Uploaded by User65474

LAPORAN TUTORIAL A BLOK 26 TAHUN 2020

advertisement
LAPORAN TUTORIAL A BLOK 26 TAHUN 2020
KELOMPOK B3
Tutor: dr. Hardians K.P, SpOG
Anggota:
Havivi Rizky Adinda
(04011181722005)
Winni Indah Putri
(04011181722011)
Ikhsan Nurhaliq Hanafi
(04011181722013)
Fafirra Lailfasha
(04011181722035)
Afiahana Andatia
(04011181722045)
Fathia Daffa Putri
(04011181722047)
M Fariz Al Hakim
(04011281722075)
Cipta Jaya Setiawan
(04011281722077)
Ridho Ilham Fajri
(04011281722079)
Siti Shafa Indah Safira
(04011281722103)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Puji Syukur selalu kami curahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario A Blok 25 Tahun 2020” ini dengan baik sebagai tugas kelompok.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada tutor yang telah membimbing kami selama
tutorial, semua teman sekelompok, dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian laporan
tutorial ini.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan. Karena itulah
kami mengharapkan kritik dan saran dari tutor maupun pembaca lain yang bersifat membangun
supaya ke depannya laporan tutorial ini dapat menjadi lebih baik lagi, baik dari segi
sistematika, penulisan, ataupun yang lain-lain.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang
lebih luas lagi. Semoga kita selalu dalam perlindungan Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Palembang, September 2020
Kelompok B3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………
3
Skenario…………………………………………………………………………
4
I.
Klarifikasi Istilah………………………………………………………
II.
Identifikasi Masalah……………………………………………………
III.
Analisis Masalah……………………………………………………
IV.
Learning Issues………………………………………………………
V.
Sintesis………………………………………………………………
VI.
Kerangka Konsep……………………………………………………
VII.
Kesimpulan………………………………………………………….
Daftar Pustaka……………………………………………………………………
SKENARIO
Tn. Agus, 30 tahun, seorang buruh bangunan, sedang menyelesaikan pekerjaan di lantai 2 tibatiba terjadi kebakaran dilantai tersebut, dan api menyambar muka dan lengan Tn. Agus, Tn.
Agus kemudian menyelamatkan diri dengan cara melompat dari lantai 2. Tn. Agus terjatuh
dengan panggul kiri membentur benda keras. Lengan kanan dan kiri mengalami luka bakar dan
terasa nyeri. Tn. Agus juga mengeluh nyeri di panggul kiri dan paha kiri atas. 15 menit
kemudian ia dibawa ke UGD RS tipe C dalam keadaan sadar dan mengeluh suaranya menjadi
parau dan waktu batuk keluar dahak berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat badan Tn.
Agus 60 Kg.
Hasil Pemeriksaan Dokter di UGD
Pemeriksaan Fisik:
Primary Survey:
•
Airway: bisa berbicara parau, terdapat sputum berwarna kehitaman (carbonaceous sputum)
•
Breathing: RR 26x/menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler, bunyi jantung tidak
menjauh
•
Circulation: Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 114x/menit, ekstremitas terlihat pucat
dan teraba dingin, sumber perdarahan tidak tampak.
•
Setelah dokter melakukan penatalaksanaan berupa tindakan terhadap airway dan sirkulasi
didapatkan: TD 110/70 mmHg, nadi 100x/menit.
•
Disability: membuka mata secara spontan, bisa menggerakkan ekstremitas sesuai perintah.
Pupil isokor, refleks cahaya (+).
•
Exposure:
§
Hematom di daerah panggul dan paha kiri.
§
Tampak luka bakar pada lengan kanan dan kiri, bullae (+) terasa sakit § Alis dan bulu
hidung terbakar.
§
Suhu: 36,7o C
Secondary Survey:
•
Kepala:
§
Tidak terdapat jejas
•
Mata:Alis terbakar
•
Telinga dan hidung: bulu hidung terbakar
•
Mulut: terpasang ETT
•
Leher: dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
•
Thoraks:
§
Inspeksi
: tidak ada jejas, frekuensi 26x/menit, gerak nafas simetris.
§
Palpasi
: nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, stem fremitus sama kanan
dan kiri.
•
•
§
Perkusi
: sonor kanan dan kiri.
§
Auskultasi
: suara paru vesikuler, suara jantung jelas, reguler
Abdomen:
§
Inspeksi
:datar
§
Palpasi
: lemas, nyeri tekan (+) dibagian bawah kiri
§
Perkusi
:timpani
§
Auskultasi
: bising usus normal terdengar diseluruh bagian abdomen
Pelvis:
§
Inspeksi: tampak jejas didaerah perut bawah kiri dan panggul kiri
§
Palpasi: nyeri tekan (+) didaerah panggul kanan dan abdomen kanan bawah o ROM:
pergerakan panggul terbatas karena sangat sakit
•
Genitalia: OUE darah (-), skrotum tidak tampak hematom dan edema
•
Colok dubur: sphincter ani menjepit, ampula kosong, prostat teraba, tidak teraba tonjolan
tulang
•
Ekstremitas superior : Terdapat luka bakar pada lengan anterior atas dan bawah di bagian
kanan dan kiri.
•
Ditemukan warna kulit kemerahan dan terdapat bullae dan terasa nyeri
•
Ekstremitas inferior :
•
Regio
Femur
sinistra
Inspeksi: tampak deformitas, soft tissue swelling. Palpasi : Nyeri tekan, arteri dorsalis pedis
teraba
•
ROM : Aktif terbatas di daerah sendi lutut dan panggul.
I.
KLARIFIKASI ISTILAH
a. Carbonaceous sputum
:
merupakan
sputum
berwarna
kehitaman
yang
mengandung karbon dan dihasilkan akibat pembakaran tidak sempurna senyawa
organik.
b. Jejas
: lecet (tergores, luka sedikit, dan sebagiannya) pada
kulit.
c. Pupil isokor
: keadaan dimana kedua pupil sama besar.
d. Hematom
: kumpulan darah yang abnormal berada diluar
pembuluh.
e. Bullae
: lepuhan yang besar, struktur anatomis yang bulat dan
mencuat, ukurannya > 1cm.
f. Krepitasi
: suara berderak, seperti bila kita menggesekan ujung
ujung tulang yang patah.
g. Tissue swelling
: pembesaran abnormal sementara pada jaringan lunak
bukan disebabkan oleh proliferasi sel.
h. ETT
: endotracheal tube yang merupakan tabung kecil
yangdimasukan kedalam trachea melalui mulut atau hidung untuk menjaga
menghantarkan oksigen.
II.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Agus, 30 tahun, seorang buruh bangunan, sedang menyelesaikan pekerjaan di
lantai 2 tiba-tiba terjadi kebakaran dilantai tersebut, dan api menyambar muka dan
lengan Tn. Agus, Tn. Agus kemudian menyelamatkan diri dengan cara melompat
dari lantai 2.
2. Tn. Agus terjatuh dengan panggul kiri membentur benda keras. Lengan kanan dan
kiri mengalami luka bakar dan terasa nyeri. Tn. Agus juga mengeluh nyeri di
panggul kiri dan paha kiri atas. 15 menit kemudian ia dibawa ke UGD RS tipe C
dalam keadaan sadar dan mengeluh suaranya menjadi parau dan waktu batuk keluar
dahak berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat badan Tn. Agus 60 Kg.
3. Pemeriksaan Fisik:
Primary Survey:
•
Airway: bisa berbicara parau, terdapat sputum berwarna kehitaman
(carbonaceous sputum)
•
Breathing: RR 26x/menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler, bunyi jantung
tidak menjauh
•
Circulation: Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 114x/menit, ekstremitas
terlihat pucat dan teraba dingin, sumber perdarahan tidak tampak.
•
Setelah dokter melakukan penatalaksanaan berupa tindakan terhadap airway
dan sirkulasi didapatkan: TD 110/70 mmHg, nadi 100x/menit.
•
Disability: membuka mata secara spontan, bisa menggerakkan ekstremitas
sesuai perintah. Pupil isokor, refleks cahaya (+).
•
Exposure: Hematom di daerah panggul dan paha kiri. Tampak luka bakar pada
lengan kanan dan kiri, bullae (+) terasa sakit § Alis dan bulu hidung terbakar.
Suhu: 36,7o C.
4.
Secondary Survey:
•
Kepala: Tidat terdapat jejas
•
Mata: Alist erbakar
•
Telinga dan hidung: bulu hidung terbakar o Mulut: terpasang ETT
•
Leher: dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
•
Thoraks:
§
Inspeksi: tidak ada jejas, frekuensi 26x/menit, gerak nafas simetris
§
Palpasi: nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, stem fremitus sama kanan
dan kiri o Perkusi: sonor kanan dan kiri
Auskultasi: suara paru vesikuler, suara jantung jelas, reguler
§
•
•
Abdomen:
§
Inspeksi:datar
§
Palpasi: lemas, nyeri tekan (+) dibagian bawah kiri
§
Perkusi:timpani
§
Auskultasi: bising usus normal terdengar diseluruh bagian abdomen.
Pelvis:
§
Inspeksi: tampak jejas didaerah perut bawah kiri dan panggul kiri
§
Palpasi: nyeri tekan (+) didaerah panggul kanan dan abdomen kanan
bawah.
•
ROM: pergerakan panggul terbatas karena sangat sakit
•
Genitalia: OUE darah (-), skrotum tidak tampak hematom dan edema
•
Colok dubur: sphincter ani menjepit, ampula kosong, prostat teraba, tidak
teraba tonjolan tulang .
•
Ekstremitas superior : Terdapat luka bakar pada lengan anterior atas dan bawah
di bagian kanan dan kiri.
•
Ditemukan warna kulit kemerahan dan terdapat bullae dan terasa nyeri
•
Ekstremitas inferior :
•
Regio Femur sinistra
•
§
Inspeksi : tampak deformitas, soft tissue swelling.
§
Palpasi : Nyeri tekan, arteri dorsalis pedis teraba
ROM : Aktif terbatas di daerah sendi lutut dan panggul
III.
ANALISIS MASALAH
1. Tn. Agus, 30 tahun, seorang buruh bangunan, sedang menyelesaikan pekerjaan di
lantai 2 tiba-tiba terjadi kebakaran dilantai tersebut, dan api menyambar muka dan
lengan Tn. Agus, Tn. Agus kemudian menyelamatkan diri dengan cara melompat
dari lantai 2.
a. Apa saja kemungkinan trauma pada kasus?
•
Trauma musculoskeletal (fraktur femur dan fraktur pelvis)
•
Trauma inhalasi
•
Luka bakar
b. Apa tatalaksana awal luka bakar yang harus diberikan kepada tuan agus?
•
Tetap tenang dan jangan panik.
•
Alirkan air bersih dengan suhu normal ke daerah yang terkena luka bakar. Bila ada
bahan kimia alirkan air terus menerus selama 20 menit atau lebih.
•
Lepaskan pakaian dan perhiasan. Jika pakaian melekat pada luka bakar, gunting
pakaian di sekitarnya yang tidak menempel, dan jangan memaksa untuk
melepasnya.
•
Tutup luka bakar, gunakan penutup luka steril (jika ada gunakan kasa steril).
•
Jangan memecahkan gelembung.
•
Jangan meniup luka, karena hal ini dapat memindahkan bakteri dari dalam mulut
ke luka.
•
Jangan menggunakan mentega, odol, kecap, kopi, air es atau dedaunan untuk
menutup luka.
•
Minum obat pereda sakit untuk mengurangi rasa nyeri seperti parasetamol.
•
Segera rujuk ke fasilitas kesehatan.
2. Tn. Agus terjatuh dengan panggul kiri membentur benda keras. Lengan kanan dan
kiri mengalami luka bakar dan terasa nyeri. Tn. Agus juga mengeluh nyeri di
panggul kiri dan paha kiri atas. 15 menit kemudian ia dibawa ke UGD RS tipe C
dalam keadaan sadar dan mengeluh suaranya menjadi parau dan waktu batuk keluar
dahak berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat badan Tn. Agus 60 Kg.
a. Bagaimana anatomi regio pelvic dan ekstremitas bawah?
EKSTRIMITAS BAWAH
A. PELVIS
Pelvis terdiri dari sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan
tulang pipih. Tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis
dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi
dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan
pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut
sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri
dan pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian
pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk
artikulasi dengan tulang femur.
Stabilitas yang diberikan SI ligamen posterior harus dapat menahan
kekuatan weight-bearing yang ditransmisikan melalui SI ligamen ke
ekstremitas bawah. Simfisis berfungsi sebagai penopang saat weightbearing untuk mempertahankan struktur cincin pelvis. Ligamentum
posterior SI dibagi menjadi komponen yang pendek dan panjang.
Komponen pendek berjalan oblique dari posterior sacrum ke spina iliaca
posterior superior dan posterior inferior. Komponen panjang berjalan
longitudinal dari aspek lateral sacrum ke spina iliaca posterior superior dan
bergabung dengan ligamentum sacrotuberous.
Simfisis pubis terdiri dari 2 permukaan kartilago hialin yang saling
berhadapan. Permukaan ini dilingkupi dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa
yang cukup tebal. Simfisis didorong inferior oleh otot yang berinsersi pada
ligamentum arcuatum. Posisi yang paling tebal adalah pada sisi superior dan
anterior.
Beberapa ligamen berjalan dari spine ke pelvis. Ligamentum iliolumbaris
mengamankan pelvis ke vertebra lumbalis. Ligamentum ini berasal dari
processus transversus L4 dan L5 dan berinsersi pada posterior dari crista
iliaca. Ligamentum lumbosacral berjalan dari processus L5 ke ala sacrum.
Ligamentum ini membentuk pegangan yang kuat dan menempel pada akar
N.spinalis L5.
B. OS FEMUR
Os femur Pada bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal
berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal terdapat
prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, yang
dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat
condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta
permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa
intercondylar.
C. OS TIBIA
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial
dibanding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle
medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi
dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan
kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk
perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan
tulang-tulang tarsal dan malleolus medial
D. OS FIBULA
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral
dibanding dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan
tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan
facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.
E. OSSA PEDIS
1. OSSA TARSAL
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan di
proksimal dan dengan metatarsal di distal.Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu
calcaneus (berperan sebagai tulang penyanggah berdiri), talus, cuboid,
navicular, dan cuneiform (1, 2, 3).
2. OS METATARSAL
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal
dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari)
terdapat 2 tulang sesamoid.
3. OSSA PHALANGES
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki.Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari
dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di
ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.
b. Bagaimana mekanisme suara parau dan batuk berdahak kehitaman?
