
PFGD Pasif
Regio
Gerakan
Fleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Ekstensi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Adduksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Abduksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Rotasi internal
Full ROM
Terbatas, nyeri
Rotasi eksternal
Full ROM
Full ROM
Protraksi
Full ROM
Full ROM
Retraksi
Full ROM
Full ROM
Fleksi
Full ROM
Full ROM
Ekstensi
Full ROM
Full ROM
Abduksi
Full ROM
Full ROM
Adduksi
Full ROM
Full ROM
Endorotasi
Full ROM
Full ROM
Eksorotasi
Full ROM
Full ROM
Fleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Ekstensi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Plantarfleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Dorsifleksi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Shoulder
Hip
Knee
Ankle
17
Inversi
Full ROM
Terbatas, nyeri
Eversi
Full ROM
Terbatas, nyeri
4. Restrictive
a) Limitasi ROM
: Regio gerakan Shoulder (Fleksi, Ekstensi, Adduksi
Abduksi & Rotasi Internal) dan Ankle (Plantarfleksi,
Dorsifleksi, Inversi & Eversi).
b) Limitasi ADL
: Walking, Praying, Dressing & Toileting
c) Limitasi Pekerjaan
: (+) pekerjaan terganggu untuk melakukan
pekerjaannya
d) Limitasi Rekreasi
: Tidak terganggu
5. Tissue Impairment and Physchological Prediction
a) Muskulotendinogen
: Suspect spasme m.deltoid, m.pectoralis mayor
b) Osteoarthrogen
: Suspect osteoarthritis shoulder joint sinistra, gout
arthritis
ankle sinistra
c) Neurogen
:-
d) Psikogen
: Kecemasan
18
6. Spesific test
a) VAS
Shoulder
Ankle
Nyeri diam
:2
Nyeri diam
:2
Nyeri tekan
:4
Nyeri tekan
:5
Nyeri gerak
:6
Nyeri gerak
:6
b) Neer’s Sign
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada Subacromial impingement
c) Hawkins-Kennedy Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada Subacromial impingement
d) Scarf Test
Hasil
: (+) nyeri sinistra
IP
: Disfungsi AC Joint
e) Painful Arch
Hasil
: (+) nyeri sinistra
IP
: Masalah pada sendi acromioclavicular
f) Knee Anterior & Posterior Drawer Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada tear ligament cruciatum anterior dan posterior
19
g) Knee Valgus & Varus Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada tear pada ligament lateral dan collateral knee
h) Apley’s Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada tear meniscus
i) Clarke Sign
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada condromalacia patella
j) Thompson’s Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada rupture tendon achilles
k) Inversion Tallar Tilt Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada sprain lig. talofibular anterior, lig. calcaneofibular, lig.
calcaneocuboid
l)
Eversion Tallar Tilt Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada sprain pada ligament deltoid
m) Heel Tap Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada fraktur pada ankle
20
n) Homan’s Sign
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada implikasi deep vein thrombophlebitis
o) Tinel’s Foot Test
Hasil
: (-)
IP
: Tidak ada tarsal tunnel syndrome
p) Muscle Manual Test (MMT)
M.Deltoid :
Hasil : nilai 3
IP
: Full ROM, mampu melawan gravitasi
M.Pectoralis Mayor :
Hasil : nilai 3
IP
: Full ROM, mampu melawan gravitasi
q) HRS-A :
Hasil
: 16
IP
: Kecemasan ringan
r) Hasil Radiologi :
-
Aligment shoulder joint sinistra tampak baik
-
Gambaran osteofit kecil di daerah tuberculum mayor os. humerus dan acromio
os. clavicula kiri disertai gambaran sklerotik subchondral
-
Mineralisasi tulang baik
-
Sela sendi glenohumerale dan acromioclavicularis kiri baik
-
Jaringan lunak sekitarnya baik
21
s) Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Hasil
4 Oktober
5 Oktober
Nilai Rujukan
Satuan
Hematologi
WBC
6.6
6.3
4.00-10.0
10̂3/ul
RBC
5.78
5.98
4.00-6.00
10̂6/ul
HGB
16.6
17.4
12.0-16.0
gr/dl
HCT
48
50
37.0-48.0
%
MCV
83
83
80.0-97.0
fL
MCH
29
29
26.5-33.5
pg
MCHC
35
35
31.5-35.0
gr/dl
PLT
207
205
150-400
10̂3/ul
RDW-CV
12.4
11.9
10.0-15.0
PDW
9.5
10.7
10.0-18.0
fL
MPV
8.9
9.4
6.50-11.0
fL
PCT
0.00
0.00
0.15-0.50
%
NEUT
57.7
61.8
52.0-75.0
%
LYMPH
32.6
29.6
20.0-40.0
%
MONO
6.4
5.8
2.00-8.00
10̂3/ul
EO
2.1
1.9
1.00-3.00
10̂3/ul
BASO
1.2
0.9
0.00-0.10
10̂3/ul
Kimia Darah
GDP
138
139
110
mg/dl
GD2PP
209
273
<200
mg/dl
HbA 1 c
7.7
8.2
4-6
%
Fungsi Ginjal
Ureum
29
31
10-50
mg/dl
Kreatinin
1.20
1.20
L (<1,3); P
mg/dl
(<1.1)
22
Profil Lipid
Kolestrol total
-
204
200
mg/dl
Kolestrol HDL
-
50
L (>55); P
mg/dl
(>65)
Kolestrol LDL
-
156
<130
mg/dl
Trigliserida
-
82
200
mg/dl
P (2.4-5.7)
mg/dl
Asam Urat
Asam Urat
8.6
9.9
L (3.4-7.0)
C. Diagnosis Fisioterapi
“Gangguan gerak fungsional ekstremitas superior dan inferior berupa cramp e.c
gangguan sistem metabolic (Hiperuricemia dan Diabetes Melitus)”
D. Problem Fisioterapi
a) Kecemasan
b) Nyeri
c) Keterbatasan ROM
d) Kekakuan Sendi
e) Kelemahan Otot
f) Penurunan Fleksibilitas Otot
g) Gangguan Sirkulasi Darah dan ADL
E. Program
a) Komunikasi Terapeutik
b) Manual Therapy
c) Peripheral Point Mobilization
d) Exercise Therapy (Stretching, Strengthening, Ankle Pumping Exercise)
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pemeriksaan hematologi pasien pada tanggal 5 Oktober didapatkan bahwa terjadi
peningkatan hemoglobin, hematocrit, dan basophil. Sedangkan pada pemeriksaan kimia klinik
pada tanggal 4 Oktober dan 5 Oktober didaptkan bahwa pasien tersebut mengalami gangguan
metabolisme berdasarkan nilai GDP, GD2PP, dan
HBA1C mengalami pengingkatan dan
mengindikasikan bahwa pasien tersebut mengalami Diabetes Melitus. Selain itu pasien
mengalami peningkatan pada pemeriksaan LDL, penurunan HDL, dan peningkatan nilai asam
urat.
