HAKIKAT AGAMA DAN KEBEBASAN BERAGAMA Kelompok 1: Sekar Kinanti ( 44117010139 ) UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2020 BAB I 1. Pengertian dan Hakikat Agama Kata “agama” berasal dari Bahasa Sansekerta agama yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari Bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya. Secara etimologi, kata “agama” bukan berasal dari bahasa Arab yang selalu kita yakini semua, melainkan diambil dari istilah bahasa Sansekerta yang mengarah pada sistem kepercayaan dalam Hinduisme dan juga Budhisme di negara India. Agama terdiri dari kata “a” yang memiliki arti “tidak”, dan “gama” yang memiliki arti kacau. Dengan demikian, agama merupakan sejenis peraturan yang menjauhkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan menusia menuju keteraturan dan ketertiban. Ada pula yang menyatakan bahwa agama terdiri dari dua kata, yakni a yang berarti “tidak”, dan juga gam yang berarti “pergi”, tetap di tempat, kekal-eternal, terwariskan secara turun temurun. Pemaknaan seperti itu memanglah tidak salah karena dalam agama banyak sekali mengandung nilai-nilai universal yang abadi selamanya, tetap, dan juga berlaku sepanjang masa. Sementara akhiran a hanya memberi sifat tentang kekekalan dan karena itu merupakan bentuk keadaan yang kekal. Ada juga yang menyatakan bahwa agama terangkai atas tiga suku kata, yakni: a-ga-ma. A berarti awang-awang , kosong maupun hampa. Ga berarti tempat yang dalam bahasa Bali yakni genah. Sementara ma berarti matahari, terang maupun sinar. Dari penjelasan tadi dapat diambil satu pengertian bahwa agama merupakan pelajaran yang menguraikan teta cara yang semuanya penuh misteri kareana Tuhan dianggap bersifat rahasia. 1.2 Pengertian Agama Menurut Para Ahli Menurut Sayyed Hossein Nasr menyatakan “religare” yang berarti “mengikat” adalah lawan dari “membebaskan”. Ajaran Sepuluh Perintah (Ten Commandments) yang membentuk sebuah fondasi moralitas Yahudi dan juga Kristen terdiri atas sejumlah pernyataan “janganlah kamu”, yang menunjukkan suatu pembatasan dan bukan pembebasan itu sendiri. Agama juga disebut juga dengan istilah din. Dalam bahasa Semit, din merupakan undangundang maupun hukum. Dalam bahasa Arab kata ini telah mengandung makna menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Selanjutnya menurut Mukti Ali. Mukti Ali mengatakan, bahwa agama merupakan percaya pada adanya Tuhan Yang Maha Esa dan juga hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusanNya guna kebahagiaan hidup manusia di dunia dan juga akhirat. Mukti Ali membatasi pengertian agama yang dia nyatakan tentang kepercayaan maupun hukum. 2. Hakikat Agama Agama dalam kehidupan manusia tidak berada dalam ruang hampa. Ia tidak sekadar mengisi kekosongan atau memenuhi kebutuhan batin, tetapi ia memberi corak kehidupan, baik di masa sekarang maupun akan datang. Ia bahkan menjadi acuan sekaligus penentu dalam pencarian makna hidup yang hakiki. Sebaliknya, jika agama masih berada dalam ruang hampa, dalam arti belum membuahkan keteguhan hati dan ketenangan batin bagi pemeluknya, berarti ada ketimpangan antara agama dan keberagamaannya. Bisa jadi ia beragama sekadar formalitas (kepemelukan pasif), atau bisa jadi kepemelukan aktif tetapi belum menemukan makna agama yang hakiki, sehingga ia terperangkap pada keberagamaan yang semu, melelahkan, dan tak bermakna. Maka tidak heran jika ia tidak berhasil memperoleh ketenangan yang sejati, dan tidak pula menemukan makna hidup yang hakiki. Untuk itulah memahami hakikat agama sangatlah penting, sebab pandangan seseorang terhadap agama banyak ditentukan oleh pemahamannya terhadap agama itu sendiri. Banyak sekali orang yang mempelajari agama hanya memperoleh sisi kognitif (pengetahuan)-nya saja tanpa memperoleh keluasan pemahaman, apalagi menemukan makna agama yang hakiki. Indikasinya terletak ada tidaknya perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam keberagamaannya itu. Untuk itu agama pada hakikatnya ialah suatu aturan dan keselamatan bagi seluruh umat manusia yang menjadi pemeluk-pemeluknya. Agama dijadikan sebagai acuan dari segala bentuk perilaku manusia dan sebegai penentu baik atau buruknya suatu perbuatan manusia terhadap manusia lain ataupun lingkungannya. 3. Diskursus dan Praktik Keagamaan Dalam kajian ilmu antropologi, agama menempati kajian tersendiri sebagai suatu cabang ilmu Antrhophology of Religion”. Sebagaimana dalam kajian agama yang selama ini dikenal, berkutat pada empat sumbangan teoritik penting. Diantaranya, Emile Durkheim yang menjelaskan tentang dasar-dasar agama melalui pengkajian tertentu. Antropologi agama sebagai sebuah metode pengkajian atas agama, turut memusatkan penelitian agama dalam realitas praktisnya alias nyata dijalani oleh manusia, bukan pada konsep-konsepnya semata. Muthahari menjelaskan bahwa banyak ilmuwan yang telah mengamini tentang beberapa pentingnya keberadaan agama, misalnya menggunakan pendapat Albert Einstein yang mengemukakan bahwa sifat social manusialah yang turut mendorong kebutuhannya akan agama, pada wujud semesta. Agama hanya concern kepada nilai-nilai yang bersifat universal saja, sedang pemahaman, penafsiran dan aplikasi nilai-nilai universal itu murni menjadi hak prerogative rasio. Dalam soal penegakan HAM, ini berarti bhawa rasiolah yang memiliki wewenang untuk melakukannya. Bahwa agama peduli terhadap penegakan HAM adalah benar, namun prakondisi terhadap terwujudnya hal itu berupa terciptanya kondisi yang kondusif dimana HAM dapat ditegakkan adalah tugas rasio untuk melakukannya .4. Unsur-Unsur Agama Menjelaskan definisi agama merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli tidak dapat menjawab secara tuntas mengenai realitas agama dalam kehidupan manusia. Untuk memudahkan kita memahami arti agama, maka kita perlu mengetahui unsur-unsur pokok yang terkandung dalam agama itu sendiri. Berikut ini adalah tiga unsur pokok agama: 1. Manusia Manusia merupakan mahluk yang memiliki akal budi, dapat berpikir dan berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, manusia adalah umat atau penganut suatu agama yang berpikir dan percaya bahwa ada sesuatu di luar dirinya yang memiliki kuasa dan kekuatan yang tidak bisa dijelaskan dengan hukum alam. 2. Penghambaan Dalam konteks agama, penghambaan bukan berarti perbudakan. Tapi lebih kepada adanya kebutuhan manusia akan kedudukannya dihadapan sang penciptanya. Dalam hal ini, penghambaan manusia kepada Tuhan akan melibatkan banyak hal, seperti; simbol-simbol agama, praktik agama, serta pengalaman keagamaan manusia itu sendiri. 3. Tuhan Pada dasarnya tidak ada kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan, sehingga ada banyak konsep ketuhanan, seperti teisme, deisme, panteisme, dan lain-lain. Namun, secara umum Tuhan dipahami sebagai Roh Mahakuasa dan asas dari suatu kepercayaan. Dalam ajaran teisme, Tuhan adalah pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta.