BAB 7: EXPOSURE, BIOACCUMULATION, AND BIOTRANSFORMATION OF TOXIC SUBSTANCES 1. Senyawa beracun dapat diperoleh dari: - Mikroorganisme - Polusi yang ada dilingkungan - Secara alami dari bahan pangan - Ditambahkan dalam bentuk BTP yang kadarnya berlebihan - Proses pengolahan 2. Kapan pengaruh toksik dari senyawa toksik yang terpapar ke tubuh akan terjadi? - Pertama, munculnya pengaruh senyawa toksik itu harus adanya PAPARAN. - Ketika tubuh sdh terpapar senyawa toksik, maka senyawa ini akan masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Untuk bisa masuk ke sirkulasi darah, maka senyawa ini harus bs menembus membran biologis manusia (terabsorpsi) - Senyawa toksik terserap kemudian diedarkan ke seluruh tubuh sesuai aliran darah mulai dari kaki, perut, dada, otak, dan organ lain. - Akibat sudah terjadi sirkulasi, senyawa toksik akan menuju pada target point atau organ tertentu yang mampu menyerap senyawa toksik tsb dan terjadi akumulasi. - Ketika level akumulasi sudah mencapai tahapan tertentu, efek toksik dari senyawa toksik yang terpapar ke tubuh akan menunjukkan pengaruhnya dan mulai muncul gejala kesehatan terkait dengan daya racun dari senyawa tersebut 3. Ringkasan: - Untuk mulai munculnya pengaruh toksik dari senyawa beracun, maka skemanya: o Harus ada paparan o Terjadi penyerapan o Di distribusi atau penyebaran melalui aliran darah o Akumulasi atau penumpukan di organ tertentu o Efek terhadap kesehatan 4. Pada orang tertentu, waktu untuk munculnya pengaruh senyawa toksik sejak pertama kali org tersebut terpapar bisa jadi pendek atau ada jg yang panjang. Kecepatan munculnya efek akibat paparan senyawa beracun ada 2 tahap yaitu: - Toksiko kinetic: sifatnya ada di luar, belum masuk pada organ tubuh o Ada Ce (konsentrasi eksternal) dimana ketika senyawa toksik terpapar ke tubuh dan diserap berada di dalam darah, maka akan menjadi Ci (konsentrasi internal) o Kedua hal tersebut, konsentrasi eks dan int untuk senyawa yang sama disebut sebagai tahapan stimulus. Ini sangat bisa diprediksi dan dibuat model matematikanya dengan cukup mudah. o Berapa jumlah konsentrasi paparan atau ada di udara tentu bisa dilihat dari berapa banyaknya yang kita konsumsi. Konsentrasi senyawa toksik yang - ada diluar tubuh (eks) akan masuk ke dalam tubuh menjadi konsentrasi internal yang dipengaruhi oleh berapa jumlah yang memapar ke tubuh kita. o Ketika sudah terserap ke tubuh dan masuk ke dalam darah, maka akan diedarkan ke semua organ karena darah mengalir ke tubuh di setiap organ. Ketika sudah masuk pada tahap penyerapan, maka akan masuk ke organ. Ada organ tertentu yang cenderung akan mengakumulasi (site of action) = muncul atau terjadi akumulasi di organ tertentu tergantung pada senyawanya. o Ketika sudah terserap di organ, maka mempengaruhi laju kerja organ tsb spt hati, otak. Di tahapan ini disebut sebagai subsystem (efek dari senyawa beracun yang terakumulasi dan mengganggu kerja organ). o Ketika organ tertentu mulai menunjukkan efek kesehatan scr keseluruhan ke dalam tubuh, ini yang disebut efek. Dari tahap ketika sudah masuk ke tubuh, terakumulasi di organ, mulai ada gejala dan mempengaruhi kerja tubuh secara keseluruhan, tahapan ini disebut sebagai TOKSIKO DINAMIK (setiap org memiliki dinamika tubuh di dalam mengolah senyawa beracun secara berbeda-beda) Toksiko dinamik: kecepatan munculnya efek berbeda-beda tiap manusia. 5. Tahapan munculnya toksik efek: - Paparan (exposure) o Kondisi ketika senyawa toksik mendapatkan pintu masuk ke dalam tubuh manusia o Di dalam tubuh, kita mempunyai portal untuk masuknya senyawa toksik ke dalam tubuh. Gates atau portal tubuh: Pencernaan dimulai dari usus: pintu masuk terpenting khususnya yang masuk melalui makanan atau minuman. Dari mulut ke esofagus, lambung – usus kecil – usus 12 jari – usus besar – dikeluarkan melalui rectum. Di saluran pencernaan ini akan terjadi penyerapan senyawa toksik pada saat di usus halus sehingga lanjut ke darah Selain melalui jalur pencernaan, senyawa toksik bisa masuk melalui jalur pernafasan. Jalur