PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI PADA KURIKULUM 2013 Daniel Boli Kotan, S.Pd.,MM ([email protected]) “Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah mereka yang belum dapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar “ (Prof. DR. Yohanes Surya) ABSTRAK Kegiatan pembelajaran dan penilaian merupakan bagian tugas guru yang sangat penting dalam dunia pendidikan di sekolah. Dikatakan sangat penting, karena melalui kegiatan atau proses pembelajaran dan penilaian yang dirancang dengan baik oleh guru maka kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) yang diharapkan untuk dimiliki oleh para peserta didik akan tercapai. Sebaliknya, apa bila guru kurang mampu mengelolah pembelajaran dan penilaian dengan baik maka output (keluaran/lulusan) pendidikan seperti yang diharapkan dalam rancangan kurikulum tidak akan tercapai. Karena itu seorang guru harus mutlak memiliki kompetensi/kemampuan dalam mengelolah pembelajaran dan penilaian. Maka para guru hendaknya terus mengasah kemampuannya itu melalui berbagai cara yaitu studi mandiri, studi lanjut (on going formation), pendidikan dan pelatihan, demi menghasilkan sumber daya manusia yang sungguh berkualitas dan bersaing di masyarakat, baik di dalam negeri maupun di tingkat global (internasional). Kata kunci; belajar, pembelajaran, penilaian, kompetensi, pendidikan, pelatihan ABSTRACT Learning and assessment activities are part of a very important task of teacher in education at the school. Said to be very important, because through the activities or learning and assessment process designed by the teacher, competencies (knowledge, attitudes and skills ) are expected to be owned by the learner will be achieved. Conversely, what if the teacher is less able to manage learning and assessment with both the output (graduate) education as expected in the design of the curriculum will not be achieved.Therefore, a teacher must have absolute competence/ability to manage learning and assessment. Then the teachers should continue to hone their skills through a variety of ways that independent studies, further study (on-going formation), education and training , in order to produce a truly human resources and qualified to compete in the community, both domestically and on a global level (international) Keywords; learning, teaching, assessment, competence, education, training I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Setelah diberlakukan kurikulum 2013 (secara terbatas dan bertahap) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia, penulis mendapat kesempatan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan serta sosialisasi implementasi kurikulum 2013 kepada guru-guru Pendidikan Agama Katolik di beberapa propinsi dan kabupaten di Indonesia. Pada pertemuan dengan para guru-guru tersebut, nampak bahwa guru-guru mengalami banyak kesulitan dalam hal pengelolaan pembelajaran dan penilaian, selain sarana pembelajaran yang dirasakan sangat minim sehingga menghambat kegiatan pembelajaran di kelas. Berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran, guru-guru masih cenderung menjadi pusat pembelajaran, atau sumber belajar sementara para peserta didik menjadi objek pembelajaran. 1 Dengan perkataan lain, selama kegiatan pembelajaran, guru aktif melakukan indoktrinasi dengan metode ceramah, dan para peserta didik duduk manis sebagai pendengar. Dengan demikian yang terjadi di kelas-kelas adalah kegiatan belajar guru aktif dan bukan kegiatan belajar peserta didik aktif. Belajar aktif (active learning) yang konsepnya adalah aktivitas pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mengalami kendala karena banyak guru kurang menguasai metodelogi dan media pembelajaran. Faktor lain yang turut menghambat kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran adalah kurang maksimalnya fungsi pengawas sebagai supervisor yang bertugas mensupervisi kinerja guru, mengevaluasi kemudian memperbaikinya sehingga guru semakin berkompeten. Berkaitan dengan desain penilaian pembelajaran, guru-guru pendidikan agama katolik mengakui bahwa selama ini titik berat penilaian mereka pada ranah kognitif (pengetahuan), sementara ranah sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) kurang diperhatikan. Menurut sharing para guru, sejatinya mereka berkeinginan untuk membuat penilaian sikap dan keterampilan namun mereka belum memiliki instrumen penilaian pada kedua ranah tersebut. Kelemahan para guru-guru di lapangan bukan semata karena mereka tidak mau belajar, tetapi karena mereka sangat jarang, bahkan ada yang mengakui belum pernah mendapat kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan profesionalitas mereka sebagai guru yang profesional. B. Permasalahan 1. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik masih kurang menguasai metode-metode pembelajaran yang mendorong terciptanya aktivitas belajar aktif para peserta didik. 2. Guru-guru pendidikan Agama Katolik masih kurang menguasai sistem penilaian pembelajaran, khususnya pada penilaian sikap dan keterampilan. 3. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik masih kurang mendapat pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan profesionalitas sebagai guru yang profesional. C. Tujuan Pengembangan 1. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik memiliki kemampuan profesonal dalam mengelolah pembelajaran dengan berbagai metode yang dapat mendorong terciptanya aktivitas belajar aktif para peserta didik. 2. Guru-guru pendidikan Agama Katolik memahami sistem penilaian pembelajaran, khususnya pada penilaian sikap dan keterampilan para peserta didik. 3. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik meningkatkan profesionalitasnya dengan belajar mandiri, belajar lanjut (on going formation), serta mendapat kesempatan atau peluang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, sebagaimana yang dialami oleh banyak guru matapelajaran lainnya. II. KAJIAN LITERATUR A. Belajar dan Pembelajaran, apakah itu? 1. Pengertian Belajar Menurut Winkel, belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Menurut Ernest R.Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang 2 kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Pengertian Belajar menurut Robert M. Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning(1977), belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Belajar juga diartikan sebagai “A natural process that leads to changes in what we know, what we can do, and how we bahave” (p.1). Belajar juga dipandang sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan dan perilaku seseorang. Sedangkan menurut Robert Heinich dalam Beny A. Pribadi (2009), belajar diartikan sebagai “...development of new knowledge, skills or attitudes as individual interact with learning resources” (p.6). Belajar merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terjadi manakala seseorang melakukan interaksi secara intensif dengan sumber-sumber belajar. Meyer (1882) dalam Smith dan Ragan (1993, p.2) mengemukakan pengertian belajar sebagai “....perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibakan oleh pengalaman.”. Pengalaman yang sengaja didesain untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang akan menyebabkan berlangsungnya proses belajar. Crow & crow dalam buku Educational Psycology (1958) menyatakan "Learnig is acquisition of habits, knowledge, and attitude", belajar adalah memeproleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar dalam pandangan mereka menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku. Pengertian ini menyangkut pada proses yang mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Any change in any object or organism, particularly a behavioral or psychological change. (proses adalah suatu perubahan yang progresif menyangkut tingkah laku atau kejiwaan). Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar. Dengan perkataan lain belajar merupakan sebuah proses perubahan didalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman keterampilan, daya pikir dan kemampuan-kemampuan yang lain. 2. Pengertian Pembelajaran Gagne (1985) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai “a set of events embedded in purposeful activities that facilitate learning” (p.1). Pembelajaran merupakan serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Definisi lain tentang pembelajaran dikemukakan oleh Patricia L. Smith dan Tilman J. Ragan (1993) yang mengemukakan bahwa pembelajaran adalah pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik (p.12). Walter Dick dan Lou Carey (2005, p.205) mendefinisikan pembelajaran sebagai rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampai secara terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau beberapa media. Proses pembelajaran mempunyai tujuan agar Peserta didik dapat mencapai kompetensi seperti yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pembelajaran perlu dirancang secara sistematik dan sistemik. Proses merancang aktivita pembelajaran disebut dengan istilah desain sistem pembelajaran. 3 Dalam mempelajari desain sistem pembelajaran, konsep-konsep tentang pembelajaran sangat penting untuk diketahui. Pembelajaran seperti yang dikemukakan sebelumnya adalah sebuah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Aktivitas pembelajaran akan memudahkan terjadinya proses belajar apabila mampu mendukung peristiwa internal yang terkait dengan pemrosesan informasi. Gagne (1985) mengemukakan konsep events of instruction yang terkait dengan pemrosesan informasi yang dapat mengarahkan kepada terjadinya proses belajar yang efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka para guru perlu memahami dan secara kreatif menggunakan berbagai bentuk ragam model, metode, keterampilan, serta strategi pembelajaran. B. Penilaian Daryanto dalam bukunya tentang Evaluasi Pendidikan (2010), dan Ngalim Purwanto dalam bukunya tentang Evaluasi Pengajaran (2002) menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pengertian penilaian, prinsip-prinsip penilaian, acuan penilaian, ranah, bentuk serta alat penilaian sebagai berikut. 1. Pengertian Penilaian adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar peserta didik berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga guru memperoleh gambaran/profil kemampuan peserta didik sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai peserta didik sebagaimana telah ditetapkan dalam Kurikulum. Tujuan penilaian adalah memberikan gambaran tentang posisi peserta didik dalam alur proses pembelajaran, menyangkut: apa yang telah dikuasainya dan apa yang masih harus diupayakan untuk dikuasainya. Pegangan penilaian adalah indikator dan hasil penilaian (kekuatan dan kelemahan peserta didik) digunakan guru untuk melakukan perbaikan terhadap proses belajar mengajar secara keseluruhan. 