LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI BAYIKU.. Kelompok A9 Anindya Tama Teja Diputri G0013031 Bernadeta Ratna Shanti G0013059 Bias Herkawentar G0013061 Fadhila Balqis Nurfitria G0013087 Livilia Miftachul G0013139 Marcelina Eau Sagrim G0013149 Maulida Narulita G0013151 M. Rizki Kamil G0013161 Nadya Prita Maharani G0013167 Romzi Humam G0013205 Witri Widiati Ningrum G0013235 Varly Charoline Tanawani G0012247 TUTOR : Evi Rokhayati, dr. Sp.A, M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Bayiku.. Seorang Ibu G3P1A0 berusia 26 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3,2 kg, panyang 47 cm secara spontan, warna ketuban jernih, tidak ada mekoneum. Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah dilakukan sesusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x/menit. Skor Apgar 5-7-10. Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban pecah 24 jam, tidakada demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu menunjukan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu. BAB II DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA 1. Seven Jumps Langkah 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. 1. ANC (ante natal care) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. 2. Ketuban atau amnion adalah cairan bening kekuningan yang mengelilingi bayi belum lahir (janin) selama kehamilan yang berada dalam kantung ketuban. Volume terbanyak berada pada usia kehamilan 34 minggu. 3. Mekonium adalah substansi mirip tar yang kental dan berwarna kehijauan yang berada di usus janin selama kehamilan. Mekonium keluar karena refleks vagus terhadap usus. 4. Resusitasi (neonatus) adalah suatu metode yang dilakukan pada keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa neonatus saat terjadi kegagalan napas secara spontan Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan. 1. Bagaimana proses embriologi manusia (proses perkembangan janin) ? 2. Bagaimana ciri-ciri bayi lahir normal ? 3. Bagaimana mekanisme pernapasan pertama saat bayi baru lahir ? 4. Bagaimana perubahan fisiologi neonatus saat lahir ? 5. Bagaimana prosedur resusitasi ? 6. Apa saja faktor-faktor yang memperngaruhi kondisi janin saat lahir ? 7. Bagaimana prosedur Antenatal Care ? 8. Apa hubungan ANC tidak teratur dengan kondisi bayi saat lahir ? 9. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium pada ibu ? 10. Mengapa ibu dan bayi dirawat gabung ? Apa pentingnya ASI ? 11. Bagaimana interpretasi bayi baru lahir di skenario ? 12. Bagaimana manajemen bayi baru lahir ? 13. Bagaimana cara menilai APGAR score ? 14. Apakah ketuban yang pecah 24 jam itu normal ? Bagaimana hubungannya dengan kondisi bayi ? Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan 1. Bagaimana proses embriologi manusia (proses perkembangan janin) ? Proses Embriologi Manusia Perkembangan embrio merupakan pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang di awali fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam rahim ibu. Terdapat tiga tahapan fase embrionik yaitu morula, blastula, dan gastrula. Morula adalah suatu bentukan sel seperti bola akibat dari pembelahan sel secara terus menerus. Pada fase ini keberadaan sel satu dengan yang lain sangat rapat. Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami ppembelahan yang ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak beraturan. Di dalam blastula terdapat cairan blastosol yang berfungsi memberikan ruang gerak ketika pembelahan terjadi. Gastrula merupakan bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukannya sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh. Organ yang dibentuk berasal dari masing – masing lapisan dinding tubuh embrio pada fase gastrula, yaitu lapisan ektoderm yang akan berdiferensiasi menjadi kulit, rambut, alat indera, dan sistem saraf; lapisan mesoderm yang akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka, alat reproduksi, alat peredaran darah, dan alat ekskresi; dan lapisan endoderm yang akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar pencernaan, dan alat respirasi. Pada saat embrio berusia 8 minggu, bentuknya sudah mirip dengan manusia dan mulai terjadi pembentukan genitalia eksterna. Proses sirkulasi melalui plasenta pun dimulai dan tulang mulai terbentuk. Usia 9 minggu, kepala meliputi separuh besar fetus, terbentuk muka dan kelopak mata yang baru akan membuka pada usia 28 minggu. Setelah berusia 13 – 16 minggu, fetus memiliki panjang kira – kira 15 cm. Kulitnya masih transparan, lanugo mulai tumbuh, gerakan mulai aktif berupa menghisap dan menelan air ketuban. Pada usia ini, sudah terbentuk mekonium pada usus dan jantung berdenyut sebanyak 120 – 150 kali per menit. Usia 17 – 24 minggu komponen mata terbentuk penuh begitu pula dengan sidik jari. Seluruh tubuh diliputi oleh verniks kaseosa dan fetus telah memiliki refleks. Fetus usia 25 – 28 minggu terdapat perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka sehingga kelangsungan hidup pada periode ini sangat sulit bila harus lahir. Kemudian pada usis 29 – 32 minggu, apabila bayi dilahirkan kemungkinan untuk hidup sekitar 50 – 70% saja. Tulang pada minggu ini sudah terbentuk sempurna, gerakan napas reguler, dan suhu sudah relatif stabil. Minggu ke 33 – 36, berat fetus 1500 – 2500 gram, lanugo mulai berkurang, paru telah matur, dan apabila lahir tidak ada kesulitan. 2. Bagaimana ciri-ciri bayi lahir normal ? Ciri-ciri bayi lahir normal dan sehat adalah bayi baru lahir segera menangis, bernapas spontan, bergerak aktif, warna kulit tubuh kemerahan, bayi bisa menghisap dengan kuat, berat lahir normal (2,5 Kg – 4 kg), lahir cukup bulan (37 – 42 minggu), dan secara fisik anggota badan lengkap dan tidak cacat. 