•
Terjadi kebakaran (trauma termal) à proses pembakaran à pembakaran
tidak sempurna à menghasilkan zat CO à terhirup ke saluran pernapasan
à trauma inhalasi à kegagalan fungsi dari mukosiliar à memicu proses
inflamasi à pelepasan mediator inflamasi à perubahan mukosa saluran
pernapasan à iritasi saluran napas à edema saluran napas atas à
obstruksi saluran pernapasan bagian atas à suara parau.
•
Terjadi kebakaran (trauma termal) à proses pembakaran à pembakaran
tidak sempurna à menghasilkan zat CO à terhirup ke saluran
pernapasanà
trauma inhalasi à respon sel goblet meningkat à
peningkatan sekresi mucus à CO bercampur dengan sputum à
Carbonaceous sputum.
c. Apa saja derajat luka bakar?
A. Berdasarkan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan, sebuah luka bakar
dapat dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu:
1. Luka bakar superfisial (derajat satu)
Luka bakar ini hanya meliputi lapisan kulit paling atas saja (lapisan epidermis).
Luka bakar ini biasanya ditandai dengan kemerahan, terasa nyeri akibat
ujung saraf sensoris teriritasi, tidak dijumpapai bullae, dan terkadang
membengkak.
2. Luka bakar derajat dua (sedikit lebih dalam dari derajat satu)
Luka bakar ini meliputi kerusakan lapisan paling luar kulit dan mengganggu
lapisan di bawahnya dengan ditandai munculnya gelembung-gelembung
yang berisi cairan di bawah kulit, bengkak di sekitar luka, kulit berwarna
kemerahan atau bahkan menjadi putih, kulit lembap, dan rusak. Pada
tingkatan ini, ciri yang paling khas adalah rasa nyeri yang hebat.
3. Luka bakar derajat tiga
Pada luka bakar tingkat ini, lapisan yang terkena luka bakar tidak terbatas,
bahkan bisa sampai ke tulang dan organ dalam. Luka bakar ini merupakan
tingkat yang paling berat. Biasanya ditandai dengan kulit menjadi kering,
pucat atau bahkan putih, namun bisa juga gosong dan hitam. Berbeda dengan
derajat satu dan dua, luka bakar derajat tiga ini tidak menimbulkan nyeri.
Kedalaman
Penyebab
Ketebalan
Jilatan api, sinar Kering tidak ada Bertambah
partial
ultra
superfisial
(terbakar
(tingkat I)
matahari).
Penampilan
violet gelembung.
oleh
Oedem
minimal
atau tidak ada.
Pucat bila ditekan
dengan ujung jari,
Warna
merah.
Perasaan
Nyeri
berisi kembali bila
tekanan dilepas.
Lebih
dalam Kontak
dari ketebalan bahan
dengan Blister besar dan Berbintikair
atau lembab
partial
bahan padat.
(tingkat II)
Jilatan api kepada
-Superfisia
-Dalam
pakaian.
Jilatan
yang bintik
langsung
kimiawi.
kurang jelas,
bertambah besar.
putih, coklat,
dengan ujung jari,
bila
dilepas
Sinar ultra violet.
yang
ukurannya
Pucat bial ditekan
Sangat nyeri
pink, daerah
merah coklat.
tekanan
berisi
kembali.
Ketebalan
Kontak
sepenuhnya
bahan cair atau kulit mengelupas.
hitam, coklat sedikit sakit.
padat.
tua.
(tingkat III)
Nyala api.
Kimia.
dengan Kering
disertai Putih, kering, Tidak sakit,
Pembuluh
darah
seperti
arang Hitam.
terlihat
kulit
dibawah
yang
Merah.
Rambut
mudah lepas
bila dicabut.
Kontak
dengan mengelupas.
arus listrik.
Gelembung jarang,
dindingnya sangat
tipis,
tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.
B. Berdasarkan lokasi luka bakar dan luas permukaan tubuh yang mengalami
luka bakar, terdapat 3 jenis luka bakar:
1. Luka bakar ringan
o
Luka bakar derajat tiga kurang dari 2% luas, kecuali pada wajah, tangan, kaki,
kemaluan, dan saluran napas
o
Luka bakar derajat dua kurang dari 15% luas
o
Luka bakar derajat satu kurang dari 50% luas
2. Luka bakar sedang
o
Luka bakar derajat tiga antara 2%-10% luas, kecuali pada wajah, tangan, kaki,
kemaluan, dan saluran napas
o
Luka bakar derajat dua antara 15%-30% luas
o
Luka bakar derajat satu lebih dari 50%
3. Luka bakar berat
o
Semua luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas, cedera jaringan
lunak, dan cedera tulang
o
Luka bakar derajat dua atau tiga pada wajah, tangan, kaki, kemaluan, atau
saluran napas
o
Luka bakar derajat dua di atas 10%
o
Luka bakar derajat dua lebih dari 30%
o
Luka bakar yang disertai cedera alat gerak
o
Luka bakar mengelilingi alat gerak
d. Bagaimana tatalaksan awal fraktur yang harus diberikan kepada tuan agus?
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang
dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena
tulang mempunyai kemampuan remodeling.
Penatalaksanaan
umum
fraktur
meliputi
menghilangkan
rasa
nyeri,
menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, agar terjadi
penyatuan tulang kembali, untuk mengembalikan fungsi seperti semula.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak
menggerakkan daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri.
Teknik imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan
gips tidak dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau
fiksasi internal.
3. Pemeriksaan Fisik:
Primary Survey:
•
Airway: bisa berbicara parau, terdapat sputum berwarna kehitaman
(carbonaceous sputum)
•
Breathing: RR 26x/menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler, bunyi jantung
tidak menjauh
•
Circulation: Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 114x/menit, ekstremitas
terlihat pucat dan teraba dingin, sumber perdarahan tidak tampak.
•
Setelah dokter melakukan penatalaksanaan berupa tindakan terhadap airway
dan sirkulasi didapatkan: TD 110/70 mmHg, nadi 100x/menit.
•
Disability: membuka mata secara spontan, bisa menggerakkan ekstremitas
sesuai perintah. Pupil isokor, refleks cahaya (+).
•
Exposure: Hematom di daerah panggul dan paha kiri. Tampak luka bakar pada
lengan kanan dan kiri, bullae (+) terasa sakit § Alis dan bulu hidung terbakar.
Suhu: 36,7o C.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik primary survey?
Primary Survey
Interpretasi
Airway:
•
Bisa berbicara parau
•
Trauma Inhalasi
•
Terdapat sputum berwarna kehitaman •
Trauma Inhalasi
(carbonaceous sputum)
Breathing:
•
RR 26x/menit
•
Takipneu
•
Suara napas kanan dan kiri vesikuler
•
Normal
•
Bunyi jantung tidak menjauh
•
Normal
Circulation:
•
Tekanan darah 100/60 mmHg
•
Hipotensi
•
Nadi 114x/menit
•
Takikardia
•
Ekstremitas terlihat pucat dan teraba •
Hipoperfusi jaringan perifer
dingin
Disability:
•
Membuka mata secara spontan
•
Skor GCS: 4
•
Bisa menggerakkan ekstremitas sesuai •
Skor GCS: 6
perintah
•
Pupil isokor
•
Normal
•
Refleks cahaya (+)
•
Normal
Exposure:
•
Hematom di daerah panggul dan paha •
Ekstravasasi darah ke dalam jaringan
kiri.
•
Tampak luka bakar pada lengan kanan •
Luka bakar derajat 2
dan kiri, bullae (+) terasa sakit
•
Alis dan bulu hidung terbakar.
•
Indikasi trauma inhalasi
•
Suhu: 36,7o C
•
Normal
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik primary survey?
Primary Survey
Airway:
•
Bisa berbicara parau
•
Terdapat sputum berwarna kehitaman
(carbonaceous sputum)
Breathing:
•
RR 26x/menit
•
Suara napas kanan dan kiri vesikuler
•
Bunyi jantung tidak menjauh
Circulation:
•
Tekanan darah 100/60 mmHg
•
Nadi 114x/menit
•
Ekstremitas terlihat pucat dan teraba
dingin
Disability:
•
Membuka mata secara spontan
•
Bisa menggerakkan ekstremitas sesuai
perintah
•
Pupil isokor
•
Refleks cahaya (+)
Exposure:
•
Hematom di daerah panggul dan paha
kiri.
•
Tampak luka bakar pada lengan kanan
dan kiri, bullae (+) terasa sakit
•
Alis dan bulu hidung terbakar.
•
Suhu: 36,7o C
c. Apa saja yang harus dilakukan pada primary survey?
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid
c. Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d. Pasang airway definitif sesuai indikasi.
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau
perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
C. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan
1. Penilaian
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b. Mengetahui sumber perdarahan internal
c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah.
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada
wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis
Gas Darah (BGA).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada
pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan
yang cukup hangat.
d. apa saja tanda-tanda syok dan apakah tuan agus mengalami syok?
1) Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah hingga maksimal
15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensasi dengan dengan
vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan refilling kapiler. Pada saat ini pasien juga
menjadi sedikit cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata,
frekuensi nadi dan nafas masih dalam keadaan normal.
2) Syok hipovolemik stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium
ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi kardiosirkulasi, sehingga
terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi, refilling
kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3) Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-gejala
yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus meningkat
hingga di atas 120 kali per menit, peningkatan frekuensi nafas hingga di atas 30 kali per
menit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat menurun, refilling kapiler yang
sangat lambat.
4) Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada saat ini
takikardi lebih dari 140 kali per menit dengan pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan
gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih
dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai
dengan penurunan kesadaran atau letargi.
Selengkapnya stadium dan tanda-tanda klinis pada syok hemoragik dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
e. Bagaimana tatalaksana awal syok jika tuan agus mengalami syok?
1.Airway dan cervical protection, langsung koreksi jika ada gangguan (pada
kasus ini ada gangguan airway)
-Airway
Jika terdapat sumbatan, harus dibersihkan terlebih dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan jari
telunjuk yang dibengkokkan.
-Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, lakukan pembebasan
jalan napas oleh lidah dengan cara tengadah kepala topang dagu (head tild-chin lift)
dan maneuver pendorongan mandibular (jawthrust).
Pada kasus ini, dilakukan pemasangan intubasi endotrakeal untuk membebaskan jalan
napas, proteksi servikal dilakukan untuk mencegah kerusakan servikal akibat trauma.
o
Breathing
Jika korban tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung, dan mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan).
Jika korban mengalami kesulitan bernapas, berikan Oksigen 10-12 L/menit
menggunakan masker non-rebreathing.
o
Hentikan perdarahan, pada kasus ini perdarahan mungkin terjadi akibat fraktur
pelvis dan fraktur femur, maka untuk menghentikan perdarahannya dengan
imobilisasi menggunakan pelvic sling atau traksi skeletal (pada fraktur pelvis),
imobilisasi dengan hisspica pada posisi fleksi, adduksi, dan rotasi interna (pada
dislokasi articulatio sacroiliaca), imobilisasi menggunakan BUCK’s extension
traction atau balanced traction (pada fraktur femur).
o
Cuci luka bakar menggunakan NaCl fisiologis.
o
Berikan analgesik IV untuk mengurangi rasa nyeri.
o
Berikan anti tetanus serum 1500 U dan toksoid 3x1 ml.
o
Berikan obat anti inflamasi.
o
Berikan antiseptik atau antibakteri topikal dengan silver sulfadiazine pada kulit yang
mengalami luka bakar.
o
Rujuk, ke dokter bedah untuk menangani frakturnya serta luka bakar dan syok
hipovolemiknya.
4.
Secondary Survey:
•
Kepala: Tidat terdapat jejas
•
Mata: Alist erbakar
•
Telinga dan hidung: bulu hidung terbakar o Mulut: terpasang ETT
•
Leher: dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
•
Thoraks:
§
Inspeksi: tidak ada jejas, frekuensi 26x/menit, gerak nafas simetris
§
Palpasi: nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, stem fremitus sama kanan
dan kiri o Perkusi: sonor kanan dan kiri
Auskultasi: suara paru vesikuler, suara jantung jelas, reguler
§
•
•
Abdomen:
§
Inspeksi:datar
§
Palpasi: lemas, nyeri tekan (+) dibagian bawah kiri
§
Perkusi:timpani
§
Auskultasi: bising usus normal terdengar diseluruh bagian abdomen.
Pelvis:
§
Inspeksi: tampak jejas didaerah perut bawah kiri dan panggul kiri
§
Palpasi: nyeri tekan (+) didaerah panggul kanan dan abdomen kanan
bawah.
•
ROM: pergerakan panggul terbatas karena sangat sakit
•
Genitalia: OUE darah (-), skrotum tidak tampak hematom dan edema
•
Colok dubur: sphincter ani menjepit, ampula kosong, prostat teraba, tidak
teraba tonjolan tulang .
•
Ekstremitas superior : Terdapat luka bakar pada lengan anterior atas dan bawah
di bagian kanan dan kiri.
•
Ditemukan warna kulit kemerahan dan terdapat bullae dan terasa nyeri
•
Ekstremitas inferior :
•
Regio Femur sinistra
•
§
Inspeksi : tampak deformitas, soft tissue swelling.
§
Palpasi : Nyeri tekan, arteri dorsalis pedis teraba
ROM : Aktif terbatas di daerah sendi lutut dan panggul
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik secondary survey?
Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
Interpretasi
Kepala
Tidak terdapat jejas
Normal
Mata
Alis terbakar
Trauma inhalasi
Telinga dan hidung
Bulu hidung terbakar
Trauma inhalasi
Mulut
Terpasang ETT
Kemungkinan
terjadi
gangguan pada airway.
Leher
Dalam batas normal, vena Normal
jugularis
distensi)
datar
(tidak
Thorax
: tidak ada Frekuensi nafas à Takipnea
Inspeksi
jejas, frekuensi 26x/menit,
gerak nafas simetris.
Normal
Palpasi : nyeri tekan tidak
ada, krepitasi tidak ada, stem
fremitus sama kanan dan kiri.
Perkusi
: sonor kanan
dan kiri.
Auskultasi
: suara paru
vesikuler,
suara
jantung
jelas, reguler
Abdomen
Inspeksi
: datar
Nyeri tekan (+) dibagian
bawah
Palpasi : lemas, nyeri tekan
(+) dibagian bawah kiri
kiri
menandakan
terdapat trauma, dalam kasus
ini
terjadi
fraktur
dan
dislokasi pada area pelvis.
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus
normal terdengar diseluruh
bagian abdomen
Pelvis
Inspeksi:
tampak
jejas Terjadi reaksi inflamasi pada
didaerah perut bawah kiri daerah trauma (fraktur pelvis
dan panggul kiri
Palpasi:
nyeri
dan femur)
tekan
(+)
didaerah panggul kanan dan
abdomen kanan bawah.
