Uploaded by babybyun.614

1830-2551-1-PB

advertisement
Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO)
terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
1
Jose Adelina Putri, 2Dyah Wulan S. R. Wardani
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung,
2
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
1
Abstrak
Tuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia dan sangat umum di negara-negara
berkembang. Dari data World Health Statistic 2017 menunjukan bahwa Indonesia berada di posisi ketiga. Menurut data
yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, jumlah kasus TB paru terbanyak di Bandar Lampung tahun 2015
adalah berada di daerah Panjang. Obat-obat TB atau Obat Anti Tuberkulosis (OAT) telah diketahui dapat mengatasi penyakit
TB, namun angka drop out masih tinggi. Kegagalan pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita TB Paru sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah peran Pengawas Minum Obat (PMO). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan pendidikan dan pengetahuan PMO dengan kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru di
Puskesmas Rawat Inap Panjang. Desian penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Data diambil pada
bulan Februari-Agustus 2015. Sampel penelitian adalah PMO beserta penderita TB Paru dari Puskesmas Rawat Inap Panjang
yang diambil dengan teknik total sampling dan dianalisis dengan menggunakan program pengolah data. Hasil penelitian
menunjukan terdapat hubungan yang signifikan (p=0,0001) antara pendidikan PMO dengan keteraturan minum OAT dan
terdapat hubungan yang signifikan (p=0,0001) antara pengetahuan PMO dengan kepatuhan minum OAT. Dapat disimpulkan
bahwa pendidikan dan pengetahuan PMO perlu diperhatikan dalam meningkatkan kepatuhan penderita TB dalam
melakukan pengobatan.
Kata kunci: Kepatuhan, pendidikan, pengetahuan, penderita TB Paru, PMO.
The Correlation between Education and Knowledge of Supervisor Consuming
Anti Tuberculosis Drugs to Compliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in
Puskesmas Rawat Inap Panjang
Abstract
Tuberculosis is an important public health problem worldwide and is very common in developing countries. Data from the
World Health Statistics 2017 showed that Indonesia was in third position. According to data obtained from the Health
Departement of Bandar Lampung, the number of cases of pulmonary TB in Bandar Lampung 2015 is Panjang district. TB
drugs or Anti Tuberculosis (OAT) has been known to treat TB, but the numbers of drop out is still high. Failure of treatment
and less discipline for patients with Pulmonary TB are strongly influenced by several factors. One of them is the role of the
Supervisor Consuming (PMO) OAT drugs. This research was aimed to know correlation between education and knowledge
of the PMO in consuming anti tuberculosis drugs with the compliance of pulmonary TB pateints. This research was an
analytical study with cross sectional methods. Data were collected on Februari-Agustus 2015. Samples of this research were
PMO and Pulmonary TB Patients from Puskesmas Rawat Inap Panjang with total sampling technique and analyzed by using
a data processing program. The result showed that the education of PMO had significant relation with TB Pateint’s
compliance in consuming anti tuberculosis drugs (p=0,0001) and the knowledge of PMO had significant relation with TB
Pateint’s compliance in consuming anti tuberkulosis drugs (p=0,0001). The research concluded that education and
knowledge of PMO need to be considered in improving TB patients adherence to treatment.
Keywords: Compliance, Education, Knowledge, PMO, Pulmonary TB Patient.
Korespondensi: Jose Adelina Putri, alamat Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Bandar Lampung, HP 082177091377, e-mail
[email protected]
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh bakteri TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Cara penularan
TB adalah melalui batuk atau bersin dari
penderita TB.1
Badan
Kesehatan
Dunia
(WHO)
memperikirakan pada tahun 2016 terdapat
10,4 juta kasus pasien TB di seluruh dunia,
dengan 90% pasien dewasa. Negara dengan
prevalensi TB terbesar adalah India, Cina,
Afrika Selatan, Filipina, Pakistan dan
Indonesia.2 Dari data Global Tuberculosis
Report 2017 menunjukan bahwa Indonesia
Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 |
30
Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
berada di posisi ketiga prevalensi Tuberkulosis3
dengan 157 per 100.000 penduduk.3
Obat-obat
TB
atau
Obat
Anti
Tuberkulosis (OAT) telah diketahui dapat
mengatasi penyakit TB, namun angka drop out
(mangkir, tidak patuh obat) masih tinggi.
