BAHAN AJAR
FISIKA MATEMATIKA II
Oleh :
I Made Yuliara, S.Si., M.T
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
KATA PENGANTAR
1
Atas berkat Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Om Namo Narayana, kami dapat
merampungkan bahan ajar ini. Bahan ajar ini kami susun untuk melengkapi bahan-bahan
ajar yang sudah ada dalam mata kuliah “Fisika Matematika II” semester ganjil tahun ajaran
2015/2016.
Kami memaklumi bahwa, bahan ajar ini sudah barang tentu banyak terdapat
kekurangan, baik materi maupun susunan penyajiannya. Untuk itu, kami mohon maaf dan
segala kritik dan saran selalu kami harapkan demi penyempurnaan bahan ajar ini di tahuntahun mendatang.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya bahan pengajaran ini. Harapan kami semoga bahan ajar ini
bermanfaat.
Hormat kami,
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Hal
i
Daftar Isi
ii
Daftar Gambar
iii
Bab I
Deret Fourier
1.1 Fungsi Periodik
1.2 Deret Fourier
1.3 Syarat Dirichlet
1.4 Bentuk Kompleks dari Deret Fourier
1.5 Perluasan Deret Fourier
1.6 Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil
1.7 Teorema Parseval
Bab II Persamaan Diferensial Biasa
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
Persamaan Diferensial
Persamaan Separable
Persamaan Linear Orde-Satu
Metode Lain bagi Penyelesaian Persamaan Linear Orde-Satu
Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan
Ruas Kanan Nol
2.6 Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan
Ruas Kanan Tak Nol
1
1
4
4
5
8
11
13
14
16
17
19
21
Bab III Kalkulus Variasi
3.1 Persamaan Euler
3.2 Pemakaian Persamaan Euler-Lagrange
3.3 Persamaan Lagrange
Bab IV Transformasi Koordinat
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
Transformasi Linear
Transformasi Orthogonal
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Pendiagonalan Matriks
Penggunaan Pendiagonalan Matriks
Koordinat Lengkung
Faktor Skala dan Vektor Basis untuk Sistem Orthogonal
Koordinat Lengkung Umum
Operator Vektor dalam Koordinat Lengkung Orthogonal
Daftar Pustaka
27
29
32
38
39
40
44
47
50
51
53
55
59
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Gambar 1.5
Gambar 1.6
Gambar 1.7
Gambar 2.1
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Fungsi f(x) untuk pulsa tegangan periodik
Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial
Grafik fungsi genap, (a). f(x) = x2 dan (b). f(x) = cos x
Grafik fungsi ganjil, (a). f(x) = x dan (b). f(x) = sin x
Sketsa fungsi f(x) untuk deret sinus Fourier
Sketsa fungsi f(x) untuk deret cosinus Fourier
Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial
Rangkaian RLC
Pendulum
Manik dalam cycloid
Sistem pegas (a) Pegas tunggal dan (b) Pegas bergandeng
Pendulum bergandeng
Interpretasi secara geometri persamaan transformasi (cara pertama)
Interpretasi secara geometri persamaan transformasi (cara kedua)
Vektor-vektor eigen dari hasil transformasi
Ilustrasi untuk memahami pengertian C dan D
Ilustrasi untuk vektor-vektor eigen saling tegak lurus
Ilustrasi untuk koordinat polar dalam bidang
Sistem koordinat silindris
Pergeseran partikel dari titik asal pada saat t dalam
sistem koordinat silindris
Hal
2
6
8
8
9
10
10
13
35
36
37
37
38
39
42
45
46
50
51
53
4
I.
DERET FOURIER
1.1 Fungsi Periodik
Sebuah fungsi f(x) dikatakan periodik dengan peirode L, jika untuk semua x, berlaku
hubungan f(x + L) = f(x), dengan L adalah konstanta positif. Jika L adalah periode terkecil,
maka L disebut periode dasar, yang selanjutnya disebut sebagai periode saja dan a ≤ x ≤ a +
L disebut selang dasar fungsi periodik f(x), dengan a adalah suatu konstanta. Konstanta a
dapat dipilih sembarang, namun pilihan ๐ = −๐ฟ/2 sering digunakan karena memberikan
selang dasar yang simetris terhadap titik x = 0, yaitu – L/2 ≤ x ≤ L/2 .
Contoh fungsi periodik adalah fungsi-fungsi sinusoida (fungsi sin x dan cos x). Kedua
fungsi sin x dan cos x sama-sama memiliki periode 2π, yang berarti berlaku hubungan :
sin (x ± 2π) = sin x dan cos (x ± 2π) = cos x
(1.1)
Pers. (1.1) menunjukkan bahwa periode L = 2π.
1.2 Deret Fourier
Misalkan suatu fungsi f(x) didefinisikan di dalam interval (−L, L) dan di luar interval
ini oleh f(x + 2L) = f(x), dalam hal ini f(x) memiliki periode 2L. Deret Fourier yang
bersesuaian diberikan oleh :
๐ (๐ฅ ) =
๐0
2
+ ∑∞
๐=1 (๐๐ cos
๐๐๐ฅ
๐ฟ
+ ๐๐ sin
๐๐๐ฅ
๐ฟ
)
(1.2)
dengan koefisien-koefisien Fourier an dan bn adalah :
1
๐ฟ
๐๐ = ๐ฟ ∫−๐ฟ ๐ (๐ฅ ) cos
๐๐ =
๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐๐ฅ
dengan n = 0, 1, 2, …
(1.3)
1 ๐ฟ
๐๐๐ฅ
∫ ๐ (๐ฅ ) sin ๐ฟ ๐๐ฅ
๐ฟ −๐ฟ
Untuk menentukan a0 dalam Pers.(1.2), substitusi nilai n = 0 pada Pers.(1.3) untuk
1
๐ฟ
๐๐ , sehingga diperoleh ๐0 = ๐ฟ ∫−๐ฟ ๐(๐ฅ ) ๐๐ฅ. Dengan demikian, suku konstan pada Pers.(1.2),
yaitu
๐0
2
1
๐ฟ
= 2๐ฟ ∫−๐ฟ ๐(๐ฅ ) ๐๐ฅ, merupakan nilai rata-rata dari f(x) pada suatu periode.
Untuk kasus yang lebih sederhana, di mana f(x) memiliki periode 2π atau f(x)
didefinisikan di dalam interval (-π, π), Pers. (1.2) menjadi :
๐ (๐ฅ ) =
๐0
2
+ ∑๐๐=1(๐๐ cos ๐๐ฅ + ๐๐ sin ๐๐ฅ )
(1.4)
5
dan koefisien-koefisien Fourier an dan bn adalah :
๐
1
๐๐ = ๐ ∫−๐ ๐ (๐ฅ ) cos ๐๐ฅ ๐๐ฅ
๐๐ =
๐
๐ (๐ฅ ) sin ๐๐ฅ ๐๐ฅ
∫
−๐
๐
1
dengan n = 0, 1, 2, …
(1.5)
Untuk mencari perumusan bagi an dan bn pada Pers.(1.5) diperlukan beberapa integral
yang terkait dengan nilai rata-rata berikut :
1.
Nilai rata-rata bagi sin mx dan cos nx (lewat satu periode) :
1
๐
= 2๐ ∫−๐ sin ๐๐ฅ cos ๐๐ฅ ๐๐ฅ = 0.
2.
Nilai rata-rata bagi sin mx dan sin nx (lewat satu periode) :
=
3.
๐
∫ sin ๐๐ฅ sin ๐๐ฅ ๐๐ฅ
2๐ −๐
1
0,
๐≠๐
๐=๐≠0
={
0, ๐ = ๐ = 0
1
,
2
(1.6)
Nilai rata-rata bagi cos mx dan cos nx (lewat satu periode) :
๐
0,
1
∫ cos ๐๐ฅ cos ๐๐ฅ ๐๐ฅ = { 12,
=
2๐
1,
−๐
๐≠๐
๐=๐≠0
๐=๐=0
dan dengan mengingat bahwa nilai rata-rata sin2 nx (lewat satu periode) = nilai rata-rata cos2
nx (lewat satu periode), yaitu
1 ๐
∫ sin2 ๐๐ฅ
2๐ −๐
๐๐ฅ =
1 ๐
∫ cos 2 ๐๐ฅ ๐๐ฅ
2๐ −๐
=
๐
2๐
=
1
2
(1.7)
Contoh 1
Suatu pulsa tegangan periodik sebagai fungsi f(x), digambarkan seperti dalam Gambar 1.1.
Tentukan perluasan fungsi f(x) tersebut dalam uraian deret Fourier.
f(x)
Jawab :
Dari gambar diperoleh
bahwa f(x) adalah fungsi
dengan periode 2π, dan
x
-2π
-π
0
π
2π
0 −π < ๐ฅ < 0
๐ (๐ฅ ) = {
1 0<๐ฅ<๐
Interval (-π,π)
3π
Gambar 1.1 Fungsi f(x) untuk pulsa tegangan periodik.
Koefisien Fourier, an dan bn , dicari dengan menggunakan Pers.(1.3),
๐
0
−๐
−๐
๐
1
1
๐๐ = ∫ ๐ (๐ฅ ) cos ๐๐ฅ ๐๐ฅ = [ ∫ 0 โ cos ๐๐ฅ ๐๐ฅ + ∫ 1 โ cos ๐๐ฅ ๐๐ฅ]
๐
๐
0
6
1
๐
cos ๐๐ฅ ๐๐ฅ
∫
0
๐
1
=
= {1
๐
โ๐ =1
untuk ๐ = 0
1
โ sin ๐๐ฅ |๐0 = 0 untuk ๐ ≠ 0
๐ ๐
Jadi ๐๐ = 1, dan semua nilai ๐๐ lainnya = 0.
๐
0
−๐
−๐
๐
1
1
๐๐ = ∫ ๐ (๐ฅ ) sin ๐๐ฅ ๐๐ฅ = [ ∫ 0 โ sin ๐๐ฅ ๐๐ฅ + ∫ 1 โ sin ๐๐ฅ ๐๐ฅ]
๐
๐
0
๐
1
= ∫ sin ๐๐ฅ ๐๐ฅ
๐
0
2
1 − cos ๐๐ฅ ๐
1
๐
[(−1) − 1] = {๐๐ , untuk ๐ ganjil
] =−
= [
๐
๐
๐๐
0
0, untuk ๐ genap
Sehingga dengan Pers. (1.4),
๐
๐0
๐ (๐ฅ ) =
+ ∑(๐๐ cos ๐๐ + ๐๐ sin ๐๐)
2
๐=1
=
1 2 sin ๐ฅ sin 3๐ฅ sin 5๐ฅ
+ (
+
+
+ โฏ ) (1.8)
2 ๐ 1
3
5
Soal-soal Latihan 1 :
Pada soal-soal berikut ini, Anda diberikan fungsi-fungsi periodik pada interval (–π < x <π).
Carilah perluasan fungsi-fungsi periodik tersebut dalam deret Fourier sinus-cosinus dengan
terlebih dahulu membuat sketsa bagi masing-masing fungsi dengan periode 2π.
1. ๐ (๐ฅ ) = {
1, −π < ๐ฅ < 0
0, 0 < ๐ฅ < ๐
0,
2. ๐ (๐ฅ ) = {1,
0,
−π < ๐ฅ < 0
๐
0<๐ฅ<2
๐
2
Jawab : ๐(๐ฅ ) =
1
Jawab : ๐(๐ฅ ) =
1
2
4
<๐ฅ<๐
3. ๐ (๐ฅ ) = {
1,
−π < ๐ฅ <
๐
2
1
1 cos ๐ฅ
+๐(
1 sin ๐ฅ
(
๐
0,
2 sin ๐ฅ
−๐(
1
+
1
sin 3๐ฅ
+
3
−
2sin 2๐ฅ
2
cos 3๐ฅ
3
+
sin 5๐ฅ
+
5
+
sin 3๐ฅ
3
+ โฏ)
cos 5๐ฅ
5
+
โฏ)+
sin 5๐ฅ
5
โฏ)
๐
2
<๐ฅ<๐
Jawab : ๐(๐ฅ ) =
1 sin ๐ฅ
(
๐
1
1
4
−
1 cos ๐ฅ
−๐(
2sin 2๐ฅ
2
1
+
−
cos 3๐ฅ
sin 3๐ฅ
3
3
+
+
cos 5๐ฅ
sin 5๐ฅ
5
5
−
โฏ)+
2sin 6๐ฅ
6
โฏ)
7
4. ๐ (๐ฅ ) = {
0, −π < ๐ฅ < 0
x, 0 < ๐ฅ < ๐
Jawab : ๐(๐ฅ ) =
2 cos ๐ฅ
−๐(
4
sin ๐ฅ
(
5.
๐
1
−
1
sin 2๐ฅ
2
+
+
cos 3๐ฅ
32
sin 3๐ฅ
3
+
cos 5๐ฅ
52
โฏ) +
−โฏ)
Jawab : ๐(๐ฅ) = 1 + 2 (sin ๐ฅ − sin22๐ฅ + sin33๐ฅ − sin44๐ฅ โฏ )
๐ (๐ฅ ) = 1 + ๐ฅ, −๐ < ๐ฅ < ๐
0,
−π < ๐ฅ < 0
sin ๐ฅ , 0 < ๐ฅ < ๐
1.3 Syarat Dirichlet
2๐ฅ
cos 4๐ฅ
cos 6๐ฅ
Jawab : ๐(๐ฅ) = ๐1 + 12 sin ๐ฅ − ๐2 (cos
+ 42−1 + 62 −1 โฏ )
22 −1
6. ๐ (๐ฅ ) = {
Persyaratan sebuah fungsi f(x) agar teruraikan ke dalam deret Fourier diberikan oleh
syarat Dirichlet berikut :
Jika :
1. f(x) didefinisikan dan bernilai tunggal di dalam (−L, L).
2. f(x) periodic di luar (−L, L) dengan periode 2L.
3. f(x) dan f’(x) kontinu sepotong-sepotong di dalam (−L, L)
maka deret Fourier dengan koefisien-koefisiennya pada Pers.(1.2) dan (1.3), konvergen ke :
a. f(x) jika x adalah sebuah titik kontinuitas
b.
๐(๐ฅ0+ )+๐(๐ฅ0− )
2
jika x0 adalah sebuah titik diskontinuitas, dengan
๐ (๐ฅ0+) = lim ๐(๐ฅ0 + ๐) dan ๐ (๐ฅ0−) = lim ๐(๐ฅ0 − ๐)
๐→0
๐→0
1.4 Bentuk Kompleks dari Deret Fourier
Dengan menggunakan hubungan sin ๐๐ฅ =
๐ ๐๐๐ฅ −๐ −๐๐๐ฅ
2๐
dan
cos ๐๐ฅ =
๐ ๐๐๐ฅ +๐ −๐๐๐ฅ
2
,
bentuk deret Fourier sinus-cosinus Pers.(1.8) dapat dibuat menjadi deret Fourier bentuk
kompleks. Demikian sebaliknya, dari deret Fourier bentuk kompleks dapat dikembalikan
lagi menjadi deret Fourier sinus-cosinus, dengan menggunakan Euler’s formula.
Asumsikan sebuah deret berikut :
๐๐๐ฅ
๐ (๐ฅ ) = ๐0 + ๐1 ๐ ๐๐ฅ + ๐−1 ๐ −๐๐ฅ + ๐2๐ 2๐๐ฅ + ๐−2 ๐ −2๐๐ฅ + โฏ = ∑๐=+∞
(1.9)
๐=−∞ ๐๐ ๐
๐ ๐๐๐ฅ
ikx
dan bentuk ๐๐ harus dicari. Dari hubungan : ∫−๐ ๐ ๐๐ฅ = 0, nilai rata-rata e pada interval
(−π, π) sama dengan nol jika k bilangan bulat bukan nol. Untuk ๐0, diperoleh dengan mencari
nilai rata-rata f(x) Pers.(1.9), yaitu :
๐
๐
−๐
−๐
1
1
nilai rata − rata ๐ ๐๐๐ฅ
∫ ๐ (๐ฅ ) ๐๐ฅ = ๐0 โ
∫ ๐๐ฅ + {
= ๐0 + 0
dengan ๐ bil. bulat ≠ nol
2๐
2๐
Sehingga diperoleh :
1
๐
๐0 = 2๐ ∫−๐ ๐(๐ฅ ) ๐๐ฅ
(1.10)
8
Dengan mengalikan Pers.(1.9) dengan ๐ −๐๐๐ฅ dan kembali dicari nilai rata-ratanya, akhirnya
diperoleh :
1
๐
๐๐ = 2๐ ∫−๐ ๐ (๐ฅ ) ๐ −๐๐๐ฅ ๐๐ฅ
(1.11)
Tugas 1 :
Dengan menggunakan literatur yang ada, cobalah Anda turunkan Pers.(1.4) dan (1.11).
Contoh 2
Tentukan perluasan fungsi f(x) pada Contoh 1 dalam uraian deret Fourier bentuk kompleks.
Jawab :
1
๐
Gunakan pers (1.11), yaitu ๐๐ = 2๐ ∫−๐ ๐ (๐ฅ ) ๐ −๐๐๐ฅ ๐๐ฅ, untuk ๐(๐ฅ ) = {
0
๐
0, −π < ๐ฅ < 0
1, 0 < ๐ฅ < ๐
๐
1
1
1 ๐ −๐๐๐ฅ
∫ 0 โ ๐ −๐๐๐ฅ ๐๐ฅ +
∫ 1 โ ๐ −๐๐๐ฅ ๐๐ฅ =
|
๐๐ =
2๐
2๐
2๐ −๐๐ 0
−๐
0
1
1
,
untuk ๐ ganjil
−๐๐๐
(๐
{
=
− 1) = ๐๐๐
−2๐๐๐
0,
untuk ๐ ๐enap ≠ 0
๐
1
1
∫ ๐๐ฅ =
๐0 =
2๐
2
0
Jadi Pers.(1.9) menjadi :
∞
1 1 ๐ ๐๐ฅ ๐ 3๐๐ฅ ๐ 5๐๐ฅ
๐ (๐ฅ ) = ∑ ๐๐ ๐ ๐๐๐ฅ = + (
+
+
+ โฏ)
2 ๐๐ 1
3
5
๐=−∞
+
1 ๐ −๐๐ฅ ๐ −3๐๐ฅ ๐ −5๐๐ฅ
(
+
+
+ โฏ)
๐๐ −1
−3
−5
dan dengan menggunakan Euler’s formula, kembali akan diperoleh Pers.(1.8) :
๐ (๐ฅ ) =
1 2 ๐ ๐๐ฅ − ๐ −๐๐ฅ 1 ๐ 3๐๐ฅ − ๐ −3๐๐ฅ 1 ๐ 5๐๐ฅ − ๐ −5๐๐ฅ ๐ 5๐๐ฅ
+ (
+
+
+ โฏ)
2 ๐
2๐
3
2๐
5
2๐
5
=
1 2 sin ๐ฅ sin 3๐ฅ sin 5๐ฅ
+ (
+
+
+ โฏ)
2 ๐ 1
3
5
Soal-soal Latihan 2 :
Lihat kembali soal-soal latihan 1. Tentukan perluasan fungsi f(x) dalam uraian deret Fourier
bentuk kompleks untuk soal-soal bernomor ganjil.
1.5 Perluasan Deret Fourier
9
Berdasarkan Pers.(1.5) dan (1.11), terangkum bahwa untuk f(x) yang terdefinisi pada
selang kurva (0, 2π) yang berulang secara periodik, berlaku :
1
2๐
1
2๐
๐๐ = ๐ ∫0 ๐ (๐ฅ ) cos ๐๐ ๐๐ฅ
๐๐ = ๐ ∫0 ๐ (๐ฅ ) sin ๐๐ ๐๐ฅ
2๐
1
๐๐ = 2๐ ∫0 ๐ (๐ฅ ) ๐ −๐๐๐ฅ ๐๐ฅ
Untuk panjang interval 2L (−L, L) atau (0, 2L), sin
sin
๐๐
๐ฟ
๐๐๐ฅ
(๐ฅ + 2๐ฟ) = sin (
Hal yang sama juga berlaku untuk cos
๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐ฟ
memiliki periode 2L, karena:
+ 2๐๐) = sin
๐ฟ
dan ๐
๐๐๐ฅ
๐๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐๐๐ฅ
๐ฟ
(1.12)
, keduanya memiliki periode 2L.
Sehingga, diperoleh kembali Pers.(1.2) dan (1.3), yaitu bentuk perluasan deret Fourier :
๐ (๐ฅ ) =
๐0
2
+ ∑∞
๐=1 (๐๐ cos
๐๐๐ฅ
๐ฟ
+ ๐๐ sin
๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐๐๐๐ฅ/๐ฟ
) atau ๐ (๐ฅ ) = ∑∞
๐=−∞ ๐๐ ๐
(1.13)
dengan
1
๐ฟ
๐๐ = ๐ฟ ∫−๐ฟ ๐ (๐ฅ ) cos
๐ฟ
1
๐๐ = ๐ฟ ∫−๐ฟ ๐ (๐ฅ ) sin
1
๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐๐ฅ
๐๐ฅ
(1.14)
๐ฟ
๐๐ = 2๐ฟ ∫−๐ฟ ๐ (๐ฅ ) ๐ −๐๐๐๐ฅ/๐ฟ ๐๐ฅ
Contoh 3
Carilah perluasan fungsi periodik berikut dalam deret Fourier eksponensial dengan periode
2L, bila diketahui :
0 0<๐ฅ<๐ฟ
๐ (๐ฅ ) = {
1 ๐ฟ < ๐ฅ < 2๐ฟ
Jawab :
Terlebih dahulu, buat sketsa dari grafik ๐ (๐ฅ ) dan lanjutkan sketsanya dengan periode 2L.
f(x)
Catatan :
1
x
-2L
-L
0
L
2L
3L
Mencari deret Fourier
eksponensial berarti
mencari koefisien Cn
terlebih dahulu.
Gambar 1.2 Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial.