Genitalia
OUE darah (-), skrotum tidak Normal
tampak hematom dan edema
Colok Dubur
Sphincter
ampula
ani
kosong,
menjepit, Normal
prostat
teraba, tidak teraba tonjolan
tulang
Ekstremitas Superior
Terdapat luka bakar pada Terdapat luka bakar derajat
lengan anterior atas dan II
bawah di bagian kanan dan
kiri.
Ditemukan
warna
kemerahan
dan
kulit
terdapat
bullae dan terasa nyeri
Ekstremitas Inferior
Regio
Femur
sinistra Terjadi fraktur pada regio
Inspeksi: tampak deformitas, femur sinistra.
soft tissue swelling.
Soft tissue swelling à terjadi
Palpasi : Nyeri tekan, arteri inflamasi dan
jaringan lunak.
dorsalis pedis teraba
ROM
Aktif terbatas di daerah sendi Abnormal,
lutut dan panggul
kerusakan
kemungkinan
akibat fraktur.
b. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan radiologi?
No
1.
Hasil Pemeriksaan Secondary Survey
Interpretasi
Foto thoraks AP : dalam batas normal
tidak ada trauma pada
dada
2.
Foto pelvis AP : tampak fraktur ramus
Fraktur pelvis dextra dan
superior inferior pubis sinistra dan dislokasi
dislokasi
sendi
sacroiliaca
(articulation sacroiliaca sinistra)
articulatio
kiri sacroiliaca sisnitra.
3.
Foto femur AP/LAT : tampak fraktur Fraktur femur dextra
femur 1/3 proximal transversal,cum
contractionum
4.
pada saat dipasang kateter: urin keluar Menunjukkan tidak ada
jernih sebanyak 50 cc
trauma atau obstruksi
pada saluran kemih dan
keberhasilan resusitasi.
c. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik primary survey?
-
Akibat dari fraktur mengakibatkan fragmen tulang fraktur mencederai daerah sekitar
sehingga terjadi reaksi inflamasi yang menyebabkan pengeluaran mediator inflamasi
(histamin dll) oleh sel imun sehingga mediator tersebut mengiritasi ujung-ujung saraf
bebas menyebapkan nyeri abdomen, paha dan panggul. Sehingga terjadi ROM.
-
Akibat dari fraktur mengakibatkan fragmen tulang fraktur mencederai daerah sekitar
sehingga terbentuk deformitas
-
Akibat dari fraktur mengakibatkan fragmen tulang fraktur mencederai daerah sekitar
sehingga terjadi reaksi inflamasi yang menyebapkan peningkatan permiabilitas sehingga
terjadi migrasi sel-sel dan cairan dan vaskuler ke jaringan injury sehingga terjadi soft tissue
swelling
d. Apa saja yang harus dilakukan pada secondary survey?
1. Anamnesis : penting untuk menanyakan mekanisme trauma, tempat kejadian, keadaan
sebelum trauma, observasi dan penanganan pra rumah sakit.
2. Pemeriksaan fisik menyeluruh (head to toe) Pada trauma pelvis, perhatikan apakah
terdapat pembengkakkan, ekimosis, dan nyeri tekan pada pinggul, selangkang, dan
punggunh bagian bawah; periksa spina iliaca anterior posterior; serta periksa kulut, daerah
genitalia, anus, dan peritoneum.
3. Adjunct pemeriksaan secondary survey:
-
Radiografi à foto polos AP lateral (thorax, pelvis, dan femur) Pada foto polos pelvis,
lebar symphysis < 5 mm dan terpisah jarak < 2 mm dari rami pubis dextra dan sinistra.
Lebar art. sacroiliaca tidak lebih dari 2-4 mm.
-
Pemeriksaan laboratorium Dilakukan pemeriksaan karboksihemoglobin, pemeriksaan
golongan darah, crossmatch, Hb, Ht, platelet, PT/PTT serial.
-
Pemeriksaan lain : Jika terdapat tanda dan gejala trauma abdomen, serta ada curiga
trauma abdomen dapat dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) karena 47%
pasien dengan trauma pelvis juga mengalami cedera abdominal.
e. Bagaimana cara pemeriksaan ROM?
Pinggul
Gerakan
Penjelasan
Rentang
Fleksi
Mengerakkan tungkai kedepan dan atas,
rentang 90-120°
Ekstensi
Menggerakan kembali kesamping tungkai rentang 90-120°
yang lain
Hiperekstensi
Menggerakkan tungkai kebelakang tubuh, rentang 30-50°
Abduksi
Menggerakkan
tungkai
kesamping rentang 30-50°
menjauhi tubuh,
Adduksi
Menggerakkan tungkai kembali keposisi rentang 30-50°
media dan melebihi jika mungkin,
Rotasidalam
Memutar kaki dan tungkai kearah tungkai rentang 90°
lain,
Rotasiluar
Memutar kaki dan tungkai menjauhi rentang 90°
tungkai lain
Sirkumduksi
Menggerakkan tungkai melingkar
-
Penjelasan
Rentang
Lutut
Gerakan
Fleksi
Menggerakkan tumit kearah belakang rentang 120-130°
paha,
Ekstensi
Mengembalikan tungkai ke lantai
rentang 120-130°
5. HIPOTESIS
Tuan Agus, 30 tahun, buruh bangunan, mengalami luka bakar dan trauma
musculoskeletal.
a. Bagaimana algoritma penegakaan diagnosis dari luka bakar?
Penilaian pasien mulai dengan anamnesis, dan disusul penilaian luas dan dalamnya luka
bakar.
1. Anamnesis
Riwayat trauma
a. Sewaktu menyelamatkan diri dari tempat kebakaran, mungkin terjadi cedera
penyerta. Ledakkan dapat melemparkan pasien, mengakibatkan misalnya cedera
kepala, jantung, paru-paru/trauma abdomen dan fraktur.
b. Catat waktu terjadinya trauma.
c. Luka bakar yang terjadi pada ruangan tertutup harus dicurigai terjadinya trauma
inhalasi.
Anamnesis dari pasien sendiri atau keluarga, juga mencakup
a. Riwayat singkat penyakit yang diderita sekarang (seperti diabetes, hipertensi,
jantung, paru-paru dan/atau ginjal) dan
b. Obat yang sedang dipakai untuk terapi.
c. Riwayat alergi dan status imunisasi tetanus.
2. Luas Luka Bakar
Grafik Lund-Browder digunakan sesuai dengan umur pasien, mulai 0 – 1 – 5 – 10 –
15 – Dewasa.
Gambar 2. Lund-Browder Diagram (Wyatt et al., 2020)
3. Kedalaman Luka Bakar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui kedalaman luka bakar:
a. Kemerahan/campuran
b. Bula dan epidermis yang rusak
c. Bengkak
d. Permukaan basah, berair
e. Nyeri
f. Sensitif pada udara
1) Pucat, putih, kaku, kemerahan
2) Kulit rusak, tampak jaringan lemak
3) Permukaan kering
4) Tidak nyeri
5) Edema
Karakteristik Luka Bakar menurut Derajatnya
a. Luka bakar derajat I, mengenai lapisan epidermis, ditandai dengan adanya
eritema, nyeri, dan tidak ada bulla. Karena tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pemberian cairan intravena, luka bakar derajat I selanjutnya tidak akan dibahas.
b. Luka bakar derajat II atau partial thickness burns yang mengenai lapisan
epidermis dan dermis, ditandai dengan warna kemerahan atau campuran disertai
pembengkakan dan bulla. Permukaannya basah, berair serta nyeri hebat meskipun
hanya tersapu aliran udara.
c. Luka bakar derajat III atau full thickness burns yang mengenai seluruh lapisan
kulit (epidermis, dermis, dan subkutan)menyebabkan luka kehitaman dan kaku.
Warna kulit bisa terlihat putih seperti lilin, merah sampai kehitaman. Warna kulit
merah ini tidak berubah menjadi pucat dengan penekanan, tidak merasa nyeri dan
kering
b. Bagaimana algoritma penegakaan diagnosis dari trauma musculoskeletal?
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan
bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi),
gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan
gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis
diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat
ditentukan.
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan,
obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat
osteoporosis serta penyakit lain.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi /
feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya
perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur
tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang
mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur
meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi.
Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada
pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma
di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien
dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS.
Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis
c. Apa definisi dari luka bakar?
Burn injury atau luka bakar didefinisikan sebagai cidera pada kulit dan jaringan
disekitarnya sebagian atau seluruhnya yang dapat disebabkan akibat suhu,
bahan kimia, listrik, dan radiasi, salah satu yang paling sering adalah akibat
energy panas.
d. Apa definisi dari trauma musculoskeletal?
Trauma musculoskeletal adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang,
e. Bagaimana etiologi luka bakar?
Luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi 6 kelompok terpisah berdasarkan
mekanisme cedera: luka bakar akibat panas (melepuh), luka bakar akibat
kontak langsung dengan benda panas, luka bakar akibat api, akibat bahan
kimia, akibat sengatan listrik, dan akibat radiasi. Luka bakar melepuh bisa
disebabkan oleh cairan, minyak, atau uap bisa akibat tumpahan atau terendam.
Luka bakar api dapat dibagi menjadi luka bakar karena kilatan dan nyala api.
f. Bagaimana etiologi trauma musculoskeletal?
A. Trauma langsung
Trauma langsung ialah trauma yang menyebabkan tekanan langsung pada
tulang sehingga terjadi fraktur pada daerah tekanan. Frakur yang terjadi
biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Misalnya karena trauma yang tiba tiba mengenaii tulang dengan kekuatan
dengan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi patah.
B. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan kedaerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap
utuh, tekanan membengok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik.
C. Fraktur Patologik
Fraktur patologik merupakan kerusakan tulang akibat proses suatu penyakit,
seperti: osteoporosis, osteoarthritis, osetomielitis, tumor tulang dan stress pada
tulang yang terus menerus.
g. Bagaimana epidemiologi luka bakar?
Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan
usia, lebih dari 60% pasien luka bakar terjadi dalam kisaran usia produktif,
dimana pria lebih sering daripada wanita. 55% disebabkan oleh api, 40%
karena air mendidih, dan selebihnya oleh bahan kimia dan listrik
h. Bagaimana epidemiologi trauma musculoskeletal?
Menurut penelitian pada tahun diperkirakan 150.000 kematian sebagai akibat
dari trauma dengan 2,6 juta penderita harus dirawat di rumah sakit dari 37 juta
orang yang datang berobat ke Bagian Gawat Darurat akibat trauma dan
didominasi oleh kecelakaan naik sepeda motor sebagai penyebab kematian
serta merupakan urutan kedua kecelakaan nonfatal. Faktor utama adalah
kecepatan kendaraan, pengendara peminum alkohol atau karena intoksikasi
obat.
Kecelakaan jatuh dari ketinggian akibat memperbaiki atap rumah merupakan
faktor utama kecelakaan nonfatal yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit
di Amerika, dan di Asia penyebab kematian utama ialah pada trauma karena
jatuh dari pohon. Pada umur kurang dari 5 tahun yang datang ke bagian gawat
darurat akibat kecelakaan jatuh dari ketinggian; 95% tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit. Pada anak diatas 5 tahun umumnya akibat
kecelakaan bermain, umur dewasa akibat jatuh dari pekerjaan, dan umur tua (di
atas 65 tahun) kecelakaan jatuh merupakan penyebab utama kematian.
Kecelakan nonfatal pada orang ini umumya terjadi fraktur pada sendi panggul
dan radius distal. Fraktur sendi panggul akan menurunkan kualitas hidup
penderita tersebut.
i. Bagaimana patofisiologi luka bakar?
Cedera luka bakar memicu nekrosis koagulatif pada berbagai lapisan
kulit serta jaringan di bawahnya. Gravitasi kerusakan ditentukan oleh energi
yang dibawa oleh agen penyebab, mantra pemaparan, selain suhu kulit yang
terpapar.
Cedera termal dikategorikan berdasarkan etiologi dan kedalaman cedera. Agen
penyebab termasuk api, melepuh dan kontak dengan benda panas / dingin.
Mereka berkontribusi pada nekrosis koagulatif dengan menginduksi
kerusakan jaringan melalui transfer energi. Agen penyebab lainnya
termasuk paparan bahan kimia dan konduksi listrik. Selain perpindahan panas,
luka bakar kimiawi dan listrik juga menyebabkan kerusakan langsung pada
membran sel. Berkat fungsi utamanya sebagai penghalang yang dapat
diandalkan yang mengurangi perpindahan panas ke jaringan di bawahnya, kulit
biasanya membatasi penyebaran kerusakan ke lapisan dalam; namun, cedera
jaringan di bawahnya masih terjadi akibat respons jaringan lokal.
Ada tiga metode perpindahan panas yang berbeda: konduksi, konveksi, dan
radiasi. Metode transfer panas yang paling sederhana adalah konduksi, yang
terjadi ketika benda padat panas bersentuhan langsung dengan kulit.
Perpindahan panas di dalam kulit dipengaruhi oleh konduktivitas termal dari
bahan yang dipanaskan, area di mana panas ditransfer, dan gradien suhu di
dalam bahan tersebut. Kandungan air, minyak alami atau sekresi kulit, dan
adanya bahan isolasi (misalnya, lapisan keratin kulit yang terkornifikasi)
mempengaruhi konduktivitas jaringan. Selain itu, perubahan aliran darah
jaringan lokal menghasilkan efek yang besar pada perpindahan panas dan
distribusi. Ketidakmampuan untuk menghantarkan panas dari titik kontak
secara efisien menyebabkan berbagai tingkat cedera jaringan.
Karena kulit adalah konduktor panas yang relatif buruk, kulit menjadi
penghalang yang luas untuk cedera akibat panas
1. Respon lokal
Segera setelah cedera, luka bakar dapat dibagi menjadi tiga zona: zona koagulasi
(dengan kerusakan terbesar di bagian tengah); zona stasis atau zona iskemia
(ditandai dengan penurunan perfusi yang berpotensi dapat diselamatkan); dan zona
hiperemia (daerah terluar luka yang ditandai dengan peningkatan vasodilatasi
inflamasi). Derajat cedera seluler bervariasi tergantung pada zona cedera dan
mencakup spektrum dari autofagi seluler langsung dalam 24 jam pertama setelah
cedera, apoptosis onset tertunda 24-48 jam setelah cedera luka bakar dan adanya
stres oksidatif reversibel. Penyembuhan alami luka ini melibatkan fase dinamis dan
tumpang tindih yang mencakup fase inflamasi, yang dimulai oleh neutrofil dan
monosit yang menuju ke lokasi cedera melalui vasodilatasi lokal.
a. Zona koagulasi: Zona pusat koagulasi memiliki kontak paling dekat dengan
sumber panas. Ini terdiri dari sel-sel mati (kehilangan jaringan secara
ireversibel) akibat nekrosis koagulasi dan aliran darah tidak ada. Biasanya
tampak putih atau hangus
b. Zona statis: Zona antara stasis biasanya berwarna merah dan dapat memucat
karena tekanan, tampak memiliki sirkulasi yang utuh; namun, setelah 24 jam,
sirkulasi melalui pembuluh superfisialnya sering berhenti. Mungkin ada
perdarahan petekie. Pada hari ketiga, zona antara stasis menjadi putih karena
dermis superfisialisnya bersifat avaskular dan nekrotik. Sehingga sering disebut
dengan area hipoperfusi yang terkadang masih bisa diselamatkan. Pada area ini
adalah target utama resusitasi untuk meningkatkan perfusi dan mencegah
kerusakan baru yang ireversibel. Apabila keadaan hipotensi berlanjutan, infeksi,
ataupun edema terjadi maka area ini bisa rusak ireversibel akibat proses iskemia
yang terjadi. Kerusakan yang ireversibel ditandai dengan luka yang lebih dalam
dan lebar (luka bakar ketebalan penuh)
c. Zona hyperemia: Zona terluar yaitu zona hyperemia adalah zona berwarna
merah yang memucat karena tekanan, menandakan sirkulasi yang utuh. Pada
hari keempat, zona ini memiliki warna merah yang lebih pekat. Penyembuhan
hadir pada hari ketujuh. Kecuali apabila terdapat sepsis berat atau hipoperfusi
berkepanjangan.