2. Prinsip Umum Penilaian a. Keabsyahan: relevan terhadap kompetensi yang diukurnya. b. Handal: jumlah bukti penilaian perlu memadai. c. Obyektif: penilaian dipengaruhi oleh pilihan tugas atau oleh penilai. d. Terintegrasi ke dalam proses belajar mengajar: penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir proses belajar mengajar, tetapi sepanjang proses belajar mengajar. e. Bervariasi dalam gaya dan metodenya: penilaian akan menarik dan menumbuhkan motivasi bila memakai metode yang bervariasi. f. Adil bagi semua peserta didik: peserta didik harus diberitahu tentang kriterium penilaian. g. Penilaian dipergunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar: Peserta didik harus mengetahui hasil penilaian, agar bisa memperbaiki proses belajar mengajarnya. h. Peserta didik menilai diri dan teman: peserta didik diberi kesempatan untuk menilai teman-temannya dan diri sendiri. i. Cocok bagi apa yang dinilainya: kriteria dan alat penilaian harus cocok dengan yang dinilai. 3. Acuan Penilaian Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian hasil belajar, yaitu penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan Norma atau norm- 4 referenced assessment) dan penilaian yang mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan Kriteria atau criterion referenced assessment). Perbedaan kedua pendekatan tersebut terletak pada acuan yang dipakai. Pada penilaian yang mengacu kepada norma, interpretasi hasil penilaian peserta didik dikaitkan dengan hasil penilaian seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat penilaian yang sama. Jadi hasil seluruh peserta didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan, penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi hasil penilaian bergantung pada apakah atau sejauh mana seorang peserta didik mencapai atau menguasai kriteria atau patokan yang telah ditentukan. Kriteria atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi. Dalam Pendidikan Agama Katolik, pendekatan penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik 4. Ranah Yang Dinilai Penilaian yang digunakan meliputi ranah ranah afektif, kognitif dan ranah psikomotorik. a. Ranah Afektif/Sikap Kompetensi afektif: kemampuan memberi respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi. Sikap/minat peserta didik terhadap mata pelajaran: kemampuan memiliki minat, motivasi, ketekunan belajar, dan sikap positif terhadap mata pelajaran. b. Ranah Kognitif/Pengetahuan Kompetensi dalam ranah kognitif meliputi kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. c. Ranah Psikomotorik/Keterampilan Ranah ini meliputi tingkatan gerakan awal (kemampuan menggerakkan sebagian anggota badan, e.g. tangan), semi rutin (kemampuan menggerakkan seluruh anggota badan), gerakan rutin (kemampuan menggerakkan seluruh anggota badan secara sempurna, bahkan sampai taraf otomatis). 5. Bentuk dan Alat Penilaian a. Bentuk Penilaian 1) Kuis: Digunakan untuk menanyakan hal-hal yang prinsip dari pelajaran yang lalu secara singkat, dan dilaksanakan sebelum pelajaran. 2) Pertanyaan lisan: Digunakan untuk mengetahui penguasaan peserta didik tentang konsep, prinsip dan teori. 3) Ulangan harian; Digunakan untuk mengetahui penguasaan pemahaman, sampai evaluasi, atau untuk mengetahui penguasaan pemakaian alat atau proaedur tertentu. 4) Tugas individu: Digunakan untuk mengetahui kemampuan aplikasi sampai evaluasi, atau untuk mengetahui penguasaan hasil latihan dalam menggunakan alat atau prosedur tertentu. 5) Tugas kelompok: Digunakan untuk mengetahui kemampuan kerja kelompok dalam memecahkan suatu masalah. 6) Ulangan semesteran: Digunakan untuk menilai ketuntasan penguasaan komptensi pada akhir program semester. 7) Ulangan kenaikan: Digunakan untuk menilai ketuntasan penguasan kompetensi dalam satu tahun ajaran.. 5 8) Laporan kerja praktek/praktikum: Digunakan untuk pelajaran yang mengharuskan praktek, seperti kimia, biologi, bahasa. 9) Responsi atau ujian praktek: Digunakan untuk mengetahui penguasaan aspek kognitif maupun psikomotorik untuk mata pelajaran yang memiliki praktikum. b. Alat Penilaian 1) Penilaian Tertulis Diadakan pada kurun waktu tertentu dan kondisi yang terbatas. - Test Obyektif (contoh; pilihan benar/salah, pilihan ganda, isian singkat) dsb. Alat penilaian yang menilai kemampuan berpikir rendah: sebatas mengingat. - Test Subyektif (contoh, pengerjaan soal, latihan, esai, dsb). Alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang sudah dipelajari dengan cara mengemukakan dan mengekspresikan gagasan tersebut dengan kata-kata sendiri. 2) Penilaian lisan; Dilaksanakan secara lisan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan secara lisan kepada peserta didik. 3) Penilaian unjuk kerja (performance); Penilaian yang dilaksanakan pada waktu peserta didik melakukan kegiatan, baik secara informal 4) Penilaian produk; Penilaian terhadap hasil kerja. Biasanya dilakukan terhadap mata pelajaran kesenian dan kerajinan. 5) Penilaian Portofolio; Portofolio adalah kumpulan hasil kerja atau karya seorang peserta didik dalam kurun waktu tertentu yang telah dipilih dan disusun secara sistematis untuk mengetahui perkembangan kemajuan belajar peserta didik dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian tentang penilaian di atas maka diasumsikan bahwa guru sebagai tenaga pendidikan profesional memiliki kompetensi dalam mengelola penilaian dalam rangka menguji kompetensi peserta didik setelah proses pembelajaran. Karena itu guru harus sungguh memahami bahwa kurikulum memerlukan pola penilaian pendidikan yang variatif, untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. III. KAJIAN TEMUAN A. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik Berdasarkan evaluasi Kurikulum Pendidikan Agama Katolik (KBK 2004/ KTSP 2006) yang telah dilaksanakan bersama wakil-wakil Guru Agama Katolik seluruh Indonesia, yang diselenggarakan oleh Komisi Kateketik KWI bekerjasama dengan Bimas Katolik Kemenag RI, pada tahun 2010 dan 2011, di beberapa tempat secara regional (Indonesia Barat – Tengah – Timur) diperoleh beberapa temuan sebagai bahan kajian, selain temuan yang diperoleh penulis selama mensosialiskan Kurikulum 2013 di beberapa propinsi. Adapun temuan lapangan tersebut antara lain sebagai berikut: a. Ada materi pembelajaran yang dirasakan tidak sesuai dengan tingkat/ kelas peserta didik sehingga peserta didik sulit untuk memahami materi tersebut. Dalam kondisi seperti ini, guru kurang mampu mengolah kembali materi tersebut sesuai kondisi peserta didiknya. Guru terkesan hanya membacakan isi buku pelajaran dan bukan mengajar dengan bahasanya sendiri. b. Metode pembelajaran yang dipergunakan oleh guru, masih banyak yang monoton (cenderung menggunakan metode ceramah), sehingga tidak tercapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. 6 c. Sarana pembelajaran kurang mendukung untuk tercapainya tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Dalam kondisi seperti itu, guru kurang kreatif untuk mencari solusinya, dan hanya bersikap pasrah, minimalis. d. Masih banyaknya guru yang tidak kompeten dalam bidang Pendidikan Agama Katolik (pedagogik) sehingga proses pembelajaran tidak dapat terlaksana seperti apa yang diamanatkan oleh kurikulum. e. Dibeberapa wilayah Indonesia, guru-guru masih mempergunakan kurikulum lama (kurikulum 1994) karena keterbatasan informasi yang membuat mereka tidak dapat mengakses perubahan dengan cepat. 1. Penilaian Pendidikan Agama Katolik Sebagaimana temuan lapangan tentang kegiatan pembelajaran dalam kegiatan evaluasi tersebut di atas, demikian pula dengan kegiatan penilaian Pendidikan Agama katolik. Adapun temuan lapangan menyangkut desain penilaian Pendidikan Agama katolik oleh guru pendidikan agama Katolik, antara lain sebagai berikut: a. Penilaian lebih bersifat kognitif. Artinya bahwa dalam penilaian, atau uji kompetensi peserta didik, guru lebih banyak memberikan penilaian pada ranah pengetahuan, dan kurang memperhatikan penilaian pada ranah sikap dan keterampilan. b. Penggunaan bentuk dan lebih-lebih pada alat-alat penilaian berkisar pada tes tertulis dan tes lisan. Sementara alat-alat penilain yang lain seperti; penilaian unjuk kerja (performance), penilaian produk (unjuk karya) dan penilaian Portofolio, kurang diperhatikan. IV. PEMBAHASAN A. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Setelah memahami makna belajar dan pembelajaran yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, serta temuan atas fakta di lapangan menyangkut praktik belajar dan pembelajaran pendidikan agama Katolik, maka di sini akan dkemukakan gagasan tentang pengembangan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, khususnya pada pelaksanaan kurikulum 2013 ini. Ada beberapa aspek pokok pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti yang perlu dipahami para guru, Kepala Sekolah, dan para pengawas pendidikan agama Katolik yaitu; prinsip pembelajaran, pola pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran dan model pembelajaran. 1. Prinsip Pembelajaran Ada beberapa prinsip pembelajaran yang yang dikembangkan dalam pendidikan agama Katolik dan budi pekerti, antara lain: penguasaan pengetahuan yang dikembangkan dengan menggunakan berbagai sumber belajar melalui prinsip pendekatan ilmiah, terpadu serta berbasis kompetensi. Prinsip yang dikembangkan dalam pembelajaran sikap dicapai melalui keteladanan guru dan pengembangan kultur sekolah, sehingga pembelajaran sikap tidak bersifat verbalis. Sedangkan pengembangan keterampilan, prinsip yang dikembangkan berorientasi pada kemampuan mencipta. Kerangka pembelajaran yang dikembangkan berpijak pada tiga unsur, pengalaman, Kitab Suci / Tradisi serta refleksi pengalaman iman. 2. Pola Pembelajaran Pembelajaran adalah sebuah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Pada kurikukulum sebelumnya (KBK7 2004) pola pembelajaran pendidikan agama Katolik telah dirancang dalam pola belajar-aktiv. Pola ini memungkinkan peserta didik untuk aktif. Kalau peserta didik menjadi partisipan, maka diandaikan dalam proses pembelajaran ada interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru. Interaksi yang terjadi adalah interaksi terarah, sehingga diandaikan ada suatu proses yang berkesinambungan. Interaksi yang berkesinambungan bertujuan untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran iman dalam hidup nyata, sehingga ia menjadi semakin beriman. Pola yang dipakai pada Kurikulum Pendidikan Agama Katolik 2004 disebut juga pola interaksi (komunikasi) aktif. Dengan pola ini para peserta didik dibimbing untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran imannya dalam hidup nyata. Dapat pula disebut pola eksploratif atau inquiry/discovery method. Pola ini kemudian dijabarkan dalam berbagai metode yang memungkinkan para peserta didik sungguh-sungguh berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran (Komisi Kateketik KWI, 2006) 3. Metode Pembelajaran Kurikulum 2013 menekankan metode saintifik guna mengembangkan kompetensi yang diharapkan. Dalam konteks Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti penemuan pengetahuan, pengembangan sikap iman dan pengayaan penghayatan iman diproses melalui tindakan merefleksikan pengalaman hidup dalam terang Kitab Suci dan Tradisi. Walaupun demikian guru tetap dapat memanfaatkan berbagai macam pendekatan yang selama ini dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, yakni pendekatan berbasis pengalaman (pergumulan), pendekatan