10
๐ฟ
๐ฟ
2๐ฟ
๐๐๐๐ฅ
๐๐๐๐ฅ
๐๐๐๐ฅ
1
1
1
∫ ๐ (๐ฅ ) ๐ − ๐ฟ ๐๐ฅ =
∫ 0 โ ๐ − ๐ฟ ๐๐ฅ +
∫ 1 โ ๐ − ๐ฟ ๐๐ฅ
๐๐ =
2๐ฟ
2๐ฟ
2๐ฟ
−๐ฟ
=
0
๐๐๐๐ฅ 2๐ฟ
๐− ๐ฟ
๐ฟ
1
1
1
| =
(๐ −2๐๐๐ − ๐ −๐๐๐ ) =
(1 − ๐ −๐๐๐ )
๐๐๐
2๐ฟ −
−2๐๐๐
−2๐๐๐
๐ฟ ๐ฟ
=
{−
1
,
๐๐๐
0,
๐ ganjil
๐ genap ≠ 0
dan
2๐ฟ
1
1
∫ ๐๐ฅ =
๐0 =
2๐ฟ
2
๐ฟ
Sehingga,
๐=+∞
1 1
1
1
๐ (๐ฅ ) = ∑ ๐๐ ๐ ๐๐๐ฅ/๐ฟ = − (๐ ๐๐๐ฅ/๐ฟ − ๐ −๐๐๐ฅ/๐ฟ + ๐ 3๐๐๐ฅ/๐ฟ − ๐ −3๐๐๐ฅ/๐ฟ + โฏ )
2 ๐๐
3
3
๐=−∞
=
1 2
๐๐ฅ 1
3๐๐ฅ
− (sin
+ sin
+ โฏ)
2 ๐
๐ฟ
3
๐ฟ
Soal-soal Latihan 3 :
Untuk soal 1 dan 2. carilah perluasan fungsi-fungsi periodik berikut dalam deret Fourier
sinus-cosinus dan deret Fourier eksponensial kompleks.
0 −๐ฟ < ๐ฅ < 0
๐ฟ
1. ๐ (๐ฅ ) = {1 0 < ๐ฅ < 2
๐ฟ
0
<๐ฅ<๐ฟ
2
Jawab :
1
1
๐ (๐ฅ ) = 4 + ๐ (cos
๐๐ฅ
๐ฟ
1
− 3 cos
1
3
2. ๐ (๐ฅ ) = {
0 −๐ฟ < ๐ฅ < 0
x 0<๐ฅ<๐ฟ
Jawab : (๐ฅ ) =
1
4
3๐๐ฅ
๐ฟ
sin
3๐๐ฅ
๐ฟ
2๐ฟ
− ๐2 (cos
๐ฟ
(
๐
sin
1
๐ฟ
1
5๐๐ฅ
๐ฟ
1
+ 32 cos
1
− sin
2
3๐๐ฅ
sin
3
๐ฟ
1
โฏ ) + ๐ (sin
๐ฟ
+ 5 sin
๐๐ฅ
๐๐ฅ
๐ฟ
1
5๐๐ฅ
+ 5 cos
3๐๐ฅ
2๐๐ฅ
๐ฟ
โฏ
2
+ 6 sin
๐ฟ
+
1
6๐๐ฅ
๐ฟ
+ 52 cos
๐๐ฅ
๐ฟ
2
+ 2 sin
2๐๐ฅ
๐ฟ
+
โฏ)
5๐๐ฅ
๐ฟ
โฏ)+
)
11
Untuk soal-soal 3 – 5, masing-masing fungsi diberikan lewat satu periode. Sketsalah fungsifungsi tersebut untuk beberapa periode dan perluaslah dalam deret Fourier sinus-cosinus dan
deret Fourier eksponensial kompleks.
2
3. ๐ (๐ฅ ) = ๐ฅ, 0 < ๐ฅ < 2
Jawab : ๐(๐ฅ ) = 1 − ๐ ∑∞
1
4. ๐ (๐ฅ ) = ๐ฅ 2 , −๐ < ๐ฅ < ๐
Jawab : ๐(๐ฅ ) =
5. ๐ (๐ฅ ) = ๐ฅ 2 ,
Jawab : ๐(๐ฅ ) =
0 < ๐ฅ < 2๐
๐2
3
๐
+ 4 ∑∞
1
4๐2
3
sin ๐๐๐ฅ
(−1)๐
๐2
cos ๐๐ฅ
1
๐๐
๐๐๐ฅ
+ 2 ∑∞
, ๐≠0
−∞ (๐2 + ๐ ) e
6. Misalkan f(x) = x dalam interval – 1 < x < 1. Sketsa fungsi tersebut dengan periode 2
dan perluaslah dalam deret Fourier eksponensial kompleks dengan periode 2.
Jawab:
๐
1
1
1
1
๐ (๐ฅ ) = − (โฏ − ๐ −3๐๐๐ฅ + ๐ −2๐๐๐ฅ − ๐ −๐๐๐ฅ + ๐ ๐๐๐ฅ − ๐ 2๐๐๐ฅ + ๐ 3๐๐๐ฅ − โฏ )
๐
3
2
2
3
1.6 Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil
Sebuah fungsi f(x) dinamakan fungsi genap bila dipenuhi hubungan f(–x) = f(x).
Contoh fungsi genap yang paling sederhana adalah x2 atau cos x. Kedua fungsi ini masingmasing diilustrasikan oleh Gambar 1.3 a dan b.
f(x)
f(x)
f(x) = cos x
x
f(x) = x2
– π/2
π/2
0
π
x
0
(a)
(b)
Gambar 1.3 Grafik fungsi genap, (a). f(x) = x2 dan (b). f(x) = cos x
Sebuah fungsi f(x) dinamakan fungsi ganjil bila dipenuhi hubungan f(–x) = – f(x).
Contoh fungsi ganjil yang paling sederhana adalah x atau sin x. Kedua fungsi ini masingmasing diilustrasikan oleh Gambar 1.4 a dan b.
f(x)
f(x)
f(x) = x
f(x) = sin x
x
0
x12
– π/2
0
π/2
π
Contoh lainnya adalah f(x) = xn. Jika n adalah pangkat genap, maka f(x) = xn adalah fungsi
genap. Namun, jika n adalah pangkat ganjil, maka f(x) = xn adalah fungsi ganjil.
Pada umumnya, jika f(x) adalah fungsi genap, integral f(x) dari – L ke L adalah dua
kali integral f(x) dari 0 ke L, atau dapat ditulis :
๐ฟ
∫−๐ฟ ๐ (๐ฅ ) ๐๐ฅ = {
0,
๐ (๐ฅ ) ganjil
๐ฟ
2 ∫0 ๐ (๐ฅ ) ๐๐ฅ,
๐ (๐ฅ ) genap
(1.15)
Untuk deret Fourier, Pers.(1.3), jika f(x) adalah fungsi ganjil, berlaku :
๐๐ = 0
2
๐ฟ
๐๐ = ๐ฟ ∫0 ๐(๐ฅ ) sin
๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐๐ฅ
(1.16)
maka f(x) “dikatakan” diperluas dalam deret sinus Fourier. Namun, jika f(x) adalah fungsi
genap, berlaku :
2
๐ฟ
๐๐ = ∫0 ๐(๐ฅ ) cos
๐ฟ
๐๐๐ฅ
๐ฟ
๐๐ฅ
๐๐ = 0
(1.17)
maka maka f(x) “dikatakan” diperluas dalam deret cosinus Fourier.
Contoh 4
Nyatakan ๐ (๐ฅ ) = {
1,
0,
1
0<๐ฅ<2
1
<๐ฅ<1
2
dalam (a) deret sinus Fourier, (b) deret cosinus Fourier,
dan (c) deret Fourier eksponensial.
Jawab :
(a). Sketsa fungsi f(x) di antara (0, 1), kemudian diperluas untuk interval (-1, 0) yang
membuatnya sebagai fungsi ganjil (Gambar 1.5).
f(x)
Dalam hal
1
ini,
periode = 2
x
–1
1
−2
0
1
2
1
atau
L=1
Gambar 1.5 Sketsa fungsi f(x) untuk deret sinus Fourier.
Yang diminta adalah deret sinus Fourier berarti ๐๐ = 0 dan
13
๐ฟ
1
2
๐๐๐ฅ
2
๐๐๐ฅ
๐๐ = ∫ ๐(๐ฅ ) sin
๐๐ฅ = ∫ ๐ (๐ฅ ) sin
๐๐ฅ
๐ฟ
๐ฟ
1
1
0
0
1
2
1
= 2 ∫ 1 โ sin ๐๐๐ฅ ๐๐ฅ + 2 ∫ 0 โ sin ๐๐๐ฅ ๐๐ฅ =
1
2
0
2
4
−2
−2
๐๐
1/2
cos ๐๐๐ฅ |0 =
(cos
− 1)
๐๐
๐๐
2
2
dan diperoleh : ๐1 = ๐ , ๐2 = 2๐ , ๐3 = 3๐, ๐4 = 0, dan seterusnya.
Dengan demikian, deret sinus Fourier bagi f(x) adalah :
๐(๐ฅ) =
2 sin ๐๐ฅ 2sin 2๐๐ฅ sin 3๐๐ฅ sin 5๐๐ฅ 2sin 6๐๐ฅ
(
+
+
+
+
+โฏ)
๐
1
2
3
5
6
(b). Sketsa fungsi f(x) di antara (0, 1), kemudian diperluas untuk interval (–1, 0) yang
membuatnya sebagai fungsi genap (Gambar 1.6). Dalam hal ini sisi – x adalah cermin
dari + x (Gambar 1.6).
f(x)
Dalam hal
1
ini, juga
periode = 2
x
–2
1
−2
–1
1
0
2
1
2
atau
L=1
Gambar 1.6 Sketsa fungsi f(x) untuk deret cosinus Fourier.
Yang
2
๐ฟ
diminta
∫ ๐(๐ฅ ) cos
๐ฟ 0
adalah
๐๐๐ฅ
๐ฟ
deret
cosinus
Fourier
berarti
๐๐ = 0 dan
๐๐ =
๐๐ฅ
1/2
1
1
2
๐0 = ∫ ๐ (๐ฅ ) ๐๐ฅ = 2 [∫ 1 โ ๐๐ฅ + ∫ 0 โ ๐๐ฅ] = 1
1
0
0
1/2
1
2
1
1
๐๐ = 2 ∫ ๐(๐ฅ) cos ๐๐๐ฅ ๐๐ฅ = 2 ∫ 1 โ cos ๐๐๐ฅ ๐๐ฅ + 2 ∫ 0 โ cos ๐๐๐ฅ ๐๐ฅ
0
0
=
1
2
2
2
๐๐
1/2
sin ๐๐๐ฅ |0 =
sin
๐๐
๐๐
2
Dengan demikian, deret cosinus Fourier bagi f(x) adalah :
๐ (๐ฅ ) =
1 2 cos ๐๐ฅ cos 3๐๐ฅ cos 5๐๐ฅ
+ (
−
+
โฏ)
2 ๐
1
3
5
14
(c). Sketsa fungsi f(x) di antara (0, 1), kemudian diperluas dengan periode 1 (Gambar 1.7).
f(x)
Dalam hal ini,
periode =
interval fungsi
1
x
–2
–1
1
−2
1
0
2
1
atau 2L = 1
2
Gambar 1.7 Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial.
2๐ฟ
1
๐๐๐๐ฅ
1
1
∫ ๐ (๐ฅ ) ๐ − ๐ฟ ๐๐ฅ = ∫ ๐ (๐ฅ ) ๐ −2๐๐๐๐ฅ ๐๐ฅ
๐๐ =
2๐ฟ
1
0
0
1
2
1
= ∫ 1 โ ๐ −2๐๐๐๐ฅ ๐๐ฅ + ∫ 0 โ ๐ −2๐๐๐๐ฅ ๐๐ฅ
1
2
0
1
1
1
๐ −๐๐๐ − 1 1 − ๐ −๐๐๐ 1 − (−1)๐
,
−2๐๐๐๐ฅ |2
=
๐
=
=
=
= {๐๐๐
0
−2๐๐๐
−2๐๐๐
2๐๐๐
2๐๐๐
0,
1/2
๐๐ = ∫0
๐ ganjil
๐ genap ≠ 0
1
๐๐ฅ = 2
Dengan demikian, deret Fourier eksponensial bagi f(x) adalah :
๐=+∞
1 1
1
1
๐ (๐ฅ ) = ∑ ๐๐ ๐ ๐๐๐ฅ/๐ฟ = + (๐ 2๐๐๐ฅ − ๐ −2๐๐๐ฅ + ๐ 6๐๐๐ฅ − ๐ −6๐๐๐ฅ + โฏ )
2 ๐๐
3
3
๐=−∞
=
1 2 sin 2๐๐ฅ sin 6๐๐ฅ
+ (
+
+ โฏ)
2 ๐
1
3
1.7 Teorema Parseval
Teorema Parseval ditujukan untuk menunjukkan hubungan antara rata-rata kuadrat
f(x) dan koefisien-koefisien Fourier.
Tinjau lagi Pers.(1.2) :
∞
๐0
๐๐๐ฅ
๐๐๐ฅ
๐ (๐ฅ ) =
+ ∑ (๐๐ cos
+ ๐๐ sin
)
2
๐ฟ
๐ฟ
๐=1
dan
Rata-rata dari [๐ (๐ฅ )]2 adalah
1 ๐
∫ [๐(๐ฅ )]2 ๐๐ฅ
2๐ −๐
(1.18)
Dengan menggunakan rata-rata kuadrat dari suatu sinus atau cosinus lewat satu periode
adalah 1/2 , diperoleh :
15
2
1
1
Rata-rata dari (2 ๐0 ) adalah (2 ๐0 )
2
1
Rata-rata dari (๐๐ cos ๐๐ฅ )2 adalah ๐๐2 โ 2
(1.19)
1
Rata-rata dari (๐๐ sin ๐๐ฅ )2 adalah ๐๐2 โ
2
Dan dengan menggunakan Pers.(1.6), diperoleh :
2
1
1
1
∞ 2
2
Rata-rata dari [๐(๐ฅ )]2 (lewat satu periode) adalah = (2 ๐0 ) + 2 ∑∞
1 ๐๐ + 2 ∑1 ๐๐
(1.20)
dan untuk pernyataaan kompleksnya diperoleh :
2
Rata-rata dari [๐ (๐ฅ )]2 (lewat satu periode) adalah = ∑∞
−∞|๐๐ |
(1.21)
Ungkapan yang lebih umum, Pers. (1.20) menjadi :
1
๐ฟ
1
2
1
1
∞ 2
2
∫ [๐ (๐ฅ )]2 ๐๐ฅ = (2 ๐0 ) + 2 ∑∞
1 ๐๐ + 2 ∑1 ๐๐
2๐ฟ −๐ฟ
atau
๐ฟ
∞
−๐ฟ
1
1
๐0 2
∫[๐(๐ฅ)]2 ๐๐ฅ = ( ) + ∑(๐๐2 + ๐๐2 )
๐ฟ
2
yang dikenal dengan Identitas Parseval.
Soal-soal Latihan 4 :
Untuk soal-soal 1 – 4 berikut, masing-masing fungsi diberikan lewat satu periode. Sketsalah
fungsi-fungsi tersebut untuk beberapa periode dan tentukan apakah dia merupakan fungsi
genap atau fungsi ganjil. Dengan menggunakan Pers.(1.16) dan (1.17), perluaslah fungsifungsi tersebut dalam deret Fourier yang bersesuaian.
1. ๐ (๐ฅ ) = {
−1, −π < ๐ฅ < 0
1,
0<๐ฅ<๐
Jawab : ๐ (๐ฅ ) =
2. ๐ (๐ฅ ) = {
−1, −๐ฟ < ๐ฅ < 0
1,
0<๐ฅ<๐ฟ
Jawab : ๐ (๐ฅ ) =
4
๐
4
๐
1
∑∞
1 ๐ sin ๐๐ฅ , n ganjil
(sin
๐๐ฅ
๐ฟ
1
+ 3 sin
3๐๐ฅ
๐ฟ
1
+ 5 sin
5๐๐ฅ
๐ฟ
+
โฏ)
3. ๐ (๐ฅ ) = ๐ฅ 2 ,
1
1
−2 < ๐ฅ < 2
Jawab : ๐ (๐ฅ ) =
1
12
1
32
1
1
− ๐2 (cos 2๐๐ฅ − 22 cos 4๐๐ฅ +
cos 6๐๐ฅ โฏ )
16
4. ๐ (๐ฅ ) = |๐ฅ |,
๐
−2 < ๐ฅ <
๐
2
Jawab : ๐ (๐ฅ ) =
๐
4
2
− ๐ ∑๐ ganjil cos
2๐๐ฅ
๐2
5. Diketahui fungsi f(x) = x untuk 0 < x < 1, sketsalah fungsi genap fc dengan periode 2
dan fungsi ganjil fs dengan periode 2, yang masing-masing f(x) sama pada 0 < x < 1.
Perluas fc dalam sebuah deret cosines dan fs dalam sebuah deret sinus.
Jawab : ๐๐ (๐ฅ ) =
๐๐ (๐ฅ) =
1
2
4
1
− ๐2 (cos ๐๐ฅ + 32 cos 3๐๐ฅ + โฏ )
2 sin ๐๐ฅ sin 2๐๐ฅ sin 3๐๐ฅ
(
−
+
−โฏ)
๐
1
2
3
17
II.
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
2.1 Persamaan Diferensial
Sebuah persamaan yang di dalamnya memuat turunan (derivative) dinamakan sebuah
persamaan diferensial. Jika dalam persamaan tersebut memuat turunan parsial, dia
dinamakan persamaan diferensial parsial (PDP), namun jika di dalamnya hanya memuat
turunan biasa, dia dinamakan persamaan diferensial biasa (PDB). Setiap persamaan
diferensial memiliki penyelesaian atau solusi, baik solusi umum maupun solusi khusus.
Dalam bab ini, kita akan meninjau beberapa metode penyelesaian dari PDB yang sering
dijumpai dalam persamaan fisika.
Tinjau sebuah rangkaian listrik hubungan seri RLC (Gambar 2.1). Rangkaian seri
RLC sederhana memuat sebuah resistor R, sebuah kapasitor C, dan sebuah induktor L, serta
sebuah sumber tegangan V.
Jika arus yang mengaliri rangkaian saat t adalah
R
I(t) dan muatan pada kapasitor adalah q(t), maka
C
V
I = dq/dt. Tegangan pada R adalah IR, tegangan
L
pada C adalah q/C, dan tegangan pada L adalah
L(dI/dt). Pada setiap saat, diperoleh :
Gambar 2.1 Rangkaian RLC
๐ฟ
๐๐ผ
๐
+ ๐
๐ผ + = ๐
๐๐ก
๐ถ
(2.1)
Jika Pers.(2.1) didiferensiasi terhadap t dan substitusikan dq/dt = I, diperoleh
๐ฟ
๐2๐ผ
๐๐ผ ๐ผ ๐๐
+๐
+ =
2
๐๐ก
๐๐ก ๐ถ ๐๐ก
(2.2)
sebagai persamaan diferensial untuk arus I dalam rangkaian seri sederhana dengan R, C, L,
dan V yang diketahui.
Orde dari persamaan diferensial adalah orde dari derivative tertinggi dalam
persamaan tersebut. Persamaan diferensial orde-satu adalah persamaan diferensial yang
memuat turunan tingkat-satu, persamaan diferensial orde-dua memuat turunan tingkat-dua,
dan seterusnya.
Persamaan diferensial orde-satu misalnya :
๐๐ผ
๐ฟ ๐๐ก + ๐
๐ผ = ๐,
๐๐ฃ
๐๐ก
= −๐
๐ฆ’ + ๐ฅ๐ฆ 2 = 1,
(2.3)
18
dan Pers.(2.2) merupakan salah satu contoh persamaan diferensial orde-dua.
Dalam penerapannya, sebagian besar persamaan diferensial yang digunakan adalah
persamaan diferensial linear. Dua persamaan pertama dari Pers.(2.3) merupakan contoh dari
persamaan linear, sedangkan persamaan terakhir merupakan contoh persamaan nonlinear.
Sebuah persamaan diferensial linear (dengan x sebagai variabel bebas dan y sebagai variabel
terikat) memiliki bentuk umum :
a0 y + a1 y’ + a2 y’’ + a3 y’’’ + … = b
dengan a0, a1, a2, …, dan b adalah konstanta atau fungsi dari x.
Perlu diingat bahwa sebuah solusi dari persamaan diferensial (dalam variabel x dan y) adalah
sebuah relasi di antara x dan y, yang jika disubstitusikan ke dalam persamaan diferensial itu
memberikan sebuah identitas. Sebagai contoh, relasi ๐ฆ = sin ๐ฅ + ๐ถ adalah sebuah solusi
dari persamaan diferensial ๐ฆ′ = cos ๐ฅ, karena jika ๐ฆ = sin ๐ฅ + ๐ถ disubstitusikan ke ๐ฆ′ =
cos ๐ฅ, maka diperoleh sebuah identitas, yaitu cos x = cos x.
2.2 Persamaan Separable
Bila kita menguji sebuah integral ๐ฆ = ∫ ๐(๐ฅ ) ๐๐ฅ, berarti kita memecahkan sebuah
persamaan diferensial ๐ฆ’ =
๐๐ฆ
๐๐ฅ
= ๐(๐ฅ), yang dapat ditulis sebagai ๐๐ฆ = ๐ (๐ฅ )๐๐ฅ. Variabel
ruas kiri dan kanan terpisah, pada ruas kiri hanya memuat variabel y dan ruas kanan hanya
memuat variabel x. Persamaan diferensial seperti ini, yang dapat dipisahkan variabelnya,
disebut persamaan separable, dan solusinya dapat diperoleh dengan hanya mengintegrasikan
masing-masing ruas persamaan tersebut.
Contoh 2.1 Laju peluruhan suatu bahan radioaktif sebanding dengan jumlah atom yang
tersisa. Jika terdapat N0 atom saat t = 0, tentukan jumlah atom saat waktu t.
Jawab :
Persamaan diferensial untuk persoalan ini :
๐๐
๐๐ก
= − λ ๐,
dengan λ adalah konstanta peluruhan.
Persamaan ini adalah persamaan separable, yang ditulis sebagai :
Integrasi kedua ruas, diperoleh :
๐๐
๐
= − λ ๐๐ก
ln ๐ = − λ ๐ก + ๐ถ
Saat t = 0, N = N0, konstanta integrasinya adalah ln N0.
