Uploaded by User62876

pdfslide.tips referat-ca-parotis

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker kepala dan leher (HNC) termasuk dalam lima besar kasus kanker di
dunia dengan perkiraan kejadian tahunan 500.000 kasus baru. Setiap tahun, 40.500
orang amerika (2.8% dari seluruh kanker di United States) dan 76.000 orang eropa
di diagnosa dengan kanker kepala leher (HNC). 90 persen dari kanker kepala leher
(HNC) secara histologis adalah squamous cell carcinoma (SCC).
1
Secara anatomi yang termasuk kanker kepala dan leher dimulai dari basis
cranii dan meluas sampai clavicula dan meliputi basis cranii,tulang temporal (saluran
pendengaran external,tengah dan dalam telinga), sinus paranasal, nasopharynx,
oropharynx (palatum durum, struktur tonsil, dasar dari lidah, dinding oropharyngeal),
larynx, hypopharynx (sinus pyriformis, postcricoid, dinding posterior pharynx),
rongga mulut (bibir, mucosa buccalis, alveolar ridges, dasar dari mulut, lidah,
trigonum retromolar),kelenjar liur major dan minor, kulit dan leher.
2
Kanker kelenjar ludah terjadi sekitar 3% dari seluruh kanker kepala dan leher
yg di diagnosa di U.S setiap tahun. Konsumsi tembakau dan alkohol bukan faktor
resiko yang dipertimbangkan, kecuali mungkin pada wanita. Radiasi pengionan dan
paparan pada pekerjaan tertentu (karet dan industri otomotif, kayu dan pekerja
pertanian atau perkebunan) telah dikaitkan dengan perkembangan
dari kanker
kelenjar ludah.3
Di dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar ludah , yaitu kelenjar parotis,
kelennjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar Parotis merupakan
kelenjar liur utama yang terbesar. Sebagian besar dari kanker kelenjar ludah timbul
dari kelenjar parotis.8
Sebagian besar tumor kelenjar ludah adalah jinak dan gambaran histologi
secara umum adalah pleomorphic adenoma. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan
yang lambat dan sedikit gejala, dan paling sering terlihat dalam kelenjar parotis.
Presentasi yang paling umum dari tumor jinak kelenjar ludah adalah pembengkakan
bibir yang asimptomatis, parotis, kelenjar submandibular, atau kelenjar sublingual.
1
Sakit terus-menerus dan terjadi keterlibatan saraf (mukosa atau lidah mati rasa,
kelemahan saraf fasialis) menunjukkan penyakit yang ganas.3
2
BAB II
KELENJAR PAROTIS
2.1
Anatomi Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur yang terbesar dan berjumlah dua buah.
Masing - masing beratnya rata-rata 25 gram dan bentuknya irregular, berlobus,
berwarna antara hijau dan kuning terletak dibawah meatus akustikus eksternus
diantara mandibula dan otot sternokleidomastoideus.
4
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis bentuknya bervariasi , jika dilihat dari lateral 50% bebentuk
segitiga, 30% bagian atas dan bawahnya membulat. Biasanya kelenjar parotis
berbentuk seperti piramida terbalik dengan permukaan-permukaannya sebagai
berikut
:
permukaan
superior
yang
kecil,
superfisial,
anteromedial,
dan
posteromedial. Bentuk konkav pada permukaan superior berhubungan dengan
3
bagian tulang rawan dari meatus akustik eksternus dan bagian posterior dari sendi
temporomandibular. Disini saraf auriculotemporal mempersarafi kelenjar parotis.
Permukaan superficialnya ditutupi oleh kulit dan fascia superficial yang mengandung
cabang fasial dari saraf aurikuler, nodus limfatikus parotis superficial, dan batas
bawah dari plastima.4
Bagian anterior kelenjar berbatasan dengan tepi posterior ramus mandibula dan
sedikit melapisi tepi posterior muskulus masseter. Bagian posterior kelenjar
dikelilingi
oleh
telinga,
prosesus
mastoid,
dan
tepi
anterior
muskulus
sternokleidomastoideus. Bagian dalam yang merupakan lobus medial meluas ke
rongga parafaring, dibatasi oleh prosesus stiloideus dan ligamentum stilomandibular,
muskulus digastricus, serta selubung karotis. Dibagian anterior lobus ini terletak
bersebelahan dengan bagian medial ptetygoideus. Bagian lateral hanya ditutupi oleh
kulit dan jaringan lemak subkutaneus. Jaringan ikat dan jaringan lemak dari fascia
leher dalam membungkus kelenjar ini. Kelenjar parotis berhubungan erat dengan
struktur penting di sekitarnya yaitu vena jugularis interna beserta cabangnya,arteri
karotis eksterna beserta cabangnya, kelenjar limfa, cabang auriculotemporalis dari
nervus trigeminus dan nervus fasialis.4
Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Parotis
4
Vaskularisasi kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna dan cabangcabang di dekat kelenjar parotis. Darah vena mengalir ke vena jugularis eksterna
melalui vena yang keluar dari kelenjar parotis.4
Nodul kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada di atas kelenjar parotis
(kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri. Ada 10
kelenjar limfatik yang terdapat pada kelenjar parotis, sebagian besar ditemukan
pada bagian superfisial dari kelenjar di atas bidang yang berhubungan dengan saraf
fasialis. Kelenjar limfe yang berasal dari kelenjar parotis mengalirkan isinya ke nodus
limfatikus servikal atas.4
Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionic yang berjalan pada cabang
petrosus dari saraf glossopharyngeus dan bersinaps pada ganglion otik. Serabut
post ganglion mencapai kelenjar melalui saraf auriculotemporal.
Kelenjar parotis memiliki saluran untuk mengeluarkann sekresinya yang
dinamakan Stensen’s duct yang akan bermuara dimukosa mulut dekat gigi molar
ke2 dan lokasinya biasanya ditandai oleh papila kecil.4
2.2 Fisiologis Kelenjar Parotis
Karakteristik dari Saliva.
Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan
sublingualis. Selain itu, juga ada beberapa kelenjar bukalis yang sangat kecil.
Sekresi saliva normal harian sekitar 800 sampai 1500 mililiter,seperti yang
ditunjukkan dengan nilai rata-rata 1000 mililiter pada tabel 64-1.5
Table 64-1. Daily Secretion of Intestinal Juices
Daily Volume (ml) pH
Saliva
1000 6.0-7.0
Gastric secretion
1500 1.0-3.5
Pancreatic secretion
1000 8.0-8.3
5
Bile
1000 7.8
Small intestine secretion
1800 7.5-8.0
Brunner's gland secretion
200 8.0-8.9
Large intestinal secretion
200 7.5-8.0
Total
6700
Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama: (1) sekresi serosa
