Uploaded by User65730

LI INDAH

advertisement
TRAUMA MUSCULOSKELETAL
TRAUMA MUSKULOSKELETAL
a. Definisi fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total
maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap
atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta
jaringan lunak di sekitar tulang.
b. Klasifikasi fraktur
1. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar.
2. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar.
a) Tipe I: luka kecil kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif.
b) Tipe II: laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan.
c) Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit
dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe
lagi
 tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
 tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak
dapat di tutup jaringan lunak
 tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera
3. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti
malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang
Berdasarkan fragmen tulang yang terpisah, fraktur dapat digolongkan menjadi fraktur
komplet dan inkomplet. Pada fraktur komplet tulang terpisah menjadi 2 fragmen atau
lebih.

Berdasarkan garis frakturnya, fraktur komplet dapat digolongkan menjadi:


o Communited (segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi
beberapa bagian
Berdasarkan arahnya, fraktur dikelompokkan menjadi:
o Transversal yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang
o Spiral yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang
o Obliq yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi
tulang.
Fraktur dikatakan inkomplet apabila tulang tidal terpisah seluruhnya dan
periosteum tetap intak. Fraktur inkomplet dapat digolongkan menjadi:
o Bowing yaitu tulang yang melengkung dengan sudut sekitar 45 derajat
o Torus yaitu merupakan fraktur inkomplit dari shaft tulang panjang yang
ditandai oleh adanya bulging dari korteks, dan sangat umum terjadi pada
anak-anak.
o Greenstick yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya
bengkok
Fraktur pelvis
Beberapa sistem klasifikasi telah dirumuskan untuk menjelaskan cedera pelvis
berdasarkan sifat dasar dan stabilitas disrupsi pelvis atau berdasarkan besar
dan arah tekanan yang diberikan ke pelvis. Masing-masing klasifikasi telah
dikembangkan untuk memberikan tuntunan pada ahli bedah umum dan ortopedi
tentang tipe dan kemungkinan masalah kesulitan manajemen yang mungkin dihadapi
dengan masing-masing tipe fraktur. Sistem klasifikasi fraktur pelvis ini, salah satu
yang dijelaskan oleh Young dan Burgess, paling erat hubungannya dengan kebutuhan
resusitasi dan pola yang terkait dengan cedera. Sistem ini berdasarkan pada seri
standar gambaran pelvis dan gambaran dalam dan luar.
Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess. A, kompresi anteroposterior tipe I. B,
kompresi anteroposterior tipe II. C, kompresi anteroposterior tipe III. D, kompresi
lateral tipe I. E, kompresi lateral tipe II. F, kompresi lateral tipe III. G, shear vertikal.
Tanda panah pada masing-masing panel mengindikasikan arah tekanan yang
menghasilkan pola fraktur.
Mekanisme Cedera/Klasifikasi
Terdapat 4 pola kejadian yang menyebabkan fraktur pelvis antara lain :
1) Kompresi AP
Cedera kompresi AP dapat disebabkan oleh tabrakan mobil dengan pejalan kaki, cedera
tumbukan langsung ke pelvis, atau jatuh dari ketinggian lebih dari 12 feet (3,6 meter).
Dengan disrupsi simfisis pubis, sering terjadi robekan kompleks ligamentum osseus
posterior, yang ditandai dengan adanya fraktur sakroiliaka dan/ atau dislokasi sacrum.
Terbukanya cincin pelvis akan menyebabkan perdarahan dari kompleks vena pelvis
posterior, dan kadangkala, dari cabang arteri iliaka interna.
2) Kompresi lateral
Sering disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor dan terjadi rotasi interna dari
hemipelvis yang terkena. Volume pelvis berkurang, dan sering terdapat perdarahan yang
mengancam jiwa.
3) Robekan vertical
Gesekan energy tinggi pada garis vertical antara permukaan anterior dan posterior dari
cincin pelvis akan merobek ligamentum sacrospinosus dan sacrotuberous dan
menyebabkan instabilitas pelvis berat. Biasanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian.