19
๐ = ๐0 ๐ −๐๐ก
Jadi pemecahan untuk N, diperoleh :
Contoh 2.2 Pecahkan persamaan diferensial : ๐ฅ๐ฆ’ = ๐ฆ + 1.
Jawab :
Bagi kedua ruas persamaan dengan (๐ฆ + 1), diperoleh
๐ฆ’
1
= ๐ฅ atau
๐ฆ+1
๐๐ฆ
=
๐ฆ+1
๐๐ฅ
๐ฅ
Integrasi kedua ruas, diperoleh :
ln(๐ฆ + 1) = ln ๐ฅ + ๐ถ = ln ๐ฅ + ln ๐ = ln(๐๐ฅ),
sehingga solusi dari persamaan diferensial ๐ฅ๐ฆ’ = ๐ฆ + 1 adalah ๐ฆ + 1 = ๐๐ฅ.
Solusi umum ini merepresentasikan sebuah keluarga kurva dalam bidang (x, y), satu kurva
untuk masing-masing nilai a. Atau kita dapat menyebut solusi umum ini sebagai keluarga
solusi. Solusi khususnya adalah salah satu dari keluarga solusi ini.
Soal-soal Latihan 1 :
Tentukan solusi umum (solusi yang memiliki konstanta sembarang) dari masing-masing
persamaan diferensial berikut dengan metode separasi variabel. Kemudian, tentukan solusi
khusus masing-masing persamaan dengan menggunakan syarat-syarat batas yang ada.
1. ๐ฅ๐ฆ’ = ๐ฆ, ๐ฆ = 3 bila ๐ฅ = 2
1
1
2. ๐ฅ√1 − ๐ฆ 2 ๐๐ฅ + ๐ฆ√1 − ๐ฅ 2 ๐๐ฆ = 0, ๐ฆ = 2 bila ๐ฅ = 2
1
1
Jawab : (1 − ๐ฅ 2 )2 + (1 − ๐ฆ 2 )2 = ๐ถ, ๐ถ = √3
3. ๐ฆ’ sin ๐ฅ = ๐ฆ ln ๐ฆ , ๐ฆ = ๐ bila ๐ฅ =
๐
3
Jawab : ln ๐ฆ = ๐ด(csc ๐ฅ − cot ๐ฅ), ๐ด = √3
4. (1 + ๐ฆ 2 )๐๐ฅ + ๐ฅ๐ฆ ๐๐ฆ = 0, ๐ฆ = 0 bila ๐ฅ = 5
5. ๐ฅ๐ฆ’ − ๐ฅ๐ฆ = ๐ฆ, ๐ฆ = 1 bila ๐ฅ = 1
6. ๐ฆ’ =
2๐ฅ๐ฆ 2 + ๐ฅ
๐ฅ2 ๐ฆ − ๐ฆ
, ๐ฆ = 0 bila ๐ฅ = √2
7. (1 + ๐ฆ)๐ฆ’ = ๐ฆ, ๐ฆ = 1 bila ๐ฅ = 1
Jawab : 2๐ฆ 2 + 1 = ๐ด(๐ฅ 2 − 1)2 , ๐ด = 1
Jawab : ๐ฆ๐ ๐ฆ = ๐๐ ๐ฅ , ๐ = 1
8. ๐ฆ’ − ๐ฅ๐ฆ = ๐ฅ, ๐ฆ = 1 bila ๐ฅ = 0
Tugas 1
Perhatikan kembali rangkaian listrik sederhana sebelumnya [Gambar 2.1 dan Pers.(2.1)] dan
tinjau untuk kasus-kasus berikut.
20
a. Rangkaian RC (dalam hal ini, L = 0) dengan V = 0, tentukan q sebagai fungsi dari t jika
q0 adalah muatan pada kapasitor saat t = 0.
b. Rangkaian RL (dalam hal ini, kapasitor tidak ada sehingga 1/C = 0) dengan V = 0,
tentukan I(t) yang memberikan I = I0 saat t = 0.
c. Jika time constant τ untuk suatu rangkaian didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan
bagi muatan (atau arus) untuk turun menuju 1/e kali keadaan nilai awalnya. Tentukan
time constant τ untuk rangkaian a dan b.
2.3 Persamaan Linear Orde-Satu
Sebuah persamaan linear orde-satu dapat ditulis dalam bentuk :
๐ฆ’ + ๐๐ฆ = ๐,
(2.4)
di mana P dan Q adalah fungsi dari x. Untuk memecahkan Pers.(2.4), pertama kita tinjau
persamaan yang lebih sederhana, yaitu bila Q = 0, yaitu :
๐ฆ’ + ๐๐ฆ = 0 atau
๐๐ฆ
๐๐ฅ
= −๐๐ฆ
(2.5)
yang separable. Selanjutnya diperoleh :
๐๐ฆ
๐ฆ
= −๐ ๐๐ฅ, sehingga diperoleh ln ๐ฆ = − ∫ ๐ ๐๐ฅ + ๐ถ, atau
๐ฆ = ๐ − ∫ ๐ ๐๐ฅ+๐ถ = ๐ด๐ − ∫ ๐ ๐๐ฅ
(2.6)
dengan ๐ด = ๐ ๐ถ . Untuk menyederhanan notasi, misalkan :
๐ผ = ∫ ๐ ๐๐ฅ,
sehingga
๐๐ผ
๐๐ฅ
=๐
(2.7)
dan Pers.(2.6) dapat ditulis sebagai
๐ฆ = ๐ด๐ −๐ผ
atau
๐ฆ๐ ๐ผ = ๐ด.
(2.8)
Selanjutnya kita dapat melihat bagaimana memecahkan Pers.(2.4). Jika kita defrensiasikan
Pers.(2.8) kanan terhadap x dan terapkan Pers.(2.7) kanan, diperoleh :
๐
๐๐ฅ
(๐ฆ๐ ๐ผ ) = ๐ฆ ′ ๐ ๐ผ + ๐ฆ๐ ๐ผ
๐๐ผ
๐๐ฅ
= ๐ฆ′๐ ๐ผ + ๐ฆ๐ ๐ผ ๐ = ๐ ๐ผ (๐ฆ’ + ๐๐ฆ),
(2.9)
yang tidak lain adalah ruas kiri dari Pers.(2.4) yang dikalikan dengan ๐ ๐ผ . Jadi kita dapat
menulis Pers.(2.4) kali ๐ ๐ผ sebagai
๐
๐๐ฅ
(๐ฆ๐ ๐ผ ) = ๐ ๐ผ (๐ฆ’ + ๐๐ฆ) = ๐๐ ๐ผ .
(2.10)
Karena Q dan ๐ ๐ผ adalah fungsi dari x, pengintegrasian Pers.(2.10) terhadap x, diperoleh :
21
๐ฆ๐ ๐ผ = ∫ ๐๐ ๐ผ ๐๐ฅ + ๐ถ,
atau
} di mana ๐ผ = ∫ ๐ ๐๐ฅ
๐ฆ=๐
−๐ผ
๐ผ
(2.11)
−๐ผ
∫ ๐๐ ๐๐ฅ + ๐ถ๐ ,
yang merupakan solusi umum dari Pers.(2.4).
1
Contoh 2.3 Pecahkan persamaan : ๐ฅ 2 ๐ฆ’ − 2๐ฅ๐ฆ = ๐ฅ
Jawab :
2
1
Gunakan bentuk Pers.(2.4), ๐ฆ’ + ๐๐ฆ = ๐, sehingga diperoleh ๐ฆ’ − ๐ฅ ๐ฆ = ๐ฅ3 .
Dari Pers.(2.11), diperoleh ๐ผ = ∫ ๐ ๐๐ฅ = ∫ −
1
1
2
๐ฅ
๐๐ฅ = −2 ln ๐ฅ, sehingga ๐ ๐ผ = ๐ −2 ln ๐ฅ =
1
๐ฆ๐ ๐ผ = ๐ฆ โ ๐ฅ2 = ∫ ๐ฅ3 โ ๐ฅ2 ๐๐ฅ = ∫ ๐ฅ −5 ๐๐ฅ =
dan
Akhirnya diperoleh solusi umum : ๐ฆ = −
๐ฅ −2
4
๐ฅ −4
−4
1
๐ฅ2
,
+ ๐ถ.
1
+ ๐ถ๐ฅ 2 = − 4๐ฅ2 + ๐ถ๐ฅ 2 .
Soal-soal Latihan 2 :
Tentukan solusi umum dari masing-masing persamaan diferensial berikut.
1
1. ๐ฆ’ + ๐ฆ = ๐ ๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = 2 ๐ ๐ฅ + ๐ถ๐ −๐ฅ
2. ๐ฅ 2 ๐ฆ ′ + 3๐ฅ๐ฆ = 1
1
2
2
3. ๐๐ฆ + (2๐ฅ๐ฆ − ๐ฅ๐ −๐ฅ )๐๐ฅ = 0
Jawab : ๐ฆ = (2 ๐ฅ 2 + ๐ถ) ๐ −๐ฅ
4. ๐ฆ’√๐ฅ 2 + 1 + ๐ฅ๐ฆ = ๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = 1 + ๐ถ๐ −(๐ฅ
5. (๐ฅ ln ๐ฅ )๐ฆ’ + ๐ฆ = ln ๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = 2 ln ๐ฅ + ๐ถ/ ln ๐ฅ
6. (1 − ๐ฅ 2 )๐๐ฆ − (๐ฅ๐ฆ + 2๐ฅ√1 − ๐ฅ 2 )๐๐ฅ = 0
Jawab : ๐ฆ(1 − ๐ฅ 2 )1/2 = ๐ฅ 2 + ๐ถ
7. ๐ฆ’ + ๐ฆ cos ๐ฅ = sin 2๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = 2(sin ๐ฅ − 1) + ๐ถ ๐ − sin ๐ฅ
8. ๐๐ฅ + (๐ฅ − ๐ ๐ฆ )๐๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฅ = 2 ๐ ๐ฆ + ๐ถ๐ −๐ฆ
9.
๐๐ฆ
๐๐ฅ
2 +1)1/2
1
1
3๐ฆ
Jawab : ๐ฅ = ๐ฆ 2/3 + ๐ถ๐ฆ −1/3
= 3๐ฆ2/3 −๐ฅ
10. Tentukan solusi umum dari Pers.(2.2) untuk sebuah rangkaian listrik RC (L = 0) dengan
๐ = ๐0 cos ๐๐ก.
Jawab
:
๐ผ = ๐ด๐ −๐ก/(๐
๐ถ) − ๐0 ๐๐ถ(sin ๐๐ก − ๐๐
๐ถ cos ๐๐ก)/(1 +
๐2 ๐
2 ๐ถ 2 )
2.4 Metode Lain bagi Penyelesaian Persamaan Linear Orde-Satu
Persamaan Bernoulli
22
Bentuk persamaan Bernoulli :
๐ฆ’ + ๐๐ฆ = ๐๐ฆ ๐
(2.12)
di mana P dan Q adalah fungsi dari x. Persamaan ini tidak linear tetapi dapat direduksi
menjadi sebuah persamaan linear, dengan membuat perubahan variabel, yaitu :
๐ง = ๐ฆ 1−๐ , sehingga ๐ง′ = (1 − ๐)๐ฆ −๐ ๐ฆ′.
(2.13)
Kalikan Pers.(2.12) dengan (1 − ๐)๐ฆ −๐ diperoleh :
(1 − ๐)๐ฆ −๐ ๐ฆ’ + (1 − ๐)๐ฆ −๐ ๐๐ฆ = (1 − ๐)๐ฆ −๐ ๐๐ฆ ๐ ,
(1 − ๐)๐ฆ −๐ ๐ฆ’ + (1 − ๐)๐๐ฆ 1−๐ = (1 − ๐)๐ ๐ฆ ๐−๐ ,
dan substitusi Pers.(2.13), diperoleh :
๐ง’ + (1 − ๐)๐๐ง = (1 − ๐)๐.
Persamaan ini adalah persamaan linear orde-satu yang dapat diselesaikan sebagaimana biasa.
Persamaan Eksak
Ungkapan ๐(๐ฅ, ๐ฆ) ๐๐ฅ + ๐(๐ฅ, ๐ฆ) ๐๐ฆ adalah sebuah diferensial eksak jika :
๐๐
๐๐ฆ
=
๐๐
(2.14)
๐๐ฅ
Jika Pers.(2.14) berlaku, maka terdapat sebuah fungsi ๐น (๐ฅ, ๐ฆ) sedemikian hingga :
๐๐น
๐๐น
๐ = ๐๐ฅ ,
๐ = ๐๐ฆ .
๐ ๐๐ฅ + ๐ ๐๐ฆ = ๐๐น.
๐
Persamaan diferensial : ๐ ๐๐ฅ + ๐ ๐๐ฆ = 0 atau ๐ฆ′ = − ๐ disebut eksak jika Pers.(2.14)
berlaku. Pada kasus ini, ๐ ๐๐ฅ + ๐ ๐๐ฆ = ๐๐น = 0, dan solusinya adalah : ๐น (๐ฅ, ๐ฆ) = konstan.
Sebuah persamaan yang tak eksak sering dapat dibuat eksak dengan mengalikannya
dengan sebuah faktor yang tepat. Sebagai contoh, persamaan : ๐ฅ ๐๐ฆ − ๐ฆ ๐๐ฅ = 0 adalah tak
eksak. Tetapi, bila persamaan ini dibagi dengan ๐ฅ 2 , yaitu :
adalah eksak, dan solusinya :
๐ฆ
๐ฅ
๐ฅ ๐๐ฆ−๐ฆ ๐๐ฅ
๐ฅ2
1
๐ฆ
= ๐ฅ ๐๐ฆ − ๐ฅ2 ๐๐ฅ = 0
1
= konstan. Faktor pengali [๐ฅ2 ] ini disebut integrating
factor.
Persamaan Homogen
Sebuah persamaan berbentuk :
๐ (๐ฅ, ๐ฆ) ๐๐ฅ + ๐ (๐ฅ, ๐ฆ) ๐๐ฆ = 0
(2.15)
23
di mana P dan Q adalah fungsi-fungsi homogen disebut persamaan homogen. Pers.(2.15)
dapat ditulis dalam bentuk ๐ฆ′ = ๐(๐ฆ⁄๐ฅ ); perubahan variabel ๐ฃ = ๐ฆ⁄๐ฅ atau ๐ฆ = ๐ฃ๐ฅ
mereduksi Pers.(2.15) menjadi persamaan separable dalam variabel ๐ฃ dan ๐ฅ.
Soal-soal Latihan 3 :
Selesaikan persamaan diferensial berikut.
1. ๐ฆ’ + ๐ฆ = ๐ฅ๐ฆ 2/3
Jawab : ๐ฆ 1/3 = ๐ฅ − 3 + ๐ถ๐ −๐ฅ/3
2. (2๐ฅ๐ 3๐ฆ + ๐ ๐ฅ ) ๐๐ฅ + (3๐ฅ 2 ๐ 3๐ฆ − ๐ฆ 2 ) ๐๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฅ 2 ๐ 3๐ฆ + ๐ ๐ฅ − 3 ๐ฆ 3 = ๐ถ
3. (๐ฅ − ๐ฆ) ๐๐ฆ + (๐ฆ + ๐ฅ + 1) ๐๐ฅ = 0
Jawab : ๐ฅ 2 − ๐ฆ 2 + 2๐ฅ (๐ฆ + 1) = ๐ถ
4. ๐ฅ 2 ๐๐ฆ + (๐ฆ 2 − ๐ฅ๐ฆ) ๐๐ฅ = 0
Jawab : ๐ฅ = ๐ฆ(ln ๐ฅ + ๐ถ)
5. ๐ฅ๐ฆ ๐๐ฅ + (๐ฆ 2 − ๐ฅ 2 ) ๐๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฆ 2 = ๐ถ๐ −๐ฅ
1
2 /๐ฆ 2
2.5 Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan Ruas Kanan Nol
Pada sub bab ini kita akan meninjau bentuk solusi dari persamaan diferensial yang
berbentuk :
๐2
๐2๐ฆ
๐๐ฆ
+ ๐1
+ ๐0 ๐ฆ = 0
2
๐๐ฅ
๐๐ฅ
(2.16)
Dengan ๐0 , ๐1 , dan ๐2 adalah konstanta. Persamaan ini disebut homogen karena setiap suku
memuat y atau turunan y. Pada contoh berikut, kita tinjau sebuah persamaan homogen untuk
dicari solusinya.
Contoh 2.4 Pecahkan persamaan ๐ฆ ′′ + 5๐ฆ ′ + 4๐ฆ = 0
Jawab :
Agar lebih mudah, gantikan d/dx dengan D (disebut sebagai operator diferensial), sehingga
๐๐ฆ
๐ท๐ฆ =
= ๐ฆ ′,
๐๐ฅ
๐ ๐๐ฆ
๐2๐ฆ
( ) = 2 = ๐ฆ ′′
๐ท ๐ฆ=
๐๐ฅ ๐๐ฅ
๐๐ฅ
2
Dengan operator diferensial ini, ungkapan soal berubah menjadi :
๐ท 2 ๐ฆ + 5๐ท๐ฆ + 4๐ฆ = 0
atau
(๐ท 2 + 5๐ท + 4)๐ฆ = 0
atau
(๐ท + 4)(๐ท + 1)๐ฆ = 0
yang dapat difaktorkan menjadi :
(๐ท + 1)(๐ท + 4)๐ฆ = 0
Dalam memecahkan persamaan ini, pecahkan untuk
(๐ท + 4)๐ฆ = 0 dan (๐ท + 1)๐ฆ = 0
yang masing-masing adalah persamaan separable dengan solusi masing-masing :
24
๐ฆ = ๐1๐ −4๐ฅ dan
๐ฆ = ๐2 ๐ −๐ฅ
Karena kedua solusi ini bebas linear maka kombinasi linear dari keduanya akan memuat dua
konstanta sembarang yang merupakan solusi umum. Jadi solusi umum dari persamaan ๐ฆ ′′ +
5๐ฆ ′ + 4๐ฆ = 0 adalah (sering disebut sebagai solusi komplementer) :
๐ฆ = ๐1๐ −4๐ฅ + ๐2 ๐ −๐ฅ
atau
๐ฆ = ๐1๐ −๐ฅ + ๐2 ๐ −4๐ฅ
Persamaan kuadrat ๐ท 2 + 5๐ท + 4 = 0 mempunyai akar-akar yang berlainan, yaitu –1 dan –
4. Persamaan ini dikenal sebagai persamaan karakteristik atau persamaan pembantu
(auxiliary equation) dari persamaan ๐ฆ ′′ + 5๐ฆ ′ + 4๐ฆ = 0.
Jika akar-akar persamaan karakteristik dari suatu persamaan diferensial adalah a dan
b dengan ๐ ≠ ๐, maka solusi umum dari persamaan diferensial adalah kombinasi linear dari
๐ ๐๐ฅ dan ๐ ๐๐ฅ . Dalam bentuk ringkas ditulis :
Solusi umum dari (๐ท − ๐)(๐ท − ๐)๐ฆ = 0, ๐ ≠ ๐ adalah ๐ฆ = ๐1 ๐ ๐๐ฅ + ๐2 ๐ ๐๐ฅ (2.17)
Jika akar-akar persamaan karakteristik dari suatu persamaan diferensial sama, dalam
hal ini ๐ = ๐, maka ungkapan (2.17) menjadi : (๐ท − ๐)(๐ท − ๐)๐ฆ = 0 dengan solusi umum
๐ฆ = (๐ด๐ฅ + ๐ต) ๐ ๐๐ฅ , atau ditulis :
Solusi umum dari (๐ท − ๐)(๐ท − ๐)๐ฆ = 0, ๐ = ๐ adalah ๐ฆ = (๐ด๐ฅ + ๐ต) ๐ ๐๐ฅ
(2.18)
Jika akar-akar persamaan karakteristik dari persamaan diferensial berupa bilangan
kompleks (conjugate complex), maka persamaan diferensial dalam ungkapan (2.17),
memiliki solusi umum :
๐ฆ = ๐ด๐ (๐ผ+๐๐ฝ)๐ฅ + ๐ต๐ (๐ผ−๐๐ฝ)๐ฅ = ๐ ๐ผ๐ฅ (๐ด๐ ๐๐ฝ๐ฅ + ๐ต๐ −๐๐ฝ๐ฅ ).
(2.19)
Jika ๐ ±๐๐ฝ๐ฅ = cos ๐ฝ๐ฅ ± ๐ sin ๐ฝ๐ฅ, maka pernyataan dalam tanda kurung Pers.(2.19) menjadi
sebuah kombinasi linear dari sin ๐ฝ๐ฅ dan cos ๐ฝ๐ฅ, sehingga Pers.(2.19) dapat ditulis sebagai :
๐ฆ = ๐ ๐ผ๐ฅ (๐1 sin ๐ฝ๐ฅ + ๐2 cos ๐ฝ๐ฅ )
Atau
(2.20)
๐ฆ = ๐ ๐ ๐ผ๐ฅ sin(๐ฝ๐ฅ + ๐พ )
dengan ๐1, ๐12, ๐, dan ๐พ adalah konstanta sembarang.
Contoh 2.5 Pecahkan persamaan ๐ฆ ′′ − 6๐ฆ ′ + 9๐ฆ = 0
Jawab :
Tuliskan persamaan sebagai :
(๐ท 2 − 6๐ท + 9)๐ฆ = 0
atau
(๐ท − 3)(๐ท − 3)๐ฆ = 0
25
Karena akar-akar persamaan karakteristiknya sama, solusinya :
๐ฆ = (๐ด๐ฅ + ๐ต) ๐ 3๐ฅ .
Soal-soal Latihan 4 :
Selesaikan persamaan diferensial berikut.
1. ๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ ๐ฅ + ๐ต๐ −2๐ฅ
2. ๐ฆ ′′ + 9๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ 3๐๐ฅ + ๐ต๐ −3๐๐ฅ
3. (๐ท 2 − 2๐ท + 1)๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฆ = (๐ด๐ฅ + ๐ต) ๐ ๐ฅ
4. (๐ท 2 − 5๐ท + 6)๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ 3๐ฅ + ๐ต๐ 2๐ฅ
5. (๐ท 2 − 4๐ท + 13)๐ฆ = 0
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ 2๐ฅ sin(3๐ฅ + ๐พ)
6. 4๐ฆ ′′ + 12๐ฆ ′ + 9 = 0
Jawab : ๐ฆ = (๐ด + ๐ต๐ฅ) ๐ −3๐ฅ/2
2.6 Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan Ruas Kanan Tak
Nol
Pada sub bab sebelumnya, kita telah membahas persamaan linear orde-dua dengan
koefisien konstan dan ruas kanan nol. Persamaan ini menggambarkan osilasi atau vibrasi
dari sistem mekanik atau listrik. Sering kali sistem ini tidak bebas, karena pada sistem
biasanya dikenakan gaya atau emf. Vibrasi yang ditimbulkan disebut vibrasi tertekan dan
persamaan diferensial yang digunakan untuk menggambarkan sistem berbentuk :
๐2
๐2๐ฆ
๐๐ฆ
+ ๐1
+ ๐0 ๐ฆ = ๐(๐ฅ)
2
๐๐ฅ
๐๐ฅ
atau
(2.21)
๐ 2 ๐ฆ ๐1 ๐๐ฆ ๐0
+
+ ๐ฆ = ๐น(๐ฅ)
๐๐ฅ 2 ๐2 ๐๐ฅ ๐1
dengan ๐0 , ๐1 , dan ๐2 adalah konstanta. Persamaan ini disebut tak-homogen karena memuat
satu suku yang tidak tergantung pada y, yaitu ๐(๐ฅ). Fungsi sering disebut fungsi pemaksa,
yang menyatakan gaya atau emf. Pada contoh berikut, kita tinjau sebuah persamaan takhomogen untuk dicari solusinya.
Contoh 2.6 Pecahkan persamaan : (๐ท 2 + 5๐ท + 4)๐ฆ = cos 2๐ฅ
Jawab :
26
Sebelumnya, pada contoh 2.4. persamaan ๐ฆ ′′ + 5๐ฆ ′ + 4๐ฆ = 0 memiliki solusi
komplementer ๐ฆ = ๐1 ๐ −๐ฅ + ๐2 ๐ −4๐ฅ . Berkaitan dengan soal Contoh 2.6, persamaan ini juga
memiliki solusi komplementer ๐ฆ๐ , yang berbentuk :
๐ฆ๐ = ๐ด๐ −๐ฅ + ๐ต๐ −4๐ฅ .
Andaikan, kita hanya mengetahui satu solusi, yang disebut solusi khusus (particular
solution) ๐ฆ๐ , maka solusi khususnya adalah :
1
๐ฆ๐ = 10 sin 2๐ฅ.
Cara memperoleh solusi khusus ini akan dibahas kemudian.
Dua persamaan yang ditinjau, yaitu (๐ท 2 + 5๐ท + 4)๐ฆ๐ = cos 2๐ฅ dan (๐ท 2 + 5๐ท + 4)๐ฆ๐ =
0
Penjumlahan keduanya, diperoleh :
(๐ท 2 + 5๐ท + 4)(๐ฆ๐ + ๐ฆ๐ ) = cos 2๐ฅ + 0 = cos 2๐ฅ
Jadi solusi umumnya adalah :
1
๐ฆ = ๐ฆ๐ + ๐ฆ๐ = ๐ด๐ −๐ฅ + ๐ต๐ −4๐ฅ + 10 sin 2๐ฅ.
Dengan demikian, dapat dicatat bahwa solusi umum dari persamaan berbentuk seperti soal
Contoh 2.6 adalah ๐ฆ = ๐ฆ๐ + ๐ฆ๐ , di mana fungsi komplementer ๐ฆ๐ adalah solusi umum dari
persamaan homogen dan ๐ฆ๐ adalah solusi khususnya.
Selanjutnya, kita akan bahas beberapa metode untuk memperoleh solusi khusus.
Metode inspeksi
Metode inspeksi ini sangat berguna dalam kasus sederhana di mana jawaban akan
diperoleh secara cepat. Sebagai contoh, untuk : ๐ฆ ′′ + 2๐ฆ ′ + 3๐ฆ = 5, solusi khususnya adalah
5
๐ฆ๐ = 3 , karena bila y pada persamaan tersebut bernilai konstan, maka ๐ฆ ′′ = ๐ฆ ′ = 0. Contoh
lainnya, untuk : ๐ฆ ′′ − 6๐ฆ ′ + 9๐ฆ = 8๐ ๐ฅ , maka ๐ฆ = 2๐ ๐ฅ adalah sebuah solusi. Di sisi lain,
untuk :
๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = ๐ ๐ฅ ,
(2.22)
metode ini tidak dapat digunakan karena ๐ ๐ฅ memenuhi ๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = 0.
Metode integrasi dari dua persamaan orde-satu
21
Metode integral ini dapat langsung digunakan untuk memecahkan persamaan
diferensial. Sebagai contoh, tinjau lagi Pers.(2.22). Persamaan ini dapat ditulis sebagai :
(๐ท − 1)(๐ท + 2)๐ฆ = ๐ ๐ฅ .
(2.23)
Misalkan ๐ข = (๐ท + 2)๐ฆ, maka Pers.(2.23) menjadi :
(๐ท − 1)๐ข = ๐ ๐ฅ atau ๐ข′ − ๐ข = ๐ ๐ฅ
yang merupakan persamaan linear orde-satu. Pemecahannya adalah :
๐ข′ − ๐ข = ๐ ๐ฅ ditulis menjadi ๐ข’ − ๐๐ข = ๐ ๐ฅ ,
Dengan Pers.(2.11), dalam hal ini ๐ = −1 dan ๐ = ๐ ๐ฅ , ungkapan ๐ผ = ∫ ๐ ๐๐ฅ menjadi ๐ผ =
∫ − ๐๐ฅ = −๐ฅ, dan ๐ข๐ ๐ผ = ∫ ๐๐ ๐ผ ๐๐ฅ + ๐ถ menjadi :
๐ข๐ −๐ฅ = ∫ ๐ −๐ฅ ๐ ๐ฅ ๐๐ฅ = ๐ฅ + ๐1,
๐ข = ๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐1 ๐ ๐ฅ .
Persamaan diferensial untuk y menjadi :
(๐ท + 2)๐ฆ = ๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐1๐ ๐ฅ atau ๐ฆ ′ + 2๐ฆ = ๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐1 ๐ ๐ฅ .
Persamaan ini sekali lagi merupakan persamaan linear orde-satu, yang pemecahannya adalah
sebagai berikut (๐ = 2 dan ๐ = ๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐1 ๐ ๐ฅ ) :
๐ผ = ∫ 2 ๐๐ฅ = 2๐ฅ,
๐ฆ๐ 2๐ฅ = ∫ ๐ 2๐ฅ (๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐1๐ ๐ฅ ) ๐๐ฅ =
1 3๐ฅ 1 3๐ฅ 1
1
๐ฅ๐ − ๐ + ๐1 ๐ 3๐ฅ + ๐2 = ๐ฅ๐ 3๐ฅ + ๐1′ ๐ 3๐ฅ + ๐2 ,
3
9
3
3
1
๐ฆ = 3 ๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐1′ ๐ ๐ฅ + ๐2 ๐ −2๐ฅ .
Dengan metode ini, solusi yang diperoleh selalu berbentuk ๐ฆ = ๐ฆ๐ + ๐ฆ๐ atau ๐ฆ = ๐ฆ๐ + ๐ฆโ di
mana fungsi komplementer ๐ฆ๐ = ๐ฆโ adalah solusi umum dari persamaan homogen dan ๐ฆ๐
1
adalah solusi khususnya. Dalam hal ini, ๐ฆ๐ = 3 ๐ฅ๐ ๐ฅ dan ๐ฆ๐ = ๐ฆโ = ๐1′ ๐ ๐ฅ + ๐2 ๐ −2๐ฅ .
Metode eksponensial ruas kanan
Metode eksponensial ruas kanan digunakan untuk memperoleh bentuk solusi khusus,
jika ruas kanan Pers.(2.21) adalah ๐น (๐ฅ ) = ๐๐ ๐๐ฅ , di mana k dan c adalah konstanta yang
diketahui. Misalkan a dan b adalah akar-akar persamaan karekteristik dari Pers.(2.21), maka
persamaan ini dapat ditulis :
(๐ท − ๐)(๐ท − ๐)๐ฆ = ๐๐ ๐๐ฅ
(2.24)
22
Pemecahan untuk solusi khususnya, sangat bergantung pada nilai kontanta c dikaitkan
dengan a dan b. Secara ringkas, solusi khusus Pers.(2.24) diperoleh dengan mengasumsikan
solusi berbentuk :
๐ถ๐ ๐๐ฅ jika c tidak sama dengan a atau b
๐ถ๐ฅ๐ ๐๐ฅ jika c = a atau b, a ≠ b
(2.25)
๐ถ๐ฅ 2 ๐ ๐๐ฅ jika c = a = b
Contoh 2.7 Pecahkan persamaan (๐ท − 1)(๐ท + 5)๐ฆ = 7๐ 2๐ฅ .
Jawab :
(๐ท − 1)(๐ท + 5)๐ฆ = 7๐ 2๐ฅ dapat ditulis sebagai (๐ท 2 + 4๐ท − 5)๐ฆ = 7๐ 2๐ฅ
Akar-akar persamaan karakteristik tidak sama dengan pangkat eksponensial (c ≠ a atau b).
Solusi khusus diperoleh dengan cara substitusi ๐ฆ๐ = ๐ถ๐ 2๐ฅ ke persamaan soal, diperoleh :
๐ฆ๐′′ + 4๐ฆ๐′ − 5๐ฆ๐ = ๐ถ (4๐ 2๐ฅ + 8๐ 2๐ฅ − 5๐ 2๐ฅ ) = 7๐ 2๐ฅ . Jadi ๐ถ = 1, sehingga ๐ฆ๐ = ๐ 2๐ฅ .
Solusi umumnya adalah :
๐ฆ = ๐ด๐ ๐ฅ + ๐ต๐ −5๐ฅ + ๐ 2๐ฅ .
Contoh 2.8 Pecahkan untuk Pers. (2.23), yaitu ๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = ๐ ๐ฅ .
Jawab :
(๐ท − 1)(๐ท + 2)๐ฆ = ๐ ๐ฅ
Dalam hal ini, c = a atau b, a ≠ b, berarti bentuk solusinya adalah ๐ฆ๐ = ๐ถ๐ฅ๐ ๐ฅ . Sehingga
๐ฆ′๐ = ๐ถ (๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐ ๐ฅ ), dan
๐ฆ′′๐ = ๐ถ (๐ฅ๐ ๐ฅ + 2๐ ๐ฅ ).
Substitusi ke Pers.(2.23) diperoleh :
๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = ๐ถ (๐ฅ๐ ๐ฅ + 2๐ ๐ฅ + ๐ฅ๐ ๐ฅ + ๐ ๐ฅ − 2๐ฅ๐ ๐ฅ ) = ๐ ๐ฅ .
1
1
Jadi diperoleh ๐ถ = 3, sehingga solusi khususnya adalah ๐ฆ๐ = 3 ๐ฅ๐ ๐ฅ , sebagaimana yang telah
diperoleh sebelumnya, tetapi dengan langkah lebih cepat.
Metode eksponensial kompleks
Kadangkala F(x) pada ruas kanan Pers.(2.21) berbentuk fungsi sinus atau cosines.
Misalkan Pers.(2.21) berbentuk :
(๐ท − ๐)(๐ท − ๐)๐ฆ = { ๐ sin ๐ผ๐ฅ
๐ cos ๐ผ๐ฅ
Untuk memperoleh solusi khususnya, pertama pecahkan
(๐ท − ๐)(๐ท − ๐)๐ฆ = ๐๐ ๐๐ผ๐ฅ
23
kemudian ambil bentuk real atau imajinernya.
Contoh 2.9 Pecahkan persamaan diferensial : ๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = 4 sin 2๐ฅ.
Jawab :
๐′′ + ๐ ′ − 2๐ = 4๐ 2๐๐ฅ = 4(cos 2๐ฅ + ๐ sin 2๐ฅ )
karena itu, solusi persamaan ini mengambil bentuk kompleks. Jika ๐ = ๐๐
+ ๐๐๐ผ , persamaan
di atas ekuivalen dengan dua persamaan berikut :
๐๐
′′ + ๐๐
′ − 2๐๐
= Re 4๐ 2๐๐ฅ = 4 cos 2๐ฅ
๐๐ผ′′ + ๐๐ผ′ − 2๐๐ผ = Im 4๐ 2๐๐ฅ = 4 sin 2๐ฅ
Persamaan terakhir mirip dengan soal Contoh 2.9 dan terlihat bahwa solusinya adalah bagian
imajiner dari Y. Jadi untuk memperoleh ๐ฆ๐ , kita cari ๐๐ dan mengambil bentuk imajinernya.
Terlihat bahwa akar-akar persamaan karakteristiknya tidak sama dengan 2i (c ≠ a atau b).
Untuk memperoleh solusi khusus, substitusi ๐๐ = ๐ถ๐ 2๐๐ฅ ke persamaan terakhir, diperoleh :
๐ ′′ + ๐′ − 2๐ = (−4 + 2๐ − 2)๐ถ๐ 2๐๐ฅ = (2๐ − 6)๐ถ๐ 2๐๐ฅ = 4๐ 2๐๐ฅ
4
4(−2๐−6)
๐ถ = 2๐−6 = (2๐−6)(−2๐−6) =
1
−8(๐+3)
40
1
= − 5 (๐ + 3),
1
Sehingga diperoleh : ๐๐ = − 5 (๐ + 3)๐ 2๐๐ฅ = − 5 (๐ + 3) (cos 2๐ฅ + ๐ sin 2๐ฅ).
Dengan mengambil bentuk imajiner dari ๐๐ , diperoleh ๐ฆ๐ dari soal Contoh 2.9, yaitu :
1
3
๐ฆ๐ = − 5 cos 2๐ฅ − 5 sin 2๐ฅ.
Metode Koefisien yang tidak Diketahui
Sebelumnya, telah dibahas tentang bentuk ๐ฆ๐ yang terkait dengan bagi Pers.(2.21)
bila pada ruas kanan persamaan F(x) adalah sebuah eksponensial. Pembahasan selanjutnya
adalah bila ruas kanan Pers.(2.21) adalah sebuah eksponensial dikalikan dengan sebuah
polynomial, yaitu ๐น(๐ฅ) = ๐ ๐๐ฅ ๐๐ (๐ฅ), di mana ๐๐ (๐ฅ ) adalah suatu sebuah polynomial
berderajat n.
Solusi khusus ๐ฆ๐ bagi dari (๐ท − ๐)(๐ท − ๐)๐ฆ = ๐ ๐๐ฅ ๐๐ (๐ฅ) adalah :
๐ฆ๐ =
๐ ๐๐ฅ ๐๐ (๐ฅ)
jika c tidak sama dengan a atau b
๐ฅ๐ ๐๐ฅ ๐๐ (๐ฅ)
jika c = a atau b, a ≠ b
(2.26)
๐ฅ 2 ๐ ๐๐ฅ ๐๐ (๐ฅ) jika c = a = b
24
di mana ๐๐ (๐ฅ) adalah suatu polynomial yang berderajat sama seperti ๐๐ (๐ฅ) yang koefisienkoefisiennya dicari agar memenuhi persamaan diferensial yang dipecahkan. Catatan bahwa
sinus dan cosinus telah dicakup dalam ๐ ๐๐ฅ menggunakan eksponesial kompleks. Untuk c =
0, bentuk ruas kanan persamaan hanya berupa sebuah polynomial.
Contoh 2.10 Pecahkan persamaan diferensial : ๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = ๐ฅ 2 − ๐ฅ.
Jawab :
Misalkan solusi khususnya berbentuk
๐ฆ๐ = ๐ด๐ฅ 2 + ๐ต๐ฅ + ๐ถ
Ada tiga koefisien yang tidak diketahui, yaitu ๐ด, ๐ต, ๐ถ yang harus dicari sedemikian hingga
memenuhi persamaan soal Contoh 2.10. Kita peroleh :
๐ฆ′๐ = 2๐ด๐ฅ + ๐ต
dan
๐ฆ′′๐ = 2๐ด.
Substitusi ๐ฆ๐ , ๐ฆ′๐ , dan ๐ฆ′′๐ ke soal Contoh 2.10, diperoleh :
๐ฆ๐′′ + ๐ฆ๐′ − 2๐ฆ๐ = 2๐ด + 2๐ด๐ฅ + ๐ต − 2๐ด๐ฅ 2 − 2๐ต๐ฅ − 2๐ถ = ๐ฅ 2 − ๐ฅ.
−2๐ด๐ฅ 2 + 2๐ด๐ฅ − 2๐ต๐ฅ + 2๐ด + ๐ต − 2๐ถ = ๐ฅ 2 − ๐ฅ.
Dengan demikian,
−2๐ด๐ฅ 2 = ๐ฅ 2 ,
2๐ด๐ฅ − 2๐ต๐ฅ = −๐ฅ,
−2๐ด = 1,
2๐ด − 2๐ต = −1,
2๐ด + ๐ต − 2๐ถ = 0,
1
๐ด = −2
1
2 (− 2) − 2๐ต = −1,
1
๐ต=0
1
2 (− 2) + 0 − 2๐ถ = 0,
๐ถ = −2
Jadi solusi khususnya adalah :
1
1
1
๐ฆ๐ = ๐ด๐ฅ 2 + ๐ต๐ฅ + ๐ถ = − 2 ๐ฅ 2 + 0 − 2 = − 2 (๐ฅ 2 + 1).
Soal-soal Latihan 5 :
Selesaikan persamaan diferensial berikut.
25
5
1. ๐ฆ ′′ − 4๐ฆ = 10
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ 2๐ฅ + ๐ต๐ −2๐ฅ − 2
2. ๐ฆ ′′ + ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = ๐ 2๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ ๐ฅ + ๐ต๐ −2๐ฅ + 4 ๐ 2๐ฅ
3. (๐ท 2 + 1)๐ฆ = 2๐ ๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ ๐๐ฅ + ๐ต๐ −๐๐ฅ + ๐ ๐ฅ
4. ๐ฆ ′′ − ๐ฆ ′ − 2๐ฆ = 3๐ 2๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = ๐ด๐ −๐ฅ + ๐ต๐ 2๐ฅ + ๐ฅ๐ 2๐ฅ
5. (๐ท 2 + 2๐ท + 1)๐ฆ = 2๐ −๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = (๐ด๐ฅ + ๐ต + ๐ฅ 2 )๐ −๐ฅ
1
6. ๐ฆ ′′ + 2๐ฆ ′ + 10๐ฆ = 100 cos 4๐ฅ
(Petunjuk
:
cari
dulu
๐ฆ ′′ + 2๐ฆ ′ + 10๐ฆ =
100๐ 4๐๐ฅ )
Jawab : ๐ฆ = ๐ −๐ฅ (๐ด sin 3๐ฅ + ๐ต cos 3๐ฅ) + 8 sin 4๐ฅ − 6 cos 4๐ฅ
7. (๐ท 2 − 2๐ท + 1)๐ฆ = 2 cos ๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = (๐ด๐ฅ + ๐ต)๐ ๐ฅ − sin ๐ฅ
8. 5๐ฆ ′′ + 12๐ฆ ′ + 20๐ฆ = 120 sin 2๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = ๐ −6๐ฅ/5 [๐ด sin(8๐ฅ/5) + ๐ต cos(8๐ฅ/5)] − 5 cos 2๐ฅ
9. ๐ฆ ′′ + 16๐ฆ = 16 cos 4๐ฅ
Jawab : ๐ฆ = ๐ด sin 4๐ฅ + ๐ต cos 4๐ฅ + 2๐ฅ sin 4๐ฅ
10. (๐ท 2 + 2๐ท + 17)๐ฆ = 60๐ −4๐ฅ sin 5๐ฅ
(Petunjuk
:
cari
dulu
(๐ท 2 +2๐ท+17)๐ฆ =
60๐ (−4+5๐)๐ฅ )
Jawab : ๐ฆ = ๐ −๐ฅ (๐ด sin 4๐ฅ + ๐ต cos 4๐ฅ) + 2๐ −4๐ฅ cos 5๐ฅ
Soal-soal :
Tentukan solusi umum dari masing-masing persamaan diferensial berikut.
1. ๐ฅ๐ฆ’ + ๐ฆ = 2๐ฅ 5/2
2. ๐ฆ ′ cos ๐ฅ + ๐ฆ = cos 2 ๐ฅ
26
III.
KALKULUS VARIASI
Salah satu pemakaian kalkulus variasi adalah untuk menemukan geodesic dari suatu
permukaan, Geodesic merupakan kurva sepanjang suatu permukaan yang menandai jarak
terpendek antara dua titik yang berdekatan. Pemakaian lainnya adalah berkaitan dengan nilai
maksimum dan minimum. Dalam kalkulus variasi, kita sering menyatakan persoalanpersaolan dengan mengatakan bahwa suatu besaran tertentu diminimisasi, dengan menaruh
๐ ′(๐ฅ) = 0, atau membuat besaran tersebut stasioner.
3.1 Persamaan Euler
Tinjau integral :
๐ฅ
๐๐ฆ
1
๐๐ฅ
๐ผ = ∫๐ฅ 2 ๐น(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ฆ ′)๐๐ฅ, dengan ๐ฆ ′ =
(3.1)
Persoalannya adalah bagaimana menentukan y(x) agar I stasioner (ekstrem, minimum atau
maksimum). Kita definisikan Y(x) :
๐(๐ฅ ) = ๐ฆ(๐ฅ ) + ๐ ๐(๐ฅ)
dengan y(x) adalah nilai ekstrem yang dicari, ๐ adalah sebuah parameter, dan ๐(x) sebagai
fungsi dari x, yang nilainya nol pada x1 dan x2. Juga diperoleh :
๐ ′ (๐ฅ) = ๐ฆ ′(๐ฅ) + ๐ ๐′(๐ฅ)
Bila ๐ = 0, maka ๐(๐ฅ) = ๐ฆ(๐ฅ), dan pers.(3.1) menjadi :
๐ฅ2
๐ผ(๐) = ∫ ๐น(๐ฅ, ๐, ๐ ′ )๐๐ฅ
๐ฅ1
Dengan kata lain, ๐ผ(๐) minimum bila ๐ = 0, atau dapat ditulis :
๐๐ผ(๐)
๐๐
= 0, bila ๐ = 0.