Pengobatan yang tidak adekuat dapat
mengakibatkan bakteri TB menjadi resisten
terhadap OAT dan dapat menjadi TB Multi
Drug Resistence (MDR). Kasus TB-MDR telah
ditemukan di Eropa Timur, Afrika, Amerika
Latin dan Asia berdasarkan WHO/IUATLD
Global Project on Drug Resistance Surveillance
(prevalensi >4% di antara kasus TB baru).4 Di
Indonesia, data awal survei resistensi obat OAT
lini pertama yang dilakukan di Jawa Tengah
menunjukkan angka TB-MDR yang rendah pada
kasus baru (1-2%), tetapi angka ini meningkat
pada pasien yang pernah diobati sebelumnya
(15%). Masalah resistensi obat pada
pengobatan TB khususnya MDR dan XDR
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
penting di sejumlah negara dan merupakan
hambatan terhadap efektivitas program
penanggulangan. Kegagalan penanggulangan
TB-MDR/XDR dapat menimbulkan fenomena
baru yaitu Total Drug Resistance yang tentunya
tidak kita harapkan.5 Untuk itu penderita TB
Paru membutuhkan setidaknya satu orang
petugas
yang
mengingatkannya
untuk
meminum obat, petugas tersebut disebut
sebagai pengawas minum obat (PMO).
Penderita TB harus mematuhi seorang PMO
untuk
mencegah
terjadinya
kegagalan
pengobatan.Menurut data yang didapat dari
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, jumlah
kasus TB paru terbanyak di Bandar Lampung
tahun 2014 - juni 2015 adalah berada di daerah
Panjang. Pada bulan januari – juni 2015, jumlah
kasus baru TB BTA positif di Panjang saat ini
adalah 40 penderita. Sedangkan data yang
didapat dari Puskesmas Rawat Inap Panjang,
sampai bulan agustus tahun 2015 terdapat 48
penderita TB paru dan pada bulan januari 2015
terdapat 3 pasien yang drop out dan
didapatkan kurang lebih 15 pasien yang tidak
mengalami konversi sputum dari bulan apriljuni 2015.
Berdasarkan data dan fenomena
tersebut, perlu dilakukan pengkajian lebih
mendalam tentang hubungan pendidikan dan
pengetahuan PMO terhadap kepatuhan minum
OAT pada penderita TB paru di Puskesmas
Rawat Inap Panjang, karena faktor pendidikan
dan pengetahuan PMO yang baik diharapkan
pasien TB lebih patuh dalam menjalani
pengobatan.
Metode
Rancangan penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional,
yaitu
mengambil
variabel
independent dan variabel dependent pada satu
waktu dengan tujuan mencari hubungan
antara variabel independen (Pendidikan PMO
dan Pengetahuan PMO) terhadap variabel
dependen (Kepatuhan minum OAT pada
penderita TB Paru). Penelitian ini dilakukan
pada bulan Oktober 2015 dan dilakukan di
Puskesmas Rawat Inap Panjang, Bandar
Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua PMO dan penderita TB paru BTA positif
yang masih mendapatkan pengobatan OAT
yang berada di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik pengambilan sampel secara total
sampling.
Hasil
Analisis Univariat
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok
Usia, jenis kelamin, dan pekerjaan
Dari hasil penelitian didapatkan
distribusi responden (PMO) berdasarkan
kelompok usia dengan rentang usia yang paling
banyak 25-30 tahun sebanyak 13 orang (27,1%)
dan rentang usia paling sedikit 43-48 tahun
sebanyak 5 orang. Dilihat dari jenis kelamin,
didapatkan responden laki-laki sebanyak 20
orang (41,7%) dan responden perempuan
sebanyak 28 orang (58,3%). Responden yang
bekerja sebanyak 18 orang (37,5%) terdiri dari
responden yang bekerja sebagai pekerja tidak
tetap yaitu sebanyak 11 orang (22,92%) dan
pekerja tetap sebanyak 7 orang (14,58%).
