BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian utama di antara penderita kanker di dunia, bahkan jika angka kematian beberapa jenis kanker digabung. Perkembangan kanker paru tidak dapat dipisahkan dari banyaknya perokok usia muda, pajanan zat-zat industri serta pengaruh genetik. Para ahli banyak mengelompokkan kanker paru sebagai penyakit genetik karena perkembangan penyakit yang sangat berhubungan dengan perubahan molekuler terutama menyangkut deaktivasi gen supresor tumor dan aktivasi onkogen. Peningkatan penderita kanker paru juga menyebabkan makin tingginya angka kematian akibat kanker, terutama karena pasien datang sudah pada stadium lanjut (stage III & IV).1-3 Kanker paru secara histopatologi dibedakan atas dua kelompok besar, yaitu kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK); di mana sebanyak 80-85% termasuk kelompok KPKBSK dan sisanya jenis KPKSK. Kanker paru juga merupakan bagian dari ageing disease karena berkorelasi dengan bertambahnya usia; usia lebih dari 40 tahun merupakan salah satu faktor risiko kanker paru. Penderita kanker paru berusia lanjut memerlukan perhatian khusus karena se- ring telah terjadi penurunan fungsi ginjal, jantung, hati, dan mempunyai cukup banyak penyakit komorbid lain yang perlu diperhatikan dalam memberi terapi terutama yang sistemik. Kondisi psikis, keuangan, dan sosial juga turut membatasi penderita kanker paru berusia lanjut.4 Tulisan ini difokuskan pada masalah kanker paru, terutama jenis KPKBSK dan penanganannya pada populasi usia lanjut (Putra dkk., 2015). 1 1.2.Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut : 1. Apa itu kanker paru-paru? 2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi kanker paru-paru? 3. Faktor apa saja yang menjadi penyebab kanker paru-paru? 4. Bagaimana cara pencegahan kanker paru-paru? 5. Bagaimana cara pengobatani kanker paru-paru? 6. Bagaimana tata laksana terapi dari penyakit kanke payudara? 1.3.Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang hendak dicapai, yaitu sebagaimana yang tercantum pada rumusan masalah. 1.4.Manfaat Sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan mengenai kanker paru-paru. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1.Definisi kanker paru Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap rokok (Bahar dkk., 2001). Kanker paru adalah jenis kanker yang tumbuh di jaringan paru-paru yang berperan penting dalam proses pernapasan. Kanker paru-paru berasal dari jaringan tipis paru-paru, pada umumnya berupa lapisan sel yang terletak pada saluran udara. Dua tipe utama kanker ini adalah kanker paru-paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru-paru non-sel kecil (NSCLC). Tipe-tipe ini didiagnosa berdasarkan bentuk sel yang terlihat di bawah mikroskop. Lebih dari 80% kanker paru-paru merupakan tipe kanker paru-paru non-sel kecil (Burns dkk. 2016). Kanker paru-paru merupakan kanker paling umum kedua yang diidap pria dan kanker paling umum ketiga yang diidap wanita di Singapura. Pria memiliki resiko kanker paru-paru 3 kali lebih tinggi dari wanita. Dari 3 kelompok etnis utama, etnis Cina memiliki resiko tertinggi, yang diikuti oleh etnis Melayu dan India. a. Kanker Paru-paru Non-Sel Kecil (NSCLC) NSCLC merupakan tipe paling umum dari kanker paru-paru, dan tidak seagresif dibandingkan dengan SCLC. NSCLC cenderung tumbuh dan menyebar lebih lambat. Bila didiagnosa secara dini, pembedahan dan/atau radioterapi, kemoterapi, dapat memberikan harapan akan kesembuhan. b. Kanker Paru – paru sel kecil (SCLC) SCLC merupakan kanker yang memiliki tingkat pertumbuhan pesat dan menyebar cepat ke pembuluh darah menuju anggota tubuh lainnya. Seringkali, kanker ini dikategorikan sebagai penyakit kompleks saat terdiagnosa. Kanker ini biasanya diobati melalui kemoterapi dan bukan melalui prosedur pembedahan. 3 2.2.Epidemiologi dan Patofisiologi Kanker Paru-Paru 2.21. Epidemiologi Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki deng an risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan inside nsi kanker paru pa da laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker. American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai berikut : a. Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang laki-laki dan 105.770 orang perempuan). b. Estimasi kematian karena kanker pa ru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus kematian karena kanker. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi. Berdasarkan data dari WHO, prevalensi merokok di kalangan orang dewasa meningkat ke 31,5% pada tahun 2001 dari 26,9 % pada tahun 1995. Pada tahun 2001, 62,2% dari pria dewasa merokok, dibandingkan dengan 53,4 % pada tahun 1995. Rata - rata umur mulai merokok yang semula 18,8 tahun pada tahun 1995 menurun ke 18,4 tahun pada tahun 2001. Prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya umur: dari 0,7% (10- 14 tahun), ke 24,2 % (15- 19 tahun), melonjak ke 60,1 % (20 - 24 tahun). Remaja pria umur 15-19 tahun mengalami peningkatan konsumsi sebesar 65% antara 1995 dan 2001 – lebih tinggi dari kelompok lain manapun.. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok dalam jangka waktu 5 tahun. 