Uploaded by mardiatyrahmah

KANKER PARU (LANJUT)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama di antara
penderita kanker di dunia, bahkan jika angka kematian beberapa jenis
kanker
digabung.
Perkembangan
kanker paru tidak dapat dipisahkan
dari banyaknya perokok usia muda, pajanan zat-zat industri serta pengaruh
genetik. Para ahli banyak mengelompokkan kanker paru sebagai penyakit
genetik karena perkembangan penyakit yang sangat berhubungan dengan
perubahan molekuler terutama menyangkut deaktivasi gen supresor tumor
dan aktivasi onkogen.
Peningkatan penderita kanker paru juga menyebabkan makin
tingginya angka kematian akibat kanker, terutama karena pasien datang
sudah pada stadium lanjut (stage III & IV).1-3 Kanker paru secara
histopatologi dibedakan atas dua kelompok besar, yaitu kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dan kanker paru jenis karsinoma sel
kecil (KPKSK); di mana sebanyak 80-85% termasuk kelompok KPKBSK
dan sisanya jenis KPKSK.
Kanker paru juga merupakan bagian dari ageing disease karena
berkorelasi dengan bertambahnya usia; usia lebih dari 40 tahun merupakan
salah satu faktor risiko kanker paru. Penderita kanker paru berusia lanjut
memerlukan perhatian khusus karena se- ring telah terjadi penurunan
fungsi
ginjal, jantung, hati, dan mempunyai cukup banyak penyakit
komorbid lain yang perlu diperhatikan dalam memberi terapi terutama
yang sistemik. Kondisi psikis, keuangan, dan sosial juga turut membatasi
penderita kanker paru berusia lanjut.4 Tulisan ini difokuskan pada masalah
kanker paru, terutama jenis KPKBSK dan penanganannya pada populasi
usia lanjut (Putra dkk., 2015).
1
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
1. Apa itu kanker paru-paru?
2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi kanker paru-paru?
3. Faktor apa saja yang menjadi penyebab kanker paru-paru?
4. Bagaimana cara pencegahan kanker paru-paru?
5. Bagaimana cara pengobatani kanker paru-paru?
6. Bagaimana tata laksana terapi dari penyakit kanke payudara?
1.3.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang hendak dicapai,
yaitu sebagaimana yang tercantum pada rumusan masalah.
1.4.Manfaat
Sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan mengenai kanker paru-paru.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi kanker paru
Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker
yang
tidak
dapat
terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah
karsinogen lingkungan terutama asap rokok (Bahar dkk., 2001).
Kanker paru adalah jenis kanker yang tumbuh di jaringan paru-paru yang
berperan penting dalam proses pernapasan. Kanker paru-paru berasal dari jaringan
tipis paru-paru, pada umumnya berupa lapisan sel yang terletak pada saluran
udara. Dua tipe utama kanker ini adalah kanker paru-paru sel kecil (SCLC) dan
kanker paru-paru non-sel kecil (NSCLC). Tipe-tipe ini didiagnosa berdasarkan
bentuk sel yang terlihat di bawah mikroskop. Lebih dari 80% kanker paru-paru
merupakan tipe kanker paru-paru non-sel kecil (Burns dkk. 2016).
Kanker paru-paru merupakan kanker paling umum kedua yang diidap pria
dan kanker paling umum ketiga yang diidap wanita di Singapura. Pria memiliki
resiko kanker paru-paru 3 kali lebih tinggi dari wanita. Dari 3 kelompok etnis
utama, etnis Cina memiliki resiko tertinggi, yang diikuti oleh etnis Melayu dan
India.
a. Kanker
Paru-paru
Non-Sel
Kecil
(NSCLC)
NSCLC merupakan tipe paling umum dari kanker paru-paru,
dan tidak seagresif dibandingkan dengan SCLC. NSCLC
cenderung tumbuh dan menyebar lebih lambat. Bila didiagnosa
secara dini, pembedahan dan/atau radioterapi, kemoterapi,
dapat memberikan harapan akan kesembuhan.
b. Kanker
Paru
–
paru
sel
kecil
(SCLC)
SCLC merupakan kanker yang memiliki tingkat pertumbuhan
pesat dan menyebar cepat ke pembuluh darah menuju anggota
tubuh lainnya. Seringkali, kanker ini dikategorikan sebagai
penyakit kompleks saat terdiagnosa. Kanker ini biasanya
diobati melalui kemoterapi dan bukan melalui prosedur
pembedahan.
3
2.2.Epidemiologi dan Patofisiologi Kanker Paru-Paru
2.21. Epidemiologi
Kanker paru masih menjadi salah
satu
keganasan
yang
paling
sering, berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki deng an risiko
terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan
dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus
baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan inside nsi kanker paru pa da laki-laki
tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537
orang meninggal
karena
kanker.
American
Cancer
Society
mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai
berikut :
a. Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750
orang laki-laki dan 105.770 orang perempuan).
b. Estimasi kematian karena kanker pa ru sekitar 157.300 kasus
(86.220 pada laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28%
dari semua kasus kematian karena kanker.
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi
kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi. Berdasarkan data
dari WHO, prevalensi merokok di kalangan orang dewasa meningkat ke 31,5%
pada tahun 2001 dari 26,9 % pada tahun 1995. Pada tahun 2001, 62,2% dari
pria dewasa merokok, dibandingkan dengan 53,4 % pada tahun 1995. Rata - rata
umur mulai merokok yang semula 18,8 tahun pada tahun 1995 menurun ke 18,4
tahun pada tahun 2001. Prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring
dengan bertambahnya umur: dari 0,7% (10- 14 tahun), ke 24,2 % (15- 19 tahun),
melonjak ke 60,1 % (20 - 24 tahun). Remaja pria umur 15-19 tahun mengalami
peningkatan konsumsi sebesar 65% antara 1995 dan 2001 – lebih tinggi dari
kelompok lain manapun.. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan prevalensi
merokok dalam jangka waktu 5 tahun.
4
2.2.2. Patofisiologi
Awalnya menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan
displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasanya timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal
dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan
ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala
yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.
Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar
limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, dan tulang rangka.
2.3. Faktor Resiko Kanker Paru – Paru
Faktor Risiko Klinis Pasien berisiko tinggi ditentukan oleh kriteria berikut:
a) Usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun
b) Merokok dalam 15 tahun terakhir
c) Riwayat 20 tahun paket plus faktor risiko tambahan atau lebih besar dari
sejarah 30 tahun
Penjelasan lebih jelasnya yaitu :
1. Merokok
Faktor risiko paling penting untuk pengembangan kanker paru-paru adalah
merokok. Salah satu faktor paling prediktif pada epidemiologi kanker paru-paru
adalah prevalensi merokok. Karena kanker paru-paru adalah penyakit fatal dalam
banyak kasus, keduanya timbul dan kematian sangat mencerminkan prevalensi
merokok dengan populasi yang tertinggal 20 hingga 30 tahun. Dengan kata lain,
kurang dalam penggunaan tembakau sekarang diharapkan akan mempengaruhi
kejadian kanker paru-paru pada tahun 2040. Dengan pengetahuan ini, harapan saat
ini adalah Insiden dan mortalitas kanker paru-paru akan menurun dengan mantap
5
sampai 2020, mencerminkan penurunan dalam merokok antara 1970 dan 1990.
Karena prevalensi merokok konstan sejak 1990, kejadian kanker paru
diperkirakan akan meningkat. Selanjutnya, berhenti merokok memainkan peran
penting dalam mengurangi risiko kanker paru-paru pada pasien ke pasien, dan
tepat membimbing terapi semacam itu adalah bagian penting untuk mencegah
kanker paru-paru pada pasien berisiko. Paparan asap dan penggunaan saat ini
berkorelasi dengan risiko individu dapat mengembangkan keganasan. Risiko
kanker paru menurun ke tingkat mendekati normal 10 hingga 15 tahun setelah
berhenti merokok dengan sukses. Total asap paparan dilaporkan sebagai
paket/tahun. Satu paket/tahun adalah setara dengan merokok satu bungkus per
hari selama 1 tahun. Seorang pasien yang merokok 40 batang per hari (dua
bungkus) selama 5 tahun sejarah 10 paket/tahun (2 paket / hari selama 5 tahun).
2. Risiko Terkait Udara Lainnya
Selain langsung menghirup asap rokok, faktor lingkungan lainnya telah
diidentifikasi sebagai risiko untuk pembangunan tumor paru primer. Asap
tembakau lingkungan (ETS) menghadirkan bahaya yang signifikan bagi yang
bukan perokok bekerja di lingkungan yang memiliki populasi merokok tinggi,
seperti bar atau restoran. Setiap tahun sekitar 3.000 kasus kanker paru-paru pada
bukan perokok disebabkan oleh ETS. Sebagai tanggapan, sebagian besar negara
bagian telah memberlakukan tindakan udara dalam ruangan yang bersih. Faktor
lingkungan yang lain terkait dengan kanker paru-paru termasuk radon, arsenik,
nikel, dan eter klorometil. Mereka yang tinggal di sebuah lingkungan perkotaan
juga berisiko tinggi terkena kanker paru-paru karena terpapar dengan uap
pembakaran
konsentrasi
tinggi
Paparan
asbes
meningkatkan
risiko
berkembangnya penyakit yang berbeda jenis kanker paru-paru langka yang
disebut mesothelioma.
3. Nutrisi
Diet dan nutrisi diduga berperan dalam kerentanan kanker, dan banyak
penelitian telah berusaha mendefinisikan makanan tertentu atau nutrisi yang
6
memengaruhi risiko kanker. Karena tidak semua perokok berat mengembangkan
kanker paru-paru, faktor gizi dapat menjelaskan bagian dari variasi ini. Studi
epidemiologis berfokus pada diet dan nutrisi pada kanker paru-paru telah
menunjukkan tingkat penurunan kanker paru-paru pada orang yang merokok
yang melaporkan buah dan sayuran lebih baik untuk dikonsumsi. Namun,
penelitian berusaha mengidentifikasi komponen kimia spesifik dari buah-buahan
dan sayuran bertanggung jawab atas efek ini belum berhasil. Rekomendasi untuk
pasien yang berisiko karena merokok atau faktor-faktor lain yang hanya tertarik
untuk menguranginya risiko kanker harus mencakup peningkatan asupan buahbuahan dan sayuran.
4. Faktor Risiko Turunan atau Genetik
Meskipun merokok adalah faktor risiko utama untuk kanker paru-paru,
sebagian besar orang yang merokok tidak pernah mengembangkan kanker paruparu. Risiko genetik dapat mempengaruhi perokok tertentu terhadap kanker paruparu. Setelah penyesuaian usia, paparan asap, pekerjaan, dan jenis kelamin,
kerabat pasien kanker paru-paru memiliki sekitar dua kali lipat risiko terkena
kanker paru-paru. Tingkat risiko yang diwariskan berkorelasi terbalik dengan usia
relatif pada saat diagnosis. Kerabat tingkat pertama dari pasien kanker paru-paru
didiagnosis antara usia 40 dan 59 tahun memiliki risiko relatif enam kali lipat
untuk kanker paru-paru. Kanker paru familial yang berkembang pada usia dini
pada bukan perokok cocok dengan model warisan kodominan Mendel. Namun,
gen kanker paru-paru belum diidentifikasi (Burn dkk., 2016)
2.4. Pencegahan/Deteksi Dini
Tujuan
pemeriksaan
diagnosis
adalah
untuk
menentukan
jenis
histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya
diperiukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan.
Deteksi dini
Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk
kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis
7
penyakit paru lain. Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang
terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki
stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah
berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya kesadaran masyarakat tentang
penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan
diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko
tinggi yaitu: Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok, Paparan industri tertentu
dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas,nyeri dada
dan berat badan menurun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif
dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk
darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas.
Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu
jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini
ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan
sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera
dirujuk ke spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan
lebih cepat dan terarah.
Gambaran Klinik
a. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis
akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang
sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :

Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)

Batuk darah

Sesak napas

Suara serak

Sakit dada
8

Sulit / sakit menelan

Benjolan di pangkal leher

Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di
otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak
khas seperti :

Berat badan berkurang

Nafsu makan hilang

Demam hilang timbul

Sindrom
paraneoplastik,
seperti
"Hypertrophic
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.
Gambar 1. Diagaram Alur Deteksi Dini Kanker Paru
9
pulmonary
Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil
yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor
paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan
data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar
paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan
terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang (Persatuan Dokter Paru
Indonesia, 2003)
Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan. Terdapat 3
Tingkatan pencegahan dalam epideemiologi penyakit kanker paru, yaitu :
1. Pencegahan Primordial (Pencegahan Tingkat Pertama)
Pencegahan terhadap etiologi (penyebab) penyakit. Pencegahan
primer dilakukan pada orang yang sehat (bebas kanker). Langkah nyata
yang dapat dilakukan adalah memberikan informasi kepada masyarakat
tentang
pencegahan
kanker.
Upaya
yang
dapat
dilakukan
adalah Upaya Promosi Kesehatan, upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit kanker paru tidak dapat
berkembang karena tidak adanya peluang dan dukungan dari kebiasaan,
gaya hidup maupun kondisi lain yang merupakan faktor resiko untuk
munculnya penyakit kanker paru. Misalnya : menciptakan prakondisi
dimana masyarakat merasa bahwa merokok itu merupakan kebiasaan yang
tidak baik dan masyarakat mampu bersikap positif untuk tidak
merokok. Seseorang perokok yang telah berhasil berhenti 10 tahun
lamanya berarti telah dapat menurunkan risiko 30 -50 persen untuk terkena
kanker paru.
10
Selain itu, senantiasa menjaga daya tahan tubuh melalui pola hidup
sehat (olahraga teratur, tidur cukup, hidup bebas stress serta pola makan
sehat), dan makan suplemen secara teratur.
2. Pencegahan Tingkat Kedua
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan pada orang
yang sudah sakit. Tujuannya adalah untuk mencegah perkembangan penyakit
lebih lanjut dari penyakit serta membatasi terjadinya kecacatan. Upaya yang
dilakukan adalah :
a) Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening.
b) Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi, Pembedahan atau iradiasi.
Adapun tips-tips makanan sehat yang untuk menghindari kanker.
a. Perbanyak konsumsi rumput laut.
b. Kurangi makanan berlemak
c. Perbanyak konsumsi serat
d. Perbanyak konsumsi ikan
e. Perbanyak konsumsi produk dari kedelai
f. Hindari makanan yang dibakar arang
(Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003)
2.5.Pengobatan
Secara umum antara lain :
1. Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit
paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena
kanker.
2. Toraktomi eksplorasi. . Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka
penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
3. Pneumonektomi (pengangkatan paru). Karsinoma bronkogenik bilaman
dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
11
4. Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang
terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses
paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
5. Resesi segmental Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
6. Resesi baji Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es)
7. Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura
viscelaris)
8. Radiasi. Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya
mengobati penderita kanker. Prinsip radioterapi adalah mematikan sel
kanker dengan memberikan dosis yang tepat pada volume tumor / target
yang dituju dan menjaga agar efek radiasi pada jaringan sehat disekitarnya
tetap minimum
9. Kemoterapi. Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel kanker
dengan mengganggu fungsi reproduksi sel. Kemoterapi merupakan cara
pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat/obat yang mempunyai
khasiat membunuh sel kanker.
10. Pencegahan
Tingkat
Ketiga.
Pencegahan
tersier
adalah
upaya
meningkatkan angka kesembuhan, angka survival (bertahan hidup), dan
kualitas hidup dalam pengobatan kanker berupa penatalaksanaan terapi
rehabilitatif, paliatif, dan bebas rasa sakit. Misalnya penderita kanker
stadium lanjut membutuhkan terapi paliatif, yaitu terapi yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien penderita kanker, baik dengan
radioterapi atau dengan obat-obatan.
12
2.6.Terapi kanker paru
Dalam buku panduan penatalaksaan terapi kanker paru, dijelaskan
mengenai beberapa terapi yaitu antara lain :
a. Terapi kombinasi
Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu,
terutama yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani pembedahan. Selain itu,
terapi kombinasi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan pada pasien dengan
tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan minimal, dan
pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau kontraindikasi
operasi. Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan secara bersamaan
(concurrent therapy), selang-seling (alternating therapy), atau secara sekuensial.
Hasil paling baik didapat dari regimen concurrent therapy.
Pilihan terapi berdasakan stadium
1. Stadium 0. Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo
Dynamic Therapy (PDT).
2. Stadium I. Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat
dilakukan bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani
pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan
tujuan pengobatan. Selain itu, juga dapat diberikan kombinasi terapi
radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB, dapat diberikan kemoterapi
adjuvant setelah reseksi bedah.
3. Stadium II. Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada
kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan
bila ada sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau
N3. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan
terapi radiasi dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan
kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik.
13
4. Stadium IIIA. Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor
masih dapat dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi
radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi
bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan
kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada
pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi
radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan
kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Jika ada keterlibatan
kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap operasi, maka
pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen ini terdiri
dari 4-6 siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan
adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan
obat golongan EGFR-TKI.
5. Stadium IIIB. Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama
bergantung pada kondisi klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi
sendiri pada lesi primer dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB
supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat diberikan dengan regimen 4-6
siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi dapat memberikan hasil
yang
lebih
baik.
Obat
golongan
EGFR-TKI
diberikan
pada
adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif.
6. Stadium IV. Pilihan modalitas pengobatan pada stadium ini adalah terapi
radiasi dan kemoterapi. Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV
bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi
target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain)
14
Catatan:
Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi berbasis platinum
(sisplatin atau karboplatin) dengan salah satu obat generasi baru. Dengan
pilihan antara lain :
a. Sisplatin/Karboplatin + etoposid
b. Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin
c. Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel
d. Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel
e. Sisplatin/Karboplatin + vinoralbin
Regimen kemoterapi lini kedua adalah monoterapi doksetaksel,
monoterapi pemetreksat, atau kombinasi dari dua obat baru (regimen nonplatinum). Pada kondisi tertentu, untuk lini pertama dapat diberikan
kemoterapi berbasis platinum (doublet platinum lini pertama seperti di
atas) ditambahkan anti-VEGF (bevacizumab). Pada rekurensi, pilihan
terapi sesuai metastasis. Modalitas yang dapat digunakan termasuk radiasi
paliatif, kemoterapi paliatif, atau bedah paliatif.
Dalam review jurnal mengenai masalah terapi pada usia lanjut
(Putra dkk., 2015 ), menyebutkan :
1. Kemoterapi
Berdasarkan panduan di beberapa negara, kemoterapi dapat
dikatakan sebagai “terapi utama” pada kanker paru. Kemoterapi sebagai
pilihan terapi di berbagai stage mulai dari stage awal kanker paru pascabedah, stage bersifat locoregional (stage IIIA) serta pada kondisi lanjut
(metastasis jauh). Di Amerika Serikat yang banyak dijadikan sebagai
acuan terapi kanker paru, hanya 45% kanker paru lanjut usia yang
mendapat terapi kemoterapi standar dan radioterapi. Alasannya tidak
diketahui pasti, mungkin faktor usia atau masih sedikitnya uji klinis yang
mengikutsertakan subjek lanjut usia. Penatalaksanaan kanker paru pada
15
populasi lanjut usia masih menjadi bahan diskusi menarik terutama jika
dikaitkan dengan kemoterapi seperti:
a) Apakah pemberian kemoterapi pada lanjut usia dapat
memperpanjang harapan hidup?
b) Pemberian kemoterapi mana yang lebih baik, monoterapi
atau kombinasi?
c) Apakah kemoterapi masih berbasis platinum?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, penelitian ELVIS (The
Elderly Lung Cancer Vinorelbine Italian Study) dan MILES (Multi- center
Italian Lung Cancer in the Elderly Study) banyak menjadi acuan.
Penelitian ELVIS merupakan uji klinis multisenter dengan jumlah sampel
191 subjek berusia ≥70 tahun dengan tampilan status 0-2 melaporkan
bahwa kemoterapi vinorelbine dapat memperpanjang kesintasan dari 21
minggu menjadi 28 minggu jika dibandingkan dengan best supportive care
(p=0,03).19,20 Penelitian ELVIS melaporkan perbedaan bermakna
kesintasan 1 tahun, yaitu 32% dengan vinorelbine versus 14% dengan best
supportive care (p=0,03) disertai perbaikan kualitas hidup berdasarkan
kuesioner European Organization for Research and the Treatment of
Cancer (EORTC) QLQ-C30 dan QLQ- LC13, sehingga menunjukkan
keuntungan kemoterapi dibanding best supportive care pada lanjut usia.
Kudoh, dkk. membandingkan vinorelbine atau docetaxel; docetaxel
lebih memperbaiki response rate serta progression survival rate dibanding
vinorelbine walaupun kesintasannya tidak berbeda bermakna (14,3 bulan
vs 9,9 bulan, p=0,78). Penelitian - penelitian di atas memperlihatkan
kemoterapi tunggal terutama vinorelbine atau docetaxel dianjurkan
sebagai kemoterapi pada orang tua dengan KPKBSK stage lanjut.
Frasci, dkk. yang melakukan perbandingan kemoterapi kombinasi
vinorelbine plus gemcitabine versus vinorelbine menunjukkan terapi
kombinasi menghasilkan median kesintasan yang lebih baik (29 minggu)
16
dibanding vinorelbine saja (18 minggu) p<0,01) dengan kesintasan 1 tahun
lebih baik (30% vs 13%). Hasil berbeda diperlihatkan oleh MILES yang
membandingkan pemberian vinorelbine atau gemcitabine dan kombinasi