Responden yang tidak bekerja sebanyak 30
orang (62,5%). Responden yang diteliti
distribusinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 |
31
Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, dan pekerjaan
Distribusi Responden
Jumlah
Persentase
Umur
25-30
13 orang
27,1%
31-36
6 orang
12,5%
37-42
8 orang
17%
43-48
5 orang
10,4%
49-54
9 orang
18,4%
55-60
7 orang
14,6%
Total
48 orang
100%
Jenis Kelamin
Laki-laki
20 orang
41,7%
Perempuan
28 orang
58,3%
Total
48 orang
100%
Pekerjaan
Bekerja
18 orang
62,6%
11 orang
22,92%
• Pekerja Tidak Tetap
7 orang
14,58%
• Pekera Tetap
30 orang
37,8%
Tidak Bekerja
Total
48 orang
100%
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Dari
hasil
penelitian
didapatkan
responden yang tidak tamat SD adalah
sebanyak 10 orang (20,83%), responden yang
pendidikan terakhirnya adalah SD sebanyak 15
orang (31,25%) dan responden yang
pendidikan terakhirnya adalah SMP sebanyak
11 orang (22,92%). Responden yang memiliki
pendidikan yang tinggi sebanyak 12 orang
(25%) yang terdiri dari responden yang
pendidikan terakhirnya adalah SMA sebanyak 7
orang (14,58%), diploma 3 sebanyak 3 orang
(6,25%), dan S1 sebanyak 2 orang (4,17%).
Responden
yang
diteliti
berdasarkan
pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan
Pendidikan
Frekuensi
Persentase
Rendah
36 orang
75%
10 orang
20,83%
• Tidak tamat SD
15 orang
31,25%
• SD
11 orang
22,93%
• SMP
Tinggi
12 orang
25%
7 orang
14,58%
• SMA
3 orang
6,25%
• Diploma
2
orang
4,17%
• S1
Total
48 orang
100%
Distribusi
Responden
Berdasarkan
Pengetahuan
Dari hasil pengisian kuesioner oleh
responden (PMO) menunjukan bahwa
sebanyak 28 orang (58,3%) memiliki
pengetahuan yang kurang baik, 13 orang
(27,1%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan
sebanyak 7 orang (14,6%)
memiliki
pengetahuan yang baik. Responden penelitian
berdasarkan pengetahuan distribusinya dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan
Jumlah
Persentase
Kurang Baik
28 orang
58,3%
Cukup
13 orang
27,1%
Baik
7 orang
14,6%
Total
48 orang
100%
Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 |
32
Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan
Minum OAT
Dari hasil penelitian sebanyak 26 orang
(54%,2) yang memiliki kepatuhan yang rendah,
7 orang (14,6%) memiliki kepatuhan yang
sedang dan 15 orang (31,2%) yang memiliki
kepatuhan yang tinggi. Responden penelitian
berdasarkan
kepatuhan
minum
OAT
distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Kepatuhan Minum OAT
Kepatuhan
Jumlah
Persentase
Rendah
26 orang
54,2%
Sedang
7 orang
14,6%
Tinggi
15 orang
31,2%
Total
48 orang
100%
Analisis Bivariat
Analisis Hubungan Pendidikan PMO Terhadap
Kepatuhan Minum OAT
Distribusi hubungan antara pendidikan
terhadap kepatuhan minum OAT pada
penderita TB Paru di Puskesmas Panjang dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Chi-square antara Pendidikan PMO terhadap kepatuhan minum OAT di Puskesmas Panjang.
Pendidikan
Kepatuhan Minum Obat
Total
p
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
30
5
1
36
0,0001
(83,3%)
(14%)
(2,7%)
(100%)
Tinggi
1
0
11
12
(8,3%)
(0%)
(91,7)
(100%)
Pada tabel 5 menunjukan distribusi
pendidikan PMO terhadap kepatuhan minum
OAT. Dari 48 sampel, penderita TB paru yang
memiliki kepatuhan yang rendah adalah pada
PMO yang memiliki pendidikan yang rendah,
yaitu sebanyak 83,3%, sedangkan penderita
yang memiliki kepatuhan yang sedang adalah
pada PMO yang memiliki pendidikan yang
rendah yaitu sebanyak 13,8%, untuk penderita
TB paru yang memiliki kepatuhan tinggi adalah
pada PMO yang memiliki pendidikan tinggi
yaitu sebanyak 91,7%.
Berdasarkan hasil analisis chi-square test
didapatkan nilai p-value adalah 0,0001. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan PMO terhadap
kepatuhan minum OAT pada penderita TB
paru.