Haemostasis terjadi segera setelah cedera dan melibatkan vasokonstriksi, aktivasi
dan agregasi platelet, dan pelepasan faktor pembekuan dan pertumbuhan (seperti
faktor pertumbuhan yang diturunkan dari platelet (PDGF), faktor pertumbuhan
epidermal (EGF) dan transformasi faktor pertumbuhan-β (TGFβ)) oleh trombosit,
keratinosit, makrofag, dan fibroblas, mengakibatkan pengendapan bekuan fibrin di
tempat cedera, yang berfungsi sebagai matriks sementara untuk tahap
penyembuhan selanjutnya. Monosit (dan makrofag) dan neutrofil direkrut ke lokasi
cedera karena vasodilatasi lokal dan memulai fase inflamasi. Peradangan dimulai
dalam 24 jam setelah cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan tergantung pada tingkat keparahan cedera. Fase inflamasi ini secara
alami berfungsi untuk menurunkan jaringan nekrotik dan memulai aliran sinyal
yang diperlukan untuk perbaikan luka. Mengikuti respons inflamasi, aktivasi
keratinosit dan fibroblas melalui berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan
membantu mengantarkan fase proliferasi yang bertujuan untuk memulihkan perfusi
vaskular dan lebih lanjut meningkatkan penyembuhan luka. Fase terakhir
penyembuhan melibatkan renovasi luka, di mana kolagen dan elastin disimpan dan
secara terus menerus mengubah fibroblas menjadi miofibroblas. Seiring waktu,
keseimbangan yang halus antara kontraksi myofibroblast dan reepitelisasi
menentukan kualitas dan kelenturan luka yang diperbaiki, dan menentukan luasnya
pembentukan bekas luka, yang ditandai dengan malposisi fibrosa dari serat kolagen.
Secara umum, respons penyembuhan kompleks ditujukan untuk regenerasi dermal
dan epidermal dengan tujuan memulihkan penutupan pelindung kulit serta
kelenturan dan fungsionalitas kulit. Namun, luka bisa sembuh dengan bekas luka
abnormal yang khas aktif, merah, gatal, nyeri dan menodai - disebut bekas luka
hipertrofi atau keloid.
2. Respon sistemik
Pada pasien yang luka bakarnya melebihi 30% dari TBSA atau setidaknya 15-30%
dari TBSA, sitokin dan mediator lain dilepaskan di wilayah lesi yang berakibat ke
sirkulasi sistemik, menyebabkan respon inflamasi sistemik.
a. Perubahan kardiovaskular: Karena pembuluh pada jaringan yang terbakar
menunjukkan peningkatan permeabilitas vaskular, maka terjadi ekstravasasi
cairan ke dalam jaringan yang terbakar. Hipovolemia adalah konsekuensi
langsung dari kehilangan cairan ini, yang menyebabkan penurunan perfusi dan
pengiriman oksigen. Pada pasien dengan luka bakar serius, pelepasan
katekolamin, vasopresin, dan angiotensin menyebabkan vasokonstriksi perifer
dan splanknikus yang dapat mengganggu perfusi organ. Kontraktilitas miokard
juga dapat dikurangi dengan pelepasan TNF alfa. Akibat banyaknya cairan yang
keluar dari intravascular, maka terjadilah hipotensi sistemik dan berujung pada
hipoperfusi organ lalu dehidrasi.
b. Perubahan respiratorik: Penurunan fungsi paru dapat terjadi pada pasien luka
bakar berat tanpa bukti adanya cedera pernafasan akibat bronkokonstriksi yang
disebabkan oleh faktor humoral, seperti histamin, serotonin, dan tromboksan
A2. Penurunan komplains paru-paru dan jaringan adalah manifestasi dari
penurunan fungsi paru ini. Kulit yang terbakar menunjukkan peningkatan
penguapan air yang terkait dengan kehilangan panas bersamaan, yang dapat
menyebabkan hipotermia dan dapat menyebabkan RDS.
c. Perubahan metabolic: Proporsi yang signifikan dari morbiditas dan mortalitas
luka bakar parah disebabkan oleh respon hipermetabolik berikutnya. Respon ini
dapat berlangsung selama satu tahun setelah cedera dan berhubungan dengan
gangguan penyembuhan luka, peningkatan risiko infeksi, erosi massa tubuh
tanpa lemak, gangguan rehabilitasi, dan keterlambatan integrasi pasien luka
bakar ke dalam masyarakat.
j. Bagaimana patofisiologi trauma musculoskeletal?
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin
hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan
mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot
yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami
spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar
dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada
tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah
maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke
samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang
lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang
yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera
jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera
pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi
diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang
disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang
hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi,
eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap
penyembuhan tulang.
k. Bagaimana klasifikasi luka bakar?
Luka bakar derajat satu adalah cedera superfisial yang terbatas pada epidermis
dan ditandai dengan kemerahan, hipersensitivitas, nyeri, dan tidak ada pengelupasan
kulit.
Luka bakar derajat dua melibatkan epidermis dan sebagian dermis. Kulit mungkin
merah dan melepuh, basah, berair atau lebih putih, namun edematous. Kelangsungan
hidup dermis yang terluka dan pelengkap epidermis yang terkait berada dalam
bahaya kecuali kondisi optimal untuk pelestarian elemen-elemen ini dapat
dipertahankan.
Luka bakar dengan ketebalan penuh/full thickness (luka bakar derajat tiga)
melibatkan penghancuran seluruh ketebalan epidermis dan dermis, termasuk
pelengkap kulit. Cedera ini menghasilkan tampilan kulit yang keputihan atau hangus
dan pembuluh darah yang menggumpal terkadang terlihat. Jaringan kulit yang
terbakar dengan penampilan yang kering dan kasar disebut “eschar”. Meskipun area
luka bakar ketebalan penuh tidak tampak edema, cairan sub-eschar dapat
berkembang.
Luka Bakar Tingkat Keempat. Luka yang menembus di bawah kulit ke dalam
lemak subdermal diklasifikasikan sebagai luka bakar derajat empat. Luka bakar ini
juga memiliki eschar di permukaannya, tetapi adanya pembuluh darah subdermal
yang terkoagulasi, dan kadang-kadang bentuk luka berlekuk dibandingkan dengan
kulit yang berdekatan menunjukkan keterlibatan di bawah lapisan dermal. Cedera
yang lebih dalam yang melibatkan fasia, otot dan / atau tulang yang mendasari
digambarkan sebagai "dengan kehilangan jaringan dalam". Dampak fisiologis dari
luka bakar sebanding dengan luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar derajat
dua, tiga, dan empat.
Derajat berdasarkan derajat TSBA
1. Luka bakar ringan
Kriteria luka bakar ringan:
a. TBSA =15% pada dewasa
b. TBSA =10% pada anak
c. Luka bakar full-thickness dengan TBSA =2% pada anak maupun dewasa
tanpa mengenai daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum.
2. Luka bakar sedang
Kriteria luka bakar sedang:
a. TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full
thickness <10%
b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah
10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar full-thickness <10%
c. TBSA =10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa
masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau
perineum
3. Luka bakar berat
Kriteria luka bakar berat:
a. TBSA =25%
b. TBSA =20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40
tahun
c. TBSA =10% pada luka bakar full-thickness
d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki,
atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik.
e. Semua luka bakar listrik
f. Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk
l. Bagaimana klasifikasi trauma musculoskeletal?
Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai
fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup
adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka
adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur
dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti
malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang.
Patah tulang terbuka menurut Gustillo dibagi menjadi tiga derajat, yang
ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi. Tipe I: luka kecil
kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tandatanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif. Tipe II: laserasi kulit
melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi
kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan. Tipe III: terdapat
kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe lagi tipe
IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah, tipe IIIB : disertai
kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat di tutup jaringan
lunak dan tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera.
Menurut Apley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah
tulang dan berdasarkan bentuk patah tulang. Berdasarkan garis patah
tulangnya: greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi
lainnya bengkok, transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang,
spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang, obliq, yaitu
fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.
Berdasarkan bentuk patah tulangnya, komplet, yaitu garis fraktur menyilang
atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser,
inkomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang, fraktur
kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain
avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligament, communited (segmental),
fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. simple, fraktur
dimana tulang patah dan kulit utuh, fraktur dengan perubahan posisi, yaitu
ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah, fraktur tanpa
perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal,
fraktur komplikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
Berdasarkan lokasinya fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau),
diaphyseal (shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang
panjang tediri dari diafisis (corpul/shaft) yang berasal dari pusat penulangan
sekunder. Epifisis, terletak di ujung tulang panjang. Bagian dari diafisis yang
terletak paling dekat dengan epifisis disebut metafisis, yaitu bagian dari korpus
yang melebar. Fraktur dapat terjadi pada bagian-bagian tersebut.
m. Bagaimana manifestasi klinik luka bakar?
Kedalaman dan Bagian
penyebab
kulit Gejala
Penampilan luka
luka yang terkena
Perjalanan
kesembuhan
bakar
Derajat
satu Epidermis
(superfisial):
Kesemutan,
Memerah,
menjadi Kesembuhan
hiperestesia
putih ketika ditekan lengkap dalam
tersengat
(supersensivi minimal atau tanpa waktu
matahari,
tas),
terkena
api
rasa edema
satu
minggu,
nyeri mereda
terjadi
dengan
jika
pengelupasan
intensitas rendah
didinginkan
kulit
Derajat-dua
Epidermis dan Nyeri,
Melepuh, dasar luka Kesembuhan
(partial-
bagian dermis
hiperestesia,
berbintik-bintik
sensitif
merah,
terhadap
retak,
thickness):
tersiram
air
mendidih,
udara
terbakar
oleh
dalam
epidermis 2-3
waktu
minggu,
permukaan pembentukan
yang luka basah, terdapat parut
dingin
edema
nyala api
dan
depigmentasi,
infeksi
dapat
mengubahnya
menjadi
derajat-tiga
Derajat-tiga
Epidermis,
Tidak terasa Kering, luka bakar Pembentukan
(full-
keseluruhan
nyeri, syok, berwarna
thickness):
dermis
terbakar
api,
dan hematuria
nyala kadang-kadang
terkena jaringan
(adanya
darah dalam retak dengan bagian , pembentukan
urin)
dalam
waktu
kemungkina
yang
lama,
n
listrik
arus
seperti bahan kulit diperlukan
atau gosong, kulit pencangkokan
cairan mendidih subkutan
tersengat
putih eskar,
dan lemak yang tampak, parut
hilangnya
kontur
serta
hemolisis
fungsi
kulit,
(destruksi sel
hilangnya jari
darah
tangan
merah),
ekstrenitas
kemungkina
dapat terjadi
n
pula
terdapat edema
dan
terdapat
luka masuk
dan
keluar
atau
(pada
luka
bakar listrik)
n. Bagaimana manifestasi klinik trauma musculoskeletal?
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan fraktur adalah Pemeriksaan rontgen
dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma. Scan tulang (fomogram,
scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler
dicurigai. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemo konsentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) Hb, leukosit,
LED, golongan darah dan lain-lain.
o. Bagaimana pemeriksaan penunjang luka bakar?
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah :
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah
merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
7. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
p. Bagaimana pemeriksaan penunjang trauma musculoskeletal?
A. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya
superposisi. Teknik khusus membaca pemeriksaan radiologi, yaitu:
1. Tomografi yang berfungsi untuk melihat kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga.
2. Myelografi yang dapat menggambarkan cabang-cabang saraf spinal
dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
3. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
4. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti
Kreatinin Kinase, Laktat
3. Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang
4. Hematokrit dan leukosit akan meningkat
C. Pemeriksaan lainnya
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
q. Bagaimana tatalaksana luka bakar?
1. Dalam 24 jam pertama
Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan
resusitasi secara simultan harus diterapkan.
2. Setelah 24 jam pertama
Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika memungkinkan
timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis. Data-data ini sangat
diperlukan untuk menghitung menggunakan formula resusitasi cairan yaitu
Parkland formula.
Perhitungan kebutuhan cairan dilalukan pada waktu pasien mengalami trauma
luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan cairan RL, 50%
total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu 24 jam pertama. Tahap
I diberikan 8 jam dan tahap 2 diberikan 16 jam setelahnya. Cairan harus diberikan
menggunakan 2 jalur IV line (ukuran 16 G untuk dewasa), diutamakan untuk
dipasang pada kulit yang tidak terkena luka bakar.
Penggunaan yang cukup popular dan direkomendasikan yaitu cairan Ringer
Lactate (RL) yang mengandung 130 meq/L sodium.
d. Jalur pemberian cairan
Rute oral, dengan larutan-garam-seimbang dapat diberikan jika peralatan untuk
resusitasi formal (intravena) terbatas, tidak lupa untuk memperhatikan kondisi
saluran cerna pasien. Resusitasi dengan rute oral dapat dilakukan juga pada TBSA
< 20% (17).
Cairan rumatan harus diberikan pada pasien anak sebagai tambahan, diluar dari
perhitungan cairan awal yang berdasarkan KgBB dan % TBSA.
e. Monitor kecukupan cairan dan elektrolit
Pemantauan
1) Lakukan pemantauan intake dan output setiap jam
2) Lakukan pemantauan gula darah, elektrolit Na, K, Cl, Hematokrit, albumin
Urine Output (UO) harus dipertahankan dalam level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada
dewasa dan 1.0-1.5 ml/kgBB/jam pada anak untuk menjaga perfusi organ.