3. Bagaimana mekanisme pernapasan pertama saat bayi baru lahir Mekanisme Pernapasan Pertama Pada Neonatus 1. Pembersihan cairan paru Di dalam uterus, paru janin masih terisi oleh cairan paru. Tekanan vagina pada dinding dada janin saat proses kelahiran mengeluarkan sebagian besar cairan paru janin. Selain itu, peningkatan kadar adrenalin dalam darah janin menstimulasi sel epitel pulmo untuk berhenti menyekresi serta memulai reabsorbsi cairan paru. Gradien tekanan transpulmoner selama inspirasi menyebabkan cairan secara bertahap dikeluarkan melalui sirkulasi dan sistem limfatik paru. 2. Membuat dan mempertahankan volume respiratori akhir Udara masuk ke dalam paru karena terjadinya tekanan negatif transpulmoner yang dihasilkan dari usaha inspirasi (kontraksi diafragma). Tekanan transpulmoner dapat dicapai dengan mengembangkan paru, dengan cara sekresi surfaktan oleh sel alveolar tipe II. Volume respiratori pada neonatus yang dilahirkan per vaginam mencapai 30 ml/kgBB dalam 2-3 jam setelah kelahiran sedangkan pada neonatus yang dilahirkan dengan prosedur caesar mencapai 30 ml/kgBB dalam 5-6 jam setelah kelahiran. Udara yang diinspirasi tidak di ekspirasi secara penuh untuk menciptakan volume residual paru. Hal ini dicapai melalui mekanisme braking (mengerem) dengan aktivitas post inspirasi otot-otot pernapasan yang menghambat passive recoil diafragma. 4. Bagaimana perubahan fisiologi neonatus saat lahir ? Sistem Respirasi - Respirasi tidak dapat terjadi selama kehidupan fetal karena tidak ada udara untuk bernafas di rongga amnion - Pada 3-4 bulan terakhir, respirasi dihambat untuk mencegah terisinya paru-paru oleh cairan dan debris dari meconium yang di ekskresi oleh saluran pencernaan fetus ke cairan amnion sehingga paru-paru fetus tetap kolaps (belum mengembang) - Sedikit cairan di ekskresi ke paru-paru oleh epitel alveolar sampai masa kehamilan, yang menjaga paru-paru tetap bersih Saat lahir dinding alveoli masih colaps karena tegangan permukaan dari cairan yang mengisinya. Biasanya, dibutuhkan ±25 mmHg tekanan inspirasi negatif untuk melawan tegangan permukaan dan membuka alveoli untuk pertama kalinya. Pada bayi yang menangis kuat, ia menghasilkan 60 mmHg tekanan inspirasi negatif sehingga cukup untuk membuat paru-paru mengembang. Catat bahwa pernapasan yang kedua lebih mudah dan membutuhkan tekanan positif dan negatif yang lebih kecil. Bernapas belum sepenuhnya normal sampai 40 menit setelah kelahiran. Salah satu adaptasi penting yang dibutuhkan bayi pada awal kehidupannya adalah “mulai bernafas”. Bernafas diinisiasi oleh paparan yang tiba-tiba terhadap dunia luar, dihasilkan dari : 1) Kejadian asfiksia ringan saat proses kelahiran 2) Impuls sensorik yang berasal dari kulit yang tiba-tiba dingin Ritme pernafasan yang normal <1 menit setelah lahir. Bayi yang tidak bernafas segera, kebanyakan akan menjadi lebih hipoksia (O2 rendah) dan hiperkapnik (CO2 tinggi), membutuhkan tambahan stimulus pada pusat respirasi dan biasanya dapat bernafas dalam beberapa menit setelah kelahiran (diresusitasi). 5. Bagaimana prosedur resusitasi ? Resusitasi bayi baru lahir Bila ketiga poin di atas jawabannya “ya” maka tidak perlu dilakukan resusitasi. Namun, bila salah satu di antara ketiga poin di atas jawabannya “tidak” maka dipertimbangkan untuk pemberian resusitasi. Poin pertama yang dilakukan setelah penilaian ketiga poin tadi terdapat jawaban “tidak” adalah menstabilkan kondisi bayi dengan cara dihangatkan karena perubahan suhu diluar rahim lebih dingin daripada saat bayi masih berada dalam rahim. Bila perlu bersihkan jalan nafas dan berikan stimulasi pada bayi. Poin kedua, bila denyut jantung berada dibawah 100 kali per menit, nafas terengah – engah, atau apnea, lanjutkan dengan pemberian ventilasi tekanan positif. Bila didapatkan denyut jantung masih dibawah 100 kali per menit, koreksi lagi pemberian ventilasinya. Bila denyut jantung didapatkan dibawah 60 kali per menit maka, poin ketiga, lakukan kompresi dada dengan cara menekan dengan dua ibu jari pada sepertiga bagian bawah sternum masih disertai dengan pemberian ventilasi tekanan positif menggunakan ambulatory bag, serta dipertimbangkan pemasangan alat bantu nafas. Bila tetap didapatkan denyut jantung dibawah 60 kali per menit berikan suntikan epinefrin intravena dengan dosis 0,01 – 0,03 mg/kg berat badan. Hal yang perlu diperhatikan adalah dari mulai bayi lahir sampai mulai pemberian ventilasi tekanan positif harus dilakukan dalam waktu 60 detik. (Kattwinkelet.al , 2010) Selain dengan pemberian ventilasi tekanan positif, untuk penangan pada bayi yang tidak bernafas secara spontan saat baru lahir dapat diberikan metilxantin. Pemberian metilxantin terbukti dapat memperpendek masa apnea. (Dewoto HR & Louisa M, 2012) 6. Apa saja faktor-faktor yang memperngaruhi kondisi janin saat lahir ? Pertumbuhan fetus (janin) dipengaruhi oleh : 1. Faktor ibu, seperti : a. Tinggi badan b. Keadaan gizi c. Tingginya tempat tinggal d. Peminum atau perokok e. Kelainan pembuluh darah f. Kelainan uterus g. Kehamilan ganda 2. Faktor anak, seperti : a. Jenis kelamin b. Kelainan genetis c. Infeksi intrauterin terutama oleh virus d. Kelainan kongenital lainnya 3. Faktor Plasenta 7. Bagaimana prosedur Antenatal Care ? Dibahas dalam Jump 7 8. Apa hubungan ANC tidak teratur dengan kondisi bayi saat lahir ? Dibahas dalam Jump 7 9. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium pada ibu ? Dibahas dalam Jump 7 10. Mengapa ibu dan bayi dirawat gabung ? Apa pentingnya ASI ? Dibahas dalam Jump 7 11. Bagaimana interpretasi bayi baru lahir di skenario ? Dibahas dalam Jump 7 12. Bagaimana manajemen bayi baru lahir ? Manajemen bayi baru lahir Untuk semua bayi baru lahir, lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan? Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium? Segera setelah bayi lahir, sambil meletakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang telah disiapkan pada perut bawah ibu, segera lakukan penilaian berikut: Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap? Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif? Untuk BBL cukup bulan dengan air ketuban jernih yang langsung menangis atau bernapas spontan dan bergerak aktif cukup dilakukan manajemen BBL normal. Jika bayi kurang bulan (< 37 minggu/259 hari) atau bayi lebih bulan (≥ 42 minggu/283 hari) dan atau air ketuban bercampur mekonium dan atau tidak bernapas atau megapmegap dan atau tonus otot tidak baik lakukan manajemen BBL dengan Asfiksia. 13. Bagaimana cara menilai APGAR score ? Dibahas dalam Jump 7 14. Apakah ketuban yang pecah 24 jam itu normal ? Bagaimana hubungannya dengan kondisi bayi ? Dibahas dalam Jump 7 Langkah IV: Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang didapatkan pada langkah 3 Bayi perempuan, berat 3,2 kg, panjang 47 cm Penilaian Sebelum bayi lahir 1. Apakah kehamilan cukup bulan? 2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekoneum Segera setelah bayi lahir 3. Apakah bayi menangisatau bernapas/tidak mengap-mengap? 4. Apakah tonus otot baik/bayi bergerak aktif - Bayi cukup bulan Ketuban jernih, tidak ada mekoneum Bayi tidak bernafas Tonus otot kurang baik Manajemen Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia Bayi bernafas spontan Langkah V: Merumuskan sasaran pembelajaran 1. Bagaimana prosedur ANC? 2. Adakah hubungan ANC tidak teratur dengan kondisi bayi? 3. Mengapa perlu dilaksanakan pemeriksaan laboratorium pada ibu? 4. Mengapa dirawat gabung? Apa pentingnya ASI? 5. Interpretasi pemeriksaan fisik bayi pada skenario? 6. Cara menilai APGAR Score? 7. Ketuban pecah 24 jam? Normal atau tidak? 8. Pemeriksaan fisik apa saja yang harus dilakukan pada neonatus? 9. Apakah kandungan ASI? 10. Ibu hamil dengan penyakit : a. Hipertensi b. TORCH c. Hepatitis d. DM Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh 1. Prosedur ANC (Atenatal Care) Standar Pelayanan Antenatal Menurut Clinical Practice Guidelines yang dikutip oleh Nurmawati (2010). Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna sebagai batas penerimaan minimal. Standar pelayanan kebidanan dapat digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan oleh bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari. Menurut Kemenkes RI (2011), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar pelayanan antenatal dimulai dengan : a. Ukur tinggi badan b. Timbang berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) c. Ukur Tekanan Darah d. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU) e. Tentukan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ) f. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) g. Pemberian Tablet besi (fe) h. Tes Laboratorium (rutin dan khusus) i. Tatalaksana Kasus j. Tanya/Temu wicara Kunjungan Pelayanan Antenatal Care Menurut Manuaba (1999), kehamilan berlangsung dalam waktu 280 hari (40 minggu). Kehamilan wanita dibagi menjadi 3 yaitu : a. Trimester pertama ( 0-12 minggu) b. Trimester kedua (13-28 minggu) c. Trimester ketiga (29-40 minggu) Menurut Saifuddin (2002), setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal, yaitu : a. 1 kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum minggu ke 14 ) b. 1 kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28) c. Dan 2 kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke 36) Sungguh sangat ideal bila tiap wanita hamil mau memeriksakan diri ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan (Sarwono, 2005). Menurut Departemen kesehatan RI (2002), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indikator cakupan K1 dan K4, yaitu : Pemeriksaan kehamilan yang pertama (K1) K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester 1, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu Pemeriksaan kehamilan yang keempat (K4) K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu. 2. Hubungan ANC tidak teratur dengan kondisi bayi ANC merupakan prosedur deteksi dini risiko kehamilan, jadi jika tidak teraturmelakukan pemeriksaan ANC, maka keadaan atau kondisi bayi tidak akan terdeteksi dengan baik. 3. Pemeriksaan lab pada ibu a. Pemeriksaan golongan darah Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktuwaktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan. b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan. c. Pemeriksaan protein dalam urin Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeclampsia pada ibu hamil. d. Pemeriksaan kadar gula darah. Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga). e. Pemeriksaan darah Malaria Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi. f. Pemeriksaan tes Sifilis Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan. g. Pemeriksaan HIV Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV. h. Pemeriksaan BTA Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan. (Pedoman Pelayanan Atenatal Terpadu, Kementerian Kesehatan RI, 2010) 4. Rawat Gabung dan Pentingnya ASI Rawat Gabung Rawat gabung merupakan sistem perawatan bayi yang disatukan dengan ibu, sehingga ibu dapat melakukan semua perawatan dasar bagi bayinya. Bayi bisa tinggal bersama ibunya dalam satu kamar sepanjang siang maupun malam hari sampai keduanya keluar dari rumah sakit atau bayinya dapat dipindahkan ke bangsal neonatus atau ke ruang observasi pada saatsaat tertentu seperti pada malam hari atau pada jam-jam kunjungan atau besuk. Keuntungan Rawat Gabung a. Meningkatkan kemampuan perawatan mandiri pada bayinya. b. Dapat memberikan ASI setiap saat. c. Dapat meningkatkan kasih sayang pada bayi. d. Mengurangi terjadinya infeksi, terutama diare. e. Mengurangi kehilangan panas badan bayi sehingga meningkatkan daya tahan tubuh. f. Pemberian ASI bertindak sebagai metode KB dalam waktu 4 – 6 bulan pertama. g. Menurunkan morbiditas dan mortalitas neonates Syarat Rawat Gabung Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin dikamar bersalin dan dibangsal perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal. Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat/kriteria berikut : a. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong. b. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat, refleks menghisap baik, tidak ada infeksi dan sebagainya. c. Bayi yang dilahirkan denga sectio secaria dengan anestesi umum, rawat gabung dilakukan segera setelah ibu dan bayinya sadar penuh (bayi tidak ngantuk) misalnya empat sampai enam jam setelah operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus. d. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai APGAR minimal 7). e. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih. f. Berat lahir 2000 – 2500 gram atau lebih. g. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum. h. Bayi dan ibu sehat. Kontra Indikasi Rawat Gabung Pihak Ibu : a. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik Pasien penyakit jantung kelas II dianjurkan untuk sementara tidak menyusui sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan menyusui. b. Eklampsia dan preeklampsia berat Keadaan ibu biasanya tidak baik dan pengaruh obat-obatan untuk mengatasi penyakit biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehigga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. c. Penyakit infeksi akut dan aktif Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusui. d. Karsinoma payudara Pasien dengan karsinoma harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusui ditakutkan adanya sel – sel karsinoma yang terminum si bayi. e. Psikosis Tidak dapat dikontrol keadaan jiwa si ibu bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayi. Pihak Bayi a. Bayi kejang Kejang-kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusui. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusui. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusui. b. Bayi yang sakit berat Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tentu tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung. c. Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus. Selama observasi rawat gabung tidak dapat dilaksanakan. Setelah keadaan membaik tentu dapat dirawat gabung. Ini yang disebut rawat gabung tidak langsung. d. Berat badan bayi sangat rendah Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLR belum baik sehingga tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung. e. Cacat Bawaan Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskisis, palatoskhisis bahkan labiognatopalatoskhisis masih memungkinkan untuk menyusui. f. Kelainan metabolik dimana bayi tidak dapat menerima ASI. Pentingnya ASI Pentingnya ASI eksklusif memang harus menjadi perhatian, dan tanggung jawab sebagai orang tua juga harus mulai menyadari akan dampak pada si bayi jika ASI eksklusif ini tidak di berikan pada bayi dengan maksimal. Pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan bisa sangat terhambat dan kemungkinan besar juga bayi anda tidak sehat. Seperti kita ketahui bersama dengan ibu memberikan ASI nya secara maksimal maka otomatis sang ibu akan mentrasfer imunitasnya kepada si bayi, sehingga apabila ibu sehat maka bayi juga bisa sehat. Kita harus coba bersama-sama memberikan pemahaman pada masyarakat untuk melindungi hak bayi dalam memperoleh ASI eksklusif. Perhatian akan pentingnya ASI eksklusif juga harus datang dari lingkungan sekitar, ini agar pemberian ASI eksklusif di terapkan dalam kebiasaan atau budaya yang harus di lestarikan. Karena meskipun ada susu formula yang anda andalakan sebagai pengganti ASI eksklusif itu tidak akan sebaik ASI. Karena banyak sekali kandungan susu formula yang tidak terdapat pada ASI, asi lebih memiliki fungsi menyeluruh pada bayi sedangkan susu formula hanya memacu sebagian saja. Jadi, sudah sangat jelas bahwa memberikan ASI eksklusif adalah hal yang tidak bisa di gantikan. 5. Pemeriksaan Fisik pada Neonatus. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dimulai dari pengukuran berat badan, panjang badan, dan lingkar kepalanya. Bayi baru lahir normal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Berat badan 2.500 - 4.000 gram b. Panjang badan 48 - 52 cm c. Lingkar kepala 33 - 35 cm d. Lingkar dada 30 - 38 cm Pemeriksaan fisik normal pada bayi baru lahir: 1. Pemeriksaan Kepala a. Raba sepanjang garis sutura dan fontanel, apakah ukuran dan tampilannya normal b. Fontanel anterior harus diraba, fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas atau hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali c. Periksa adanya tauma kelahiran misalnya; caput suksedaneum, cephal hematoma, perdarahan subaponeurotik/fraktur tulang tengkorak d. Perhatikan adanya kelainan kongenital seperti: anensefali, mikrosefali 2. Pemeriksaan mata a. Periksa jumlah, posisi atau letak mata b. Periksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang belum sempurna c. Periksa adanya glaukoma kongenital, mulanya akan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai kekeruhan pada kornea d. Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva atau retina - Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan e. Periksa keadaan sclera, apakah nampak gejala icterus atau tidak f. Kaji eyeblink reflex: refleks gerakan seperti menutup dan mengejapkan mata, jika bayi terkena sinar atau hembusan angin, matanya akan menutupatau dia akan mengerjapkan matanya 3. Pemeriksaan telinga a. Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya (simetris atau tidak) b. Pada bayi cukup bulan, tulang rawan sudah matang c. Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang jelas di bagian atas d. Perhatikan letak daun telinga, daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada bayi yangmengalami sindrom tertentu (Pierrerobin) 4. Periksaan hidung a. Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih dari 2,5 cm b. Bayi harus bernapas dengan hidung, jika melalui mulut harus diperhatikan kemungkinan ada obstruksi jalan napas akarena atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring c. Periksa adanya sekret mukopurulen yang terkadang berdarah , hal ini kemungkinan adanya sifilis congenital d. Periksa adanya pernapasa cuping hidung, jika cuping hidung mengembang menunjukkan adanya gangguan pernapasan 5. Pemeriksaan bibir dan mulut a. Kaji bentuk bibir apakah simetris atau tidak b. Perhatikan daerah langit-langit mulut dan bibir jika ada bibir sumbing c. Perhatikan jika ada bercak putih pada gusi maupun palatum d. Kaji reflex rooting (mencari putting susu), reflex sucking/menghisap dan reflex swallowing /menelan 6. Pemeriksaan leher a. Leher bayi biasanya pendek dan harus diperiksa kesimetrisannya b. Pergerakannya harus baik, jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher c. Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis d. Lakukan perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan/pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis 7. Pemeriksaan dada a. Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas, pernapasan yang normal dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan, tarikan sternum atau interkostal pada saat bernapas perlu diperhatikan b. Pada bayi cukup bulan, puting susu sudah terbentuk dengan baik dan tampak simetris, cek pengeluarannya c. Payudara dapat tampak membesar tetapi ini normal 8. Pemeriksaan bahu, lengan, tangan a. Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara meluruskan kedua lengan ke bawah b. Periksa jumlah jari, perhatikan adanyapolidaktili atau sidaktili c. Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya satu buah berkaitan dengan abnormaltas kromosom, seperti trisomi 21 d. Periksa adanya paronisia pada kuku yang dapat terinfeksi atau tercabut sehingga menimbulkan luka dan perdarahan e. Kaji refleks moro dan kemungkinan adanya fraktur: bayi akan mengembangkan tanganya ke samping dan melebarkan jari-jarinya kemudian menarik tangannya kembali dengan cepat seperti ingin memeluk seseorang f. Kaji refleks palmar grasping/menggenggam: timbul bila kita mengoreskan jari melalui bagian dalam atau meletakkan jari kita pada telapak tangan bayi, jari-jari bayi akan melingkar ke dalam seolah memegangi suatu benda dengan kuat 9. Pemeriksaan abdomen a. Amati tali pusat: pada tali pusat, terdapat 2 arteri dan 1 vena b. Observasi pergerakan abdomen, abdomen tampak bulat dan bergerak serentak dengan pergerakan dada sat bernafas c. Raba abdomen untuk memeriksa adanya massa d. Melihat dan meraba bentuk abdomen: raba apakah ada massa abnormal, bentuk perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika, bentuk abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepato-splenomegali atau tumor lainnya. Tonus otot yang baik : semua ekstrimitas fleksi 10. Pemeriksaan genetalia Bayi laki-laki: a. Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3 cm b. Periksa posisi lubang uretra (normal berada pada ujung penis), prepusium tidak boleh ditarik karena akan menyebabkan fimosis c. Skrortum harus dipalpasi untuk memastikan jumlah testis ada dua (bayi cukup bulan testis sudah turun di skrotum) Bayi perempuan: a. Pada bayi cukup bulan labia mayora telah menutupi labia minora b. Pastikan lubang uretra terpisah dengan lubang vagina c. Terkadang tampak adanya sekret berwarna putih atau berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu (withdrawl bedding) 11. Pemeriksaan tungkai dan kaki a. Periksa kesimetrisan tungkai dan kaki b. Periksa panjang kedua kaki dengan meluruskan keduanya dan bandingkan, juga hitung jumlah jari-jari kaki c. Kedua tungkai harus dapat bergerak bebas, kuraknya gerakan berkaitan dengan adanya trauma, misalnya fraktur, kerusakan neurologis d. Mengkaji refleks Babinski: dengan mengusap / menekan bagian menonjol dari dasar jari di telapak kaki bayi keatas dan jari-jari membuka 12. Pemeriksaan spinal/punggung a. Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya tanda-tanda abnormalitas seperti spina bifida, pembengkakan, lesung atau bercak kecil berambut yang dapat menunjukkan adanya abdormalitas medula spinalis atau kolumna vertebra 13. Pemeriksaan anus dan rectum a. Periksa adanya kelainan atresia ani, kaji posisinya b. Mekonium secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika sampai 48 jam belumkeluar kemungkinan adanya mekonium plug syndrom, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan 14. Pemeriksaan kulit a. Perhatikan kondisi kulit bayi: warna, ruam, pembengkakan, tanda-tanda infeksi b. Periksa adanya bercak atau tanda lahir c. Perhatikan adanya vernik kaseosa d. Perhatikan adanya lanugo, jumlah yang banyak terdapat pada bayi kurang bulan 6. Cara menilai APGAR Score Apgar score adalah suatu metode penilaian yang digunakan untuk mengkaji kesehatan neonatus dalam menit pertama setelah lahir sampai 5 menit setelah lahir, serta dapat diulang pada menit ke 10 – 15. Skor pada menit pertama menentukan seberapa baik bayi mentolerir proses kelahiran (menunjukkan berat ringannya asfiksi). Skor pada menit ke-5 menunjukkan seberapa baik keadaan bayi untuk bertahan di luar rahim ibunya (bersifat prognostik). Penilaian skor ini dibuat untuk menolong tenaga kesehatan dalam mengkaji kondisi bayi baru lahir secara umum dan memutuskan untuk melakukan tindakan darurat atau tidak. 1) Appearance (warna kulit) Menilai warna kulit bayi. Nilai 2 diberikan apabila seluruh tubuh bayi warna kulitnya kemerahan. Nilai 1 jika kulit bayi pucat pada bagian ekstremitas, dan nilai 0 jika kulit bayi pucat pada seluruh badan (biru atau putih semua). 