4) Pola kompleks (kombinasi)
Tatalaksana awal fraktur pelvis
Military Antishock Trousers
Military antishock trousers (MAST) atau celana anti syok militer dapat memberikan
kompresi dan imobilisasi sementara terhadap cincin pelvis dan ekstremitas bawah melalui
tekanan berisi udara. Pada tahun 1970an dan 1980an, penggunaan MAST dianjurkan untuk
menyebabkan tamponade pelvis dan meningkatkan aliran balik vena untuk membantu resusitasi.
Namun, penggunaan MAST membatasi pemeriksaan abdomen dan mungkin menyebabkan
sindroma kompartemen ekstermitas bawah atau bertambah satu dari yang ada. Meskipun masih
berguna untuk stabilisasi pasien dengan fraktur pelvis, MAST secara luas telah digantikan oleh
penggunaan pengikat pelvis yang tersedia secara komersil.
Pengikat dan Sheet Pelvis
Kompresi melingkar mungkin siap dicapai pada keadaan pra rumah-sakit dan pada
awalnya memberikan keuntungan stabilisasi selama pengangkutan dan resusitasi. Lembaran
terlipat yang dibalutkan secara melingkar di sekeliling pelvis efektif secara biaya, non-invasif,
dan mudah untuk diterapkan. Pengikat pelvis komersial beragam telah ditemukan. Tekanan
sebesar 180 N tampaknya memberikan efektivitas maksimal. Sebuah studi melaporkan pengikat
pelvis mengurangi kebutuhan transfusi, lamanya rawatan rumah sakit, dan mortalitas pada pasien
dengan cedera APC.
Ilustrasi yang mendemonstrasikan aplikasi alat kompresi melingkar pelvis (pengikat pelvis) yang
tepat, dengan gesper tambahan (tanda panah) untuk mengontrol tekanan
c. Diagnosis fraktur
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian
tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler.
Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan
walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)
dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau
fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia
konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain
2. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi / look: deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan),
bengkak.
b) Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian
distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur
tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami
nyeri, efusi, dan krepitasi.
Lakukan pemeriksaan neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi
aretri, warna kulit, sensasi.
c) Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada
pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan
darah, cross-test, dan urinalisa. Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus
menurut rule of two: dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua
sendi di proksimal dan distal fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu
ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu
sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
d. Prinsip penanganan fraktur
Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada
umumnya, yaitu jangan mencederai pasien, pengobatan didasari atas diagnosis yang
tepat, pemilihan pengobatan dengan tujuan tertentu, mengikuti “law of nature”,
pengobatan yang realistis dan praktis, dan memperhatikan setiap pasien secara individu.
Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri, Menghasilkan dan
mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi penyatuan tulang kembali,
Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi (tidak menggerakkan
daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri. Teknik imobilisasi dapat
dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak dapat pempertahankan
posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik seperti pemasangan traksi
kontinu, fiksasi eksteral, atau fiksasi internal.
e. Imaging pada fraktur
Fraktur komplit. (A) Fraktur transversal; (B,C) Fraktur spiral; (D) Fraktur oblik
Imaging pada kasus
Syarat foto polos tulang pada kasus fraktur:
1. Dua proyeksi untuk menghindari kemungkinana tumpang tindihnya segmen fraktur.
Patah di daerah diafisis juga lebih baik dilihat dengan dua proyeksi
2. Dua sendi  distal dan proksimal dari tulang tersebut
Pemeriksaan
Keterangan
Foto femur sinistra AP/lateral
fraktur tertutup 1/3 proksimal
femur sinistra komplit transversa
dengan medial displacement.