Mengingat bahwa Y dan Y’ sebagai fungsi dari ๐, diferensiasi ๐ผ(๐) terhadap ๐, diperoleh :
๐ฅ2
๐๐ผ
๐๐น ๐๐ ๐๐น ๐๐′
=∫ (
+
) ๐๐ฅ
๐๐
๐๐ ๐๐ ๐๐′ ๐๐
๐ฅ1
Substitusi Y dan Y’ akhirnya diperoleh (selengkapnya baca Boas, p.388) :
(
๐ฅ2
๐๐ผ
๐๐น ๐ ๐๐น
)
∫
( −
) ๐(๐ฅ )๐๐ฅ = 0
=
๐๐ ๐=0
๐๐ฆ ๐๐ฅ ๐๐ฆ ′
๐ฅ1
๐๐น
Karena ๐(๐ฅ ) sembarang, pernyataan (
๐๐ฆ
−
๐ ๐๐น
๐๐ฅ ๐๐ฆ ′
) haruslah sama dengan nol.
27
atau :
๐ ๐๐น ๐๐น
−
=0
๐๐ฅ ๐๐ฆ ′ ๐๐ฆ
(3.2)
Yang dikenal dengan persamaan Euler atau Euler-Lagrange.
Setiap persoalan dalam kalkulus variasi dipecahkan dengan integralnya menjadi
stasioner. Tuliskan fungsi F, substitusi ke persamaan Euler, dan memecahkan persamaan
diferensial yang dihasilkan.
Contoh 1
Tuliskan dan pecahkan persamaan Euler yang membuat integral berikut stasioner (geodesic
dalam suatu bidang).
๐ฅ2
∫ √1 + ๐ฆ ′2 ๐๐ฅ
๐ฅ1
Jawab :
๐ฅ
Kita lakukan penyederhanaan ∫๐ฅ 2 √1 + ๐ฆ ′2 ๐๐ฅ
1
Dalam persoalan ini, ๐น = √1 + ๐ฆ ′2, maka
๐๐น
๐ฆ′
๐๐น
=
dan
= 0,
๐๐ฆ′ √1 + ๐ฆ ′2
๐๐ฆ
๐ ๐๐น
๐๐น
dan dengan Pers.(3.2), yaitu persamaan Euler (๐๐ฅ ๐๐ฆ′ − ๐๐ฆ = 0), memberikan :
๐
๐ฆ′
(
) = 0.
๐๐ฅ √1 + ๐ฆ ′2
Integrasi terhadap x, diperoleh :
๐ฆ′
√1 + ๐ฆ ′2
= konstan,
atau ๐ฆ ′ = konstan. Jadi slope ๐ฆ(๐ฅ) adalah konstan, sehingga ๐ฆ(๐ฅ) adalah berupa sebuah
garis lurus sebagaimana yang diinginkan.
Soal-soal Latihan 1 :
Tuliskan dan pecahkan persamaan Euler yang membuat integral-integral berikut stasioner.
๐ฅ2
1. ∫ √๐ฅ√1 +
๐ฅ1
๐ฅ2
๐ฆ ′2 ๐๐ฅ
2. ∫
๐ฅ1
๐๐
๐ฅ
28
3.2 Pemakaian Persamaan Euler-Lagrange
Dalam koordinat polar (๐, ๐), penyederhanaan integral (membuatnya stasioner) :
๐ฅ2
∫ ๐น(๐, ๐, ๐′)๐๐ di mana ๐ ′ =
๐ฅ1
๐๐
๐๐
Kita pecahkan pers Euler :
๐ ๐๐น
๐๐น
( ′) −
=0
๐๐ ๐๐
๐๐
(3.3)
Untuk menyederhanakan
๐ฅ2
∫ ๐น(๐ก, ๐ฅ, ๐ฅฬ )๐๐ di mana ๐ฅฬ =
๐ฅ1
๐๐ฅ
๐๐ก
kita pecahkan :
๐ ๐๐น
๐๐น
( )−
= 0.
๐๐ก ๐๐ฅฬ
๐๐ฅ
(3.4)
Contoh 2
Tentukan lintasan yang diikuti oleh seberkas cahaya jika indeks biasnya (dalam koordianat
polar) sebanding dengan ๐ −2.
Jawab :
Kita ingin membuat stasioner ∫ ๐ ๐๐ atau
∫ ๐ −2 ๐๐ = ∫ ๐ −2 √๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 = ∫ ๐ −2 √1 + ๐ 2 ๐ ′2 ๐๐.
Dalam persoalan ini, ๐น = ๐ −2 √1 + ๐ 2 ๐ ′2, maka
1
๐๐น
1 −2
๐ −2 ๐ 2๐ ′
๐′
2 ′2 − 2
2 ′
=
๐
(1
+
๐
๐
)
(2
๐
๐
)
=
=
๐๐ ′ 2
√1 + ๐ 2 ๐ ′2 √1 + ๐ 2 ๐ ′2
dan
๐๐น
= 0,
๐๐
dan dengan Pers.(3.3), yaitu persamaan Euler :
๐ ๐๐น
๐๐น
( ′) −
=0
๐๐ ๐๐
๐๐
diperoleh :
๐
๐′
(
) = 0 atau
๐๐ √1 + ๐ 2 ๐ ′2
๐′
√1 + ๐ 2 ๐ ′2
= konstan = ๐พ.
29
Pemecahan untuk ๐ ′dengan mengkuadratkan ruas kiri dan kanan, diperoleh :
๐ ′2 = ๐พ 2 (1 + ๐ 2 ๐ ′2 ) = ๐พ 2 +๐พ 2 ๐ 2 ๐ ′2 sehingga ๐ ′2 (1 − ๐พ 2 ๐ 2 ) = ๐พ 2
๐′ =
๐๐
๐พ
=
๐๐ √1 − ๐พ 2 ๐ 2
Integrasi terhadap r (gunakan tabel integral), diperoleh :
๐ = ๐๐๐ sin ๐พ๐ + ๐ถ.
Contoh 3
Tentukan integral pertama dari persamaan Euler untuk membuat stasioner integral
๐ผ=∫
√1 + ๐ฆ ′2
√๐ฆ
๐๐ฅ.
Jawab :
Karena ๐ฅ tidak ada dalam integral, kita mengubahnya menjadi ๐ฆ sebagai variabel integrasi.
๐๐ฆ −1
๐๐ฅ
Dengan Pers.(3.6) : ๐ฅ ′ = ๐๐ฆ = (๐๐ฅ)
,
1
๐ฆ ′ = ๐ฅ′ ,
๐๐ฅ
๐๐ฅ = ๐๐ฆ ๐๐ฆ = ๐ฅ′๐๐ฆ
√1 + ๐ฆ ′2 ๐๐ฅ = √1 + ๐ฆ ′2 ๐ฅ ′ ๐๐ฆ = √1 + ๐ฅ ′2 ๐๐ฆ.
Sehingga
๐ผ=∫
Dalam persoalan ini, ๐น =
√1+๐ฅ ′2
√๐ฆ
√1 + ๐ฅ ′2
√๐ฆ
๐๐ฆ = ∫ ๐น (๐ฆ, ๐ฅ ′ )๐๐ฆ .
, maka
1
๐๐น 1 1
๐ฅ′
′2 − 2
′
=
(1
+
๐ฅ
)
(2
๐ฅ
)
=
๐๐ฅ ′ 2 √๐ฆ
√๐ฆ√1 + ๐ฅ ′2
dan
๐๐น
= 0,
๐๐ฅ
dan dengan Pers.(3.5), yaitu persamaan Euler :
๐ ๐๐น
๐๐น
( ′) −
=0
๐๐ฆ ๐๐ฅ
๐๐ฅ
diperoleh :
๐
๐ฅ′
(
) = 0.
๐๐ฆ √๐ฆ√1 + ๐ฅ ′2
Integral pertama dari persamaan Euler, yaitu :
๐ฅ′
√๐ฆ√1 + ๐ฅ ′2
= konstan.
30
Contoh 4
Tentukan geodesic pada kerucut ๐ง 2 = 8(๐ฅ 2 + ๐ฆ 2 ).
Jawab :
Dengan menggunakan koordinat silindris : ๐ง 2 = 8(๐ฅ 2 + ๐ฆ 2 ) = 8 ๐ 2 , ๐ง = ๐√8, ๐๐ง =
๐๐√8, sehingga
๐๐ 2 = ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 + ๐๐ง 2 = ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 + 8 ๐๐ 2 = 9๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2
Kita ingin menyederhanakan
๐ผ = ∫ ๐๐ = ∫ √9๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 = ∫ √9 + ๐ 2
๐๐ 2
๐๐ = ∫ √9 + ๐ 2 ๐ ′2 ๐๐.
๐๐ 2
(Dalam hal ini kita ingin menggunakan r sebagai variabel integrasi karena integrannya hanya
memuat r bukan ๐.)
Dari ๐ผ = ∫ √9 + ๐ 2 ๐ ′2 ๐๐ = ∫ ๐น (๐, ๐ ′)๐๐ฆ,
diperoleh ๐น = √9 + ๐ 2 ๐ ′2 ,
sehingga
๐๐น
= 0,
๐๐
dan pers Euler (integral pertama pers. Euler) dapat ditulis :
๐ ๐๐น
( ) = 0,
๐๐ ๐๐ ′
๐๐น
๐ 2๐ ′
=
= konstanta = ๐พ.
๐๐ ′ √9 + ๐ 2 ๐ ′2
Kita pecahkan untuk ๐ ′dan integralkan sekali lagi.
๐ 2 ๐ ′ = ๐พ (√9 + ๐ 2 ๐ ′2 )
๐ 4 ๐ ′2 = ๐พ 2 (9 + ๐ 2 ๐ ′2 ),
๐ ′2 (๐ 4 − ๐พ 2 ๐ 2 ) = 9๐พ 2 atau ๐ ′ = √
∫ ๐๐ = ∫
9๐พ 2
3๐พ
=
2
2
2
๐ (๐ − ๐พ ) ๐√(๐ 2 − ๐พ 2 )
3๐พ ๐๐
๐√(๐ 2 − ๐พ 2 )
.
Dari tabel integral diperoleh :
๐ + ๐ผ = 3๐พ โ
cos (
1
K
arc cos
๐พ
r
๐+๐ผ
K
)=
3
r
(α = konstanta integrasi)
atau
r cos (
๐+๐ผ
) = K.
3
31
Soal-soal Latihan 2 :
Ubahlah variable bebasnya untuk memudahkan persamaan Euler dan selanjutnya tentukan
integral pertamanya.
๐ฅ2
1. ∫ ๐ฆ
3/2
๐ฅ2
2. ∫
๐๐
๐ฅ1
๐ฅ1
[๐๐ฅ/๐๐ฆ = ๐ถ/√๐ฆ 3 − ๐ถ 2 ]
๐ฅ ′2
√๐ฅ ′2 + ๐ฅ 2
๐๐ฆ
[๐ฅ 4 ๐ฆ ′2 = ๐ถ 2 (1 + ๐ฅ 2 ๐ฆ ′2 )3 ]
Tuliskan dan pecahkan persamaan Euler yang membuat integral-integral berikut stasioner.
Ubahlah variable bebasnya, jika diperlukan, untuk membuat persamaan Euler lebih mudah.
๐ฅ2
๐ฆ๐ฆ ′2
3. ∫
๐๐ฅ
′
๐ฅ1 1 + ๐ฆ๐ฆ
1
[๐ฅ = ๐๐ฆ 3/2 − ๐ฆ 2 + ๐]
2
๐ฅ2
4. ∫
√๐ ′2 + sin2 ๐ ๐๐, ๐ ′ =
๐ฅ1
๐๐
๐๐
[cot ๐ = ๐ด cos(๐ − ๐ผ )]
3.3 Persamaan Lagrange
Andaikan F adalah sebuah fungsi yang diketahui sebagai fungsi dari y, z, dy/dx,
dz/dx, dan x, dan kita ingin memperoleh dua kurva ๐ฆ = ๐ฆ(๐ฅ) dan ๐ง = ๐ง(๐ฅ) yang dapat
membuat ๐ผ = ∫ ๐น๐๐ฅ stasioner. Dengan demikian, nilai integral I bergantung pada kedua
๐ฆ(๐ฅ) dan ๐ง(๐ฅ) sehingga, dalam kasus ini, ada dua persamaan Euler, satu untuk y dan satu
untuk z, yaitu :
๐ ๐๐น
๐๐น
( ′) −
=0
๐๐ฅ ๐๐ฆ
๐๐ฆ
(3.5)
๐ ๐๐น
๐๐น
( ′) −
=0
๐๐ฅ ๐๐ง
๐๐ง
Pers.(3.5) memilki peranan penting dalam penerapannya dalam mekanika. Dalam
fisika dasar, hukum Newton II, F = ma, adalah persamaan fundamental. Dalam mekanika
lanjut, sering digunakan asumsi yang berbeda yang sering disebut Prinsip Hamilton. Asumsi
ini menyatakan bahwa setiap partikel atau sistem partikel selalu bergerak dalam suatu cara
๐ก2
yang mana ๐ผ = ∫๐ก1 ๐ฟ ๐๐ก stasioner, di mana ๐ฟ = ๐ − ๐ disebut Lagrangian, T adalah energy
kinetic, dan V adalah energy potensial dari partikel atau sistem.
Contoh 5
32
Gunakan prinsip Hamilton untuk mendapatkan persamaan gerak sebuah partikel bermassa
m yang berderak di bawah pengaruh gravitasi (dekat permukaan bumi).
Jawab :
Pertama kita rumuskan energi kinetic dan energi potensial partikel. Gunakan titik (dot) untuk
๐๐ฆ
derivatif terhadap t, yaitu ๐๐ฅ/๐๐ก = ๐ฅฬ , ๐๐ก = ๐ฆฬ , ๐ 2 ๐ฅ/๐๐ก 2 = ๐ฅฬ , ๐ 2 ๐ฆ/๐๐ก 2 = ๐ฆฬ , dan seterusnya.
Persamaan untuk T, V, dan L = T – V, adalah :
1
1
๐ = ๐๐ฃ 2 = ๐(๐ฅฬ 2 + ๐ฆฬ 2 + ๐งฬ 2 ),
2
2
๐ = ๐๐๐ง,
๐ฟ =๐−๐ =
1
๐(๐ฅฬ 2 + ๐ฆฬ 2 + ๐งฬ 2 ) − ๐๐๐ง.
2
Dalam hal ini t adalah variable bebas, x, y, dan z adalah variable terikat, dan L berkaitan erat
dengan apa yang sebelumnya disebut sebagai F. Oleh karena itu, untuk membuat ๐ผ =
๐ก2
∫๐ก1 ๐ฟ ๐๐ก stasioner, kita tuliskan persamaan Euler yang berkaitan. Ada tiga persamaan Euler,
satu untuk x, satu untuk y, dan satu untuk z. Persamaan-persamaan Euler tersebut dalam
mekanika disebut persamaan Lagrange, yaitu :
๐ ๐๐ฟ
๐๐ฟ
( )−
= 0,
๐๐ก ๐๐ฅฬ
๐๐ฅ
๐ ๐๐ฟ
๐๐ฟ
( )−
๐๐ก ๐๐ฆฬ
๐๐ฆ
= 0,
(3.6)
๐ ๐๐ฟ
๐๐ฟ
( )−
= 0.
๐๐ก ๐๐งฬ
๐๐ง
Substitusi L ke persamaan Lagrange, diperoleh :
๐
(๐๐ฅฬ ) = 0
๐๐ก
atau
๐ฅฬ = konstanta
๐
(๐๐ฆฬ ) = 0
๐๐ก
atau
๐ฆฬ = konstanta
๐
(๐๐งฬ ) + ๐๐ = 0
๐๐ก
atau
๐งฬ = −๐
Dalam medan gravitasi dekat permukaan bumi, kecepatan arah horizontal adalah konstan
dan percepatan arah vertikalnya adalah – g (sama dengan hasil penerapan hukum Newton).
33
Contoh 6
Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sebuah partikel
bermassa m dalam variabel-variabel koordinat polar r dan ๏ฑ.
Jawab :
Elemen panjang busur dalam koordinat polar adalah :
๐๐ 2
= ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 .
(3.7)
Kecepatan sebuah partikel yang bergerak adalah ๐๐ /๐๐ก, dari Pers.(3.7) diperoleh :
๐๐ 2
๐๐ 2
๐๐ 2
2
๐ฃ = ( ) = ( ) + ๐ ( ) = ๐ฬ 2 + ๐ 2 ๐ฬ 2 .
๐๐ก
๐๐ก
๐๐ก
2
Energi kinetik partikel adalah
1
2
๐๐ฃ 2, dan energi potensial paertikel adalah ๐(๐, ๐) sehingga
diperoleh :
1
1
๐ = ๐๐ฃ 2 = ๐(๐ฬ 2 + ๐ 2 ๐ฬ 2),
2
2
๐ = ๐(๐, ๐),
๐ฟ =๐−๐ =
1
๐(๐ฬ 2 + ๐ 2 ๐ฬ 2 ) − ๐(๐, ๐).
2
Persamaan Lagrange dalam variabel ๐, ๐ adalah :
๐ ๐๐ฟ
๐๐ฟ
( )−
= 0,
๐๐ก ๐๐ฬ
๐๐
๐ ๐๐ฟ
๐๐ฟ
( )−
= 0.
๐๐ก ๐๐ฬ
๐๐
Substitusi L ke persamaan Lagrange diperoleh :
๐
๐๐
(๐๐ฬ ) − ๐๐๐ฬ 2 +
= 0,
๐๐ก
๐๐
๐
๐๐
(๐๐ 2 ๐ฬ ) +
= 0.
๐๐ก
๐๐
Persamaan gerak dalam variabel ๐ adalah :
๐(๐ฬ − ๐๐ฬ 2 )
=−
๐๐
.
๐๐
(3.8)
34
Persamaan gerak dalam variabel ๐ adalah :
๐๐
๐๐
1 ๐๐
=−
.
๐ ๐๐
๐(๐ 2 ๐ฬ + 2๐๐ฬ ๐ฬ ) = −
๐๐
atau
๐(๐๐ฬ + 2๐ฬ ๐ฬ )
(3.9)
1 ๐๐
Kuantitas − ๐๐ dan − ๐ ๐๐ tidak lain adalah komponen-komponen gaya pada partikel dalam
arah ๐ dan ๐. Oleh karena itu, Pers.(3.8) dan (3.9) adalah komponen-komponen dari ma = F.
Komponen-komponen percepatannya adalah :
๐๐ = ๐ฬ − ๐๐ฬ 2
๐๐ = ๐๐ฬ + 2๐ฬ ๐ฬ .
Suku kedua dalam ๐๐ adalah percepatan sentripetal ๐ฃ 2 /๐ bila ๐ฃ = ๐๐ฬ (tanda minus memberi
arti bahwa percepatan sentripetal berarah ke pusat). Suku kedua dalam ๐๐ disebut percepatan
Coriolis.
Contoh 7
Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sebuah pendulum
sederhana (massa m digantungkan pada sebuah tali tak bermassa dengan panjang ๐ dan
berayun pada bidang vertikal).
0
Jawab :
๏ฑ
Sistem bandul diilustrasikan oleh Gambar 3.1
Energi kinetik :
1
๐ = ๐๐ฃ 2 dengan ๐ฃ = ๐๐ฬ
2
1
1
2
= ๐(๐๐ฬ ) = ๐๐ 2 ๐ฬ 2
2
2
Energi potensial dirumuskan dengan memperhatikan
bahwa energi potensial di titik ๐ lebih besar dari pada di ๐.
๐
R
P
Q
Gambar 3.1 Pendulum
๐ = ๐๐ ๐๐ − ๐๐ ๐ = ๐๐(๐ − ๐ cos ๐ ).
Lagrangian :
๐ฟ = ๐−๐ =
1 2 2
๐๐ ๐ฬ − ๐๐๐ (1 − cos ๐ ).
2
35
Persamaan gerak sistem dicari dengan menggunakan persamaan Lagrange (hanya ada satu
variabel terikat, yaitu variabel ๐ sehingga hanya ada satu persamaan Lagrange) :
๐ ๐๐ฟ
๐๐ฟ
( )−
=0
๐๐ก ๐๐ฬ
๐๐
๐
(๐๐ 2 ๐ฬ ) − (๐๐๐ sin ๐ ) = 0
๐๐ก
๐๐ 2 ๐ฬ + ๐๐๐ sin ๐ = 0
๐ฬ +
๐
sin ๐ = 0.
๐
Contoh 7
Sebuah benda berupa manik berlubang bermassa m meluncur tanpa gesekan pada sebatang
kawat berbentuk cycloid (lihat Gambar 3.2) dengan persamaan :
๐ฅ = ๐(๐ − sin ๐ ),
๐ฆ
๐ฆ = ๐(1 + cos ๐ ),
dengan ๐ : 0 ≤ ๐ ≤ 2๐
2๐
Tentukan :
a. Lagrangian
๐ฅ
b. Persamaan gerak sistem
Gambar 3.2 Manik dalam cycloid
Jawab :
๐=
1
1
๐๐ฃ 2 = ๐(๐ฅฬ 2 + ๐ฆฬ 2 )
2
2
1
1
2
2
= ๐๐2 {(1 − cos ๐ )๐ฬ } + ๐๐2 (− sin ๐ ๐ฬ )
2
2
= ๐๐2 (1 − cos ๐ )๐ฬ 2
๐ = ๐๐๐ฆ = ๐๐๐(1 + cos ๐ )
a. Lagrangian :
๐ฟ = ๐ − ๐ = ๐๐2 (1 − cos ๐ )๐ฬ 2 − ๐๐๐(1 + cos ๐ ).
b. Persamaan gerak dari sistem cycloid ini dicari dengan menggunakan persamaan
Lagrange (dalam hal ini, hanya ada satu variabel terikat, yaitu variabel ๐ saja sehingga
hanya ada satu persamaan Lagrange) :
๐ ๐๐ฟ
๐๐ฟ
( )−
=0
๐๐ก ๐๐ฬ
๐๐
36
๐ ๐
{ [๐๐2 (1 − cos ๐ )๐ฬ 2 − ๐๐๐(1 + cos ๐ )]}
๐๐ก ๐๐ฬ
−
๐
[๐๐2 (1 − cos ๐ )๐ฬ 2 − ๐๐๐(1 + cos ๐ )] = 0
๐๐
๐
{2๐๐2 (1 − cos ๐ )๐ฬ } − (๐๐2 sin ๐ ๐ฬ 2 + ๐๐๐ sin ๐) = 0
๐๐ก
๐
1
๐
{(1 − cos ๐ )๐ฬ } − sin ๐ ๐ฬ 2 −
sin ๐ = 0
๐๐ก
2
2๐
1
๐
(1 − cos ๐ )๐ฬ − sin ๐ ๐ฬ 2 −
sin ๐ = 0.