B. Pembahasan
1. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan hitung darah lengkap
terdiri dari hemogram ditambah leukosit diferensial yang terdiri dari neutrofill (segmented
dan bands), basofil, eosinofil, limfosit dan monosit.
Rentang nilai normal hematologi bervariasi pada bayi, anak anak dan remaja,
umumnya lebih tinggi saat lahir dan menurun selama beberapa tahun kemudian. Nilai pada
orang dewasa umumnya lebih tinggi dibandingkan tiga kelompok umur di atas. Pemeriksaan
hemostasis dan koagulasi digunakan untuk mendiagnosis dan memantau pasien dengan
perdarahan,
gangguan
pembekuan
darah,
cedera
vaskuler
atau
trauma.
24
a. White Blood Cell (WBC)/ Leukosit
Nilai normal :
3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L
Deskripsi:
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit
organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibodi. Ada
duatipe utama sel darah putih:
1) Granulosit: neutrofil, eosinofil dan basofil
2) Agranulosit: limfosit dan monosit
Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam jaringan
limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ dan jaringan. Umur
leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino dibutuhkan dalam
pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan dan pelepasan
leukosit. Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang belum dewasa di
sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit (ditemukan di
sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofil pada ahap awal kedewasaan), dan
akhirnya, neutrofil. Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast (belum dewasa)
kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel dewasa).
Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa) kemudian tumbuh
menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel dewasa).
Implikasi klinik:
1) Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3 mengindikasikan
gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit yang sangat tinggi (di
25
atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita kanker post-operasi
(setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun tidak
dapat dikatakan infeksi.
2) Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofill). Bila tidak ditemukan anemia
dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia
3) Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.
4) Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin,
leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.
5) Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat meningkatkan
jumlah sel darah putih
6) Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit
<4000/mm3. Penyebab leukopenia
antara lain:
a) Infeksi virus, hiperplenism, leukemia
b) Obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)
c) Anemia aplastik/pernisiosa
d) Multipel mieloma
7) Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofil; Pewarnaan asam untuk eosinofil;
Pewarnaan basa untuk basofil
8) Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya sedikit, jumlah
tertinggi adalah pada sore hari
9) Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun) 10.00020.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun
10) Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai leukosit.
26
b. Red Blood Cell (RBC)/Eritrosit
Nilai normal:
Pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit: 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
Wanita: 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit: 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L
Deskripsi:
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang
berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen
yang terikat dengan Hb dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel
berubah bentuk agar lebih mudah melewati kapiler yang kecil. Jika kadar oksigen menurun
hormon eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit.
Eritrosit, dengan umur 120 hari, adalah sel utama yang dilepaskan dalam sirkulasi.
Bila kebutuhan eritrosit tinggi, sel yang belum dewasa akan dilepaskan kedalam sirkulasi.
Pada akhir masa hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui fagositosis di
limfa, hati dan sumsum tulang (sistem retikuloendotelial).
Proses
eritropoiesis
pada
sumsum
tulang
melalui
beberapa
tahap,
yaitu:
1.Hemocytoblast (prekursor dari seluruh sel darah); 2. Prorubrisit (sintesis Hb); 3. Rubrisit
(inti menyusut, sintesa Hb meningkat); 4. Metarubrisit (disintegrasi inti, sintesa Hb
meningkat; 5. Retikulosit (inti diabsorbsi); 6. Eritrosit (sel dewasa tanpa inti).
Implikasi klinik :
1) Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta respon
terhadap terapi anemia
27
2) Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan fungsi ginjal,
talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus.
c. HGB (Hemoglobin)
Nilai normal :
Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
Deskripsi:
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan
karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua
unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen
merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang
mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin
mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan
jumlah sel darah merah. Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S
berhubungan dengan anemia sel sabit.
Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar
sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk
kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan
pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual karena berbagai adaptasi tubuh
(misalnya ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin
kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total
hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit.
28
Implikasi klinik :
1) Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat
besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
2) Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar),
penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah
dataran tinggi.
3) Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar.
4) Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons
terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
Faktor pengganggu
1) Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb demikian juga
Hct dan sel darah merah.
2) Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb
3) Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)
4) Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat peningkatan volume
plasma
5) Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat
meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa
6) Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb
Hal yang harus diwaspadai
1) Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah merah. Kondisi
gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan penurunan nilai ketiganya.
2) Nilai Hb 20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsenstrasi
29
d. HCT
Nilai normal:
Pria
: 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5
Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45
Deskripsi:
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.
Implikasi klinik:
1) Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi
hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan Hct
sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.
2) Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru
kronik, polisitemia dan syok.
3) Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit
normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.
4) Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil), nilai
Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih
kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.
5) Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
6) Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.
Faktor pengganggu
1) Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi demikian juga
Hb dan sel darah merahnya.
2) Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fi siologis pada kehamilan
30
3) Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk bayi lebih tinggi
karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik. Nilai Hct pada wanita biasanya
sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.
4) Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada kelompok umur lebih
dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah yang lebih rendah pada kelompok
umur ini.
5) Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai
Hal yang harus diwaspadai :
Nilai HCT <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian, Nilai Hct >60% terkait
dengan pembekuan darah spontan
e. MCV
Nilai normal:
Pria
: 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5
Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45
Deskripsi:
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.
Implikasi klinik:
1) Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi
hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan
Hct sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.
2) Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paruparu kronik, polisitemia dan syok.
31
3) Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit
normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.
4) Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil),
nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume
yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.
5) Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
6) Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.
Faktor pengganggu
1) Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi demikian
juga Hb dan sel darah merahnya.
2) Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fi siologis pada kehamilan
3) Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk bayi lebih
tinggi karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik. Nilai Hct pada wanita
biasanya sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.
4) Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada kelompok umur
lebih dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah yang lebih rendah pada
kelompok umur ini.
5) Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai
Hal yang harus diwaspadai :
Nilai HCT <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian, Nilai Hct >60%
terkait dengan pembekuan darah spontan
f. MCH
Perhitungan : MCH (picogram/sel) = hemoglobin/sel darah merah
32
Nilai normal : 28– 34 pg/ sel
Deskripsi:
Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di dalam sel
darah merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna (normokromik,
hipokromik, hiperkromik) sel darah merah. MCH dapat digunakan untuk mendiagnosa
anemia.
Implikasi Klinik:
1) Peningkatan MCH mengindikasikan anemia makrositik
2) Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik.
g. MCHC
Nilai Normal
Nilai MCHC normal adalah antara 32 sampai 36%
Deskripsi
Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) adalah konsentrasi hemoglobin
rata-rata untuk setiap sel darah merah. Nilai MCHC dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan massa sel darah merah (Hematokrit) sehingga didapatkan hasil
dalam satuan persen (%) atau gram/desiliter (g/dL).
Implikasi Klinik
1) Jika kadar MCHC terlalu tinggi, bisa mengindikasikan bahwa sel-selnya bersifat
hyperchromic. Artinya ada konsentrasi hemoglobin yang tinggi di setiap sel darah
merah. Hal ini ditandai dengan warna merah yang lebih padat.