Lakukan pemeriksaan diagnosis laboratorium: Darah perifer lengkap, analisis
gas darah, elektrolit serum, serum lactate, albumin, SGOT, SGPT, Ureum/
Creatinin, glukosa darah, urinalisa, dan foto toraks.
Asidosis yang jelas (pH <7.35) pada analisis gas darah menunjukkan adanya
perfusi jaringan yang tidak adekuat yang menyebabkan asidosis laktat, maka harus
dilakukan pemantauan hemodinamik dan titrasi cairan resusitasi/jam jika
diperlukan, sampai tercapai target Urine Output (UO) harus dipertahankan dalam
level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1.0-1.5 ml/kgBB/jam pada anak.
Hemoglobinuria: kerusakan jaringan otot akibat termal trauma listrik tegangan
tinggi, iskemia menyebabkan terlepasnya mioglobin dan hemoglobin. Urine yang
mengandung hemochromogen ini berupa warna merah gelap.
Ringkasan resusitasi cairan pada luka bakar:
r. Bagaimana tatalaksana trauma musculoskeletal?
Manajemen
Tujuan tindakan setiap penderita trauma pada umumnya adalah life saving dan life limb
dalam art memaksimalkan survival penderita, dan save joint agar outcome fungsinya
tercapai optimal juga. Kebutuhan oksigen penderita adalah prioritas utama dan sangat
diperlukan secepatnya sebagai save life, bila ini tidak tercapai maka kerusakan otak
penderita menjadi irreversible. Oleh karena itu tindakan memperbaiki jalan napas,
respirasi penderita dan sirkulasi darah yang akan mendistribusi oksigen ke organ-organ
atau ke jaringan perifer merupakan tindakan utama dan sangat diperlukan ( ABC / air
way, breathing dan circulation).
1. Jalan Napas (Air way) Jalan napas di mulai dari hidung dan mulut sampai ke
paru-paru penderita. Jalan inilah yang perlu Anda kontrol dengan melakukan
pemasangan endotracheal intubation bila ada obstruksi, atau kemungkinan terjadi
hambatan seperti edema di leher. Ketrampilan pemasangan tube tersebut perlu
Anda punyai dan perlu diingat banwa penderita dalam keadaan koma selalu
dipikirkan trauma servikal sampai pada pemeriksaan sekunder tidak terbukti.
Artinya pemasangan endotracheal tersebut kepaia dan leher penderita harus
diimobilisasi dengan collar brace atau bantalan pasir yang diletakkan kanan-kiri
leher penderita.
2. Pernafasan (Breathing) Trauma pada torak yang menimbulkan, hemotorak,
pneumotorak, flail chest atau fraktur tulang iga ( fraktur kosta ) akan
mengakibatkan penurunan ventilasi. Gangguan difusi oksigen di paru-paru karena
berkurangnya fungsi paru-paru atau menurunkan frekuensi respirasi karena ada
rasa nyeri. Oleh karena itu yang perlu Anda pikirkan adalah melakukan evakuasi
pneumotorak dengan memasang WSD ( water seal drainage ), menutup luka pada
flail chest dan stabilisasi floating segmenfdinding torak tersebut.
3. Sirkulasi (Circulation) Berkurangnya jumlah oksigen di perifer akibat gangguan
distribusi / sirkulasi akan mengakibatkan sok Pulsus penderita akan melemah, kecil
sampai tidak teraba, palltor, kulit terasa dingin, dan berkeringat. Permulaan
penderita gelisah sampai tidak sadar. Periu Anda ketahui bahwa adanya takhikardi
seperti denyut nadi lebih dan 120 permenit pada penderita dewasa, anak-anak dua
kali lipat dan orang dewasa merupakan tanda awal akan terjadinya sok. Penyebab
sok pada trauma umumnya akibat perdarahan. Perdarahan ekstemal Anda harus
menghentikan perdarahan tersebut dengan bebat menekan pada survei awal (
primary survey ). Jangan melakukan pengikatan atau alat hemostat untuk hal
tersebut. Bila tidak ada perdarahan ekstemal maka Anda memikirkan perdarahan
internal yang biasanya perdarahan di rongga pelvis, abdomen atau rongga torak.
Tapi pada fraktur tertutup seperti fraktur femur atau fraktur terbuka dapat
menimbulkan sok.
Resusitasi: Ketiga tindakan diatas, jalan napas, pernafasan dan sirkulasi disebut
resusitasi yang dikerjakan pada survei awal sehingga objektifnya adalah
mempertahan dan menjamin akan kebutuhan oksigen penderita. Setelah jalan
napas terjamin dan ventilasi 100% telah dimulai maka dilakukan resusitasi cairan
dengan memasang infus jarum nomer 16 atau lebih besar lagi secara intravenous.
Bila terjadi kesukaran pada anak-anak dapat menggunakan kanalis medularis tibia
atau femur. Penderita hipotensi dan takhikardi diberikan cairan laktat 2 liter ( 20
ml/kg berat badan untuk anak-anak ) secepat mungkin. Bila vital sign terkoreksi
baik maka cairan perinfus dipertahankan, tapi bila tidak terkoreksi maka ditambah
lagi 2 liter dan tranfusi darah harus segera dipikirkan.
Tatalaksana
•
Emergency
1. ABC/ ATLS
2. RICE (Sprain-strain)
3. Splinting
4. C-clamp
5. fasciotomy (compartment syndrome)
6. tourniquet (kontroversi)
•
Definitif
1. ORIF
2. OREF
3. Tendon, nerve and vascular anastomosis
•
splinting/pembidaian
1. mengurangi nyeri
2. mencegah kerusakan lanjut
3. mengontrol perdarahan
s. Bagaimana komplikasi trauma musculoskeletal?
A. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada
ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan ukuran
kompartemen. Gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti perdarahan
atau edema. Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling
sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan sensasi
kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot. Gejala klinis yang terjadi
pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralisis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom.
B. Fraktur Pelvis
Fraktur pelvis yang disertai perdarahan seringkali disebabkan oleh fraktur
sakroiliaka, dislokasi, atau fraktur sacrum. Arah gaya yang membuka pelvic
ring akan merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang merobek sistem,
arteri iliakainterna (trauma kompresi anterior-posterior). Rongga pelvis terdapat
organ-organ seperti vesika urinaria, bagian distal traktus digestivus, pleksus
pudendus, arteria iliaka, saraf skiatik dan lain sebagainya. Pada trauma energi
berat akan mengakibatkan fraktur pelvis dengan komplikasi perdarahan
disamping trauma di organ lain. Darah dapat tertimbun dalam rongga tersebut
akibat perdarahan dan tulang pelvis atau akibat tusukan fragmen sehingga
terjadi robekan pembuluh darah.
Tanda klinis yang paing penting adalah adanya pembengkakan atau
hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum dan perianal. Tandatanda trauma pelvic ring yang tidak stabil adalah adanya patah tulang terbuka
daerah pelvik (terutama daerah perineum, rectum atau bokong), high riding
prostate (prostate letak tinggi), perdarahan di meatus uretra, dan didapatkannya
instabilitas mekanik. Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan
manipulasi manual dari pelvis. Petunjuk awalnya adalah dengan ditemukannya
perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai (biasanya rotasi eksternal) tanpa
adanya fraktur pada ekstremitas tersebut.
Pengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan
penghentian perdarahan dan resusitasi cairan dengan cepat. Penghentian
perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan eksternal
counter pressure. Teknik sederhana dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvis
sebelum penderita dirujuk. Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat
dikerjakan sebagai tindakan pertama. Prosedur ini dapat ditambah dengan
memasang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai siling atau
vacuum type long spine splinting device atau PASG. Cara-cara sementara ini
dapat membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan
yang jelas, memerlukan balut tekan dengan tampon untuk menghentikan
perdarahan.
C. Fraktur tulang panjang
Fraktur tulang panjang umumnya disebabkan oleh trauma dengan energi
berat sehingga harus juga dipikirkan kemungkinan terjadi trauma di daerah lain
(organ lain) yang dapat mengancam jiwa penderita disamping kehilangan darah
yang akan menimbulkan sok hipovolemik walaupun sangat jarang. Komplikasi
awal ialah adanya sindrom emboli lemak (fat embolism syndrome) dengan
karakteristik adanya penurunan respirasi, panas, perubahan mental dan
trombositopenia. Hal ini disebabkan butiran-butiran lemak masuk ke dalam
sirkulasi darah. Manajemen fraktur tulang panjang pertama melakukan
pemasangan bidai (temporary splinting) dengan menjaga kelurusan (alignment)
karena tindakan ini sebagai imobilisasi, dapat menghentikan perdarahan dan
menghilangkan rasa nyeri. Kedua adalah pemberian obat menghilang rasa nyeri
dan terakhir segera berkonsultasi dengan ahli bedah orthopaedi untuk terapi
definitif.
D. Perdarahan besar arterial
Trauma dapat menyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat
merobek arteri. Cedera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka
terbuka atau perdarahan di dalam jaringan lunak. Trauma ekstremitas harus
diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasi nadi yang sebelumnya
masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan
Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan
menghilangnya pulsasi menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma
yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskuler.
Pengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan resusitasi
cairan yang agresif. Penggunaan torniket pneumatic secara bijaksana mungkin
akan menolong menyelamatkan nyawa. Jika fraktur disertai luka terbuka yang
berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut tekan
diatas luka.
E. Crush Syndrome (Rabdomiolisis Traumatik)
Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot,
yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini
terjadi akibat crush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering paha dan
betis. Trauma crush adalah trauma kompresi pada ekstremitas dalam waktu
lama sehingga dapat mengakibatkan jaringan lunak yang terkena mengalami
iskhemi dan hilangnya integritas sel sehingga potasium dan mioglobin yang ada
di datam sel itu keluar. Sodium, chloride, kalsium, dan air masuk ke dalam sel
itu. Masuknya kalsium ke dalam sel akan mengakibatkan kerusakan seluler
yang bersifat irreversibel. Pergeseran cairan akan menimbulkan sok
hipovolemik. Kerusakan vaskular akan menimbulkan edema / swelling dan
gangguan keluamya ion-ion dan cairan. Pengeluaran komponen-komponen di
otot tersebut akan mengakibatkan hiperkalemia, mioglobinemia, hipokalsemia,
hiperuresemia, hiperfostamia dan asidosis metabolik. Mioglobin menimbulkan
urin berwarna kuning gelap yang akan positif bila diperiksa untuk adanya
hemoglobin. Pemberian cairan IV selama ekstrikasi untuk meningkatkan isi
tubulus dan aliran urine sangat penting agar tidak terjadi gagal ginjal.
Dianjurkan untuk mempertahankan output urine 100ml/jam sampai bebasdari
mioglobin uria.
F. Patah Tulang Terbuka
Adanya luka pada fraktur terbuka menyebabkan tingginya potensi terjadi
infeksi, maka tindakan debridemen dan irigasi segera dilakukan. Tindakan ini
sangat membantu kerja sel fagosit ( macrophage ) dalam mencegah terjadi
kejadian infeksi. Bersamaan tindakan itu juga diberikan antibiotika spektrum
luas dan anti tetanus.
G. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatik
Trauma vaskuler harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler yang
menyertai trauma tumpul, remuk (crushing), puntiran, atau trauma tembus
ekstremitas. Trauma vaskuler parsial menyebabkan ekstremitas bagian distal
dingin, pengisian kapiler lambat, pulsasi melemah dan ankle/brachial index
abnormal. Aliran yang terputus menyebabkan ekstremitas dingin, pucat dan
nadi
tidak
teraba.
Operasi
revaskularisasi
segera
diperlukan
untuk
mengembalikan aliran darah pada ekstermitas distal yang terganggu. Jika
gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus dikoreksi segera dengan
meluruskan dan memasang bidai. Amputasi traumatik merupakan bentuk
terberat dari fraktur terbuka yang menimbulkan kehilangan ekstermitas dan
memerlukan konsultasi dan intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan
iskemia berkepanjangan, trauma saraf dan kerusakan otot mungkin memerlukan
amputasi. Anggota tubuh yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonic dan
dibungkus kasa steril dan dibasahi larutan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml
RL) dan dibungkus kantong plastik. Kantong plastik ini dimasukkan dalam
termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita.
H. Cedera Syaraf akibat Fraktur – Dislokasi
Fraktur atau dislokasi dapat menimbulkan teregangnya neurovaskular di
sekitar sendi, dan iskhemia permukaan sendi Pemeriksaan neurologis yang teliti
selalu dilakukan pada penderita dengan trauma musculoskeletal. Ekstremitas
yang cedera harus segera diimobilisasi dalam posisi dislokasi dan konsultasi
bedah segera dikerjakan. Setelah reposisi, fungsi saraf di reavaluasi dan
ekstremitas dipasang bidai.
t. Bagaimana prognosis luka bakar?
1. Luka Bakar
Pada pasien yang telah sembuh dari luka, jaringan parut yang timbul mampu
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapa mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali,
terutama bila jaringan parut tersebut adalah keloid. Program intensif fisioterapi
diperlukan pada kekakuan sendi dan kontraktur perlu tindakan bedah.
Selain itu, mungkin saja orang dengan cacat estetik berat mengalami kerusakan
mental yang berat seperti kehilangan rasa percaya pada diri penderita, ansietas, dan
depresi. Pasien seperti ini perlu bantuan dari psikiater dan jika terkena pada bagian
wajah atau tangan perlu ahli bedah rekonstruksi wajah.
2. Trauma Inhalasi
Pasien trauma inhalasi asap berisiko tinggi mengalami komplikasi. Mayoritas kasus
luka bakar yang fatal disebabkan oleh gagal napas, baik akibat cedera langsung
maupun komplikasi seperti pneumonia. Cedera parah seringkali akan menyebabkan
komplikasi jangka panjang seperti bronkiektasis, bronchiolitis obliterans, dan
kebutuhan akan saluran napas buatan; Namun, banyak pasien tidak akan mengalami
gejala sisa jangka panjang dari satu episode cedera inhalasi asap. Atelektasis,
pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pascatrauma bisa terjadi setelah trauma
inhalasi.
u. Bagaimana SKDI dari luka bakar?
v. Bagaimana SKDI dari trauma musculoskeletal?
IV.
LEARNING ISSUE
A. Anatomi pelvic dan ekstremitas bawah
B. Luka bakar
C. Trauma musculoskeletal
D. Primary survey (syok)
E. Secondary survey
V.
SINTESIS
A. Anatomi kulit, pelvic, dan ekstremitas bawah
KULIT
Kulit adalah organ terbesar tubuh dan terdiri dari tiga lapisan utama: epidermis, dermis, dan
lapisan subkutan. Epidermis menyediakan lapisan anti air dan bakteri, sedangkan dermis
(bersama dengan lapisan subkutan) memberikan ketangguhan dan daya tahan pada kulit.
