Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang 1 Jose Adelina Putri, 2Dyah Wulan S. R. Wardani Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, 2 Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 1 Abstrak Tuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia dan sangat umum di negara-negara berkembang. Dari data World Health Statistic 2017 menunjukan bahwa Indonesia berada di posisi ketiga. Menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, jumlah kasus TB paru terbanyak di Bandar Lampung tahun 2015 adalah berada di daerah Panjang. Obat-obat TB atau Obat Anti Tuberkulosis (OAT) telah diketahui dapat mengatasi penyakit TB, namun angka drop out masih tinggi. Kegagalan pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita TB Paru sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah peran Pengawas Minum Obat (PMO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pendidikan dan pengetahuan PMO dengan kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang. Desian penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Data diambil pada bulan Februari-Agustus 2015. Sampel penelitian adalah PMO beserta penderita TB Paru dari Puskesmas Rawat Inap Panjang yang diambil dengan teknik total sampling dan dianalisis dengan menggunakan program pengolah data. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan (p=0,0001) antara pendidikan PMO dengan keteraturan minum OAT dan terdapat hubungan yang signifikan (p=0,0001) antara pengetahuan PMO dengan kepatuhan minum OAT. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pengetahuan PMO perlu diperhatikan dalam meningkatkan kepatuhan penderita TB dalam melakukan pengobatan. Kata kunci: Kepatuhan, pendidikan, pengetahuan, penderita TB Paru, PMO. The Correlation between Education and Knowledge of Supervisor Consuming Anti Tuberculosis Drugs to Compliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Puskesmas Rawat Inap Panjang Abstract Tuberculosis is an important public health problem worldwide and is very common in developing countries. Data from the World Health Statistics 2017 showed that Indonesia was in third position. According to data obtained from the Health Departement of Bandar Lampung, the number of cases of pulmonary TB in Bandar Lampung 2015 is Panjang district. TB drugs or Anti Tuberculosis (OAT) has been known to treat TB, but the numbers of drop out is still high. Failure of treatment and less discipline for patients with Pulmonary TB are strongly influenced by several factors. One of them is the role of the Supervisor Consuming (PMO) OAT drugs. This research was aimed to know correlation between education and knowledge of the PMO in consuming anti tuberculosis drugs with the compliance of pulmonary TB pateints. This research was an analytical study with cross sectional methods. Data were collected on Februari-Agustus 2015. Samples of this research were PMO and Pulmonary TB Patients from Puskesmas Rawat Inap Panjang with total sampling technique and analyzed by using a data processing program. The result showed that the education of PMO had significant relation with TB Pateint’s compliance in consuming anti tuberculosis drugs (p=0,0001) and the knowledge of PMO had significant relation with TB Pateint’s compliance in consuming anti tuberkulosis drugs (p=0,0001). The research concluded that education and knowledge of PMO need to be considered in improving TB patients adherence to treatment. Keywords: Compliance, Education, Knowledge, PMO, Pulmonary TB Patient. Korespondensi: Jose Adelina Putri, alamat Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Bandar Lampung, HP 082177091377, e-mail [email protected] Pendahuluan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Cara penularan TB adalah melalui batuk atau bersin dari penderita TB.1 Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperikirakan pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus pasien TB di seluruh dunia, dengan 90% pasien dewasa. Negara dengan prevalensi TB terbesar adalah India, Cina, Afrika Selatan, Filipina, Pakistan dan Indonesia.2 Dari data Global Tuberculosis Report 2017 menunjukan bahwa Indonesia Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 | 30 Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang berada di posisi ketiga prevalensi Tuberkulosis3 dengan 157 per 100.000 penduduk.3 Obat-obat TB atau Obat Anti Tuberkulosis (OAT) telah diketahui dapat mengatasi penyakit TB, namun angka drop out (mangkir, tidak patuh obat) masih tinggi. Pengobatan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan bakteri TB menjadi resisten terhadap OAT dan dapat menjadi TB Multi Drug Resistence (MDR). Kasus