4 2.2.2. Patofisiologi Awalnya menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasanya timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, dan tulang rangka. 2.3. Faktor Resiko Kanker Paru – Paru Faktor Risiko Klinis Pasien berisiko tinggi ditentukan oleh kriteria berikut: a) Usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun b) Merokok dalam 15 tahun terakhir c) Riwayat 20 tahun paket plus faktor risiko tambahan atau lebih besar dari sejarah 30 tahun Penjelasan lebih jelasnya yaitu : 1. Merokok Faktor risiko paling penting untuk pengembangan kanker paru-paru adalah merokok. Salah satu faktor paling prediktif pada epidemiologi kanker paru-paru adalah prevalensi merokok. Karena kanker paru-paru adalah penyakit fatal dalam banyak kasus, keduanya timbul dan kematian sangat mencerminkan prevalensi merokok dengan populasi yang tertinggal 20 hingga 30 tahun. Dengan kata lain, kurang dalam penggunaan tembakau sekarang diharapkan akan mempengaruhi kejadian kanker paru-paru pada tahun 2040. Dengan pengetahuan ini, harapan saat ini adalah Insiden dan mortalitas kanker paru-paru akan menurun dengan mantap 5 sampai 2020, mencerminkan penurunan dalam merokok antara 1970 dan 1990. Karena prevalensi merokok konstan sejak 1990, kejadian kanker paru diperkirakan akan meningkat. Selanjutnya, berhenti merokok memainkan peran penting dalam mengurangi risiko kanker paru-paru pada pasien ke pasien, dan tepat membimbing terapi semacam itu adalah bagian penting untuk mencegah kanker paru-paru pada pasien berisiko. Paparan asap dan penggunaan saat ini berkorelasi dengan risiko individu dapat mengembangkan keganasan. Risiko kanker paru menurun ke tingkat mendekati normal 10 hingga 15 tahun setelah berhenti merokok dengan sukses. Total asap paparan dilaporkan sebagai paket/tahun. Satu paket/tahun adalah setara dengan merokok satu bungkus per hari selama 1 tahun. Seorang pasien yang merokok 40 batang per hari (dua bungkus) selama 5 tahun sejarah 10 paket/tahun (2 paket / hari selama 5 tahun). 2. Risiko Terkait Udara Lainnya Selain langsung menghirup asap rokok, faktor lingkungan lainnya telah diidentifikasi sebagai risiko untuk pembangunan tumor paru primer. Asap tembakau lingkungan (ETS) menghadirkan bahaya yang signifikan bagi yang bukan perokok bekerja di lingkungan yang memiliki populasi merokok tinggi, seperti bar atau restoran. Setiap tahun sekitar 3.000 kasus kanker paru-paru pada bukan perokok disebabkan oleh ETS. Sebagai tanggapan, sebagian besar negara bagian telah memberlakukan tindakan udara dalam ruangan yang bersih. Faktor lingkungan yang lain terkait dengan kanker paru-paru termasuk radon, arsenik, nikel, dan eter klorometil. Mereka yang tinggal di sebuah lingkungan perkotaan juga berisiko tinggi terkena kanker paru-paru karena terpapar dengan uap pembakaran konsentrasi tinggi Paparan asbes meningkatkan risiko berkembangnya penyakit yang berbeda jenis kanker paru-paru langka yang disebut mesothelioma. 3. Nutrisi Diet dan nutrisi diduga berperan dalam kerentanan kanker, dan banyak penelitian telah berusaha mendefinisikan makanan tertentu atau nutrisi yang 6 memengaruhi risiko kanker. Karena tidak semua perokok berat mengembangkan kanker paru-paru, faktor gizi dapat menjelaskan bagian dari variasi ini. Studi epidemiologis berfokus pada diet dan nutrisi pada kanker paru-paru telah menunjukkan tingkat penurunan kanker paru-paru pada orang yang merokok yang melaporkan buah dan sayuran lebih baik untuk dikonsumsi. Namun, penelitian berusaha mengidentifikasi komponen kimia spesifik dari buah-buahan dan sayuran bertanggung jawab atas efek ini belum berhasil. Rekomendasi untuk pasien yang berisiko karena merokok atau faktor-faktor lain yang hanya tertarik untuk menguranginya risiko kanker harus mencakup peningkatan asupan buahbuahan dan sayuran. 4. Faktor Risiko Turunan atau Genetik Meskipun merokok adalah faktor risiko utama untuk kanker paru-paru, sebagian besar orang yang merokok tidak pernah mengembangkan kanker paruparu. Risiko genetik dapat mempengaruhi perokok tertentu terhadap kanker paruparu. Setelah penyesuaian usia, paparan asap, pekerjaan, dan jenis kelamin, kerabat pasien kanker paru-paru memiliki sekitar dua kali lipat risiko terkena kanker paru-paru. Tingkat risiko yang diwariskan berkorelasi terbalik dengan usia relatif pada saat diagnosis. Kerabat tingkat pertama dari pasien kanker paru-paru didiagnosis antara usia 40 dan 59 tahun memiliki risiko relatif enam kali lipat untuk kanker paru-paru. Kanker paru familial yang berkembang pada usia dini pada bukan perokok cocok dengan model warisan kodominan Mendel. Namun, gen kanker paru-paru belum diidentifikasi (Burn dkk., 2016) 2.4. Pencegahan/Deteksi Dini Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menentukan jenis histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya diperiukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan. Deteksi dini Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis 7 penyakit paru lain. Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu: Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok, Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat badan menurun. Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan lebih cepat dan terarah. Gambaran Klinik a. Anamnesis Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa : Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) Batuk darah Sesak napas Suara serak Sakit dada 8 Sulit / sakit menelan Benjolan di pangkal leher Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat. Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : Berat badan berkurang Nafsu makan hilang Demam hilang timbul Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia. Gambar 1. Diagaram Alur Deteksi Dini Kanker Paru 9 pulmonary Pemeriksaan jasmani Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003) Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan. Terdapat 3 Tingkatan pencegahan dalam epideemiologi penyakit kanker paru, yaitu : 1. Pencegahan Primordial (Pencegahan Tingkat Pertama) Pencegahan terhadap etiologi (penyebab) penyakit. Pencegahan primer dilakukan pada orang yang sehat (bebas kanker). Langkah nyata yang dapat dilakukan adalah memberikan informasi kepada masyarakat tentang pencegahan kanker. Upaya yang dapat dilakukan adalah Upaya Promosi Kesehatan, upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit kanker paru tidak dapat berkembang karena tidak adanya peluang dan dukungan dari kebiasaan, gaya hidup maupun kondisi lain yang merupakan faktor resiko untuk munculnya penyakit kanker paru. Misalnya : menciptakan prakondisi dimana masyarakat merasa bahwa merokok itu merupakan kebiasaan yang tidak baik dan masyarakat mampu bersikap positif untuk tidak merokok. Seseorang perokok yang telah berhasil berhenti 10 tahun lamanya berarti telah dapat menurunkan risiko 30 -50 persen untuk terkena kanker paru. 10 Selain itu, senantiasa menjaga daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat (olahraga teratur, tidur cukup, hidup bebas stress serta pola makan sehat), dan makan suplemen secara teratur. 2. Pencegahan Tingkat Kedua Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan pada orang yang sudah sakit. Tujuannya adalah untuk mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut dari penyakit serta membatasi terjadinya kecacatan. Upaya yang dilakukan adalah : a) Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening. b) Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi, Pembedahan atau iradiasi. Adapun tips-tips makanan sehat yang untuk menghindari kanker. a. Perbanyak konsumsi rumput laut. b. Kurangi makanan berlemak c. Perbanyak konsumsi serat d. Perbanyak konsumsi ikan e. Perbanyak konsumsi produk dari kedelai f. Hindari makanan yang dibakar arang (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003) 2.5.Pengobatan Secara umum antara lain : 1. Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker. 2. Toraktomi eksplorasi. . Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy. 3. Pneumonektomi (pengangkatan paru). Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat. 11 4. Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois. 5. Resesi segmental Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru. 6. Resesi baji Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es) 7. Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris) 8. Radiasi. Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya mengobati penderita kanker. Prinsip radioterapi adalah mematikan sel kanker dengan memberikan dosis yang tepat pada volume tumor / target yang dituju dan menjaga agar efek radiasi pada jaringan sehat disekitarnya tetap minimum 9. Kemoterapi. Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu fungsi reproduksi sel. Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker. 10. Pencegahan Tingkat Ketiga. Pencegahan tersier adalah upaya meningkatkan angka kesembuhan, angka survival (bertahan hidup), dan kualitas hidup dalam pengobatan kanker berupa penatalaksanaan terapi rehabilitatif, paliatif, dan bebas rasa sakit. Misalnya penderita kanker stadium lanjut membutuhkan terapi paliatif, yaitu terapi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien penderita kanker, baik dengan radioterapi atau dengan obat-obatan. 12 2.6.Terapi kanker paru Dalam buku panduan penatalaksaan terapi kanker paru, dijelaskan mengenai beberapa terapi yaitu antara lain : a. Terapi kombinasi Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu, terutama yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani pembedahan. Selain itu, terapi kombinasi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan pada pasien dengan tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan minimal, dan pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau kontraindikasi operasi. Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan secara bersamaan (concurrent therapy), selang-seling (alternating therapy), atau secara sekuensial. Hasil paling baik didapat dari regimen concurrent therapy. Pilihan terapi berdasakan stadium 1. Stadium 0. Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic Therapy (PDT). 2. Stadium I. Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain itu, juga dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB, dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah. 3. Stadium II. Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. 13 4. Stadium IIIA. Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap operasi, maka pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen ini terdiri dari 4-6 siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan obat golongan EGFR-TKI. 5. Stadium IIIB. Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat diberikan dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan pada adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif. 6. Stadium IV. Pilihan modalitas pengobatan pada stadium ini adalah terapi radiasi dan kemoterapi. Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain) 14 Catatan: Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi berbasis platinum (sisplatin atau karboplatin) dengan salah satu obat generasi baru. Dengan pilihan antara lain : a. Sisplatin/Karboplatin + etoposid b. Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin c. Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel d. Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel e. Sisplatin/Karboplatin + vinoralbin Regimen kemoterapi lini kedua adalah monoterapi doksetaksel, monoterapi pemetreksat, atau kombinasi dari dua obat baru (regimen nonplatinum). Pada kondisi tertentu, untuk lini pertama dapat diberikan kemoterapi berbasis platinum (doublet platinum lini pertama seperti di atas) ditambahkan anti-VEGF (bevacizumab). Pada rekurensi, pilihan terapi sesuai metastasis. Modalitas yang dapat digunakan termasuk radiasi paliatif, kemoterapi paliatif, atau bedah paliatif. Dalam review jurnal mengenai masalah terapi pada usia lanjut (Putra dkk., 2015 ), menyebutkan : 1. Kemoterapi Berdasarkan panduan di beberapa negara, kemoterapi dapat dikatakan sebagai “terapi utama” pada kanker paru. Kemoterapi sebagai pilihan terapi di berbagai stage mulai dari stage awal kanker paru pascabedah, stage bersifat locoregional (stage IIIA) serta pada kondisi lanjut (metastasis jauh). Di Amerika Serikat yang banyak dijadikan sebagai acuan terapi kanker paru, hanya 45% kanker paru lanjut usia yang mendapat terapi kemoterapi standar dan radioterapi. Alasannya tidak diketahui pasti, mungkin faktor usia atau masih sedikitnya uji klinis yang mengikutsertakan subjek lanjut usia. Penatalaksanaan kanker paru pada 15 populasi lanjut usia masih menjadi bahan diskusi menarik terutama jika dikaitkan dengan kemoterapi seperti: a) Apakah pemberian kemoterapi pada lanjut usia dapat memperpanjang harapan hidup? b) Pemberian kemoterapi mana yang lebih baik, monoterapi atau kombinasi? c) Apakah kemoterapi masih berbasis platinum? Untuk menjawab pertanyaan di atas, penelitian ELVIS (The Elderly Lung Cancer Vinorelbine Italian Study) dan MILES (Multi- center Italian Lung Cancer in the Elderly Study) banyak menjadi acuan. Penelitian ELVIS merupakan uji klinis multisenter dengan jumlah sampel 191 subjek berusia ≥70 tahun dengan tampilan status 0-2 melaporkan bahwa kemoterapi vinorelbine dapat memperpanjang kesintasan dari 21 minggu menjadi 28 minggu jika dibandingkan dengan best supportive care (p=0,03).19,20 Penelitian ELVIS melaporkan perbedaan bermakna kesintasan 1 tahun, yaitu 32% dengan vinorelbine versus 14% dengan best supportive care (p=0,03) disertai perbaikan kualitas hidup berdasarkan kuesioner European Organization for Research and the Treatment of Cancer (EORTC) QLQ-C30 dan QLQ- LC13, sehingga menunjukkan keuntungan kemoterapi dibanding best supportive care pada lanjut usia. Kudoh, dkk. membandingkan vinorelbine atau docetaxel; docetaxel lebih memperbaiki response rate serta progression survival rate dibanding vinorelbine walaupun kesintasannya tidak berbeda bermakna (14,3 bulan vs 9,9 bulan, p=0,78). Penelitian - penelitian di atas memperlihatkan kemoterapi tunggal terutama vinorelbine atau docetaxel dianjurkan sebagai kemoterapi pada orang tua dengan KPKBSK stage lanjut. Frasci, dkk. yang melakukan perbandingan kemoterapi kombinasi vinorelbine plus gemcitabine versus vinorelbine menunjukkan terapi kombinasi menghasilkan median kesintasan yang lebih baik (29 minggu) 16 dibanding vinorelbine saja (18 minggu) p<0,01) dengan kesintasan 1 tahun lebih baik (30% vs 13%). Hasil berbeda diperlihatkan oleh MILES yang membandingkan pemberian vinorelbine atau gemcitabine dan kombinasi vinorelbine dengan gemcitabine yang tidak berbeda bermakna dalam hal median kesintasannya, yakni masing-masing 36, 28, dan 30 minggu dan ketahanan hidup 1 tahun masing-masing adalah 38%, 28%, dan 30%. Penelitian multisenter MILES ini menganalisis 698 pasien kanker paru berusia lanjut. Peneliti menyimpulkan navelbine atau gemcitabine memberikan hasil tidak berbeda bermakna dibanding kombinasi keduanya, monoterapi baik navelbine maupun gemcitabine memberikan toleransi dan keamanan kemoterapi lebih baik. Sebaliknya Quoix, dkk. melaporkan terapi kombinasi (doublet) carboplatin dan paclitaxel mempunyai median kesintasan lebih baik, yaitu 10,3 bulan vs 6,2 bulan pada monoterapi vinorelbine atau gemcitabine. Penelitian Cancer and Leukemia Group B (CALGB) juga memperkuat hasil Quiox, dkk., CALGB membandingkan pemberian paclitaxel vs paclitaxel plus carboplatin yang menunjukkan kombinasi kemoterapi mempunyai median kesintasan lebih baik (5,8 bulan vs 8 bulan) dengan response rate (21% vs 36%).23 Hasil tersebut juga hampir sama saat dibandingkan pemberian kemoterapi tunggal dengan kombinasi kemoterapi pada lanjut usia atau usia muda. Kemoterapi kombinasi memberikan median survival/kesintasan lebih baik tetapi menyebabkan mielosupresi dan miastenik berat meskipun masih dapat ditoleransi. Walaupun hasil beberapa penelitian masih kontroversial, tetapi beberapa simpulan yang dapat diambil antara lain: o kemoterapi memberikan hasil lebih baik dibanding best supportive care; o pada pasien dengan PS (performance status) baik, doublet kemoterapi dapat ditoleransi. 