Uploaded by User65111

Hakikat Pendidikan Inklusif materi GPK hari 2

advertisement
Hakikat Pendidikan Inklusif
Pendahuluan
Terdapat beberapa hal yang harus Saudara pahami mengenai pendidikan
inklusif, yaitu bahwa:




Pendidikan inklusif tidak sama dengan konsep pendidikan integratif/terpadu.
Pendidikan inklusif punya makna jauh lebih luas dari pada integrasi.
Pendidikan inklusif tidak sekedar memindahkan atau menempatkan penyandang disabilitas
di sekolah reguler.
Dalam pendidikan inklusif, anak harus diterima di sekolah tanpa syarat dan program sekolah
harus menyesuaikan kebutuhan anak. Sedangkan dalam pendidikan integratif anak baru
dapat diterima di sekolah jika anak dapat menyesuaikan proram yang ada di sekolah.
Hakikat Pendidikan Inklusif
Pengertian Pendidikan Inklusif
Definisi Pendidikan Inklusif yang dirumuskan dalam Seminar Agra pada tahun
1998 yang disetujui oleh 55 peserta dari 23 negara merumusakan poin-poin sebagai
berikut.
1. lebih luas daripada pendidikan formal: mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem
2.
3.
4.
5.
6.
nonformal dan informal.
mengakui bahwa semua anak dapat belajar.
memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua
anak.
mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak: usia, jender, etnik, bahasa,
status HIV/AIDS dll.
merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan
konteksnya.
merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang
inklusif.
Definisi berikutnya, Sapon-Shevin dan O’Neil, 1994 (Dir. Pem. SLB, 2007:5)
menyatakan bahwa ‘pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas
biasa bersama teman-teman seusianya’.
Hakikat Pendidikan Inklusif
Landasan Filosofis Pendidikan Inklusif
Abdulrahman dalam Kemdikbud (2011) mengemukakan bahwa landasan filosofis
penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima
pilar sekaligus cita–cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yaitu
Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia,
baik kebinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai
umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan
kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan
pengendalian diri, dan sebagainya, sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi
politik, dan sebagainya. Walaupun beragam namun dengan kesamaan misi yang
diemban di bumi ini, menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan
interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.
Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, keberagaman termasuk di dalamnya anak
berkebutuhan khusus merupakan salah satu bentuk kebhinekaan, seperti halnya
perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam diri individu
berkebutuhan khusus pastilah dapat ditemukan keunggulan–keunggulan tertentu.
Kelemahan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik yang satu dengan yang
lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama, tetap dalam
kesatuan. Hal ini harus terus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem
pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta
didik yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh
dengan semangat toleransi yang nampak atau dicita–citakan dalam kehidupan sehari–
hari.
Hakikat Pendidikan Inklusif
Landasan Yuridis Pendidikan Inklusif
Landasan yuridis tentang pendidikan inklusif memberikan kerangka dasar bahwa
implementasi pendidikan inklusif memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan.
Implementasi pendidikan inklusif di Indonesia, memiliki dasar hukum atau yuridis
yang terkait.
Dalam Undang-Undang Dasar Amandemen 1945, Pasal 31 ayat (1) menyatakan
bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, dan ditambahkan juga
dalam ayat (2) dalam pasal yang sama, bahwa “’Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Selanjutnya terkait dengan
perlindungan anak, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, padal Pasal 48, menyatakan bahwa “Pemerintah wajib
menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak”.
Kemudian pada Pasal 48 dari Undang-Undang tentang Perlindungan Anak,
dinyatakan bahwa “’Negara, Pemerintah, Keluarga, dan Orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”.
Dalam konteks pendidikan nasional, penyelenggaraan pendidikan inklusif memiliki
dasar hukum yang jelas. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5
ayat (1) “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu”. Ayat (2): “Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”. Dalam hal aksesibilitas pendidikan, dinyatakan dalam Pasal 11 ayat (1)
dan (2) “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi”. Pasal 32 ayat (1) ”Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. Dalam penjelasan Pasal
15 alinea terakhir dijelaskan bahwa ”Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”. Pasal 45 ayat
(1) ”Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan
peserta didik”.
Hakikat Pendidikan Inklusif
Landasan Empiris Pendidikan Inklusif
Terkait dengan landasan empiris, hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi
dan penempatan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah, kelas, atau tempat
khusus tidak efektif dan diskriminatif, peneliti merekomendasikan pendidikan khusus
secara segregatif hanya diberikan secara terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang
tepat (Heller, Holtzman dan Messick, 1982). Hasil metaanalisis yang dilakukan oleh
Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker
(1985/1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah
penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif berdampak positif, baik terhadap
perkembangan akademik maupun sosial anak berkebutuhan khusus dan teman
sebayanya.
