PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

advertisement
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK DAN BUDI PEKERTI PADA KURIKULUM 2013
Daniel Boli Kotan, S.Pd.,MM
([email protected])
“Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah mereka yang belum dapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan
metode yang benar “ (Prof. DR. Yohanes Surya)
ABSTRAK
Kegiatan pembelajaran dan penilaian merupakan bagian tugas guru yang sangat penting dalam dunia
pendidikan di sekolah. Dikatakan sangat penting, karena melalui kegiatan atau proses pembelajaran
dan penilaian yang dirancang dengan baik oleh guru maka kompetensi (pengetahuan, sikap dan
keterampilan) yang diharapkan untuk dimiliki oleh para peserta didik akan tercapai. Sebaliknya, apa
bila guru kurang mampu mengelolah pembelajaran dan penilaian dengan baik maka output
(keluaran/lulusan) pendidikan seperti yang diharapkan dalam rancangan kurikulum tidak akan
tercapai. Karena itu seorang guru harus mutlak memiliki kompetensi/kemampuan dalam mengelolah
pembelajaran dan penilaian. Maka para guru hendaknya terus mengasah kemampuannya itu melalui
berbagai cara yaitu studi mandiri, studi lanjut (on going formation), pendidikan dan pelatihan, demi
menghasilkan sumber daya manusia yang sungguh berkualitas dan bersaing di masyarakat, baik di
dalam negeri maupun di tingkat global (internasional).
Kata kunci; belajar, pembelajaran, penilaian, kompetensi, pendidikan, pelatihan
ABSTRACT
Learning and assessment activities are part of a very important task of teacher in education at the
school. Said to be very important, because through the activities or learning and assessment process
designed by the teacher, competencies (knowledge, attitudes and skills ) are expected to be owned by
the learner will be achieved. Conversely, what if the teacher is less able to manage learning and
assessment with both the output (graduate) education as expected in the design of the curriculum will
not be achieved.Therefore, a teacher must have absolute competence/ability to manage learning and
assessment. Then the teachers should continue to hone their skills through a variety of ways that
independent studies, further study (on-going formation), education and training , in order to produce a
truly human resources and qualified to compete in the community, both domestically and on a global
level (international)
Keywords; learning, teaching, assessment, competence, education, training
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setelah diberlakukan kurikulum 2013 (secara terbatas dan bertahap) oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia, penulis mendapat kesempatan untuk
memberikan pendidikan dan pelatihan serta sosialisasi implementasi kurikulum 2013
kepada guru-guru Pendidikan Agama Katolik di beberapa propinsi dan kabupaten di
Indonesia. Pada pertemuan dengan para guru-guru tersebut, nampak bahwa guru-guru
mengalami banyak kesulitan dalam hal pengelolaan pembelajaran dan penilaian, selain sarana
pembelajaran yang dirasakan sangat minim sehingga menghambat kegiatan pembelajaran di
kelas.
Berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran, guru-guru masih cenderung menjadi pusat
pembelajaran, atau sumber belajar sementara para peserta didik menjadi objek pembelajaran.
1
Dengan perkataan lain, selama kegiatan pembelajaran, guru aktif melakukan indoktrinasi
dengan metode ceramah, dan para peserta didik duduk manis sebagai pendengar. Dengan
demikian yang terjadi di kelas-kelas adalah kegiatan belajar guru aktif dan bukan kegiatan
belajar peserta didik aktif. Belajar aktif (active learning) yang konsepnya adalah aktivitas
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mengalami kendala karena banyak guru
kurang menguasai metodelogi dan media pembelajaran. Faktor lain yang turut menghambat
kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran adalah kurang maksimalnya fungsi pengawas
sebagai supervisor yang bertugas mensupervisi kinerja guru, mengevaluasi kemudian
memperbaikinya sehingga guru semakin berkompeten.
Berkaitan dengan desain penilaian pembelajaran, guru-guru pendidikan agama katolik
mengakui bahwa selama ini titik berat penilaian mereka pada ranah kognitif (pengetahuan),
sementara ranah sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) kurang diperhatikan.
Menurut sharing para guru, sejatinya mereka berkeinginan untuk membuat penilaian sikap
dan keterampilan namun mereka belum memiliki instrumen penilaian pada kedua ranah
tersebut. Kelemahan para guru-guru di lapangan bukan semata karena mereka tidak mau
belajar, tetapi karena mereka sangat jarang, bahkan ada yang mengakui belum pernah
mendapat kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan
profesionalitas mereka sebagai guru yang profesional.
B. Permasalahan
1. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik masih kurang menguasai metode-metode
pembelajaran yang mendorong terciptanya aktivitas belajar aktif para peserta didik.
2. Guru-guru pendidikan Agama Katolik masih kurang menguasai sistem penilaian
pembelajaran, khususnya pada penilaian sikap dan keterampilan.
3. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik masih kurang mendapat pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatkan profesionalitas sebagai guru yang profesional.
C. Tujuan Pengembangan
1. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik memiliki kemampuan profesonal dalam
mengelolah pembelajaran dengan berbagai metode yang dapat mendorong
terciptanya aktivitas belajar aktif para peserta didik.
2. Guru-guru pendidikan Agama Katolik memahami sistem penilaian pembelajaran,
khususnya pada penilaian sikap dan keterampilan para peserta didik.
3. Guru-guru Pendidikan Agama Katolik meningkatkan profesionalitasnya dengan
belajar mandiri, belajar lanjut (on going formation), serta mendapat kesempatan atau
peluang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, sebagaimana yang dialami oleh
banyak guru matapelajaran lainnya.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Belajar dan Pembelajaran, apakah itu?
1.
Pengertian Belajar
Menurut Winkel, belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengelolaan pemahaman. Menurut Ernest R.Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata,
1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang
2
kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang
ditimbulkan oleh lainnya.