Foto pelvis AP
Fraktur kompresi lateral tipe II os
ileum dan dislokasi sacroiliac joint
sinistra
Foto thoraks AP
Normal
PEMERIKSAAN SECONDARY
Secondary Survey
Bagian dari secondary survey pada pasien cedera musculoskeletal adalah anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Riwayat/Anamnesis
Hal yang penting dari anamnesis adalah mekanisme trauma, tempat kejadian, keadaan sebelum
trauma dan factor predisposisi serta observasi dan penanganan sebelum masuk rumah sakit.
Mekanisme trauma
Informasi yang diperoleh dari pengantar pasien, keluarga dan saksi mata di tempat kejadian
harus dicatat sebagai bagian dari catatan medic. Kepentingan mekanisme trauma adalah untuk
mencari kemungkinan cedera lain yang saat ini belum tampak. Dokter harus melakukan
rekonstruksi kejadian, menetapkan trauma penyerta yang mungkin terjadi pada pasien, dan
mendapatkan sebanyak mungkin informasi sebagai berikut
1. Dimana posisi pasien dalam kendaraan sebelum kecelakaan, misalnya pengemudi atau
penumpang. Hal ini dapat menentukan jenis fraktur, misalnya fraktur kompresi lateral
pelvis akibat tabrakan dari samping kendaraan.
2. Dimana posisi pasien setelah kecelakaan, misalnya di dalam kendaraan atau terlempar
keluar. Adakah penggunaan sabuk pengaman atau air bag? Hal ini dapat menentukan
bentukan trauma. Jika pasien terlempar tentukan jarak terlemparnya. Terlempar keluar
menimbulkan trauma yang lebih berat dan bentuk cederanya sulit untuk diramalkan
3. Apakah ada kerusakan bagian luar kendaraan, misalnya kerusakan bagian depan mobil
karena tabrakan depan. Informasi ini meningkatkan kecurigaan adanya dislokasi panggul
4. Apakah terdapat kerusakan bagian dalam kendaraan, misalnya stir bengkok, kerusakan
dashboard keruskaan kaca depan. Penemuan ini memberikan petunjuk besar
kemungkinan terdapat trauma dada, klavikula, tulang belakang atau dislokasi panggul.
5. Apakah pasien memakai sabuk pengaman? dan jika memakai jenis apa (lapbelt atau 3
point safety belt), dan apakah dipasang secara benar. Pemakaian yang salah akan
menimbulkan patah tulang punggung atau trauma abdomen. Apakah air bag
mengembang?
6. Apakah pasien jatuh, bila jatuh berapa jaraknya dan bagaimana mendaratnya. Informasi
ini menolong menentukan jenis-jenis trauma yang terdapat, jatuh kaki terlebih dahulu
akan menimbulkan cedera ankle dan kaki, disertai fraktur tulang belakang
7. Apakah pasien terlindas (crush) sesuatu jika benar tentukan berat benda tersebut, sisi
yang cedera, lamanya beban menekan bagian yang cedera. Tergantung dari tulang yang
ditutupi subkutis atau daerah yang berotot, perbedaan tingkat keruskaan jaringan lunak
dapat terjadi, mulai dari kontusio sederhana sampai degloving ekstremitas dengan
sindroma kompartemen dan kehilangan jaringan.
8. Apakah terjadi ledakan? berapa besar ledakan, berapa jarak pasien dengan sumber
ledakan. Jika dekat maka pasien terkena cedera ledakan primer dari gelombang tekanan
udara. Cedera ledakan sekunder terjadi karena pecahan atau benda lain yang terlempar
karena ledakannya, menimbulkan luka tembus, laserasi dan kontusio. Pasien dapat cedera
karena terlempar ke tanah atau membentur benda lain, menimbulkan trauma tumpul
musculoskeletal dan cedera lain (cedera ledakan tersier)
9. Apakah pasien pejalan kaki yang ditabrak kendaraan? Trauma musculoskeletal dapat
diramalkan (cedera bumper biasanya pada kaki) berdasarkan ukuran dan usia pasien
Lingkungan (Tempat kejadian)
Petugas pra rumah sakit harus ditanya tentang lingkungan, termasuk:




Apakah pasien mengalami fraktur terbuka pada daerah yang terkontaminasi
Apakah pasien terkena trauma termal
Pecahan kaca (yang dapat juga mencederai penolong)
Sumber-sumber kontaminasi bakteri (kotoran binatang, air tawar atau air laut)
Informasi ini akan membantu dokter mengatasi masalah yang dapat timbul serta pemilihan jenis
antibiotic awal.