Selain itu, Depdiknas (2007) mengemukakan bahwa penyelenggaraan pendidikan
inklusif mendapatkan dukungan dari berbagai event atau moment, baik internasional
maupun nasional. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Deklarasi Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Rights), Tahun 1948
2. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), Tahun 1989
3. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (World Conference on Education for All)
Tahun 1990
4. Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang
5.
6.
7.
8.
Berkelainan (The Standard Rules on The Equalization of Opportunities for Persons with
Disabilities)
Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi (The Salamanca Statement on Inclusive
Education) Tahun 1994
Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua (The Dakar Commitment on Education
for All) Tahun 2000
Deklarasi Bandung Tahun 2004 dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusi”
Rekomendasi Bukittinggi Tahun 2005, menyatakan bahwa pendidikan inklusif dan ramah
terhadap anak semestinya dipandang sebagai:
1. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang
2.
3.
akan menjamin bahwa strategi nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah
benar-benar untuk semua;
Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian
dari programprogram untuk perkembangan anak usia dini, pra sekolah, pendidikan dasar
dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan
untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap
marginalisasi dan eksklusi; dan
Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan
menghormati perbedaan individu semua warga negara.
Hakikat Pendidikan Inklusif
Prinsip Pendidikan Inklusif
Konsep yang paling mendasar dalam pendidikan inklusif adalah bagaimana agar anak
dapat belajar bersama, belajar untuk dapat hidup bersama dijabarkan dalam tiga
prinsip, yaitu:
1. Setiap anak, termasuk dalam komunitas kelas atau kelompok.
2. Hari sekolah diatur sepenuhnya melalui tugas-tugas pembelajaran kooperatif dengan
perbedaan pendidikan dan kefleksibelan dalam memilih dengan sepuas hati.
3. Guru bekerjasama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus dan teknik belajar
individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan
keanekaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian kelas.
Sekolah seyogyanya mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik,
intelektual, sosial, emosi, linguistik, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Ini seyogyanya
mencakup anak berkelainan dan anak berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak
dari penduduk terpencil ataupun pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik
ataupun kebudayaan minoritas, serta anak dari daerah atau kelompok lain yang tak
beruntung (UNESCO, dalam Hermansyah, 2013).
Hakikat Pendidikan Inklusif
Prinsip Pendidikan Inklusif
Lynch, sebagaimana disebutkan oleh Budiyanto dalam Hermansyah (2013)
mengajukan tujuh prinsip menuju terwujudnya UPE (Universal Primary
Education). Ketujuh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prinsip kesatu: Perkembangan Kebijakan, Kerangka Hukum dan Sistem Kelembagaan
2. Prinsip kedua: Komitmen pada Filsafat Pendidikan yang Berpusat Pada Anak (Child3.
4.
5.
6.
Centered).
Prinsip ketiga: Penekanan pada Keberhasilan dan Peningkatan Kualitas.
Prinsip keempat: Memperkuat Hubungan Antara Sistem Reguler dan Sistem Khusus.
Prinsip kelima: Komitmen untuk Berbagi Tanggung Jawab dalam Masyarakat.
Prinsip keenam: Pengakuan oleh Para Profesional Tentang Keragaman yang Lebih Besar.
7. Prinsip ketujuh: Komitmen terhadap pendekatan yang holistik Prinsip holistik dan
pendekatan perkembangan pada pendidikan berhubungan dengan konsep community
shared responsibility.
Hakikat Pendidikan Inklusif
Prinsip Pendidikan Inklusif
Prinsip ketujuh (Lynch) menyatakan bahwa komitmen terhadap pendekatan yang
holistik, Prinsip holistik dan pendekatan perkembangan pada pendidikan
berhubungan dengan konsep community shared responsibility. Hal ini dimaksudkan
bahwa tanggung jawab bersama merujuk pada hubungan sekolah dengan konteks
masyarakatnya dan mengasumsikan bahwa masyarakat dan organisasi perlu
bekerjasama untuk mendidik anak. Pendekatan holistik dan perkembangan
didasarkan pada asumsi bahwa:
1. Ada banyak domain dalam kehidupan anak yang berpengaruh pada performa pendidikan di
2.
3.
4.
5.
sekolah.
Ada banyak aspek dari perkembangan danak yang akan menentukan sejauh mana anak
akan dapat mengambil manfaat dari pendidikan.
Pengaruh cacat dan kondisi hidup yang lain dapat bersifat komulatif dan perlu diberikan
intervensi sedini mungkin.
Guru dan profesional yang lain sama-sama bertanggung jawab untuk pemeriksaan anak
dalam melihat adanya masalah nutrisi yang ada, untuk membuat referensi dan pengambilan
tindakan yang tepat.
Guru bertanggung jawab terhadap semua anak dan perkembangannya, bukan hanya
kognitifnya saja.
Sekolah Ramah Anak
Pendahuluan
Konsep Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai program untuk mewujudkan
kondisi aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu
menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan
perlakuan salah lainnya selama anak berada di satuan pendidikan, serta mendukung
partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran dan
pengawasan.