33
2) Jika dalam tes darah MCHC rendah, berarti kadar hemoglobin dalam setiap sel
darah merah lebih rendah dari normal. Hal ini mengindikasikan bahwa sel-selnya
bersifat hypochromic yang ditandai dengan warna yang kurang pekat alias pucat.
3) Gejala MCHC rendah meliputi sesak napas, kelelahan, lemas, kulit pucat, pusing,
kulit mudah memar, dan kehilangan stamina.
Faktor pengganggu
1) peningkatan konsentrasi hemoglobin sel darah merah termasuk kekurangan
vitamin B12, penyakit hati, dan komplikasi luka bakar sekunder.
2) Gejala MCHC tinggi terlihat pada pasien dengan anemia hemolitik autoimun
(sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel darah merah sendiri), spherocytosis
herediter (kelainan bawaan yang menyebabkan anemia dan batu empedu), dan
anemia makrositik.
3) Penyebab dari MCHC rendah dalam darah ada berbagai alasan antara lain anemia,
khususnya anemia mikrositik hipokrom adalah penyebab umum MCHC rendah
Selain itu, kekurangan zat besi akibat ketidakmampuan tubuh menyerap zat besi,
berbagai kondisi medis yang menyebabkan malabsorpsi zat besi meliputi operasi
bypass lambung, penyakit Crohn, dan penyakit Celiac, kehilangan darah besar
akibat perdarahan hebat akibat siklus menstruasi yang lama, perusakan dini sel
darah merah, keracunan timbal, kanker, dan nfeksi Parasit.
h. PLT (Trombosit)
Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L
Deskripsi:
34
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi
setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam
sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh
trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa.
Implikasi klinik:
1) Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera, trauma,
sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.
2) Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP),
anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan
multipledysplasia syndrome.
3) Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat
menyebabkan trombositopenia
4) Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan spontan dalam
jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis.
5) Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.
6) Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah platelet.
Faktor pengganggu
7) Jumlah platelet umumnya meningkat pada dataran tinggi; setelah olahraga, trauma
atau dalam kondisi senang, dan dalam musim dingin
8) Nilai platelet umunya menurun sebelum menstruasi dan selama kehamilan
9) Clumping platelet dapat menurunkan nilai platelet
10) Kontrasepsi oral menyebabkan sedikit peningkatan
35
Hal yang harus diwaspadai:
1) Pada 50% pasien yang mengalami peningkatan platelet ditemukan keganasan
2) Pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah platelet yang ekstrim (>1000 x
103/mm3) akibat gangguan myeloproliferatif, lakukan penilaian penyebab
abnormalnya fungsi platelet.
3) Nilai kritis: penurunan platelet hingga < 20 x 103/mm3 terkait dengan
kecenderungan pendarahan spontan, perpanjangan waktu perdarahan, peteki dan
ekimosis.
4) Jumlah platelet > 50 x 103/mm3 tidak secara umum terkait dengan perdarahan
spontan
i. RDW-CV
Nilai Normal : 11,5 % - 14,5%
Deskripsi :
Red cell distribution width (RDW) adalah suatu hitungan matematis yang
menggambarkan jumlah anisositosis (variasi ukuran sel) dan pada tingkat tertentu
menggambarkan poikilositosis (variasi bentuk sel) sel darah merah tepi. Nilai RDWCV (coefficient variation) sangat baik digunakan sebagai indikator anisositosis ketika
nilai MCV adalah rendah atau normal dan anisositosis sulit dideteksi.
Implikasi Klinik :
1) Penyebab umum peningkatan RWD adalah defisiensi zat besi, vitamin B12, atau
asam folat.
2) RDW meningkat setelah mendapatkan transfuse darah, seperti halnya juga pada
penderita anemia hemolitik dan trombotik.
36
3) Peningkatan RWD juga berhubungan dengan penyakit hati, pecandu alkohol,
keadaan inflamasi, dan penyakit ginjal.
4) RWD adalah prediktor hasil yang independen pada pasien dengan fibrosis paru
idiopatik.
5) RWD juga berhubungan dengan beberapa penyakit kardivaskular seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung, venous thromboembolism
(VTE), dan hipertensi pulmonal.
Hal yang harus diwaspadai :
1) RWD-CV kurang akurat digunakan pada nilai MCV yang tinggi.
2) RWD-SD secara teori lebih akurat untuk menilai anisositosis terhadap berbagai
nilai MCV
j. PDW
Normal : 10,0 – 18,0 fL
Deskripsi
Platelet distribution width (PDW) merupakan indikasi variasi ukuran
trombosit yang menjadi tanda pelepasan platelet aktif. PDW adalah variasi ukuran
diameter trombosit yang beredar dalam darah perifer. Pemeriksaan PDW juga
merupakan gambaran dari masa hidup trombosit yang pendek yang timbul akibat
destruksi trombosit. PDW berada dalam hubungan terbalik dengan jumlah trombosit.
Implikasi Klinik :
1) Nilai PDW yang tinggi menunjukkan peningkatan produksi trombosit retikulasi
yang besar.
37
2) Indeks PDW dapat menjadi faktor risiko untuk penyakit jantung koroner,
kegagalan trombolisis, dan infark miokard.
3) Peningkatan PDW mendeteksi terjadinya pembengkakan trombosit atau terjadinya
perubahan morfologi pada platelet seperti terjadinya tromboemboli.
4) Nilai
PDW
yang
meningkatkan
menggambarkan
peningkatan
proses
trombopoietik.
k. MPV
Normal : 6,5-11,0 µm
Deskripsi :
Mean platelet volume (MPV) adalah ukuran diameter rata – rata trombosit
yang beredar dalam darah perifer. Oleh karena trombosit muda berukuran lebih besar
maka MPV yang tinggi merupakan pertanda peningkatan produksi trombosit muda
atau sebagai kompensasi lebih cepatnya penghancuran platelet. MPV berada dalam
hubungan terbalik dengan jumlah trombosit.
Implikasi klinik :
1) Peningkatan MPV ataupun PDW diakibatkan oleh meningkatnya proporsi
trombosit muda sehingga terjadi perbedaan variasi ukuran trombosit yang beredar
dalam darah perifer.
2) Peningkatan MPV mengindikasikan terjadi trompositopenia yakni penurunan
jumlah trombosit.
3) Peningkatan MPV dapat terjadi pada keadaan inflamasi akut seperti infark
miokard sindrom metabolik, dan DBD
38
4) MPV dapat digunakan sebagai penanda aktivasi inflamasi pada inflammatory
bowel disease
Hal yang harus diwaspadai :
1) PDW merupakan penanda yang lebih spesifik untuk aktivasi trombosit
dibandingkan MPV
2) Nilai PDW dan MPV akan lebih tinggi pada DSS atau grade III DBD dan
cenderung normal atau rendah pada grade I dan II DBD
l. PCT
Normal : PCT < 0,5 ng/ml
Risiko tinggi sepsis : PCT > 2 ng/ml
Deskripsi
Procalcitonin (PCT) adalah suatu protein fungsional yang terdiri dari 114 sampai
116 asam amino. PCT memiliki fungsi khusus dan tubuh mengatur kadarnya dengan
sangat ketat. PCT merupakan suatu protein yang terlibat dalam imunopatogenesis sepsis.