Keadaan sebelum trauma dan factor predisposisi
Penting mengetahui keadaan sebelum cedera, karena dapat mengubah kondisi pasien, cara terapi
dan hasil terapi. Riwayat AMPLE harus mencakup: kemampuan fisik dan tingkat aktivitas,
penggunaan obat dan alcohol, masalah emosional dan penyakit lainnya dan trauma
musculoskeletal sebelumnya.
Observasi dan penanganan pra rumah sakit
Hasil penemuan di tempat kejadian akan membantu menemukan trauma yang potensial yaitu:










Posisi saat pasien ditemukan
Perdarahan atau tumpahan darah di tempat kejadian dan perkiraan banyaknya
Tulang atau ujung patah tulang yang keluar
Luka terbuka dan kemungkinannya berhubungan dengan patah tulang yang ada atau
tersembunyi
Dislokasi atau deformitas
Ada tidaknya gangguan motoric dan sensorik pada setiap ekstremitas
Adanya kelambatan transportasi atau ekstrikasi
Perubahan fungsi ekstremitas, perfusi atau status neurologis, terutama setelah imobilisasi
atau saat transport ke rumah sakit
Reduksi pada fraktur atau dislokasi saat pemasangan bidai di tempat kejadian
Pembalutan dan penggunaan bidai harus memperhatikan tekanan pada tonjolan tulang
yang dapat mengakibatkan kompresi saraf perifer, sindrom kompartemen atau crush
syndrome.
Waktu kejadian harus dicatat, terutama jika terdapat perdarahan yang berlanjut serta
keterlambatan mencapai rumah sakit.Observasi dan tindakan pra rumah sakit harus dicatat dan
dilaporkan.
Pemeriksaan Fisik
Seluruh pakaian pasien harus dibuka agar dapat dilakukan pemeriksaan yang baik.Cedera
ekstremitas harus dibidai sebelum sampai di ruang gawat darurat. Pemeriksaan pasien cedera
ekstremitas mempunyai 3 tujuan:
1. Menemukan masalah mengancam nyawa (primary survey)
2. Menemukan masalah yang mengancam ekstremitas (secondary survey)
3. Pemeriksaan ulang secara sistematis untuk menghindari luputnya trauma musculoskeletal
yang lain (reevaluasi berlanjut)
Pemeriksaan trauma musculoskeletal dapat dilakukan dengan melihat dan berbicara kepada
pasien, palpasi ekstremitas yang cedera serta penilaian yang sistematis dari setiap ekstremitas.
Empat komponen yang harus diperiksa adalah: kulit yang melindungi pasien dari kehilangan
cairan dan infeksi, fungsi neuromuscular, status sirkulasi, dan integritas ligamentum dan tulang.
Lihat dan Tanya
Menilai ekstremitas secara visual untuk warna dan perfusi, luka, deformitas (angulasi,
pemendekan), pembengkakan dan perubahan warna atau memar.
Penilaian inspeksi cepat seluruh tubuh perlu dilakukan untuk menemukan perdarahan eksternal
aktif.Bila bagian distal ekstremitas pucat atau putih menunjukkan tidak adanya aliran darah arteri.
Ekstremitas yang bengkak pada aerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury ancaman
sindroma kompartemen. Pembengkakan sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang menutupi
tulang merupakan tanda adanya trauma musculoskeletal.
Deformitas pada ekstremitas merupakan tanda yang jelas akan adanya trauma ekstremitas berat.
Inspeksi seluruh tubuh pasien akan adanya laserasi dan abrasi dilakukan pada secondary survey.