2
2๐
Soal-soal Latihan 3 :
1. Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sistem pegas
tunggal (massa m digandengkan pada sebuah pegas tak bermassa dengan konstanta pegas
๐ dan bergetar pada bidang horizontal), seperti Gambar 3.3 a.
1
1
๐
[๐ฟ = 2 ๐๐ฅฬ 2 − 2 ๐๐ฅ 2 dan ๐ฅฬ + ๐ ๐ฅ = 0]
2. Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sistem pegas
bergandeng (dua massa m digandengkan pada tiga pegas tak bermassa dengan konstanta
pegas ๐ yang sama dan bergetar pada bidang horizontal), seperti Gambar 3.3 b.
x1
k
k
x2
k
m
m
(a)
k
m
(b)
Gambar 3.3 Sistem pegas (a) Pegas tunggal dan (b) Pegas bergandeng
5. Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan
persamaan gerak sistem pendulum bergandeng,
[
seperti Gambar 3.4 (dua massa m yang sama
digantungkan pada dua buah tali tak bermassa
dengan panjang ๐ yang sama dengan sudut ๏ฑ1 dan ๏ฑ2
dan berayun pada bidang vertikal).
37
IV.
TRANSFORMASI KOORDINAT
Satu langkah penting dalam menyelesaikan suatu persoalan fisika adalah memilih
suatu sistem koordinat yang tepat. Pemilihan sistem koordinat yang tepat sering kali dapat
memudahkan pekerjaan menyelesaikan soal. Sebagai contoh, dalam membahas gerak sebuah
peluru dekat permukaan bumi, kita akan menggunakan sistem koordinat tegak lurus dengan
: ๐ฅฬ = 0, ๐ฆฬ = 0, dan zฬ = −๐, tetapi untuk gerak sebuah partikel yang bergerak melingkar
kita akan menggunakan sistem koordinat polar dengan ๐ = konstan dan ๐ฬ = percepatan sudut.
Dalam bab ini, kita akan membahas trasformasi dari satu sistem koordinat ke sistem lainnya.
Apakah kita menggunakan bahasa geometri dan mengatakan “mengubah sistem koordinat”
atau bahasa aljabar dan mengatakan “mengubah variabel”, pada dasarnya adalah sama.
4.1 Transformasi Linear
Suatu transformasi linear adalah suatu trasnformasi di mana setiap variabel baru
merupakan kombinasi linear dari variabel-variabel lamanya. Dalam dua dimensi, persamaan
transformasi ditulis :
๐ = ๐๐ฅ + ๐๐ฆ
๐ = ๐๐ฅ + ๐๐ฆ
(4.1)
di mana ๐, ๐, ๐, dan ๐ adalah konstanta.
Sebagai contoh, kita tinjau :
๐ = 5๐ฅ − 2๐ฆ
๐ = −2๐ฅ + 2๐ฆ
(4.2)
Persamaan ini dapat diinterpretasikan secara geometri dalam dua cara.
Cara pertama (Gambar 4.1)
Misalkan r dan R adalah vektor-vektor :
๐ซ = ๐ฅ๐ข + ๐ฆ๐ฃ
๐ = ๐๐ข + ๐๐ฃ
y
(4.3)
Dalam hal ini, Pers.(4.1) dan (4.2)
(x, y)
r
menyatakan tentang bagaimana
memperoleh vektor R bila vektor r
(X, Y)
R
diketahui.
x
Gambar 4.1 Interpretasi persamaan transformasi secara geometri (cara pertama)
38
Dalam bentuk matriks, Pers.(4.1) dapat ditulis sebagai :
๐
๐
( )=(
๐
๐
๐ ๐ฅ
) ( ) atau ๐
= ๐๐
๐ ๐ฆ
(4.4)
dengan ๐
, ๐, dan ๐ berlaku sebagai matriks. Matriks ๐ disebut sebagai matriks
transformasi, yang di dalamnya memuat segala informasi yang diperlukan untuk
memperoleh ๐
dari ๐.
Cara kedua (Gambar 4.2)
Misalkan kita pilih variabel baru x’ dan y’ untuk menggantikan X dan Y, maka Pers.(4.1)
menjadi :
๐ฅ ′ = ๐๐ฅ + ๐๐ฆ
๐ฆ ′ = ๐๐ฅ + ๐๐ฆ
y'
(4.5)
y
(x, y)
x'
๐ซ = ๐ซ′
x'
x
x
Gambar 4.2 Interpretasi persamaan transformasi secara geometri (cara kedua)
Di sini kita tinjau dua sumbu koordinat (๐ฅ, ๐ฆ) dan (๐ฅ′, ๐ฆ′) dan satu vektor ๐ซ = ๐ซ′ dengan
koordinat relatif untuk masing-masing sumbu :
๐ซ = ๐ฅ๐ข + ๐ฆ๐ฃ = ๐ซ ′ = ๐ฅ′๐ข′ + ๐ฆ′๐ฃ′
(4.6)
di mana ๐ข′ dan ๐ฃ′ adalah vektor-vektor satuan sepanjang sumbu ๐ฅ′ dan ๐ฆ′. Dalam hal ini,
matriks trasnformasi M menyatakan kepada kita tentang bagaimana memperoleh komponenkomponen vektor dari ๐ซ = ๐ซ′ relatif terhadap sumbu ๐ฅ′ dan ๐ฆ′ bila kita mengetahui
komponen-komponennya relatif terdadap sumbu x dan y.
4.2 Transformasi Orthogonal
Pada umumnya, sumbu x′ dan y′ dalam Pers.(4.5) dan Gambar 4.2 tidak saling tegak
lurus. Bila demikian, Pers.(4.5) merupakan persamaan rotasi dan a, b, c, d dapat ditulis dalam
bentuk sudut rotasi ๏ฑ, sehingga Pers.(4.5) menjadi :
39
๐ฅ ′ = ๐ฅ cos ๐ + ๐ฆ sin ๐
๐ฆ ′ = −๐ฅ sin ๐ + ๐ฆ cos ๐
๐ฅ′
cos ๐
( )=(
๐ฆ′
− sin ๐
atau
sin ๐ ๐ฅ
)( )
cos ๐ ๐ฆ
(4.7)
Kita akan meninjau kasus khusus dari transformasi linear yang disebut sebagai transformasi
orthogonal. Suatu ransformasi orthogonal adalah suatu transformasi linear dari ๐ฅ, ๐ฆ ke ๐ฅ′,
๐ฆ′ sedemikian hingga memenuhi :
๐ฅ 2 + ๐ฆ 2 = ๐ฅ′2 + ๐ฆ′2 .
(4.8)
Atau, dalam Gambar 4.1, Pers. 4.1 menyatakan sebuah transformasi orthogonal jika
๐ฅ 2 + ๐ฆ 2 = ๐2 + ๐2 .
(4.9)
Dari gambar terlihat bahwa syarat Pers.(4.8) dan (4.9) menyatakan bahwa panjang vektor
tidak berubah oleh suatu transformasi orthogonal. Dalam Gambar 4.1, vektor dirotasi (atau
mungkin direfleksikan) dengan panjang dijaga tetap. Dalam Gambar 4.2, sumbu dirotasi
(atau direfleksikan) sedangkan vektornya tetap. Matriks M dari sebuah transformasi
orthogonal disebut sebuah matriks orthogonal. Suatu matriks dikatakan orthogonal bila
invers matriks tersebut sama dengan matriks transpose-nya, atau akan dipenuhi :
๐๐ = ๐ −1
๐๐ ๐ = ๐ผ
atau
(4.10)
Sebagai ilustrasi, tinjau kembali Pers.(4.5), yaitu :
๐ฅ ′ = ๐๐ฅ + ๐๐ฆ
๐ฆ ′ = ๐๐ฅ + ๐๐ฆ
dengan definisi Pers.(4.8)
๐ฅ′2 + ๐ฆ′2 = (๐๐ฅ + ๐๐ฆ)2 + (๐๐ฅ + ๐๐ฆ)2
= (๐2 + ๐ 2 )๐ฅ 2 + (๐2 + ๐ 2 )๐ฆ 2 + (2๐๐ + 2๐๐ )๐ฅ๐ฆ
= ๐ฅ 2 + ๐ฆ 2.
maka haruslah :
๐๐ ๐ = (
๐
๐
๐2 + ๐ 2 = 1,
๐ ๐ ๐
) (
๐
๐
๐
๐
)=(
๐
๐
๐2 + ๐ 2 = 1,
๐ ๐
)(
๐ ๐
2
2
๐
) = (๐ + ๐
๐
๐๐ + ๐๐
๐๐ + ๐๐ = 0.
๐๐ + ๐๐ ) = (1 0)
0 1
๐2 + ๐ 2
Karena ๐๐ ๐ = ๐ผ, maka matriks M adalah matriks orthogonal.
4.3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Kita dapat memberikan interpretasi fisis untuk Gambar 4.1 dan Pers.(4.1). Misalkan,
pada bidang (๐ฅ, ๐ฆ) ditutup dengan sebuah membran tipis elastis yang dapat diregangkan,
disusutkan, atau dirotasikan (dengan sumbu tetap). Dengan demikian, setiap titik (๐ฅ, ๐ฆ) dari
membran menjadi titik-titik (๐, ๐) setelah mengalami deformasi. Pertanyaan yang muncul
adalah apakah di sana terdapat sejumlah vektor yang tidak berubah arahnya oleh deformasi
tersebut?, yaitu vektor-vektor ๐ = ๐๐ซ, dengan ๐ =konstanta. Vektor-vektor demikian
40
disebut vektor eigen (eigenvector) atau vektor karakteristik dari deformasi, dan nilai ๐
disebut nilai eigen (eigenvalues) atau nilai karakteristik dari matriks transformasi M.
Nilai Eigen
Sebagai contoh bagaimana mendapatkan nilai eigen, kita tinjau lagi Pers.(4.2), yaitu :
๐ = 5๐ฅ − 2๐ฆ
๐ = −2๐ฅ + 2๐ฆ
Dalam bentuk matriks ditulis :
๐
5 −2 ๐ฅ
( )=(
) (๐ฆ)
๐
−2 2
Dalam hal ini, ๐ = (
5 −2
).
−2 2
Vektor eigen mensyaratkan, ๐ = ๐๐ซ, dalam notasi matriks ditulis :
๐ฅ
๐๐ฅ
๐
5 −2 ๐ฅ
( )=(
) (๐ฆ) = ๐ (๐ฆ) = (๐๐ฆ)
๐
−2 2
Atau dalam bentuk terpisah ditulis :
5๐ฅ − 2๐ฆ = ๐๐ฅ
−2๐ฅ + 2๐ฆ = ๐๐ฆ
(5 − ๐)๐ฅ − 2๐ฆ = 0
−2๐ฅ + (2 − ๐)๐ฆ = 0.
atau
(4.11)
kembali dalam matriks ditulis :
(
5−๐
−2
๐ฅ
−2
) (๐ฆ) = 0.
2−๐
Agar diperoleh solusi, haruslah determinan matriks ruas kiri yang berorde-2 sama dengan
nol (solusi nontrivial).
|
5−๐
−2
−2
|=0
2−๐
Persamaan ini disebut persamaan karakteristik dari matriks M.
Cara memperoleh persamaan karakteristik dari sebuah matriks M adalah kurangkan ๐ pada
elemen-elemen diagonal utama matriks M, susun serta selesaikan determinan matriks dan
samakan dengan nol.
Perhitungan untuk ๐ menghasilkan :
(5 − ๐ )(2 − ๐ ) − 4 = 0
๐ 2 − 7๐ + 6 = 0
atau
dan diperoleh nilai eigen masing-masing :
๐ = 1 dan ๐ = 6.
Substitusi nilai ๐ ke salah satu Pers.(4.11), diperoleh :
Untuk ๐ = 1 :
4๐ฅ − 2๐ฆ = 0
atau
2๐ฅ − ๐ฆ = 0
Untuk ๐ = 6 :
−๐ฅ − 2๐ฆ = 0
atau
๐ฅ + 2๐ฆ = 0
(4.12)
41
yang masing-masing menghasilkan persamaan garis lurus melalui pusat sumbu dan setiap
vektor r terletak pada garis ini.
Untuk vektor-vektor ๐ซ = ๐ฅ๐ข + ๐ฆ๐ฃ setelah mengalami transformasi oleh transformasi
Pers.(4.2) akan menjadi ๐, di mana ๐ sejajar dengan ๐ซ. Setiap vektor ๐ซ dengan komponenkomponen ๐ฅ dan ๐ฆ yang memenuhi salah satu persamaan garis lurus dalam Pers.(4.12)
memiliki sifat ini. Jadi untuk setiap vektor ๐ซ dari titik pusat ke suatu titik pada garis lurus
๐ฅ + 2๐ฆ = 0 berubah oleh transformasi Pers.(4.2) menjadi sebuah vektor ๐ yang berarah
sama tetapi panjangnya enam kali lebih panjang, yaitu ๐ = 6๐ซ. Sedangkan, untuk setiap
vektor ๐ซ dari titik pusat ke suatu titik pada garis lurus 2๐ฅ − ๐ฆ = 0 tidak berubah oleh
transformasi yang sama, yaitu ๐ = ๐ซ. Ilustrasi kedua vektor ditunjukkan oleh Gambar 4.3.
Vektor-vektor sepanjang kedua garis ini adalah vektor-vektor eigen dari transformasi.
y
2๐ฅ − ๐ฆ = 0
๐ = 6๐ซ
๐=๐ซ
R
r
r
x
๐ฅ + 2๐ฆ = 0
Gambar 4.3 Vektor-vektor eigen dari hasil transformasi.
Pemecahan Pers.(4.12) tidak memberikan nilai tunggal untuk variabel x maupun y. Jadi
bebas dalam memilih nilai salah satu variabel ini untuk setiap nilai ๐.
Untuk ๐ = 1 :2๐ฅ − ๐ฆ = 0, pilih ๐ฅ1 = 1 sehingga ๐ฆ1 = 2,
Untuk ๐ = 6 : ๐ฅ + 2๐ฆ = 0, pilih ๐ฆ2 = 1 sehingga ๐ฅ2 = −2
Dengan demikian, vektor eigen matriks M yang dicari adalah :
๐ฅ1
1
๐1 = ( ๐ฆ ) = ( ) = (1 2)๐
1
2
dan
๐ฅ2
−2
๐2 = ( ๐ฆ ) = ( ) = (−2 1)๐
2
1
Selanjutnya perlu diketahui apakah kedua vektor eigen ini orthogonal? Syarat orthogonal
adalah : ๐1 ๐ ๐2 = 0. Dalam hal ini, kedua vektor ini orthogonal, karena :
1 ๐ −2
−2
๐1 ๐ ๐2 = ( ) ( ) = (1 2) ( ) = −2 + 2 = 0.
2
1
1
42
Bila kedua vektor eigen ini orthogonal, perlu dinormalisasi sama dengan satu (karena besar
atau panjang vektor eigen tidak ditentukan).
Mengingat bahwa :
vektor satuan =
vektor
panjang vektor
diperoleh besar atau panjang vektor eigen : √12 + 22 = √5, masing-masing untuk ๐ = 1,
dan ๐ = 6.
Dan dengan menggunakan syarat normalisasi, yaitu: ๐ฅ๐ 2 + ๐ฆ๐ 2 = 1, dengan i = 1, 2, …,
diperoleh komponen-komponen vektor eigen ternormalisasi :
๐=1
๐=6
โถ ๐ฅ1 =
โถ ๐ฅ2 = −
1
√5
2
√5
,
,
๐ฆ1 =
๐ฆ2 =
2
√5
1
√5
,
1⁄
sehingga diperoleh ฬ
๐1 = [ √5 ]
2⁄
√5
,
−2⁄
√5 ]
sehingga diperoleh ฬ
๐2 = [
1⁄
√5
ฬ
๐1 dan ฬ
๐2 masing-masing adalah vektor eigen ternormalisasi. Selanjutnya, himpunan vektor
orthogonal yang ternormalisasi ini disebut himpunan vektor orthonormal.
Secara umum, langkah-langkah dalam mencari nilai eigen dan vektor eigen dari
๐11 ๐12
matriks transformasi (orde 2), ๐ = (๐
), adalah sebagai berikut :
21 ๐22
๐11
1. Mulai dari ๐ = ๐๐ซ, selanjutnya diperoleh (๐
21
๐11 − ๐
2. Bentuk matriks โถ ( ๐
21
๐12 ๐ฅ
๐ฅ
)
(
)
=
๐
(
๐22 ๐ฆ
๐ฆ).
๐12
๐ฅ
๐22 − ๐ ) (๐ฆ) = 0 dan persamaan terpisahnya.
๐11 − ๐
3. Cari persamaan karakteristik matriks ๐, yaitu โถ | ๐
21
๐12
๐22 − ๐ | = 0.
4. Cari nilai ๐๐๐๐๐, yaitu ๐1 dan ๐2 .
5. Substitusi masing − masing ๐1 dan ๐2 ke persamaan terpisah pada langkah 2.
6. Dari persamaan garis, pilih ๐ฅ1 , ๐ฆ1 dan pilih ๐ฅ2 , ๐ฆ2 hingga vektor ๐๐๐๐๐ diperoleh
.
7. Terapkan syarat orthogonal dan normalisasi.
Soal-soal Latihan 1 :
Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks-matriks berikut :
43
1
1. (
2
2
2. (
2
3
)
2
Jawab :
๐1 = 4 (1, 1)
๐2 = −1 (3, −2)
3. (
3 −2
)
−2 0
2
)
−1
(0, 0, 1)
๐1 = 1
2 3 0
4. (3 2 0) Jawab : ๐2 = −1 (1, −1, 0)
๐3 = 5
(1, 1, 0)
0 0 1
−1 2 1
5. ( 2 3 0)
1 0 3
4.4 Pendiagonalan Matriks
Tinjau kembali Pers.(4.11), yaitu :
5๐ฅ − 2๐ฆ = ๐๐ฅ
−2๐ฅ + 2๐ฆ = ๐๐ฆ
Substitusi ๐1 = 1, dan ๐2 = 6 ke persamaan diperoleh :
5๐ฅ1 − 2๐ฆ1 = ๐ฅ1
−2๐ฅ1 + 2๐ฆ1 = ๐ฆ1
5๐ฅ2 − 2๐ฆ2 = 6๐ฅ2
−2๐ฅ2 + 2๐ฆ2 = 6๐ฆ2
dan
(4.13)
Dalam notasi matriks, keempat persamaan dalam Pers.(4.13) dapat ditulis :
๐ฅ1 ๐ฅ2 1 0
5 −2 ๐ฅ1 ๐ฅ2
(
) (๐ฆ ๐ฆ ) = (๐ฆ ๐ฆ ) (
)
1
2
1
2
0 6
−2 2
(4.14
)
dan telah diperoleh :
๐ฅ1 =
1
√5
,
๐ฆ1 =
2
๐ฅ2 = −
dan
√5
2
√5
,
๐ฆ2 =
1
√5
sehingga Pers.(4.14) menjadi :
1
5 −2 √5
(
)
2
−2 2
( √5
−
2
1
√5
1
=
√5 )
√5
2
−
( √5
2
√5 1 0
(
).
1
0 6
(4.14๐)
√5 )
Dengan
1
5 −2
๐=(
),
−2 2
๐ถ=
√5
2
( √5
−
2
√5 ,
1
1
๐ท=(
0
0
)
6
√5 )
diperoleh ungkapan
๐๐ถ = ๐ถ๐ท
(4.15)
Perlu diselidiki apakah matriks C punya invers atau deteminan C tidak sama dengan nol?
44
1
det ( ๐ถ) = ||√5
2
−
√5
2
√5| = (1 + 4) = 1 ≠ 0, jadi ๐ถ punya ๐๐๐ฃ๐๐๐ .
1 |
5 5
√5
Kalikan Pers.(4.15) dengan ๐ถ ′ dari sebelah kiri, diperoleh :
๐ถ ′๐๐ถ = ๐ถ ′๐ถ๐ท
Karena ๐ถ ′๐ถ = ๐ผ akhirnya diperoleh :
๐ถ ′๐๐ถ = ๐ท
(4.16)
Matriks D disebut similar dengan M, dan bila mencari D dengan M diketahui maka dapat
dikatakan bahwa M dapat didiagonalisasi dengan transformasi similaritas. Untuk mencari D
hanya perlu memecahkan persamaan karakteristik matriks M (dengan metode determinan :
yaitu diagonal utama ๐ − ๐).
Urutan diagonal utama matriks D dapat dibalik dan Pers.(4.14) dapat ditulis sebagai :
(
5 −2 ๐ฅ2
) (๐ฆ
2
−2 2
๐ฅ1
๐ฅ2
๐ฆ1 ) = (๐ฆ2
๐ฅ1 6 0
๐ฆ1 ) (0 1)
dan Pers.(4.16) akan terpenuhi dengan C yang berbeda.