Dermis dan lapisan subkutan juga merupakan sumber penting dari sel induk yang membantu
meregenerasi epidermis setelah cedera termal. Fungsi utama kulit adalah berfungsi sebagai
penghalang antara lingkungan internal dan eksternal meminimalkan kehilangan cairan dan
invasi mikroba. Fungsi penting lain dari kulit termasuk termoregulasi, deteksi sensorik, dan
pengawasan kekebalan. Ketika sebagian besar kulit hilang atau rusak, ada risiko syok
hipovolemik dan sepsis, dan hilangnya seluruh kulit tidak sesuai dengan kehidupan.
EKSTRIMITAS BAWAH
F. PELVIS
Pelvis terdiri dari sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih.
Tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak
di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak
di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial.
Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis
dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di
bagian pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk
artikulasi dengan tulang femur.
Stabilitas yang diberikan SI ligamen posterior harus dapat menahan kekuatan
weight-bearing yang ditransmisikan melalui SI ligamen ke ekstremitas bawah. Simfisis
berfungsi sebagai penopang saat weight-bearing untuk mempertahankan struktur cincin
pelvis. Ligamentum posterior SI dibagi menjadi komponen yang pendek dan panjang.
Komponen pendek berjalan oblique dari posterior sacrum ke spina iliaca posterior
superior dan posterior inferior. Komponen panjang berjalan longitudinal dari aspek
lateral sacrum ke spina iliaca posterior superior dan bergabung dengan ligamentum
sacrotuberous.
Simfisis pubis terdiri dari 2 permukaan kartilago hialin yang saling berhadapan.
Permukaan ini dilingkupi dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa yang cukup tebal.
Simfisis didorong inferior oleh otot yang berinsersi pada ligamentum arcuatum. Posisi
yang paling tebal adalah pada sisi superior dan anterior.
Beberapa ligamen berjalan dari spine ke pelvis. Ligamentum iliolumbaris
mengamankan pelvis ke vertebra lumbalis. Ligamentum ini berasal dari processus
transversus L4 dan L5 dan berinsersi pada posterior dari crista iliaca. Ligamentum
lumbosacral berjalan dari processus L5 ke ala sacrum. Ligamentum ini membentuk
pegangan yang kuat dan menempel pada akar N.spinalis L5.
G. OS FEMUR
Os femur Pada bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal
berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal terdapat prosesus
yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, yang dihubungkan oleh garis
intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial
untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal
posterior terdapat fossa intercondylar.
H. OS TIBIA
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan
fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana
keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga
facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki
tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi
dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial
I. OS FIBULA
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan
tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal,
fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang
tarsal.
J. OSSA PEDIS
4. OSSA TARSAL
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan di proksimal
dan dengan metatarsal di distal.Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus (berperan
sebagai tulang penyanggah berdiri), talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3).
5. OS METATARSAL
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan
dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2
tulang sesamoid.
6. OSSA PHALANGES
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki.Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan
3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di ibu jari
kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.
B. Luka bakar
A. Diagnosis Banding
B. Algoritma Penegakkan Diagnosis
Penilaian pasien mulai dengan anamnesis, dan disusul penilaian luas dan dalamnya luka
bakar.
1. Anamnesis
Anamnesis riwayat trauma sangat penting dalam penanganan pasien luka bakar.
Sewaktu menyelamatkan diri dari tempat kebakaran, mungkin terjadi cedera penyerta.
Ledakkan dapat melemparkan pasien, mengakibatkan misalnya cedera kepala,
jantung, paru-paru/trauma abdomen dan fraktur.
Catat waktu terjadinya trauma. Luka bakar yang terjadi pada ruangan tertutup
harus dicurigai terjadinya trauma inhalasi. Anamnesis dari pasien sendiri atau
keluarga, hendaknya juga mencakup riwayat singkat penyakit yang diderita sekarang
(seperti diabetes, hipertensi, jantung, paru-paru dan/atau ginjal) dan obat yang sedang
dipakai untuk terapi. Penting pula diketahui riwayat alergi dan status imunisasi
tetanus.
2. Luas Luka Bakar
Ada 2 cara untuk menghitung luas luka bakar tubuh, yaitu grafik Lund-Browder dan
Rule of 9 untuk dewasa (10-15-20 untuk anak-anak dan 10 untuk bayi).
a. Grafik Lund-Browder digunakan sesuai dengan umur pasien, mulai 0 – 1 – 5 –
10 – 15 – Dewasa. Grafik Lund-Brower dengan diagram yang sesuai dengan usia
dapat digunakan untuk memperkirakan dengan lebih baik area luka bakar pada
anak-anak; biasanya pada usia < 10 tahun.
Gambar 2. Lund-Browder Diagram (Wyatt et al., 2020)
b. Rule of nine adalah teknik praktis untuk memperkirakan sejauh mana TBSA
terlibat dalam cedera luka bakar. Pendekatan ini membagi area anatomi utama
tubuh menjadi persentase TBSA. Untuk orang dewasa, ia mengalokasikan 9% dari
TBSA ke kepala dan leher dan ke setiap ekstremitas atas, 18% masing-masing ke
bagian anterior dan posterior batang tubuh, 18% untuk setiap ekstremitas bawah,
dan 1% ke perineum dan genitalia. . Area telapak tangan pasien mewakili sekitar
1% dari TBSA dan dapat membantu dalam menghitung area keterlibatan yang
tersebar.
3. Kedalaman Luka Bakar
Kedalaman luka bakar penting untuk menilai beratnya luka bakar, merencanakan
perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional maupun kosmetik.
g. Kemerahan/campuran
h. Bula dan epidermis yang rusak
i. Bengkak
j. Permukaan basah, berair
k. Nyeri
l. Sensitif pada udara
6) Pucat, putih, kaku, kemerahan
7) Kulit rusak, tampak jaringan lemak
8) Permukaan kering
9) Tidak nyeri
10) Edema
Luka bakar derajat I (misalnya sengatan matahari) ditandai dengan adanya eritema,
nyeri, dan tidak ada bulla. Karena tidak berbahaya dan tidak memerlukan pemberian
cairan intravena, luka bakar derajat I selanjutnya tidak akan dibahas.
Luka bakar derajat II atau partial thickness burns ditandai dengan warna kemerahan
atau campuran disertai pembengkakan dan bulla. Permukaannya basah, berair serta nyeri
hebat meskipun hanya tersapu aliran udara.
Luka bakar derajat III atau full thickness burns menyebabkan luka kehitaman dan kaku.
Warna kulit bisa terlihat putih seperti lilin, merah sampai kehitaman. Warna kulit merah
ini tidak berubah menjadi pucat dengan penekanan, tidak merasa nyeri dan kering
C. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api ditubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahanbahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn)
D. Etiologi
Penyebab terbanyak luka bakar pada dewasa berdasarkan data pasien yang di rawat di unit
luka bakar RSCM tahun 2012-2016 adalah:
Tabel 1. Penyebab Luka Bakar pada Dewasa
Tabel 2. Penyebab Luka Bakar pada Anak
E. Epidemiologi
Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia Tenggara
memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka keseluruhan secara
global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah wanita.
Data Nasional mengenai angka mortalitas atau data kejadian luka bakar di seluruh
Indonesia masih belum ada. Umumnya pusat luka bakar di level RSUP atau RSUD yang
ada bedah plastik mempunyai data pasien yang dirawat di unit luka bakar RSUP / RSUD
tersebut.
F. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh. Panas
tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, derajat luka
bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor penyebab, konduksi jaringan yang
terkena dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar
mengalami keruskan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung
pada penyebabnya.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada
di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Menigkatnya permeabilitas
menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal
itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat
luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan,
masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran
cairan ke keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bilalebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. (Wim De Jong, 2004)
Pada awalnya tubuh menanggapi dengan memirau (shunting) darah ke otak dan
jantung menjauh dari organ-organ tubuh lainnya. Kekurangan aliran darah yang
berkepanjangan ke organ-organ tersebut bersifat merugikan. Kerusakan yang
dihasilkan bergantung pada keburuhan dasar organ tubuh. Beberapa organ dapat
bertahan hanya untuk beberapa jam tanpa pasokan darah yang menyediakan sumber
gizi. Setelah resusitasi, tubuh mulai menyerap kembali cairan edema dan
membuangnya lewat pembentukan urine (diuresis). (Black & Hawk, 2009)
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak
luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat memengaruhi
prognosis. (Wim De Jong, 2004) Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh
terhadap cedera terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih
luas (misalnya, meliputi 25% atau lebih total area permukaan tubuh [total body surface
area-TBSA]), tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik dan sebanding dengan
luasnya cedera. Tanggapan sistemik terhadap cedera luka bakar biasanya bifasik,
ditandai oleh penurunan fungsi (hipofungsi) yang diikuti dengan peningkatan fungsi
(hiperfungsi) setiap sistem organ. (Black & Hawk, 2009)
1. Respons Sistemik
Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama
awal periode syok luka bakar mencangkup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi
organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh
fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar
yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan natrium serta protein dari
ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan hemodinamika
bukan hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan
cairan serta elektrolit, volume darah, mekanisme pulmoner dan mekanisme
lainnya.
2. Respons Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus menurun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya
tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24-36 jam pertama
sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga 8 jam.
Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan tubuh, maka
gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka bakar
itu sendiri sehingga pembentukkan lepuh dan edema hanya terjadi di daerah luka
bakar. Pasien luka bakar yang lebih parah akan mengalami edema sistemik yang
masif. karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar
(sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstermitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Respons Pulmonal
Volume pernapasan sering kali normal atau hanya menurun sedikit setelah
cedera luka bakar yang luas. Setelah resusitasi cairan, peningkatan volume
pernapasan-dimanifestasikan sebagai hiperventilasi-dapat terjadi, terutama bila
klien ketakutan, cemas, atau merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil
peningkatan baik laju respirasi dan volume tidal dan muncul sebagai hasil
hipermetabolisme yang terlihat setelah cedera luka bakar. Biasanya hal tersebut
memuncak pada minggu kedua pascacedera dan kemudian secara bertahap kembali
ke normal seiring menyembuhnya luka bakar atau ditutupnya luka dengan tandur
kulit.
4. Cedera Inhalasi
Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling sering mortalitas
dini akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO), asfiksian yang paling sering
ditemui, dihasilkan ketika zat organik (misalnya: kayu atau batu bara) terbakar. Ia
adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki
afinitas terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen tergeser, dan CO berikatan
dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin (COHb). Hipoksia
jaringan terjadi akibat penurunan kemampuan pengantaran oksigen oleh darah
secara keseluruhan.
5. Depresi Miokardium
Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa factor depresi
miokardium terjadi pada cedera yang lebih luas dan bersirkulasi pada periode
pascacedera dini. Depresi pada curah jantung yang signifikan dan serta-merta
terjadi, bahkan sebelum volume plasma yang beredar berkurang, menunjukkan
respons neurogenic terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan curah jantung
ini sering berlanjut dalam beberapa hari bahkan setelah volume plasma telah
kembali dan keluaran urine kembali normal. Baru-baru ini, kombinasi mediator
inflamasi dan hormone disebutkan sebagai penyebab depresi miokardium yang
terjadi setelah cedera.
6. Berubahnya Integritas Kulit
Luka bakar itu sendiri menampilkan perubahan patofisiologi yang disebabkan
akibat gangguan kulit dan perubahan jaringan di bawah permukaannya. Kulit,
ujung saraf, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang cedera akibat terbakar
kehilangan fungsi normalnya. Hal yang terpenting, fungsi barrier kulit hilang. Kulit
yang utuh dalam keadaan normal menjaga agar bakteri tidak memasuki tubuh dan
agar cairan tubuh tidak merembes keluar, mengendalikan penguapan, dan menjaga
kehangatan tubuh. Dengan rusaknya kulit mekanisme untuk menjaga suhu normal
tubuh dapat terganggu, dan risiko infeksi akibat invasi bakteri meningkat, serta
kehilangan air akibat penguapan meningkat.
7. Imunosupresi
Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan aktivitas
limfosit, dan penurunan pembentukan immunoglobulin, serta perubahan fungsi
neutrofil dan makrofag terjadi secara nyata setelah cedera luka bakar luas terjadi.
sebagai tambahan, cedera luka bakar mengganggu barrier primer terhadap infeksikulit. Secara bersama, perubahan-perubahan ini menghasilkan peningkatan risiko
infeksi dan sepsis yang mengancam nyawa.
8. Respons Psikologis
Berbagai respons psikologis dan emosional terhadap cedera luka bakar telah
dikenali, berkisar mulai dari ketakutan hingga psikosis. Respons korban
dipengaruhi usia, kepribadian, latar belakang budaya dan etnik, luas dan lokasi
cedera, dampak pada citra tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai
tambahan, pemisahan dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah
sakit dan perubahan pada peran normal dan tanggung jawab klien memengaruhi
reaksi terhadap trauma luka bakar.
G. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut
sebagai luka bakar superfisial partial thickness, deep partial thickness dan full
thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, -dua, -tiga.
Kedalaman dan Bagian
penyebab
kulit Gejala
Penampilan luka
luka yang terkena
Perjalanan
kesembuhan
bakar
Derajat
satu Epidermis
Kesemutan,
Memerah,
(superfisial):
hiperestesia
putih ketika ditekan lengkap dalam
tersengat
(supersensivi minimal atau tanpa waktu
matahari,
tas),
terkena
api
menjadi Kesembuhan
rasa edema
satu
minggu,
nyeri mereda
terjadi
dengan
jika
pengelupasan
intensitas rendah
didinginkan
kulit
Derajat-dua
Epidermis dan Nyeri,
Melepuh, dasar luka Kesembuhan
(partial-
bagian dermis
hiperestesia,
berbintik-bintik
sensitif
merah,
terhadap
retak,
thickness):
tersiram
air
mendidih,
udara
terbakar
oleh
dalam
epidermis 2-3
waktu
minggu,
permukaan pembentukan
yang luka basah, terdapat parut
dingin
edema
nyala api
dan
depigmentasi,
infeksi
dapat
mengubahnya
menjadi
derajat-tiga
Derajat-tiga
Epidermis,
Tidak terasa Kering, luka bakar Pembentukan
(full-
keseluruhan
nyeri, syok, berwarna
thickness):
dermis
terbakar
api,
dan hematuria
nyala kadang-kadang
terkena jaringan
(adanya
putih eskar,
seperti bahan kulit diperlukan
atau gosong, kulit pencangkokan
darah dalam retak dengan bagian , pembentukan
cairan mendidih subkutan
urin)
dan lemak yang tampak, parut
dalam
waktu
kemungkina
yang
lama,
n
pula
hemolisis
terdapat edema
dan
hilangnya
kontur
serta
fungsi
kulit,
tersengat
arus
listrik
(destruksi sel
hilangnya jari
darah
tangan
merah),
ekstrenitas
kemungkina
dapat terjadi
n
atau
terdapat
luka masuk
dan
(pada
keluar
luka
bakar listrik)
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah :
9. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah
merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
10. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
11. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
12. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
13. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
14. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
15. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
16. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
I. Tatalaksana
3. Dalam 24 jam pertama
Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan
resusitasi secara simultan harus diterapkan.
