Uploaded by gaungtapa

5 6118585099639325011

advertisement
USULAN PENELITIAN
IDENTIFIKASI HIGHER ORDER THINKING SKILLS SISWA KELAS XI
SMA NEGERI 1 SEBATIK TENGAH PADA MATA PELAJARAN
BIOLOGI MELALUI INSTRUMEN TWO-TIER MULTIPLE CHOICE
Oleh:
BASNAWATI
NPM. 16.406030.46
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2020
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Proposal
: Identifikasi Higher Order Thinking Skills Siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Sebatik Tengah Pada Mata Pelajaran
Biologi Melalui Instrumen Two-tier Multiple Choice
Nama Mahasiswa
: Basnawati
NPM
: 16.406030.46
Jurusan
: Pendidikan Biologi
Fakultas
: Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ibrahim, M.Pd
NIDN. 1114017701
Vlorensius, S.Si.,M.Pd
NIDN. 1105027201
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Vlorensius, S.Si.,M.Si
NIDN. 1105027201
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahhirobbil’aalamin, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga proposal penelitian ini
dapat terselesaikan dengan baik. Selama penyusunan proposal penelitian ini,
banyak pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih khususnya kepada :
1.
Prof. Dr. Adri Patton, M.Si selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.
2.
Bapak Dr. Suyadi, S.S., M.Ed selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Borneo Tarakan.
3.
Bapak Ibrahim, M.Pd selaku Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Borneo Tarakan serta dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan serta bantuan selama penyusunan proposal
penelitian ini.
4.
Bapak Vlorensius, S.Si., M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi,
dosen Pembimbing Anggota serta dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan serta bantuan selama penyusunan proposal penelitian
ini.
5.
Bapak dan Ibu tercinta yang tak henti memberikan doa dan selalu
memberikan semangat serta dukungan baik materi maupun moril yang tak
ternilai.
6.
Teman-teman mahasiswa khususnya Pendidikan Biologi Angkatan 2016 yang
selalu memberikan dukungan.
iii
7.
Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan tulus mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca sehingga dapat digunakan sebagai pengembangan lebih lanjut.
Terima kasih.
Tarakan, 27 Februari 2020
Penulis
Basnawati
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Asumsi dan Keterbatasan .............................................................................4
C. Rumusan Masalah ........................................................................................4
D. Tujuan Penelitian .........................................................................................5
E. Manfaat Penelitian .......................................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori .............................................................................................6
1. Taksonomi Pendidikan .................................................................................6
2. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi .......................................................11
3. Penilaian HOTS..........................................................................................15
4. Soal Pilihan Ganda Bertingkat (two-tier multiple choice) .........................20
B. Peneitian Relevan .......................................................................................21
C. Kerangka Berpikir ......................................................................................23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...........................................................................................24
B. Desain Penelitian .............................................................................................. 24
C. Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................24
D. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................25
E. Prosedur Penelitian.....................................................................................25
v
F. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................26
G. Instrumen Pengumpulan Data ....................................................................27
H. Uji Intrumen Pengumpulan Data ...............................................................27
I. Analisis Data……………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................29
LAMPIRAN ..........................................................................................................33
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Taksonomi Pendidikan .......................................................................................8
3.1 Pedoman Penskoran .........................................................................................28
3.2 Skala Penelitian HOTS dibagi dalam Lima Kategori ......................................28
3.3 Sebaran Dimensi Proses Kognitif Siswa ..........................................................29
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................................23
3.1 Desain Penelitian One Shoot Reasearch Design..............................................24
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Lampiran 1. Hasil wawancara guru ......................................................................33
Lampiran 2. Kisi-kisi soal hots ..............................................................................37
Lampiran 3. Instrumen soal....................................................................................46
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Revisi kurikulum 2013 difokuskan pada standar isi dan standar penilaian.
Revisi kurikulum tersebut ditujukan untuk meningkatkan kemampuan HOTS
siswa dilakukan karena berdasarkan hasil studi internasional PISA (Programme
for Internasional Student Assessment) yang menunjukkan bahwa prestasi literasi
membaca, literasi matematika, dan literasi sains peserta didik Indonesia sangat
rendah (Kemendikbud, 2017). Hasil PISA pada tahun 2018, Indonesia berada pada
peringkat ke 74 dari 79 negara yang mengikuti (Permana, R. H., 2019). Secara
umum capaian tersebut masih di bawah rata-rata negara OECD (Organisation for
Economic Co-operation and Development).