yang mengandung ptialin (suatu alfa amilase), yang merupakan enzim untuk
mencernakan karbohidrat, dan (2) sekresi mukus yang mengandung musin untuk
tujuan pelumasan dan perlindungan permukaan.5
Kelenjar parotis hampir seluruhnya menyekresi tipe serosa, sementara kelenjar
submandibularis dan sublingualis menyekresi mukus dan serosa. Kelenjar bukalis
hanya menyekresi mukus. Saliva mempunyai pH antara 6,0 dan 7,0 suatu kisaran
yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dari ptialin. 5
Sekresi Ion pada Saliva.
Saliva terutama mengandung sejumlah besar ion kalium dan ion bikarbonat.
Sebaliknya, konsentrasi ion natrium dan klorida umumnya lebih rendah pada saliva
dari pada di dalam plasma. Kita dapat memahami konsentrasi khusus ion-ion di
dalam saliva dari deskripsi berikut ini mengenai mekanisme sekresi dari saliva. 5
Sekresi saliva terjadi melalui dua tahap: tahap pertama melibatkan asinus, dan
yang kedua, duktus salivarius. Sel asinus menyekresi sekresi primer yang
mengandung ptialin dan atau musin dalam larutan ion dengan konsentrasi yang
tidak jauh berbeda dari yang disekresikan dalam cairan ekstrasel biasa. Sewaktu
sekresi primer mengalir melalui duktus, terjadi dua proses transpor aktif utama yang
memodifikasi komposisi ion pada cairan saliva secara nyata.5
Pertama, ion-ion natrium secara aktif direabsorbsi dari semua duktus salivarius, dan
ion-ion kalium disekresi secara aktif sebagai pengganti natrium. Oleh karna itu
konsentrasi ion natrium dari saliva sangat berkurang,sedangkan konsentrasi ion
6
kalium meningkat. Akan tetapi, ada kelebihan reabsorpsi ion natrium yang melebihi
sekresi ion kalium, dan ini membuat kenegatifan listrik sekitar 70 milivolt di dalam
duktus salivarius, dan keadaan ini kemudian menyebabkan ion klorida direabsorpsi
secara pasif. Karena itu, konsentrasi ion klorida pada cairan saliva turun sekali,
serupa dengan penurunan konsentrasi ion natrium pada duktus.5
Kedua, ion-ion bikarbonat disekresi oleh epitel duktus kedalam lumen duktus. Hal ini
sedikitnya sebagian disebabkan oleh pertukaran pasif ion bikarbonat dengan ion
klorida, tetapi mungkin juga sebagian hasil dari proses sekresi aktif.
Hasil akhir dari proses transpor ini adalah bahwa pada kondisi istirahat,
konsentrasi masing-masing ion natrium dan klorida dalam saliva hanya sekitar 15
mEq/L, sekitar sepertujuh sampai sepersepuluh konsentrasinya dalam plasma.
Sebaliknya, konsentrasi ion kalium adalah sekitar 30 mEq/L, tujuh kali lebih besar
dari konsentrasinya dalam plasma; dan konsentrasi ion bikarbonat adalah 50 sampai
70 mEq/L, sekitar dua sampai tiga kali lebih besar dari konsentrasinya dalam
plasma.5
Selama salivasi maksimal, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena
kecepatan pembentukan sekresi primer oleh sel asini dapat meningkat sebesar 20
kali lipat. Sekresi asinar ini kemudian akan mengalir melalui duktus begitu cepatnya
sehingga pembaruan sekresi duktus diperkirakan menurun. Oleh karena itu, bila
saliva sedang disekresi dalam jumlah sangat banyak, konsentrasi natrium klorida
akan meningakat hanya sekitar setengah sampai dua pertiga konsentrasi dalam
plasma, dan konsentrasi kalium meningkat hanya empat kali konsentrasi dalam
plasma.5
Fungsi Saliva untuk Kebersihan Mulut.
Pada kondisi basal saat seseorang terjaga, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir
seluruhnya dari tipe mukus, disekresikan setiap menit; tetapi selama tidur, sekresi
menjadi sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting untuk mempertahankan
kesehatan jaringan rongga mulut. Rongga mulut berisi bakteri patogen yang dengan
7
mudah dapat merusak jaringan dan juga menimbulkan karies gigi. Saliva membantu
mencegah proses kerusakan melalui beberapa cara.5
Pertama, aliran saliva sendiri membantu membuang bakteri patogen juga
partikel-partikel makanan yang memberi dukungan metabolik bagi bakteri.
Kedua, saliva mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri. Salah
satunya adalah ion tiosianat dan yang lainnya adalah beberapa enzim proteolitik
terutama, lisozim yang (a) menyerang bakteri, (b) membantu ion tiosianat memasuki
bakteri,tempat ion ini kemudian menjadi bakterisid, dan (c) mencerna partikelpartikel makanan, jadi membantu menghilangkan pendukung metabolisme bakteri
lebih lanjut.5
Ketiga
, saliva sering mengandung sejumlah besar antibodi protein yang
dapat menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk beberapa yang menyebabkan
karies gigi. Pada keadaan tidak ada saliva, jaringan rongga mulut sering mengalami
ulserasi dan sebaliknya menjadi terinfeksi, dan karies gigi dapat meluas. 5
Pengaturan Sekresi Saliva oleh Saraf.
Kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal saraf parasimpatis sepanjang jalan
dari nukleus salivatorius superior dan inferior pada batang otak.5
Nukleus salivatorius terletak kira-kira pada pertemuan antara medula dan pons dan
akan tereksitasi oleh rangsangan taktil dan pengecapan dari lidah dan daerahdaerah rongga mulut dan faring lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan,
terutama rasa asam (disebabkan oleh asam), merangsang sekresi saliva dalam
jumlah sangat banyak, seringkali 8 sampai 20 kali kecepatan sekresi basal. Juga,
rangsangan taktil tertentu, seperti adanya benda halus dalam rongga mulut
(misalnya suatu batu krikil), menyebabkan salivasi yang nyata, sedangkan benda
yang kasar kurang menyebabkan salivasi dan kadang bahkan menghambat
salivasi.5
Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh sinyal-sinyal saraf yang tiba
pada nukleus salivatorius dari pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi.
8
Sebagai contoh, bila seseorang mencium atau makan makanan yang disukainya,
pengeluaran saliva lebih banyak dari pada bila dia mencium atau memakan yang
tidak disukainya. Daerah nafsu makan pada otak, yang mengatur sebagian efek ini,
terletak di dekat pusat parasimpatis hipothalamus anterior, dan berfungsi terutama
sebagai respons terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman dari
korteks serebral atau amigdala.5
Salivasi juga dapat terjadi sebagai respon terhadap refleks yang berasal dari