Pengertian Belajar menurut Robert M. Gagne dalam bukunya The Conditions of
Learning(1977), belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam
perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam
situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat
adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta
akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Belajar juga diartikan sebagai “A
natural process that leads to changes in what we know, what we can do, and how we
bahave” (p.1). Belajar juga dipandang sebagai proses alami yang dapat membawa
perubahan pada pengetahuan, tindakan dan perilaku seseorang. Sedangkan menurut Robert
Heinich dalam Beny A. Pribadi (2009), belajar diartikan sebagai “...development of new
knowledge, skills or attitudes as individual interact with learning resources” (p.6). Belajar
merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
terjadi manakala seseorang melakukan interaksi secara intensif dengan sumber-sumber
belajar. Meyer (1882) dalam Smith dan Ragan (1993, p.2) mengemukakan pengertian
belajar sebagai “....perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku
seseorang yang diakibakan oleh pengalaman.”. Pengalaman yang sengaja didesain untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang akan menyebabkan
berlangsungnya proses belajar. Crow & crow dalam buku Educational Psycology (1958)
menyatakan "Learnig is acquisition of habits, knowledge, and attitude", belajar adalah
memeproleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar dalam pandangan
mereka menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku. Pengertian ini
menyangkut pada proses yang mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang
mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Any change in any object or organism,
particularly a behavioral or psychological change. (proses adalah suatu perubahan yang
progresif menyangkut tingkah laku atau kejiwaan).
Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga
menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum
belajar. Dengan perkataan lain belajar merupakan sebuah proses perubahan didalam
kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan
kualitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman keterampilan, daya pikir dan kemampuan-kemampuan yang lain.
2.
Pengertian Pembelajaran
Gagne (1985) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai “a set of events embedded
in purposeful activities that facilitate learning” (p.1). Pembelajaran merupakan
serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan
terjadinya proses belajar. Definisi lain tentang pembelajaran dikemukakan oleh Patricia L.
Smith dan Tilman J. Ragan (1993) yang mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk
memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik (p.12). Walter Dick dan Lou Carey (2005,
p.205) mendefinisikan pembelajaran sebagai rangkaian peristiwa atau kegiatan yang
disampai secara terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau beberapa
media. Proses pembelajaran mempunyai tujuan agar Peserta didik dapat mencapai
kompetensi seperti yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pembelajaran
perlu dirancang secara sistematik dan sistemik. Proses merancang aktivita pembelajaran
disebut dengan istilah desain sistem pembelajaran.
3
Dalam mempelajari desain sistem pembelajaran, konsep-konsep tentang pembelajaran
sangat penting untuk diketahui. Pembelajaran seperti yang dikemukakan sebelumnya
adalah sebuah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas
belajar dalam diri individu. Aktivitas pembelajaran akan memudahkan terjadinya proses
belajar apabila mampu mendukung peristiwa internal yang terkait dengan pemrosesan
informasi. Gagne (1985) mengemukakan konsep events of instruction yang terkait dengan
pemrosesan informasi yang dapat mengarahkan kepada terjadinya proses belajar yang
efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka para guru perlu
memahami dan secara kreatif menggunakan berbagai bentuk ragam model, metode,
keterampilan, serta strategi pembelajaran.
B. Penilaian
Daryanto dalam bukunya tentang Evaluasi Pendidikan (2010), dan Ngalim Purwanto
dalam bukunya tentang Evaluasi Pengajaran (2002) menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan pengertian penilaian, prinsip-prinsip penilaian, acuan penilaian, ranah, bentuk serta
alat penilaian sebagai berikut.
1. Pengertian
Penilaian adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk
pemberian nilai terhadap hasil belajar peserta didik berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya
sehingga guru memperoleh gambaran/profil kemampuan peserta didik sesuai dengan
kompetensi yang harus dicapai peserta didik sebagaimana telah ditetapkan dalam Kurikulum.
Tujuan penilaian adalah memberikan gambaran tentang posisi peserta didik dalam alur
proses pembelajaran, menyangkut: apa yang telah dikuasainya dan apa yang masih harus
diupayakan untuk dikuasainya. Pegangan penilaian adalah indikator dan hasil penilaian
(kekuatan dan kelemahan peserta didik) digunakan guru untuk melakukan perbaikan terhadap
proses belajar mengajar secara keseluruhan.
2. Prinsip Umum Penilaian
a. Keabsyahan: relevan terhadap kompetensi yang diukurnya.
b. Handal: jumlah bukti penilaian perlu memadai.
c. Obyektif: penilaian dipengaruhi oleh pilihan tugas atau oleh penilai.
d. Terintegrasi ke dalam proses belajar mengajar: penilaian tidak hanya dilakukan pada
akhir proses belajar mengajar, tetapi sepanjang proses belajar mengajar.
e. Bervariasi dalam gaya dan metodenya: penilaian akan menarik dan menumbuhkan
motivasi bila memakai metode yang bervariasi.
f. Adil bagi semua peserta didik: peserta didik harus diberitahu tentang kriterium
penilaian.
g. Penilaian dipergunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar: Peserta didik
harus mengetahui hasil penilaian, agar bisa memperbaiki proses belajar mengajarnya.
h. Peserta didik menilai diri dan teman: peserta didik diberi kesempatan untuk menilai
teman-temannya dan diri sendiri.
i. Cocok bagi apa yang dinilainya: kriteria dan alat penilaian harus cocok dengan yang
dinilai.
3. Acuan Penilaian
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian hasil belajar,
yaitu penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan Norma atau norm-
4
referenced assessment) dan penilaian yang mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan
Kriteria atau criterion referenced assessment).
Perbedaan kedua pendekatan tersebut terletak pada acuan yang dipakai. Pada
penilaian yang mengacu kepada norma, interpretasi hasil penilaian peserta didik dikaitkan
dengan hasil penilaian seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat penilaian yang sama.