Fokus PISA menekankan pada kompetensi dan keterampilan siswa yang
diperoleh dari sekolah yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari
(Kemendikbud, 2017). Sesuai dengan revisi kurikulum 2013 pada standar isi
dirancang agar siswa mampu berpikir kritis dan analitis yang dilakukan dengan
mengurangi materi yang tidak sesuai dan menambah serta memperdalam materi
yang sesuai bagi siswa, serta diperkaya dengan kebutuhan siswa untuk berpikir
kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional. Sedangkan pada standar
penilaian hasil belajar lebih menitikberatkan pada kemampuan berpikir tingkat
tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), dengan mengadaptasi secara
bertahap model-model penilaian internasional yang diharapkan dapat membantu
1
2
meningkatkan keterampilan HOTS yang dapat mendorong siswa berpikir secara
luas dan mendalam tentang materi pelajaran. (Isbandiyah dan Sanusi, 2019)
Data hasil pengukuran capaian UN siswa tahun 2019 menunjukkan bahwa
terjadi sedikit peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari rata-rata
nilai UN 51,76 pada tahun 2018 meningkat menjadi 53 pada tahun 2019. Menurut
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) siswa perlu berlatih
berpikir memecahkan soal-soal yang memerlukan cara berpikir tingkat tinggi atau
HOTS (Higher Order Thinking Skills). Soal HOTS secara perlahan dinaikkan dan
lambat laun tingkat komposisinya akan ditingkatkan dari tahun ke tahun.
Kemendikbud juga akan terus meningkatkan kualitas dan komposisi soal ujian
nasional. (Kemendikbud, 2019).
Hasil pengukuran capaian UN siswa tersebut selaras dengan hasil capaian
PISA. Siswa masih lemah dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti
menalar, menganalisa, dan mengevaluasi. Oleh karena itu program Peningkatan
Kompetensi Pembelajaran (PKP) berorientasi pada pembelajaran dan penilainan
berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran merupakan salah satu upaya Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen GTK).
Siswa dalam memecahkan masalah sehari-hari membutuhkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi (Higher order thinking skills) untuk mencapai tujuan
maupun solusi dari permasalahan. Berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006
SKL (Standar Kompetensi Lulusan) siswa
3
SMA/MA harus memiliki dan mampu menerapkan kompetensi pengetahuan
secara logis, kritis, kreatif dan inovatif. Tujuan pendidikan untuk mengembangkan
pemikir yang dapat mennggunakan pengetahuan di dunia nyata, memandu
beradaptasi, menjadi pemikir kritis dan kreatif, pemecah masalah dan pengambil
keputusan. Hal tersebut selaras menurut Peter (Walid, A. dkk., 2015) siswa harus
memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi agar mampu bersaing dalam dunia
kerja dan kehidupan pribadi.
Higher order thinking skills adalah keterampilan berpikir tidak hanya
membutuhkan kemampuan mengingat, tapi membutuhkan keterampilan yang
lebih tinggi. Hal tersebut seperti menganalisa, mensintesa, menggabungkan fakta
dan ide, menggeneralisasi, sampai pada suatu kesimpulan atau interpretasi (Sani,
Ridwan. A. 2019). Dengan kemampuan HOTS menjadikan siswa dapat
memanipulasi informasi dan gagasan dalam mengubah arti dan solusi. Misal, saat
siswa memadukan fakta-fakta dan gagasan bertujuan untuk mensintesis,
menjelaskan, membuat hipotesis atau mengambil kesimpulan.
Salah satu penerapan kemampuan HOTS siswa yaitu dengan melakukan
asesmen secara tes maupun non tes yang mengarah pada keterampilan berpikir
tingkat tinggi guna mendorong siswa untuk memiliki keterampilan tersebut.
Instrumen tes yang digunakan untuk mengetahui keterampilan berpikir tingkat
tinggi siswa yaitu jenis tes pilihan ganda bertingkat atau Two-tier Multiple
Choice. Jenis tes tersebut memiliki dua tingkat pertanyaan, tingkat pertama
berkaitan dengan pernyataan pengetahuan dan tingkat kedua pernyataan sebagai
fasilitas pengujian bagi siswa untuk belajar pada tingkat berpikir lebih tinggi
4
(Shidiq, A. S., dkk, 2014). Dengan instrumen two-tier multipel choice dapat
memicu siswa untuk memiliki keterampilan penalaran dan berpikir tingkat tinggi
sehingga dapat mengidentifikasi pemahaman konsep siswa.
Observasi di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah sebagai studi pendahuluan
berupa hasil wawancara terhadap guru mata pelajaran biologi yaitu para guru yang
ada di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah sudah memahami tentang pembelajaran dan
penilaian HOTS melalui pelatihan IHT (In House Training) dan PKP
(Peningkatan Kompetensi Pendidikan) dan sudah menerapkan kosep HOTS dalam
pembelajaran biologi. Penerapan penilaian HOTS dilakukan pada UTS dan UAS
siswa dengan menggunakan soal pilihan ganda dan soal uraian. Namun belum
dilakukan identifikasi soal dan hasil jawaban siswa terhadap HOTS, dan soal
tersebut belum diuji secara luas. Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti
ingin melakukan penelitian dengan judul: “Identifikasi Higher Order Thinking
Skills Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Sebatik Tengah Pada Mata Pelajaran Biologi
Melalui Instrumen Two-Tier Multiple Choice”.
B. Asumsi dan Keterbatasan
Untuk memperjelas ruang lingkup yang diteliti, maka perlu adanya batasan
masalah dalam penelitian ini. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Higher order thinking Skills yang diteliti ialah kemampuan berpikir kognitif
C4 sampai C6 pada Taksonomi Bloom revisi Anderson yaitu menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta.
5
2.
Instrumen tes yang digunakan ialah instrumen pilihan ganda bertingkat (two
tier multiple choice test), soal pilihan ganda yang disertai dengan pilihan
alasan.