2) Pulse (denyut jantung) Untuk mengetahui denyut jantung bayi, dapat dilakukan dengan meraba bagian atas dada bayi di bagian apeks dengan dua jari atau dengan meletakkan stetoskop pada dada bayi. Denyut jantung dihitung dalam waktu 1 menit, caranya dihitung 15 detik kemudian hasilnya dikalikan 4 sehingga didapatkan hasil total dalam waktu 60 detik. Jantung yang sehat akan berdenyut di atas 100 kali per menit dan diberi nilai 2. Nilai 1 diberikan pada bayi yang frekuensi denyut jantungnya di bawah 100 kali per menit. Sementara bila denyut jantung tak terdeteksi sama sekali maka nilainya 0. 3) Grimace (respon refleks) Ketika selang suction dimasukkan ke dalam lubang hidung bayi untuk membersihkan jalan nafasnya akan terlihat bagaimana reaksi bayi. Jika ia menarik, batuk, ataupun bersin saat distimulasi, itu pertanda responnya terhadap rangsangan bagus dan mendapat nilai 2. Tapi jika bayi hanya meringis ketika di stimulasi, itu berarti hanya mendapat nilai 1 dan jika bayi tidak ada respon terhadap stimulasi maka diberi nilai 6. 4) Activity (tonus otot) Hal ini dinilai dari gerakan bayi. Bila bayi menggerakkan kedua tangan dan kakinya secara aktif dan spontan begitu lahir, artinya tonus ototnya bagus dan diberi nilai 2. Tetapi jika bayi dirangsang ekstremitasnya ditekuk, nilainya hanya 1. Bayi yang lahir dalam keadaan lunglai atau terkulai dinilai 0. 5) Respiration (pernapasan) Kemampuan bayi bernapas dinilai dengan mendengarkan suara tangis bayi. Jika ia langsung menangis dengan kuat begitu lahir, itu tandanya parunya telah matang dan mampu beradaptasi dengan baik. Berarti nilainya 2. Sedangkan bayi yang hanya merintih rintih nilainya 1. Nilai 0 diberikan bila bayi diam dan tidak menangis. Gambar1. Sistem skoring APGAR. 7. Apakah ketuban pecah 24 jam pada skenario normal? Apa hubungannya dengan kondisi bayi? Persalinan kala 1 dimulai pada waktu serviks membuka karena his : kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darahlendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid. Persalinan kala 1 berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I. Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam. Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas : 1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm. 2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm. 3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm). Peristiwa penting pada persalinan kala 1 : 1. Keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus. 2. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar. 3. Selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm). Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida menurut Wiknyosastro, dkk (1999 : 183) berbeda dengan pada multipara : 1. Pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan. 2. Pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah) - pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar). 3. Periode kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama. Kesimpulannya, pada skenario, ibu multipara dengan ketuban pecah 24 jam dikategorikan dalam ketuban pecah dini (KPD) (normalnya ±14 jam). Pada ketuban pecah dini, terjadi oligohidroamnion, sehingga terjadi penekanan pada plasenta. Karena tekanan pada plasenta meningkat, suplai darah ibu ke bayi menurun, menyebabkan menurunnya penyaluran O2 dari ibu ke janin. Akibatnya, janin dapat menunjukan tanda-tanda distres pernapasan. Selain itu, oligohidroamnion dapat memicu terjadinya partus macet, memperlama proses persalinan, dan semakin menamba kondisi distres pernapasan pada janin. 8. Bagaimana manajemen persalinan dan penanganan bayi dari ibu dengan infeksi HIV, TORCH, HBV, dan DM? a. HIV I. Tatalaksana Umum Rujuk ibu dengan HIV ke rumah sakit. Tatalaksana HIV pada kehamilan sebaiknya dilakukan oleh tim multidisiplin meliputi dokter yang ahli mengenai HIV, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, bidan yang ahli, dan dokter spesialis anak Periksa hitung CD4 dan viral load untuk menentukan status imunologis dan mengevaluasi respons terhadap pengobatan II. Tatalaksana Khusus Terapi antiretroviral Berikan antiretroviral segera kepada semua Ibu hamil dengan HIV, tanpa harus mengetahui nilai CD4 dan stadium klinisnya terlebih dahulu, dan dilanjutkan seumur hidup. Rekomendasi pengobatan sesuai situasi klinis ibu dapat dilihat di tabel berikut. SITUASI KLINIS REKOMENDASI PENGOBATAN (paduan untuk ibu) 1. ODHA sedang terapi ARV, kemudian • Lanjutkan paduan (ganti dengan hamil NVP atau golongan PI jika sedang menggunakan EFV pada trimester I) • Lanjutkan dengan paduan ARV yang sama selama dan sesudah persalinan 2. ODHA hamil dengan jumlah dalam • Mulai ARV pada minggu ke-14 stadium klinis 1atau jumlah CD4 kehamilan >350/mm3 dan belum terapi ARV • Paduan sebagai berikut: - AZT + 3TC + NVP*(AZT 2x300 mg, 3TC 2x150 mg, NVP 2x200 mg) atau - TDF + 3TC (atau FTC) + NVP* (TDF 1x300 mg, 3TC 2x150 mg, 2x200 mg) - AZT + 3TC + EFV**(AZT 2x300 mg, 3TC 2x150 mg, EFV 1x600 mg) atau165 - TDF + 3TC (atau FTC) + EFV** (TDF 1x300 mg, 3TC 1x300 mg, EFV 1x600 mg) 3. ODHA hamil dengan jumlah CD4 Segera mulai terapi ARV dengan <350/mm3 atau stadium seperti pada paduan butir 2 klinis 2,3,4 4. ODHA hamil dengan tuberkulosis • OAT tetap diberikan aktif • Paduan untuk ibu, bila pengobatan mulai trimester II dan III: AZT (TDF) + 3TC + EFV 5. Ibu hamil dalam masa persalinan dan • Tawarkan tes HIV dalam masa status HIV tidak diketahui persalinan; atau tes setelah persalinan. Jika hasil tes reaktif, dapat diberikan paduan pada butir 2. 