Luka terbuka akan jelas terlihat kecuali pada bagian punggung. Pasien harus dilakukan logroll
secara hati-hati. Jika tulang menonjol atau tampak dari luka maka ini adalah fraktur
terbuka.Setiap luka di ekstremitas disertai fraktur harus dianggap fraktur terbuka sampai
dibuktikan sebaliknya oleh dokter bedah.
Observasi gerakan motoric membantu menentukan adanya gangguan neurologi atau
muscular.Pada pasien tidak sadar, hilangnya gerakan spontan ini mungkin merupakan tanda
adanya gangguan fungsi.Pasien yang kooperatif gerakan aktif dan fungsi saraf perifer dapat
diperiksa dengan menyuruh pasien menggerakan otot-otot besar. Kemampuan menggerakkan
sendi besar dengan ruang lingkup sendi yang penuh, biasanya menunjukkan hubungan otot-saraf
yang utuh dan sendi yang stabil
Raba
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa sensorik (fungsi neurologi) dan daerah
nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan lunak).Hilangnya rasa raba dan nyeri menunjukkan
adanya trauma spinal atau saraf tepi.Nyeri tekan di atas otot menunjukkan kontusio jaringan
lunak atau fraktur.Adanya sakit, nyeri tekan, pembengkakan, dan deformitas dapat memastikan
diagnosis fraktur.Jika ditemukan nyeri, nyeri tekan, disertai gerak abnormal maka diagnosis
fraktur sudah pasti.Tetapi usaha untuk melakukan tindakan krepitasi dan gerakan abnormal tidak
dianjurkan.
Pada saat melakukan logrolling, punggung pasien dipalpasi untuk menentukan adanya laserasi,
jarak yang melebar antara prosesus spinosus, hematoma, defek di bagian belakang pelvis
menunjukkan trauma skeletal aksial yang tidak stabil.
Cedera jaringan lunak tertutup lebih sulit dievaluasi.Avulsi jaringan lunak dapat memisahkan
kulit dari fasia dalam, menyebabkan pengumpulan darah yang cukup banyak. Kemungkinan lain,
kulit terangkat dan terputus aliran darahnya sehingga mengalami nekrosis dalam beberapa hari.
Pada daerah ini dapat terjadi abrasi atau memar yang menunjukkan kerusakan otot yang lebih
berat dan memungkinkan sindroma kompartemen atau crush syndrome. Evaluasi kerusakan
jaringan lunak ini yang terbaik adalah dengan mengenali mekanisme trauma dan palpasi daerah
yang terkena.
Evaluasi sirkulasi
Pulsasi bagian distal tiap ekstremitas diperiksa dengan melakukan palpasi dan diperiksa
pengisian kapiler jari-jari (capillary refill).Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat
digunakan Doppler.Hilangnya sensasi berbentuk kaus kaki atau sarung tangan merupakan tanda
awal gangguan vascular.
Pada pasien dengan hemodinamik normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat,
parestesi dan adanya gangguan motoric menunjukkan trauma arteri.Luka terbuka dan fraktur
didekat arteri dapat memberi petunjuk adanya trauma arteri. Pemeriksaan Doppler ankle/
brachialis index < 0.9 menunjukkan aliran arteri yang tidak normal yang disebabkan oleh cedera
atau penyakit vascular perifer. ABI ditentukan oleh tekanan sistolik tungkai yang cidera dibagi
tekanan sistolik lengan yang tak cidera yang diukur dengan Doppler. Auskultasi dapat
menyatakan adanya bruit disertai thrill pada palpasi yang terasa. Hematoma yang membesar atau
perdarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya trauma arterial.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan klinis pada pasien dengan trauma musculoskeletal sering memerlukan pemeriksaan
radiologis.Adanya nyeri dan deformitas pada ekstremtias, besar kemungkinan terdapat adanya
tanda fraktur.Jika hemodinamik pasien normal dapat dilakukan pemeriksaan rontgen.Efusi sendi,
nyeri tekan di persendian atau deformitas sendi menunjukkan adanya trauma sendi atau dislokasi,
dan memerlukan pemeriksaan rontgen.Bila ada dislokasi atau fraktur disertai gangguan vascular
atau ancaman kerusakan kulit maka pemeriksaan rontgen dapat ditunda.Hal ini sering dijumpai
pada fraktur dislokasi sendi pergelangan kaki.