3.
Materi biologi yang digunakan ialah materi kelas XI semester 2 yaitu materi
sistem pernapasan, sistem eksresi, dan sistem saraf pada manusia.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas
maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI IPA di SMA
Negeri 1 Sebatik Tengah?
2.
Bagaimana sebaran taksonomi kognitif siswa kelas XI IPA di SMA Negeri
1 Sebatik Tengah?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 1 Sebatik Tengah.
2.
Untuk mengetahui sebaran taksonomi kognitif siswa kelas XI IPA di SMA
Negeri 1 Sebatik Tengah.
6
E. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1.
Guru
Instrumen soal pilihan ganda yang telah dibuat dapat digunakan
pengembangan dan pedoman untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa.
2.
Sekolah
Sebagai referensi dan data bagi sekolah mengenai keterampilan berpikir
tingkat tinggi siswa.
3.
Siswa
Instrumen yang telah dibuat oleh peneliti digunakan untuk mengukur HOTS
sehingga dapat memacu siswa dalam meningkatkan kemampuannya.
4.
Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai pembuatan instrumen two tier multiple
choice test dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pelaksanaan
penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan instrumen tes dan HOTS.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Taksonomi Pendidikan
Taksonomi merupakan suatu kerangka pikir khusus yang dikelompokkan
dalam rangkaian kata benda. Taksonomi pendidikan atau dikenal dengan
taksonomi bloom kata kerjanya mendeskripsikan proses kognitif dan kata
bendanya mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan untuk dikuasai oleh
siswa. Taksonomi kognitif yang sering digunakan pada bidang pendidikan yaitu
taksonomi bloom yang terdiri atas kategori pengetahuan (faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif) dan kategori kognitif (pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi). (Nugroho, R.A., 2019)
Kemudian pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohls merevisi taksonomi ini
dengan menekankan pada penyesuaian tujuan pembelajaran dengan kegiatan
pembelajaran dan penilaian. Menurut Anderson dan Krathwohl proses berpikir
merupakan sesuatu yang dinamis, yang harus dinyatakan menggunakan kata kerja
(Anderson dan Krathwohl, 2010).
Pada taksonomi revisi Anderson dan
Krathwohls terdapat dua dimensi yaitu proses kognitif dan dimensi pengetahuan.
Dimensi proses kognitif meliputi enam kategori yaitu: mengingat,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Untuk
dimensi pengetahuan meliputi kategori: faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif. Berikut disajikan tabel taksonomi pendidikan:
7
8
Tabel 2.1 Taksonomi Pendidikan.
Dimensi
pengetah
uan
C1
Mengin
gat
Dimensi proses kognitif (C)
C2
C3
C4
C5
Memaha Mengaplikas Menganal Mengeval
mi
ikan
isis
uasi
C6
Menci
pta
Pengetah
uan
faktual
Pengetah
uan
konseptu
al
Pengetah
uan
prosedura
l
Pengetah
uan
metakogn
itif
Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010
a. Dimensi pengetahuan
1) Pengetahuan faktual yaitu berisikan elemen-elemen dasar sebagai
pengetahuan yang harus diketahui siswa untuk mempelajari atau
menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan ini
terdiri atas dua jenis: pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan
tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik.
2) Pengetahuan konseptual yaitu mencakup pengetahuan tentang kategori,
klasifikasi dan hubungan antara dua atau lebih kategori/klasifikasi.
Pengetahuan ini terdiri atas: pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori,
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang
teori, model, dan struktur.
9
3) Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan
langkah-langkah, tentang prosedur, proses, atau cara untuk melakukan
sesuatu yang hasilnya berupa pengetahuan faktual atau pengetahuan
konseptual.
4) Pengetahuan
metakognitif
yaitu
kemampuan
untuk
menggunakan
pengetahuan metakognitif dengan cara strategis agar dapat mencapai
tujuan kognitif. Strategi tersebut merupakan strategi belajar untuk
membantu siswa memahami materi pembelajaran. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Livingstone (dalam Iin dan Sugiarto, 2012) metakognitif
merupakan thinking abaut thinking (berpikir tentang berpikir dimana objek
berpikirnya) suatu proses berpikir tentang diri. Flavell (dalam Anderson
dan Krathwohl, 2010) menambahkan bahwa metakognitif meliputi
pengetahuan tentang strategi, tugas, dan variabel-variabel person.
b. Dimensi proses kognitif
1) Mengingat, pengetahuan mengingat perlu sebagai pengetahuan awal bagi
siswa sebagai bekal untuk menyelesaikan masalah dalam tugas-tugas yang
lebih kompleks. Proses kognitif dengan mengingat (mengenali/mengingat
kembali) pengetahuan ketika menghadapi tugas atau masalah, siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan baru untuk menyelesaikan tugas atau
masalah.
2) Memahami, pengetahuan konseptual menjadi dasar untuk memahami.
Siswa dapat dikatakan memahami apabila dapat menghubungkan antara
pengetahuan baru dan lama dengan mengkonstruksi pengetahuan tersebut
10
baik berupa makna atau pesan yang bersifat tertulis, lisan, berasal dari
sumber buku, dan lain-lain. Untuk memahami suatu informasi atau
pengetahuan
menafsirkan,
baru
melalui
proses
mencontohkan,
kognitif
memahami
mengklasifikasikan,
meliputi:
merangkum,
menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
3) Megaplikasikan, pada proses kognitif mengaplikasikan terdiri atas
mengeksekusi dan mengimplementasikan. Proses kognitif ini berkaitan
dengan pengetahuan prosedural yaitu menggunakan proses, cara, atau
langkah-langkah tertentu untuk menyelesaikan masalah.
4) Menganalisis mencakup belajar untuk menentukan informasi, cara menata
dan menentukan tujuan informasi baru tersebut. Pada proses kognitif ini
meliputi proses-proses kognitif
membedakan, mengorganisasi, dan
mengatribusikan yang melibatkan proses memecah materi menjadi bagianbagian submateri, serta menentukan hubungan antar bagian submateri
tersebut.
5) Mengevaluasi, dalam mengevaluasi berarti kita membuat suatu keputusan
sesuai standar/kriteria tertentu. Semua keputusan yang dihasilkan dari
mengevaluasi bersifat evaluatif. Dengan memperhatikan proses-proses
kognitif memeriksa keputusan yaang diambil
sesuai dengan kriteria
internal, dan mengkritik keputusan yang diambil sesuai dengan kriteria
eksternal.
6) Mencipta yaitu menghasilkan suatu produk seperti hasil menulis,
memahat, melukis, membangun, dan lainnya dari informasi dan materi
11
pembelajaran yang mengutamakan keorisinilan produk yang dihasilkan
siswa.
Pada ranah proses kognitif yang telah diuraikan diatas mulai dari C1 - C6.
Kategori C1 - C3 (mengingat, memahami, dan mengaplikasikan) berkaitan
dengan daya ingat siswa dikategorikan dalam recalling. Sedangkan C4 - C6
(menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) berkaitan dengan kemampuan
transfer.
B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
a. Definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi
Keterampilan berpikir merupakan istilah yang memadukan beberapa aspek
proses kognitif yang mencakup transformasi informasi dan ide-ide. Transformasi
dapat terjadi jika siswa menganalisa, mensintesa dengan menggabungkan fakta
dan ide, menggeneralisasi, menjelaskan, dan interpretasi atau penarikan
kesimpulan (Tomei dkk dalam Sani, Ridwan, A., 2019). Dalam HOTS siswa
menggunakan pemikiran secara luas yang menuntut siswa untuk menerapkan
informasi yang ia dapat melalui manipulasi informasi dalam menemukan jawaban
pada kondisi atau permasalahan baru.
Menghadapi kondisi dan permasalahan baru yang tidak dikenal baik berupa
pertanyaan menantang, ketidakpastian atau dilema dapat memicu berkembangnya
higher order thinking skills individu. Sebagaimana menurut King dkk (dalam
Shidiq, A. S., dkk, 2015) HOTS yang meliputi berpikir kritis logis, reflektif,
metakognitif, dan kreatif akan diaktifkan saat individu memperoleh masalah yang
tidak familiar, tidak tentu dan penuh pertanyaan. Hal tersebut relevan pendapat
12
Lewis dan Smith (dalam Sani, Ridwan, A., 2019) berpikir tingkat tinggi akan
terjadi jika seseorang mempunyai informasi tersimpan dalam ingatan dan
mendapatkan informasi baru, kemudian menghubungkan, menyusun, dan
mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai tujuan dan memperoleh
solusi yang mungkin dalam situasi membingungkan.
HOTS mengandung kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu kemampuan
analisis, evaluasi, dan kreasi. Akan tetapi terdapat juga kemampuan berpikir
kreatif. Menurut King dkk (dalam Sani, Ridwan, A., 2019) Mendefinisikan
Higher Order Thiking Skills (HOTS) sebagai suatu keterampilan berpikir kritis,
berpikir logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif. Selain itu dalam HOTS juga
dibutuhkan kemampuan menyelesaikan masalah dan membuat keputusan (Arter
dan Salmon dalam Sani, Ridwan, A., 2019). Berdasar beberapa pendapat tersebut
maka dapat disimpulkan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah proses
berpikir pada tingkat yang lebih tinggi tidak sekedar menghafal atau
menyampaikan sesuatu sama persis dengan fakta yang dihafalkan.