lambung dan usus halus bagian atas, khususnya saat menelan makanan yang
sangat mengiritasi atau bila seseorang mual karena adanya beberapa kelainan
gastrointestinal. Saliva, ketika ditelan, akan membantu menghilangkan faktor iritan
pada traktus gastrointestinal dengan cara mengencerkan atau menetralkan zat iritan.
Perangsangan simpatis juga dapat meningkatkan salivasi dalam jumlah sedikit,
lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis. Saraf-saraf simpatis berasal dari
ganglia servikalis superior dan berjalan sepanjang permukaan dinding pembuluh
darah ke kelenjar-kelenjar saliva.
Faktor sekunder yang juga mempengaruhi sekresi saliva adalah suplai darah ke
kelenjar karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi yang adekuat dari darah. Sinyalsinyal saraf parasimpatis yang sangat merangsang salivasi, dalam derajat sedang
juga melebarkan pembuluh-pembuluh darah. Selain itu, salivasi sendiri secara
langsung
melebarkan
pembuluh-pembuluh
darah,
sehingga
menyediakan
peningkatan nutrisi kelenjar saliva seperti yang juga dibutuhkan sel penyekresi.
Sebagian dari tambahan efek vasodilator ini disebabkan oleh kalikrein yang
disekresikan oleh sel-sel saliva yang aktif, yang kemudian bekerja sebagai suatu
enzim untuk memisahkan satu protein darah, yaitu alfa2-globulin, untuk membentuk
bradikinin, suatu vasodilator yang kuat.5
9
BAB III
TUMOR PAROTIS
3.1 Definisi
Tumor didefinisikan sebagai massa jaringan abnormal dengan pertumbuhan
berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal dan tetap
tumbuh secara berlebihan setelah stimulus yang menimbulkan perubahan tersebut
berhenti. Kelenjar parotid merupakan kelenjar air ludah terbesar dan terletak pada
anteroinferior dari telinga.1
3.2 Epidemiologi
Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya kurang dari 3% dari
seluruh keganasan pada kepala dan leher. Sekitar 67,7% - 84% neoplasma terdapat
di kelenjar parotis, 10% - 23% pada kelenjar submandibula dan sisanya pada kelejar
sublingual dan kelenjar ludah minor. 95% kasus terjadi pada dewasa dan jarang
terjadi pada anak – anak.
Sekitar 75% dari neoplasma adalah jinak dan pleomorfik adenoma merupakan
tipe histologis yang umum. Semakin kecil kelenjar, semakin besar kemungkinan
neoplasma tersebut menjadi ganas. Pada kelenjar parotis, neoplasma yang paling
sering terjadi adalah pleomorfik adenoma (53,3%) , diikuti oleh Warthin’s Tumor
(28,3%) , kemudian mucoepidermoid carcinoma (9%).2
3.3 Etiologi
Etiologi tumor parotis belum diketahui dengan pasti. Konsumsi tembakau dan
alkohol dikatakan memiliki hubungan dengan peningkatan risiko tumor Warthin.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa virus Epstein-Barr dapat menjadi penyebab.
Namun, peran infeksi virus dalam patogenesis tumor parotis masih belum jelas. 3
3.4 Faktor Resiko
Neoplasma kelenjar ludah adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal
dari epitel kelenjar ludah, baik kelenjar ludah mayor ataupun minor. Secara umum
tumor kelenjar ludah relatif jarang. Paparan radiasi merupakan faktor resiko untuk
terjadinya tumor kelenjar ludah khususnya karsinoma epidermoid. Tumor Warthin
10
mempunyai hubungan kuat dengan faktor merokok walaupun tumor jinak ini lebih
sering pada pria ternyata insidennya meningkat pada wanita yang merokok. Faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya tumor kelenjar ludah adalah infeksi human
papilomavirus (HPV) dan Epstein-Barr virus (EBV), pekerjaan, nutrisi, genetik dan
faktor lingkungan.2
3.5 Klasifikasi
Menurut Batsakis, tumor pada kelenjar saliva diklasifikasikan berdasarkan
data histopatologi. Berikut tabel klasifikasi tumor kelenjar saliva menurut Batsakis.6
Tipe tumor
Variasi
Benign
1. Adenoma Pleomorfik (Mixed Tumor)
2. Tumor Warthin’s (Papillary cystadenoma lymphomatosum)
3. Oncocytoma
4. Monomorphic Tumor
- Basal cell adenoma
- Glycogen rich adenoma
- Clear cell adenoma
- Membranous adenoma
- Myoepitkelioma
5. Tumor Sebaceous
- Adenoma
- Lymphadenoma
6. Papillary Ductal adenoma
7. Benign lymphoepithelial lesion
Malignant
1. Carcinoma ex adenoma pleomorfik
2. Malignant mixed tumor
3. Mucoepidermoid carcinom
4. Adenoid cystic carcinoma
5. Acinous cell (acinic) carcinoma
6. Adenocarcinoma
7. Oncocytic carcinoma
11
8. Clear Cell carcinoma
9. Primary squamous cell carcinoma
10. Undiff carcinoma
11. Epithelial-myoepithelial carcinoma of intercalated ducts
12. Miscellaneous
13. Metastase
14. Unclassified
Tabel Klasifikasi TNM dari tumor kelenjar saliva.7
T - Tumor Primer
TX Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer
T1 Tumor berukuran 2 cm atau kurang dalam dimensi terbaik tanpa ekstensi
extraparenchymal
T2 Tumor berukuran 2 cm sampai 4 cm dalam dimensi terbaik tanpa ekstensi
extraparenchymal
T3 Tumor berukuran lebih dari 4 cm dalam dimensi terbaik dengan ekstensi
extraparenchymal.
T4a Tumor menginvasi kulit, mandibula, kanalis telinga , atau nervus fasialis.
T4b Tumor menginvasi basis cranii, palatum pterygoideus, atau sampai arteri
carotis.
Note: *Extraparenchymal extension adalah eviden klinis atau makroskopis dari
invasi dari jaringan lunak atau saraf, kecuali yang terdaftar di bawah T4a dan 4b.
Bukti mikroskopik saja tidak dapat digunakan untuk tujuan klasifikasi
N – Regional lymph nodes
NX Regional lymph nodes tidak dapat ditentukan
N0 Tidak ada metastase kelenjar lymph node lokal
12
N1 Metastasis tunggal pada ipsilateral lymph node, dengan ukuran 3cm atau
kurang.
N2 diklasifikasikan lebih spesifik seperti di bawah
N2a Metastasis tunggal pada lymph node ipsilateral, berukuran 3cm – 6 cm.
N2b Metastasis ganda pada lymph node ipsilateral dengan ukuran tidak lebih
dari 6 cm
N2c Metastasis pada bilateral atau kontralateral lymph node, dengan ukuran
tidak lebih dari 6 cm.
N3 Metastasis pada lymph node dengan ukuran lebih dari 6 cm.
M – Metastase jauh
MX Metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis
Stadium pada tumor kelenjar parotis
Stage I
T1
N0
M0
Stage II
T2
N0
M0
Stage III
T3
N0
M0
T1, T2, T3
N1
M0
T1, T2, T3
N2
M0
T4a
N0, N1, N2
M0
T4b
Any N
M0
Any T
N3
M0
Stage IV A
Stage IV B
13
Stage IVC
Any T
Any N
M1
Gambar 3.1 Microanatomi kelenjar parotis
3.6 Manifestasi Klinis