Prinsip utama sekolah ramah anak adalah bahwa anak mempunyai hak untuk
dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Untuk lebih memahami Sekolah Ramah Anak, silahkan cermati video pembelajaran
berikut.
Aksesibilitas di Lingkungan Sekolah
Kemudahan Aksesibilitas dilingkungan sekolah inklusif ramah anak merupakan salah
satu indikator kualitas layanan publik, khususnya bagian dari lingkungan sekolah
yang ramah anak. Penyediaan desain lingkungan yang inklusif ramah anak, termasuk
kemudahan bagi ABK dan penyandang disabilitas pada umumnya bahkan telah
dituangkan dalam konvensi internasional mengenai Hak Disabilitas (Convention on
The Rights of People with Disability) menyatakan bahwa Disain universal adalah
desain untuk produk, lingkungan, program, dan layanan yang dapat digunakan bagi
semua orang semaksimal mungkin tanpa memerlukan desain tambahan atau desain
khusus.
“Desain universal” tidak bertujuan untuk meniadakan alat bantu bagi disabilitas
tertentu jika memang mereka membutuhkan. Hal ini dimaksudkan bahwa semua
bangunan umum harus menyediakan beberapa cara alternatif untuk masuk
kedalamnya. Misalnya lantai yang landai (ramp) umumnya paling mudah dan relatif
murah untuk dibangun (setidaknya pada bangunan 1 lantai) dan bermanfaat bagi
banyak orang. Ramp seharusnya diadakan di semua bangunan sekolah dan
bangunan umum lainnya. Desain universal tidak “hanya” terkait dengan pengadaan
akses, tetapi juga dengan pengembangan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan
ramah di sekolah. Sekolah yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip desain
universal akan lebih efektif dalam memberikan layanan pembelajaran karena sekolah
ini memungkinkan semua anak untuk belajar, berkembang, dan berpartisipasi, bukan
sebaliknya “membuat anak menjadi tidak mampu” dengan menciptakan berbagai
hambatan bagi perkembangan dan partisipasi mereka.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2016, pasal 2 menyatakan bahwa
aksesibilitas merupakan salah satu pelaksanaan dan pemenuhan hak disabilitas.
Penjaminan hukum layanan aksesibilitas tersebut salah satunya dilakukan dalam
rangkamemastikan pelaksanaan upaya penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas untuk mengembangkan diriserta
mendayagunakan seluruh kemampuan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk
menikmati,berperan serta, berkontribusi secara optimal, aman,leluasa,dan
bermartabat dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara,dan bermasyarakat.
Penerapan dan jaminan hak yang digariskan dalam UU nomor 8 tahun 2016 tersebut
memiliki urgensi tinggi terutama kaitanya dengan upaya penyelenggaraan pendidikan
inkusif yang telah memiliki kekuatan hukum dengan diundangkannya permendiknas
no. 70 tahun 2009.
arana dan prasarana pendidikan merupakan fasilitas pendidikan yang sangat
diperlukan dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan (Prasojo, 2015:2).
Pendapat lain dikemukakan oleh Muhammad Joko Susilo (2008;65), sarana
pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan
dan menunjang proses pendidikan khususnya proses belajar mengajar.Adapun yang
dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Dari beberapa pendapat
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sarana prasarana pendidikan merupakan
segala jenis fasilitas baik benda bergerak maupun tidak bergerak yang mendukung
proses pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien sehingga dapat
meningkatkan kualitas pendidikan.
Sarana dan prasarana pendidikan inklusif adalah perangkat keras maupun perangkat
lunak yang dipergunakan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan
inklusif pada satuan pendidikan tertentu.Pada hakekatnya semua sarana dan
prasarana pendidikan pada satuan pendidikan tertentu itu dapat dipergunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif, tetapi untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran perlu dilengkapi aksesibilitas bagi kelancaran mobilisasi ABK, serta
media pembelajaran yang sesuai dengan ABK (POS Pendidikan Inklusif, 2007).
Terkait dengan sarana prasarana dan penataan ruang, terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan, diantaranya adalah:
1. Prinsip Desain Universal Layanan Pengembangan Aksesibilitas Sarana dan Prasarana Sekolah
2.
3.
4.
Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Saran Praktis untuk Menciptakan Aksesibilitas di Ruang Kelas
Prinsip Penataan Ruang Kelas Inklusif
Sarana dan Prasarana Umum yang Dibutuhkan di Sekolah Inklusif
Untuk lebih jelasnnya, poin-poin tersebut akan dijelaskan pada halaman
selanjutnya.