Proses berpikir tingkat tinggi menurut penjelasan John Dewey bahwa proses
berpikir sebagai rantai produktif yang bergerak dari refleksi ke inkuiri, kemudian
proses berpikir kritis yang akhirnya menuntun pada penarikan kesimpulan. Petres
menambahkan saat menerapkan HOTS, seorang individu perlu untuk memerikasa
asumsi dan nilai-nilai, mengevaluasi fakta, dan menilai kesimpulan (Sani,
Ridwan, A., 2019).
b. Aspek HOTS menurut Lewis dan Smith (dalam Sani, Ridwan. A., 2019)
meliputi:
13
1) Critikal Thinking (berpikir kritis) merupakan proses berpikir terampil dan
bertanggungjawab ketika seseorang mempelajari suatu permasalahan dari
bebagai
sudut
pandang, dan terlibat
dalam
penyelidikan untuk
memperoleh penilaian/pertimbangan dalam menarik kesimpulan. Menurut
Norris (dalam Sani, Ridwan. A., 2019) bahwa berpikir kritis harus
dilandasi upaya mencari alasan, berupaya mengumpulkan informasi sesuai
kebutuhan, mencari alternatif, mempertimbangkan pandangan orang lain,
yang diperlukan untuk meyakini sebelum melakukan sesuatu. Definisi
yang dikemukakan Norris didukung oleh pernyataan Ahmadi, dkk (dalam
Subadar, 2017) berpikir kritis dapat diberdayakan dengan memahami
aspek-aspek yang berkaitan dengan konsepsi berpikir kritis. Adapun
aspek-aspek berpikir kritis yang diusulkan oleh Bayer (dalam Sani,
Ridwan. A., 2019) yang dikembangkan oleh beberapa ahli yaitu: disposisi,
kriteria, argumen, bernalar, cara pandang, dan prosedur aplikasi. Critikal
thinking sebagai aspek HOTS merupakan alur nalar yang berfokus pada
yang dilakukan sebagai kemampuan siswa untuk menerapkan keputusan
bijaksana atau menghasilkan argumentasi yang kuat.
2) Creative thinking (berpikir kreatif) merupakan kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu yang asli, solusi ganda, estetika, mengambil resiko,
berpikir lateral (Subadar, 2017). Pemikiran kreatif setiap orang akan
berbeda sesuai dengan pengetahuan awal mereka dan cara mereka berpikir
dalam melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapi. Kreatifitas
terkait dengan kemampuan seseorang untuk merangkai atau membuat
14
sesesuatu dengan cara baru secara konseptual atau menghasilkan produk
yang imajinatif dan menarik. Menurut Torrance (dalam Sani, Ridwan. A.,
2019) kreatifitas mencakup kriteria utama yaitu: kelancaran berpikir
(fluency), fleksibilitas berpikir (flexsibility), elaborasi, dan orisinalitas
(original thinking).
3) Problem solving (pemecahan masalah) mencakup proses berpikir kritis
dalam proses menyelesaikan masalah. Akan tetapi untuk menyelesaikan
permasalahan kompleks seseorang harus dapat menganalisis dan
mensintesis (kreatif). Problem solving merupakan proses yang terdiri atas
banyak langkah untuk mengatasi masalah. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Gralofalo dan Lester (dalam Sani, Ridwan. A., 2019) bahwa
problem solving adalah proses yang mencakup visualisasi, asosiasi,
abstraksi,
pemahaman, manipulasi, bernalar, analisis, sintesis, dan
generalisasi, yang diatur dan dikoordinasi. Seseorang akan mampu
memenyelesaikan masalah apabila dapat menemukan hubungan antara
pengalamannya yang didapat dari pembelajaran dengan permasalahan baru
yang dihadapi melalui berbagai proses dan langkah-langkah. Ketika
seseorang berhasil menyelesaikan masalah menurut Gagne (dalam
Subadar, 2017) maka akan mendapatkan pengetahuan (jawaban atas
permasalahannya), dan proses (cara atau prosedur masalah yang
diselesaikan).
4) Making decision (membuat keputusan) dalam kehidupan sehari-hari.
Proses membuat keputusan dapat dimulai dari menetapkan tujuan,
15
pengumpulan informasi terkait permasalahan, dan memilih solusi alternatif
yang relevan. Menurut Ahmadi, dkk (dalam Subadar, 2017) dalam
membuat keputusan
terdapat serangkaian proses yang meliputi;
melakukan asesmen yaitu menganalisis keuntungan serta resiko dari
keputusan yang dibuat, mengidentifikasi pilihan-pilihan sesuai dengan
tujuan keputusan yang dibuat, menganalisis informasi agar dapat memilih
informasi yang tepat terkait keputusan, menentukan pilihan sebagai
keputusan akhir yang akan diambil sebagai solusi atas permasalahan.
C. Penilaian HOTS
Penilaian berorientasi HOTS dilakukan untuk mengukur pencapaian hasil
belajar siswa dengan proses pengumpulan dan pengolahan informasi yang
menekankan pada penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut
Gronlund dan Linn (dalam Walid, A., dkk., 2015) Prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan agar Suatu penilaian tergolong baik dan efektif yaitu: menentukan
secara jelas hal yang diakses mempunyai prioritas pada proses penilaian, sesuai
dengan karakterisitik yang diukur, konprehensip sesuai dengan prosedur,
membutuhkan suatu kesadaran keterbatasan, dan bukan makna terakhir dalam
diri. Untuk melakukan penilaian dapat dilakukan melalui tes tertulis yang
diberikan kepada peserta didik. Soal-soal dalam tes berisi pertanyaan yang
menguji siswa dalam hal pemecahan masalah. Dalam soal HOTS siswa dituntut
tidak sekadar mengingat, menyatakan kembali, atau merujuk tanpa melakukan
pengolahan (Setiawati, Wiwik., dkk., 20018).