Analisis Hubungan Pengetahuan PMO
Terhadap Kepatuhan Minum OAT
Distribusi hubungan pengetahuan PMO
terhadap kepatuhan minum OAT pada
penderita TB paru di Puskesmas Rawat Inap
Panjang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Chi-square antara Pengetahuan PMO Terhadap Kepatuhan Minum OAT di Puskesmas
Panjang
Pengetahuan
Kepatuhan
Total
p
Rendah
Sedang
Tinggi
Kurang Baik, <56%
23
2
3
28
0,0001
(82,14%)
(7,14%)
(6,25%)
(100%)
Cukup, 56-75%
3
4
6
13
(23,1%)
(30,8%)
(46,15%)
(100%)
Baik, 76%
0
1
6
7
(0%)
(4,3%)
(85,7%)
(100%)
Didapatkan hasil dari 48 penderita yang
memiliki kepatuhan yang rendah lebih banyak
pada PMO yang memiliki pengetahuan yang
kurang baik, yaitu sebanyak 82,14%, penderita
yang memiliki kepatuhan yang sedang adalah
pada PMO yang memiliki pengetahuan yang
cukup, yaitu sebanyak 30,8%, sedangkan
penderita yang memiliki kepatuhan yang tinggi
Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 |
33
Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
adalah pada PMO yang memiliki pengetahuan
yang baik, yaitu sebanyak 85,7%.
Dari hasil analsis chi-sqaure test
didapatkan nilai p-value adalah 0,0001. Hal
tersebut menunjukan terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan PMO terhadap
kepatuhan minum OAT pada penderita TB
Paru.
Pembahasan
penelitian ini termasuk dalam kelompok
kategori rendah. Dari 48 orang responden
sebanyak 36 orang (75%) yang memiliki
pendidikan yang rendah dengan mayoritas
pendidikan SD yaitu sebanyak 15 orang
(31,25%).7
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok
Usia, Jenis Kelamin dan Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
rentang usia responden yaitu PMO lebih
banyak pada kelompok usia dengan rentang
25-30 tahun, yaitu sebanyak 13 orang (27,1%).
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat
menggambarkan kematangan seseorang, baik
kematangan fisik, psikis, dan sosial karena
umur mempengaruhi baik tidaknya seseorang
pada proses belajar mengajar. Seluruh PMO
sebaiknya diatas 18 tahun ke atas atau harus
disegani oleh penderita karena pada umur
tersebut emosi seseorang mulai stabil dan
mampu menyelesaikan masalah dan menerima
tugas dengan tanggung jawab. 6
Dilihat dari jenis kelamin, didapatkan
bahwa responden laki-laki sebanyak 20 orang
(41,7%) dan responden perempuan sebanyak
28 orang (58,3%). Menurut Hapsari (2011)
tidak terdapat perbedaan antara PMO laki-laki
ataupun PMO perempuan.
Hasil distribusi responden berdasarkan
pekerjaan responden yaitu didapatkan
mayoritas PMO adalah tidak bekerja yaitu
sebanyak 30 orang (62,5%), sedangkan 18
orang lainnya (37,5%) bekerja. Pada saat
peneliti melakukan kunjungan langsung ke
rumah responden, PMO yang tidak berkerja
memang hanya berada dirumah, namun dalam
pengawasan minum obat, PMO hanya
mengingatkan saja tidak melihat langsung
penderita TB paru minum obat.
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Menurut penelitian Fauzi (2008)
menyatakan bahwa 53,48% penderita TB Paru
yang menjadi responden dalam penelitiannya
mengharapkan
memiliki
PMO
yang
berpendidikan SMA. Hal ini didasarkan bahwa
PMO yang berpendidikan SMA atau lebih dapat
memberikann
penyuluhan,
dorongan,
memahami gejala, cara penularan, mengerti
cara pencegahan komplikasi dan mengerti efek
samping dari obat sehingga pengobatan dapat
berhasil. Sedangkan dari hasil penelitian
didapatkan bahwa pendidikan PMO pada
Distribusi
Responden
Berdasarkan
Pegetahuan
Pengetahuan responden dilihat dari hasil
kuesioner yang telah diisi oleh responden
(PMO) yaitu sebanyak 18 pertanyaan yang
harus diketahui oleh seorang PMO. Distribusi
pengetahuan responden dibagi menjadi dua,
yaitu responden yang memiliki pengetahuan
yang kurang baik yaitu apabila yang memiliki
nilai 56%, responden yang memiliki
pengetahuan yang cukup yaitu yang memiliki
nilai 56-75%, dan responden yang memiliki
pengetahuan yang baik, yaitu responden yang
memiliki nilai lebih dari 76%. Dari hasil
pengisian kuesioner oleh responden, yaitu
Pengawas Minum Obat (PMO) menunjukan
bahwa lebih banyak responden yang memiliki
pengeetahuan yang rendah yaitu sebanyak 23
orang (47,9%).