17 2. Terapi Target Terapi kanker paru makin berkembang dengan dikenalnya terapi berbasis molekul yang bersifat spesifik menghambat suatu gen, sehingga kaskade karsinogenesis dapat dihambat. Saat ini fokus utama penelitian meliputi penghambat epidermal growth factor receptor (EGFR), penghambat vascular endothelial growth factor (VEGF), penghambat transduksi sinyal, induksi apoptosis, dan imunoterapi. Terapi target pada KPKBSK saat ini adalah penghambat EGFR antibodi monoklonal (trastuzumab, cetuximab), penghambat angiogenesis VEGF antibodi monoklonal bevacizumab, penghambat EGFR tyrosine kinase (EGFRTKI) gefitinib dan penghambat echinoderm microtubule- associated protein-like – anaplastic lymphoma kinase (EML4-ALK). Kombinasi kemoterapi berbasis platinum dengan terapi target merupakan salah satu strategi pengobatan kanker paru stage lanjut. Bevacizumab merupakan antibodi monoklonal yang menghambat VEGF. Antibodi monoklonal ini tidak diberikan secara tunggal dan sering dikombinasikan dengan kemoterapi basis platinum seperti carboplatin dan paclitaxel. Kombinasi kemoterapi tersebut dengan bevacizumab menghasilkan perbaikan kesintasan terutama pada pasien KPKBSK nonskuamous. Akan tetapi, banyak penelitian yang melakukan subanalisis pada lanjut usia yang tidak memperlihatkan perbedaan bermakna kesintasan saat ditambah bevacizumab, walaupun ada perbaikan response rate dan progression free survival. Efek samping bevacizumab pada lanjut usia dilaporkan cukup sering seperti neutropenia, trom- bositopenia, perdarahan, proteinuria, dan hipertensi.19 Studi lain juga melaporkan kombinasi kemoterapi dengan cetuximab, yaitu suatu antibodi monoklonal pengham- bat EGFR. Hasilnya terdapat perpanjangan kesintasan pada pasien kanker paru stage lanjut yang mempunyai mutasi EGFR walau- pun pada penelitian ini hanya 31% yang berusia lanjut (≥65 tahun). 18 Gefitinib dan erlotinib merupakan EGFR- TKI yang diberikan secara oral. Gefitinib telah direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2003. FDA pada bulan November 2004 dan European Medicines Agency pada bulan Juni 2005 telah menetapkan erlotinib sebagai terapi lini kedua dan ketiga untuk pasien KPKBSK stage lanjut. Gefitinib dan erlotinib bekerja secara kompetitif menghambat ikatan adenosin trifosfat (ATP) dengan reseptor di domain tyrosine kinase di EGFR, sehingga dapat menghambat aktivasi jalur sinyal yang dicetuskan EGFR. Penelitian pada tikus percobaan menunjukkan gefitinib menghambat EGFR yang merangsang pertumbuhan sel tumor. Gefitinib dan erlotinib diberikan setiap hari dan dapat dilanjutkan bila tampilan klinis baik serta penyakit tidak progresif. Dosis gefitinib yang direkomendasikan ialah 250 mg/hari, sedangkan dosis erlotinib 150 mg/hari. Evaluasi klinis dan radiologis pemberian gefitinib dan erlotinib sebaiknya dilakukan setiap bulan. Penelitian EURTAC (European Randomized Trial of Tarceva vs Chemotherapy) pada lanjut usia (median, 65 tahun) memperlihatkan pemberian erlotinib mempunyai kesintasan lebih baik walaupun efek samping lebih sering. Sampel EURTAC adalah pasien kanker paru dengan mutasi EGFR dan hasilnya memperlama progression free survival dibanding pasien yang diberi kemoterapi. Begitu juga penelitian National Cancer Institute of Canada (NCIC- BR 21) yang memperlihatkan perbaikan kesintasan saat diberikan sebagai terapi lini ke-2 atau ke-3 pada pasien lanjut usia. Studi NCIC-BR 21 melakukan penelitian kohort pada 112 pasien yang mendapat erlotinib dan 51 plasebo. Walaupun terdapat perbaikan kesintasan dibandingkan kemoterapi, tetapi secara umum tidak ada perbedaan bermakna dengan pasien kanker paru yang berusia lebih muda (progression free survival, overall survival, tumor response rate).19,30 Dari hasil-hasil di atas dapat diketahui bahwa erlotinib berperan dalam tatalaksana kanker paru jenis KPKBSK yang berusia lanjut terutama yang mempunyai mutasi EGFR walaupun efek samping 19 dapat terjadi. Hal lain yang perlu didiskusikan juga adalah biaya. Pemakaian erlotinib pada layanan kesehatan meningkatkan biaya kesehatan nasional. Secara keseluruhan masih diperlukan perbandingan efektivitas terapi dilihat dari sudut biaya, keuntungan klinis, perbaikan pasien, serta stakeholder dalam manajemen KPKBSK pada lanjut usia 20 2.7.Kasus Kanker Paru-Paru Wacana : Ny. Mc umur 85 tahun mengalami batuk sedang yang berdahak tidak disertai darah. Dia juga mengalami demam dan napas pendek-pendek pergi ke dokter dan menerima antibiotic untuk kemungkinan pneumonianya. Hasil radiogram ada infiltrat pada lobus kiri atas paru dengan hasil CT scan di temukan massa 6 x 3 x 3,6 dan sudah menyebar bagian superior kiri hilum. Terlihat adanya adenopati berupa jaringan parut ukuran 14 x 9 mm bagian mediastinal dan beberapa nodul/kelenjar limfe. Hasil biopis; tipe histologi sel yaitu adenokarsinoma,hasil tes