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Fisik
a. Prinsip Desain Universal Layanan Pengembangan Aksesibilitas Sarana
dan Prasarana Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Terdapat tujuh prinsip desain universal pengembangan aksesibilitas sarana dan
prasarana dalam layanan Pendidikan inklusif yang ramah anak. Ketujuh prinsif
tersebut adalah sebagai berikut :
Prinsip 1 : dapat digunakan oleh semua orang. Sebuah desain harus dapat digunakan
dan bermanfaat bagi semua orang termasuk penyandang cacat. Penyediaan
aksesibilitas bagi semua anak di sekolah dan di dalam sarana dan prasarana sekolah
dapat diwujudkan melalui langkah yang sederhana dan hemat biaya.
Prinsip 2 : fleksibel dalam penggunaannya. Sebuah desain harus dapat
mengakomodir beragam pilihan kenyamanan dan kebutuhan dalam penggunaannya.
Prinsip 3 : mudah digunakan. Sebuah desain harus mudah untuk dipahami bagi
semua pengguna sebagai individu yang memiliki latar belakang pengalaman,
pengetahuan, kemampuan bahasa, dan tingkat pemusatan konsentrasi yang
berbeda-beda.
Prinsip 4 : informasi penggunaan yang jelas. Sebuah disain harus dapat memberikan
informasi yang diperlukan secara jelas bagi para penggunanya yang memiliki
perbedaan pada tingkat fungsi dan kondisi alat indera. Terkait pembelajaran di
sekolah, maka sebaiknya buku pembelajaran dicetak dengan tinta dan juga Braille.
Buku cetak tinta sebaiknya berkualitas baik dan memiliki paduan warna yang kontras.
Minimal ukuran huruf yang digunakan (font) adalah 12. Jika buku dicetak dengan
menggunakan ukuran huruf yang lebih kecil, maka buku cetak besar juga harus
disediakan untuk anak penyandang low vision.
Prinsip 5 : toleransi untuk kesalahan. Sebuah desain harus meminimalisir tingkat
bahaya dan konsekuensi kerugian yang ditimbulkan jika terjadi kekeliruan atau
kesalahan dalam penggunaannya.
Prinsip 6 : tidak memerlukan banyak tenaga fisik dalam penggunaannya.Sebuah
disain harus dapat digunakan secara efisien, nyaman, dan tidak menyebabkan
kelelahan pada penggunanya.
Prinsip 7 : ukuran dan ruang yang tepat. Ukuran dan lebar yang sesuai dalam
sebuah disain ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi penggunanya dalam
menjangkau, mendekati, mengembangkan, dan menggunakan terkait dengan ukuran,
postur, dan kemampuan mobilitas pengguna yang berbeda-beda.
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Fisik
b. Saran Praktis untuk Menciptakan Aksesibilitas di Ruang Kelas






Pintu harus mudah dibuka dan ditutup serta tidak memerlukan banyak tenaga
dalam membukanya (secara berangsur-angsur pintu yang sudah tua sebaiknya diganti).
Sebaiknya gunakanlah pintu geser (sliding door) atau jenis pintu lain yang tidak
menggunakan daun pintu agar tidak menghalangi akses bagi pengguna kursi roda. Pintu
harus dibuat selebar mungkin agar mudah dilalui kursi roda.
Sediakan ramp bagi pengguna kursi roda (kelandaian ramp sebaiknya tidak terlalu curam,
ukuran ideal 1: 12 dengan penambahan panjang 12cm dalam setiap kenaikan tinggi 1 cm.
Standar minimum: 1:10 dengan penambahan panjang 10 cm dalam setiap kenaikan tinggi 1
cm dan lebar ramp adalah 120 cm. Sedangkan ukuran kelandaian ideal adalah 1: 20 dengan
lebar 95 cm. (dikutip dari “Aksesibilitas Fisik” diterbitkan oleh Arbeiter Samariter Bund
(ASB).
Tempatkan stop kontak dan saluran listrik pada satu posisi yang sama di setiap kelasnya dan
sebaiknya diletakkan di atas meja dekat saklar sehingga memudahkan semua anak dalam
penggunaannya terutama anak penyandang tunanetra dan disabilitas fisik.
Perhatikan standar keamanan saat pemasangan segala jenis instalasi listrik,
utamakan penggunaan perangkat yang memiliki fitur keamanan bagi anak. Misalnya
dengan menggunakan stop kontak tertutup untuk mencegah anak memasukan jarinya ke
dalam stop kontak yang dapat mengakibatkan anak terkena sengatan listrik.
Gunakan warna-warna kontras untuk menciptakan lingkungan yang aksesibel dan ramah
terhadap pembelajaran.





Suara atau tingkat kegaduhan di dalam kelas dapat diminimalisir dengan menggunakan
gorden, dekorasi dinding dari bahan tekstil, dan bahan peredam suara lainnya.
Kodifikasi (penggunaan kode) warna sebaiknya digunakan untuk membedakan ruang kelas.