Benjolan massa pada rahang atau dalam leher atau rongga mulut.

Pada perabaan didapatkan massa kenyal padat, permukaan licin, kadang
berbenjol – benjol.

Tidak terlekat pada kulit dan dasar

Rasa tebal di wajah

Kelemahan otot wajah

Nyeri menetap pada area kelenjar ludah (tanda invasi perineural)

Sukar menelan

Sukar membuka mulut dengan luas

Pembesaran KGB lokal (tanda metastasis)

Nyeri telinga
14
Kebanyakan tumor parotis muncul sebagai massa asimtomatis pada bagian
superfisial dari kelenjar. Kemunculannya telah diperhatikan oleh pasien selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Keterlibatan saraf wajah berkorelasi kuat
dengan keganasan. Tumor dapat meluas ke dalam sampai ke permukaan saraf
fasial atau dapat berasal dari ruang parafaringeal. Dalam beberapa kasus, deviasi
medial dari palatum mole terlihat pada pemeriksaan intraoral.2
Perbedaan antara tumor parotis jinak dan ganas biasanya mustahil. Kurang dari
sepertiga dari lesi ganas mempertunjukkan tanda – tanda keganasan yaitu nyeri,
kelumpuhan saraf fasial, ulcerasi kulit dan limpadenopati cervikal. Massa
pertumbuhan pada tumor jinak dan ganas umumnya lama.2
3.7 Diagnosis
- Anamnesa
Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai radiasi terdahulu pada daerah kepalaleher, operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar ludah dan penyakit tertentu yang
dapat menimbulkan pembengkakakn kelenjar ini (diabetes, sirosis hepatis,
alkoholisme). Juga obat-obatan seperti opiat, antihipertensi, derivat fenotiazin,
diazepam, dan klordiazepoksid dapat menyebabkan pembengkakan , karena obatobat ini menurunkan fungsi kelenjar ludah.2
- Pemeriksaan fisik
Dengan inspeksi dalam keadaan istirahat dan pada gerakan dapat ditentukan
apakah ada pembengkakan abnormal dan dimana, bagaimana keadaan kuit dan
selaput lendir di atasnya dan bagaimana keadaan fungsi nervus fasialis. Kadangkadang pada inspeksi sudah jelas adanya fiksasi ke jaringan sekitarnya, dan
langsung tampak adanya trismus. Penderita juga harus diperiksa dari belakang,
untuk dapat melihat asimetrisitas yang mungkin lolos dari perhatian kita. 2
Palpasi yang dilakukan dengan teliti dapat mengarah ke penilaian lokalisasi
tumor dengan tepat, ukuran , bentuknya, konsistensi, dan hubungan dengan
sekelilingnya. Jika mungkin palpasi harus dilakukan bimanual. Palpasi secara
sistematis dari leher untuk limfadenopati dan tumor Warthin juga harus dilakukan. 2
- Pemeriksaan Tambahan
15
Pemeriksaan sitologik (Biopsi jarum kecil / FNAB) sangat penting dalam
diagnostik pembengkakan yang dicurigai tumor kelenjar ludah. Dengan metode ini
pada umumnya dapat dicapai diagnosis kerja sementara. Dan pada mayoritas tumor
klinis dan sitologik benigna, tidak diperlukan lagi pemeriksaan tambahan dengan
pencitraan.2
Foto rontgen kepala dan leher dapat menunjukan ada atau tidak ada
gangguan tulang , atau mungkin penting juga untuk diagnostic diferensial (batu
kelenjar ludah; kelenjar limfe yang mengalami kalsifikasi). Foto thoraks diperlukan
untuk menemukan kemungkinan metastasis hematogen. Dengan ekografi atau CT,
atau MRI dapat diperoleh gambaran mengenai sifat pembatasan dan hubungan
ruang tumornya: ukuran, lokalisasi, letaknya di dalam atau di luar kelenjar limfe.
Adenoma pleomorf dapat dibedakan dari tumor kelenjar ludah yang lain dengan
MRI. Metode ini tidak dapat membedakan antara tumor benigna dan maligna.
Pemeriksaan
dengan
rontgen
kontras
glandula
parotidea
dan
glandula
submandibularis (sialografi) diperlukan untuk pemeriksaan lebih lanjut inflamasi
(kronik) atau kalsifikasi dan dapat menyerupai arti untuk diagnosis diferensial.2
 Pemeriksaan radiologis
o Foto polos
Foto polos sekarang jarang digunakan untuk mengevaluasi kelenjar saliva
mayor. Foto polos paling baik untuk mendeteksi adanya radioopaque pada
sialolithiasis, kalsifikasi, dan penyakit gigi. Foto mandibula AP/Eisler
dikerjakan bila tumor melekat pada tulang. Sialografi dibuat bila ada
diagnosa banding kista parotis/submandibula. Foto toraks terkadang
dilakukan untuk mencari metastase jauh. Meskipun foto polos dapat
diperoleh secara cepat dan relatif murah, namun memiliki keterbatasan
nilai klinis karena hanya dapat mengidentifikasi kalsifikasi gigi. Sialolit atau
kalsifikasi soft tissue lebih mudah diidentifikasi menggunakan USG atau
CT-scan.7
o USG
USG pada pemeriksaan penunjang berguna untuk evaluasi kelainan
vaskuler dan pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah, termasuk
16
kelenjar saliva dan kelenjar limfe. Cara ini ideal untuk membedakan
massa yang padat dan kistik. Kerugian USG pada kepala dan leher adalah
penggunaanya terbatas hanya pada struktur superfisisal karena tulang
akan mengabsorpsi gelombang suara.6
o CT-Scan
Gambaran CT tumor parotis adalah suatu penampang yang tajam dan
pada dasarnya mengelilingi lesi homogen yang mempunyai suatu
kepadatan yang lebih tinggi dibanding jaringan glandular. Tumor
mempunyai intensitas yang lebih besar ke area terang (intermediate
brightness foci) dengan intensitas signal rendah (daerah gelap/radiolusen)
biasanya menunjukkan area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Kalsifikasi
ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void) pada neoplasma parotis
sebagai tanda diagnosa.12
Pemeriksaan
radiografi
CT
dan
MRI
berguna
untuk
membantu
menegakkan diagnosa pada penderita tumor parotis. Dengan CTI, deteksi
tumor 77% pada bidang aksial dan 90% pada bidang aksial dengan CE
CT.
Pemeriksaan tumor parotis dengan CTI oleh radiolog untuk mengetahui
lokasi dan besar tumor, deteksi lesi, batas tumor, batas lesi, aspek lesi,
kontras antara lesi dengan jaringan sekitarnya, gambaran intensitas dari
lesi, keberhasilan pemakaian medium kontras, aspek lesi setelah injeksi
medium kontras, deteksi kapsulnya dan resorpsi tulang yang terjadi di
sekitar lesi tersebut.12
Deteksi lesi dapat diklasifikasikan menjadi positif atau negatif. Pinggir lesi
dapat diklasifikasikan menjadi kurang jelas atau semuanya jelas. Batas
lesi dapat diklasifikasikan menjadi halus atau berlobus. Aspek lesi dapat
diklasifikasikan menjadi homogen atau tidak homogen. Kontras antara lesi
dengan jaringan sekitarnya dapat diklasifikasikan menjadi tinggi atau
rendah. Gambaran intensitas dari lesi dengan otot disebelah lesi
diklasifikasikan ke dalam empat kelompok: tinggi, intermediate, rendah,
atau gabungan tinggi dengan rendah. Aspek lesi terhadap injeksi medium
17
kontras diklasifikasikan menjadi homogen, tidak homogen, dan perifer.
Deteksi kapsulnya dan resorpsi tulang diklasifikasikan menjadi positif atau
negatif.12
o MRI
Pemeriksaan MRI bisa untuk membantu membedakan massa parotis yang
bersifat benign atau maligna. Pada massa parotis benign, lesi biasanya
memiliki tepi yang halus dengan garis tepi yang kaku. Namun demikian,
pada lesi maligna dengan grade rendah terkadang mempunyai lesi