naratif-eksperiensial, dan pendekatan pedagogi reflektif. a. Metode Pergumulan Komisi Kateketik KWI pada lokakarya di Malino tahun 1981 mengusulkan metode pergumulan sebagai pola pembelajaran pendidikan Agama Katolik di sekolah. Pendekatan ini berorientasi pada pengetahuan yang tidak lepas dari pengalaman, yakni pengetahuan yang menyentuh pengalaman hidup peserta didik. Pengetahuan diproses melalui refleksi pengalaman hidup, selanjutnya diinternalisasikan dalam diri peserta didik sehingga menjadi karakter. Pengetahuan iman tidak akan mengembangkan diri seseorang kalau ia tidak mengambil keputusan terhadap pengetahuan tersebut. Proses pengambilan keputusan itulah yang menjadi tahapan kritis sekaligus sentral dalam pembelajaran agama. Tahapan proses metode pergumulan adalah sebagai berikut: 1) Menampilkan fakta dan pengalaman manusiawi yang membuka pemikiran atau yang dapat menjadi umpan 2) Menggumuli fakta dan pengalaman manusiawi secara mendalam dan meluas dalam terang Kitab Suci 3) Merumuskan nilai-nilai baru yang ditemukan dalam proses refleksi sehingga terdorong untuk menerapkan dan mengintegrasikan dalam hidup b. Metode Naratif-Eksperiensial Yesus Kristus adalah seorang narator sejati. Dalam pengajaran-Nya seringkali menggunakan cerita. Cerita-cerita itu menyentuh dan mengubah hidup banyak orang secara bebas. Metode bercerita yang digunakan Yesus dalam pengajaranNya dikembangkan sebagai salah satu pendekatan dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti yang dikenal dengan pendekatan naratif-eksperiensial. 8 Dalam metode Naratif-eksperiensial biasanya dimulai dengan menampilkan cerita (cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai kehidupan dan kesaksian) yang dapat menggugah sekaligus menilai pengalaman hidup peserta didik Tahapan dalam proses pendekatan naratif eksperiensial adalah sebagai berikut: 1) Menampilkan cerita pengalaman/ cerita kehidupan/cerita rakyat 2) Mendalami cerita pengalaman/cerita kehidupan/cerita rakyat 3) Membaca Kitab Suci/Tradisi 4) Menggali dan merefleksikan pesan Kitab Suci / Tradisi 5) Menghubungkan cerita pengalaman/cerita /kehidupan/cerita rakyat dengan cerita Kitab Suci/Tradisi sehingga bisa menemukan kehendak Allah yang perlu diwujudkan dalam hidup sehari-hari. c. Metode Dialog – Partisipatif Metode ini mendorong siswa-siswi untuk kreatif, kritis, mandiri, dan terampil berkomunikasi. Metode dialog partisipatif dapat dijabarkan/dikonkretkan dalam kegiatan-kegiatan seperti: diskusi kelompok dan pleno; sharing pengalaman dan sharing pengalaman iman; wawancara; dramatisasi dan dinamika kelompok. d. Metode Reflektif Pendekatan reflektif ialah suatu pembelajaran yang mengutamakan aktivitas peserta didik untuk menemukan dan memaknai pengalamannya sendiri. Pendekatan ini meliputi tiga unsur utama, sebagai satu kesatuan dalam proses pembelajaran, yaitu: pengalaman, refleksi dan aksi. Pengalaman: Pengalaman yang melatarbelakangi baik secara faktual maupun aktual dari peserta didik. Pengalaman yang akan direfleksi ini digali dari peserta didik dengan menampilkan kisah kepada mereka yang bisa diambil dari koran, majalah atau berita media massa, kisah nyata, pengalaman peserta didik dan guru atau dari cerita rakyat. Refleksi: Kegiatan untuk menemukan makna lebih, nilai, kesadaran, semangat serta sikap baru. Aksi: Perwujudan atas gerakan/dorongan batin yang tumbuh sebagai buah dari proses refleksi, tindak lanjut dari proses pembelajaran yang perlu diarahkan dan dipantau, baik berupa aksi batiniah maupun lahiriah. e. Metode Analisis Sosial (ANSOS) Metode ANSOS dilakukan melalui kegiatan melihat, mengamati keadaan sosial dalam lingkup masyarakat yang dekat dan mudah dikenali oleh para peserta didik. Peserta didik diajak untuk mempelajari keadaan, unsur-unsur yang menyebabkan keadaan sosial itu terjadi. Setelah keadaan sosial itu dikaji dan dikaitkan dengan Kitab Suci/Ajaran Sosial Gereja (ASG), kemudian peserta didik diajak untuk merancang kegiatan positif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sosial tersebut. Proses Pembelajaran agama Katolik menggunakan metode ANSOS yaitu dengan langkah-langkah SOTARAE (Situasi-Obyektif- Tema–Analisis -Rangkuman–Aksi– Evaluasi) yaitu: 1) S (=situasi): pada tahap awal ini peserta didik dihadapkan pada situasi (keprihatinan) yang dapat diambil dari majalah/koran/tayangan TV/cerita kehidupan/cerita rakyat. Tahap ini dimaksudkan untuk membangkitkan perasaan peserta didik. Oleh karena itu pertanyaan kepada peserta didik difokuskan pada perasaan. 2) O (=Obyektif): tahap selanjutnya adalah mengajak peserta didik untuk memahami masalah (isi cerita) secara obyektif, tanpa diberi penilaian kualitatif 9 3) 4) 5) 6) 7) (baik, jelek, jujur, dsb). Pertanyaan pembantu berkisar pada: jalan cerita, tokohtokoh. Tujuan yang hendak dicapai adalah peserta didik diajak untuk mengerti isi cerita. T (=Tema): pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba memikirkan pokok-pokok atau hal-hal penting yang dapat ditarik dari sebuah cerita. Peserta diharapkan menemukan pokok- pokok pesan dan berusaha memilih tema atau pokok yang akan dijadikan prioritas atau diutamakan untuk dibahas bersama di kelas. A (=Analisis). Pada tahap analisis peserta didik berusaha menemukan latar belakang, sebab-akibat terjadinya cerita; mencermati tokoh yang diuntungkan atau dirugikan. Peserta didik diajak untuk melihat lingkungan sekitarnya adakah kesesuaian dengan cerita tersebut. Dalam tahap ini guru atau fasilitator dituntut terampil dalam mengajukan pertanyaan dengan baik dan tepat sehingga cerita