4. Setelah 24 jam pertama
Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika memungkinkan
timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis. Data-data ini sangat
diperlukan untuk menghitung menggunakan formula resusitasi cairan yaitu
Parkland formula.
Perhitungan kebutuhan cairan dilalukan pada waktu pasien mengalami trauma
luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan cairan RL, 50%
total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu 24 jam pertama. Tahap
I diberikan 8 jam dan tahap 2 diberikan 16 jam setelahnya. Cairan harus diberikan
menggunakan 2 jalur IV line (ukuran 16 G untuk dewasa), diutamakan untuk
dipasang pada kulit yang tidak terkena luka bakar.
Penggunaan yang cukup popular dan direkomendasikan yaitu cairan Ringer
Lactate (RL) yang mengandung 130 meq/L sodium.
a. Jalur pemberian cairan
Rute oral, dengan larutan-garam-seimbang dapat diberikan jika peralatan untuk
resusitasi formal (intravena) terbatas, tidak lupa untuk memperhatikan kondisi
saluran cerna pasien. Resusitasi dengan rute oral dapat dilakukan juga pada TBSA
< 20% (17).
Cairan rumatan harus diberikan pada pasien anak sebagai tambahan, diluar dari
perhitungan cairan awal yang berdasarkan KgBB dan % TBSA.
b. Monitor kecukupan cairan dan elektrolit
Pemantauan
3) Lakukan pemantauan intake dan output setiap jam
4) Lakukan pemantauan gula darah, elektrolit Na, K, Cl, Hematokrit, albumin
Urine Output (UO) harus dipertahankan dalam level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada
dewasa dan 1.0-1.5 ml/kgBB/jam pada anak untuk menjaga perfusi organ.
Lakukan pemeriksaan diagnosis laboratorium: Darah perifer lengkap, analisis
gas darah, elektrolit serum, serum lactate, albumin, SGOT, SGPT, Ureum/
Creatinin, glukosa darah, urinalisa, dan foto toraks.
Asidosis yang jelas (pH <7.35) pada analisis gas darah menunjukkan adanya
perfusi jaringan yang tidak adekuat yang menyebabkan asidosis laktat, maka harus
dilakukan pemantauan hemodinamik dan titrasi cairan resusitasi/jam jika
diperlukan, sampai tercapai target Urine Output (UO) harus dipertahankan dalam
level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1.0-1.5 ml/kgBB/jam pada anak.
Hemoglobinuria: kerusakan jaringan otot akibat termal trauma listrik tegangan
tinggi, iskemia menyebabkan terlepasnya mioglobin dan hemoglobin. Urine yang
mengandung hemochromogen ini berupa warna merah gelap.
Ringkasan resusitasi cairan pada luka bakar:
3
J. Edukasi dan Pencegahan
Luka bakar biasanya banyak terjadi di perumahan. Untuk mencegah hal tersebut, dapat
melakukan hal berikut.
•
Jangan pernah meninggalkan makanan yang dimasak di atas kompor tanpa
pengawasan.
•
Putar gagang panci ke arah belakang kompor.
•
Jangan menggendong atau menggendong anak saat memasak di atas kompor.
•
Jauhkan cairan panas dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan.
•
Jauhkan peralatan listrik dari air.
•
Periksa suhu makanan sebelum menyajikannya kepada anak-anak. Jangan
panaskan botol bayi di microwave.
•
Jangan pernah memasak dengan pakaian longgar yang bisa menyebabkan api di
atas kompor.
•
Jika ada anak kecil, halangi aksesnya ke sumber panas seperti kompor,
pemanggang luar ruangan, perapian, dan pemanas ruangan.
•
Sebelum menempatkan anak di kursi mobil, periksa hot strap atau gesper.
•
Cabut setrika dan perangkat serupa jika tidak digunakan.
•
Simpan jauh dari jangkauan anak kecil. Tutupi outlet listrik yang tidak terpakai
dengan tutup pengaman.
•
Jauhkan kabel listrik dan kabel agar tidak dapat digigit anak-anak.
•
Jika Anda merokok, jangan pernah merokok di tempat tidur.
•
Pastikan Anda memiliki detektor asap yang berfungsi di setiap lantai rumah
Anda.
•
Periksa dan ganti baterai mereka setidaknya setahun sekali.
•
Simpan alat pemadam kebakaran di setiap lantai rumah Anda.
•
Saat menggunakan bahan kimia, selalu kenakan kacamata dan pakaian
pelindung.
•
Jauhkan bahan kimia, pemantik api, dan korek api dari jangkauan anak-anak.
•
Gunakan kait pengaman.
•
Dan jangan gunakan pemantik yang terlihat seperti mainan.
•
Setel termostat pemanas air Anda ke di bawah 120 F (48,9 C) untuk mencegah
panas.
•
Uji air mandi sebelum memasukkan anak ke dalamnya.
K. Komplikasi
1. Luka Bakar
•
Infeksi bakteri, yang dapat menyebabkan infeksi aliran darah (sepsis)
•
Kehilangan cairan, termasuk volume darah rendah (hipovolemia)
•
Suhu tubuh yang sangat rendah (hipotermia)
•
Masalah pernapasan akibat asupan udara panas atau asap
•
Bekas luka atau daerah bergerigi yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih
jaringan parut (keloid)
•
Masalah tulang dan sendi, seperti ketika jaringan parut menyebabkan
pemendekan dan pengetatan kulit, otot atau tendon (kontraktur)
•
Kematian
2. Trauma Inhalasi
Sebagian besar kasus cedera inhalasi asap ringan sampai sedang. Keparahan
umumnya berkorelasi dengan waktu pemaparan. Cedera yang lebih serius terjadi
dengan eksposur yang lebih lama dan lebih intens. Cedera ringan sampai sedang
sebagian besar sembuh sendiri dengan pasien yang tidak mengalami komplikasi.
Gejala pasien akan sering sembuh dalam 2 sampai 3 hari.
Komplikasi jangka pendek terlihat pada cedera yang lebih parah dalam 4 sampai 5
hari, dan masalah yang paling umum adalah pneumonia. Sindrom gangguan
pernapasan akut dan edema paru juga terlihat dalam jangka pendek. Pasien ini akan
sering menunjukkan perubahan dalam pengujian fungsi paru dan mungkin
memerlukan dukungan ventilasi. Tingkat komplikasi lebih tinggi pada orang
dengan riwayat penyakit paru-paru, seperti COPD dan asma.
Komplikasi jangka panjang dari cedera menghirup asap jauh lebih jarang terjadi.
Mereka termasuk stenosis subglottic, bronkiektasis, dan bronchiolitis obliterans.
Pasien yang terpapar karbon monoksida juga diketahui memiliki komplikasi
neurologis jangka panjang. Kerusakan otak yang parah dapat terjadi dengan
keracunan karbon monoksida tetapi jarang terjadi. Lebih umum pasien akan
menggambarkan gejala neurologis yang menetap atau tertunda setelah keracunan
karbon monoksida. Gejala-gejala ini seringkali subjektif tetapi akan mencakup
suasana hati yang tertekan, konsentrasi yang buruk, dan masalah dengan ingatan
jangka pendek. Gejala sisa neurologis setelah paparan karbon monoksida
tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang kehilangan kesadaran. Gejala
sering berkembang 1 hingga 3 minggu setelah keracunan. Terapi oksigen hiperbarik
sedang diselidiki sebagai terapi yang mungkin untuk gejala sisa neurologis ini,
tetapi diperlukan lebih banyak penelitian di bidang ini.
L. Prognosis
3. Luka Bakar
Pada pasien yang telah sembuh dari luka, jaringan parut yang timbul mampu
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapa mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali,
terutama bila jaringan parut tersebut adalah keloid. Program intensif fisioterapi
diperlukan pada kekakuan sendi dan kontraktur perlu tindakan bedah.
Selain itu, mungkin saja orang dengan cacat estetik berat mengalami kerusakan
mental yang berat seperti kehilangan rasa percaya pada diri penderita, ansietas, dan
depresi. Pasien seperti ini perlu bantuan dari psikiater dan jika terkena pada bagian
wajah atau tangan perlu ahli bedah rekonstruksi wajah.
4. Trauma Inhalasi
Pasien trauma inhalasi asap berisiko tinggi mengalami komplikasi. Mayoritas kasus
luka bakar yang fatal disebabkan oleh gagal napas, baik akibat cedera langsung
maupun komplikasi seperti pneumonia. Cedera parah seringkali akan menyebabkan
komplikasi jangka panjang seperti bronkiektasis, bronchiolitis obliterans, dan
kebutuhan akan saluran napas buatan; Namun, banyak pasien tidak akan mengalami
gejala sisa jangka panjang dari satu episode cedera inhalasi asap. Atelektasis,
pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pascatrauma bisa terjadi setelah trauma
inhalasi.
M. SKDI
Luka Bakar Kimia dan Termal: 3B (Gawat Darurat)
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan
gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/ atau kecacatan
pada pasien dalam konteks penilaian mahasiswa. Lulusan dokter mampu menentukan
usulan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
C. Trauma musculoskeletal
I.
Definisi
Fraktur merupakan gangguan sistem muskuloskeletal, dimana terjadi pemisahan atau
patahnya tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Jika terjadi fraktur, maka
jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang,fraktur patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena
dimineralisasi yang berlebihan.
II.
Algoritma penegakan diagnosis
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian
tulang
yang
patah,
deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi),
gangguan
fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler.
Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun
jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan
kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok,
riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look: deformitas
(angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi).
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada
daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera,
daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur
meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi.
Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan
sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi
kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan
awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing,
dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.
III.
Etiologi
D. Trauma langsung
Trauma langsung ialah trauma yang menyebabkan tekanan langsung pada tulang
sehingga terjadi fraktur pada daerah tekanan. Frakur yang terjadi biasanya bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Misalnya karena trauma yang
tiba tiba mengenaii tulang dengan kekuatan dengan yang besar dan tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.
E. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh, tekanan membengok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat
spiral atau oblik.
F. Fraktur Patologik
Fraktur patologik merupakan kerusakan tulang akibat proses suatu penyakit, seperti:
osteoporosis, osteoarthritis, osetomielitis, tumor tulang dan stress pada tulang yang
terus menerus.
IV.
Epidemiologi
Menurut penelitian pada tahun diperkirakan 150.000 kematian sebagai akibat dari
trauma dengan 2,6 juta penderita harus dirawat di rumah sakit dari 37 juta orang yang datang
berobat ke Bagian Gawat Darurat akibat trauma dan didominasi oleh kecelakaan naik sepeda
motor sebagai penyebab kematian serta merupakan urutan kedua kecelakaan nonfatal. Faktor
utama adalah kecepatan kendaraan, pengendara peminum alkohol atau karena intoksikasi
obat.
Kecelakaan jatuh dari ketinggian akibat memperbaiki atap rumah merupakan faktor
utama kecelakaan nonfatal yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit di Amerika, dan di
Asia penyebab kematian utama ialah pada trauma karena jatuh dari pohon. Pada umur kurang
dari 5 tahun yang datang ke bagian gawat darurat akibat kecelakaan jatuh dari ketinggian;
95% tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada anak diatas 5 tahun umumnya akibat
kecelakaan bermain, umur dewasa akibat jatuh dari pekerjaan, dan umur tua (di atas 65 tahun)
kecelakaan jatuh merupakan penyebab utama kematian. Kecelakan nonfatal pada orang ini
umumya terjadi fraktur pada sendi panggul dan radius distal. Fraktur sendi panggul akan
menurunkan kualitas hidup penderita tersebut.
V.
Manifestasi Klinis
A. Bengkak dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
B. Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
C. Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur.
D. Nyeri. Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri
biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
E. Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
F. Deformitas. Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur
dapat memiliki deformitas yang nyata.
G. Kehilangan fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
dapat terjadi dari cedera saraf.
H. Gerakan abnormal dan krepitasi terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur.
I. Perubahan neurovascular terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau
tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
J. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
VI.
Patofisiologi
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang
fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan
patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah
berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu.
Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang
besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti
femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian
distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar.
Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau
menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak.
Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon
peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi,
eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.
VII.
Klasifikasi Fraktur
A. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian luar
permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian
luar.
B. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada
daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya
juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan
lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya. Kerusakan jaringan
dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya:
1. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
2. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
3. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak,
saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera
ditangani karena resiko infeksi.
C. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
D. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau
direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan
biasanya dikontrol dengan bidai gips.
E. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua
fragmen tulang.
F. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut (> 30o) terhadap
tulang.
G. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.
H. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
yang berada diantara vertebra.
I.
Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.
Gambar 1: Jenis fraktur tulang
VIII.
Komplikasi
B. Sindrom kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh jaringan fasia
yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami
pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat
menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah
kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan,
maka terjadi iskemia.
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang
terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan ukuran kompartemen. Gips
yang ketat atau faktor-faktor internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang
berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena,
menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih lanjut. Peningkatan asam
laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme anaerob dan peningkatan aliran darah
yang menyebabakn peningkatan tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu
siklus peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana
saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan
sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot. Gejala klinis yang terjadi
pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
6. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.
Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anakanak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari
biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan
sering.
7. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
8. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
9. Parestesia (rasa kesemutan)
10. Paralisis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
Sedangkan pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara
lain:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah berlari
atau beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
I. Fraktur Pelvis
Fraktur pelvis yang disertai perdarahan seringkali disebabkan oleh fraktur
sakroiliaka, dislokasi, atau fraktur sacrum. Arah gaya yang membuka pelvic ring akan
merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang merobek sistem, arteri iliakainterna
(trauma kompresi anterior-posterior). Rongga pelvis terdapat organ-organ seperti
vesika urinaria, bagian distal traktus digestivus, pleksus pudendus, arteria iliaka, saraf
skiatik dan lain sebagainya. Pada trauma energi berat akan mengakibatkan fraktur
pelvis dengan komplikasi perdarahan disamping trauma di organ lain. Darah dapat
tertimbun dalam rongga tersebut akibat perdarahan dan tulang pelvis atau akibat
tusukan fragmen sehingga terjadi robekan pembuluh darah.