Penerapan kodifikasi ini akan memudahakan siswa terutama anak penyandang low vision,
tunagrahita, lamban belajar dan lain-lain. Penerapan berbagai warna juga akan membuat
kesan sekolah yang ceria dan menyenangkan bagi semua.
Setiap pintu sebaiknya dilengkapi dengan simbol penanda atau keterangan dalamhuruf
braille sebagai petunjuk bagi anak penyandang low vision maupun tuna netra.
Jika di sekolah hanya lantai 1 saja yang aksesibel, maka pastikan pula semua kelas yang di
dalamnya terdapat siswa tunadaksa (misal, menggunakan kursi roda/kruk) ditempatkan
hanya di lantai 1 saja.
Halaman sekolah atau arena bermain anak, tidak seharusnya menjadi area parkir karena
dapat membahayakan semua warga sekolah. (Unesco, 2009).
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Fisik
c. Prinsip Penataan Ruang Kelas Inklusif
Penataan ruang kelas dalam seting sekolah inklusif bertujuan untuk memudahkan
aksesibilitas dalam aktivitas pembelajaran bagi semua peserta didik, termasuk di
dalamnya PDBK. Berikut ini prinsip penerapan ruang kelas dari kelas rendah sampai
kelas tinggi sekolah dasar inklusif yang mengusung tema ramah anak.
1. Berpusat Pada Anak (Child Centered). Penataan ruang kelas harus memungkinkan anak
2.
3.
4.
untuk bergerak, berinteraksi, berdiskusi, dapat mengakses alat bahan secara mandiri sesuai
dengan kebutuhannya.
Learning Centers (pembagian Zona). Area-area dimaksudkan sebagai sumber belajar bagi
anak yang sebisa mungkin ditata sesuai dengan apa yang sedang dipelajari (tema
Pembelajaran)
Menarik dan Menantang. Penataan dibuat sedemikian rupa agar menarik dan kreatif
sehingga memunculkan rasa senang bagi siswa dan mampu memberikan insfirasi.
Penataan kelas juga harus menantang hingga mendorong siswa untuk mengeksplorasi,
menemukan, dan berpikir.
Estetis. Selain harus menarik dan menantang, penataan ruang kelas juga harus
memperhatikan prinsip estetika.penataan kelas harus tetap rapi, bersih dan mampu
memunculkan nilai seni. ( Oktina, 2014)
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Fisik
d. Sarana dan Prasarana Umum yang Dibutuhkan di Sekolah Inklusif
Sarana dan prasana dalam bentuk peralatan khusus sangat menunjang bagi layanan
pembelajaran berkualitas. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan ABK di sekolah
inklusif tentunya sangat bervariasi sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak.
Layanan pembelajaran yang berkualitas untuk
peserta didik tunagrahita misalnya membutuhkan
dukungan sejumlah media pembelajaran dan
peralatan khusus seperti:
a) alat asesmen,
b) media untuk latihan sensori visual,
c) media untuk latihan sensori perabaan, Sekolah
Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Non Fisik
1. Konsep Dasar Sekolah Ramah Anak dalam Konteks Pendidikan Inklusif
Konsep Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai program untuk mewujudkan
kondisi aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu
menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan
perlakuan salah lainnya, selama anak berada di satuan pendidikan, serta mendukung
partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran dan
pengawasan. Secara konseptual Sekolah Ramah Anak adalah satuan pendidikan yang
mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak, dan perlindungan anak dari
kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta mendukung partisipasi
anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, dan mekanisme
pengaduan (Permen PP dan PA Nomor 8 Tahun 2014). Sekolah Ramah Anak adalah
sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi
perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki
termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan
khusus.
Secara umum, prinsip utama sekolah ramah anak adalah bahwa anak mempunyai hak
untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Pembentukan dan Pengembangan Sekolah ramah anak (SRA)
didasarkan pada prinsip-prinsip non diskriminasi, kepentingan anak, kelangsungan
hidup, perkembangan, penghormatan terhadap pandangan anak, dan pengelolaan
yang baik. (Direktorat Pembinaan Guru Dikmen dan Diksus, 2019)
d) media atau alat bantu untuk sensori pengecap dan perasa,
e) media dan peralatan khusus untuk latihan bina diri,
f) media untuk memperkenalkan konsep dan simbol bilangan,
g) media dan peralatan khusus untuk pengembangan kreativitas, daya pikir dan
konsentrasi,
h) alat pengajaran bahasa, dan
i) latihan perseptual motor.
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Non Fisik
2. Situasi dan Suasana Pembelajaran
Situasi dan suasana pembelajaran yang ramah anak dan dilandasi nilai-nilai
kebersamaan merupakan bagian penting dalam konteks akomodasi lingkungan non
fisik di sekolah inklusif. Untuk mewujudkan nilai-nilai kebersamaan dalam seting
sekolah inklusif, diperlukan suatu upaya untuk menginternalisasikan nilai-nilai
kebersamaan (Togetherness Values) dalam aktivitas pembelajaran maupun kegiatan
di luar pembelajaran, seperti kegiatan ekstrakurikuler, bahkan dalam momen bermain
bebas saat waktu istirahat. Dalam konteks ini, sekolah dituntut untuk dapat
memberikan makna terjadinya proses internalisasi nilai-nilai kebersamaan pada
setiap aktivitas peserta didiknya.