TB-MDR telah ditemukan di Eropa Timur, Afrika, Amerika Latin dan Asia berdasarkan WHO/IUATLD Global Project on Drug Resistance Surveillance (prevalensi >4% di antara kasus TB baru).4 Di Indonesia, data awal survei resistensi obat OAT lini pertama yang dilakukan di Jawa Tengah menunjukkan angka TB-MDR yang rendah pada kasus baru (1-2%), tetapi angka ini meningkat pada pasien yang pernah diobati sebelumnya (15%). Masalah resistensi obat pada pengobatan TB khususnya MDR dan XDR menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di sejumlah negara dan merupakan hambatan terhadap efektivitas program penanggulangan. Kegagalan penanggulangan TB-MDR/XDR dapat menimbulkan fenomena baru yaitu Total Drug Resistance yang tentunya tidak kita harapkan.5 Untuk itu penderita TB Paru membutuhkan setidaknya satu orang petugas yang mengingatkannya untuk meminum obat, petugas tersebut disebut sebagai pengawas minum obat (PMO). Penderita TB harus mematuhi seorang PMO untuk mencegah terjadinya kegagalan pengobatan.Menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, jumlah kasus TB paru terbanyak di Bandar Lampung tahun 2014 - juni 2015 adalah berada di daerah Panjang. Pada bulan januari – juni 2015, jumlah kasus baru TB BTA positif di Panjang saat ini adalah 40 penderita. Sedangkan data yang didapat dari Puskesmas Rawat Inap Panjang, sampai bulan agustus tahun 2015 terdapat 48 penderita TB paru dan pada bulan januari 2015 terdapat 3 pasien yang drop out dan didapatkan kurang lebih 15 pasien yang tidak mengalami konversi sputum dari bulan apriljuni 2015. Berdasarkan data dan fenomena tersebut, perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam tentang hubungan pendidikan dan pengetahuan PMO terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang, karena faktor pendidikan dan pengetahuan PMO yang baik diharapkan pasien TB lebih patuh dalam menjalani pengobatan. Metode Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu mengambil variabel independent dan variabel dependent pada satu waktu dengan tujuan mencari hubungan antara variabel independen (Pendidikan PMO dan Pengetahuan PMO) terhadap variabel dependen (Kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru). Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 dan dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Panjang, Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah semua PMO dan penderita TB paru BTA positif yang masih mendapatkan pengobatan OAT yang berada di Puskesmas Rawat Inap Panjang. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling. Hasil Analisis Univariat Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia, jenis kelamin, dan pekerjaan Dari hasil penelitian didapatkan distribusi responden (PMO) berdasarkan kelompok usia dengan rentang usia yang paling banyak 25-30 tahun sebanyak 13 orang (27,1%) dan rentang usia paling sedikit 43-48 tahun sebanyak 5 orang. Dilihat dari jenis kelamin, didapatkan responden laki-laki sebanyak 20 orang (41,7%) dan responden perempuan sebanyak 28 orang (58,3%). Responden yang bekerja sebanyak 18 orang (37,5%) terdiri dari responden yang bekerja sebagai pekerja tidak tetap yaitu sebanyak 11 orang (22,92%) dan pekerja tetap sebanyak 7 orang (14,58%). Responden yang tidak bekerja sebanyak 30 orang (62,5%). Responden yang diteliti distribusinya dapat dilihat pada Tabel 1. Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 | 31 Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, dan pekerjaan Distribusi Responden Jumlah Persentase Umur 25-30 13 orang 27,1% 31-36 6 orang 12,5% 37-42 8 orang 17% 43-48 5 orang 10,4% 49-54 9 orang 18,4% 55-60 7 orang 14,6% Total 48 orang 100% Jenis Kelamin Laki-laki 20 orang 41,7% Perempuan 28 orang 58,3% Total 48 orang 100% Pekerjaan Bekerja 18 orang 62,6% 11 orang 22,92% • Pekerja Tidak Tetap 7 orang 14,58% • Pekera Tetap 30 orang 37,8% Tidak Bekerja Total 48 orang 100% Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Dari hasil penelitian didapatkan responden yang tidak tamat SD adalah sebanyak 10 orang (20,83%), responden yang pendidikan terakhirnya adalah SD sebanyak 15 orang (31,25%) dan responden yang pendidikan terakhirnya adalah SMP sebanyak 11 orang (22,92%). Responden yang memiliki pendidikan yang tinggi sebanyak 12 orang (25%) yang terdiri dari responden yang pendidikan terakhirnya adalah SMA sebanyak 7 orang (14,58%), diploma 3 sebanyak 3 orang (6,25%), dan S1 sebanyak 2 orang (4,17%). Responden yang diteliti berdasarkan pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Pendidikan Frekuensi Persentase Rendah 36 orang 75% 10 orang 20,83% • Tidak tamat SD 15 orang 31,25% • SD 11 orang 22,93% • SMP Tinggi 12 orang 25% 7 orang 