Jadi hasil seluruh peserta didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan, penilaian yang
mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi hasil penilaian bergantung pada apakah
atau sejauh mana seorang peserta didik mencapai atau menguasai kriteria atau patokan
yang telah ditentukan. Kriteria atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil
belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi.
Dalam Pendidikan Agama Katolik, pendekatan penilaian yang digunakan adalah Penilaian
Acuan Kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang
didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan
belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan
karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta
didik
4. Ranah Yang Dinilai
Penilaian yang digunakan meliputi ranah ranah afektif, kognitif dan ranah psikomotorik.
a. Ranah Afektif/Sikap
Kompetensi afektif: kemampuan memberi respon, apresiasi, penilaian, dan
internalisasi. Sikap/minat peserta didik terhadap mata pelajaran: kemampuan memiliki
minat, motivasi, ketekunan belajar, dan sikap positif terhadap mata pelajaran.
b. Ranah Kognitif/Pengetahuan
Kompetensi dalam ranah kognitif meliputi kemampuan menghafal, memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.
c. Ranah Psikomotorik/Keterampilan
Ranah ini meliputi tingkatan gerakan awal (kemampuan menggerakkan sebagian
anggota badan, e.g. tangan), semi rutin (kemampuan menggerakkan seluruh anggota
badan), gerakan rutin (kemampuan menggerakkan seluruh anggota badan secara
sempurna, bahkan sampai taraf otomatis).
5. Bentuk dan Alat Penilaian
a. Bentuk Penilaian
1) Kuis: Digunakan untuk menanyakan hal-hal yang prinsip dari pelajaran yang lalu
secara singkat, dan dilaksanakan sebelum pelajaran.
2) Pertanyaan lisan: Digunakan untuk mengetahui penguasaan peserta didik tentang
konsep, prinsip dan teori.
3) Ulangan harian; Digunakan untuk mengetahui penguasaan pemahaman, sampai
evaluasi, atau untuk mengetahui penguasaan pemakaian alat atau proaedur
tertentu.
4) Tugas individu: Digunakan untuk mengetahui kemampuan aplikasi sampai
evaluasi, atau untuk mengetahui penguasaan hasil latihan dalam menggunakan
alat atau prosedur tertentu.
5) Tugas kelompok: Digunakan untuk mengetahui kemampuan kerja kelompok
dalam memecahkan suatu masalah.
6) Ulangan semesteran: Digunakan untuk menilai ketuntasan penguasaan komptensi
pada akhir program semester.
7) Ulangan kenaikan: Digunakan untuk menilai ketuntasan penguasan kompetensi
dalam satu tahun ajaran..
5
8) Laporan kerja praktek/praktikum: Digunakan untuk pelajaran yang
mengharuskan praktek, seperti kimia, biologi, bahasa.
9) Responsi atau ujian praktek: Digunakan untuk mengetahui penguasaan aspek
kognitif maupun psikomotorik untuk mata pelajaran yang memiliki praktikum.
b. Alat Penilaian
1) Penilaian Tertulis
Diadakan pada kurun waktu tertentu dan kondisi yang terbatas.
- Test Obyektif (contoh; pilihan benar/salah, pilihan ganda, isian singkat) dsb.
Alat penilaian yang menilai kemampuan berpikir rendah: sebatas mengingat.
- Test Subyektif (contoh, pengerjaan soal, latihan, esai, dsb). Alat penilaian yang
menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan
gagasan atau hal-hal yang sudah dipelajari dengan cara mengemukakan dan
mengekspresikan gagasan tersebut dengan kata-kata sendiri.
2) Penilaian lisan; Dilaksanakan secara lisan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan secara lisan kepada peserta didik.
3) Penilaian unjuk kerja (performance); Penilaian yang dilaksanakan pada waktu
peserta didik melakukan kegiatan, baik secara informal
4) Penilaian produk; Penilaian terhadap hasil kerja. Biasanya dilakukan terhadap
mata pelajaran kesenian dan kerajinan.
5) Penilaian Portofolio; Portofolio adalah kumpulan hasil kerja atau karya seorang
peserta didik dalam kurun waktu tertentu yang telah dipilih dan disusun secara
sistematis untuk mengetahui perkembangan kemajuan belajar peserta didik dalam
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian tentang penilaian di atas maka diasumsikan bahwa guru sebagai
tenaga pendidikan profesional memiliki kompetensi dalam mengelola penilaian dalam rangka
menguji kompetensi peserta didik setelah proses pembelajaran. Karena itu guru harus
sungguh memahami bahwa kurikulum memerlukan pola penilaian pendidikan yang variatif,
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
III. KAJIAN TEMUAN
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
Berdasarkan evaluasi Kurikulum Pendidikan Agama Katolik (KBK 2004/ KTSP 2006)
yang telah dilaksanakan bersama wakil-wakil Guru Agama Katolik seluruh Indonesia, yang
diselenggarakan oleh Komisi Kateketik KWI bekerjasama dengan Bimas Katolik Kemenag
RI, pada tahun 2010 dan 2011, di beberapa tempat secara regional (Indonesia Barat – Tengah
– Timur) diperoleh beberapa temuan sebagai bahan kajian, selain temuan yang diperoleh
penulis selama mensosialiskan Kurikulum 2013 di beberapa propinsi. Adapun temuan
lapangan tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Ada materi pembelajaran yang dirasakan tidak sesuai dengan tingkat/ kelas peserta
didik sehingga peserta didik sulit untuk memahami materi tersebut. Dalam kondisi
seperti ini, guru kurang mampu mengolah kembali materi tersebut sesuai kondisi
peserta didiknya. Guru terkesan hanya membacakan isi buku pelajaran dan bukan
mengajar dengan bahasanya sendiri.
b. Metode pembelajaran yang dipergunakan oleh guru, masih banyak yang monoton
(cenderung menggunakan metode ceramah), sehingga tidak tercapai tujuan dari
pembelajaran itu sendiri.