pseudokapsul dan memiliki gambaran radiografi seperti lesi benign. Lesi
maligna dengan grade tinggi memiliki tepi dengan gambaran infiltrasi.7
o PET
Alat ini menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai fluorine18
atau fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker
dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya,pasien disuntik dengan
glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel - sel kanker di dalam tubuh.
Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan
respon terhadap sel – sel kanker.7
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin seperti darah, urin, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis,
untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.12
 Pemeriksaan Patologis
o FNAB
Pemeriksaan
sitologik
(patologi
anatomi)
sangat
penting
dalam
menentukan diagnosis pembesaran kelenjar parotis yang dicurigai tumor.
Dengan metode ini pada umumnya dapat dicapai diagnosis kerja
sementara dan pada mayoritas tumor jinak, tidak diperlukan lagi
pemeriksaan tambahan dengan pencitraan.2
18
3.8 Tumor kelenjar Ludah BENIGN
3.8.1 Pada Anak-anak
Hemangioma Kelenjar Parotis
Tumor jinak kelenjar ludah yang paling sering pada anak-anak adalah
hemangioma kelenjar parotis. Kulit yang ada di bawah massa berwarna kebiruan
, dan kemungkinan terdapat fluktuasi dalam ukuran dari massa bila anak
menangis. Tumor ini akan menunjukan sedikit demi sedikit peningkatan
ukurannya selama usia empat sampai enam bulan, tetapi akan mulai tampak
resolusinya pada usia dua tahun.8
Gambar 3.2
3.8.2 Pada Dewasa
A. Pleomorphic Adenoma
Merupakan tumor jinak terbanyak pada kasus neoplasma kelenjar parotis
dan juga merupakan neoplasma terbanyak pada kelenjar ludah yang lain. Secara
makroskopis, tumor ini memiliki kapsula fibrosa yang jelas. Pada klinisnya, akan
tampak sebagai pembengkakan tanpa nyeri yang bertahan untuk waktu yang
lama di daerah depan telinga atau daerah kaudal kelenjar parotis. Tumor ini tidak
menimbulkan rasa nyeri atau kelemahan saraf fasialis. Pada kelenjar parotis,
meskipun diklasifikasikan sebagai tumor jinak, dalam ukurannya , tumor dapat
bertambah besar dan menjadi destruktif setempat.6
19
Gambar 3.3 Makroskopis adenoma pleomorfik.
Tumor dapat berkembang pertama kali pada lobus profunda dan meluas ke
daerah retro mandibula. Kadang- kadang adenoma pleomorfik lobus profunda
tampak di dalam mulut. Hal ini dapat kita sadari dengan adanya deviasi palatum
mole dan arkus tonsilaris ke garis tengah oleh masa lateral dari daerah tonsil.
Reseksi bedah total merupakan satu-satunya terapi. Perawatan sebaiknya
dilakukan untuk mencegah cedera pada saraf fasialis dan saraf dilindungi
walaupun jika letaknya sudah berdekatan dengan tumor. Pada keadaan tersebut,
saraf fasialis diretraksi secara lembut sehingga tumor dapat diangkat dari
lokasinya yang dalam ke ruang parafaringeal.Hal ini dapat kita sadari dengan
adanya deviasi palatum mole dan arkus tonsilaris ke garis tengah oleh massa
lateral dari daerah tonsil. Reseksi sebaiknua dilakukan melaui leher daripada
melalui dalam mulut. Ketika mengangkat tumor parotis, seluruh lobus superfisial,
atau bagian kelenjar lateral dari saraf fasialis, diangkat sekaligus untuk keperluan
biopsi , dipotong dengan mempertahankan saraf fasialis. Pemeriksaan patologis
dari pemotongan beku tidak dapat memberikan asal tumor yang sebenarnya dan
operasi radikal mungkin dibutuhkan jika hasil pemotongan permanen sudah
diperoleh. Pelepasan adenoma pleomorfik pada lobus superfisial kelenjar parotis
tidak dianjurkan karena akan menyebabkan kekambuhan yang tinggi. 6
Secara histologi, adenoma pleomorfik berasal dari bagian distal saluran liur,
termasuk saluran intercalated dan asini. Campuran dari epitel, mioepitel dan
bagian stroma diwakilkan dengan namanyya : Benign mixed tumor. Dari ketiga
jenis diatas dapat lebih mendominasi dibandingkan jenis lain namun ketiga jenis
tersebut harus ada untuk mengkonfirmasi diagnosis.6
Pada saat operasi massa tumor tampak berkapsul, tetapi pemeriksaan
patologis menunjukkan perluasan keluar kapsul. Jika seluruh tumor dengan
massa kelenjar parotis yang normal mengelilingi tumor direseksi, insidens
20
kekambuhannya kurang dari 8 persen. Seandainya adenoma pleomorfik kambuh,
terdapat kemungkinan cedera yang besar pada paling sedikit satu dari bagian
saraf fasialis ketika tumor direseksi ulang.6
Meskipun tumor ini dianggap jinak, terdapat kasus kekambuhan yang berkalikali dengan pertumbuhan yang berlebihan dimana tumor meluas dan mengenai
daerah kanalis eksterna dan dapat meluas ke rongga mulut dan ruang
parafaringeal. Tumor yang kambuh dapat mengalami degenerasi maligna, tetapi
insiden ini kurang dari 6 persen. Terapi iradiasi terhadap tumor yang kambuh
berulang kali dan tidak dapat direseksi diberikan pengobatan paliatif.
6
GAMBAR 3.4 GAMBARAN HISTO PA ADENOMA PLEOMORFIK
Diagnosis banding untuk adenoma pleomorfik adalah neoplasma maligna:
karsinoma
kistik
adenoid,
adenokarsinoma
polimorfik
derajad
rendah,
neoplasma adnexa dalam, dan neoplasma mesenkimal. Komplikasi yang jarang
dari adenoma pleomorfik adalah perubahan ke arah ganas yaitu karsinoma expleomorfik adenoma (carcinoma ex-pleomorphic adenoma) atau nama lainnya
tumor campur jinak yang bermetastasis (benign metastazing mixed tumor).
Prognosis
adenoma
pleomorfik
adalah
sempurna
dengan
angka
kesembuhan mencapai 96%. 6
B. Oncocytic Tumour ( Tumor Warthin) Limfomatosum Adenokistoma Papilar
Tumor jinak kelenjar liur lain yang relative sering. Tumor ini paling sering
terjadi pada usia 50-60 tahun dan ada hubungannya dengan faktor resiko
merokok. Tumor ini juga merupakan tumor yang paling sering terjadi bilateral.
Tumor ini dikenali berdasarkan histologinya dengan adanya struktur papil yang
tersusun dari lapisan ganda sel granular eosinofil atau onkosit, perubahan kistik,
dan infiltrasi limfostik yang matang.6
21
GAMBAR 3.5 GAMBARAN HISTO PA TUMOR WARTHIN
Tumor ini berasal dari epitel duktus ektopik. CT-Scan dapat menunjukkan
suatu massa dengan batas jelas pada bagian postero-inferior dari lobus
superficial parotis. Jika pemeriksaan radiosialografi dilakukan maka dapat dilihat
peningkatan
aktivitas
yang
berhubungan
dengan
adanya
onkosit
dan
peningkatan isi dari mitokondrianya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histology.
6
Terapi terdiri dari reseksi bedah dengan melindungi saraf fasialis. Tumor ini
berkapsul dan tidak mungkin kambuh.
C. Monomorphic Adenoma
Tumor ini mirip dengan Adenoma Pleomorfik kecuali ada komponen stroma
mesenchymal. Terjadi paling sering pada komponen epitel. Tumor ini lebih
sering terjadi pada kelenjar ludah minor (bibir atas) dan 12% bilateral. Tumor ini
jarang mengalami perubahan menjadi tumor ganas.6
i. jenis – jenis :
1. Basal Cell Adenoma
2. Canicular Adenoma
3. Myoepithelioma Adenoma
4. Clear Cell Adenoma