Apabila ada keterlambatan pemeriksaan radiologi, reduksi segera atau meluruskan ekstremitas
harus dikerjakan untuk mengembalikan aliran darah arteri dan mengurangi tekanan di
kulit.Kelurusan dapat dipertahankan dengan teknik imobilisasi yang tepat.
Fraktur Femur
Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint.Traction splint ini menarik
bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit.Di proksimal, traction splint didorong ke
pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Tarikan yang
berlebih akan merusak kulit pada kaki, ankle, pangkal paha dan perineum. Gangguan
neurovascular terjadi karena tarikan saraf perifer.Fraktur kolum femoris dapat dilakukan
imobilisasi dengan traction splint, tetapi lebih nyaman dengan traksi kulit atau traksi sepatu busa
dengan posisi lutut sedikit fleksi.Cara paling sederahana adalah membidai tungkai yang trauma
dengan tungkai sebelahnya.
Kontrol nyeri
Analgesia diperlukan untuk trauma sendi atau fraktur, walaupun pemberiannya tergantung
keadaan klinis pasien. Pemasangan bidai yang tepat akan mengurangi rasa nyeri/ tidak nyaman
dengan menghambat gerak yang terjadi di daerah fraktur.
Pasien yang tidak tampak kesakitan walaupun terdapat fraktur yang cukup berat harus dicurigai
adanya cidera lain, misalnya lesi intracranial, hipoksia atau pengaruh alcohol dan obat-obatan.
Pemberian narkotik akan mengurangi rasa nyeri dan harus diberikan dalam dosis rendah secara
IV dan diulang sesuai kebutuhan. Sedatif dan muscle relaxants kalaupun perlu, misalnya untuk
reduksi dislokasi, harus diberikan secara hati-hati.Blok syaraf regional mempunyai peran dalam
mengurangi rasa nyeri.Pemberian analgetika, muscle relaxants, atau sedative dapat
mengakibatkan henti nafas.Dengan demikian peralatan resusitasi yang memadai harus tersedia.
Trauma penyerta
Karena mekanisme trauma yang berakibat cedera berat, maka beberapa cedera musculoskeletal
menjadi tersembunyi dan tidak segera terdiagnosis pada pemeriksaan.
Langkah untuk memastikan adanya trauma penyerta dan pengelolaannya:
1. Periksa riwayat trauma, terutama mekanisme-nya, untuk menentukan cedera lain yang
mungkin ada
2. Periksa ulang semua ekstremitas dengan perhatian khusus untuk tangan, pergelangan
tangan, kaki dan sendi di atas dan di bawah fraktur atau dislokasi.
3. Periksa pungung pasien, termasuk tulang belakang dan pelvis. Perlukaan dan kerusakan
jaringan lunak yang menunjukkan ketidak-stabilan, harus dicatat
4. Periksa ulang foto rontgen yang telah dilakukan pada secondary survey, untuk
menemukan trauma tersembunyi yang mungkin menyertai cedera yang tampak jelas.
Harus diingat, tidak semua trauma dapat dikenali pada waktu pemeriksaan dan pengelolaan
awal.Pada sendi dan tulang yang ditutupi jaringan otot yang tebal mungkin terdapat cedera
tersembunyi. Fraktur yang undisplaced atau trauma sendi, terutama pada pasien tidak sadar atau
cedera berat mungkin sulit terdiagnosis. Seiring cedera ini baru diketahui setelah pasien dirawat
beberapa hari, misalnya ketika akan diimobilisasi.
Penting untuk melakukan pemeriksaan ulang secara teratur untuk memberitahukan kemungkinan
luputnya diagnosis kepada anggota tim trauma ataupun keluarga pasien.