6
c. Sarana pembelajaran kurang mendukung untuk tercapainya tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Dalam kondisi seperti itu, guru kurang kreatif
untuk mencari solusinya, dan hanya bersikap pasrah, minimalis.
d. Masih banyaknya guru yang tidak kompeten dalam bidang Pendidikan Agama Katolik
(pedagogik) sehingga proses pembelajaran tidak dapat terlaksana seperti apa yang
diamanatkan oleh kurikulum.
e. Dibeberapa wilayah Indonesia, guru-guru masih mempergunakan kurikulum lama
(kurikulum 1994) karena keterbatasan informasi yang membuat mereka tidak dapat
mengakses perubahan dengan cepat.
1. Penilaian Pendidikan Agama Katolik
Sebagaimana temuan lapangan tentang kegiatan pembelajaran dalam kegiatan evaluasi
tersebut di atas, demikian pula dengan kegiatan penilaian Pendidikan Agama katolik.
Adapun temuan lapangan menyangkut desain penilaian Pendidikan Agama katolik oleh guru
pendidikan agama Katolik, antara lain sebagai berikut:
a. Penilaian lebih bersifat kognitif. Artinya bahwa dalam penilaian, atau uji kompetensi
peserta didik, guru lebih banyak memberikan penilaian pada ranah pengetahuan, dan
kurang memperhatikan penilaian pada ranah sikap dan keterampilan.
b. Penggunaan bentuk dan lebih-lebih pada alat-alat penilaian berkisar pada tes tertulis
dan tes lisan. Sementara alat-alat penilain yang lain seperti; penilaian unjuk kerja
(performance), penilaian produk (unjuk karya) dan penilaian Portofolio, kurang
diperhatikan.
IV. PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Setelah memahami makna belajar dan pembelajaran yang dikemukakan oleh para pakar
pendidikan, serta temuan atas fakta di lapangan menyangkut praktik belajar dan pembelajaran
pendidikan agama Katolik, maka di sini akan dkemukakan gagasan tentang pengembangan
pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, khususnya pada pelaksanaan kurikulum 2013 ini.
Ada beberapa aspek pokok pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
yang perlu dipahami para guru, Kepala Sekolah, dan para pengawas pendidikan agama
Katolik yaitu; prinsip pembelajaran, pola pembelajaran, metode pembelajaran, strategi
pembelajaran dan model pembelajaran.
1. Prinsip Pembelajaran
Ada beberapa prinsip pembelajaran yang yang dikembangkan dalam pendidikan
agama Katolik dan budi pekerti, antara lain: penguasaan pengetahuan yang
dikembangkan dengan menggunakan berbagai sumber belajar melalui prinsip pendekatan
ilmiah, terpadu serta berbasis kompetensi. Prinsip yang dikembangkan dalam
pembelajaran sikap dicapai melalui keteladanan guru dan pengembangan kultur sekolah,
sehingga pembelajaran sikap tidak bersifat verbalis. Sedangkan pengembangan
keterampilan, prinsip yang dikembangkan berorientasi pada kemampuan mencipta.
Kerangka pembelajaran yang dikembangkan berpijak pada tiga unsur, pengalaman,
Kitab Suci / Tradisi serta refleksi pengalaman iman.
2. Pola Pembelajaran
Pembelajaran adalah sebuah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan
terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Pada kurikukulum sebelumnya (KBK7
2004) pola pembelajaran pendidikan agama Katolik telah dirancang dalam pola
belajar-aktiv. Pola ini memungkinkan peserta didik untuk aktif. Kalau peserta didik
menjadi partisipan, maka diandaikan dalam proses pembelajaran ada interaksi
antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru. Interaksi yang terjadi
adalah interaksi terarah, sehingga diandaikan ada suatu proses yang
berkesinambungan.
Interaksi
yang
berkesinambungan
bertujuan
untuk
menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran iman dalam hidup nyata, sehingga ia
menjadi semakin beriman. Pola yang dipakai pada Kurikulum Pendidikan Agama
Katolik 2004 disebut juga pola interaksi (komunikasi) aktif. Dengan pola ini para
peserta didik dibimbing untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran
imannya dalam hidup nyata. Dapat pula disebut pola eksploratif atau
inquiry/discovery method. Pola ini kemudian dijabarkan dalam berbagai metode yang
memungkinkan para peserta didik sungguh-sungguh berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran (Komisi Kateketik KWI, 2006)
3. Metode Pembelajaran
Kurikulum 2013 menekankan metode saintifik guna mengembangkan kompetensi
yang diharapkan. Dalam konteks Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti penemuan
pengetahuan, pengembangan sikap iman dan pengayaan penghayatan iman diproses
melalui tindakan merefleksikan pengalaman hidup dalam terang Kitab Suci dan Tradisi.
Walaupun demikian guru tetap dapat memanfaatkan berbagai macam pendekatan yang
selama ini dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, yakni
pendekatan berbasis pengalaman (pergumulan), pendekatan naratif-eksperiensial, dan
pendekatan pedagogi reflektif.
a. Metode Pergumulan
Komisi Kateketik KWI pada lokakarya di Malino tahun 1981 mengusulkan
metode pergumulan sebagai pola pembelajaran pendidikan Agama Katolik di sekolah.
Pendekatan ini berorientasi pada pengetahuan yang tidak lepas dari pengalaman,
yakni pengetahuan yang menyentuh pengalaman hidup peserta didik. Pengetahuan
diproses melalui refleksi pengalaman hidup, selanjutnya diinternalisasikan dalam diri
peserta didik sehingga menjadi karakter. Pengetahuan iman tidak akan
mengembangkan diri seseorang kalau ia tidak mengambil keputusan terhadap
pengetahuan tersebut. Proses pengambilan keputusan itulah yang menjadi tahapan
kritis sekaligus sentral dalam pembelajaran agama.