6. ODHA datang pada masa persalinan Lihat paduan pada butir 2 dan belum mendapat terapi ARV * Penggunaan Nevirapin (NVP) pada perempuan dengan CD4 >250 sel/mm3 atau yang tidak diketahui jumlah CD4-nya dapat menimbulkan reaksi hipersensitif berat ** Efavirens tidak boleh diberikan pada ODHA hamil trimester 1 karena teratogenik III. Pilihan Persalinan Persalinan per vaginam Syarat : Pemberian ARV mulai pada < 14 minggu (ART > 6 bulan); VL <1.000 kopi/μL Persalinan per abdominam Ada indikasi obstetri; dan VL >1.000 kopi/μL atau Pemberian ARV dimulai pada usia kehamilan > 36 minggu IV. Pemberian makanan bayi 1. Jika bayi, tidak diketahui status HIV-nya: • Pemilihan makanan bayi harus didahulu konseling terkait risiko penularan HIV sejak sebelum persalinan. Pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh ibu/keluarga setelah mendapat informasi dan konseling secara lengkap • Bila ibu memilih ASI, berikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan. Untuk itu, ibu dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan baik sejak perawatan antenatal pertama sesuai pedoman • Ibu dengan HIV diperbolehkan memberikan susu formula bagi bayinya yang HIV atau tidak diketahui status HIV-nya jika SELURUH syarat AFASS (affordable/terjangkau, feasible/mampu laksana, acceptable/ dapat diterima, sustainable/berkesinambungan dan safe/aman) • Sangat tidak dianjurkan mencampur ASI dengan susu formula 2. Jika bayi telah diketahui HIV positif: • Ibu sangat dianjurkan memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan • Setelah berusia 6 bulan, bayi diberikan MP-ASI dan ASI tetap dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun V. Tatalaksana untuk bayi Mulai pemberian zidovudine (AZT) profilaksis dengan ketentuan sebagai berikut: • Jika bayi cukup bulan, berikan zidovudine (AZT)dengan dosis 4 mg/ kgBB/12 jam selama 6 minggu • Jika bayi prematur dengan usia kehamilan <30 minggu, berikan zidovudine (AZT)dengan dosis 2 mg/kgBB/12 jam selama 4 minggu, kemudian 2 mg/kgBB/8 jam selama 2 minggu berikutnya • Jika bayi prematur dengan usia kehamilan 30-35 minggu, berikan zidovudine (AZT) dengan dosis 2 mg/kgBB/12 jam selama 2 minggu pertama, kemudian 2 mg/kgBB/8 jam selama 2 minggu berikutnya, dan diikuti 4 mg/kgBB/12 jam selama 2 minggu berikutnya Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis mulai usia 6 minggu dengan dosis4-6 mg/kgbb, satu kali sehari, setiap hari sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIV ditegakkan. Jika bayi diketahui HIV positif, lakukan pemeriksaan viral load sekali pada usia 1 bulan, kemudian sekali pada usia 4-6 bulan. Periksa ELISA kembali di usia 18 bulan. VI. Edukasi untuk ibu Berikan edukasi mengenai perilaku seks yang aman dan penggunaan kondom untuk mencegah penularan dan super-infeksi HIV Ibu juga dianjurkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang atau kontrasepsi mantap bila tidak ingin punya anak lagi Sarankan ibu dengan HIV positif memeriksakan status HIV seluruh anaknya Ibu dengan HIV positif sebaiknya diskrining hepatitis B, sifilis, dan rubela, dan diperiksa darah untuk hepatitis C, varicella zoster, campak dan toksoplasma Ibu sebaiknya dianjurkan untuk divaksin hepatitis B dan pneumokokus b. TORCH VARICELLA DAN HERPES ZOSTER I. Tatalaksana Umum 1. Pencegahan infeksi sebelum hamil: Periksa status imunisasi. Wanita yang sudah pernah terkena cacar air dan/atau herpes zoster, atau memperoleh vaksinasi sebelumnya, dianggap sudah terproteksi sehingga tidak perlu divaksin lagi. Vaksinasi bagi wanita yang belum terproteksi diberikan selambat-lambatnya 30 hari sebelum merencanakan untuk hamil. Vaksin diberikan 2 kali dengan rentang waktu 6-8 minggu. Masing-masing 0.5 ml subkutan. Vaksin yang beredar di Indonesia: Varilrix. 2. Pencegahan infeksi pada masa kehamilan: Menghindari kontak dengan orang-orang yang sedang terkena cacar air atau herpes zoster. Memvaksinasi orang-orang yang tinggal di sekitar wanita tersebut, terutama jika ia belum terproteksi. 3. Pencegahan infeksi pascapersalinan: Pada ibu yang belum terproteksi, vaksinasi dosis pertama diberikan sebelum meninggalkan rumah sakit dan dosis kedua diberikan pada 6-8 minggu pascasalin. II. Tatalaksana Khusus 1.Tatalaksana pada wanita hamil yang terinfeksi (menunjukkan manifestasi klinis) atau terpapar kontak (kontak langsung di dalam ruangan dengan orang yang infeksius* selama 1 jam atau lebih): Segera rujuk ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi. III. Tatalaksana pada rumah sakit rujukan: 1. Ibu hamil yang terinfeksi atau memiliki riwayat terpapar kontak harus diisolasi terutama dari bayi dan ibu hamil lainnya. Bilamana memungkinkan, periksa serologi ibu terhadap varicella. Bila hasilnya negatif atau tidak diketahui hingga 96 jam setelah paparan, berikan imunoglobulin varicella zoster (VZIG). Ibu dengan infeksi varicella yang signifikan (misalnya pneumoitis) Beri asiklovir 800 mg per oral 5x/hari selama 7 hari. Pada komplikasi yang lebih berat, asiklovir IV diberikan pada dosis 10-15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5-10 hari dimulai dari 24-72 jam setelah muncul ruam. Asiklovir paling efektif jika diberikan dalam 24 jam setelah lesi timbul atau setelah terpapar kontak 2. Asiklovir aman diberikan pada ibu dengan usia kehamilan di atas 20 minggu. Pada usia kehamilan sebelum itu, asiklovir harus diberikan dengan hati-hati. 3. Beri edukasi tentang prognosis jika infeksi terjadi pada: Kehamilan < 28 minggu: terdapat risiko sindroma varisela fetal (SVF) sebesar <1%, seperti mikroftalmia, korioretinitis, katarak, gangguan syaraf, hipolasia ekstremitas, mikrosefali, atrofi korteks serebri, dan gangguan tumbuh kembang janin. Kehamilan > 28 minggu: terdapat risiko kelahiran preterm, ketuban pecah dini. 4. Lakukan pemeriksaan USG untuk melihat adanya dampak infeksi terhadap janin. 