Secondary survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau
telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat.
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang diderita pasien
sebelum terjadi trauma:
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan
lingkungan:
1) Luka bakar:
a) Durasi paparan
b) Jenis pakaian yang digunakan
c) Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
d) Kecukupan tindakan pertolongan pertama
2) Trauma tajam:
a) Kecepatan proyektil
b) Jarak
c) Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
d) Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
3) Trauma tumpul:
a) Kecepatan dan arah benturan
b) Penggunaan sabuk pengaman
c) Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
d) Ejeksi (terlontar)
e) Jatuh dari ketinggian
f) Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
c. Pemeriksaan survei sekunder
1) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada pemeriksaan
sekunder ATLS course (advanced trauma life support)
2) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
3) Persiapkan dokumen transfer
SKENARIO
Tn. Agus, 30 tahun, seorang buruh bangunan, sedang menyelesaikan pekerjaan di lantai 2,
tiba-tiba terjadi kebakaran di lantai tersebut, dan api menyambar muka dan lengan Tn. Agus, Tn,
Agus kemudian menyelamatkan diri dengan cara melompat dari lantai 2. Tn. Agus terjatuh
dengan panggul kiri membentur benda keras. Lengan kanan dan kiri mengalami luka bakar dan
terasa nyeri. Tn. Agus juga mengeluh nyeri di panggul kiri dan paha kiri atas. 15 menit kemudian
ia dibawa ke UGD RS tipe C dalam keadaan sadar dan mengeluh suaranya menjadi parau dan
waktu batuk keluar dahak berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat badan Tn. Agus 60 kg.
Hasil Pemeriksaan Dokter di UGD
Pemeriksaan Fisik:
Primary Survey:
 Airway
: bisa berbicara parau, terdapat sputum berwarna kehitaman (carbonaceous
sputum)
 Breathing : RR 26×/menit, suara nafas kanan dan kiri vesikuler, bunyi jantung tidak
menjauh
 Circulation : tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 114×/menit, ekstremitas terlihat pucat dan
teraba dingin, sumber perdarahan tidak tampak
 Setelah dokter melakukan penatalaksanaan berupa tindakan terhadap airway dan sirkulasi
didapatkan: TD 110/70 mmHg, nadi 100×/menit
 Disability : membuka mata secara spontan, bisa menggerakkan ekstremitas sesuai perintah.
Pupil isokor, refleks cahaya (+)
 Exposure
:
 Hematom di daerah panggul dan paha kiri
 Tampak luka bakar pada lengan kanan dan kiri, bullae (+) terasa sakit
 Alis dan bulu hidung terbakar
 Suhu: 36,7°C
Secondary Survey:
 Kepala:
 Tidak terdapat jejas
 Mata: alis terbakar
 Telinga dan hidung: bulu hidung terbakar
 Mulut: terpasang ETT
 Leher: dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
 Toraks:
 Inspeksi
: tidak ada jejas, frekuensi 26×/menit, gerak nafas simetris
 Palpasi
: nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, stem fremitus sama kanan dan kiri
 Perkusi
: sonor kanan dan kiri
 Auskultasi : suara paru vesikuler, suara jantung jelas, reguler
 Abdomen:
 Inspeksi
: datar
 Palpasi
: lemas, nyeri tekan (+) di bagian bawah kiri
 Perkusi
: timpani
 Auskultasi : bising usus normal terdengar di seluruh bagian abdomen
 Pelvis:
 Inspeksi : tampak jejas di daerah perut bawah kiri dan panggul kiri
 Palpasi : nyeri tekan (+) di daerah panggul kanan dan abdomen kanan bawah
 ROM
: pergerakan panggul terbatas karena sangat sakit
 Genitalia: OUE darah (−), skrotum tidak tampak hematom dan edema
 Colok dubur: sphinchter ani menjepit, ampula kosong, prostat teraba, tidak teraba tonjolan
tulang
 Ekstremitas superior: terdapat luka bakar pada lengan anterior atas dan bawah di bagian kanan
dan kiri. Ditemukan warna kulit kemerahan dan terdapat bullae dan terasa nyeri
 Ekstremitas inferior:
Regio Femur sinistra
Inspeksi : tampak deformitas, soft tissue swelling
Palpasi : nyeri tekan, arteri dorsalis pedis teraba
ROM
: aktif terbatas di daerah sendi lutut dan panggul
KLARIFIKASI ISTILAH
 Nyeri
: perasaan tidak meyenangkan yang ditransmisikan ke otak oleh neuron