vinorelbine dengan gemcitabine yang tidak berbeda bermakna dalam hal
median kesintasannya, yakni masing-masing 36, 28, dan 30 minggu dan
ketahanan hidup 1 tahun masing-masing adalah 38%, 28%, dan 30%.
Penelitian multisenter MILES ini menganalisis 698 pasien kanker paru
berusia lanjut. Peneliti menyimpulkan navelbine atau gemcitabine
memberikan hasil tidak berbeda bermakna dibanding kombinasi keduanya,
monoterapi baik navelbine maupun gemcitabine memberikan toleransi dan
keamanan kemoterapi lebih baik.
Sebaliknya Quoix, dkk. melaporkan terapi kombinasi (doublet)
carboplatin dan paclitaxel mempunyai median kesintasan lebih baik, yaitu
10,3 bulan vs 6,2 bulan pada monoterapi vinorelbine atau gemcitabine.
Penelitian Cancer and Leukemia Group B (CALGB) juga memperkuat
hasil Quiox, dkk., CALGB membandingkan pemberian paclitaxel vs
paclitaxel plus carboplatin yang menunjukkan kombinasi kemoterapi
mempunyai median kesintasan lebih baik (5,8 bulan vs 8 bulan) dengan
response rate (21% vs 36%).23 Hasil tersebut juga hampir sama saat
dibandingkan
pemberian
kemoterapi
tunggal
dengan
kombinasi
kemoterapi pada lanjut usia atau usia muda. Kemoterapi kombinasi
memberikan median survival/kesintasan lebih baik tetapi menyebabkan
mielosupresi dan miastenik berat meskipun masih dapat ditoleransi.
Walaupun hasil beberapa penelitian masih kontroversial, tetapi beberapa simpulan yang dapat diambil antara lain:
o kemoterapi memberikan hasil lebih baik dibanding best supportive
care;
o pada pasien dengan PS (performance status) baik, doublet
kemoterapi dapat ditoleransi.
17
2. Terapi Target
Terapi kanker paru makin berkembang dengan dikenalnya terapi
berbasis molekul yang bersifat spesifik menghambat suatu gen, sehingga
kaskade karsinogenesis dapat dihambat. Saat ini fokus utama penelitian
meliputi penghambat epidermal growth factor receptor (EGFR),
penghambat vascular endothelial growth factor (VEGF), penghambat
transduksi sinyal, induksi apoptosis, dan imunoterapi. Terapi target pada
KPKBSK saat ini adalah penghambat EGFR antibodi monoklonal
(trastuzumab, cetuximab), penghambat angiogenesis VEGF antibodi
monoklonal bevacizumab, penghambat EGFR tyrosine kinase (EGFRTKI) gefitinib dan penghambat echinoderm microtubule- associated
protein-like – anaplastic lymphoma kinase (EML4-ALK).
Kombinasi kemoterapi berbasis platinum dengan terapi target
merupakan salah satu strategi pengobatan kanker paru stage lanjut.
Bevacizumab merupakan antibodi monoklonal yang menghambat VEGF.
Antibodi monoklonal ini tidak diberikan secara tunggal dan sering
dikombinasikan dengan kemoterapi basis platinum seperti carboplatin dan
paclitaxel.
Kombinasi
kemoterapi
tersebut
dengan
bevacizumab
menghasilkan perbaikan kesintasan terutama pada pasien KPKBSK nonskuamous. Akan tetapi, banyak penelitian yang melakukan subanalisis
pada lanjut usia yang tidak memperlihatkan perbedaan bermakna
kesintasan saat ditambah bevacizumab, walaupun ada perbaikan response
rate dan progression free survival. Efek samping bevacizumab pada lanjut
usia dilaporkan cukup sering seperti neutropenia, trom- bositopenia,
perdarahan, proteinuria, dan hipertensi.19 Studi lain juga melaporkan
kombinasi kemoterapi dengan cetuximab, yaitu suatu antibodi monoklonal
pengham- bat EGFR. Hasilnya terdapat perpanjangan kesintasan pada
pasien kanker paru stage lanjut yang mempunyai mutasi EGFR walau- pun
pada penelitian ini hanya 31% yang berusia lanjut (≥65 tahun).
18
Gefitinib dan erlotinib merupakan EGFR- TKI yang diberikan
secara oral. Gefitinib telah direkomendasikan oleh Food and Drug
Administration (FDA) pada tahun 2003. FDA pada bulan November 2004
dan European Medicines Agency pada bulan Juni 2005 telah menetapkan
erlotinib sebagai terapi lini kedua dan ketiga untuk pasien KPKBSK stage
lanjut. Gefitinib dan erlotinib bekerja secara kompetitif menghambat
ikatan adenosin trifosfat (ATP) dengan reseptor di domain tyrosine kinase
di EGFR, sehingga dapat menghambat aktivasi jalur sinyal yang
dicetuskan EGFR. Penelitian pada tikus percobaan menunjukkan gefitinib
menghambat EGFR yang merangsang pertumbuhan sel tumor. Gefitinib
dan erlotinib diberikan setiap hari dan dapat dilanjutkan bila tampilan
klinis baik serta penyakit
tidak
progresif.
Dosis
gefitinib yang
direkomendasikan ialah 250 mg/hari, sedangkan dosis erlotinib 150
mg/hari. Evaluasi klinis dan radiologis pemberian gefitinib dan erlotinib
sebaiknya dilakukan setiap bulan.
Penelitian EURTAC (European Randomized Trial of Tarceva vs
Chemotherapy) pada lanjut usia (median, 65 tahun) memperlihatkan
pemberian erlotinib mempunyai kesintasan lebih baik walaupun efek
samping lebih sering. Sampel EURTAC adalah pasien kanker paru dengan
mutasi EGFR dan hasilnya memperlama progression free survival
dibanding pasien yang diberi kemoterapi. Begitu juga penelitian National
Cancer Institute of Canada (NCIC- BR 21) yang memperlihatkan
perbaikan kesintasan saat diberikan sebagai terapi lini ke-2 atau ke-3 pada
pasien lanjut usia. Studi NCIC-BR 21 melakukan penelitian kohort pada
112 pasien yang mendapat erlotinib dan 51 plasebo. Walaupun terdapat
perbaikan kesintasan dibandingkan kemoterapi, tetapi secara umum tidak
ada perbedaan bermakna dengan pasien kanker paru yang berusia lebih
muda (progression free survival, overall survival, tumor response
rate).19,30 Dari hasil-hasil di atas dapat diketahui bahwa erlotinib
berperan dalam tatalaksana kanker paru jenis KPKBSK yang berusia
lanjut terutama yang mempunyai mutasi EGFR walaupun efek samping
19
dapat terjadi. Hal lain yang perlu didiskusikan juga adalah biaya.
Pemakaian erlotinib pada layanan kesehatan meningkatkan biaya
kesehatan nasional. Secara keseluruhan masih diperlukan perbandingan
efektivitas terapi dilihat dari sudut biaya, keuntungan klinis, perbaikan
pasien, serta stakeholder dalam manajemen KPKBSK pada lanjut usia