14,58% • SMA 3 orang 6,25% • Diploma 2 orang 4,17% • S1 Total 48 orang 100% Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Dari hasil pengisian kuesioner oleh responden (PMO) menunjukan bahwa sebanyak 28 orang (58,3%) memiliki pengetahuan yang kurang baik, 13 orang (27,1%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan sebanyak 7 orang (14,6%) memiliki pengetahuan yang baik. Responden penelitian berdasarkan pengetahuan distribusinya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan Jumlah Persentase Kurang Baik 28 orang 58,3% Cukup 13 orang 27,1% Baik 7 orang 14,6% Total 48 orang 100% Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 | 32 Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum OAT Dari hasil penelitian sebanyak 26 orang (54%,2) yang memiliki kepatuhan yang rendah, 7 orang (14,6%) memiliki kepatuhan yang sedang dan 15 orang (31,2%) yang memiliki kepatuhan yang tinggi. Responden penelitian berdasarkan kepatuhan minum OAT distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Kepatuhan Minum OAT Kepatuhan Jumlah Persentase Rendah 26 orang 54,2% Sedang 7 orang 14,6% Tinggi 15 orang 31,2% Total 48 orang 100% Analisis Bivariat Analisis Hubungan Pendidikan PMO Terhadap Kepatuhan Minum OAT Distribusi hubungan antara pendidikan terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru di Puskesmas Panjang dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Chi-square antara Pendidikan PMO terhadap kepatuhan minum OAT di Puskesmas Panjang. Pendidikan Kepatuhan Minum Obat Total p Rendah Sedang Tinggi Rendah 30 5 1 36 0,0001 (83,3%) (14%) (2,7%) (100%) Tinggi 1 0 11 12 (8,3%) (0%) (91,7) (100%) Pada tabel 5 menunjukan distribusi pendidikan PMO terhadap kepatuhan minum OAT. Dari 48 sampel, penderita TB paru yang memiliki kepatuhan yang rendah adalah pada PMO yang memiliki pendidikan yang rendah, yaitu sebanyak 83,3%, sedangkan penderita yang memiliki kepatuhan yang sedang adalah pada PMO yang memiliki pendidikan yang rendah yaitu sebanyak 13,8%, untuk penderita TB paru yang memiliki kepatuhan tinggi adalah pada PMO yang memiliki pendidikan tinggi yaitu sebanyak 91,7%. Berdasarkan hasil analisis chi-square test didapatkan nilai p-value adalah 0,0001. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan PMO terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB paru. Analisis Hubungan Pengetahuan PMO Terhadap Kepatuhan Minum OAT Distribusi hubungan pengetahuan PMO terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Chi-square antara Pengetahuan PMO Terhadap Kepatuhan Minum OAT di Puskesmas Panjang Pengetahuan Kepatuhan Total p Rendah Sedang Tinggi Kurang Baik, <56% 23 2 3 28 0,0001 (82,14%) (7,14%) (6,25%) (100%) Cukup, 56-75% 3 4 6 13 (23,1%) (30,8%) (46,15%) (100%) Baik, 76% 0 1 6 7 (0%) (4,3%) (85,7%) (100%) Didapatkan hasil dari 48 penderita yang memiliki kepatuhan yang rendah lebih banyak pada PMO yang memiliki pengetahuan yang kurang baik, yaitu sebanyak 82,14%, penderita yang memiliki kepatuhan yang sedang adalah pada PMO yang memiliki pengetahuan yang cukup, yaitu sebanyak 30,8%, sedangkan penderita yang memiliki kepatuhan yang tinggi Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 | 33 Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang adalah pada PMO yang memiliki pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 85,7%. Dari hasil analsis chi-sqaure test didapatkan nilai p-value adalah 0,0001. Hal tersebut menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan PMO terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru. Pembahasan penelitian ini termasuk dalam kelompok kategori rendah. Dari 48 orang responden sebanyak 36 orang (75%) yang memiliki pendidikan yang rendah dengan mayoritas pendidikan SD yaitu sebanyak 15 orang (31,25%).7 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia, Jenis Kelamin dan Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rentang usia responden yaitu PMO lebih banyak pada kelompok usia dengan rentang 25-30 tahun, yaitu sebanyak 13 orang (27,1%). Usia merupakan salah satu faktor yang dapat menggambarkan kematangan seseorang, baik kematangan fisik, psikis, dan sosial karena umur mempengaruhi baik tidaknya seseorang pada proses belajar mengajar. Seluruh PMO sebaiknya diatas 18 tahun ke atas atau harus disegani oleh penderita karena pada umur tersebut emosi seseorang mulai stabil dan mampu menyelesaikan masalah dan menerima tugas dengan tanggung jawab. 