sensorik
 Sputum kehitaman
: (carbonaceous sputum) sputum yang tercampur dengan partikel
karbon yang terjadi pada inhalasi asap atau pada coal miners
 Suara nafas vesikuler : suara pernafasan normal yang bersifat halus, nada rendah, inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi
 Hematom
: pengumpulan setempat ekstravasasi darah, biasanya membeku di
dalam organ, ruang, atau jaringan
 Pupil isokor
: ukuran pupil kedua bola mata yang sama
 ETT
: [endotracheal tube] pipa jalan nafas buatan dalam trakea melalui
mulut
 Luka bakar
: cedera pada jaringan akibat kontak dengan panas, api, bahan kimia,
listrik, atau radiasi
 Krepitasi
: suara berderak, seperti suara yang dihasilkan saat menggesekkan
ujung-ujung tulang yang patah
 Bullae
: vesikel yang berukuran lebih besar
 Deformitas
: perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum
 Jejas
: lecet (tergores, luka sedikit, dsb.) pada kulit
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Agus, 30 tahun, seorang buruh bangunan, sedang menyelesaikan pekerjaan di lantai 2,
tiba-tiba terjadi kebakaran di lantai tersebut, dan api menyambar muka dan lengan Tn. Agus,
Tn, Agus kemudian menyelamatkan diri dengan cara melompat dari lantai 2. Tn. Agus
terjatuh dengan panggul kiri membentur benda keras. Lengan kanan dan kiri mengalami luka
bakar dan terasa nyeri. Tn. Agus juga mengeluh nyeri di panggul kiri dan paha kiri atas. 15
menit kemudian ia dibawa ke UGD RS tipe C dalam keadaan sadar dan mengeluh suaranya
menjadi parau dan waktu batuk keluar dahak berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat
badan Tn. Agus 60 kg.
2. Primary survey.
3. Secondary survey.
ANALISIS MASALAH
a. Bagaimana tatalaksana awal trauma pada kasus ini? indah
b. Apa makna berat badan Tn. Agus 60 kg? indah
a. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil secondary survey pada kasus? Indah
Mekanisme Abnormal
1. Cedera pada regio femur sinistra, panggulkiri, dan abdomen kiribawah
Pasien jatuhdariketinggianterjatuh pada bendakeras (regio femur sinistra,
panggulkiri,
dan
abdomen
kiribawah)tekananjatuh>kekuatantekanantulangcederapada regio femur sinistra,
panggulkiri, dan abdomen kiribawah(trauma vertikal)
2. Luka bakarderajat II
Kemerahan: Kebakaranmengenaidari epidermis hingga dermis terjadi proses
inflamasiKemerahan
Nyeri: Kebakaranmengenaisarafperiferkulitnyeri (+)
Bullae:
Kebakaranmengenai
epidermis
dan
peningkatanpermeabilitasvaskularcairanmasukkeronggainterstisial
jaringan bullae (+)
b. Apa saja jenis-jenis fraktur? indah
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi
cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas
cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,
yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
11
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka
dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
dermis
edema
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka
pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah
tidak berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya
luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan
dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang
banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan
kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol
keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena
terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian
ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi
dislokasi.
12
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara
lain:
a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen
tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat
semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya
dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang
terdiri dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut
terhadap tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang
yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.
13
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung
cepat sembuh dengan imobilisasi
LEARNING ISSUES
Download