PCT adalah pemeriksaan biomarker untuk infeksi bakteri dengan atau tanpa sepsis. PCT
memiliki sensitivitas dan spesifikasi terhadap bacteremia sebesar 76% dan 69%. Waktu
paruh kadar PCT adalah 24 – 36 jam.
Implikasi Klinik :
1) PCT sebagai panduan untuk memberikan terapi antibiotic pada infeksi saluran napas
atas akut.
2) Pada pasien stabil, antibiotik disarankkan untuk diberikan bila kadar PCT > 0,25
ng/ml.
39
3) Jika kadar PCT dalam 24 jam pertama di ICU dibawah 2 ng/ml, sepsis akibat infeksi
bakteri dapat diekslusi.
4) Jika kadar PCT diatas 2 ng/ml, kemungkinan sepsis akibat infeksi bakteri dan jika
diatas 10 ng/ml maka terjadi sepsis akibat infeksi bakteri besar (positive predictive
value 80%)
5) Peningkatan PCT dapat ditemukan pada kondiri SIRS (systemic inflammatory
response syndrome) berat, distress napas akut, keganasan, malaria, infeksi jamur, dan
kondisi pasca operasi.
Yang harus diperhatikan :
1) Pada pasien kritis antibiotik dihentikan bila kadar PCT < 0,5 ng/ml
2) Lakukan pengecekan ulang PCT setelah 6 – 12 jam (bila rawat inap)
m. Neutrofil
Nilai normal: Segment : 36% - 73% SI unit : 0,36 – 0,73
Bands : 0% - 12% SI unit : 0,00 – 0,12
Deskripsi:
Neutrofil adalah leukosit yang paling banyak. Neutrofil terutama berfungsi sebagai
pertahanan terhadap invasi mikroba melalui fagositosis. Sel ini memegang peranan
penting dalam kerusakan jaringan yang berkaitan dengan penyakit noninfeksi seperti
artritis reumatoid, asma dan radang perut.
Implikasi klinik:
1) Neutrofillia, yaitu peningkatan persentase neutrofill disebabkan oleh infeksi bakteri dan
parasit, gangguan metabolit, perdarahan dan gangguan myeloproliferatif.
40
2) Neutropenia yaitu penurunan persentase neutrofill, dapat disebabkan oleh penurunan
produksi neutrofill, peningkatan kerusakan sel, infeksi bakteri, infeksi virus, penyakit
hematologi, gangguan hormonal dan infeksi berat.
3) Shift to left atau peningkatan bands (sel belum dewasa) terjadi ketika neurofil muda
dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh infeksi, obat kemoterapi,
gangguan produksi sel (leukemia) atau perdarahan.
4) Shift of the right atau peningkatan segment (sel dewasa) terjadi pada penyakit hati,
anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asam folat, hemolisis, kerusakan
jaringan, operasi, obat (kortikosteroid)
5) Peningkatan jumlah neutrofil berkaitan dengan tingkat keganasan infeksi.
6) Derajat neutrofil lia sebanding dengan jumlah jaringan yang mengalami infl amasi.
7) Jika peningkatan neutrofil lebih besar daripada peningkatan sel darah merah total
mengindikasikan infeksi yang berat.
8) Pada kasus kerusakan jaringan dan nekrosis (seperti: kecelakaan, luka bakar, operasi),
neutrofil lia terjadi akibat peningkatan zat neutrofil lik atau mekanisme lain yang
belum diketahui.
Faktor pengganggu:
1) Kondisi fisiologi seperti stres, senang, takut, marah, olahraga secara sementara
menyebabkan peningkatan neutrofil.
2) Wanita yang melahirkan dan menstruasi dapat terjadi neutrofilia
3) Pemberian steroid: puncak neutrofi lia pada 4 hingga 6 jam dan kembali normal
dalam 24 jam (pada infeksi parah, neutrofi lia tidak terjadi)
4) Paparan terhadap panas atau dingin yang ekstrim
41
5) Umur:
– Anak-anak merespon infeksi dengan derajat leukositosis neutrofi lia yang lebih
besar dibandingkan dewasa
– Beberapa pasien lanjut umur merespon infeksi dengan derajat netrofil yang
lemah, bahkan ketika terjadi infeksi parah
6) Resistensi
– Orang pada semua kisaran umur dalam kondisi kesehatan lemah tidak merespon
dengan neutrofi lia yang bermakna
7) Myelosupresif kemoterapi
Hal yang harus diwaspadai:
Agranulositosis (ditandai dengan neutropenia dan leukopenia) sangat berbahaya
dan sering berakibat fatal karena tubuh tidak terlindungi terhadap mikroba. Pasien yang
mengalami agranulositosis harus diproteksi terhadap infeksi melalui teknik isolisasi
terbalik dengan penekanan pada teknik pencucian tangan
n. Limfosit
Nilai normal : 15% - 45%
Deskripsi:
Merupakan sel darah putih yang kedua paling banyak jumlahnya. Sel ini kecil dan
bergerak ke daerah infl amasi pada tahap awal dan tahap akhir proses infl amasi.
Merupakan sumber imunoglobulin yang penting dalam respon imun seluler tubuh.
Kebanyakan limfosit terdapat di limfa, jaringan limfatikus dan nodus limfa. Hanya 5%
dari total limfosit yang beredar pada sirkulasi.
42
Implikasi klinik:
1) Limfositosis dapat terjadi pada penyakit virus, penyakit bakteri dan gangguan
hormonal
2) Limfopenia dapat terjadi pada penyakit Hodgkin, luka bakar dan trauma.
3) Virosites (limfosit stres, sel tipe Downy, limfosit atipikal) adalah tipe sel yang dapat
muncul pada infeksi jamur, virus dan paratoksoid, setelah transfusi darah dan respon
terhadap stres.
4) Perubahan bentuk limfosit dapat digunakan untuk mengukur histokompabilitas.
5) Jumlah absolut limfosit < 1000 menunjukkan anergy
Faktor pengganggu
1) Limfositosis pada pediatri merupakan kondisi fi siologis pada bayi baru lahir yang
meliputi peningkatan sel darah putih dan limfosit yang nampak tidak normal yang
dapat keliru dengan keganasan sel
2) Olahraga, stres emosional dan menstruasi dapat menyebabkan peningkatan limfositosis
Hal yang harus diwaspadai:
Penurunan limfosit < 500/mm3 menunjukkan pasien dalam bahaya dan rentan
terhadap infeksi, khususnya infeksi virus. Harus dilakukan tindakan untuk melindungi
pasien dari infeksi.
o. Monosit
Nilai normal : 0%-11%
Deskripsi: Monosit merupakan sel darah yang terbesar. Sel ini berfungsi sebagai lapis
kedua pertahanan tubuh, dapat memfagositosis dengan baik dan termasuk kelompok
makrofag. Manosit juga memproduksi interferon.