a. Indikator HOTS
16
Menurut Krathwohl (dalam Subadar, 2017) indikator untuk memgukur
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher order thinking skills) meliputi:
menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta yang tergolong dalam ranah
kognitif C4, C5, dan C6 pada taksonomi pendidikan. Pertama menganalisis
meliputi proses: Analisis informasi yang diperoleh menjadi bagian-bagian
kecil untuk mengetahui pola dan hubungan tiap bagian, mengenali dan dapat
membedakan setiap penyebab dan akibatnya, dan mengidentifikasi atau
merumuskan suatu pertanyaan. Kedua mengevaluasi mencakup proses-proses
yaitu: menilai solusi, gagasan dan metodologi menggunakan kriteria sesuai
standar yang ada, membuat buat hipotesis, mengkritik dan menguji,
menerima atau menolak hipotesis sesuai kriteria sesuai standar. Ketiga
mencipta meliputi proses: membuat generalisasi dari suatu ide atau cara
pandang terdapat sesuatu, merancang cara untuk menyelesaikan masalah, dan
mengorganisasikan bagian dari unsur-unsur menjadi struktur baru (produk)
yang belum pernah ada.
Shiddiq, A.S., dkk (2014) menambahkan ada lima indikator yang
digunakan untuk mengukur HOTS, yaitu:
1)
Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir analisis
2)
Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir evaluatif
3)
Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir kreatif
4)
Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir kritis
5)
Siswa
dapat
menggunakan
memecahkan masalah
keterampilan
berpikir
logis
untuk
17
b. Karakteristik soal HOTS
Konteks asesmen soal HOTS menurut Wiwik Setiawati dkk (20018)
mencakup karakteristik sebagai berikut:
1) Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi: transfer satu konsep
kekonsep lainnya, memproses dan menerapkan informasi, mencari kaitan
dari berbagai informasi yang berbeda-beda, menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah, dan menelaah ide dan informasi secara kritis.
2) Berbasis permasalahan kontekstual. Pada umumnya saol HOTS merupakan
soal kontekstual yang berbasis situasi nyata dalam konteks kehidupan
sehari-hari sehingga siswa diharaapkan dapat menerapkan konsep-konsep
pembelajaran di kelas, bukan kondisi buatan atau teoritis.
3) Menggunakan bentuk soal beragam, dalam menulis soal HOTS terdapat
beberapa bentuk soal yaitu: pilihan ganda kompleks memuat stimulus
yang bersumber dari situasi kontekstual yang bertujuan untuk menguji
pemahaman siswa terhadap suatu masalah. Bentuk soal selanjutnya ialah
soal uraian yang menuntut siswa untu mengorganisasikan pengetahuan,
gagasan, dan hal-hal yang pernah dipelajari. Kemudian mengemukakan
jawabannya dalam bentuk tertulis menggunakan kalimat sendiri.
c. Cara membuat soal HOTS
Untuk menulis soal HOTS ada beberapa langkah-langkah yang dapat
ditempuh yaitu:
1) Menganalisis KD (Kompetensi Dasar) yang dapat dibuat menjadi soal-soal
HOTS. Tidak semua KD dapat dijadikan soal HOTS, kita dapat melakukan
18
analisis secara mandiri kompetensi dasar yang akan dijadikan soal HOTS.
Menurut Ridwan Abdullah Sani (2019) rumusan kompetensi dasar yang
dapat dijadikan soal HOTS jika menggunakan kata kerja dalam kategori
berpikir tingkat tinggi yaitu: menganalisis, membedakan, membandingkan,
menyimpulkan, mengevaluasi, mengkritisi, menyelesaikan masalah,
menyusun, merancang, dan mengkreasi.
2) Menyusun kisi-kisi soal yang memuat kompetensi dasar, materi pokok,
indikator soal, menentukan level kognitif, dan bentuk soal, serta nomor
soal. Kisi-kisi ini bertujuan untuk penulisan butir soal HOTS.
3) Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual yang dapat mendorong
siswa untuk tertarik membacanya. Pada umumnya stimulus dapat berupa
gambar, grafik, tabel, wacana, film, dan lainnya. Ridwan Abdullah Sani
(2019) menambahkan stimulus yang dapat digunakan untuk membuat soal
HOTS yaitu: fenomena kontekstual, informasi faktual atau historis,
deskripsi teori, data hasil percobaan, prosedur atau eksperimen, pendapat
atau gagasan berbagai sumber informasi, berbagai teks, dan permasalahan
sehari-hari.
4) Mmenulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal. Untuk mengasah
HOTS siswa kata tanya yang dapat digunakan saat menulis butir soal
yaitu: mengapa, bagaimana caranya, berikan alasan, dengan cara apa, dan
harus bertindak bagaimana.
19
5) Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban. Soal HOTS
yang dibuat harus dilengkapi dengan pedoman penskoran (untuk soal
uraian) dan kunci jawaban (untuk soal pilihan ganda).
d. Peran soal HOTS
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat dibutuhkan individu agar
tepat dalam memilih solusi bagi setiap permasalahan yang dihadapi. Menurut
Subadar (2017) soal HOTS memiliki beberapa peran antara lain:
mempersiapkan kompetensi peserta didik sebagai bentuk persiapan
menghadapi abad ke-21, memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan
daerah, meningkatkan motivasi belajar siswa, dan meningkatkan mutu soal.