Tahapan proses metode pergumulan adalah sebagai berikut:
1) Menampilkan fakta dan pengalaman manusiawi yang membuka pemikiran atau
yang dapat menjadi umpan
2) Menggumuli fakta dan pengalaman manusiawi secara mendalam dan meluas
dalam terang Kitab Suci
3) Merumuskan nilai-nilai baru yang ditemukan dalam proses refleksi sehingga
terdorong untuk menerapkan dan mengintegrasikan dalam hidup
b. Metode Naratif-Eksperiensial
Yesus Kristus adalah seorang narator sejati. Dalam pengajaran-Nya seringkali
menggunakan cerita. Cerita-cerita itu menyentuh dan mengubah hidup banyak orang
secara bebas. Metode bercerita yang digunakan Yesus dalam pengajaranNya
dikembangkan sebagai salah satu pendekatan dalam Pendidikan Agama Katolik dan
Budi Pekerti yang dikenal dengan pendekatan naratif-eksperiensial.
8
Dalam metode Naratif-eksperiensial biasanya dimulai dengan menampilkan cerita
(cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai kehidupan dan kesaksian) yang dapat
menggugah sekaligus menilai pengalaman hidup peserta didik
Tahapan dalam proses pendekatan naratif eksperiensial adalah sebagai berikut:
1) Menampilkan cerita pengalaman/ cerita kehidupan/cerita rakyat
2) Mendalami cerita pengalaman/cerita kehidupan/cerita rakyat
3) Membaca Kitab Suci/Tradisi
4) Menggali dan merefleksikan pesan Kitab Suci / Tradisi
5) Menghubungkan cerita pengalaman/cerita /kehidupan/cerita rakyat dengan cerita
Kitab Suci/Tradisi sehingga bisa menemukan kehendak Allah yang perlu
diwujudkan dalam hidup sehari-hari.
c. Metode Dialog – Partisipatif
Metode ini mendorong siswa-siswi untuk kreatif, kritis, mandiri, dan terampil
berkomunikasi. Metode dialog partisipatif dapat dijabarkan/dikonkretkan dalam
kegiatan-kegiatan seperti: diskusi kelompok dan pleno; sharing pengalaman dan
sharing pengalaman iman; wawancara; dramatisasi dan dinamika kelompok.
d.
Metode Reflektif
Pendekatan reflektif ialah suatu pembelajaran yang mengutamakan aktivitas
peserta didik untuk menemukan dan memaknai pengalamannya sendiri. Pendekatan
ini meliputi tiga unsur utama, sebagai satu kesatuan dalam proses pembelajaran, yaitu:
pengalaman, refleksi dan aksi.
Pengalaman: Pengalaman yang melatarbelakangi baik secara faktual maupun
aktual dari peserta didik. Pengalaman yang akan direfleksi ini digali dari peserta didik
dengan menampilkan kisah kepada mereka yang bisa diambil dari koran, majalah atau
berita media massa, kisah nyata, pengalaman peserta didik dan guru atau dari cerita
rakyat. Refleksi: Kegiatan untuk menemukan makna lebih, nilai, kesadaran, semangat
serta sikap baru. Aksi: Perwujudan atas gerakan/dorongan batin yang tumbuh sebagai
buah dari proses refleksi, tindak lanjut dari proses pembelajaran yang perlu diarahkan
dan dipantau, baik berupa aksi batiniah maupun lahiriah.
e. Metode Analisis Sosial (ANSOS)
Metode ANSOS dilakukan melalui kegiatan melihat, mengamati keadaan sosial
dalam lingkup masyarakat yang dekat dan mudah dikenali oleh para peserta didik.
Peserta didik diajak untuk mempelajari keadaan, unsur-unsur yang menyebabkan
keadaan sosial itu terjadi. Setelah keadaan sosial itu dikaji dan dikaitkan dengan
Kitab Suci/Ajaran Sosial Gereja (ASG), kemudian peserta didik diajak untuk
merancang kegiatan positif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sosial
tersebut.
Proses Pembelajaran agama Katolik menggunakan metode ANSOS yaitu dengan
langkah-langkah SOTARAE (Situasi-Obyektif- Tema–Analisis -Rangkuman–Aksi–
Evaluasi) yaitu:
1) S (=situasi): pada tahap awal ini peserta didik dihadapkan pada situasi
(keprihatinan) yang dapat diambil dari majalah/koran/tayangan TV/cerita
kehidupan/cerita rakyat. Tahap ini dimaksudkan untuk membangkitkan perasaan
peserta didik. Oleh karena itu pertanyaan kepada peserta didik difokuskan pada
perasaan.
2) O (=Obyektif): tahap selanjutnya adalah mengajak peserta didik untuk
memahami masalah (isi cerita) secara obyektif, tanpa diberi penilaian kualitatif
9
3)
4)
5)
6)
7)
(baik, jelek, jujur, dsb). Pertanyaan pembantu berkisar pada: jalan cerita, tokohtokoh. Tujuan yang hendak dicapai adalah peserta didik diajak untuk mengerti
isi cerita.
T (=Tema): pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba
memikirkan pokok-pokok atau hal-hal penting yang dapat ditarik dari sebuah
cerita. Peserta diharapkan menemukan pokok- pokok pesan dan berusaha
memilih tema atau pokok yang akan dijadikan prioritas atau diutamakan untuk
dibahas bersama di kelas.