Arti fisis dari C dan D
Tinjau dua sumbu koordinat (๐ฅ, ๐ฆ) dan (๐ฅ′, ๐ฆ′) dengan sumbu (๐ฅ′, ๐ฆ′) dirotasi sejauh
๐ dari sumbu (๐ฅ, ๐ฆ), seperti Gambar 4.4. Koordinat-koordinat (๐ฅ, ๐ฆ) dan (๐ฅ′, ๐ฆ′) dari satu
titik (atau komponen-komponen dari satu vektor ๐ซ = ๐ซ′ ) relatif terhadap kedua sistem yang
dihubungkan dengan Pers.(4.7). yaitu :
๐ฅ ′ = ๐ฅ cos ๐ + ๐ฆ sin ๐
๐ฆ ′ = −๐ฅ sin ๐ + ๐ฆ cos ๐
Pemecahan Pers.(4.7) untuk ๐ฅ dan ๐ฆ, diperoleh :
๐ฅ = ๐ฅ′ cos ๐ − ๐ฆ′ sin ๐
๐ฆ = ๐ฅ′ sin ๐ + ๐ฆ′ cos ๐
(4.17)
Dalam notasi matriks ditulis :
cos ๐
๐ = ๐ถ ๐′ dengan ๐ถ = (
sin ๐
− sin ๐
)
cos ๐
(4.18)
Andaikan ada vektor lain ๐ = ๐′ dengan komponen-komponen ๐, ๐ dan ๐′, ๐′, komponenkomponen ini dihubungkan oleh :
๐
= ๐ถ ๐
′
(4.19)
45
๐ฆ′
๐ฆ
๐ซ = ๐ซ′
๐ฅ′
๐ = ๐′
๐
๐ฅ
Gambar 4.4 Ilustrasi untuk memahami pengertian C dan D.
Sekarang misalkan M adalah matriks yang menggambarkan deformasi bidang dalam sistem
(๐ฅ, ๐ฆ), maka persamaan :
๐
=๐๐
(4.20)
menyatakan bahwa vektor ๐ซ menjadi vektor ๐ setelah deformasi relatif terhadap sumbu
(๐ฅ, ๐ฆ).
Bagaimana halnya dengan deformasi dalam sistem (๐ฅ′, ๐ฆ′), atau matriks apakah yang
mengubah ๐ซ′ menjadi ๐′? Substitusi Pers.(4.18) dan (4.19) ke dalam Pers.(4.20), diperoleh :
๐ถ ๐
′ = ๐๐ถ ๐ ′
atau
๐
′ = ๐ถ ′๐๐ถ ๐ ′
dengan Pers.(4.16), diperoleh :
๐
′ = ๐ท ๐ ′
Jadi deformasi dalam sistem (๐ฅ′, ๐ฆ′) oleh matriks ๐ท = ๐ถ ′๐๐ถ sedangkan deformasi dalam
sistem (๐ฅ, ๐ฆ) oleh matriks ๐.
Selanjutnya, jika matriks C yang dipilih untuk membuat ๐ท = ๐ถ ′๐๐ถ adalah sebuah
matriks diagonal, maka sumbu baru (๐ฅ′, ๐ฆ′) terletak sepanjang arah vektor eigen M. Lihat
kembali Pers.(4.14), kolom-kolom dari matriks C adalah komponen-komponen vektor eigen
satuan. Jika vektor-vektor eigen saling tegak lurus, maka sumbu baru (๐ฅ′, ๐ฆ′) sepanjang arah
vektor eigen merupakan sumbu tegak lurus yang dirotasikan dari sumbu (๐ฅ, ๐ฆ) sejauh sudut
๐, seperti Gambar 4.5. Vektor-vektor eigen satuan artinya |๐ซ1 | = 1 dan |๐ซ2 | = 1. Dari
gambar diperoleh :
๐ฅ1 = |๐ซ1 | cos ๐ = cos ๐,
๐ฆ1 = |๐ซ1 | sin ๐ = sin ๐,
๐ฅ1
๐ถ = (๐ฆ
1
๐ฅ2 = −|๐ซ2 | sin ๐ = −sin ๐,
๐ฆ2 = |๐ซ2 | cos ๐ = cos ๐,
๐ฅ2
cos ๐
๐ฆ2 ) = ( sin ๐
− sin ๐
).
cos ๐
Jadi matriks C yang mendiagonalisasi M adalah matriks rotasi C dalam Pers.(4.18) bila
sumbu (๐ฅ′, ๐ฆ′) sepanjang arah vektor eigen M.
46
๐ฆ
๐ฅ′
๐ฆ′
(๐ฅ1 , ๐ฆ1 )
(๐ฅ2 , ๐ฆ2 )
|๐ซ1 | = 1
|๐ซ2 | = 1
๐ฆ1
๐
๐ฅ
๐ฅ1
Gambar 4.5 Ilustrasi untuk vektor-vektor eigen saling tegak lurus.
Matriks diagonal D menggambarkan deformasi, relatif terhadap sumbu baru. Sebagai
contoh, kita peroleh :
๐
′ = ๐ท ๐ ′
1 0 ๐ฅ′
(๐′) = (
)( )
0 6 ๐ฆ′
๐′
atau
atau
(4.21)
′
′
′
๐ =๐ฅ ,
๐ =6๐ฆ
′
Pers.(4.21) menyatakan bahwa, dalam sistem (๐ฅ′, ๐ฆ′), setiap titik (๐ฅ′, ๐ฆ′) memiliki koordinat
๐ฅ′-nya yang tidak berubah oleh deformasi dan koordinat ๐ฆ′-nya dikalikan dengan 6, sehingga
deformasi secara ringkas merupakan sebuah tarikan dalam arah ๐ฆ′.
4.5 Penggunaan Pendiagonalan Matriks
Penggunaan pendiagonalan matriks (proses diagonalisasi) yang sederhana adalah
pada persamaan conic (elips atau hiperbola) yang pusatnya adalah pada titik asal sumbu,
dengan bentuk umum persamaannya adalah :
๐ด ๐ฅ 2 + 2๐ป๐ฅ๐ฆ + ๐ต๐ฆ 2 = ๐พ
(4.22)
dengan ๐ด, ๐ป, ๐ต, dan ๐พ adalah sustu konstanta.
Dalam matriks ditulis sebagai :
(๐ฅ
๐ฆ) ( ๐ด
๐ป
๐ป ๐ฅ
)( ) = ๐พ
๐ต ๐ฆ
atau
(๐ฅ
๐ฅ
๐ฆ )๐ ( ) = ๐พ
๐ฆ
(4.23)
๐ด
๐engan ๐ = (
๐ป
๐ป
)
๐ต
47
Tinjau kembali Gambar 4.4, misalkan sumbu (๐ฅ′, ๐ฆ′) dirotasi dari sumbu (๐ฅ, ๐ฆ) sejauh ๏ฑ,
sehingga koordinat titik (๐ฅ, ๐ฆ) dan (๐ฅ′, ๐ฆ′) dihubungkan oleh persamaan :
๐ฅ = ๐ฅ′ cos ๐ − ๐ฆ′ sin ๐
๐ฆ = ๐ฅ′ sin ๐ + ๐ฆ′ cos ๐
Dalam notasi matriks ditulis :
๐ฅ
cos ๐
(๐ฆ) = (
sin ๐
atau
− sin ๐ ๐ฅ′
)( )
๐ฆ′
cos ๐
๐ฅ
๐ฅ′
cos ๐
(๐ฆ) = ๐ถ ( ) dengan ๐ถ = (
๐ฆ′
sin ๐
− sin ๐
).
cos ๐
(4.24)
Mengingat bahwa (๐ด๐ต)๐ = ๐ต๐ ๐ด๐ maka Pers.(4.24) menjadi :
๐ฆ) = (๐ฅ′ ๐ฆ′) ( cos ๐
−sin ๐
(๐ฅ
(๐ฅ
sin ๐
) atau
cos ๐
(4.25)
๐ฆ) = (๐ฅ′ ๐ฆ′) ๐ถ ๐ = (๐ฅ′ ๐ฆ′) ๐ถ −1
Persamaan suku terakhir dari Pers.(4.25) diperoleh karena C adalah matriks orthogonal,
yaitu berlaku hubungan : ๐ถ ๐ = ๐ถ −1.
Substitusi Pers.(4.24) dan (4.25) ke Pers.(4.23), diperoleh :
๐ฅ
(๐ฅ ๐ฆ )๐ ( ๐ฆ ) = ๐พ
๐ฅ′
(๐ฅ′ ๐ฆ′) ๐ถ −1๐ ๐ถ ( ) = ๐พ
๐ฆ′
(4.26)
dalam hal ini, ๐ท = ๐ถ −1 ๐ ๐ถ. Jadi jika C adalah matriks yang mendiagonalisasi M, maka
Pers.(4.36) adalah persamaan konik relatif terhadap sumbu baru.
Contoh 4.1
Tinjau persamaan konik : 5๐ฅ 2 − 4๐ฅ๐ฆ + 2๐ฆ 2 = 30. Rotasikan persamaan ini ke sumbu baru.
Jawab :
Persamaan konik 5๐ฅ 2 − 4๐ฅ๐ฆ + 2๐ฆ 2 = 30 dalam notasi matriks ditulis :
(๐ฅ
๐ฅ
๐ฆ) ( 5 −2) ( ) = 30
๐ฆ
−2 2
5 −2
sehingga diperoleh ๐ = (
), dan sebelumnya telah diperoleh bahwa nilai eigennya
−2 2
adalah ๐ = 1 dan ๐ = 6, juga telah diperoleh bahwa :
1 0
๐ถ −1 ๐ ๐ถ = ๐ท = (
).
0 6
48
Dengan demikian, persamaan konik Pers.(4.26) relatih terhadap sumbu baru adalah :
(๐ฅ ′
๐ฅ′
๐ฆ ′) (1 0) ( ′) = 30
0 6 ๐ฆ
atau
๐ฅ′2 + 6๐ฆ′2 = 30.
(4.27)
Amati bahwa perubahan urutan 1 dan 6 dalam D akan memberikan 6๐ฅ′2 + ๐ฆ′2 = 30 sebagai
persamaan baru dari persamaan elips Pers.(4.27). Hal ini adalah cara sederhana dalam saling
menukarkan sumbu antara sumbu ๐ฅ′ dan sumbu ๐ฆ′.
Dengan membandingkan matriks C, yaitu matriks vektor eigen satuan Pers.(4.15) dengan
matriks rotasi Pers.(4.18), terlihat bahwa sudut rotasi ๏ฑ dari sumbu semula (๐ฅ, ๐ฆ) ke sumbu
baru (๐ฅ′, ๐ฆ′) adalah :
๐ = cos −1
1
√5
..
Perlu juga diketahui bahwa matriks M dapat didiagonalisasi dengan transformasi similaritas
๐ถ −1 ๐ ๐ถ dengan C matriks orthogonal, jika dan hanya jika M adalah matriks simetris.
Contoh 4.2
Rotasi persamaan kuadrik : ๐ฅ 2 + 6๐ฅ๐ฆ − 2๐ฆ 2 − 2๐ฆ๐ง + ๐ง 2 = 24 ke sumbu baru.
Jawab :
Persamaan kuadrik : ๐ฅ 2 + 6๐ฅ๐ฆ − 2๐ฆ 2 − 2๐ฆ๐ง + ๐ง 2 = 24 dalam notasi matriks ditulis :
(๐ฅ
๐ฆ
๐ฅ
1 3
0
๐ง) (3 −2 −1) (๐ฆ) = 24
๐ง
0 −1 1
Persamaan karakteristik dari matriks ini adalah :
1−๐
| 3
0
−2 − ๐
(1 − ๐ ) |
−1
3
−2 − ๐
−1
0
−1 | = 0
1−๐
−1
3
−1
|− 3|
|=0
0 1−๐
1−๐
(1 − ๐ )[(−2 − ๐ )(1 − ๐ ) − 1] − 3[3(1 − ๐ )] = 0
๐ 3 − 13๐ + 12 = 0
(๐ − 1)(๐ + 4)(๐ − 3) = 0
Nilai eigen : ๐ = 1, ๐ = −4, ๐ = 3.
Persamaan kuadrik relatif terhadap sumbu baru sumbu baru (๐ฅ′, ๐ฆ′) adalah :
1 0 0 ๐ฅ′
(๐ฅ′ ๐ฆ′ ๐ง′) (0 −4 0) (๐ฆ′) = 24
0 0 3 ๐ง′
atau
๐ฅ′2 − 4๐ฆ′2 + 3๐ง′2 = 24.
49
Salah satu dari vektor eigen dapat dicari dengan mensubstitusi nilai eigen ๐ = 1 ke dalam
persamaan :
๐๐ฅ
๐ฅ
1 3
0
(3 −2 −1) (๐ฆ) = (๐๐ฆ)
๐๐ง
๐ง
0 −1 1
dan memecahkannya untuk nilai x, y, dan z.
Dengan demikian, ๐ข๐ฅ + ๐ฃ ๐ฆ + ๐ค ๐ง adalah vektor eigen yang berkaitan dengan ๐ = 1, dan
membaginya dengan besarnya diperoleh vektor eigen satuan. Dengan mengulang-ulang
proses ini untuk nilai-nilai eigen yang lain, diperoleh ke tiga vektor eigen satuan berikut :
Untuk ๐ = 1 diperoleh (
1
3
)
√10
5
1
)
Untuk ๐ = −4 diperoleh (−
,
,
√35 √35 √35
3
2
1
).
Untuk ๐ = 3 diperoleh (−
,−
,
√14 √14 √14
√10
3
, 0,
Dengan demikian, matriks rotasi C adalah :
1
√10
๐ถ=
0
3
(√10
−
3
√35
5
√35
1
√35
−
−
3
√14
2
√14
1
√14
.
)
Harga atau nilai dalam C adalah cosinus dari 9 sudut di antara sumbu (๐ฅ, ๐ฆ) dan (๐ฅ′, ๐ฆ′).
Soal-soal Latihan 2 :
Rotasikan persamaan konik atau kuadrik berikut ke sumbu baru.
1. 2๐ฅ 2 + 4๐ฅ๐ฆ − ๐ฆ 2 = 24 [Jawab : 3๐ฅ′2 − 2๐ฆ′2 = 24]
3. 3๐ฅ 2 + 8๐ฅ๐ฆ − 3๐ฆ 2 = 8
2. 8๐ฅ 2 + 8๐ฅ๐ฆ + 2๐ฆ 2 = 35 [Jawab : 10๐ฅ′2 = 35]
4.
5๐ฅ 2 + 3๐ฆ 2 + 2๐ง 2 + 4๐ฅ๐ง =
14
5. ๐ฅ 2 + ๐ฆ 2 + ๐ง 2 + 4๐ฅ๐ฆ + 2๐ฅ๐ง − 2๐ฆ๐ง = 12 [Jawab : 3๐ฅ′2 + √3๐ฆ′2 − √3๐ง′2 = 12]
6. ๐ฅ 2 + 3๐ฆ 2 + 3๐ง 2 + 4๐ฅ๐ฆ + 4๐ฅ๐ง = 60
4.6 Koordinat Lengkung
Sebelum pembahasan tentang perubahan variabel atau transformasi koordinat perlu
dibahas mengenai sifat-sifat dari sistem koordinat seperti sistem koordinat tegak lurus
(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง) dan sistem koordinat silindris (๐, ๐, ๐ง).
50
Elemen-elemen dari panjang busur ds dari kedua sistem koordinat diberikan oleh :
๐๐ 2 = ๐๐ฅ 2 + ๐๐ฆ 2 + ๐๐ง 2 untuk sistem koordinat tegak lurus
๐๐ 2 = ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 + ๐๐ง 2 untuk sistem koordinat silindris
(4.28)
dengan ds adalah elemen garis atau lintasan.
Sebagai contoh, tinjau Gambar 4.6, yaitu koordinat polar dalam bidang.
y
dr
ds
rd๏ฑ
(๐, ๐)
d
๏ฑ
๏ฑ
x
Gambar 4.6 Ilustrasi untuk koordinat polar dalam bidang.
Menurut teorema Pythagoras :
๐๐ 2 = ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 .
Metode untuk memperoleh ๐๐ 2 untuk koordinat silindris adalah dari persamaan-persamaan
:
๐ฅ = ๐ cos ๐,
๐ฆ = ๐ sin ๐,
๐ง=๐ง
(4.29)
dan diperoleh :
๐๐ฅ = cos ๐ ๐๐ − ๐ sin ๐ ๐๐
๐๐ฆ = sin ๐ ๐๐ + ๐ cos ๐ ๐๐
(4.29๐)
๐๐ง = ๐๐ง
Kuadratkan masing-masing Pers.(4.29a) dan jumlahkan hasilnya, diperoleh :
๐๐ 2 = ๐๐ฅ 2 + ๐๐ฆ 2 + ๐๐ง 2 = ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 + ๐๐ง 2 .
(4.30)
Sistem koordinat ini disebut sistem orthogonal, yang berarti permukaan-permukaan
koordinat benar-benar saling tegak lurus.
51
Pada sistem silindris (Gambar 4.7),
z
permukaan koordinat adalah r = konstan
๐๐ง
(bentuk silindris konsentrik), ๏ฑ = konstan
๐๐
r
(bentuk bidang-bidang setengah), dan z =
๐๐
konstan (bentuk bidang-bidang). Ketiga
z
y
permukaan ini melalui sebuah irisan titik
pada sudut kanan. Ketiga kurva irisan dari
permukaan koordinat berpasangan saling
potong pada sudut kanan, kurva-kurva ini
x
๏ฑ
Gambar 4.7 Sistem koordinat silindris
disebut garis-garis koordinat atau arah
koordinat. Vektor-vektor satuan untuk arah koordinat pada sistem silindris ditandai dengan
๐๐ , ๐๐ , ๐๐ง (๐๐ง identik dengan ๐ค) yang membentuk sudut tegak lurus seperti ๐ข, ๐ฃ, ๐ค.
Pembahasan sistem koordinat seperti ini akan mengarah pada sistem koordinat lengkung
atau koordinat cuvalinear apabila permukaan koordinatnya bukan bidang dan garis
koordinatnya berupa kurva bukan garis lurus.
4.7 Faktor Skala dan Vektor Basis untuk Sistem Orthogonal
Pada sistem tegak lurus, jika x, y, z adalah koordinat-koordinat sebuah partikel dan x
berubah dengan dx dengan y dan z konstan, maka jarak perpindahan partikel adalah ds = dx.
Sedangkan, pada sistem silindris, jika ๏ฑ berubah dengan d๏ฑ dengan r dan z konstan, maka
jarak perpindahan partikel bukan d๏ฑ tetapi ds = r d๏ฑ (r = faktor skala). Faktor-faktor seperti
r, dalam r d๏ฑ, dikalikan dengan diferensial (d๏ฑ) untuk memperoleh jarak disebut faktorfaktor skala dan sangat penting untuk diperhatikan. Kembali pada Pers.(4.30), jika
transformasinya orthogonal, maka faktor-faktor skala dapat dikeluarkan. Untuk sistem
silindris (๐๐ 2 = ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 + ๐๐ง 2) pd Pers.(4.30), faktor-fakor skala-nya adalah 1, r, 1.
Tinjau sebuah vektor ๐๐ฌ dengan komponen-komponen dr, r d๏ฑ, dan dz dalam arah-arah
koordinat ๐๐ , ๐๐ , dan ๐๐ง :
๐๐ฌ = ๐๐ ๐๐ + ๐๐ ๐๐๐ + ๐๐ง ๐๐ง
(4.31)
sehingga
๐๐ 2 = ๐๐ฌ โ ๐๐ฌ = ๐๐ 2 + ๐ 2 ๐๐ 2 + ๐๐ง 2 [sama seperti Pers. (4.28)],
karena vektor-vektor ๐ adalah orthogonal dan panjangnya satu satuan.
Kita dapat mencari hubungan vektor-vektor basis (terkadang disebut vektor satuan)
dari sistem koordinat lengkung (๐๐ , ๐๐ , ๐๐ง dalam sistem silindris) dan ๐ข, ๐ฃ, ๐ค. Hal ini akan
52
bermanfaat bila kita ingin mendiferensialkan sebuah vektor yang dinyatakan dalam bentuk
vektor-vektor satuan koordinat lengkung. Untuk jelasnya ๐ข, ๐ฃ, ๐ค adalah konstan dalam besar
dan arah, sedangkan ๐๐ , ๐๐ arahnya tidak menentu sehingga derivatifnya tidak sama dengan
nol. Secara aljabar, untuk mencari sistem koordinat silindris yang terkait dengan sistem
tegak lurus adalah sebagai berikut :
๐๐ฌ = ๐ข ๐๐ฅ + ๐ฃ ๐๐ฆ + ๐ค ๐๐ง
=๐ข (
๐๐ฅ
๐๐ฅ
๐๐ฆ
๐๐ฆ
๐๐ +
๐๐) + ๐ฃ ( ๐๐ +
๐๐) + ๐ค ๐๐ง
๐๐
๐๐
๐๐
๐๐
(4.32)
Bandingkan Pers.(4.32) dengan Pers.(4.31), dan dengan menggunakan hubungan :
๐ฅ = ๐ cos ๐
๐๐ฅ ⁄๐๐ = cos ๐
๐๐ฅ ⁄๐๐ = −๐ sin ๐
๐ฆ = ๐ sin ๐
๐๐ฅ ⁄๐๐ = sin ๐
๐๐ฅ ⁄๐๐ = −๐ cos ๐
diperoleh :
๐๐ = ๐ข
๐๐๐ = ๐ข
๐๐ฅ
๐๐
๐๐ฅ
๐๐
+๐ฃ
+๐ฃ
๐๐ฆ
๐๐
๐๐ฆ
๐๐
= ๐ข cos ๐ + ๐ฃ sin ๐,
= −๐ข ๐ sin ๐ + ๐ฃ ๐ cos ๐,
(4.33)
๐๐ง = ๐ค.
Untuk lebih mudahnya, vektor basis biasanya dilambangkan dengan ๐๐ , ๐๐ . Dari Pers.(4.33)
diperoleh :
๐๐ = ๐๐ adalah jelas sebuah vektor satuan (kerena cos 2 ๐ + sin2 ๐ = 1)
๐๐ = ๐๐๐ = −๐ข ๐ sin ๐ + ๐ฃ ๐ cos ๐, memiliki panjang |๐๐ | = ๐ shg vektor satuan :
๐๐ =
๐
๐ = −๐ข sin ๐ + ๐ฃ cos ๐
๐ซ ๐
Dalam hal ini, vektor satuan ๐๐ diperoleh dengan cara membagi vektor basis ๐๐๐ dengan ๐,
(๐ = faktor skala). Dengan demikian, vektor satuan jelas memiliki faktor skala = 1,
sedangkan vektor basis dapat memiliki faktor skala ≠1.