Distribusi Kepatuhan Minum OAT
Kepatuhan seorang penderita dapat
diukur dengan kuesioner baku Morinsky
Medication Adherence Scale (MMAS) yang
terdiri dari 8 pertanyaan yang sudah
dialihbahasakan kedalam bahasa Indonesia.
Penentuan jawaban kuesioner menggunakan
skala Guttman, yaitu jawaban responden
hanya terbatas ya atau tidak. Variabel
kepatuhan mengadopsi dari interpretasi
kuesioner asli Morinsky yang dimodifikasi yakni
dengan 2 kategori, dimana 2 sebagai cut of
point. Semakin sedikit total nilai yang dijumlah
menandakan kepatuhan yang baik. Dari hasil
penelitian yang sudah dilakukan dengan
melihat kuesioner yang diisi oleh penderita TB
Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
mengenai kepatuhan oleh seorang penderita
dalam menjalani pengobatan didapatkan
bahwa sebanyak 31 orang (64,6%) yang
memiliki kepatuhan yang rendah, 5 orang
(10,4%) memiliki kepatuhan yang sedang dan
Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 |
34
Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
12 orang (25%) yang memiliki kepatuhan yang
tinggi. Hal ini membuktikan bahwa kepatuhan
penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap
Panjang dalam kategori rendah.
Analisis Bivariat
Hubungan Pendidikan PMO Terhadap
Kepatuhan Minum OAT Pada Penderita TB
Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Dari hasil penelitian didapatkan dari 48
sampel, penderita TB paru yang memiliki
kepatuhan yang rendah adalah pada PMO yang
memiliki pendidikan yang rendah, yaitu
sebanyak 83,3%, sedangkan penderita yang
memiliki kepatuhan yang sedang adalah pada
PMO yang memiliki pendidikan yang rendah
yaitu sebanyak 13,8%, untuk penderita TB paru
yang memiliki kepatuhan tinggi adalah pada
PMO yang memiliki pendidikan tinggi yaitu
sebanyak 91,7%. Dari hasil uji statistik chisquare test didapatkan nilai p-value adalah
0,0001. Hal ini menunjukan hipotesis terdapat
hubungan
pendidikan
PMO
terhadap
kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru
dapat dibuktikan.
Hasil tersebut sesuai dengan pendapat
Green bahwa pendidikan termasuk faktor
predisposisi seseorang untuk berperilaku
tertentu. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat
Notoatmodjo dalam Rohmana dkk. (2014),
bahwa pengawasan PMO dalam menjamin
kepatuhan berobat penderita TB paru
merupakan perilaku yang dipengaruhi salah
satunya oleh faktor internal, yaitu pendidikan
PMO.8 Hal ini juga didukung oleh hasil
penelitian Suhartono (2010) yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan PMO memiliki
hubungan yang signifikan (p=0,0001) dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru
di Puskesmas Kembang Janggut Kabupaten
Kutai Karta Negara. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan PMO,
jarak rumah dan pengetahuan dengan
kepatuhan penderita TB paru berobat
mempunyai hubungan positif secara statistik
signifikan dengan kepatuhan berobat. 9
Hubungan Pengetahuan PMO Terhadap
Kepatuhan Minum OAT Pada Penderita TB
Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Berdasarkan hasil penelitian, 48
penderita yang memiliki kepatuhan yang
rendah lebih banyak pada PMO yang memiliki
pengetahuan yang kurang baik, yaitu sebanyak
47,9%, penderita yang memiliki kepatuhan
yang sedang adalah pada PMO yang memiliki
pengetahuan yang cukup, yaitu sebanyak 8,3%,
sedangkan penderita yang memiliki kepatuhan
yang tinggi adalah pada PMO yang memiliki
pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 12,5%.
Dari uji statistik chi-square test terbukti
perbedaan proporsi tersebut bermaknsa
(p=0,000). Hal ini membuktikan hipotesis
bahwa terdapat hubungan pengetahuan PMO
terhadap kepatuhan minum OAT pada
penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap
Panjang tahun 2015.