menarik dan aktual. Dalam analisis tersebut ditampilkan kutipan Kitab Suci dan atau Ajaran Gereja dan didalami maksudnya. Guru atau fasilitator perlu mempunyai penguasaan Kitab Suci yang memadai agar dapat memilih teks yang sesuai dengan tema yang dipelajari. R (=Rangkuman): pada tahap ini fasilitator mengajak peserta didik untuk memperjelas analisis yang telah ditemukan bersama dan bagaimana analisis tersebut dikonfrontir dengan ajaran iman kristiani. A (=Aksi): Akibat dari mempertemukan hasil temuan dalam ANSOS yang sudah dirumuskna menjadi tema dan visi Kristiani, timbul rencana untuk melakukan aksi nyata (entah pribadi atau kelompok). Dalam kegiatan ini perlu tersedia waktu yang cukup. Perencanaan yang dibuat tetap berpegang pada prinsip: bukan rencana yang melampaui kemampuan peserta didik, melainkan rencana yang dapat dilaksanakan peserta didik. E (=Evaluasi): pada tahan ini fasilitator, guru mempertanyakan kepada peserta didik tanggapan mereka atas pembelajaran model ANSOS: senang, tidak senang, puas sulit, dan lain sebagainya. 4. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti tidak lain ialah pembelajaran mengenai hidup. Pengalaman hidup peserta didik menjadi sentral dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu strategi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti perlu dirancang sehingga memungkinkan optimalisasi potensi-potensi yang dimiliki peserta didik yang meliputi perkembangan, minat dan harapan serta kebudayaan yang melingkupi kehidupan peserta didik. Metode yang relevan untuk mengoptimalisasikan potensi peserta didik dan pendekatan saintifik sesuai dengan kurikulum 2013 antara lain: observasi, bertanya, refleksi, diskusi, presentasi, dan unjuk kerja. Rencana pembelajaran meliputi analisis kompetensi, analisis konteks, identifikasi permasalahan (kesenjangan antara harapan dan kenyataan), penentuan strategi yang meliputi pemilihan model, materi, metode, dan media pembelajaran untuk mencapai kompetensi bertolak dari konteks. Berdasarkan keseluruhan gagasan tersebut disusunlah proses pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. 5. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah mengisyaratkan tentang perlunya proses 10 pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik/ ilmiah. Penerapan Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini disebut-sebut sebagai ciri khas dan kekuatan dari Kurikulum 2013. Banyak ahli meyakini bahwa melalui metode saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan faktafakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, peserta didik dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berpikir logis, runtut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan peserta didik tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain fakta“, demikian ungkapnya. Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam model pembelajaran menuntut adanya pembaharuan dalam penataan dan bentuk pembelajaran itu sendiri yang seharusnya berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa model pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ ilmiah, antara lain: Contextual Teaching and Learning, Cooperative Learning, Communicative Approach, Project-Based Learning, Problem-Based Learning, Direct Instruction Model-model tersebut berusaha membelajarkan peserta didik untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan dan mencipta. Penerapan metode saintifik dalam model pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti perlu dipahami secara tepat. Sebab pendekatan pemahaman bidang agama sangat berbeda dengan pendekatan saintifik pada bidang ilmu lain. Tidak semua isi agama dapat diuraikan dan dipahami secara ilmiah, sehingga seolah-olah agama itu menjadi serba logis dan riil. Bidang agama mempunyai dimensi ilahi dan misteri yang tidak bisa dijelaskan dan didekati secara saintifik. Selama ini kita mengenal beberapa pola model pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Model pembelajaran yang umumnya digunakan adalah model komunikasi iman dan internalisasi iman, analisa sosial, reflektif, dan lainnya. Bila melihat unsur dan langkah-langkah yang ditampilkan dalam pendekatan saintifik (mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan dan mencipta), dan membandingkannya dengan model yang selama ini digunakan dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, maka kita menemukan beberapa unsur yang sejalan, walaupun tidak persis sama. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, diawali dengan mengungkapkan pengalaman riil yang dialami diri sendiri atau orang lain, baik yang didengar, dirasakan, maupun dilihat (bdk.mengamati). Pengalaman yang diungkapkan itu kemudian dipertanyakan sehingga dapat dilihat secara kritis keprihatinan utama yang terdapat dalam pengalaman yang terjadi, serta kehendak Allah dibalik pengalaman tersebut (bdk. menanya). Upaya mencari jawaban atas kehendak Allah di balik pengalaman keseharian kita, dilakukan dengan mencari jawabannya dari berbagai sumber, terutama melalui Kitab Suci dan Tradisi (bdk. mengeksplorasi). Pengetahuan dan Pemahaman dari Kitab 11 Suci dan Tradisi menjadi bahan refleksi untuk menilai sejauhmana pengalaman keseharian kita sudah sejalan dengan kehendak Allah yang diwartakan dalam Kitab Suci dan Tradisi itu. Konfrontasi antara pengalaman dan pesan dari sumber seharusnya memunculkan pemahaman dan kesadaran baru/ metanoia (bdk. mengasosiasi), yang akan sangat baik bila dibagikan kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan (bdk. mengomunikasikan). Pertobatan