Manakala nilai-nilai kebersamaan dapat di internalisasikan di SPPI, maka sekolah
inklusif akan memberikan peran sebagai agen perubahan terwujudnya masyarakat
inklusif sesuai dengan filosofi bangsa Indonesia, yakni masyarakat yang ber-Bhineka
Tunggal Ika. Situasi dan suasana pembelajaran yang dibangun diatas keberagaman
tetapi menuju kearah tujuan yang sama, yaitu memberikan layanan Pendidikan yang
berkualitas sesuai kakarkeristik dan kebutuhan individu peserta didik dengan
menempatkan nilai kebersamaan sebagai nilai intinya (Core value).
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Non Fisik
Berdasarkan kajian terhadap komponen program (Stainback, 1990:23), aktivitas
pembelajaran (Unesco, 1998), layanan pembelajaran (Johnsen dan Skojen, 2001:5),
respon terhadap keragaman peserta didik (Lynch, dalan Budiyanto, 2005 : 42-46),
dan pola pembelajaran, dapat dirumuskan indikator nilai-nilai kebersamaan yang
mewarnai situasi dan suasana pembelajaran dalam praktik penyelenggaraan sekolah
inklusif sebagai berikut:
1. Sekolah menyediakan program yang layak, menantang, dan aksesible untuk semua peserta
2.
3.
4.
5.
didik, dengan tetap memperhatikan aspek kebutuhan khusus pada setiap individu;
Setiap peserta didik, termasuk di dalamnya ABK, memiliki suasana yang damai dan harmoni
dalam melakukan aktivitas pembelajaran dan aktivitas lainnya, baik sebagai makhluk
individu maupun sebagai makhluk sosial;
Aktivitas pembelajaran di sekolah inklusif berbasis pada nilai perdamaian, demokrasi, hak
asasi maunia, dan pembangunan berkelanjutan;
Adanya kepekaan sosial dan kesiapan akademis dari warga sekolah untuk senantiasa
meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam memberikan layanan pembelajaran
bagi setiap peserta didik yang berbasis pada analisis kebutuhan individu;
Sekolah harus merespon keragaman peserta didik secara luas, baik dalam hal latar belakang
sosial ekonomi dan budaya, pola tingkah laku, maupun kemampuan, dan potensi yang
berbeda-beda;
6. Pola pembejaran yang dilakukan di sekolah inklusif berbasis pada pendekatan pembelajaran
7.
berpusat pada anak (Teaching Base of Students Centre);
Pola pembelajaran yang berbasis pada pola kolaboratif yang sistemik, yang melibatkan
peran dari kepala sekolah, guru, orang tua peserta didik, dan masyarakat. (Hermansyah,
2014).
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Non Fisik
3. Manajemen/Pengelolaan Kelas (Classroom Management)
Manajemen kelas inklusif dirancang agar pembelajaran dalam kelas inklusif yang
heterogen dapat berjalan secera efektif. Adanya peserta didik yang berkebutuhan
khusus di sekolah inklusi berimplikasi pada perubahan orientasi dan manajemen,
tidak hanya pada level sekolah, tetapi juga pada manajemen kelas. Pembelajaran di
sekolah inklusif dimana di kelas tersebut beranggotakan ABK menuntut perubahan
dan penyesuaian-penyesuaian. Guru kelas tidak lagi berorientasi klasikal tetapi
dihadapkan pada keberagaman kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu,
pengelolaan kelas di sekolah inklusif menjadi hal yang sangat penting dalam tataran
implementasi pendidikan inklusif. Pemahaman yang baik terhadap pengelolaan kelas
akan dapat meminimalisir permasalahan yang dialami oleh guru kelas dalam
mengelola kelas yang heterogen.
Pembelajaran yang bermakna bukan saja hanya mengajar, bukan saja penyampaian
informasi/pesan tetapi juga meliputi perkembangan pribadi siswa, interaksi sosial
serta penanaman sikap dan nilai pada diri siswa. Proses belajar yang bermakna akan
terwujud dalam kondisi, suasana iklim kelas yang kondusif, efektif, kreatif, produktif
dan menyenangkan. Selain itu terbina hubungan interpersonal yang sehat dan
mendorong munculnya perubahan perilaku belajar peserta didik yang diharapkan.
Pengelolaan kelas disekolah lnklusif adalah serangkaian aktivitas dan kegiatan yang
dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan proses
pembelajaran, metode, strategi dan pendekatan serta evaluasi pembelajaran.