43
Implikasi klinik:
1) Monositosis berkaitan dengan infeksi virus, bakteri dan parasit tertentu serta kolagen,
kerusakan jantung dan hematologi.
2) Monositopenia biasanya tidak mengindikasikan penyakit, tetapi mengindikasikan
stres, penggunaan obat glukokortikoid, myelotoksik dan imunosupresan.
p. Eosinofil
Nilai normal : 0% - 6%
Deskripsi
Eosinofil memiliki kemampuan memfagosit, eosinofil aktif terutama pada tahap
akhir infl amasi ketika terbentuk kompleks antigen-antibodi. Eosinofil juga aktif pada
reaksi alergi dan infeksi parasit sehingga peningkatan nilai eosinofil dapat digunakan
untuk mendiagnosa atau monitoring penyakit.
Implikasi klinik:
1) Eosinofilia adalah peningkatan jumlah eosinofil lebih dari 6% atau jumlah absolut
lebih dari 500. Penyebabnya antara lain: respon tubuh terhadap neoplasma, penyakit
Addison, reaksi alergi, penyakit collagen vascular atau infeksi parasit.
2) Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi. Eosipenia dapat
terjadi pada saat tubuh merespon stres (peningkatan produksi glukokortikosteroid).
3) Eosinofil cepat hilang pada infeksi pirogenik
4) Jumlah eosinofil rendah pada pagi hari dan meningkat pada sore hari hingga tengah
malam.
5) Eosinofilia dapat disamarkan oleh penggunaan steroid dan dapat meningkat dengan
L-triptofan
44
Faktor pengganggu
1. Ritme harian: jumlah eosinofil normal terendah pada pagi hari, lalu meningkat dari
siang hingga setelah tengah malam. Karena itu, jumlah eosinofi l serial seharusnya
berulang pada waktu yang sama setiap hari.
2. Situasi stres, seperti luka, kondisi pasca operasi, tersengat listrik menyebabkan
penurunan eosinofil
3. Setelah pemberian kortikosteroid, eosinofil menghilang.
Hal yang harus diwaspadai
Eosinofil dapat tertutup oleh penggunaan steroid. Berikan perhatian pada pasien
yang menerima terapi steroid, epinefrin, tiroksin atau prostaglandin.
q. Basofil
Nilai normal : 0% - 2%
Deskripsi:
Fungsi basofil masih belum diketahui. Sel basofil mensekresi heparin dan
histamin. Jika konsentrasi histamin meningkat, maka kadar basofil biasanya tinggi.
Jaringan basofi l disebut juga mast sel.
Implikasi klinik :
1) Basofilia adalah peningkatan basofil berhubungan dengan leukemia granulositik dan
basofilik myeloid metaplasia dan reaksi alergi
2) Basopenia adalah penurunan basofil berkaitan dengan infeksi akut, reaksi stres, terapi
steroid jangka panjang.
45
2. Pertimbangan Hematologi Dalam Pemberian Exercise
Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi didapatkan hasil tuan X didapatkan bahwa
terjadi peningkatan hemoglobin, hematocrit dan basophil. Pemeriksaan hemoglobin pada
tanggal 4 Oktober nilainya sebesar 16,6 (normal) sedangkan pada tanggal 5 Oktober yaitu
sebesar 17,4 (melebihi batas maksimal nilai rujukan), hal tersebut juga sejalan dengan hasil
pemeriksaan hematocrit, pada pemeriksaan tanggal 4 Oktober sebesar 48 (normal).
sedangkan pada tanggal 5 Oktober nilainya menjadi 50 (melebihi batas maksimal nilai
rujukan).
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2)
dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari
dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu
pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang
mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin
mengangkut 1,34 mL oksigen. Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap
volume darah total. Peningkatan nilai hemoglobin dan hematocrit
dapat terjadi pada
eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik, polisitemia dan syok. Sedangkan pasien
tidak memiliki riwayat penyakit tersebut. Sehingga, penyebab peningkatan nilai hemoglobin
dan hematocrit terjadi karena dehidrasi ataupun syok. Oleh karena itu, saat melakukan
exercise perhatikan pasien agar tidak mengalami dehidrasi dan tetap menyediakan air mineral
untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuh pasien.
Pemeriksaan basophil pada tanggal 4 Oktober sebesar 1,2 (normal 0,00 – 0,10)
kemudian hasil pemeriksaan menunjukkan penurunan walaupun belum mencapai batas
normal yakni sebesar 0,9. Basofil berperan dalam reaksi alergi, jaringan basofil I disebut juga
46
sel mast. Jika konsentrasi meningkat makka kadar basofil meningkat, hal itu sering kali
dikaitkan dengan reaksi alergi yakni hipersensitivitas tiper I. reaksi tipe 1 ini dapat terjadi
sebagai suatu gangguan sistemi atau reaksi local dengan gejala yang sering dijumpai yani
obstruksi saluan pernapasan atas sehingga diikuti oleh kesulitan bernapas. Untuk
mewaspadai hal tersebut dalam pemberian intervensi Fisioterapi sebaiknya dilakukan dengan
intensitas rendah disesuaikan dengan dosis dan zona latihan pasien, breathing exercise
disetiap sesi latihan juga dapat diterapkan dalam intervensi ini terlebih jika pasien terlihat
sesak. Jika pasien terlihat sesak napas berat maka tindakan Fisioterapi perlu ditunda
sementara.
3. Pemeriksaan Kimia Klinik
a. Glukose Puasa_(GDP)
1) Definisi:
GDP adalah pengukuran glukosa darah yang diambil setelah Anda berpuasa atau
belum makan/minum apa pun selain air selama 8 hingga 10 jam. Ini seringkali
merupakan tes pertama yang dilakukan untuk membantu mendeteksi diabetes.
2) Hasil atau nilai rujukan:
a) Level Gula darah kurang 5.6mmol / L (100 mg / dl) dianggap normal.
b) Kadar antara 5,6 dan 7mmol / L (100 dan 126 mg / dl) berarti Anda berisiko
terkena diabetes tipe 2 (pra-diabetes).
c) Kadar 7mmol / L (126 mg / dl) atau lebih tinggi berarti Anda menderita diabetes.
d) Kadar Gula Darah <70 mg / dL, ini menunjukkan kadar gula yang sangat rendah
yang terjadi karena dosis insulin atau obat diabetes yang berlebihan, kelaparan lebih
dari 12 jam dengan asupan makan malam yang buruk
47
e) Gula Darah kurang dari 110 mg / dL, menunjukkan gula darah kisaran gula normal,
orang yang tidak menderita diabete, pasien diabetes yang terkontrol dengan baik
f) Gula Darah lebih 200 mg / dL, ini menunjukkan kadar gula darah sangat tinggi,
menunjukkan diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dan jika diuji tes GDP
pertama kali, berarti orang tersebut menderita diabetes
b. Glukose 2 jam PP (GD2PP)
1) Definisi :
GDPP atau gula darah 2 jam postprandial (GD2PP) yaitu tes toleransi glukosa
dilakukan untuk mengukur kemampuan tubuh untuk memproses glukosa. Kadar gula
darah yang diperiksa saat 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram.