Hasil ini mendukung pendapat Green,
bahwa suatu perilaku akan dipengaruhi pula
antara lain oleh faktor predisposisi seperti
pengetahuan dari yang bersangkutan. Hasil ini
juga sesuai dengan pendapat Fishbein dan
Ajzen dalam Widyaningsih (2004), bahwa
keyakinan PMO terhadap pelaksanaan kegiatan
pengawasan penderita tuberkulosis secara
teratur dapat mencegah terjadinya putus obat,
resistensi, dan lain-lain. Dimana pelaksanaan
kegiatan PMO tersebut dipengaruhi oleh sikap
PMO yang dilihat dari salah satunya adalah
pengetahuan PMO itu sendiri. 10
Dari hasil pengamatan saat melakukan
pengambilan
data,
responden
yang
kepatuhannya rendah dikarenakan beberapa
hal, yakni kurangnya ketelitian keluarga yang
menjadi PMO dan kader yang ditunjuk dalam
mengawasi langsung penderita TB Paru dalam
meminum obat, kurangnya pengetahuan
penderita TB paru mengenai efek samping
yang timbul selama pengobatan sehingga
berhenti minum obat, dan masih ada
responden yang belum tahu aturan
pengobatan sehingga saat mereka pindah
tenpat atau mudik, tidak memberi tahu
petugas terlebih dahulu yang berimbas pada
pengulangan pengobatan.
Dari hasil penelitian ini didapatkan
bahwa terdapat Hubungan Pendidikan dan
Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO)
Terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti (OAT)
Tuberkulosis Pada Penderita Tuberkulosis (TB)
Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang Tahun
2015.
SIMPULAN
PMO yang memiliki pendidikan rendah
adalah sebanyak 75% dan 25% untuk PMO
yang memiliki pendidikan yang tinggi.
Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 |
35
Jose Adelina Putri, Dyah Wulan S. R. Wardani | Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Sebanyak 58,3% yang memiliki pengetahuan
yang kurang baik, 27,1% PMO yang memiliki
pengetahuan yang cukup dan 14,6% PMO yang
memiliki pengetahuan yang baik. Kepatuhan
penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap
Panjang Tahun 2015 lebih banyak yang
memiliki kepatuhan yang kurang baik, yaitu
sebanyak 64,6%. Sedangkan yang memiliki
kepatuhan yang sedang adalah sebanyak 10,4%
dan kepatuhan yang tinggi adalah sebanyak
25%. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara
pendidikan (p=0,0001) dan pengetahuan PMO
(p=0,0001) terhadap kepatuhan minum OAT
pada penderita TB Paru di Puskesmas Rawat
Inap Panjang tahun 2015. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan kepatuhan minum OAT
pada penderita TB paru, pendidikan dan
pengetahuan PMO perlu diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global
Tuberculosis Report. Geneva: WHO Press;
2017.
2. Departmen Kesehatan Republik Indonesia.
Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2016.
3. Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia.
Penyakit Menular Tuberkulosis Paru.
Jakarta: Kemenkes RI; 2012.
4. World Health Organization. Multidrug and
extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB):
2010 global report on surveillance and
response. Geneve: WHO Press; 2010.
5. Nawas A. Pengalaman RS Persahabatan
dalam penanganan pasien TB-MDR.
MONEV PMDT. Jakarta: Depkes RI; 2010.
6.
World Health Organization. International
standard for tuberculosis care. Geneva:
TBCTA; 2007.
7. Erawatyningsih E., Purwanta, Subekti H.
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Ketidakpatuhan Berobat Pada Penderita
Tuberkulosis Paru. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada Berita
Kedokteran Maysrakat; 2009:25(3); 11724.
8. Fauzi A. Gambaran Harapan Penderita
Tuberkulosis Paru Terhadap Pengawas
Minum Obat di Daerah Pedesaan
Kabupaten Sleman Yogyakarta [skripsi].
Riau: Universitas Riau; 2008.
9. Rohmana O., Suhartini, Suhendra A.
Faktor-Faktor
Pada
PMO
Yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat
Penderita TB Paru Di Kota Cirebon. Jurnal
Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014;
10(1):931-41.
10. Suhartono. Hubungan Antara Tingkat
Pendidikan PMO, Jarak Rumah, Dan
Penetahuan Pasien TB Paru Dengan
Kepatuhan Berobat di Puskesmas
Kembang Janggut Kabupaten Kutai
Kartanegara [Tesis]. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret; 2010.
11. Widyaningsih N. Analisis Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Praktik
Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Dalam
Pengawasan
Penderita
Tuberkulosis Paru Di Kota Semarang.
[Tesis].
Semarang:
Universitas
Dipenogoro; 2004.
Medula | Volume 7 | Nomor 5 | Desember 2017 |
36
Download