Manajemen kelas inklusif dirancang untuk tercipta kelas yang kondusif, aktif,
kreatif, kooperatif dan menyenangkan melalui penciptaan lingkungan kelas yang
kondusif, iklim dan suasana psiko sosial dan emosi yang positif, serta penciptaan
sistem sosial yang memungkinkan anak dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhannya. Dengan demikian manajemen atau pengelolaan kelas inklusif pada
dasarnya merupakan implementasi dari prinsif-prinsif pembelajaran yang harus
mewarnai suasana pembelajaran.
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Non Fisik
Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan,
dan kemampuan peserta didik serta mengacu kepada kurikulum yang dikembangkan.
SPPI dalam dimensi pengelolaan kelas inklusif perlu melakukan berbagai
pembenahan diantaranya sebagai berikut:
1. Guru harus mampu menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keaneka
ragaman, dan menghargai perbedaan;
2. Sekolah harus siap mengelolaa kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan
3.
4.
5.
pembelajaran yang bersifat individual;
Guru harus mampu menerapkan pembelajaran yang interaktif, kolaboratif, dan memberikan
stimulasi bagi terjadinya interaksi sosial diantara peserta didik yang beragam;
Guru pada SPPI dituntut mampu melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumber daya
manusia lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran;
Guru pada SPPI dituntut mampu melibatkan orang tua peserta didik secara bermakna dalam
proses Pendidikan.
Sekolah Ramah Anak
Pengelolaan Lingkungan Non Fisik
Pada proses pembelajaran di sekolah inklusif, PDBK disamping belajar secara
klasikal dengan teman-teman sebayanya di dalam kelas, juga mendapatkan layanan
bembelajaran individual sesuai kajian hasil asesmen akademik dan non akademik.
Proses pembelajaran individual ini biasa disebut dengan istilah One to One Teaching
yang sesi belajarnya dilakukan di ruang khusus pembelajaran individual.
Prinsip-prinsip pengelolaan kelas inklusif untuk berlangsungnya pembelajaran yang
kondusif secara umum sama dengan prinsip pengelolaan pembelajaran bagi peserta
didik pada umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat
peserta didik dengan kebutuhan khusus yang mengalami kelainan baik fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis, maka guru yang mengajar
di kelas inklusif disamping menerapkan prinsip-prinsip umum, juga diharuskan
memiliki kemampuan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran khusus sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik ABK.
Mekanisme Layanan PDBK di Sekolah Inklusif
Umpan Balik
Terima kasih atas tanggapan yang telah Saudara berikan.
Persyaratan penerimaan peserta didik di sekolah untuk menyertakan surat keterangan
hasil asesmen dari rumah sakit atau psikolog menjadi suatu hal yang penting. Hal ini,
bertujuan untuk mengetahui kondisi awal (baseline) ABK sebagai pertimbagan
panitia penerimaan siswa baru dan kesiapan guru kelas atau GPK (Guru Pembimbing
Khusus) ketika intervensi. Dengan demikian, identifikasi dan asesmen bagi calon
PDBK mutlak dilakukan.
Hal yang dijelaskan tadi adalah bagian dari mekanisme layanan PDBK di sekolah
inklusif, dan harus dipahami oleh Saudara sebagai calon GPK. Oleh karena itu,
silahkan cermati dan pelajari materi yang akan disajikan pada halaman berikutnya.
Mekanisme Layanan PDBK di Sekolah Inklusif
Pendahuluan
Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah
mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Kedudukan peserta didik berkebutuhan khusus juga dikuatkan dengan
Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah
mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa,
khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1 sampai dengan 3, yaitu:
1. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuai dengan
2.
3.
kebutuhan peserta didik.
Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif pada
satuan pendidikan yang ditunjuk.
Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan
inklusif.
Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah harus menjamin
terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing. Minimal terdapat
satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam satu kota. Hal ini perlu untuk
memastikan bahwa semua warga negara berhak untuk mendapatkan layanan
pendidikan.
Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan berbagai
unit terkait, antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau
puskesmas, dan dinas pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik
berkebutuhan khusus tidak dapat diterima di sekolah jika tidak membawa surat
keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan atau keterangan dari psikolog. Untuk
kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah sakit atau dari psikolog
menjadi sangat sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan tidak sepenuhnya
dipahami, terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas sangat terbatas.
Mekanisme Layanan PDBK di Sekolah Inklusif
Prosedur Penetapan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Sebagai informasi, untuk keperluan administrasi dan pembinaan, serta kelancaran
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, sekolah perlu mengikuti prosedur
sebagai berikut.
1. Sekolah yang akan menerima anak berkebutuhan khusus mengajukan proposal
2.
3.
4.
penyelenggaraan pendidikan inklusif (surat pemberitahuan tentang kesiapan
menyelenggarakan pendidikan inklusif) kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Sedangkan sekolah yang telah memiliki peserta didik berkebutuhan khusus melaporkan
penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menindaklanjuti proposal (surat pemberitahuan) /
laporan dari sekolah yang bersangkutan kepada Dinas Pendidikan Provinsi.