yang dihasilkan dalam proses pembelajaran, hendaknya diwujud-nyatakan dalam karya dan tindakan yang mengungkapkan nilai-nilai pertobatan tersebut (bdk. mencipta) Berkaitan dengan keenam langkah pembelajaran seperti diuraikan di atas bisa jadi tidak semuanya sampai pada langkah mencipta, karena sangat tergantung dari materi pembelajarannya. Materi-materi tertentu proses pembelajarannya bisa dipadukan dengan model problem-based learning, atau direct – learning atau model lainnya. B. Penilaian dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Dalam berbagai pertemuan dengan para guru untuk sosialisasi Kurikulum 2013, banyak muncul pertanyaan tentang apa dan bagaimana membuat penilaian pembelajaran yang benar. Sebagaimana telah dijelaskan pada latarbelakang tulisan ini bahwa penilaian pada ranah kognitif (pengetahuan) sudah merupakan hal yang biasa yang dilakukan oleh guru selama ini. Namun bagaimana merancang penilaian pendidikan agama Katolik pada ranah sikap (afektif) dan pada ranah psikomotorik (keterampilan). Penilaian dalam pendidikan Agama Katolik yang diuraikan di sini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, RI No. 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Untuk mengaplikasikan bentuk penilaian sesuai tuntutan dan semangat kurikulum 2013, akan disertakan contoh rancangan penilaian pada ranah pengetahuan, ranah sikap dan keterampilan. Penilaian pembelajaran Pendidikan Agama Katolik adalah suatu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur dan menilai tentang masukan, proses, dan pencapaian hasil belajar peserta didik dalam matapelajaran Pendidikan Agama Katolik. Strategi Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berdasarkan pada prinsip-prinsip penilaian pada umumnya yaitu; keabsyahan, handal, obyektif, terintegrasi, bervariasi, adil/ tranparan/akuntabel, edukatif/ memperbaiki proses belajar, menilai diri dan teman, cocok bagi apa yang dinilai, ekonomis (lihat penjelasan sebelumnya tentang kajian teoritis penilaian). Penilaian proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik pada Kurikulum 2013 ini diharapkan menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran. Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi. 1. Bentuk Penilaian a. Penilaian Kompetensi Sikap Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen 12 yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. 1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. 2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. 3) Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik. 4) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Contoh format penilaian sikap: Materi pada SMP kelas VII. Mengembangkan diri sebagai perempuan atau laki-laki Penilaian Sikap Spiritual : (Melalui Penilaian diri) Instrumen: Petunjuk: Nilailah dirimu sendiri: seberapa sering dirimu menyadari hal-hal berikut dalam kehidupanmu sehari-hari. 4= selalu 3= sering 2= kadang-kadang 1=tidak pernah Nama: …………………. Nomor Pernyataan 1. 2. Saya menyadari bahwa saya berbeda dengan teman saya Saya bangga terhadap diri saya yang ada sekarang ini Saya merasa iri hati terhadap teman yang lebih cantik/tampan Saya merasa bersikap rendah diri atas keadaan fisik yang saya miliki Saya sadar bahwa apapun yang melekat pada diri saya merupakan bukti cinta Tuhan terhadap diri saya Saya merawat tubuh saya sebaik mungkin sebagai ungkapan syukur saya atas kebaikan Tuhan dalam diri saya Saya bergaul dengan siapa saja tanpa terpengaruh pada keadaan fisik saya maupun orang lain Saya berfikir positif terhadap semua teman tanpa melihat kekurangan yang ia miliki 3. 4. 5. 6. 7. 8. 13 Nilai Spiritual 1 2 3 4 Sikap Sosial (Melalui Pengamatan guru) Nama siswa yang diamati: ……………….............................. Pengamatan dari tgl……………. tanggal …………………. Instrumen: 4= selalu 3= sering 2= kadang-kadang 1=tidak pernah Nomor 1. Pernyataan Nilai 1 2 3 4 Peserta didik tidak minder dalam bergaul Peserta didik sering bersikap sombong terhadap kecantikan/ ketampanan dirinya Peserta didik melecehkan temannya yang secara fisik/ psikis memiliki kekurangan Peserta didik bergaul secara merata dengan temannya tapa terganggu dengan perbedaan Peserta didik terlihat merawat dirinya 2. 3. 4. 5. Nilai: 7-12 13-18 19-24 24-28 = = = = Kurang Cukup Baik Sangat Baik b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. 1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran. 2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan. 3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas. Contoh format penilaian Pengetahuan Tes tertulis Instrumen : No. 1 2 3. Butir Instrumen Sebutkan unsur-unsur apa saja yang menjadikan manusia itu unik ! Seorang remaja berkata: “Tuhan itu tidak adil, mengapa Ia tidak menciptakan saya seperti A yang sekarang jadi bintang sinetron dan bintang iklan itu. Nyatanya wajah saya jelek dan kurang menarik”. Bagaimana pendapatmu tentang sikap temanmu itu bila dikaitkan dengan pemahamanmu tentang keunikan manusia ? Jelaskan makna manusia sebagai Citra Allah serta tugas yang diberkan Allah kepadanya ! 14 Score 10 25 15 4. 5. 6. Disajikan kasus pembalakan liar Uraikanlah tanggapanmu atas kasus tersebut dengan mengungkapkan: Apa dampak peristiwa tersebut bagi kehidupan umat manusia ? Sejauhmana perilaku tersebut jika dikaitkan dengan pemahamanmu tentang Tugas Manusia sebagai Citra Allah menurut Kej 1:26-28 Rumuskan dengan kata-katamu sendiri pesan yang disampaikan dalam kitab Kej 1:26-30 Sebutkan ciri-ciri tindakan manusia yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan kedudukan manusia sebagai citra Allah dalam kolom berikut Tindakan yang tidak sesuai Tindakan yang sesuai kehendak Allah ………….. ………….. ………….. ………….. ………….. ………….. 