pernafasan maksudnya adalah gas dari hidung masuk ke faring, laring, trakea, bronkus, dan terakhir masuk ke alveolus. Jalur kulit. Kulit memiliki pori-pori dan tersusun atas jaringan lemak, air sehingga paparan dari senyawa beracun dari kulit bisa melewati 2 metode yang berbeda: Interseluler route: senyawa beracun masuk ke dalam kulit melalui pori-pori Transeluler route: senyawa beracun yang sifatnya larut dalam lemak karena kulit mengandung lemak sehingga senyawa ini akan terserap. Tidak lagi melalui pori” tetapi langsung menembus karena kelarutan pada lemak - - - Penyerapan (absorpsi) o Masuknya senyawa toksik ke dalam sistem sirkulasi darah setelah senyawa toksik menembus membran biologis o Untuk menembus membran biologis, syaratnya adalah memiliki berat molekul <100 kecuali untuk penyerapan yang terjadi diginjal dimungkinkan senyawa tersebut memiliki berat molekul yang lebih besar o Mekanisme proses penyerapan: Transpor Pasif: Simple diffusion Filtration Transpor Aktif: Senyawa yang terlibat memiliki berat molekul besar dan terlarut di dalam lemak atau senyawa spesifik sehingga membutuhkan mekanisme yang kompleks. Aktif transport juga terjadi pada tahap eliminasi (jd bukan hanya pas tahap penyerapan). Endositosis Senyawa yang bersifat toksik akan dibungkus kemudian masuk ke dalam sel Distribusi o Bisa didistribusi ketika sudah berada di dalam darah o Faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan distribusi senyawa beracun di tubuh: Kecepatan aliran darah: semakin cepat aliran darah, maka distribusi senyawa beracun juga menjadi lebih cepat. Orang yang mempunyai tekanan darah tinggi (aliran darah cepat), sering mengalami masalah terhadap senyawa beracun Kecepatan difusi ke dalam sel: kecepatan difusi dari senyawa beracun untuk masuk ke dalam sel Sifat kemudahan untuk terikat atau affinity dari senyawa toksik terhadap jaringan tubuh manusia. Misalnya ada kelompok logam berat spt merkuri, zink, cadmium. Diantara ketiga logam ini, kecepatan untuk mengikat dengan protein tertentu untuk membentuk metallothionein. Afinitas cadmium lebih tinggi dibandingkan zink dan merkuri untuk mengikat metallothionein. Akumulasi o Bersifat spesifik: untuk setiap jenis senyawa kimia, akan memiliki kecenderungan terikat atau terakumulasi pada organ tertentu o Contoh: Cadmium akan lebih terakumulasi ke organ ginjal Merkuri lebih terakumulasi ke organ otak Paracetamol lebih terakumulasi di organ hati atau liver o Di dalam proses akumulasi, adanya istilah target point (organ tubuh yang pertama kali menunjukkan gejala keracunan atau intoksikasi) o Ketika mengonsumsi paracetamol dengan jumlah berlebihan, maka terakumulasi di hati dan hati mengalami kerusakan fungsi 6. Adanya senyawa beracun yang masuk ke tubuh, maka akan terjadi ekskresi. Konsep Half Life (waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi awal senyawa beracun yang masuk ke tubuh untuk menjadi setengahnya). Jadi ketika konsentrasi awal 100, kapan waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi menjadi 50? - Kecepatan penurunan konsentrasi menjadi setengahnya = konstanta (K2). Proses K2 dipengaruhi oleh kecepatan ekskresi tubuh dan metabolisme tubuh seseorang 7. Pengaruh half life terhadap pola akumulasi senyawa beracun tsb di dalam organ tubuh: - Jika suatu senyawa memiliki half life yang panjang artinya senyawa tersebut tingkat eliminasinya lambat. Di dalam tbh akan mengalami konsentrasi yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Dalam pola akumulasi akan terakumulasi tinggi. - Ketika half life pendek atau cepat terakumulasi, maka akumulasi di dala organ menjadi rendah. 