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi melakukan visitasi ke
sekolah yang bersangkutan.
Dinas Pendidikan Provinsi menetapkan sekolah yang bersangkutan sebagai penyelenggara
pendidikan inklusif dengan menerbitkan surat penetapannya, dengan tembusan kepada
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Direktorat P
Mekanisme Layanan PDBK di Sekolah Inklusif
Penerimaan PDBK
Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan berbagai unit
terkait, antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau puskesmas, dan
dinas pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik berkebutuhan
khusus tidak dapat diterima di sekolah jika tidak membawa surat keterangan hasil
asesmen dari rumah sakit dan atau keterangan dari psikolog.
Namun demikian, pada umumnya sekolah sering mengabaikan persyaratan di atas.
Sehingga menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melayani peserta didik yang
bersangkutan. Untuk kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah sakit atau
dari psikolog menjadi sangat sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan
tidak sepenuhnya dipahami, terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas
sangat terbatas.
Secara grafis mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif dapat dilakukan dalam beberapa skema berikut.
Skema 1
Skema 2
Skema 3
Identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk
menemukenali sesuatu benda atau seseorang dengan menggunakan instrumen
terstandar. Dalam konteks pendidikan khusus identifikasi merupakan proses
menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran.
Proses identifikasi peserta didik meliputi pengenalan kemampuan (awal), kelemahan
atau hambatan, dan kebutuhan untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya. Proses
belajar yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah proses untuk
memaksimalkan potensi yang dimiliki peserta didik yang bersangkutan dengan
meminimalkan hambatan yang dimilikinya.
Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan lain
sebagainya. Hasil identifikasi akan menjadi dasar dalam proses pembelajaran bagi
peserta didik yang bersangkutan. Identifikasi peserta didik dilakukan untuk lima hal,
yaitu penjaringan (screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan
pembelajaran, dan pemantauan kemajuan belajar.
Alat (instrumen) identifikasi anak berkebutuhan khusus (AIABK)disusun untuk
mengetahui kondisi dan asal usul peserta didik. Alat ini terdiri atas 4 (empat) format.
Masing masing format berisi tentang data dan informasi peserta didik yang
diidentifikasi. Format 1 dan format 2 merupakan format yang berisi data pendukung
AIABK, format 3 merupakan alat identidikasi yang digunakan, dan format 4 adalah
rekap hasil identifikasi.
Klik Disini untuk mengunduh Format Identifikasi.
Mekanisme Layanan PDBK di Sekolah Inklusif
Asesmen
Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki,
hambatan/kesulitan yang dialami, mengetahui latar belakang mengapa
hambatan/kesulitan itu muncul dan untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan
oleh yang bersangkutan. Berdasarkan data hasil asesmen tersebut dapat dibuat
program pembelajaran yang tepat bagi anak itu.
Asesmen dalam pendidikan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
1) asesmen berazaskan kurikulum (asesmen akademik), dan
2) asesmen berazaskan perkembangan (asesmen nonakademik), dan
3) asesmen kekhususan.
Teknik pelaksanaan asesmen meliputi tes, wawancara, observasi, dan analisis
pekerjaan anak. Dalam suatu proses asesmen, biasanya semua teknik itu dapat
digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan, tidak hanya berpatok pada satu
teknik saja.
Mekanisme Layanan PDBK di Sekolah Inklusif
Asesmen
Ketika ditemukan peserta didik yang memiliki perbedaan dengan peserta didik pada
umumnya, baik dalam bidang akademis maupun non akademis sebaiknya stokeholder
melakukan hal-hal sebagai berikut:
Peran guru



Melakukan pendekatan persuasif terhadap peserta didik
Berdiskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah
Mengkonfirmasikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan peserta didik dengan orang tua
ketika di rumah.
Peran Orang tua



Berkoordinasi dengan Rumah Sakit (Poli Tumbuh Kembang Anak)
Berkonsultasi dengan Dokter anak dan atau Psikolog
Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat
Peran Kepala sekolah



Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat
Melapor kepada Dinas pendidikan setempat
Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi

Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh rekomendasi dari
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Peran Dinas Pendidikan




Tim verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal (surat) yang telah diajukan oleh
pihak sekolah.
Tim verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan tinggi,
Organisasi profesi.
Tim verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah mengadakan
permohonan,
Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan pendidikan inklusi,
bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditatapkan oleh tim
verifikasi.
Mekanisme Layanan PDBK di Sekolah Inklusif
Intervensi
Layanan intervensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan
perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. oleh karena itu target
layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang
anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai akibat
ketunaan. Intervensi dilakukan setelah dilakukan adanya hasil asemen diketahui.
Download