patiologi yaitu grade 3 dari , metastase pada bagian kontralateral paru. Riwayat penyakit hipertensi dan hyperlipidimia. pernah hemangioma umur 23 tahun, kanker serviks umur 25 tahun. tidak pernah merokok Data laboratorium: Hb = 11,3 g/dl Potasium normal = 4,4 mEq/L WBC = 5.200 CELLS/UL Kreatinin = 1,08 mg/dl Platelet = 245.000 cells/uL CLcr = 48 ml/menit Sodium normal = 14,3 mEq/L Status Performen = 0-1 Tentukan permasalahan utama pasien dan bagaimana tata laksana terapi pasien? Jika hasil analisis status mutasi gen yaitu positif mutasi dengan wiltype EGFR Bagaimana terapinya 21 Jawab: IDENTITAS PASIEN Pasien : Ny. Mc 85 tahun Data Lab : Hasil radiogram infiltrat pada lobus kiri atas paru CT scan massa 6 x 3 x 3,6 Sudah menyebar bagian superior kiri hilum adenopati = jaringan parut 14 x 9 mm bagian mediastinal dan beberapa nodul/kelenjar limfe tipe histologi sel adenokarsinoma tes patiologi metastase pada bagian kontralateral paru Hb 11,3 g/dl WBC 5.200 CELLS/UL Platelet 245.000 cells/uL Sodium normal 14,3 mEq/L Potasium normal 4,4 mEq/L Kreatinin 1,08 mg/dl CLcr 48 ml/menit Status Performen 0-1 RIWAYAT PENYAKIT Hipertensi Hyperlipidimia pernah hemangioma umur 23 tahun kanker serviks umur 25 tahun 22 Jawaban 1. Permasalahan utama pasien dan bagaimana tata laksana terapi pasien? Permasalahan utama : Pasien memilki hasil tes histologi berupa sel denokarsinoma (merupakan bagian dari NSCLC), tipe kanker sudah masuk dalam stadium lanjut yang dengan metastase pada bagian kontralateral paru berarti diputuskan bahwa telah masuk dalam stadium IV. pemanjangan Dengan tujuan kelangsungan sekedar hidup. Diperumit lagi dengan riwayat penyakit antara lain hipertensi dan hyperlipidimia. pernah hemangioma dan kanker serviks sehigga penggunaan memperhatikan obat toksistas juga harus agar tidak mempengaruhi / memperparah penyakit yangg telah dialami Menurut Burns dkk., 2016 dalam buku Pharmacotherapy Principles & Practice : 1337 Tata laksana terapi pasien Tujuan Terapi : Tujuan dari perawatan tambahan seperti itu adalah untuk memperpanjang tanggapan dan kelangsungan hidup dimungkinkan oleh pengobatan lini pertama, sambil meminimalkan kemungkinan toksisitas yang terkait dengan rejimen doublet berbasis platinum Kategori kanker : Stadium kanker paru yang dialami oleh Ny. Mc adalah Stadium IV dengan ciri dan keterangan paling jelas dan spesifik : 23 M1a = Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi pericardium Strategi Terapi : Atau berdasarkan buku pedoman tatalaksana terapi kanker paru, terdapat bagan berikut : 24 Obat/Penanganan Terpilih : 1. Kemoterapi dan/atau terapi target Catatan : Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV KPKBSK EGFR mutasi positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi EGFR- TKI yang tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib. (dalam Buku Pedoman Tatalaksana Terapi Kanker Paru – Paru) Namun dalam pembahasan pertama, belum diketahui bahwa pasien memilki hasil EGFR positif ataupun negatif, sehingga dalam jawaban pertanyaaan pertama, belum diberikan terapi target. Kita kembali pada tujuan pengobatan stadium IV yaitu : “untuk memperpanjang tanggapan dan kelangsungan hidup dimungkinkan oleh pengobatan lini pertama, sambil meminimalkan kemungkinan toksisitas yang terkait dengan rejimen doublet berbasis platinum” Obat Yang digunakan : Vinorelbin (25 mg/m2 1 kali seminggu) sebagai kemoterapi tunggal. Tersedia dalam 10 mg/ml serta 50 mg/ml dengan harga yang perlu dikomunikasikan dengan keluarga yaitu Rp.1.500.000 (obat ini digunakan karena dalam menjawab permasalah pertama dan berpatokan pada tujuan terapi stadium IV) Alasan pemilihan obat : Alasan informasi obat : 1. Venoralbin adalah obat/ agen Onkologi, Terapi kanker paru. a. Kemasan : Kotak, 1 Vial @1mL (Ini jugajadi pertimbangan dalam hal ekonomi bersama keluarga) b. Indikasi : Terapi kanker paru jenis karsinoma sel besar, dan kanker payudara stadium lanjut dalam kombinasi dengan kemoterapi standar c. Dosis Monoterapi : 25-30 mg/m2 satu kali dalam seminggu 25 Kombinasi : 25- 30mg/m2 hari frekuensi sesuai protokol terapi d. Farmakologi Vinorelbine adalah agen antineoplastik sitostatik. Target molekular dari aktivitas vinorelbine yaitu keseimbangan yang dinamis pada tubulin atau mikrotubulus. Vinorelbine menghambat polimerisasi tubulin. Bekerja terutama pada mikrotubulus mitotik. Vinorelbine menghambat mitosis pada fase G2 + M dan menginduksi kematian sel pada interfase atau mitosis berikutnya. e. Kontraindikasi - Hipersensitivitas terhadap vinorelbine atau alkaloid vinca lainnya - Jumlah neutrophil <1.500 sel/mm3 - Infeksi berat akibat neutropenia - Kehamilan - Menyusui f. Efek Samping - Toksisitas yang terbatas yaitu depresi sumsum tulang terutama menyebabkan neutropenia yang reversibel - Anemia dan trombositopenia - Neuropati perifer ringan hingga sedang - Konstipasi, stomatitis, diare, mual, muntah - Alopesia yang ringat biasanya dapat terjadi - Seperti alkaloid vinca lainnya, vinorelbine terkadang menimbulkan sesak nafas akut, sulit bernafas, bronkospasmus berat - Demam, kelelahan, lesu, nyeri rahang, myalgia, nyeri dada g. Peringatan Dan Perhatian HARUS DENGAN RESEP DOKTER Sebagian besar efek samping Vinorelbine bersifat reversibel. Ketika terjadi