8. Ada 2 gelas dimana gelas pertama memiliki lubang kecil dan gelas satunya memiliki lubang yang besar. Dua gelas ini dituang senyawa beracun yang masuk ke tubuh. Apa yang terjadi ketika tubuh memiliki tingkat eliminasi yang besar? - Meskipun jumlah senyawa beracun yang masuk sama, yang tertinggal di dalam gelas berbeda karena tingkat eliminasinya berbeda - Lobang kecil memiliki tingkat eliminasi yang kecil. Sedangkan gelas yang lobangnya besar tingkat eliminasinya juga besar - Kaitannya dengan tubuh? Berkaitan dengan usus atau organ lain yang mengeluarkan racun spt kulit - Orang yang sulit BAB, akan menampung senyawa beracun lebih lama sehingga tingkat akumulasinya juga akan tinggi 9. Beberapa senyawa dengan nilai half time yang berbeda khususnya di tubuh manusia: - Ibuprofen: untuk menghilangkan rasa sakit yang memiliki half life 120 menit - Polonium: ada sifat radioaktif yang memiliki half life 30-50 hari - 2,3,7,8-TCDD: senyawa dioksin dengan half life >7 tahun 10. Pengaruh dari half life pada kasus repeated exposure: - Misalnya dalam kasus penggunaan obat. Setiap jenis bahan kimia atau obat akan memiliki half life time yang berbeda-beda. Ketika di kasus penggunaan obat, maka digunakan secara berulang - Grafik atas: half life time obat sekitar 30 jam. Ketika obat dikonsumsi setiap 12 jam. Konsentrasi obat dalam plasma meningkat tetapi terkait dengan waktu akan menurun - Pada saat 12 jam stlh konsumsi obat, konsentrasi obat di plasma darah akan sangat rendah sehingga tidak terjadi akumulasi - - Gambar B: durasi pemberian obat 3 jam sekali. Ketika 3 jam pertama, konsentrasi akan menurun dari 4 jd 2. Tetapi, pada saat konsentrasi pada plasma darah 2, maka diberi obat lagi sehingga di plasma darah akan mengalami peningkatan. Dari konsumsi pertama msh ada 2, kemudian diberi 2 lagi. 3 jam kemudian akan menurun trs diberi obat lagi jadi akan meningkat lagi. Akan meningkatkan akumulasi ketika durasi pemberian tidak memperhatikan halflife 11. Simulasi penumpukan senyawa Cd di dalam ginjal pada pekerja di industry logam. Para pekerja mulai bekerja pada usia 20 kemudian akan pensiun ketika usia mencapai 60. Ketika diukur Cd dalam ginjal, pada saat umur 0-20 tidak ada peningkatan kandungan Cd. Tetapi, ketika di usia 20 dan bekerja di industry logam, maka kandungan Cd meningkat hingga mencapai kadar 20 mikrogram/gram (pada kadar ini sudah menyebabkan kerusakan ginjal). Pencapaian kadar 20 mikrogram/gram terjadi pada usia 42 thn. Mengapa stlh usia 60 th terjadi penurunan Cd? Krn setelah pensiun tidak ada paparan yang lebih lagi sehingga akumulasi di dalam tubuh dikeluarkan sedikit demi sedikit shg scr total kandungan Cd di dalam hati mengalami penurunan. 12. Mekanisme yang terjadi ditubuh untuk menurunkan toksisitas dari senyawa kimia yang sudah masuk: - Menghilangkan senyawa kimia dari dalam tubuh melalui proses ekskresi yang disebut dengan aktif eksresi. o Dikeluarkan melalui urin, feses, atau keringat - Mengkonversi senyawa beracun menjadi bentuk yang tingkat toksisitasnya lebih rendah yang disebut dengan mekanisme biotransformasi. - Disimpan dalam kondisi yang innert (tidak mudah bereaksi) o Untuk senyawa logam, ditimbun di dalam tulang dalam bentuk granula o Ketika ada di granula dan tulang, senyawa ini tidak mudah bereaksi meskipun berpengaruh terhadap kekuatan tulang. - Pada kasus senyawa TB, akan bs masuk ke dalam tulang dan merubah warna tulang menjadi kehitaman dengan tingkat kekerasan yang lebih rendah - Penyimpanan senyawa kimia dalam bentuk innert juga bs terjadi pada senyawa organik yang larut lemak dan disimpan dalam jaringan tubuh yang mengandung banyak lemak 13. Biotransformasi: menjadikan senyawa yang semula tidak larut dalam air berubah menjadi senyawa turunannya yang bersifat lebih larut dalam air. Apabila suatu senyawa larut dalam air, maka senyawa tersebut akan bisa dikeluarkan melalui urin ataupun keringat. - Senyawa benzene: bersifat nonpolar (tidak larut air). Proses transformasi senyawa benzene di dalam tubuh mengikuti 2 fase: o Benzene berubah jd fenol dengan mengikat H dan O - o Setelah terbentuk fenol, akan berubah menjadi fenilsulfat yang sifatnya polar Biotransformation merubah senyawa toksik yang bersifat nonpolar menjadi senyawa turunannya yang bersifat polar agar bs larut air dan diekskresi tubuh 14. Reaksi transformasi senyawa toksik yang nonpolar atau lipofilik terjadi dalam 3 tahap: - Tahap 1: bioactivation atau bioinactivation (melalui reaksi oksidasi, hidrolisis): apabila reaksi sudah bisa dikeluarkan, maka akan langsung masuk ke tahap 3: ekskresi. - Apabila senyawa hasil reaksi tahap 1 belum dapat dikeluarkan dari tubuh, maka masuk ke tahap 2 yang disebut konjugasi. - Setelah proses konjugasi, senyawa bersifat lebih polar dan bisa masuk ke tahap 3: di ekskresikan ke saluran pembuangan karna bisa dilarutkan dalam air. 15. 