A (=Analisis). Pada tahap analisis peserta didik berusaha menemukan latar
belakang, sebab-akibat terjadinya cerita; mencermati tokoh yang diuntungkan
atau dirugikan. Peserta didik diajak untuk melihat lingkungan sekitarnya adakah
kesesuaian dengan cerita tersebut. Dalam tahap ini guru atau fasilitator dituntut
terampil dalam mengajukan pertanyaan dengan baik dan tepat sehingga cerita
menarik dan aktual. Dalam analisis tersebut ditampilkan kutipan Kitab Suci dan
atau Ajaran Gereja dan didalami maksudnya. Guru atau fasilitator perlu
mempunyai penguasaan Kitab Suci yang memadai agar dapat memilih teks yang
sesuai dengan tema yang dipelajari.
R (=Rangkuman): pada tahap ini fasilitator mengajak peserta didik untuk
memperjelas analisis yang telah ditemukan bersama dan bagaimana analisis
tersebut dikonfrontir dengan ajaran iman kristiani.
A (=Aksi): Akibat dari mempertemukan hasil temuan dalam ANSOS yang
sudah dirumuskna menjadi tema dan visi Kristiani, timbul rencana untuk
melakukan aksi nyata (entah pribadi atau kelompok). Dalam kegiatan ini perlu
tersedia waktu yang cukup. Perencanaan yang dibuat tetap berpegang pada
prinsip: bukan rencana yang melampaui kemampuan peserta didik, melainkan
rencana yang dapat dilaksanakan peserta didik.
E (=Evaluasi): pada tahan ini fasilitator, guru mempertanyakan kepada peserta
didik tanggapan mereka atas pembelajaran model ANSOS: senang, tidak
senang, puas sulit, dan lain sebagainya.
4. Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti tidak lain ialah pembelajaran mengenai
hidup. Pengalaman hidup peserta didik menjadi sentral dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu strategi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti perlu
dirancang sehingga memungkinkan optimalisasi potensi-potensi yang dimiliki peserta
didik yang meliputi perkembangan, minat dan harapan serta kebudayaan yang
melingkupi kehidupan peserta didik.
Metode yang relevan untuk mengoptimalisasikan potensi peserta didik dan
pendekatan saintifik sesuai dengan kurikulum 2013 antara lain: observasi, bertanya,
refleksi, diskusi, presentasi, dan unjuk kerja.
Rencana pembelajaran meliputi analisis kompetensi, analisis konteks, identifikasi
permasalahan (kesenjangan antara harapan dan kenyataan), penentuan strategi yang
meliputi pemilihan model, materi, metode, dan media pembelajaran untuk mencapai
kompetensi bertolak dari konteks. Berdasarkan keseluruhan gagasan tersebut disusunlah
proses pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup.
5. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 Tahun 2013 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah mengisyaratkan tentang perlunya proses
10
pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik/ ilmiah. Penerapan Pendekatan
saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini disebut-sebut sebagai ciri khas dan
kekuatan dari Kurikulum 2013.
Banyak ahli meyakini bahwa melalui metode saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan
peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga
dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan faktafakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, peserta
didik dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, dalam melihat
suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berpikir logis, runtut dan sistematis,
dengan menggunakan kapasistas berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking/HOT).
Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A
Celebration of Classroom Practice” telah mengingatkan kita tentang pentingnya
membelajarkan peserta didik tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain
fakta“, demikian ungkapnya.
Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam model pembelajaran menuntut adanya
pembaharuan dalam penataan dan bentuk pembelajaran itu sendiri yang seharusnya
berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa model pembelajaran yang
dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ ilmiah, antara lain:
Contextual Teaching and Learning, Cooperative Learning, Communicative Approach,
Project-Based Learning, Problem-Based Learning, Direct Instruction
Model-model tersebut berusaha membelajarkan peserta didik untuk mengenal
masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas
suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta
melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya
secara lisan maupun tulisan.
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup
komponen: mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan
dan mencipta.
Penerapan metode saintifik dalam model pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Katolik dan Budi Pekerti perlu dipahami secara tepat. Sebab pendekatan
pemahaman bidang agama sangat berbeda dengan pendekatan saintifik pada bidang ilmu
lain. Tidak semua isi agama dapat diuraikan dan dipahami secara ilmiah, sehingga
seolah-olah agama itu menjadi serba logis dan riil. Bidang agama mempunyai dimensi
ilahi dan misteri yang tidak bisa dijelaskan dan didekati secara saintifik.
Selama ini kita mengenal beberapa pola model pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik dan Budi Pekerti. Model pembelajaran yang umumnya digunakan adalah model
komunikasi iman dan internalisasi iman, analisa sosial, reflektif, dan lainnya. Bila
melihat unsur dan langkah-langkah yang ditampilkan dalam pendekatan saintifik
(mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan dan
mencipta), dan membandingkannya dengan model yang selama ini digunakan dalam
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, maka kita menemukan beberapa unsur
yang sejalan, walaupun tidak persis sama.
Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, diawali dengan mengungkapkan
pengalaman riil yang dialami diri sendiri atau orang lain, baik yang didengar, dirasakan,
maupun dilihat (bdk.mengamati). Pengalaman yang diungkapkan itu kemudian
dipertanyakan sehingga dapat dilihat secara kritis keprihatinan utama yang terdapat
dalam pengalaman yang terjadi, serta kehendak Allah dibalik pengalaman tersebut (bdk.
menanya). Upaya mencari jawaban atas kehendak Allah di balik pengalaman keseharian
kita, dilakukan dengan mencari jawabannya dari berbagai sumber, terutama melalui
Kitab Suci dan Tradisi (bdk. mengeksplorasi). Pengetahuan dan Pemahaman dari Kitab
11
Suci dan Tradisi menjadi bahan refleksi untuk menilai sejauhmana pengalaman
keseharian kita sudah sejalan dengan kehendak Allah yang diwartakan dalam Kitab Suci
dan Tradisi itu. Konfrontasi antara pengalaman dan pesan dari sumber seharusnya
memunculkan pemahaman dan kesadaran baru/ metanoia (bdk. mengasosiasi), yang akan
sangat baik bila dibagikan kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan (bdk.
mengomunikasikan). Pertobatan yang dihasilkan dalam proses pembelajaran, hendaknya
diwujud-nyatakan dalam karya dan tindakan yang mengungkapkan nilai-nilai pertobatan
tersebut (bdk. mencipta)
Berkaitan dengan keenam langkah pembelajaran seperti diuraikan di atas bisa jadi
tidak semuanya sampai pada langkah mencipta, karena sangat tergantung dari materi
pembelajarannya. Materi-materi tertentu proses pembelajarannya bisa dipadukan dengan
model problem-based learning, atau direct – learning atau model lainnya.