efek samping penggunaannya dihentikan dan diambil langkah perbaikan yang tepat 26 Pasien yang diterapi dengan vinorelbine harus sering dipantau untuk myelosuppresion selama dan setelah terapi Hati – hati kombinasi dengan mitomisin Tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena dapat merusak janin Alasan Hasil Riset a. penelitian ELVIS (The Elderly Lung Cancer Vinorelbine Italian Study) dan MILES (Multi- center Italian Lung Cancer in the Elderly Study) banyak menjadi acuan. Penelitian ELVIS merupakan uji klinis multisenter dengan jumlah sampel 191 subjek berusia ≥70 tahun dengan tampilan status 0-2 melaporkan bahwa kemoterapi vinorelbine dapat memperpanjang kesintasan dari 21 minggu menjadi 28 minggu jika dibandingkan dengan best supportive care (p=0,03).19,20 Penelitian ELVIS melaporkan perbedaan bermakna kesintasan 1 tahun, yaitu 32% dengan vinorelbine versus 14% dengan best supportive care (p=0,03) disertai perbaikan kualitas hidup berdasarkan kuesioner European Organization for Research and the Treatment of Cancer (EORTC) QLQ-C30 dan QLQ- LC13, sehingga menunjukkan keuntungan kemoterapi dibanding best supportive care pada lanjut usia. b. Kudoh, dkk. membandingkan vinorelbine atau docetaxel; docetaxel lebih memperbaiki response rate serta progression survival rate dibanding vinorelbine walaupun kesintasannya tidak berbeda bermakna (14,3 bulan vs 9,9 bulan, p=0,78). Penelitian - penelitian di atas memperlihatkan kemoterapi tunggal terutama vinorelbine atau docetaxel dianjurkan sebagai kemoterapi pada orang tua dengan KPKBSK stage lanjut. c. Frasci, dkk. yang melakukan perbandingan kemoterapi kombinasi vinorelbine plus gemcitabine versus vinorelbine menunjukkan terapi kombinasi menghasilkan median kesintasan yang lebih baik (29 27 minggu) dibanding vinorelbine saja (18 minggu) p<0,01) dengan kesintasan 1 tahun lebih baik (30% vs 13%). d. Hasil oleh MILES yang membandingkan pemberian vinorelbine atau gemcitabine dan kombinasi vinorelbine dengan gemcitabine yang tidak berbeda bermakna dalam hal median kesintasannya, yakni masingmasing 36, 28, dan 30 minggu dan ketahanan hidup 1 tahun masingmasing adalah 38%, 28%, dan 30%.. Dengan kata lain dari hasil riset, yang mendukung pemilihan vinoralbine yakni 3 : 1. Serta pertimbangan tambahan bahwa : o kemoterapi memberikan hasil lebih baik dibanding best supportive care; o pada pasien dengan PS (performance status) baik, doublet kemoterapi dapat ditoleransi. 28 2. Jika hasil analisis status mutasi gen yaitu positif mutasi dengan wiltype EGFR. Bagaimana terapinya ? Menurut Burns dkk., 2016 dalam buku Pharmacotherapy Principles & Practice : 1341 Tatalaksana Terapi Alasan pemilihan obat, antara lain : 29 Obat yang terpilih adalah : Erlotinib (150 mg PO/hari) Alasan pemilihan obat : Alasan informasi obat a. Indikasi: kanker paru non small cell lanjut yang menetap atau bermetastase setelah sebelumnya gagal pada paling tidak satu pemberian regimen kemoterapi. b. Peringatan: gangguan fungsi hati , gangguan fungsi ginjal c. Kontraindikasi: kehamilan, menyusui d. Efek Samping: diare, anoreksia, perdarahan pada saluran cerna; keratitis; kemerahan; kurang umum penyakit paru interstisial- hentikan jika terjadi gejala yang tidak dapat dijelaskan seperti dyspnoea, batuk atau demam. e. Dosis: Dosis oral per hari, 150 mg diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan f. Mekanisme Kerja : erlotinib bekerja secara kompetitif menghambat ikatan adenosin trifosfat (ATP) dengan reseptor di domain tyrosine 30 kinase di EGFR, sehingga dapat menghambat aktivasi jalur sinyal yang dicetuskan EGFR. Hasil Riset Penelitian EURTAC (European Randomized Trial of Tarceva vs Chemotherapy) pada lanjut usia (median, 65 tahun) memperlihatkan pemberian erlotinib mempunyai kesintasan lebih baik walaupun efek samping lebih sering. Sampel EURTAC adalah pasien kanker paru dengan mutasi EGFR dan hasilnya memperlama progression free survival dibanding pasien yang diberi kemoterapi. Dari hasil-hasil di atas dapat diketahui bahwa erlotinib berperan dalam tatalaksana kanker paru jenis KPKBSK yang berusia lanjut terutama yang mempunyai mutasi EGFR walaupun efek samping dapat terjadi. Hal lain yang perlu didiskusikan juga adalah biaya. Pemakaian erlotinib pada layanan kesehatan meningkatkan biaya kesehatan nasional. Secara keseluruhan masih diperlukan perbandingan efektivitas terapi dilihat dari sudut biaya, keuntungan klinis, perbaikan pasien, serta stakeholder dalam manajemen KPKBSK pada lanjut usia. Harga untuk isi 150 mg @ 10 tablet blitser : Rp. 5.000.000, sementara untuk yang berisi 100 mg @ 10 tablet blitser : Rp.2.500.000 setara dengan Gefitinib 250 mg @ 10 tablet. Sehingga bisa dikatakan menjadi bahan pertimbangan lagi antara lain masih akan menggunakan obat kemoterapi dengan alasan “Sampel EURTAC adalah pasien kanker paru dengan mutasi EGFR dan hasilnya memperlama progression free survival dibanding pasien yang diberi kemoterapi “ begitupun dalam buku Chamble “Tumor yang positif untuk EGFR mutasi somatik sering lebih responsif terhadap terapi erlotinib, dan bukti juga menunjukkan bahwa ini akan menjadi pilihan pengobatan, daripada kemoterapi sitotoksik, untuk lini pertama pengaturan” 31 KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) 1. Memberikan informasi umum yang jujur mengenai obat yang digunakan antara lain seperti : a. Harga obat kemoterapi yang direkomendasikan seperti Vinorelbin tersedia dengan kemasan 1 box berisi 1 vial @ 1 ml dengan harga Rp.1.500.000 yang berarti harus membeli sediaan dengan volume 50 mg/5 ml yang pasinya akan lebih mahal (telah disearch namun belum ditemukan untuk harganya). b. Harga obat terapi target yang tepilih yaitu erlotinib dengan harga Rp.5.000.000 dengan sediaan 150 mg @ 10 tablet yang harus dikonsumsi setiap hari, dengan fakta seperti hasil riset bahwa dengan mengkonsumsi obat erlotinib maka sebenarnya obat kemoterapi tidak terlalu dianjurkanlagi, sehingga bisa mengurangi beban biaya. 