Selain itu dalam membuat soal HOTS guru dituntut untuk kreatif membuat
soal yang variatif yang mengandung kasus kontekstual sesuai tingkat
pengetahuan, dan pengalaman belajar siswa.
Soal HOTS berbasis kontekstual yang menghadapkan siswa pada konteks
dasar yaitu alam dan lingkungan masyarakat. Dengan memahami alam dan
lingkungan, maka siswa akan memiliki keterampilan yang membuatnya
mampu bertindak secara tepat dan efektif. Menurut Nugroho R.A (2019) soal
HOTS tidak harus dirumuskan dalam struktur yang rumit dengan kata-kata
ilmiah dan bahasa yang tinggi, akan tetapi fokus pada isi dan esensi soal. Soal
yang sulit belum tentu termasuk soal HOTS. Sesuai dengan pendapat Ridwan
Abdullah Sani (2019) soal sulit seperti yang biasa dilatihkan dalam kelas
20
tidak termasuk soal HOTS, karena siswa sudah tahu cara menjawab soal
tersebut. Namun soal sederhana yang membutuhkan penalaran untuk
menjawabnya akan menjadi soal HOTS.
Saat siswa dihadapkan dengan soal HOTS yang berbasis permasalahan
kontekstual, tidak familiar, dan butuh penalaran akan menstimulus aktifnya
keterampilan HOTS siswa. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Bob Jacobs (dalam Nugroho R.A., 2019) yang membuktikan
bahwa siswa yang mendapatkan pengalaman menantang akan menunjukkan
pertumbuhan otak 25% lebih cepat dibandingkan siswa yang tidak
mengalaminya. Maka dari itu penting bagi siswa untuk melatih keterampilan
berpikir tingkat tinggi melalui asesmen yang didesain untuk mengukur
keterampilan yang dibutuhkan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
D. Soal Pilihan Ganda Bertingkat (two-tier multiple choice)
Two-tier multiple choice merupakan tes diagnostik dengan instrumen pilihan
ganda yang disertai pilihan alasan guna untuk menentukan pemahaman konsep
siswa. Menurut Tuysuz (dalam Maunah, N., dan Wasis, 2014) two-tier multiple
choice memiliki dua tingkat yaitu tingkat pertama terdiri atas pertanyaan dan lima
pilihan jawaban, dan pada tingkat kedua terdiri atas lima pilihan alasan yang
mengacu pada pilihan jawaban pada tingkat pertama. Pada pilihan alasan terdapat
satu jawaban benar. Dari jawaban siswa kemudian dianalisis dengan teknik
penskoran tertentu dan dapat ditabulasi tiap butir soal, sehingga diperoleh capaian
hasil tes siswa.
21
Two-tier multiple choice test mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan
bentuk soal uraian dan multiple choice konvensional. Menurut Maunah dan Wasis
(2014) kelebihan Two-tier multiple choice test yaitu mengurangi kesalahan dalam
pengukuran, menghindari kesempatan menjawab benar dengan menebak. Pada
two-tier multiple choice test dinyatakan benar/memperoleh skor 2 bila kedua
tingkat dalam soal dijawab dengan benar, sehingga kemungkinan untuk menjawab
benar dengan menebak sebesar 4%. Selain itu kelebihan two-tier multiple choice
yaitu berada pada level kognitif tinggi (C4, C5, dan C6). Pada soal pilihan ganda
konvensional kemungkinan untuk menebak sebesar 20% siswa menjawab benar
tanpa mengetahui alasannya, sedangkan pada bentuk soal uraian kekurangannya
yaitu sulit untuk menghindari subjektifitas dalam menjawab dan menilai menurut
Tuysuz (dalam Maunah, N., dan Wasis, 2014).
E. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan pada penelitian yang akan dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Angraini dan Siti Sriyati (2019)
dengan judul Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMAN
Kelas x di Kota Solok Pada Konten Biologi menunjukkan nilai persen ratarata kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa-siswi di kota Solok kurang
dari 50% yaitu hanya sekitar 32,08% dari dua sekolan SMA Negeri di kota
Solok yang terakreditasi A dan B.
22
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Etika Prasetyani, Yusuf Hartono, dan Ely
Susanti (2016) dengan judul Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa
Kelas XI dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah di SMA
Negeri
18
Palembang.
Hasil
penelitian
menunjukkan
persentase
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yaitu; 16,67% kategori sangat
baik; 26,67% kategori baik; 30% kategori cukup; dan 26,67% memiliki
HOTS kategori kurang. Dan tidak ada yang memiliki HOTS dengan kategori
sangat kurang.
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Ari Syahidul Shidiq, Mohammad Masykuri,
dan Elfi Susanti V. H (2015) dengan judul Analisis Higher Order Thinking
Skills (HOTS) Menggunakan Instrumen Two-Tier Multiple Choice Pada
Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Siswa SMA Kelas XI
SMA N 1 Surakarta. Hasil penelitian diperoleh 7,4% siswa memiliki
keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat rendah, 25% rendah, 52,7%
tergolong sedang dan 14,7% dalam kategori tinggi.