20
2.7.Kasus Kanker Paru-Paru
Wacana :
Ny. Mc umur 85 tahun mengalami batuk sedang yang berdahak tidak disertai
darah. Dia juga mengalami demam dan napas pendek-pendek pergi ke dokter dan
menerima antibiotic untuk kemungkinan pneumonianya.
Hasil radiogram ada infiltrat pada lobus kiri atas paru dengan hasil CT scan di
temukan massa 6 x 3 x 3,6 dan sudah menyebar bagian superior kiri hilum.
Terlihat adanya adenopati berupa jaringan parut ukuran 14 x 9 mm bagian
mediastinal dan beberapa nodul/kelenjar limfe.
Hasil biopis; tipe histologi sel yaitu adenokarsinoma,hasil tes patiologi yaitu grade
3 dari , metastase pada bagian kontralateral paru. Riwayat penyakit hipertensi dan
hyperlipidimia. pernah hemangioma umur 23 tahun, kanker serviks umur 25
tahun. tidak pernah merokok
Data laboratorium:
Hb = 11,3 g/dl
Potasium normal = 4,4 mEq/L
WBC = 5.200 CELLS/UL
Kreatinin = 1,08 mg/dl
Platelet = 245.000 cells/uL
CLcr = 48 ml/menit
Sodium normal = 14,3 mEq/L
Status Performen = 0-1
Tentukan permasalahan utama pasien dan bagaimana tata laksana terapi pasien?
Jika hasil analisis status mutasi gen yaitu positif mutasi dengan wiltype EGFR
Bagaimana terapinya
21
Jawab:
IDENTITAS PASIEN
Pasien
: Ny. Mc 85 tahun
Data Lab
:
Hasil radiogram
infiltrat pada lobus kiri atas paru
CT scan
massa 6 x 3 x 3,6
Sudah menyebar bagian superior kiri hilum
adenopati = jaringan parut 14 x 9 mm
bagian
mediastinal
dan
beberapa
nodul/kelenjar limfe
tipe histologi
sel adenokarsinoma
tes patiologi
metastase pada bagian kontralateral paru
Hb
11,3 g/dl
WBC
5.200 CELLS/UL
Platelet
245.000 cells/uL
Sodium normal
14,3 mEq/L
Potasium normal
4,4 mEq/L
Kreatinin
1,08 mg/dl
CLcr
48 ml/menit
Status Performen
0-1
RIWAYAT PENYAKIT
Hipertensi
Hyperlipidimia
pernah hemangioma umur 23 tahun
kanker serviks umur 25 tahun
22
Jawaban
1. Permasalahan utama pasien dan bagaimana tata laksana terapi pasien?
Permasalahan utama
: Pasien memilki hasil tes histologi berupa
sel denokarsinoma (merupakan bagian dari
NSCLC), tipe kanker sudah masuk dalam
stadium lanjut yang dengan metastase
pada bagian kontralateral paru berarti
diputuskan bahwa telah masuk dalam
stadium
IV.
pemanjangan
Dengan
tujuan
kelangsungan
sekedar
hidup.
Diperumit lagi dengan riwayat penyakit
antara lain hipertensi dan hyperlipidimia.
pernah hemangioma dan kanker serviks
sehigga
penggunaan
memperhatikan
obat
toksistas
juga
harus
agar
tidak
mempengaruhi / memperparah penyakit
yangg telah dialami
Menurut Burns dkk., 2016 dalam buku Pharmacotherapy
Principles & Practice : 1337
Tata laksana terapi pasien
Tujuan Terapi
: Tujuan dari perawatan tambahan seperti itu
adalah untuk memperpanjang tanggapan dan
kelangsungan hidup dimungkinkan oleh
pengobatan
lini
pertama,
sambil
meminimalkan kemungkinan toksisitas yang
terkait dengan rejimen doublet berbasis
platinum
Kategori kanker
: Stadium kanker paru yang dialami oleh Ny.
Mc adalah Stadium IV dengan ciri dan
keterangan paling jelas dan spesifik :
23
M1a
= Metastasis ke paru kontralateral,
nodul di
pleura, efusi pleura ganas, efusi
pericardium
Strategi Terapi
:
Atau berdasarkan buku pedoman tatalaksana terapi kanker paru,
terdapat bagan berikut :
24
Obat/Penanganan Terpilih
: 1. Kemoterapi dan/atau terapi target
Catatan :
Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV
KPKBSK
EGFR mutasi positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI.
Terapi EGFR- TKI yang tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib.
(dalam Buku Pedoman Tatalaksana Terapi Kanker Paru – Paru)
Namun dalam pembahasan pertama, belum diketahui bahwa
pasien memilki hasil EGFR positif ataupun negatif, sehingga dalam
jawaban pertanyaaan pertama, belum diberikan terapi target.
Kita kembali pada tujuan pengobatan stadium IV yaitu :
“untuk memperpanjang tanggapan dan kelangsungan hidup dimungkinkan
oleh pengobatan lini pertama, sambil meminimalkan kemungkinan
toksisitas yang terkait dengan rejimen doublet berbasis platinum”
Obat Yang digunakan : Vinorelbin (25 mg/m2 1 kali seminggu) sebagai
kemoterapi tunggal. Tersedia dalam 10 mg/ml serta 50 mg/ml dengan
harga yang perlu dikomunikasikan dengan keluarga yaitu Rp.1.500.000
(obat ini digunakan karena dalam menjawab permasalah pertama dan
berpatokan pada tujuan terapi stadium IV)
Alasan pemilihan obat :
Alasan informasi obat :
1. Venoralbin adalah obat/ agen Onkologi, Terapi kanker paru.
a. Kemasan
: Kotak, 1 Vial @1mL (Ini jugajadi pertimbangan
dalam hal ekonomi bersama keluarga)
b. Indikasi : Terapi kanker paru jenis karsinoma sel besar, dan kanker
payudara stadium lanjut dalam kombinasi dengan kemoterapi
standar
c. Dosis
Monoterapi : 25-30 mg/m2 satu kali dalam seminggu
25
Kombinasi : 25- 30mg/m2 hari frekuensi sesuai protokol terapi
d. Farmakologi
Vinorelbine adalah agen antineoplastik sitostatik. Target
molekular dari aktivitas vinorelbine yaitu keseimbangan yang dinamis
pada tubulin atau mikrotubulus. Vinorelbine menghambat polimerisasi
tubulin. Bekerja terutama pada mikrotubulus mitotik. Vinorelbine
menghambat mitosis pada fase G2 + M dan menginduksi kematian sel
pada interfase atau mitosis berikutnya.
e. Kontraindikasi
-
Hipersensitivitas terhadap vinorelbine atau alkaloid vinca
lainnya
-
Jumlah neutrophil <1.500 sel/mm3
-
Infeksi berat akibat neutropenia
-
Kehamilan
-
Menyusui
f. Efek Samping
-
Toksisitas yang terbatas yaitu depresi sumsum tulang
terutama menyebabkan neutropenia yang reversibel
-
Anemia dan trombositopenia
-
Neuropati perifer ringan hingga sedang
-
Konstipasi, stomatitis, diare, mual, muntah
-
Alopesia yang ringat biasanya dapat terjadi
-
Seperti alkaloid vinca lainnya, vinorelbine terkadang
menimbulkan
sesak
nafas
akut,
sulit
bernafas,
bronkospasmus berat
-
Demam, kelelahan, lesu, nyeri rahang, myalgia, nyeri dada
g. Peringatan Dan Perhatian


HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Sebagian
besar
efek
samping
Vinorelbine
bersifat
reversibel. Ketika terjadi efek samping penggunaannya
dihentikan dan diambil langkah perbaikan yang tepat
26

Pasien yang diterapi dengan vinorelbine harus sering
dipantau untuk myelosuppresion selama dan setelah terapi

Hati – hati kombinasi dengan mitomisin

Tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena dapat merusak
janin
Alasan Hasil Riset
a. penelitian ELVIS (The Elderly Lung Cancer Vinorelbine Italian Study)
dan MILES (Multi- center Italian Lung Cancer in the Elderly Study)
banyak menjadi acuan. Penelitian ELVIS merupakan uji klinis
multisenter dengan jumlah sampel 191 subjek berusia ≥70 tahun
dengan tampilan status 0-2 melaporkan bahwa kemoterapi vinorelbine
dapat memperpanjang kesintasan dari 21 minggu menjadi 28 minggu
jika dibandingkan dengan best supportive care (p=0,03).19,20
Penelitian ELVIS melaporkan perbedaan bermakna kesintasan 1 tahun,
yaitu 32% dengan vinorelbine versus 14% dengan best supportive care
(p=0,03) disertai perbaikan kualitas hidup berdasarkan kuesioner
European Organization for Research and the Treatment of Cancer
(EORTC) QLQ-C30 dan QLQ- LC13, sehingga menunjukkan
keuntungan kemoterapi dibanding best supportive care pada lanjut
usia.
b. Kudoh, dkk. membandingkan vinorelbine atau docetaxel; docetaxel
lebih memperbaiki response rate serta progression survival rate
dibanding
vinorelbine
walaupun
kesintasannya
tidak
berbeda
bermakna (14,3 bulan vs 9,9 bulan, p=0,78). Penelitian - penelitian di
atas memperlihatkan kemoterapi tunggal terutama vinorelbine atau
docetaxel dianjurkan sebagai kemoterapi pada orang tua dengan
KPKBSK stage lanjut.
c. Frasci, dkk. yang melakukan perbandingan kemoterapi kombinasi
vinorelbine plus gemcitabine versus vinorelbine menunjukkan terapi
kombinasi menghasilkan median kesintasan yang lebih baik (29
27
minggu) dibanding vinorelbine saja (18 minggu) p<0,01) dengan
kesintasan 1 tahun lebih baik (30% vs 13%).
d. Hasil oleh MILES yang membandingkan pemberian vinorelbine atau
gemcitabine dan kombinasi vinorelbine dengan gemcitabine yang tidak
berbeda bermakna dalam hal median kesintasannya, yakni masingmasing 36, 28, dan 30 minggu dan ketahanan hidup 1 tahun masingmasing adalah 38%, 28%, dan 30%..
Dengan kata lain dari hasil riset, yang mendukung pemilihan
vinoralbine yakni 3 : 1.
Serta pertimbangan tambahan bahwa :
o kemoterapi memberikan hasil lebih baik dibanding best supportive
care;
o pada pasien dengan PS (performance status) baik, doublet
kemoterapi dapat ditoleransi.
28
2. Jika hasil analisis status mutasi gen yaitu positif mutasi dengan wiltype
EGFR. Bagaimana terapinya ?
Menurut Burns dkk., 2016 dalam buku Pharmacotherapy
Principles & Practice : 1341
Tatalaksana Terapi
Alasan pemilihan obat, antara lain :
29
Obat yang terpilih adalah :
Erlotinib (150 mg PO/hari)
Alasan pemilihan obat :
Alasan informasi obat
a. Indikasi: kanker paru non small cell lanjut yang menetap atau
bermetastase setelah sebelumnya gagal pada paling tidak satu
pemberian regimen kemoterapi.
b. Peringatan: gangguan fungsi hati , gangguan fungsi ginjal
c. Kontraindikasi: kehamilan, menyusui
d. Efek Samping: diare, anoreksia, perdarahan pada saluran cerna;
keratitis; kemerahan; kurang umum penyakit paru interstisial- hentikan
jika terjadi gejala yang tidak dapat dijelaskan seperti dyspnoea, batuk
atau demam.
e. Dosis: Dosis oral per hari, 150 mg diberikan 1 jam sebelum makan
atau 2 jam setelah makan
f. Mekanisme Kerja : erlotinib bekerja secara kompetitif menghambat
ikatan adenosin trifosfat (ATP) dengan reseptor di domain tyrosine
30
kinase di EGFR, sehingga dapat menghambat aktivasi jalur sinyal yang
dicetuskan EGFR.
Hasil Riset
Penelitian EURTAC (European Randomized Trial of Tarceva vs
Chemotherapy) pada lanjut usia (median, 65 tahun) memperlihatkan
pemberian erlotinib mempunyai kesintasan lebih baik walaupun efek
samping lebih sering. Sampel EURTAC adalah pasien kanker paru dengan
mutasi EGFR dan hasilnya memperlama progression free survival
dibanding pasien yang diberi kemoterapi.
Dari hasil-hasil di atas dapat diketahui bahwa erlotinib berperan
dalam tatalaksana kanker paru jenis KPKBSK yang berusia lanjut
terutama yang mempunyai mutasi EGFR walaupun efek samping dapat
terjadi. Hal lain yang perlu didiskusikan juga adalah biaya. Pemakaian
erlotinib pada layanan kesehatan meningkatkan biaya kesehatan nasional.
Secara keseluruhan masih diperlukan perbandingan efektivitas terapi
dilihat dari sudut biaya, keuntungan klinis, perbaikan pasien, serta
stakeholder dalam manajemen KPKBSK pada lanjut usia.
Harga untuk isi 150 mg @ 10 tablet blitser : Rp. 5.000.000,
sementara untuk yang berisi 100 mg @ 10 tablet blitser : Rp.2.500.000
setara dengan Gefitinib 250 mg @ 10 tablet. Sehingga bisa dikatakan
menjadi bahan pertimbangan lagi antara lain masih akan menggunakan
obat kemoterapi dengan alasan “Sampel EURTAC adalah pasien kanker
paru dengan mutasi EGFR dan hasilnya memperlama progression free
survival dibanding pasien yang diberi kemoterapi “ begitupun dalam buku
Chamble “Tumor yang positif untuk EGFR mutasi somatik sering lebih
responsif terhadap terapi erlotinib, dan bukti juga menunjukkan bahwa ini
akan menjadi pilihan pengobatan, daripada kemoterapi sitotoksik, untuk
lini pertama pengaturan”
31
KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
1. Memberikan informasi umum yang jujur mengenai obat yang digunakan
antara lain seperti :
a. Harga obat kemoterapi yang direkomendasikan seperti Vinorelbin
tersedia dengan kemasan 1 box berisi 1 vial @ 1 ml dengan harga
Rp.1.500.000 yang berarti harus membeli sediaan dengan volume 50
mg/5 ml yang pasinya akan lebih mahal (telah disearch namun belum
ditemukan untuk harganya).
b. Harga obat terapi target yang tepilih yaitu erlotinib dengan harga
Rp.5.000.000 dengan sediaan 150 mg @ 10 tablet yang harus
dikonsumsi setiap hari, dengan fakta seperti hasil riset bahwa dengan
mengkonsumsi obat erlotinib maka sebenarnya obat kemoterapi tidak
terlalu dianjurkanlagi, sehingga bisa mengurangi beban biaya.
2. Memberikan
perhatian dan informasi jelas mengenai waktu pemberian
obat, untuk mencegah ketidakpatuhan mengkonsumsi obat.
a. Vinoralbin : 25 mg/m2 via IV dengan memberi tau bahwa harus datan
kembali ke apotek/klinik setiap minggu untuk mendapat obat
b. Erlotinib mempunyai dosis oral per hari, 150 mg diberikan 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan
3. Memberitahu bahwa nutrisi juga harus diperhatikan, Yang berdasarkan
anjuran dari National Cancer Institute (NCI) bagi pasien kanker yang
sedang menjalani pengobatan guna membantu kesulitan makan atau
kehilangan selera makan :
a. Makan dengan porsi kecil tapi sering
b. Makan makanan yang tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
c. Hindari makanan rendah kalori dan rendah protein serta hindari
makanan dengan kalori “kosong” (soda)
d. Upayakan makan setiap selera makan baik
e. Makan meal subtitute (makanan pengganti),seperti makanan tinggi
kalori tinggi protein saat selera makan hilang
32
f. Upayakan meningkatkan selera makan dengan melakukan latihan fisik
(exercise) ringan.
MONITORING
1. Monitor toksisitas pengobatan sebelum setiap siklus perawatan, antara lain :
a. Efek Samping Venoralbine
-
Toksisitas yang terbatas yaitu depresi sumsum tulang
terutama menyebabkan neutropenia yang reversibel
-
Anemia dan trombositopenia
-
Neuropati perifer ringan hingga sedang
-
Konstipasi, stomatitis, diare, mual, muntah
-
Alopesia yang ringat biasanya dapat terjadi
-
Seperti alkaloid vinca lainnya, vinorelbine terkadang
menimbulkan
sesak
nafas
akut,
sulit
bernafas,
bronkospasmus berat
-
Demam, kelelahan, lesu, nyeri rahang, myalgia, nyeri dada
b. Efek Samping erlotinib : diare, anoreksia, perdarahan pada saluran
cerna; keratitis; kemerahan; kurang umum penyakit paru interstisialhentikan jika terjadi gejala yang tidak dapat dijelaskan seperti
dyspnoea, batuk atau demam.
33
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker
yang
tidak
dapat
terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah
karsinogen lingkungan terutama asap rokok
2. Deteksi dini diperlukan dengan melihat tanda – tanda yang ada pada pasien
3. Usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun, merokok dalam 15 tahun
terakhirdan riwayat 20 tahun paket plus faktor risiko tambahan atau lebih
besar dari sejarah 30 tahun adalah 3 faktor yang beresiko tinggi untuk
kanker paru – paru.
4. Pengobatan kanker Paru antara lain pembedahan, kemoterapi, radiasi dan
lain – lain
5. Pemberian nutrisi juga menjadi hal penting dalam proses pengobatan serta
pencegahan kanker paru – paru.
3.2.Saran
Adapun saran dari penyusun materi makalah ini antara lain :
1. Diharapkan ulasan dan tanggapan yang membangun dalam hal
penyusunan dan pemilihan materi dalam makalah ini agar bisa menjadi
bahan koreksi ke depannya..
2. Harapan dari penyusun kepada pembaca antara lain
b. hindari rokok untuk menghindari resiko lebih besar terkena
penyakit kanker paru-paru
c. ubah pola makan menjadi pola makan gizi seimbang
d. lakukan pengecekan terhadap kondisi badan apabila ada gejala
tentang kanker paru-paru
e. hindari faktor-faktor pemicu yang dapat menyebabkan kanker
paru-paru
f. menjaga BB dan lakukanlah aktifitas fisik
34
DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B.K. Correl, R.L., Ernst, M.E., dan Jacobson, P.A., 2013, Applied
Therapeutics The Clinical Use of Drugs Tenth Edition, Wolters Kluwer :
Philadelphia.
Apriyanti , maya .2013. Meracik Sendiri Obat & Menu Sehat Bagi Penderita
Kanker . Jogjakrta: Pustaka Baru Press.
Bahar,azril, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Ketiga. Jakarta : Balai
penerbit FKUI.
Burns, M.A.C., Terry, L.S., dan Barbara, G.W., 2016, Pharmacotherapy
Principles & Practice 4th edition, Mc Graw Hi Education : New York.
Chen, rostia & timcancer Helps. 2012. Solusi Cerdas Mencegah & Mengobati
Kanker . jakarta selatan : Agromedia .
Komite Penanggulangan Kanker Indonesia, 2017. Panduan Penatalaksanaan
Kanker Paru, Kementrian Kesehatan RI : Jakarta.
Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003., Kanker Paru Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia, PDPI : Jakarta.
Pusat Data dan Ioformasi, 2015, Situasi Penyakit Kanker, Kementerian Kesehatan
RI : Jakarta.
Putra, Rizema S. 2013. Pengantar ilmu gizi dan diet . Jogjakarta : D-medika.
Putra, A.C., Fariz Nurwidya, Sita Andarini, Jamal Zaini, Elisna Syahruddin,
Ahmad Hudoyo dan Anwar Jusuf., 2015, Masalah Kanker Paru pada
Lanjut Usia, Jurnal CDK, Vol. 42(11).
Sweetman, 2009., Martindale The Complete Drug Reference 36th edition,
Pharmaceutical Press: London.
35
Download