Akad yang diterbitkan efek syariah. a). Sukuk Ijarah Berdasarkan Fatwa DSN-MUI Nomor: 41/DSN-MUI/III/24, obligasi syariah (sukuk) ijarah merupakan obligasi syariah ijarah yang diterbitkan berdasarkan akad ijarah di mana pemegang obligasi syariah ijarah tersebut dapat bertindak sebagai penyewa dan dapat pula bertindak sebagai pemberi sewa. Kepemilikan OSI dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad, Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al Muntahiya Bittamlik (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease. b). Sukuk Mudharabah Sukuk atau sertifikat mudharabah dapat menjadi instrumen dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi. Sukuk Mudharabah ialah sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah yang merupakan suatu bentuk kerjasama dimana satu pihak menyediakan modal (shahibul mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan akan dibagi berdasarkan perbandingan yang disepakati sebelumnya dan kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pemilih modal. c). Sukuk Musyarakah Merupakan sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah yang merupakan suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal yang digunakan untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan atau kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan partisipasi modal masingmasing pihak. d). Sukuk Murabahah Dalam sukuk dengan akad murabahah investor membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya dengan emiten, dan keuntungan investor diperoleh dari selisih harga beli dari produsen dengan harga jual kepada emiten. e). Sukuk Istishna’ Istishna’ adalah perjanjian kontrak untuk barang-barang industri yang memperbolehkan pembayaran tunai dan pengiriman dimasa depan atau pembayaran di masa depan dari barangbarang yang dibuat berdasarkan kontrak tertentu. Hal ini dapat digunakan untuk menghasilkan fasilitas pembiayaan pembuatan atau pembangunan rumah, pabrik, proyek, jembatan, jalan, dan jalan tol. Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional Kontrak atau perjanjian Asuransi Syariah menggunakan Akad Hibah (tabarru’) yang dilakukan sesuai syariat Islam dan halal. Sedangkan kontrak Asuransi Konvensional dilakukan seperti transaksi pada umumnya. Nasabah menyepakati kontrak (premi, rentang waktu, dan lainnya) yang diajukan oleh perusahaan asuransi. Kepemilikan dana. Kepemilikan dana Asuransi Syariah adalah dana bersama milik semua Peserta asuransi. Jika ada Peserta membutuhkan bantuan, Peserta lain termasuk Anda akan membantu melalui dana kontribusi. Hal ini disebut dengan prinsip sharing of risk. Sedangkan Asuransi Konvensional akan mengelola dan menentukan dana perlindungan Nasabah, yang berasal dari pembayaran premi per bulan. Investasi berbentuk Tabarru’ dilakukan sesuai syariat Islam, sehingga investasi akan mengambil instrumen yang halal. Sebaliknya, Asuransi Konvensional bebas memilih instrumen investasi, tanpa melihat halal atau non-halal. Surplus underwriting. Ini adalah dana yang akan diberikan kepada peserta bila terdapat kelebihan dari rekening Tabarru’ termasuk jila ada pendapatan lain setelah dikurangi pembayaran santunan/klaim dan hutang kepada perusahaan (jika ada). Hal ini tidak berlaku pada Asuransi Konvensional, karena semua keuntungan dimiliki oleh pihak perusahaan asuransi. Proses klaim. Asuransi Syariah memungkinkan seluruh keluarga inti menggunakan satu polis. Di samping itu, kontribusi tabarru lebih ringan dibanding pembayaran premi, seluruh keluarga akan mendapatkan perlindungan rawat inap di rumah sakit. Asuransi Konvensional hanya memperbolehkan satu orang memegang satu Polis. Zakat adalah salah satu Rukun Islam yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Sehingga Asuransi Syariah mewajibkan peserta membayar zakat. Jumlahnya ditentukan berdasarkan keuntungan perusahaan. Hal ini tidak berlaku pada Asuransi Konvensional. Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia sulit berkembang karena masalah literasi. Pemahaman masyarakat soal pasar modal apalagi pasar modal syariah, dianggap masih sangat minim. Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak kenal dan tidak tahu mengenai pasar modal syariah, sehingga mereka tidak tertarik. OJK pun telah berupaya mensosialisasikan mengenai pasar modal syariah, mulai dari produk hingga aturannya. Persoalannya adalah Indonesia terlalu luas, penduduknya banyak, jika melakukan sosialisasi secara manual, membutuhkan sumber daya manusia, energi dan biaya yang cukup besar. Namun, sumber daya yang dimiliki OJK sangat terbatas. Cara mengatasinya agar pasar modal syariah ini dapat dikenali dan berkembang secara luas Saat ini, sudah ada program Sharia Online Trading System (SOTS), sehingga sangat mempermudah akses masyarakat terpencil. Hanya saja, pertumbuhan SOST ini terbilang lambat karena enam tahun sejak peluncurannya, baru ada 12 SOTS. jurnal asuransi syariah dari mulai akad dan pembayaran premi sampai klaim asuransi syariah Terakhir diubah: 09:10 Cara atau mekanisme pengelolaan resikonya tersebut menurut hukum syariah Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah menggunakan prinsip berbagi risiko (risk sharing) antarpeserta. Dengan kata lain, antara kamu dan peserta asuransi syariah lain memiliki keterikatan dalam hal tolong-menolong (ta’awun) menanggung beban risiko. Sementara, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola dana yang masuk dari peserta. Dalam bahasa yang lebih sederhana, setiap dana yang disetorkan oleh peserta akan dikumpulkan ke dalam dana tabarru’ oleh perusahaan asuransi sebagai pengelola dana. Dana tersebut kemudian akan digunakan untuk memberikan manfaat ketika salah satu peserta terkena risiko, seperti sakit, kecelakaan, cacat, meninggal. Jika kita bicara tentang asuransi jiwa unit link syariah, sebagian dana peserta yang dialokasikan untuk investasi akan dimasukkan dalam instrumen investasi syariah yang pasti dijamin kehalalannya. Lantas, bagaimana perusahaan bisa mendapatkan keuntungan? Dalam mengelola asuransi syariah, perusahaan asuransi akan menetapkan sejumlah biaya (ujrah) yang disepakati oleh semua pihak pada awal kontrak/ akad. Sementara, jika kita bicara tentang asuransi jiwa unit link syariah, sebagian dana peserta yang dialokasikan untuk investasi akan dimasukkan dalam instrumen investasi syariah yang pasti dijamin kehalalannya. Untuk pemilihan saham misalnya, saham yang dipilih adalah saham perusahaan yang bisnisnya tidak berkaitan dengan perjudian, minuman beralkohol, atau sesuatu yang mengandung riba (bunga), seperti perbankan konvensional. Belum lagi, untuk pengesahan setiap produk syariah harus melalui uji dan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah. Dengan ketatnya pemilihan produk investasi, sistem kerja yang lebih terbuka, dan juga pengawasannya, bisa dipastikan produk asuransi syariah terjamin kehalalannya. Sehingga kamu tidak perlu ragu dan khawatir akan produk tersebut perbedaan dalam menghitung investasi saham dalam saham syariah dengan saham konvensional Saham syariah ditujukan bagi kalangan Muslim maupun non-Muslim yang ingin merasa tenang dan yakin bahwa investasinya bersifat halal. Berikut adalah persyaratan agar saham sebuah perusahaan dapat dianggap sebagai saham syariah : 1. Kegiatan Perusahaan Tidak Bertentangan dengan Prinsip Syariah Sebuah saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika berasal dari perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Contoh perusahaan yang bertentangan dengan prinsip syariah adalah yang berkaitan dengan perjudian, perdagangan yang dilarang secara syariah, jasa keuangan ribawi, jual beli risiko yang mengandung ketidakpastian, memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram, serta perusahaan dengan transaksi yang mengandung unsur suap. 2. Total Utang Lebih Kecil dari Aset Perusahaan harus memiliki total utang berbasis bunga yang lebih kecil dibandingkan dengan total aset. Utang berbasis bunga tidak boleh lebih dari 45% dari total aset perusahaan. 3. Pendapatan Tidak Halal Lebih Kecil dari Pendapatan Usaha Sebuah perusahaan harus memiliki pendapatan usaha yang lebih besar daripada pendapatan bunga ataupun pendapatan tidak halal lainnya. Batas maksimal pendapatan bunga ataupun pendapatan tidak halal lainnya adalah sebesar < 10% dibandingkan dengan pendapatan usaha perusahaan secara keseluruhan. 4. Saham Terdaftar di DES Saham syariah yang resmi adalah saham yang terdaftar dalam DES (Daftar Efek Saham). DES adalah daftar perusahaan mana saja yang memiliki saham syariah. Daftar ini diterbitkan oleh OJK dan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) 2 kali dalam satu tahun. Anda dapat melihat daftar ini di website resmi OJK. Transaksi saham Anda dapat dianggap sesuai dengan prinsip syariah jika hanya melakukan jual beli saham syariah (saham-saham yang terdaftar dalam DES). Selain itu dilarang melakukan transaksi yang bertentangan dengan syariah seperti margin trading, short selling, dsb. BEI (Bursa Efek Indonesia) memiliki 2 indeks syariah yaitu ISSI (Indeks Saham Syariah Indonesia) serta JII (Jakarta Islamic Index). ISSI adalah indeks yang memperhitungkan kinerja seluruh saham syariah yang tercatat di DES. Indeks ini dikeluarkan oleh Bapepam dan LK. Investor yang ingin bertransaksi di saham sektor saham syariah dapat menggunakan indeks ini sebagai acuan. Sedangkan JII adalah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Pada