B. Penilaian dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Dalam berbagai pertemuan dengan para guru untuk sosialisasi Kurikulum 2013,
banyak muncul pertanyaan tentang apa dan bagaimana membuat penilaian pembelajaran
yang benar. Sebagaimana telah dijelaskan pada latarbelakang tulisan ini bahwa penilaian
pada ranah kognitif (pengetahuan) sudah merupakan hal yang biasa yang dilakukan oleh
guru selama ini. Namun bagaimana merancang penilaian pendidikan agama Katolik
pada ranah sikap (afektif) dan pada ranah psikomotorik (keterampilan).
Penilaian dalam pendidikan Agama Katolik yang diuraikan di sini mengacu pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, RI No. 66 tahun 2013 tentang Standar
Penilaian. Untuk mengaplikasikan bentuk penilaian sesuai tuntutan dan semangat
kurikulum 2013, akan disertakan contoh rancangan penilaian pada ranah pengetahuan,
ranah sikap dan keterampilan.
Penilaian pembelajaran Pendidikan Agama Katolik adalah suatu proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk mengukur dan menilai tentang masukan, proses, dan
pencapaian hasil belajar peserta didik dalam matapelajaran Pendidikan Agama Katolik.
Strategi Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah berdasarkan pada prinsip-prinsip penilaian pada umumnya yaitu; keabsyahan,
handal, obyektif, terintegrasi, bervariasi, adil/ tranparan/akuntabel, edukatif/
memperbaiki proses belajar, menilai diri dan teman, cocok bagi apa yang dinilai,
ekonomis (lihat penjelasan sebelumnya tentang kajian teoritis penilaian).
Penilaian proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik pada Kurikulum 2013 ini
diharapkan menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang
menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan
penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan
belajar peserta didik atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional
(instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.
Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program
perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu,
hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses
pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran
dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan
anekdot, dan refleksi.
1. Bentuk Penilaian
a. Penilaian Kompetensi Sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen
12
yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.
1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah
indikator perilaku yang diamati.
2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik
untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks
pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
diri.
3) Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
4) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi
informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik
yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Contoh format penilaian sikap:
Materi pada SMP kelas VII. Mengembangkan diri sebagai perempuan atau laki-laki
Penilaian Sikap Spiritual :
(Melalui Penilaian diri)
Instrumen:
Petunjuk: Nilailah dirimu sendiri: seberapa sering dirimu menyadari hal-hal berikut
dalam kehidupanmu sehari-hari.
4= selalu
3= sering
2= kadang-kadang
1=tidak pernah
Nama: ………………….
Nomor
Pernyataan
1.
2.
Saya menyadari bahwa saya berbeda dengan teman saya
Saya bangga terhadap diri saya yang ada sekarang ini
Saya merasa iri hati terhadap teman yang lebih
cantik/tampan
Saya merasa bersikap rendah diri atas keadaan fisik yang
saya miliki
Saya sadar bahwa apapun yang melekat pada diri saya
merupakan bukti cinta Tuhan terhadap diri saya
Saya merawat tubuh saya sebaik mungkin sebagai
ungkapan syukur saya atas kebaikan Tuhan dalam diri
saya
Saya bergaul dengan siapa saja tanpa terpengaruh pada
keadaan fisik saya maupun orang lain
Saya berfikir positif terhadap semua teman tanpa melihat
kekurangan yang ia miliki
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13
Nilai Spiritual
1 2 3 4
Sikap Sosial
(Melalui Pengamatan guru)
Nama siswa yang diamati: ………………..............................
Pengamatan dari tgl……………. tanggal ………………….
Instrumen:
4= selalu
3= sering
2= kadang-kadang
1=tidak pernah
Nomor
1.
Pernyataan
Nilai
1 2 3
4
Peserta didik tidak minder dalam bergaul
Peserta didik sering bersikap sombong terhadap kecantikan/
ketampanan dirinya
Peserta didik melecehkan temannya yang secara fisik/ psikis
memiliki kekurangan
Peserta didik bergaul secara merata dengan temannya tapa
terganggu dengan perbedaan
Peserta didik terlihat merawat dirinya
2.
3.
4.
5.
Nilai:
7-12
13-18
19-24
24-28
=
=
=
=
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan
secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
Contoh format penilaian Pengetahuan
Tes tertulis
Instrumen :
No.
1
2
3.
Butir Instrumen
Sebutkan unsur-unsur apa saja yang menjadikan manusia itu unik !
Seorang remaja berkata: “Tuhan itu tidak adil, mengapa Ia tidak menciptakan saya
seperti A yang sekarang jadi bintang sinetron dan bintang iklan itu. Nyatanya
wajah saya jelek dan kurang menarik”. Bagaimana pendapatmu tentang sikap
temanmu itu bila dikaitkan dengan pemahamanmu tentang keunikan manusia ?
Jelaskan makna manusia sebagai Citra Allah serta tugas yang diberkan Allah
kepadanya !
14
Score
10
25
15
4.
5.
6.
Disajikan kasus pembalakan liar
Uraikanlah tanggapanmu atas kasus tersebut dengan mengungkapkan:
Apa dampak peristiwa tersebut bagi kehidupan umat manusia ?