Tanda klinis yang paing penting adalah adanya pembengkakan atau hematom yang
progresif pada daerah panggul, skrotum dan perianal. Tanda-tanda trauma pelvic ring
yang tidak stabil adalah adanya patah tulang terbuka daerah pelvik (terutama daerah
perineum, rectum atau bokong), high riding prostate (prostate letak tinggi), perdarahan
di meatus uretra, dan didapatkannya instabilitas mekanik. Instabilitas mekanik dari
pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manual dari pelvis. Petunjuk awalnya adalah
dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai (biasanya rotasi
eksternal) tanpa adanya fraktur pada ekstremitas tersebut.
Pengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan
penghentian perdarahan dan resusitasi cairan dengan cepat. Penghentian perdarahan
dilakukan dengan stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan eksternal counter pressure.
Teknik sederhana dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvis sebelum penderita dirujuk.
Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan pertama.
Prosedur ini dapat ditambah dengan memasang kain pembungkus melilit pelvis yang
berfungsi sebagai siling atau vacuum type long spine splinting device atau PASG. Caracara sementara ini dapat membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis terbuka dengan
perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan tampon untuk menghentikan
perdarahan.
J. Fraktur tulang panjang
Fraktur tulang panjang umumnya disebabkan oleh trauma dengan energi berat
sehingga harus juga dipikirkan kemungkinan terjadi trauma di daerah lain (organ lain)
yang dapat mengancam jiwa penderita disamping kehilangan darah yang akan
menimbulkan sok hipovolemik walaupun sangat jarang. Komplikasi awal ialah adanya
sindrom emboli lemak (fat embolism syndrome) dengan karakteristik adanya penurunan
respirasi, panas, perubahan mental dan trombositopenia. Hal ini disebabkan butiranbutiran lemak masuk ke dalam sirkulasi darah. Manajemen fraktur tulang panjang
pertama melakukan pemasangan bidai (temporary splinting) dengan menjaga kelurusan
(alignment) karena tindakan ini sebagai imobilisasi, dapat menghentikan perdarahan
dan menghilangkan rasa nyeri. Kedua adalah pemberian obat menghilang rasa nyeri
dan terakhir segera berkonsultasi dengan ahli bedah orthopaedi untuk terapi definitif.
K. Perdarahan besar arterial
Trauma dapat menyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek
arteri. Cedera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau
perdarahan di dalam jaringan lunak. Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya
perdarahan eksternal, hilangnya pulsasi nadi yang sebelumnya masih teraba, perubahan
kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan Doppler dan ankle/brachial index.
Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi menunjukkan gangguan
aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya
trauma vaskuler. Pengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan
resusitasi cairan yang agresif. Penggunaan torniket pneumatic secara bijaksana
mungkin akan menolong menyelamatkan nyawa. Jika fraktur disertai luka terbuka yang
berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut tekan diatas luka.
L. Crush Syndrome (Rabdomiolisis Traumatik)
Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot, yang jika
tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini terjadi akibat crush
injury pada massa sejumlah otot, yang tersering paha dan betis. Trauma crush adalah
trauma kompresi pada ekstremitas dalam waktu lama sehingga dapat mengakibatkan
jaringan lunak yang terkena mengalami iskhemi dan hilangnya integritas sel sehingga
potasium dan mioglobin yang ada di datam sel itu keluar. Sodium, chloride, kalsium,
dan air masuk ke dalam sel itu. Masuknya kalsium ke dalam sel akan mengakibatkan
kerusakan seluler yang bersifat irreversibel. Pergeseran cairan akan menimbulkan sok
hipovolemik. Kerusakan vaskular akan menimbulkan edema / swelling dan gangguan
keluamya ion-ion dan cairan. Pengeluaran komponen-komponen di otot tersebut akan
mengakibatkan
hiperkalemia,
mioglobinemia,
hipokalsemia,
hiperuresemia,
hiperfostamia dan asidosis metabolik. Mioglobin menimbulkan urin berwarna kuning
gelap yang akan positif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Pemberian cairan IV
selama ekstrikasi untuk meningkatkan isi tubulus dan aliran urine sangat penting agar
tidak terjadi gagal ginjal. Dianjurkan untuk mempertahankan output urine 100ml/jam
sampai bebasdari mioglobin uria.
M. Patah Tulang Terbuka
Adanya luka pada fraktur terbuka menyebabkan tingginya potensi terjadi infeksi,
maka tindakan debridemen dan irigasi segera dilakukan. Tindakan ini sangat membantu
kerja sel fagosit ( macrophage ) dalam mencegah terjadi kejadian infeksi. Bersamaan
tindakan itu juga diberikan antibiotika spektrum luas dan anti tetanus.
N. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatik
Trauma vaskuler harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler yang menyertai
trauma tumpul, remuk (crushing), puntiran, atau trauma tembus ekstremitas. Trauma
vaskuler parsial menyebabkan ekstremitas bagian distal dingin, pengisian kapiler
lambat, pulsasi melemah dan ankle/brachial index abnormal. Aliran yang terputus
menyebabkan ekstremitas dingin, pucat dan nadi tidak teraba. Operasi revaskularisasi
segera diperlukan untuk mengembalikan aliran darah pada ekstermitas distal yang
terganggu. Jika gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus dikoreksi segera dengan
meluruskan dan memasang bidai. Amputasi traumatik merupakan bentuk terberat dari
fraktur terbuka yang menimbulkan kehilangan ekstermitas dan memerlukan konsultasi
dan intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan iskemia berkepanjangan, trauma
saraf dan kerusakan otot mungkin memerlukan amputasi. Anggota tubuh yang
teramputasi dicuci dengan larutan isotonic dan dibungkus kasa steril dan dibasahi
larutan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml RL) dan dibungkus kantong plastik.
Kantong plastik ini dimasukkan dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan
bersama penderita.
O. Cedera Syaraf akibat Fraktur – Dislokasi
Fraktur atau dislokasi dapat menimbulkan teregangnya neurovaskular di sekitar
sendi, dan iskhemia permukaan sendi Pemeriksaan neurologis yang teliti selalu
dilakukan pada penderita dengan trauma musculoskeletal. Ekstremitas yang cedera
harus segera diimobilisasi dalam posisi dislokasi dan konsultasi bedah segera
dikerjakan. Setelah reposisi, fungsi saraf di reavaluasi dan ekstremitas dipasang bidai.
IX.
Tatalaksana
Tujuan tindakan setiap penderita trauma pada umumnya adalah life saving dan life limb
dalam arti memaksimalkan survival penderita, dan save joint agar outcome fungsinya tercapai
optimal juga. Kebutuhan oksigen penderita adalah prioritas utama dan sangat diperlukan
secepatnya sebagai save life, bila ini tidak tercapai maka kerusakan otak penderita menjadi
irreversible. Oleh karena itu tindakan memperbaiki jalan napas, respirasi penderita dan
sirkulasi darah yang akan mendistribusi oksigen ke organ-organ atau ke jaringan perifer
merupakan tindakan utama dan sangat diperlukan ( ABC / air way, breathing dan circulation).
4. Jalan Napas (Air way) Jalan napas di mulai dari hidung dan mulut sampai ke paru-paru
penderita. Jalan inilah yang perlu dikontrol dengan melakukan pemasangan endotracheal
intubation bila ada obstruksi, atau kemungkinan terjadi hambatan seperti edema di leher.
Penderita dalam keadaan koma selalu dipikirkan trauma servikal sampai pada pemeriksaan
sekunder tidak terbukti. Artinya pemasangan endotracheal tersebut kepaia dan leher
penderita harus diimobilisasi dengan collar brace atau bantalan pasir yang diletakkan
kanan-kiri leher penderita.
5. Pernafasan (Breathing) Trauma pada torak yang menimbulkan hemotorak, pneumotorak,
flail chest atau fraktur tulang iga ( fraktur kosta ) akan mengakibatkan penurunan ventilasi.
Gangguan difusi oksigen di paru-paru karena berkurangnya fungsi paru-paru atau
menurunkan frekuensi respirasi karena ada rasa nyeri. Oleh karena itu yang perlu dilakukan
ialah evakuasi pneumotorak dengan memasang WSD ( water seal drainage ), menutup luka
pada flail chest dan stabilisasi floating segmen dinding torak tersebut.
6. Sirkulasi (Circulation) Berkurangnya jumlah oksigen di perifer akibat gangguan
distribusi / sirkulasi akan mengakibatkan syok pulsusasi penderita akan melemah, kecil
sampai tidak teraba, pallor, kulit terasa dingin, dan berkeringat. Pada awalnya penderita
akan merasa gelisah sampai tidak sadar. Adanya takhikardi seperti denyut nadi lebih dan
120 permenit pada penderita dewasa, anak-anak dua kali lipat dan orang dewasa merupakan
tanda awal akan terjadinya syok. Penyebab syok pada trauma umumnya akibat perdarahan.
Perdarahan harus dihentikan dengan bebat menekan pada survei awal ( primary survey).
Jangan melakukan pengikatan atau alat hemostat untuk hal tersebut. Bila tidak ada
perdarahan eksternal maka pikirkan perdarahan internal yang biasanya terjadi perdarahan
di rongga pelvis, abdomen atau rongga torak. Tapi pada fraktur tertutup seperti fraktur
femur atau fraktur terbuka dapat menimbulkan syok.
Resusitasi: Ketiga tindakan diatas, jalan napas, pernafasan dan sirkulasi disebut resusitasi
yang dikerjakan pada survei awal sehingga objektifnya adalah mempertahan dan menjamin
akan kebutuhan oksigen penderita. Setelah jalan napas terjamin dan ventilasi 100% telah
dimulai maka dilakukan resusitasi cairan dengan memasang infus jarum nomer 16 atau
lebih besar lagi secara intravenous. Bila terjadi kesukaran pada anak-anak dapat
menggunakan kanalis medularis tibia atau femur. Penderita hipotensi dan takhikardi
diberikan cairan laktat 2 liter ( 20 ml/kg berat badan untuk anak-anak ) secepat mungkin.
Bila vital sign terkoreksi baik maka cairan perinfus dipertahankan, tapi bila tidak terkoreksi
maka ditambah lagi 2 liter dan tranfusi darah harus segera dipikirkan.
7. Pemeriksaan Nerologi (Neurologic Disability) Pada pemeriksaan neurologis bertujuan
untuk membuktikan adanya trauma kepala sejak survei awal dilakukan dengan cara
pemeriksaan Glasgow Coma Scale ( tabel 1 ) dan pemeriksaan neurologis keempat anggota
gerak. Terakhir pada survei awal ini adalah melepaskan seluruh pakaian penderita agar
tidak ada kelainan yang teriupakan dengan istilah exposure dan setelah itu penderita diberi
selimut agar tidak terjadi hipotermi.
8. Pemeriksaan sekunder (Secondary Survey) Setelah dilakukan tindakan resusitasi pada
primary survey maka akan dilakukan pemeriksaan sekunder secara teliti dan rinci yang
dimulai dari kepala sampai ujung kaki. Pada leher selalu curigai adakah trauma servikal
apalagi penderita tidak sadar. Lihat apakah ada hematoma, edema atau luka yang akan
mengakibatkan gangguan jalan napas. Pemeriksaan gerakan leher harus hatihati karena
trauma tulang servikal. Kelainan neurologis dan gangguan fungsi otot hams dicatat.
Pemeriksaan pelvis bertujuan untuk menilai stabilitas dengan cara menekan tulang tersebut.
Pemeriksaan plain radiograph akan meperjelas diagnosis fraktur pelvis, sehingga sok
penderita diperkirakan akibat perdarahan pelvis. Pemasangan pelvic damp dapat
menghentikan perdarahan, tapi trauma vaskular akibat penusukan firagmen fraktur tulang
pelvis merupakan masalah besar karena repair arteri disana sangat sukar. Oleh karena itu
dipikirkan tindakan embolisasi. Pemeriksaan ekstremitas juga meliputi tangan dan kaki
yaitu melihat apakah ada deformitas, luka dengan tujuan membuktikan fraktur (lihat pada
halaman fraktur). Pemeriksaan gangguan neurovaskular bagian distal lesi secara otomatis
harus dikerjakan dan bila perlu dibandingkan dengan sisi normal.
X.
Pemeriksaan Penunjang
D. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.
Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Teknik khusus
membaca pemeriksaan radiologi, yaitu:
5. Tomografi yang berfungsi untuk melihat kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga.
6. Myelografi yang dapat menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
7. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
8. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
E. Pemeriksaan Laboratorium
5. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
6. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat
7. Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang
8. Hematokrit dan leukosit akan meningkat
F. Pemeriksaan lainnya
7. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
8. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
9. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
10. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
11. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
12. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
XI.
SKDI
VI.
KERANGKA KONSEP
Tn. Agus (30), buruh bangunan,
alami multiple trauma
Hasilkan CO
(akibat
pembakaran
tak sempurna)
Trauma Inhalasi
Gas CO
bercampur
dengan
sputum
Carbonaceus
Sputum (+)
(Fraktur Pelvis & Femur)
(Luka Bakar) Grade II
Pelepasan mediator
inflamasi dalam
sirkulasi pulmonal
Produksi Mukus ­
Trauma Tumpul
Combustio
Pelepasan
mediator
inflamasi
Kerusakan dan
Permeabilitas
kapiler ­
nNOS
ROS
Cairan dari sel berpindah ke
intravascular-interstitial
Nyeri abd,
paha,
panggul
NO
Vesikulasi
RNS
Permeabilitas
kapiler ­
Aktivasi
PARP
Disfungsi
seluler
Pulmonary Edema
Edema
pada Sel
Kerusakan Perfusi
Jaringan
Gangguan
Integritas Kulit
Volume
cairan ¯
Dehidrasi
Suara Parau
Hipotensi
Takipneu
Permeabilitas
kapiler ­
Migrasi sel dan
cairan dari
vascular - jaringan
Soft Tissue
Swelling (+)
Syok Hipovolemik
Takikardi
Obstruksi sal. Nafas atas
ROM
Deformitas
VII.
KESIMPULAN
Tn. Agus, 30 tahun mengalami gangguan airway dan syok hipovolemik akibat
multiple trauma (trauma inhalasi, fraktur pelvis disertai fraktur femur sinistra
dan combustio grade II ekstremitas superior).
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Armis, MD, SpB, S., 2018. Buku Ajar Trauma Muskuloskeletal. Yogyakarta.
Rastu, G., Mahartha, A., Maliawan, S., Kawiyana, K.S., Program, M., Pendidikan, S., Fakultas,
D., Universitas, K., Umum, S., Sanglah, P., 2015. Manajemen Fraktur Pada Trauma
Management of Fracture of Musculosceletal Trauma 1–13.
Widiyawati, A., 2018. Fraktur. Yogyakarta. https://doi.org/10.1515/9783110860481-111
Download