30 10 10 Nilai = Score yang diperoleh x 100 % Score total c. Penilaian Kompetensi Keterampilan Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. 1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. 2) Proyek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. 3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. Contoh format Penilaian Ketrampilan: Karya: Doa No. 1. Unsur yang dinilai Struktur jelas: ada pengantar, isi dan penutup 2. Doa sesuai dengan tema 3. Isi mengungkapkan rasa syukur atas dirinya yang unik 4. Bahasa, kata tepat, jelas dan bisa difahami Score total 15 Score 20 10 50 20 100 Nilai: 21-40 41-60 61-80 81-100 : Kurang : Cukup : Baik : Sangat Baik Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan: 1) Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai; 2) Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; 3) Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Pendekatan penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik 2. Pelaporan hasil Penilaian a. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Guru Sesuai dengan Permendikbud No. 66 tahun 2013, penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman pen-skor-an sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih. 2) Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran dan diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik. 3) Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam tema tersebut. 4) Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai umpan balik (feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran. b. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk; 1) nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematikterpadu. 2) deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial. 16 c. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada Kepala Sekolah /Wali Kelas dan Orangtua pada periode yang ditentukan d. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Guru-guru, sebagai eksekutor atau ujung tombak pengembangan kurikulum di lapangan, harus sungguh memahami filosofi pembelajaran dan penilaian agar mampu melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Ungkapan Prof. DR. Yohanes Surya bahwa; “Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah mereka yang belum dapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar” dapat menjadi pemicu bagi para guru untuk terus belajar meningkatkan kompetensinya, serta menghayati profesi keguruanya sebagai suatu panggilan luhur nan mulia. Karena di tangan merekalah, masa depan negara ini dipertaruhkan melalui generasi muda yang mereka bentuk di bangku-bangku sekolahnya. B. Saran 1. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik hendaknya meningkatkan profesionalitasnya dengan belajar mandiri, belajar lanjut (on going formation), tentang teori-teori dan praktik, serta metodelogi pembelajaran dan penilaian yang terus berkembang sesuai perubahan zaman, (tempora mutantur, et mutamur in ilis = zaman berubah dan kitapun berubah didalamnya). 2) Guru-guru Pendidikan Agama Katolik perlu diberi kesempatan atau peluang oleh pemerintah (Kemenag dan Kemendikbud) untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, sebagaimana yang dialami oleh banyak guru matapelajaran lainnya. 3) Guru-guru Pendidikan Agama Katolik perlu berani mengubah paradigmanya, yaitu dari guru yang tukang mengajar dan menilai menjadi guru yang arsitek pembelajaran dan penilaian. Karena seorang tukang itu bekerja atau membangun hanya berdasarkan petunjuk (gambar) dari seorang arsitek. Dengan perkataan lain, seorang guru sejatinya adalah seorang arsitek pembelajaran dan penilaian maka ia tidak semestinya hanya menunggu petunjuk atau perintah dari atasannya untuk melakukan suatu perubahan dalam dunia pendidikan. 17 Daftar Pustaka Dahlan (penyunting). 1990. Model-model Mengajar. Bandung: C.V. Diponegoro. Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Adi Mahastya Drost, J.I.G.M.,S.J. 1998. Sekolah: Mengajar atau Mendidik? Yogyakarta: Kanisius. Dick, W. Carey, L. & Carey, J.O. 2006. The Systematic Design of Instruction. New York: Pearson Dokumen-dokumen paper pengembangan Kurikulum 2013 Gagne, R.M, dkk.2005. Priciples of Instructional Design. New York: Wadsworth Publisihing Co Komisi Kateketik KWI . 2004. Modul Pelatihan Kurikulum Pendidikan Agama Katolik Berbasis Kompetensi. Jakarta: Komkat KWI Komisi Kateketik KWI. 1993. Katekese Sosial. Jakarta: Obor Komisi Kateketik KWI (tim). 2010. Naskah Akademik Penguatan Kurikulum Pendididikan Agama Katolik (tidak dipublikasikan). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan, Republik Indonesia. Ngalim Purwanto.2002. Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya Oemar Hamalik. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Maju Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pribdi, Beny A. 2009. Model desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat Puslitbang-Puskurbuk-Kemendikbud, Naskah Akademik Kurikulum 2013 (paper). Richey.R.C. (ed). 2000. The Legacy of Robert M. Gagne. New York: Syracuse University. Seaman Don & Fellenz Robert. 1989. Effective Strategies for Teaching Adults Columbus, Ohio: Merrill Smith.P.L. & Ragan. T.L. 2003. Instructional Design. Upper Saddle River, NJ. Merril Prentice Hall, Inc Suryabrata, S. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Winkel, W. S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia 18