2. Memberikan perhatian dan informasi jelas mengenai waktu pemberian obat, untuk mencegah ketidakpatuhan mengkonsumsi obat. a. Vinoralbin : 25 mg/m2 via IV dengan memberi tau bahwa harus datan kembali ke apotek/klinik setiap minggu untuk mendapat obat b. Erlotinib mempunyai dosis oral per hari, 150 mg diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan 3. Memberitahu bahwa nutrisi juga harus diperhatikan, Yang berdasarkan anjuran dari National Cancer Institute (NCI) bagi pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan guna membantu kesulitan makan atau kehilangan selera makan : a. Makan dengan porsi kecil tapi sering b. Makan makanan yang tinggi kalori tinggi protein (TKTP) c. Hindari makanan rendah kalori dan rendah protein serta hindari makanan dengan kalori “kosong” (soda) d. Upayakan makan setiap selera makan baik e. Makan meal subtitute (makanan pengganti),seperti makanan tinggi kalori tinggi protein saat selera makan hilang 32 f. Upayakan meningkatkan selera makan dengan melakukan latihan fisik (exercise) ringan. MONITORING 1. Monitor toksisitas pengobatan sebelum setiap siklus perawatan, antara lain : a. Efek Samping Venoralbine - Toksisitas yang terbatas yaitu depresi sumsum tulang terutama menyebabkan neutropenia yang reversibel - Anemia dan trombositopenia - Neuropati perifer ringan hingga sedang - Konstipasi, stomatitis, diare, mual, muntah - Alopesia yang ringat biasanya dapat terjadi - Seperti alkaloid vinca lainnya, vinorelbine terkadang menimbulkan sesak nafas akut, sulit bernafas, bronkospasmus berat - Demam, kelelahan, lesu, nyeri rahang, myalgia, nyeri dada b. Efek Samping erlotinib : diare, anoreksia, perdarahan pada saluran cerna; keratitis; kemerahan; kurang umum penyakit paru interstisialhentikan jika terjadi gejala yang tidak dapat dijelaskan seperti dyspnoea, batuk atau demam. 33 BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan Kesimpulan dari makalah ini yaitu : 1. Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap rokok 2. Deteksi dini diperlukan dengan melihat tanda – tanda yang ada pada pasien 3. Usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun, merokok dalam 15 tahun terakhirdan riwayat 20 tahun paket plus faktor risiko tambahan atau lebih besar dari sejarah 30 tahun adalah 3 faktor yang beresiko tinggi untuk kanker paru – paru. 4. Pengobatan kanker Paru antara lain pembedahan, kemoterapi, radiasi dan lain – lain 5. Pemberian nutrisi juga menjadi hal penting dalam proses pengobatan serta pencegahan kanker paru – paru. 3.2.Saran Adapun saran dari penyusun materi makalah ini antara lain : 1. Diharapkan ulasan dan tanggapan yang membangun dalam hal penyusunan dan pemilihan materi dalam makalah ini agar bisa menjadi bahan koreksi ke depannya.. 2. Harapan dari penyusun kepada pembaca antara lain b. hindari rokok untuk menghindari resiko lebih besar terkena penyakit kanker paru-paru c. ubah pola makan menjadi pola makan gizi seimbang d. lakukan pengecekan terhadap kondisi badan apabila ada gejala tentang kanker paru-paru e. hindari faktor-faktor pemicu yang dapat menyebabkan kanker paru-paru f. menjaga BB dan lakukanlah aktifitas fisik 34 DAFTAR PUSTAKA Alldredge, B.K. Correl, R.L., Ernst, M.E., dan Jacobson, P.A., 2013, Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs Tenth Edition, Wolters Kluwer : Philadelphia. Apriyanti , maya .2013. Meracik Sendiri Obat & Menu Sehat Bagi Penderita Kanker . Jogjakrta: Pustaka Baru Press. Bahar,azril, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Ketiga. Jakarta : Balai penerbit FKUI. Burns, M.A.C., Terry, L.S., dan Barbara, G.W., 2016, Pharmacotherapy Principles & Practice 4th edition, Mc Graw Hi Education : New York. Chen, rostia & timcancer Helps. 2012. Solusi Cerdas Mencegah & Mengobati Kanker . jakarta selatan : Agromedia . Komite Penanggulangan Kanker Indonesia, 2017. Panduan Penatalaksanaan Kanker Paru, Kementrian Kesehatan RI : Jakarta. Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003., Kanker Paru Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia, PDPI : Jakarta. Pusat Data dan Ioformasi, 2015, Situasi Penyakit Kanker, Kementerian Kesehatan RI : Jakarta. Putra, Rizema S. 2013. Pengantar ilmu gizi dan diet . Jogjakarta : D-medika. Putra, A.C., Fariz Nurwidya, Sita Andarini, Jamal Zaini, Elisna Syahruddin, Ahmad Hudoyo dan Anwar Jusuf., 2015, Masalah Kanker Paru pada Lanjut Usia, Jurnal CDK, Vol. 42(11). Sweetman, 2009., Martindale The Complete Drug Reference 36th edition, Pharmaceutical Press: London. 35