6 Dilihat dari jenis kelamin, didapatkan bahwa responden laki-laki sebanyak 20 orang (41,7%) dan responden perempuan sebanyak 28 orang (58,3%). Menurut Hapsari (2011) tidak terdapat perbedaan antara PMO laki-laki ataupun PMO perempuan. Hasil distribusi responden berdasarkan pekerjaan responden yaitu didapatkan mayoritas PMO adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 30 orang (62,5%), sedangkan 18 orang lainnya (37,5%) bekerja. Pada saat peneliti melakukan kunjungan langsung ke rumah responden, PMO yang tidak berkerja memang hanya berada dirumah, namun dalam pengawasan minum obat, PMO hanya mengingatkan saja tidak melihat langsung penderita TB paru minum obat. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Menurut penelitian Fauzi (2008) menyatakan bahwa 53,48% penderita TB Paru yang menjadi responden dalam penelitiannya mengharapkan memiliki PMO yang berpendidikan SMA. Hal ini didasarkan bahwa PMO yang berpendidikan SMA atau lebih dapat memberikann penyuluhan, dorongan, memahami gejala, cara penularan, mengerti cara pencegahan komplikasi dan mengerti efek samping dari obat sehingga pengobatan dapat berhasil. Sedangkan dari hasil penelitian didapatkan bahwa pendidikan PMO pada Distribusi Responden Berdasarkan Pegetahuan Pengetahuan responden dilihat dari hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden (PMO) yaitu sebanyak 18 pertanyaan yang harus diketahui oleh seorang PMO. Distribusi pengetahuan responden dibagi menjadi dua, yaitu responden yang memiliki pengetahuan yang kurang baik yaitu apabila yang memiliki nilai 56%, responden yang memiliki pengetahuan yang cukup yaitu yang memiliki nilai 56-75%, dan responden yang memiliki pengetahuan yang baik, yaitu responden yang memiliki nilai lebih dari 76%. Dari hasil pengisian kuesioner oleh responden, yaitu Pengawas Minum Obat (PMO) menunjukan bahwa lebih banyak responden yang memiliki pengeetahuan yang rendah yaitu sebanyak 23 orang (47,9%). Distribusi Kepatuhan Minum OAT Kepatuhan seorang penderita dapat diukur dengan kuesioner baku Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) yang terdiri dari 8 pertanyaan yang sudah dialihbahasakan kedalam bahasa Indonesia. Penentuan jawaban kuesioner menggunakan skala Guttman, yaitu jawaban responden hanya terbatas ya atau tidak. Variabel kepatuhan mengadopsi dari interpretasi kuesioner asli Morinsky yang dimodifikasi yakni dengan 2 kategori, dimana 2 sebagai cut of point. Semakin sedikit total nilai yang dijumlah menandakan kepatuhan yang baik. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dengan melihat kuesioner yang diisi oleh penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang mengenai kepatuhan oleh seorang penderita dalam menjalani pengobatan didapatkan bahwa sebanyak 31 orang (64,6%) yang memiliki kepatuhan yang rendah, 5 orang (10,4%) memiliki kepatuhan yang sedang dan Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 | 34 Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang 12 orang (25%) yang memiliki kepatuhan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa kepatuhan penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang dalam kategori rendah. Analisis Bivariat Hubungan Pendidikan PMO Terhadap Kepatuhan Minum OAT Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Dari hasil penelitian didapatkan dari 48 sampel, penderita TB paru yang memiliki kepatuhan yang rendah adalah pada PMO yang memiliki pendidikan yang rendah, yaitu sebanyak 83,3%, sedangkan penderita yang memiliki kepatuhan yang sedang adalah pada PMO yang memiliki pendidikan yang rendah yaitu sebanyak 13,8%, untuk penderita TB paru yang memiliki kepatuhan tinggi adalah pada PMO yang memiliki pendidikan tinggi yaitu sebanyak 91,7%. Dari hasil uji statistik chisquare test didapatkan nilai p-value adalah 0,0001. Hal ini menunjukan hipotesis terdapat hubungan pendidikan PMO terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru dapat dibuktikan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Green bahwa pendidikan termasuk faktor predisposisi seseorang untuk berperilaku tertentu. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo dalam Rohmana dkk. (2014), bahwa pengawasan PMO dalam menjamin kepatuhan berobat penderita TB paru merupakan perilaku yang dipengaruhi salah satunya oleh faktor internal, yaitu pendidikan PMO.8 Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Suhartono (2010) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan PMO memiliki hubungan yang signifikan (p=0,0001) dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru di Puskesmas Kembang Janggut Kabupaten Kutai Karta Negara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan PMO, jarak rumah dan pengetahuan dengan kepatuhan penderita TB paru berobat mempunyai hubungan positif secara statistik signifikan dengan kepatuhan berobat. 