Pemeriksaannya dilakukan setelah GDP, yaitu setelah dilakukan pemeriksaan GDP,
Anda akan diberikan asupan air dengan 75 gram gula.
2) Hasil/ nilai rujukan:
a) Nilai normal glukosa 2 jam PP: di bawah 7,8 mmol/L atau 140 mg/dL
b) Prediabetes (toleransi glukosa terganggu): 7,8-11,1 mmol/L atau 140-199 mg/dL
c) Diabetes: di atas 11,1 mmol/L atau 200 mg/dL dalam lebih dari satu kali
pemeriksaan.
48
c. HBA 1c_(HbA 1c)
1) Definisi:
Pemeriksaan HbA1c adalah pemeriksaan darah yang penting untuk melihat
seberapa baik pengobatan terhadap diabetes. Artinya pemeriksaan Hemoglobin A1C ini
akan menggambarkan rata-rata gula darah selama 2 sampai 3 bulan terakhir dan
digunakan bersama dengan pemeriksaan gula darah biasa untuk membuat penyesuaian
dalam pengendalian diabetes melitus. Hemoglobin ditemukan dalam sel darah merah
yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. Ketika diabetes tidak terkontrol (yang berarti
bahwa gula darah terlalu tinggi terus menerus), maka gula akan menumpuk dalam darah
dan menggabungkan diri dengan hemoglobin sehingga menjadi "terglikasi.
2) Hasil/nilai rujukan
a) Kisaran nilai normal HbA1c adalah antara 4% sampai 5,6%.
b) Kadar HbA1c antara 5,7% sampai 6,4% mengindikasikan peningkatan risiko
diabetes,
c) Kadar 6,5% atau lebih tinggi mengindikasikan diabetes.
d. Ureum_(Ureum)
1) Definisi
Ureum darah adalah produk sisa metabolisme protein di dalam tubuh. Saat Anda
mengonsumsi protein, hati akan memecahnya agar lebih mudah diserap oleh tubuh.
Dari proses tersebut akan tercipta ureum atau urea yang tidak dibutuhkan oleh tubuh.
Sehingga, hati akan mengeluarkannya melalui darah agar bisa menuju ke ginjal.
Di ginjal, urea akan diolah agar bisa dikeluarkan melalui urine saat Anda buang
air kecil. Biasanya, sedikit urea juga masih akan tersisa di darah, tapi dalam jumlah
49
yang tidak membahayakan.Apabila ginjal mengalami kerusakan, pengeluaran urea
melalui urine akan terganggu. Akibatnya, ia akan menumpuk di dalam darah dan kadar
ureum darah pun akan meningkat. Sebaliknya, apabila pada pemeriksaan laboratorium
kadar ureum darah ditemukan terlalu rendah, maka ada beberapa gangguan kesehatan
yang juga mungkin Anda derita.
2) Hasil atau nilai rujukan
a) Laki-laki dewasa: 8-24 mg/dL
b) Perempuan dewasa: 6-21 mg/dL
c) Anak usia 1-17 tahun: 7-20 mg/dL
e. Kreatinin
1) Definisi
Tes kadar kreatinin adalah salah satu pemeriksaan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal. Kadar senyawa ini akan diketahui melalui tes darah dan tes urine. Kreatinin
merupakan limbah sisa produk yang dihasilkan oleh proses metabolisme otot.
Kreatinin dalam darah akan disaring oleh ginjal dan dibuang dalam bentuk urine.
2) Hasil/ nilai rujukan yaitu
a) Laki-laki 0,6–1,2 mg/dL
b) Wanita 0,5–1,1 mg/dL
f. Kolesterol total
1) Definisi
Kolesterol merupakan lemak yang diproduksi oleh tubuh manusia terutama
didalam hati. Darah mengandung 80% kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri
dan 20% dari makanan. Kolesterol yang ada didalam darah berikatan dengan protein
50
dan ditransportasi keseluruh tubuh. Kolesterol sangat penting bagi tubuh, namun bila
kadar kolesterol dalam darah berlebihan akan berbahaya bagi kesehatan. Kadar
kolesterol yang melebihi batas normal disebut hiperkolesterolemia.
2) Hasil atau nilai rujukan
Normal : < 200 mg/dL
Hiperkolesterolemia : 200 – 400 mg/dL
g. Kolesterol HDL
1) Definisi
High density lipoprotein (HDL) merupakan lipoprotein yang mengangkut
kolesterol lebih sedikit. HDL sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang
kelebihan kolesterol jahat di pembuluh arteri kembali ke liveruntuk diproses da
dibuang.
2) Hasil atau nilai rujukan
Laki – laki
: > 55 mg/dL
Perempuan
: > 65 mg/dL
h. Kolesterol LDL
1) Definisi
Low density lipoprotein (LDL) merupakan lipoprotein yang mengangkut paling
banyak kolesterol ddalam darah. LDL dinamakan kolesterol jahat karena kadar LDL
yang tinggi menyebabkan mengendapnya kolesterol dalam darah sehingga terjadi
trauma pada dinding pembuluh darah atau terjadinya penyumbatan pada pembuluh
darah.
51
2) Hasil atau nilai rujukan
Normal : < 130 mg/dL
i. Trigliserida
1) Definisi
Trigliserida merupakan jenis lemak (lipid) darah yang ikut menyusun molekul
lipoprotein dan berfungsi sebagai sarana transportasi energy dan menyimpan energy.
Asam lemak dari trigliserida dimanfaatkan sebagai sumber energy yang diperlukan
oleh otot – otot tubuh untuk bekerja atau disimpan sebagai cadangan energy dalam
bentuk lemak atau jaringan adiposa.
2) Hasil atau nilai rujukan
Normal
: 200 mg/dL
High
: 200 – 499 mg/dL
Very High
: >500 mg/dL
j. Asam Urat
1) Definisi
Asam urat adalah asam berbentuk Kristal yang merupakan produk akhir dari
metabolism atau pemecahan purin. Setiap orang memiliki asam urat didalam tubuh
karena pada setiap metabolism normal dihasilkan asam urat. Senyawa asam urat
memiliki sifat sukar larut dan mudah mengendap jika kadarnya meningkat beberapa
milligram saja. Meningkatnya asam urat dalam darah disebut hiperurisemia, yaitu
kelarutan asam urat dalam darah melewati ambang batasnya sehingga menyebabkan
timbunan asam urat dalam bentuk garam (monosodium urat).