setiap periode JII mengeluarkan daftar 30 saham syariah yang paling liquid. Investasi syariah akan memberikan keuntungan kepada investor berupa persentase bagi hasil (nisbah) dari keuntungan Bank atau Lembaga Keuangan dari hasil pengelolaan dana nasabah. Dalam sistem ini, meski nisbah disepakati sejak awal, kita tidak bisa mengetahui hasil pasti yang akan diterima, sebelum keuntungan hasil usaha tersebut diketahui di akhir periode yang telah ditentukan. underlying asset dalam penerbitan sukuk syariah Sukuk memiliki peran yang kurang lebih sama dengan surat utang negara yang sudah terlebih dulu diterbitkan. Perbedaannya, sukuk berbasis sistem ekonomi Islam yang mensyaratkan jaminan aset (underlying asset) untuk setiap nilai penerbitannya. Aset ini menjadi dasar penerbitan sukuk. Persyaratan underlying asset dalam penerbitan sukuk telah menjadi pembeda dengan instrumen surat utang lainnya. Tanpa kehadiran underlying asset, surat berharga pun akan menjadi seperti surat utang lainnya karena tidak ada transaksi yang mendasari penerbitan sukuk. Mengapa perlu underlying asset dalam setiap penerbitan sukuk korporasi? Dalam sistem ekonomi Islam, semua transaksi keuangan harus berkaitan dengan sektor riil. Maka, begitu pula dengan sukuk sebagai instrumen keuangan yang mensyaratkan adanya aset riil dalam setiap penerbitannya. Dengan demikian, sukuk tetap memiliki keterkaitan dengan sektor riil. Lalu, seperti apa kriteria aset yang bisa menjadi dasar penerbitan sukuk? Aset yang dijadikan underlying harus punya nilai ekonomis atau memiliki aliran penerimaan kas, dapat berupa aset yang berwujud (seperti gedung, tanah atau bangunan lainnya) atau aset yang tidak berwujud (berupa jasa), nilai manfaat atas aset berujud, maupun proyek yang akan atau sedang dibangun. Yang terpenting dari aset yang menjadi dasar penerbitan adalah tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Penerbit sukuk juga harus menjamin bahwa selama periode sukuk, aset yang menjadi underlying tidak akan bertentangan dengan prinsip syariah. Dalam Peraturan OJK Nomor 18 Tahun 215 tentang Persyaratan dan Penerbitan Sukuk disebutkan beberapa contoh aset yang bertentangan dengan prinsip syariah. Diantaranya barang/aset/jasa yang terkait dengan perjudian, jasa keuangan ribawi, dan jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian. Selain itu, barang/aset/jasa yang tidak sesuai prinsip syariah adalah yang berkaitan dengan memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya, barang atau jasa haram bukan karena zatnya yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, dan barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat. Jadi, jenis aset seperti pabrik rokok atau minuman keras sudah pasti tidak bakal bisa jadi underlying asset sukuk. Hadirnya underlying asset ini menjadi objek perjanjian antara investor dengan penerbit sukuk. Dengan adanya underlying asset akan dapat membuat perusahaan yang menerbitkan sukuk memiliki tanggung jawab untuk mengelola dana yang diperolehnya dengan baik. penerbitan SBSN dengan cara bookbuilding, private placement dan lelang Bookbuilding. Ini merupakan salah satu metoda penerbitan surat berharga, dimana investor akan menyampaikan penawaran pembelian atas suatu surat berharga, biasanya berupa jumlah dan harga (yield) penawaran pembelian, dan dicatat dalam book order oleh investment bank yang bertindak sebagai book runner. Private Placement. Ini merupakan salah satu Metoda penerbitan surat berharga, dimana kegiatan penerbitan dan penjualan surat berharga dilakukan oleh pihak penerbit kepada pihak tertentu dengan ketentuan dan persyaratan (terms of condition) yang disepakati bersama. Lelang. Lelang surat berharga adalah suatu metoda penerbitan penjualan surat berharga yang diikuti oleh peserta lelang dengan cara mengajukan penawaran pembelian kompetitif dan/atau penawaran pembelian non kompetitif dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan PMK Nomor 05/KMK.08/2012, terdapat 2 definisi lelang terkait SBSN, yaitu lelang SBSN, dan lelang SBSN tambahan. Perbedaan antara sukuk dengan obligasi konvensional Prinsip Dasar Sukuk Surat Berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan/penyertaan Obligasi Pernyataan utang tanpa syarat dari penerbit Underlying Asset Fatwa / Opiini Syariah Penggunaan Dana Return terhadap suatu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk memerlukan underlying asset sebagai dasar penerbitan memerlukan Fatwa/Opini Syariah untuk menjamin kesesuaian sukuk dengan prinsip syariah tidak dapat digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan prinsip syariah berupa imbalan, bagi hasil, margin, capital gain tidak ada tidak ada Bebas bunga, capital gain