5. Jika ibu terinfeksi 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah persalinan,berikan Varicella Zoster Immunoglobulin (VZIG) pada bayi. c. Hepatitis B I. Tatalaksana Umum Setiap ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan HbsAg pada trimester pertama kehamilannya. II. Tatalaksana Khusus Bila ibu dengan HbsAg positif maka bayi diberikan suntikan HBIG 0,5 ml IM pada lengan atas segera setelah lahir (dalam 12 jam kelahiran) dan vaksin hepatitis B dengan dosis 0,5 ml (5 μg) IM pada lengan atas sisi lain pada saat yang sama kemudian pada usia 1 bulan dan 6 bulan. Bila ibu dengan HbsAg negatif maka bayi hanya diberikan vaksin hepatitis B 0,5 ml (5 μg) pada usia ke-0, 1 bulan, dan 6 bulan. Tidak ada perbedaan pemberian HBIG dan vaksinasi hepatitis B pada bayi prematur namun pemberian vaksinasi hepatitis B diberikan dalam empat kali pemberian yaitu pada bulan ke-0, 1, 6, dan 8 bulan. Tidak ada larangan pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan ibu HbsAg positif terutama bila bayi telah divaksinasi dan diberi HBIG setelah lahir. d. DM gestational I. Tatalaksana Umum Penatalaksanaan diabetes melitus gestasional dilakukan secara terpadu oleh dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, ahli gizi, dan dokter spesialis anak. Sedapat mungkin rujuk ibu ke rumah sakit untuk mendapatkan penatalaksanaan yang adekuat. Jelaskan kepada pasien bahwa penatalaksanaan diabetes melitus gestasional dapat mengurangi risiko memiliki bayi besar, mengurangi kemungkinan terjadinya hipoglikemia neonatal, dan mengurangi kemungkinan bayi mengidap diabetes di usia dewasa kelak. II. Tatalaksana Khusus Tujuan penatalaksanaan adalah mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah puasa <95mg/dl dan kadar glukosa 2 jam sesudah makan <120 mg/dl. Pengaturan diet perlu dilakukan untuk semua pasien: Tentukan berat badan ideal: BB ideal = 90% x (TB-100) Kebutuhan kalori = (BB ideal x 25) + 10-30% tergantung aktivitas fisik + 300 kal untuk kehamilan Bila kegemukan, kalori dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila kurus, ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan untuk meningkatkan BB Asupan protein yang dianjurkan adalah 1-1,5 g/kgBB Pemberian insulin dilakukan di rumah sakit dan dipertimbangkan bila pengaturan diet selama 2 minggu tidak mencapai target kadar glukosa darah. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0,5-1,5 unit/kgBB/ hari. Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri, USG, dan kardiotokografi. Penilaian fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) dilakukan tiap minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Skor <5 merupakan tanda gawat janin dan indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Lakukan amniosentesis dahulu sebelum terminasi kehamilan bila usia kehamilan <38 minggu untuk memeriksa kematangan janin. Skor >6 menandakan janin sehat dan dapat dilahirkan pada umur kehamilan aterm dengan persalinan normal. Bila usia kehamilan telah mencapai 38 minggu dan janin tumbuh normal, tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea untuk mencegah distosia bahu. Lakukan skrining diabetes kembali 6-12 minggu setelah bersalin. Ibu dengan riwayat diabetes melitus gestasional perlu diskrining diabetes setiap 3 tahun seumur hidup. BAB IV KESIMPULAN Manajemen bayi baru lahir sangat penting dilakukan baik pada bayi dengan kondisi lahir normal maupun dengan kesulitan seperti asfiksia. Terlebih lagi seperti pada bayi di scenario, bayi dengan keadaan saat lahir tidak bernafas sangat perlu dilakukan manajemen khusus hingga mencapai keadaan yang diinginkan. Untuk mencegah kasus bayi lahir dengan keadaan seperti itu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) yang rutin pada saat ibu sedang hamil. Setelah lahir dan kondisi bayi stabil, rawat gabung sangat disarankan untuk mendukung inisiasi menyusui dini (IMD) dan memperkuat bonding antara ibu dan bayi. BAB V SARAN Tutor ikut membimbing sehingga tutorial dapat berjalan dengan baik pada tutorial hari pertama dan hari kedua. Tutor telah memberikan arahan dan berbagai hal yang sekiranya perlu diketahui oleh mahasiswa. Tutor sudah mendorong mahasiswa yang kurang aktif dalam diskusi untuk dapat mengutarakan pendapatnya. Mahasiswa harus lebih mengerti alur penyakit yang dibahas dalam skenario. Tujuan dari skenario tersebut dapat dibahas lebih dalam pada pertemuan kedua diskusi tutorial. Mahasiswa lebih mampu mencari informasi yang berguna terutama dalam hal menentukan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga menjadikan mahasiswa sebagai dokter yang berkompeten dalam menangani pasien dengan keluhan yang serupa pada skenario. Mahasiswa yang belum aktif dalam diskusi hendaknya mau membawa diri lebih berani mengutarakan pendapatnya, turut mencari referensi-referensi yang dapat dibagikan dengan teman-teman sekelompoknya. DAFTAR PUSTAKA Bickley, L.S. 2003. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat kesehatan Edisi 8. EGC : Jakarta. Dewoto HR & Louisa M, 2012. “Perangsang Susunan Saraf Pusat” dalam Gunawan GS, Nafrialdi RS, Elysabeth (Ed), Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI Kattwinkel, et.al (2010). Neonatal Resuscitation : 2010 American Heart Association Guidelines For Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 122 : 909 – 919. Kosim, MS et al. (2010). Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Moegni, EM dan Ocviyanti, D. (2013). Buku Saku Pelayanan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan : Pedoman bagi Tenaga Kesehatan. Edisi Pertama. Jakarta : Kementerian Kesehatan. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 1. Jakarta : EGC, 2000. http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp- content/uploads/downloads/2013/12/Pedoman-ANC-Terpadu.pdf Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo Rudolph CD, Rudolph AM, Lister GE (2011). Rudolph’s Pediatrics. China: McgrawHill. WHO (2009). Infant and young child feeding : model chapter for textbooks for medical students and allied health professionals. [http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9789241597494/en/]— diakses Februari 2013 Wibowo, T. (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial : Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Kesehatan.