52
2) Hasil atau nilai rujukan
Perempuan
: 2,4 – 5,7 mg/dL
Laki – laki
: 3,4 – 7,0 mg/dL
4. Pertimbangan Kimia Klinik Dalam Pemberian Exercise
Hasil pemeriksaan kimia klinik tuan X pada tanggal 4 dan 5 Oktober menunjukkan
hasil dari pemeriksaan GDP, GD2PP, dan HbA1C mengalami peningkatan yang
mengindikasikan bahwa pasien tersebut mengalami gangguan system metabolic khususnya
penyakit Diabetes Melitus. Oleh karena itu dalam hal ini seorang fisioterapi perlu melakukan
exercise yang juga membantu untuk mengontrol gula darah pasien. Exercise dianjurkan
untuk semua pasien diabetes mellitus (DM) jika tidak ada kontraindikasi. Namun, penting
untuk mengetahui dampak exercise terhadap kadar glukosa darah mereka. Penyesuaian dosis
insulin diperlukan ketika individu dengan DM melakukan exercise untuk memastikan bahwa
kadar glukosa plasma mereka diatur. Exercise memfasilitasi penyerapan insulin yang
disuntikkan melalui peningkatan aliran darah ke otot dan ini dapat menyebabkan
hipoglikemia. Oleh karena itu, tempat suntikan insulin tidak boleh di ekstremitas atau otot
berkontraksi selama latihan. Respon insulin terhadap latihan dan risiko hipoglikemia berbeda
dari satu pasien ke pasien lainnya dan oleh karena itu evaluasi dan edukasi individu adalah
wajib mengenai durasi dan intensitas latihan, penempatan injeksi.
Hasil pemeriksaan kimia klinik tuan X pada tanggal 5 Oktober menunjukkan adanya
peningkatan pada kolesterol dan LDL serta penurunan pada kadar HDL. Hal ini
kemungkinan berkaitan dengan riwayat DM yang dimiliki pasien, dijaringan lemak terjadi
penurunan efek insulin sehingga lipogenesis berkurang dan lipolisis meningkat, hal ini
memicu lipotoxicity yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar LDL. Peningkatan
kadar LDL dalam darah dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah,
53
aterosklerotik atau gangguan kardiovaskuler. Dalam penyusun program intervensi, seorang
fisioterapis perlu memperhatikan dan melakukan assessment lengkap terhadap gejala dari
peningkatan LDL dan kolesterol yang mungkin dialami pasien.
Dalam
melakukan
intervensi,
seorang
fisioterapis
disarankan
menggunakan
perhitungan zona latihan dengan batas bawah 20% dan batas atas 30% kemudian mengecek
zona latihan secara berkala serta dapat ditingkatkan jika pasien tidak mudah mudah
mengalami kelelahan. Skala borg dapat digunakan untuk menilai sesak napas yang mungkin
dialami pasien sebagai kompensasi dari sel tubuh yang kekurangan oksigen, untuk
intervensinya direkomendasikan menggunakan breathing exercise. Pemeriksaan hipertensi
juga diperlukan dalam anamnesis umum, hipertensi menandakan adanya gangguan pada
kardiovaskular. Dalam menerapkan latihan harus selalu memperhatikan zona latihan, dosis
latihan, kelelahan pasien atau kondisi pernapasan pasien serta tidak disarankan menggunakan
elektroterapi yang akan mempengaruhi dan menyebabkan masalah yang lebih serius nantinya
pada sirkulasi darah dan sistem kelistrikan jantung.
Hasil pemeriksaan kimia klinik juga menunjukkan adanya peningkatan pada kadar
asam urat, pemeriksaan pada tanggal 4 oktober mengalami peningkatan dari batas normal
yakni 86 mg/dL kemudian pada tanggal 5 Oktober semakin mengalami peningkatan yakni
9,9 mg/dL. Berdasarkan kondiri tersebut, pasien tentu saja akan mengalami keluhan adanya
keram pada ekstremitas bawah. seorang Fisioterapis dapat mempertimbangkan intervensi
yakni pumping action pada ankle untuk memperlancar aliran darah balik, jika pasien
mengalami nyeri tanpa ada risiko penyakit kardiovaskular maka alat elektroterapi dapat
digunakan namun jika disertai dengan risiko terkena penyakit kardiovaskular maka
direkomdasikan untuk menerapkan latihan passive atau myofascial release untuk
54
membebaskan adhesi dari jaringan lunak yang berada disekitar sendi akibat peningkatan
asam urat, ketika nyeri menurun dapat menerapkan latihan ROM aktif dan penguatan otot –
otot pada ekstremitas bawah utamanya daerah yang sering mengalami keram, tentunya
latihan ini tetap harus mempehatikan zona latihan karena pasien mengalami riwayat penyakit
metabolik.
5. Pemeriksaan dan Intervensi Fisioterapi
a. Intervensi Fisioterapi :
Intervensi Fisioterapi pada OA Shoulder Joint :
No
Problem
Metode
Dosis
1.
Kecemasan
Komunikasi teraupetik
F : 1x/sehari
I : Fokus
T : Interpersonal approach
T : Sepanjang terapi
2.
- Nyeri
- LGS/ROM
Manual therapy
F : 3x/minggu
I : 10x repetisi preset,
sebnyak 3 set/intervensi
dan istirahat 30 detik/set
(MWM). 8 detik
hitungan, 3x repetisi
(Friksen)
T : MWM dengan gerak
rolling dan gliding. Dan
Friksen
T : 2 menit
3.
Kekakuan sendi
Peripheral point
Mobilization
F : 3x/minggu
I : 8 hitungan, 3 kali repetisi
dan istirahat 5
detik/repetisi
T : Traksisi-Translasi
T : 1 menit
4.
Kelemahan otot
Exercise therapy
F : 3x/minggu
55
I : 8 hitungan, 3 kali repetisi
T : Strengtening (Active
resisted exercise, ke
segala arah)
T : 1 menit
5.
Penurunan
Fleksibelitas otot
Exercise therapy
F: 3x/minggu
I : 8x hitungan, 3 kali
repetisi
T : Streching (pasif
stretching, ke segala arah
T : 1 menit
Intervensi Fisioterapi pada Hiperurisemia Ankle Joint dengan Riwayat DM :
No
Problem
Metode
Dosis
1.
Kecemasan
Komunikasi teraupetik
F : 1x/sehari
I : Fokus
T : Interpersonal approach
T : Sepanjang terapi
2.
Nyeri
Manual therapy
F : 3x/minggu
I : 8 hitungan, 3x repetisi
T : MWM dengan gerak
rolling dan gliding. Dan
Friksen
T : 1 menit
3.
LGS/ROM
Exercise therapy
F : 3x/seminggu
I : 8 hitungan, 3x repetisi
preset, sebnyak 3
set/intervensi dan istirahat
10 detik/set
T : Aromex, Promex,
Assisted exercise
T : 2 menit
4.
Kekakuan sendi
Peripheral point
Mobilization
F : 3x/minggu
I : 8 hitungan, 5 kali repetisi
dan istirahat 3
detik/repetisi
56
T : Traksisi-Translasi
T : 1 menit
5.
Kelemahan otot
Exercise therapy
F : 3x/minggu
I : 8 hitungan, 3 kali repetisi
T : Strengtening (Active
resisted exercise, ke
segala arah)
T : 1 menit
6.