3 tahap biotransformasi senyawa beracun di tubuh: - Bioaktivasi: proses oksidasi dengan bantuan enzim sitokrom P450 - Konjugasi: reaksi senyawa beracun dengan senyawa glutation dengan bantuan enzim glutation S transferase - Ekskresi 16. Tahapan yang paling penting dari ketiga tahap diatas adalah tahap 1: bioaktivasi karena butuh enzim sitokrom P450. Enzim ini membantu proses oksidasi reduksi agar senyawa yang bersifat nonpolar bisa berubah jadi lebih polar. - Enzim sitokrom P450 berada di reticulum endoplasma halus - Enzim ini membantu terjadinya reaksi dengan bekerja sama dengan enzim lain sehingga bs disebut sebagai mixed function oksidase - Enzim ini berperan untuk mengubah senyawa beracun yang nonpolar menjadi lebih polar. Jika bersifat lebih polar, maka bisa larut air dan bisa di ekskresikan 17. Ketika hasil proses dari tahap 1 belum dapat menghasilkan senyawa yang bersifat hidrofil, maka senyawa ini belum siap di ekskresikan sehingga harus direaksikan kembali melalui proses konjugasi (binding). Dalam proses konjugasi ini, dibutuhkan enzim lain seperti misalnya pada senyawa sulfat, dibutuhkan enzim sulfotransferase. Pada senyawa glutation, maka dibutuhkan enzim GST. 18. Contoh reaksi fase konjugasi: Konjugasi pada Glutation - Senyawa triophene yang bersifat nonpolar mengalami fase 1 bioaktivasi dengan bantuan enzim sitokrom P450 - Dari tahap 1 dihasilkan senyawa epoksida yang belum larut dalam air sehingga membutuhkan tahap 2 - Tahap 2 dibutuhkan enzim GST sehingga dihasilkan suatu bentuk konjugat yang bisa berikatan dengan protein yang memiliki gugus SH misalnya pada sistein - Ketika sudah terbentuk konjugat antara sistein dengan senyawa epoksida, maka senyawa konjugat bisa di ekskresikan 19. Proses biotransformasi biasanya terjadi di dalam liver: - Tahap 1 dan tahap 2 biasanya terjadi di dalam liver - Tahap 3 terjadi di dalam ginjal 20. Efek negative proses biotransformasi: - Pada fase 1, bisa saja menghasilkan produk yang lebih reaktif - Bisa aja hasil reaksi dari fase 1 sebelum masuk ke tahap 2 akan bereaksi dengan makromolekul dan DNA sehingga menghasilkan mutagenesis - Senyawa hasil biotransformasi bisa aja bersifat karsinogenik atau precursor untuk senyawa karsinogen - Contoh kasus: pada benzo(a)pyrene 21. Hasil proses biotransformasi dari senyawa benzo(a)pyrene. Metabolit yang dihasilkan dari benzopirin akibat reaksi dengan enzim sitokrom P450, bisa menghasilkan senyawa yang berbeda seperti fenol, kuinons, atau diol epoksida 22. Proses biotransformasi dari senyawa malathion (insektisida yang efektif untuk membinasakan kelompok serangga atau bisa mematikan kelompok rodentia = binatang pengerat). - Apabila terjadi reaksi oksidasi di dalam tubuh insect maupun rodentia, maka terbentuk senyawa yang akhirnya bisa menjadikan insect atau rodentia mati. - Apabila senyawa malation mengalami proses hidrolisis, maka insect dan rodentia tidak mati karena senyawa yang dihasilkan berbeda. 23. Kesimpulan: - Kinetika uptake dan eliminasi menentukan kecepatan akumulasi dan menentukan konsentrasi senyawa beracun yang ada di dalam organ atau darah - Pengetahuan tentang kinetika uptake dan eliminasi sangat penting dikaitkan dengan pemberian dosis obat tertentu krn obat pada prinsipnya juga merupakan senyawa beracun - Biotransformasi penting untuk menghilangkan senyawa beracun dalam tubuh sehingga bisa diekskresikan - Proses biotransformasi terjadi dalam 3 tahap yaitu bioaktivasi, konjugasi, dan ekskresi - Pada tahap aktivasi, hasil proses justru kadang lebih toksik dibanding senyawa utamanya dan ada juga yang bersifat karsinogenik atau mutagenic.