Sejauhmana perilaku tersebut jika dikaitkan dengan pemahamanmu tentang
Tugas Manusia sebagai Citra Allah menurut Kej 1:26-28
Rumuskan dengan kata-katamu sendiri pesan yang disampaikan dalam kitab Kej
1:26-30
Sebutkan ciri-ciri tindakan manusia yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan
kedudukan manusia sebagai citra Allah dalam kolom berikut
Tindakan yang tidak sesuai
Tindakan yang sesuai kehendak Allah
…………..
…………..
…………..
…………..
…………..
…………..
30
10
10
Nilai = Score yang diperoleh x 100 %
Score total
c. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian
yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan
berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
2) Proyek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam
waktu tertentu.
3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau
kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat
berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap
lingkungannya.
Contoh format Penilaian Ketrampilan:
Karya: Doa
No.
1.
Unsur yang dinilai
Struktur jelas: ada pengantar, isi dan
penutup
2.
Doa sesuai dengan tema
3.
Isi mengungkapkan rasa syukur atas
dirinya yang unik
4.
Bahasa, kata tepat, jelas dan bisa
difahami
Score total
15
Score
20
10
50
20
100
Nilai:
21-40
41-60
61-80
81-100
: Kurang
: Cukup
: Baik
: Sangat Baik
Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
1) Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2) Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen
yang digunakan;
3) Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik.
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Kriteria (PAK).
PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria
ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal
yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik
Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik
2. Pelaporan hasil Penilaian
a. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Guru
Sesuai dengan Permendikbud No. 66 tahun 2013, penilaian hasil belajar oleh
pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau
proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria
penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan
mengembangkan instrumen serta pedoman pen-skor-an sesuai dengan teknik
penilaian yang dipilih.
2) Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran
dan diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran dilakukan dengan
menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai
dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
3) Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada
indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam
tema tersebut.
4) Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan
dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai umpan balik
(feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada
pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.
b. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk;
1) nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi
pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematikterpadu.
2) deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.
16
c. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada Kepala Sekolah /Wali
Kelas dan Orangtua pada periode yang ditentukan
d. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik selama
satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi
kompetensi oleh wali kelas/guru
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Guru-guru, sebagai eksekutor atau ujung tombak pengembangan kurikulum di
lapangan, harus sungguh memahami filosofi pembelajaran dan penilaian agar mampu
melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Ungkapan Prof. DR.
Yohanes Surya bahwa; “Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah mereka yang
belum dapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar” dapat
menjadi pemicu bagi para guru untuk terus belajar meningkatkan kompetensinya,
serta menghayati profesi keguruanya sebagai suatu panggilan luhur nan mulia. Karena
di tangan merekalah, masa depan negara ini dipertaruhkan melalui generasi muda
yang mereka bentuk di bangku-bangku sekolahnya.
B. Saran
1. Guru-guru
Pendidikan
Agama
Katolik
hendaknya
meningkatkan
profesionalitasnya dengan belajar mandiri, belajar lanjut (on going formation),
tentang teori-teori dan praktik, serta metodelogi pembelajaran dan penilaian yang
terus berkembang sesuai perubahan zaman, (tempora mutantur, et mutamur in ilis
= zaman berubah dan kitapun berubah didalamnya).
2) Guru-guru Pendidikan Agama Katolik perlu diberi kesempatan atau peluang oleh
pemerintah (Kemenag dan Kemendikbud) untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan, sebagaimana yang dialami oleh banyak guru matapelajaran lainnya.
3) Guru-guru Pendidikan Agama Katolik perlu berani mengubah paradigmanya,
yaitu dari guru yang tukang mengajar dan menilai menjadi guru yang arsitek
pembelajaran dan penilaian. Karena seorang tukang itu bekerja atau membangun
hanya berdasarkan petunjuk (gambar) dari seorang arsitek. Dengan perkataan
lain, seorang guru sejatinya adalah seorang arsitek pembelajaran dan penilaian
maka ia tidak semestinya hanya menunggu petunjuk atau perintah dari atasannya
untuk melakukan suatu perubahan dalam dunia pendidikan.
17
Daftar Pustaka
Dahlan (penyunting). 1990. Model-model Mengajar. Bandung: C.V. Diponegoro.
Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Adi Mahastya
Drost, J.I.G.M.,S.J. 1998. Sekolah: Mengajar atau Mendidik? Yogyakarta: Kanisius.
Dick, W. Carey, L. & Carey, J.O. 2006. The Systematic Design of Instruction. New York:
Pearson
Dokumen-dokumen paper pengembangan Kurikulum 2013
Gagne, R.M, dkk.2005. Priciples of Instructional Design. New York: Wadsworth
Publisihing Co
Komisi Kateketik KWI . 2004. Modul Pelatihan Kurikulum Pendidikan Agama Katolik
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Komkat KWI
Komisi Kateketik KWI. 1993. Katekese Sosial. Jakarta: Obor
Komisi Kateketik KWI (tim). 2010. Naskah Akademik Penguatan Kurikulum Pendididikan
Agama Katolik (tidak dipublikasikan). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan, Republik
Indonesia.
Ngalim Purwanto.2002. Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Oemar Hamalik. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Maju
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pribdi, Beny A. 2009. Model desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat
Puslitbang-Puskurbuk-Kemendikbud, Naskah Akademik Kurikulum 2013 (paper).
Richey.R.C. (ed). 2000. The Legacy of Robert M. Gagne. New York: Syracuse University.
Seaman Don & Fellenz Robert. 1989. Effective Strategies for Teaching Adults Columbus,
Ohio: Merrill
Smith.P.L. & Ragan. T.L. 2003. Instructional Design. Upper Saddle River, NJ. Merril
Prentice Hall, Inc
Suryabrata, S. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Winkel, W. S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia
18
Download
Study collections