- Penurunan
Fleksibelitas otot
- Rasa kram/kebas
Exercise therapy
F: 3x/minggu
I : 8x hitungan, 5 kali
repetisi
T : Streching (pasif
stretching, ke dorsi fleksi
T : 1 menit
7.
Sirkulasi darah
Exercise therapy
F : 1x/hari
I : 15 hitungan, 3 kali
repetisi
T : Ankle pumping
T : 1 menit
8.
Resistensi Isulin
MVT Pankreas
F : 3x/hari
I : 8 hitungan, 3 kali repetisi
T : direct, indirect,
induction techniques
T : 1 menit
b. Evaluasi Fisioterapi OA Shoulder Joint & Hiperurisemia Ankle Joint dengan
Riwayat DM (setelah 3 minggu terapi) :
No
Problem
Parameter
Evalusi Sesaat
Pre
Post
Interpretasi
1.
Kecemasan
HRS-A
16
10
Ada penurunan
tingkat kecemasan
2.
Nyeri
VAS
diam: 2
gerak: 6
tekan: 4
diam:1
gerak: 4
tekan: 2
Ada penurunan
tingkat nyeri
ada penurunan
57
3.
4.
c.
Kekuatan
Otot
MMT
3
4
Good, komtraksi otot
dengan sendi penuh,
mampu melawan
gravitasi dengan
tahanan minimal
LGS
ROM
goniometer
terbatas
Flx: 155°
Ada peningkatan
Ext: 45°
LGS pada shoulder
Abd: 150°
Add: 35°
I.R. Abd: 55°
E.R Add: 80°
Kemitran :
Melihat kondisi pasien, kemitraan multiprofesi sangat dibutuhkan dalam
penanganan kasus seperti ini. Kemitraan dapat dilakukan bersama beberapa tenaga
kesehatan, seperti: dokter spesialis radiologi, dokter spesialis patologi klinik, dokter
spesialis penyakit dalam, hingga ahli gizi, yang dimana akan membantu dalam proses
penyembuhan pasien apabila membutuhkan rujukan perawatan medis lainnya.
d. Home Program Exercise :
Shoulder :
1. Strengthening & stretching exercise
2. Muscle stabilization
3. ROM exercise
Scapular muscle stabilization-isotonic exercise
Strengthening exercise, shoulder extension-isometric
58
Strengthening exercise, shoulder external rotation-isometric
Strengthening exercise, shoulder internal rotation-isometric
ROM & Stretching exercise
Shoulder elevation stretch
Strengthening exercise, shoulder external rotation-isotonic
Strengthening exercise, shoulder internal rotation-isometric
Finger lader exercise
Strengthening exercise
shoulder internal rotation-isotonic
Strengthening exercise, shoulder abduksi-isotonic
Ankle :
1. Berolah raga ringan seperti jalan atau senam ringan dan menghindari jogging atau lari
dengan intensitas sedang selama 30 menit, secara rutin 3-5 kali perminggu.
59
2. Renang
3. ROM exercise
4. Strengthening & stretching exercise
Berenang memberikan terapi latihan pada ankle, sehingga dapat memperlancar sirkulasi darah + ROM exercise
Strengthening exercise
Streching exercise + ROM exercise
e. Modifikasi :
Modifikasi program fisioterapi disesuaikan berdasarkan hasil evaluasi setelah
pemberian intervensi beberapa kali, hasil evaluasi laboratorium, foto radiologi yang
didaptkan dari perkembangan hasil terapi yang tercapai oleh pasien. Modifikasi dapat
60
berupa peningkatan atau penurun dosis terapi terkait frekuensi, intensitas, teknik dan
time/durasi waktu latihan.
61
DAFTAR PUSTAKA
Chilappa, C. S., Aronow, W. S., Shapiro, D., Sperber, K., Patel, U., & Ash, J. Y. (2010). Gout
and
hyperuricemia.
Comprehensive
Therapy,
36,
3–13.
https://doi.org/10.1136/ard.36.5.487-b
Cnar, Y., Demirci, H., & Satm, I. (2013). Principles of Exercise and Its Role in the Management
of Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus - Insights and Perspectives, (January 2013).
https://doi.org/10.5772/50503
Cope PJ, Ourradi K, Li Y, Sharif M. Models of osteoarthritis: the good, the bad and the
promising. Osteoarthr. Cartil. 2019 Feb;27(2):230-239.
Gonzalez, E. B. (2012). An update on the pathology and clinical management of gouty arthritis.
Clinical Rheumatology, 31(1), 13–21. https://doi.org/10.1007/s10067-011-1877-0
Hainer, B. L., Matheson, E., & Travis Wilkes, R. (2014). Diagnosis, treatment, and prevention of
gout. American Family Physician, 90(12), 831–836.
Herlambang, U. (2019). FKP.N. 22-19 Her p.
Hijriana, I., Suza, D. E., & Ariani, Y. (2016). Pengaruh Latihan Pergerakan Sendi Ekstremitas
Bawah Terhadap Nilai Ankle Brachial Index (Abi) Pada Pasien Dm Tipe 2. Idea Nursing
Journal, 7(2), 32–39.
Hikmatyar, G., & Larasati, T. A. (2013). Penatalaksanaan Komprehensif Arthritis Gout dan
Osteoarthritis pada Buruh Usia Lanjut Comprehensive Management of Arthritis Gout and
Osteoarthritis in Old Age Workers.
Hughes, B. S., & Vincent, M. (2012). Gout managing gout and hyperuricaemia Uric Acid Levels
Are Associated Elevated Levels Is Not Required Routinely If The Patient Does Not.
4(March), 79–83.
Kopke, A., & Greeff, O. B. W. (2015). Hyperuricaemia and gout. South African Family Practice,
57(1), 6–12. https://doi.org/10.36303/sagp.2020.3.0014
Majid, A., & Puspitha, A. (2012). The Effect of Active Range of Motion Exercise on Sensory
Neuropathy in Diabetes Mellitus Patients. 1(2), 101–109.
Narinda, Suryandari (2017). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Asam Urat Menggunaan
Metode
Spektrofotometer
dan
Metode
Strip. Jurnal
e-Biomedik
(eBm). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi.p:1
Pratiwi, R. M. (2018). Pengaruh Resistance Exercise Terhadap Perbaikan Neuropati
Diabetikum, Ankle Brachial Index Dan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes
62
Melitus Tipe 2 Halaman. 1–206.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2018). Pedoman diagnosis dan pengelolaan gout. Jakarta:
Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Trisnowiyanto, B. (2016). BBeda Pengaruh Intervensi Peregangan Dan Mobilisasi Sendi
terhadap Perbaikan Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi. Jurnal Kesehatan, 7(2), 182.
https://doi.org/10.26630/jk.v7i2.186
Wahyu Widyanto, F. (2017). Artritis Gout Dan Perkembangannya. Saintika Medika, 10(2), 145.
https://doi.org/10.22219/sm.v10i2.4182
63
Download