5. Membranous Adenoma
6. Glycogen-Rich Adenoma
D. Basal Cell Adenoma
22
Sebuah adenoma monomorfik. Tumor ini terdiri dari seragam sel epitel
basaloid dengan pola monomorphous. Bentuk pola sel tumor mungkin
trabecular, tubular atau padat. Secara histologis, tumor ini dibedakan dari
adenoma pleomorfik oleh ketidak hadiran stroma chondromyxoid dan adanya
pola epitel seragam.6
3.9 Tumor kelenjar ludah MALIGNANT
Tumor ganas kelenjar ludah umumnya terjadi pada kelenjar ludah minor
(50% - 60%) dan kelenjar ludah sublingual (80%-90%) sebaliknya pada kelenjar
parotid (20%-30%) dan submandibular (30%-40%).
2.1 Pada Anak – anak
A. Mucoepidermoid Carcinoma
Tumor ganas parotis pada anak jarang. Tumor paling sering pada anak
adalah karsinoma mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Tumor ini
merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar liur yang diakibatkan oleh
radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40.
Hampir 75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang asimptomatis, 13%
dengan rasa sakit, dan sebagian kecil lainnya dengan paralisis nervus fasialis.
Tumor ini berasal dari sel epitelial interlobar dan intralobar duktus saliva. Tumor
ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40%.
Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat
rendah, menengah, dan tinggi.7
Tumor derajat rendah menyerupai adenoma pleomorfik (berbentuk oval,
batas tegas, dan adanya cairan mukoid). Tumor derajat menengah dan derajat
tinggi ditandai dengan adanya proses infiltratif. Pasien-pasien usia muda
biasanya berderajat rendah.7
Pada keadaan tertentu, bahkan setelah dilakukan reseksi adekuat, jika
terdapat bukti penyakit metastasis, terapi radiasi pasca operasi disarankan.
Perlu dipertimbangkan secara hati-hati untuk memberikan radiasi pada anak
untuk mendapatkan gambaran komplikasi potensial yang akan datang. Pada
keadaan tertentu seperti jika timbul invasif pada saraf atau pembuluh darah, atau
timbulnya penyakit metastsis perlu dilakukan radiasi.7
23
B. Adenokarsinoma
Merupakan keganasan parotis kedua paling sering pada anak-anak. Tumor
ini terdapat pada 4% dari seluruh tumor parotis dan 20% dari tumor saliva minor.
Sebagian besar pasien tanpa gejala (80%), 40% dari tumor ditemukan terfiksasi
pada jaringan di atas atau di bawahnya, 30% pasien berkembang metastasis ke
nodus servikal, 20% menderita paralisis nervus fasialis, dan 15% merasa sakit
pada wajahnya. Tumor ini berasal dari tubulus terminal dan intercalated atau
strained sel duktus.7
Jenis – jenis yang lain adalah jenis keganasan yang tidak berdiferensiasi
yang secara keseluruhan mempunyai angka harapan hidup yang buruk. Kanker
sel asini dan karsinoma adenokistik pada awalnya hampir mempunyai
perjalanan penyakit yang jinak, dengan harapan hidup yang lama, hanya
menunjukan kekambuhan terakhir pada daerah yang pertama kali timbul atau
distal dari daerah tersebut atau metastasis paru. Terapi tetap reseksi adekuat,
total, dan regional.7
3.8.2 Pada Dewasa
A.Adenoid Cystic Carcinoma
Adenoid kistik karsinoma dengan pola keju Swiss. Merupakan tumor ganas
kedua paling umum kelenjar ludah. ACC adalah tumor ganas yang paling umum
ditemukan pada kelenjar ludah submandibula, sublingual, dan minor. 7
Adenoid cystic karsinoma (ADCC) merupakan tipe yang jarang dari kanker
yang dapat ada di banyak situs tubuh yang berbeda. Ini paling sering terjadi di
dareah kepala dan leher, khususnya kelenjar ludah, tetapi juga telah dilaporkan
dalam payudara, kelenjar lacrimalis mata, paru – paru, otak, kelenjar Bartholin,
trakea, dan sinus paranasal. Hal ini kadang – kadang disebut sebagai
adenocyst, cylindroma ganas, adenocystic, adenoidcystic, ACC, ADCC. 7
Ini merupakan 28% dari tumor ganas kelenjar submandibular, sehingga yang
paling umum tunggal ganas kelenjar ludah tumor di wilayah ini. Pasien dapat
bertahan hidup selama bertahun – tahun karena tumor ini memiliki pertumbuhan
yang lambat.7
B.Acinic Cell Tumour
24
Adenokarsinoma sel acini terjadi terutama di kelenjar parotis, juga dikenal
sebagai tumor titik biru. Tumor ini memiliki pola multicystic Klask. Lesi ini
ditandai dengan gambar histomorphologic jinak tetapi oleh perilaku ganas
sesekali. Lesi ini dapat ditangani dengan tindakan eksisi bedah.7
Keterlibatan bilateral terjadi pada 3% pasien, membuat karsinoma sel acini
dengan neoplasma kedua paling umum, setelah tumor Warthin, untuk
menunjukkan presentasi bilateral.7
C. Mucoepidermoid Carcinoma
Mucoepidermoid carcinoma adalah jenis tumor ganas kelenjar ludah yang
paling sering terjadi. Walaupun lebih sering terjadi pada kelenjar parotis, mereka
juga ditemui dengan frekuensi tinggi pada kelenjar ludah minor. Tumor ini,
sesuai dengan namanya, terbentuk dari campuran squamous sel (komponen
epidermoid) dan sel penyekresi mucus ( komponen mukoid). Sel tipe tiga yang
ditemukan dalam luka ini adalah sel intermediet.7
Mucoepidermoid carcinoma bervariasi dalam ukuran dan tidak punya kapsul
yang berbatas tegas. Secara mikroskopis, tumor ini memperlihatkan tekanan
atau garis infiltratif. Tampilan yang bervariasi mulai dari putih sampai abu-abu
dan sering kali mengandung kista mucin yg berukuran kecil hingga mikroskopis.
Secara mikroskopis terbentuk dari pita-pita, sarang dan lapisan-lapisan dengan
variasi sejumlah sel squamous,mukus, dan sel intermediet. Tumor ini dapat
bervariasi
aggressive,
secara
poorly
histologi
mulai
differentiated.
dari
well-differentiated
Berbagai
skema
sampai
highly
penilaian
untuk
memperhitungkan perbedaan – perbedaan pada cluster tumor menjadi kategori
kelas rendah, menengah, dan tinggi berdasarkan jumlah sel mucinous,
sekumpulan sel squamous padat, tingkat mitosis, nekrosis dan pleomorphism.
Stadium tumor ini juga berhubungan dengan prognosis.7
Low grade tumor jarang metastasis, sering terjadi infiltrasi lokal, dan
berulang dalam 10% -15% kasus, dan karena itu memiliki tingkat kelangsungan
hidup 5 tahun yang sangat baik lebih dari 90%. Sebaliknya, high-grade tumor
sangat infiltratif, berulang dalam 30% - 40% kasus, dan telah menyebar dalam
25
30% - 40% kasus di presentasi, menghasilkan tingkat kelangsungan hidup 5
tahun hanya 50%. 7
3. Metastasis ke Kelenjar Saliva
Kurang dari 10% dari gangguan kelenjar ludah ganas adalah metastasis dari
situs lain. Kebanyakan limfatik metastasis ke kelenjar parotis dari kanker kulit,
telinga, kulit kepala atau wajah. Ini merata dibagi antara SCC dan melanoma,
kemungkinan metastasis tergantung pada stadium / kedalaman lesi primer.
Metastasis hematogen ke kelenjar ludah jarang, tetapi telah dilaporkan dari paru
– paru, payudara, ginjal, dan kanker tiroid. Perpanjangan bersebelahan
gangguan ganas kulit, serta orang – orang dari sarkoma yang timbul dari
jaringan lunak wajah, merupakan mekanisme untuk keterlibatan ganas sekunder
dari kelenjar ludah.6
3.10 Diagnosis Banding