9 Hubungan Pengetahuan PMO Terhadap Kepatuhan Minum OAT Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Berdasarkan hasil penelitian, 48 penderita yang memiliki kepatuhan yang rendah lebih banyak pada PMO yang memiliki pengetahuan yang kurang baik, yaitu sebanyak 47,9%, penderita yang memiliki kepatuhan yang sedang adalah pada PMO yang memiliki pengetahuan yang cukup, yaitu sebanyak 8,3%, sedangkan penderita yang memiliki kepatuhan yang tinggi adalah pada PMO yang memiliki pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 12,5%. Dari uji statistik chi-square test terbukti perbedaan proporsi tersebut bermaknsa (p=0,000). Hal ini membuktikan hipotesis bahwa terdapat hubungan pengetahuan PMO terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang tahun 2015. Hasil ini mendukung pendapat Green, bahwa suatu perilaku akan dipengaruhi pula antara lain oleh faktor predisposisi seperti pengetahuan dari yang bersangkutan. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Fishbein dan Ajzen dalam Widyaningsih (2004), bahwa keyakinan PMO terhadap pelaksanaan kegiatan pengawasan penderita tuberkulosis secara teratur dapat mencegah terjadinya putus obat, resistensi, dan lain-lain. Dimana pelaksanaan kegiatan PMO tersebut dipengaruhi oleh sikap PMO yang dilihat dari salah satunya adalah pengetahuan PMO itu sendiri. 10 Dari hasil pengamatan saat melakukan pengambilan data, responden yang kepatuhannya rendah dikarenakan beberapa hal, yakni kurangnya ketelitian keluarga yang menjadi PMO dan kader yang ditunjuk dalam mengawasi langsung penderita TB Paru dalam meminum obat, kurangnya pengetahuan penderita TB paru mengenai efek samping yang timbul selama pengobatan sehingga berhenti minum obat, dan masih ada responden yang belum tahu aturan pengobatan sehingga saat mereka pindah tenpat atau mudik, tidak memberi tahu petugas terlebih dahulu yang berimbas pada pengulangan pengobatan. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) Terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti (OAT) Tuberkulosis Pada Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Tahun 2015. SIMPULAN PMO yang memiliki pendidikan rendah adalah sebanyak 75% dan 25% untuk PMO yang memiliki pendidikan yang tinggi. Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 | 35 Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Sebanyak 58,3% yang memiliki pengetahuan yang kurang baik, 27,1% PMO yang memiliki pengetahuan yang cukup dan 14,6% PMO yang memiliki pengetahuan yang baik. Kepatuhan penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Tahun 2015 lebih banyak yang memiliki kepatuhan yang kurang baik, yaitu sebanyak 64,6%. Sedangkan yang memiliki kepatuhan yang sedang adalah sebanyak 10,4% dan kepatuhan yang tinggi adalah sebanyak 25%. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan (p=0,0001) dan pengetahuan PMO (p=0,0001) terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang tahun 2015. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepatuhan minum OAT pada penderita TB paru, pendidikan dan pengetahuan PMO perlu diperhatikan. DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. Geneva: WHO Press; 2017. 2. Departmen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2016. 3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Penyakit Menular Tuberkulosis Paru. Jakarta: Kemenkes RI; 2012. 4. World Health Organization. Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB): 2010 global report on surveillance and response. Geneve: WHO Press; 2010. 5. Nawas A. Pengalaman RS Persahabatan dalam penanganan pasien TB-MDR. MONEV PMDT. Jakarta: Depkes RI; 2010. 6. World Health Organization. International standard for tuberculosis care. Geneva: TBCTA; 2007. 7. Erawatyningsih E., Purwanta, Subekti H. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Berita Kedokteran Maysrakat; 2009:25(3); 11724. 8. Fauzi A. Gambaran Harapan Penderita Tuberkulosis Paru Terhadap Pengawas Minum Obat di Daerah Pedesaan Kabupaten Sleman Yogyakarta [skripsi]. Riau: Universitas Riau; 2008. 9. Rohmana O., Suhartini, Suhendra A. Faktor-Faktor Pada PMO Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Di Kota Cirebon. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014; 10(1):931-41. 10. Suhartono. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan PMO, Jarak Rumah, Dan Penetahuan Pasien TB Paru Dengan Kepatuhan Berobat di Puskesmas Kembang Janggut Kabupaten Kutai Kartanegara [Tesis]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010. 11. Widyaningsih N. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Pengawasan Menelan Obat (PMO) Dalam Pengawasan Penderita Tuberkulosis Paru Di Kota Semarang. [Tesis]. Semarang: Universitas Dipenogoro; 2004. Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 | 36