Kita dapat menggunakan perumusan sebelumnya untuk mendapatkan kecepatan dan
percepatan partikel dalam koordinat silindris dan juga untuk sistem koordinat lainnya.
Dalam koordinat silindris (Gambar 4.8), pergeseran partikel dari titik asal pd saat t adalah :
53
๐ฌ = ๐๐๐ + ๐ง๐๐ง .
z
maka
๐๐ฌ ๐๐
๐
๐๐ง
=
๐ ๐ + ๐ (๐ ๐ ) + ๐ ๐ง .
๐๐ก ๐๐ก
๐๐ก
๐๐ก
๐ฌ
๐ง๐๐ง
Permasalahannya adalah :
๏ฑ
๐
(๐ )
๐๐ก ๐
y
๐๐๐
x
karena
๐๐
= ๐ฬ
๐๐ก
dan
๐๐ง
= ๐งฬ
๐๐ก
Gambar 4.8 Pergeseran partikel dari titik
asal pada saat t dalam sistem
koordinat silindris
Dengan Pers.(4.33),
๐
๐
๐๐
๐๐
๐๐
(๐๐ ) = (๐ข cos ๐ + ๐ฃ sin ๐ ) = −๐ข sin ๐
+ ๐ฃ cos ๐
= ๐๐
= ๐๐ ๐ฬ ,
๐๐ก
๐๐ก
๐๐ก
๐๐ก
๐๐ก
sehingga diperoleh :
๐๐ฌ
= ๐ฬ ๐๐ + ๐๐ฬ ๐๐ + ๐งฬ ๐๐ง .
๐๐ก
Percepatannya dapat dicari dengan cara mendiferensialkan persamaan terakhir terhadap t,
๐
dan terapkan Pers.(4.33) untk mendapatkan ๐๐ก (๐๐ ). Bila dikerjakan, diperoleh hasil akhir :
๐2๐ฌ
= (๐ฬ − ๐๐ฬ 2 )๐๐ + (๐ฬ ๐ฬ + ๐๐ฬ )๐๐ + ๐งฬ ๐๐ง .
๐๐ก 2
4.8 Koordinat Lengkung Umum
Pada umumnya, pemakaian kumpulan koordinat (variabel) ๐ฅ1 , ๐ฅ2 , ๐ฅ3 lebih diminati.
Sebagai contoh, untuk sistem tegak lurus ๐ฅ1 = ๐ฅ, ๐ฅ2 = ๐ฆ, ๐ฅ3 = ๐ง, silindris ๐ฅ1 = ๐, ๐ฅ2 = ๐,
๐ฅ3 = ๐ง, dengan demikian, ketiga permukaan koordinat adalah ๐ฅ1 = ๐ฅ2 = ๐ฅ3 =kontanta.
Ketiganya melalui sebuah titik temu dalam ketiga garis koordinat. Bila ๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง sebagai fungsi
๐ฅ1 , ๐ฅ2 , ๐ฅ3 , pertama kita cari ๐๐ 2 sebagaimana yang diperoleh untuk sistem silindris [Lihat
derivatif Pers.(4.30) dari (4.29)].
Selanjutnya, jika sistem koordinat diketahui orthogonal, ๐๐ 2 akan berbentuk :
3
2
๐๐ =
โ12
๐๐ฅ12
+
โ22
๐๐ฅ22
+
โ32
๐๐ฅ32
= ∑ โ๐2 ๐๐ฅ๐2 .
(4.34)
๐=1
dengan h adalah faktor skala.
Vektor pergeseran ๐๐ฌ dapat ditulis sebagai [Bandingkan dengan Pers.4.31)] :
54
3
๐๐ฌ = ๐1 โ1 ๐๐ฅ1 + ๐2 โ2 ๐๐ฅ2 + ๐3 โ3 ๐๐ฅ3 = ∑ ๐๐ โ๐ ๐๐ฅ๐ ,
(4.35)
๐=1
dengan ๐ adalah vektor satuan dalam arah koordinat.
Elemen volume ๐๐ dalam sistem orthogonal adalah :
๐๐ = โ1 โ2 โ3 ๐๐ฅ1 ๐๐ฅ2 ๐๐ฅ3
dengan sisi-sisi โ1 ๐๐ฅ1 , โ2 ๐๐ฅ2 , โ3 ๐๐ฅ3 .
Sebagai contoh, elemen volume untuk sistem tegak lurus adalah : ๐๐ = ๐๐ฅ ๐๐ฆ ๐๐ง dan untuk
silindris ๐๐ = ๐๐ ๐๐๐ ๐๐ง.
Jika sistem koordinat tidak orthogonal, Pers.(4.34) tidak berlaku dan ungkapan untuk
๐๐ 2 akan berbentuk :
๐๐ 2 = ๐11 ๐๐ฅ12 + ๐12 ๐๐ฅ1 ๐๐ฅ2 + ๐13 ๐๐ฅ1 ๐๐ฅ3
+๐21 ๐๐ฅ2 ๐๐ฅ1 + ๐22 ๐๐ฅ22 + ๐23 ๐๐ฅ2 ๐๐ฅ3
(4.36)
+๐31๐๐ฅ3 ๐๐ฅ1 + ๐32 ๐๐ฅ3 ๐๐ฅ2 + ๐33 ๐๐ฅ32
dengan ๐๐๐ adalah koefisien-koefisien yang muncul dalam perhitungan ๐๐ฅ 2 + ๐๐ฆ 2 + ๐๐ง 2 .
Perumusan yang lebih ringkas, Pers.(4.36) ditulis :
3
3
2
๐๐ = ∑ ∑ ๐๐๐ ๐๐ฅ๐ ๐๐ฅ๐ .
(4.37)
๐=1 ๐=1
Atau dalam notasi matriks, ditulis :
2
๐๐ = (๐๐ฅ1
๐๐ฅ2
๐11
๐๐ฅ3 ) (๐21
๐31
๐12
๐22
๐32
๐13 ๐๐ฅ1
๐23 ) (๐๐ฅ2 )
๐33 ๐๐ฅ3
(4.38)
kuantitas ๐๐๐ berbentuk tensor yang dikenal sebagai tensor metrik.
Sekarang, jika sistem koordinatnya orthogonal, maka
๐๐ 2 = ๐11 ๐๐ฅ12 + ๐22 ๐๐ฅ22 + ๐33 ๐๐ฅ32
(4.39)
[Dalam bahasa matriks, ๐๐๐ adalah matriks diagonal.]
Dalam bentuk faktor skala, dari Pers.(4.34) diperoleh :
๐11 = โ12 ,
๐11 = โ12 ,
๐11 = โ12
๐12 = ๐13 = ๐21 = ๐23 = ๐31 = ๐33 = 0
(4.39a)
untuk sistem koordinat orthogonal.
Soal-soal Latihan 3 :
1. Carilah ๐๐ 2 , faktor skala, ๐๐ฌ, elemen volume (๐๐) kemudian tentukan vektor basis (๐๐ ,
๐๐ , ๐๐ง ) dan vektor satuan (๐๐ , ๐๐ , ๐๐ง ) dari koordinat bola.
55
Petunjuk : Anda dapat memperoleh ๐๐ 2 untuk koordinat bola dengan persamaanpersamaan : ๐ฅ = ๐ sin ๐ cos ๐,
๐ฆ = ๐ sin ๐ sin ๐ ,
๐ง = cos ๐
dan terapkan derivatifnya pada Pers.(4.30) yaitu ๐๐ 2 = ๐๐ฅ 2 + ๐๐ฆ 2 + ๐๐ง 2 .
[Jawab : Faktor skala โ๐ = 1, โ๐ = ๐, โ๐ = ๐ sin ๐]
2. Carilah komponen-komponen kecepatan dan percepatan dalam koordinat bola.
Petunjuk : Untuk memperoleh kecepatan, Anda dapat menggunakan dua cara yaitu mulai
dengan ๐๐ฌ atau dengan ๐ฌ = ๐๐๐ .
Jawab โถ
๐๐ฌ
= ๐๐ ๐ฬ + ๐๐ ๐ฬ + ๐๐ ๐ sin ๐ ๐ฬ
๐๐ก
๐2๐ฌ
= ๐๐ (๐ฬ − ๐๐ฬ 2 − ๐ sin2 ๐ ๐ฬ 2 ) + ๐๐ (๐๐ฬ + 2๐ฬ ๐ฬ − ๐ sin ๐ cos ๐ ๐ฬ 2 )
๐๐ก 2
+ ๐๐ (๐ sin ๐ ๐ฬ + 2๐ cos ๐ ๐ฬ ๐ฬ + 2 sin ๐ ๐ฬ ๐ฬ ).
3. Kerjakan seperti soal 1 untuk sistem koordinat berikut :
a. Koordinat parabolik silindris (๐ข, ๐ฃ, ๐ง) :
๐ฅ=
b. Koordinat paraboloidal (๐ข, ๐ฃ, ๐) :
1 2
(๐ข − ๐ฃ 2 )
2
๐ฅ = ๐ข๐ฃ cos ๐
๐ฆ = ๐ข๐ฃ sin ๐
๐ฆ = ๐ข๐ฃ
1
๐ง = (๐ข 2 − ๐ฃ 2 )
2
๐ง=๐ง
4.9 Operator Vektor dalam Koordinat Lengkung Orthogonal
Dalam pembahasan tentang analisis vektor, pada sistem koordinat tegak lurus, telah
didefinisikan tentang operator-operator vektor yaitu gradien (๐๐ข), divergensi (๐ โ ๐), curl
(๐ × ๐), dan Laplasian (๐ 2 ๐ข). Selanjutnya, kita perlu mengetahui bagaimana menyatakan
operator-operator dalam bentuk koordinat orthogonal umum.
Gradien (๐๐ข)
๐๐ข
Pada bab analis vektor, telah ditunjukkan bahwa Derivatif arah ๐๐ dalam arah tertentu adalah
komponen dari ๐๐ข dalam arah tersebut. Dalam koordinat silindris, jika kita bergerak ke arah
๐ (๐ dan z kontan), maka dengan Pers.(4.30) diperoleh ๐๐ = ๐๐. Jadi, komponen ๐ dari ๐๐ข
๐๐ข
๐๐ข
adalah ๐๐ bila ๐๐ = ๐๐, komponen ๐ dari ๐๐ข menjadi ๐๐ . Dengan cara yang sama, komponen
56
๐๐ข
๐ dari ๐๐ข adalah
๐๐
1 ๐๐ข
bila ๐๐ = ๐ ๐๐, komponen ๐ dari ๐๐ข menjadi (๐ ) ๐๐. Jadi, ๐๐ข dalam
koordinat silindris adalah :
๐๐ข = ๐๐
๐๐ข
1 ๐๐ข
๐๐ข
+ ๐๐
+ ๐๐ง
๐๐
๐ ๐๐
๐๐ง
(4.40)
Selanjutnya, dalam koordinat orthogonal umum ๐ฅ1 , ๐ฅ2 , ๐ฅ3 , komponen ๐๐ข dalam arah ๐ฅ1 (๐ฅ2
dan ๐ฅ3 konstan) adalah
๐
๐๐ข
๐
1
๐๐ข
๐๐
jika ๐๐ = โ1 ๐๐ฅ1 [dari Pers.(4.34)], yaitu komponen ๐๐ข dalam
arah ๐1 adalah (๐ก ) (๐๐ฅ ). Hal yang sama dilakukan untuk komponen ๐๐ข dalam arah lainnya
dan kita peroleh :
1 ๐๐ข
1 ๐๐ข
1 ๐๐ข
๐๐ข = ๐1 ( )
+ ๐2 ( )
+ ๐3 ( )
โ1 ๐๐ฅ1
โ2 ๐๐ฅ2
โ3 ๐๐ฅ3
3
๐๐ ๐๐ข
= ∑( )
โ๐ ๐๐ฅ๐
(4.41)
๐=1
Divergensi (๐ โ ๐)
Misalkan diketahui sebuah vektor dalam sistem orthogonal
๐ = ๐1 ๐1 + ๐2 ๐2 + ๐3 ๐3
(4.42)
dengan komponen-komponen ๐1, ๐1, ๐1. Kita dapat membuktikan bahwa
๐โ(
๐3
) = 0,
โ1 โ2
๐3
Langkah pembuktian ๐ โ (โ
1 โ2
๐โ(
๐2
) = 0,
โ1 โ3
๐โ(
๐1
) = 0,
โ2 โ3
(4.42a)
) = 0 adalah dimulai dengan menggunakan Pers.(4.41)
dengan ๐ข = ๐ฅ1 , ๐ข = ๐ฅ2 , ๐ข = ๐ฅ3 , diperoleh :
๐๐ฅ1 =
๐1
,
โ1
๐๐ฅ2 =
๐12
,
โ2
๐๐ฅ3 =
๐3
.
โ3
Dan dengan mengingat urutan ๐1 , ๐2 , ๐3 dari kiri ke kanan maka diperoleh :
๐1 × ๐2 = ๐3 ,
๐2 × ๐3 = ๐1 ,
๐3 × ๐1 = ๐2 ,
dan
๐๐ฅ1 × ๐๐ฅ2 =
๐3
โ1 โ2
dst.
Divergensinya :
๐ โ (๐๐ฅ1 × ๐๐ฅ2 ) = ๐ โ (
๐3
)
โ1 โ2
Dengan menggunakan identitas : ๐ โ (๐ฎ × ๐ฏ) = ๐ โ (๐ × ๐ฎ) − ๐ฎ โ (๐ × ๐ฏ), diperoleh :
๐๐ฅ2 โ (๐ × ๐๐ฅ1 ) − ๐๐ฅ1 โ (๐ × ๐๐ฅ2 ) = ๐ โ (
๐3
)
โ1 โ2
57
Sekali lagi, gunakan identitas : ๐ × ๐∅ = 0, akhirnya diperoleh :
๐3
๐3
) atau ๐ โ (
) = 0.
๐๐ฅ2 โ (0) − ๐๐ฅ1 โ (0) = ๐ โ (
โ1 โ2
โ1 โ2
๐2
Cara yang sama dilakukan untuk pembuktian: ๐ โ (โ
1 โ3
) = 0,
๐1
๐ โ (โ
2 โ3
) = 0.
Selanjutnya, kita tuliskan Pers.(4.42) dalam bentuk :
๐=
๐1
๐
๐
(โ2 โ3 ๐1 ) + 2 (โ1 โ3 ๐2 ) + 3 (โ1 โ2 ๐3 )
โ2 โ3
โ1 โ3
โ1 โ2
(4.43)
Kita tentukan ๐ โ ๐ dengan cara mencari divergensi setiap suku pada ruas kanan Pers (4.43).
Dengan menggunakan hubungan :
๐ โ (๐๐ฏ) = ๐ฏ โ (๐๐) + ๐๐ โ ๐ฏ
dengan ๐ = โ2 โ3 ๐1 dan ๐ฏ = ๐1 /โ2 โ3 , kita dapatkan bahwa divergensi suku pertama dari
ruas kanan Pers (4.43) adalah :
๐ โ (โ2 โ3 ๐1 )
๐1
๐1
๐1
=
โ ๐(โ2 โ3 ๐1 ) + โ2 โ3 ๐1๐ โ
โ2 โ3 โ2 โ3
โ2 โ3
(4.44)
Dengan Pers.(4.42a), suku kedua Pers.(4.44) adalah nol. Dalam suku pertama Pers.(4.44),
hasil kali dot ๐1 dengan ๐(โ2 โ3 ๐1 ) adalah komponen pertama dari ๐(โ2 โ3 ๐1 ). Dengan Pers.
(4.41), komponen ini adalah :
1 ๐
(โ โ ๐ ).
โ1 ๐๐ฅ3 2 3 1
Dengan cara yang sama, perhitungan divergensi untuk suku-suku yang lain dari
Pers.(4.43),kita dapatkan :
๐โ๐ =
1 1 ๐
1 1 ๐
1 1 ๐
(โ2 โ3 ๐1) +
(โ1 โ3 ๐2 ) +
(โ โ ๐ )
โ2 โ3 โ1 ๐๐ฅ1
โ1 โ3 โ2 ๐๐ฅ2
โ1 โ2 โ3 ๐๐ฅ3 1 2 3
atau
๐โ๐ =
1
๐
๐
๐
(โ2 โ3 ๐1 ) +
(โ1 โ3 ๐2 ) +
(โ โ ๐ ))
(
โ1 โ2 โ3 ๐๐ฅ1
๐๐ฅ2
๐๐ฅ3 1 2 3
(4.45)
Sebagai contoh, pada koordinat silindris dengan faktor skala โ1 = 1, โ2 = ๐, โ3 = 1, dengan
Pers.(4.45), ungkapan divergensi dalam koordinat silindris adalah :
๐โ๐=
1 ๐
๐
๐
(๐๐ ) + (๐๐๐ง ))
( (๐๐๐ ) +
๐ ๐๐
๐๐
๐๐ง
=
1๐
1 ๐๐๐ ๐๐๐ง
(๐๐๐ ) +
+
.
๐ ๐๐
๐ ๐๐
๐๐ง
58
Curl (๐ × ๐)
Dengan cara yang sama seperti yang digunakan untuk divergensi (๐ โ ๐), kita dapat mencari
curl (๐ × ๐). Hasilnya adalah :
๐×๐
โ1 ๐1
1
๐
|
=
โ1 โ2 โ3 ๐๐ฅ1
โ1 ๐1
=
โ2 ๐2
๐
๐๐ฅ2
โ2 ๐2
โ3 ๐3
๐
|
๐๐ฅ3
โ3 ๐3
(4.46)
๐1
๐
๐
๐
๐
๐
(โ3 ๐3 ) −
(โ3 ๐3 )] + 2 [
(โ1 ๐1 ) −
(โ ๐ )]
[
โ2 โ3 ๐๐ฅ2
๐๐ฅ3
โ1 โ3 ๐๐ฅ3
๐๐ฅ1 3 3
+
๐3
๐
๐
(โ2 ๐2 ) −
(โ ๐ )].
[
โ1 โ2 ๐๐ฅ1
๐๐ฅ2 1 1
Dalam koorinat silindris, kita peroleh :
๐๐
1 ๐
๐×๐ = |
๐ ๐๐
๐๐
๐๐๐
๐
๐๐
๐๐๐
๐๐ง
1 ๐๐๐ง ๐๐๐
๐๐๐ ๐๐๐ง
๐๐ง ๐
๐๐๐ง
๐
| = ๐๐ (
) + ๐๐ (
) + ( (๐๐๐ ) −
).
−
−
๐ ๐๐
๐๐ง
๐๐ง
๐๐
๐ ๐๐
๐๐
๐๐ง
๐๐ง
Laplasian (๐ 2 ๐ข)
Karena ๐ 2 ๐ข = ๐ โ ๐๐ข, kita dapat mencari ๐ 2 ๐ข dengan mengkombinasikan Pers.(4.41) dan
(4.45) dengan ๐ฝ = ๐ต๐ข. Kita peroleh :
๐2๐ข =
1
๐ โ2 โ3 ๐๐ข
๐ โ1 โ3 ๐๐ข
[
(
)+
(
)
โ1 โ2 โ3 ๐๐ฅ1 โ1 ๐๐ฅ1
๐๐ฅ2 โ2 ๐๐ฅ2
+
๐ โ1 โ2 ๐๐ข
(
)]
๐๐ฅ3 โ3 ๐๐ฅ3
(4.47)
Dalam koorinat silindris, bentuk Laplasian adalah :
1 ๐
๐๐ข
๐ 1 ๐๐ข
๐
๐๐ข
1 ๐
๐๐ข
1 ๐2๐ข ๐2๐ข
(
) + (๐ )] =
(๐ ) + 2 2 + 2 .
๐ ๐ข = [ (๐ ) +
๐ ๐๐ ๐๐
๐๐ ๐ ๐๐
๐๐ง ๐๐ง
๐ ๐๐ ๐๐
๐ ๐๐
๐๐ง
2
Soal-soal Latihan 4 :
1. Tentukan ๐๐, ๐ โ ๐, ๐ × ๐, dan ๐ 2 ๐ dalam sistem koordinat bola.
2. Kerjakan seperti soal 1 untuk sistem koordinat pada latihan 3c, yaitu untuk koordinat
silindris parabolik (๐ข, ๐ฃ, ๐ง) dan koordinat paraboloidal (๐ข, ๐ฃ, ๐).
3. Dalam koordinat silindris, tentukan ๐ โ ๐๐ , ๐ โ ๐๐ , ๐ × ๐๐ , ๐ × ๐๐ .
4. Dalam koordinat bola, tentukan ๐ โ ๐๐ , ๐ โ ๐๐ , ๐ × ๐๐ , ๐ × ๐๐ .
59
๐ × (๐๐๐ ), ๐(๐ cos ๐ ).
5. Dalam koordinat bola, tentukan ๐ โ ๐ซ,
6. Dalam koordinat silindris, tentukan ∇2 ๐
7. Dalam koordinat bola, tentukan ∇2 ๐,
dan
∇ 2 ( ๐ 2 ),
∇2 (1⁄r)
∇2 (1⁄r 2 ).
60
DAFTAR PUSTAKA
Boas, Mary L., 1983, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley & Sons,
Inc. New York.
Frank A. Jr.; Ault, J.C (Alih bahasa : Lea Prasetio), 1985, Teori dan Soal-soal Diferensial
dan Integral Kalkulus, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Frank A. Jr.; Philip A. S. (Alih bahasa : Alit Bondan), 2004, Matematika Universitas,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hans J. Wospakrik, 1993, Dasar-dasar Matematika untuk Fisika, Intitut Teknologi
Bandung, Bandung.
Seymour L.; Marc L. L. (Alih bahasa : Refina Indriasari), 2004, Aljabar Linear, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Stephenson, G.; Radmore, P.M., 1990, Advanced Mathematical Methods for Engineering
and Science Students, Cambridge University Press, Cambridge.
61