Non Neoplastic
- Infeksius
- Non-infeksius
Infeksius

Acute Sialodenitis

Chronic Recurrent Sialodenitis

Abses kelenjar parotis

Viral parotitis atau Mumps

Actinomycosis
Non- Infeksius

Sialolithiasis

Sjögern’s Syndrom 9
3.11 Penatalaksanaan
Secara umum, terapi untuk keganasan kelenjar parotid adalah tindakan bedah
reseksi komplit, disertai dengan terapi radiasi bila diindikasikan. Eksisi konservatif
26
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kekambuhan lokal. Batas reseksi dibuat
berdasarkan histologi tumor, ukuran, serta lokasi tumor, invasi dari jaringan atau
struktur lokal, dan status nodal basins regional.2
Sebagian besar tumor parotid (diperkirakan hingga 90%) berasal dari lobus
superfisial. Lobektomi parotid superfisial adalah operasi minimum yang dilakukan
dalam situasi ini. Prosedur ini dapat dilakukan pada keganasan yang terbatas pada
lobus superfisial dengan stadium rendah, berdiameter kurang dari 4cm, tumor tanpa
invasi lokal, serta tanpa adanya keterlibatan nodus regional.2
Prosedur Pembedahan Reseksi
1.
Identifikasi Nervus Fasialis
Tahap awal yang paling penting adalah mengidentifikasi letak nervus fasialis
dan perjalanannya melalui kelenjar parotis. Untuk dapat mempertahankan nervus
fasialis, perkiraan jarak terdekat antara nervus dan kapsul tumor merupakan hal
yang sangat penting dilakukan sebelum operasi dilakukan. Dari beberapa penelitian,
didapatkan data bahwa tumor maligna cenderung memiliki margin nervus fasialis
yang positif. Para ahli bedah umumnya menghindari penggunaan agen - agen
paralitik, dan untuk membantu menemukan nervus tersebut, ahli bedah cenderung
menggunakan stimulator nervus. Belakangan ini, para ahli bedah umumnya
menggunakan monitor nervus fasialis intraoperatif ketika melakukan tindakan
parotidektomi. Alat ini biasanya lebih sering digunakan bila terjadi reseksi rekuren
dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Monitor elektrofisiologis nervus fasialis
merupakan alat untuk mendeteksi letak dari nervus fasialis intraoperatif dengan
merangsang elektromyografi dan memonitor respon elektromyografi tersebut.
Terdapat dua respon yaitu, respon repetitif dan respon non repetitif. Respon repetitif
terjadi bila selama operasi didapatkan adanya depolarisasi repetitif, yang didapatkan
dari stimulasi suhu, trauma, maupun traksi. Respon ini mengindikasikan resiko iritasi
yang meningkat sehingga operator dapat lebih berhati – hati karena dapat merusak
nervus fasialis. Respon nonrepetitif dihasilkan oleh rangsangan mekanis maupun
elektrik secara langsung pada nervus fasialis. Respon nonrepetitif lebih digunakan
untuk mencari batas - batas dari nervus fasialis.2
27
Diseksi nervus fasialis secara ideal dilakukan tanpa mengganggu jaringan tumor.
Nervus fasialis dapat ditemukan keluar pada foramen stylomastoid dengan cara
merefleksikan kelenjar parotis secara anterior dan otot sternokleidomastoid secara
posterior. Batas - batasnya antara lain, penonjolan digastrik, dan sutura
tympanomastoid. Pengetahuan mengenai hubungan antara struktur - struktur
tersebut dapat mempermudah identifikasi nervus tersebut.2
Saluran pendengaran rawan eksternal terletak sekitar 5mm di atas nervus
fasialis pada regio ini. Nervus fasialis juga terletak anterior dari bagian posterior otot
digastrik dan eksternal dari prosesus stiloid. Teknik kedua untuk mencari letak
nervus fasialis adalah dengan mengidentifikasi cabang distal dari saraf dan untuk
membedah secara retrograde menuju batang utama. Teknik ini mungkin lebih sulit
tergantung pada kemudahan mengidentifikasi pola percabangan. Untuk melakukan
manuver ini, cabang bukal dapat ditemukan superior dari duktus parotis, atau
cabang mandibula marginal dapat ditemukan menyeberangi (superfisial) pembuluh
darah wajah. Kemudian, dapat ditelusuri untuk menemukan batang saraf utama
wajah.2
Cara akhir mengidentifikasi saraf dalam situasi yang sangat sulit adalah untuk
melakukan pengeboran mastoid dan mencari saraf dalam tulang temporal.
Kemudian dilakukan peneusuran antegrade melalui foramen stylomastoid terhadap
parotis.
2.
Parotidektomi
Setelah teridentifikasi, lobus superfisial kelenjar parotis dapat diambil dengan
en bloc dan dikirim ke laboratorium patologi. Jika pemeriksaan patologis intraoperatif
menunjukan bahwa tumor dengan stadium tinggi atau berdiameter lebih dari 4 cm,
atau ditemukan adanya metastasis kelenjar getah bening dalam spesimen, sebuah
paratiroidektomi total komplit harus dilakukan.2
Jika nervus fasialis atau cabang-cabangnya menempel atau terlibat langsung
dengan tumor, maka struktur-struktur tersebut harus dikorbankan. Namun, diagnosis
patologis dari keganasan harus dikonfirmasi intraoperatif sebelum mengorbankan
cabang saraf wajah.2
28
Semua struktur lokal yang terlibat dengan tumor harus direseksi. Strukturstruktur yang mungkin terlibat termasuk kulit, masseter, rahang bawah, temporal,
lengkung zigomatik, atau tulang temporal. Tumor pada lobus yang dalam harus
dilakukan parotidektomi total. Identifikasi nervus fasialis dan cabang-cabangnya
adalah langkah pertama dan yang paling pentiing dilakukan.2
Parotidektomi total kemudian dilakukan dengan en bloc, dan nervus fasialis serta
struktur lokal sekitarnya harus ditetapkan menyerupai tumor lobus superfisial.
Spesimen harus dikirrim ke laboratorium patologi untuk pemeriksaan langsung.
Diseksi leher harus dilakukan ketika tumor maligna terdeteksi dalam kelenjar getah
bening baik praoperatif maupun intraoperatif.2
Indikasi lain untuk diseksi leher fungsional termasuk tumor dengan diameter
terbesar lebih dari 4cm, tumor dengan kelas yang tinggi, tumor yang telah
menginvasi struktur lokal, tumor berulang tanpa adanya diseksi leher sebelumnya,
dan tumor pada lobus dalam. Rekomendasi ini didasarkan pada kemungkinan yang
lebih tinggi dari kelainan yang aneh, pada saat operasi secara klinis tidak terdeteksi
kelainan nodus pada pasien dengan karakteristik tumor di atas.2
3.
Rekonstruksi
Setelah reseksi spesimen tumor, sebagian besar luka dapat ditutup secara
primer. Namun, adanya tumor yang meluas ke kulit di atasnya atau struktur di
sekitarnya mungkin memerlukan prosedur rekontruksi. Tujuan keseluruhan setelah
eksisi tumor adalah untuk mengembalikan fungsi dan mencapai hasil estetika
terbaik. Pilihan untuk menutup luka dengan jaringan kulit atau jaringan lunak yang
hilang termasuk pencangkokan kulit, flap cervicofacial, flap trapezius, flap pectoralis,
flap deltopektoralis, dan flap mikrovaskular. Pembuangan nervus fasialis atau salah
satu cabangnya juga harus dikelola dengan tepat. Jika secara tidak sengaja terputus
selama operasi, nervus fasialis harus segera diperbaiki dibawah mikroskop. Jika
sengaja direseksi dengan spesimen tumor, beberapa pilihan untuk rekontruksi
tersedia untuk ahli bedah.2
Saraf aurikularis ipsilateral atau kontralateral dapat digunakan sebagai graft
interposisi. Pilihan lain adalah dengan membentuk anastomosis nervus fasialis ke
29
saraf hipoglossal ipsilateral. Anastomosis ini dapat dilakukan end-to-side untuk
menghindari gangguan fungsi saraf hypoglossal normal.2
Setelah parotidektomi, beberapa pasien dapat mengalami sindrom frey. Hal
ini menunjukan koneksi menyimpang dari serat regenerasi saliva parasimpatis ke
kelenjar keringat di lipatan kulit di atasnya. Pengobatan kondisi ini termasuk iradiasi,
krim atropinelike, pembagian saraf auriculotemporal (sensorik), divisi dari saraf
glossopharingeus (parasimpatis), penyisipan bahan sintetis (Alloderm), cangkok
fasia, atau flaps jaringan tervaskularisasi antara badan parotis dan flap kulit di
atasnya. Injeksi intrakutan toxin A botulinum juga merupakan salah satu pilihan yang
telah menunjukan beberapa hasil yang baik.2
Yang terakhir, transfer jaringan neurovaskular bebas dapat dilakukan untuk
penghidupan kembali wajah sebagai terapi kelumpuhan wajah yang terjadi setelah
operasi parotid ablatif. Cangkoksaraf yang memiliki vaskularisasi, dapat dilakukan
untuk membangun kembali kontinuitas saraf wajah.2
Atau dapat juga dilakukan cross facial nerve grafting. Hal ini biasanya
dilakukan sebagai operasi dua tahap, dengan anastomosis untuk cangkok saraf
sebagai tahap pertama dan transfer jaringan bebas tahap kedua. 2
Terapi Ajuvan
Karena subtipe histologis dari keganasan parotid cukup banyak, pernyataan umum
mengenai kegunaan terapi tambahan tidak dapat dibuat.
1.
Tindakan Bedah
Jika dapat dilakukan reseksi, operasi adalah modalitas utama pengobatan
tumor ganas dari kelenjar parotis. Indikasi umum untuk terapi radiasi pasca operasi
meliputi tumor dengan diameter terbesar lebih dari 4 cm, tumor dengan kelas tinggi,
invasi struktur lokal dari tumor, invasi limfatik, invasi saraf, invasi vaskular, tumor
dengan letak yang sangat dekat dengan saraf, tumor yang berasal atau meluas ke
lobus yang dalam, tumor berulang pasca reseksi, marjin positif pada patologi akhir,
dan keterlibatan kelenjar getah bening regional.6
30
2.
Radioterapi
Dengan demikian, radiasi pasca operasi biasanya diindikasikan untuk semua
keganasan parotis dengan pengecualian tumor tingkat rendah yang berukuran kecil
tanpa adanya bukti invasi lokal atau penyebaran nodal / jauh. Terapi radiasi
dianggap sebagai landasan terapi tambahan. Radioterapi boleh diberikan jika jumlah
hemoglobin, sel drah putih , dan trombosit darah baik. Evaluasi efek samping
dilakukan setiap pemberian lima kali terapi. Untuk melihat respon radiasi, dokter
akan melakukan foto thoraks setiap 10 kali radiasi. Jika pada penilaian respon,
tumor bisa mengecil atau menetap, radiasi dapat diteruskan. Namun jika responnya
negatif, radiasi akan dihentikan. Terapi ini memiliki efek samping minimal karena
bersifat lokal. Namun, pasien bisa merasa kulitnya agak panas atau kering.
Kekurangan terapi ini adalah sel yang mati tidak hanya sel kanker, tetapi juga sel-sel
sehat di sekitarnya. Selain itu, jumlah Hb darah bisa turun drastis. Tetapi ini tidak
bisa diterapkan untuk selkanker yang sudah menyebar karena sifatnya lokal di
daerah ttubuh tertentu. 6
3.
Kemoterapi
Tidak ada kemoterapi yang terbukti efektif sebagai terapi modalitas tunggal.
Untuk subtipe histologis tertentu , beberapa dokter merekomendasikan kemoterapi
dan radiasi sebagai modalitas gabungan. Pada studi terbaru, ditemukan bahwa
epidermal growth factor receptor (EGFR) banyak ditemukan pada membran sel dari
karsinoma parotid mukoepidermoid dan pada metastase kelenjar getah bening.
EGFR-Targetting agents memiliki potensial sebagai salah satu terapi tumor parotis. 7
3.12 Komplikasi
•
Komplikasi Intra Operasi
– Transeksi Nervus
– Ruptur kapsul tumor parotis
– Reseksi tumor parotis inkomplit
•
Komplikasi Pasca Operasi
Awal
– Paralisis Nervus
31
– Hemoragik/ hematom
– Infeksi
– Nekrosis lipatan kulit
– Deformitas kosmetik
– Trismus
– Fistula Parotid
Lanjut
•
Sindroma Frey
•
Rekurensi Tumor
•
Defisit jaringan lunak
•
Keloid
3.13 Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis penderita karsinoma parotis adalah
stadium klinis dan gambaran histologi dari jaringan tumor. Faktor - faktor seperti
stadium lanjut dari karsinoma parotis, keterlibatan sistem saraf, penyakit lokal yang
parah, usia lanjut, disertai dengan nyeri, metastase kelenjar limfa regional,
metastase yang jauh, serta akumulasi p53 atau onkoprotein c-erbB2 dapat
menghasilkan prognosis yang buruk. Meskipun pernyataan mengenai perkiraan
angka kehidupan sulit untuk dilakukan, hal ini disebabkan karena variasi dari tipe
gambaran histologis, 20% dari pasien akan mengalami metastase pada jaringan
atau organ yang lebih jauh. Terjadinya metastase tersebut dapat menjadi salah satu
faktor prognosis yang buruk dengan rata – rata angka harapan hidup 4 – 7 bulan.2
Secara keseluruhan, angka harapan hidup selama 5 tahun untuk seluruh
stadium dan tipe histologi dari karsinoma parotis adalah 62%. Angka harapan hidup
selama 5 tahun untuk penderita dengan kekambuhan diperkirakan 37%. Karena
adanya resiko kekambuhan, maka pasien yang pernah menjalani pemeriksaan
histologi yang menunjukkan adanya keganasan kelenjar ludah dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan rutin seumur hidup.12
32
33
DAFTAR PUSTAKA
1 . Alison,Malcolm.R. 2007. The Cancer Handbook 2nd edition. USA : John Wiley &
Sons, Ltd.
2 . Abeloff, Martin.D, dkk. 2008. Abeloff’s Clinical Oncology 4th edition.Philadelphia:
Churchill Livingstone, Elsevier.
3 . Abraham.J, Allegra. J.Carmen.2001. Bethesda Handbook Of Clinical Oncology .
USA : Lipincott Williams & Wilkins.
4 . Susan, Standring. 2008. Gray’s Anatomy : The Anatomical Basic Of Clinical
Practice. USA : Elsevier.
5. Guyton, Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology 11st edition. Elsevier.
6. Thawley. Stanley E, Panje,William R.1987. Comprehensive Management of Head
and Neck Tumor Vol.2. Philadelphia: Saunders.
7. Barnes, Leon. Eveson, John W. Reichart, Peter. 2005. WHO Classification of
Tumours : Pathology & Genetics Head and Neck Tumours. Lyon : IARC.
8. Adams LG, Boies RL, Paparella MM. 1997 . Buku Ajar Penyakit THT, Ed.6.
Jakarta : EGC.
9. Lee K.J. 2003. Essential Otolaryngology- Head & Neck Surgery ed.8. Connecticut
: McGraw-Hill.
10. Peraboi. 2003. Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kelenjar Air Liur.
11. Calabresi, Paul. Schein, Philip S. 1993. Medical Oncology 2ed. USA: McGrawHill.
34
Download