F.
Pembelajaran online/E-Learning
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini banyak
menimbulkan inovasi dalam dunia pendidikan seperti banyaknya media yang
dapat dimanfaatkan untuk penyampaian materi pembelajaran yang dapat
diintegrasikan dengan teknologi. Pembelajaran online sudah dilakukan oleh
sebagian besar tenaga pendidik di Indonesia termasuk guru dan dosen, akan tetapi
tidak semua minggu aktiif pembelajaran dilakukan secara online. Dan dimasa
pandemi COVID 19 yang mulai mewabah sejak akhir tahun 2019 hingga tahun
23
2020 saat ini mengakibatkan sebagian besar aktivitas manusia seperti bekerja,
dilakukan di rumah. Termasuk proses pembelajaran disekolah juga dilakukan
dirumah secara online baik dari perguruan tinggi hingga sekolah dasar. Hal tersbut
dilakukan berdasarkan kebijakan pemerintah menteri pendidikan dan kebudayaan
dalam surat edaran nomor 4 tahu 2020 yang diteken Nadiem Makarim pada 24
Maret 2020 tentang bagaimana memprioritaskan kesehatan para siswa, guru, dan
seluruh warga sekolah, termasuk putusan pemerintah membatalkan ujian nasional.
(Mendikbud, 2020)
Pembelajaran daring/online/E-Learning yang dilakukan saat ini tidak lepas
dari
kemajuan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
yang
merupakan
penerapannya dalam pembelajaran yang dapat memudahkan interaksi guru dan
siswa. Menurut Harton dalam bukunya yang berjudul E-Learning Tools and
Technologies menyatakan bahwa E-Learning adalah segala bentuk pemanfaatan
atau penggunaan teknologi internet dan web untuk menciptakan pengalaman
belajar. E-Learning dapat dipandang sebagai suatu pendekatan yang inovatif
untuk dijadikan sebuah desain media penyampaian yanng baik, terpusat pada
pengguna, interaktif dan sebagai lingkungan belajar yang memiliki berbagai
kemudahan bagi siapa saja, dimana pun dan kapanpun. Hal ini tentu melibatkan
berbagai pemanfaatan komponen lain seperti teknologi digital dengan materi dan
bahan pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan pada suatu lingkungan belajar
yang terbuka dan fleksibel.
Penggunaan teknologi seperti Handphone atau laptop bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan efekktivitas pembelajaran. Selain itu E-Learning juga
24
memberikan kemudahan bagi pendidik dengan mempunyai kemudahan bantuan
profesional isi pelajaran secara online karena guru dapat memanfaatkan fitur-fitur
seperti googlr form, quizz, google class room, dan lain-lain dalam hal mendukung
penyampaian materi pembelajaran yang menarik, interaktif, dan atrakktif kepada
siswa. Selain itu kelebihan lain yang diharapkan dalam pembelajaran online
menurut Mahnun (2018) guru dan siswa dapat mengakses dokumen elektronik
untuk memperkaya pengetahuan mereka. Pendapat lainnya dikemukakan oleh
Allan J. Henderson tentang kelebihan pembelajaran online ditijau dari
karakteristiknya yaitu memungkinkan peserta didik belajar tanpa harus pergi ke
ruang kkelas, dan pembelajaran dapat dijadwalkan sesuai kesepakatan antara
instruktur dan peserta didik, atau peserta didik dapat menentukan sendiri waktu
belajar mereka. (Mahnun, 2018)
Selain kelebihan tentu pembelajaran online juga memiliki kelemahan yaitu
pembelajaran online dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan pada student
center atau siswa dituntut untuk mampu melakukan pembelajaran mandiri dengan
pemanfaatan teknologi dan fasilitator dari guru. Akan tetepi siswa dalam
pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran memiliki potensi besar mengalami
gangguan faktor ekstenal seperti penggunaan aplikasi lain saat pembelajaran,
jaringan yang tidak mendukung, biaya yang bertambah dan kurangnya pantauan
dari orang tua.
25
G. Kerangka Berpikir
Hasil PISA siswa Indonesia
tahun 2018 rendah dan
berada pada peringkat 74
dari 79 negara
Revisi
kurikulum
2013
Hasil nilai rata-rata UN
tahun 2019 yaitu 53
selaras dengan hasil
PISA siswa Indonesia
Kemampuan menganalisa, mengevaluasi dan mencipta
siswa Indonesia masih tergolong rendah
SMA Negeri 1 Sebatik Tengah sudah
menerapkan pembelajaran dan penilaian
berbasis HOTS pada UTS dan UAS siswa
Identifikasi HOTS siswa melalui instrumen
two-tier multiple choice test
Indikator pengukuran HOTS:
C4 (Menganalisis)
C5 (Mengevaluasi)
C6 (Mencipta)
26
Analisis hasil tes siswa
Keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Sebatik Tengah
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran
terhadap fenomena-fenomena yang ada atau objek yang diteliti melalui data atau
sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya (Nana dalam Rusjal, 2018).
Tujuan penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan objek penelitian ataupun hasil
penelitian.
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013). Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif kuantititatif. Pengambilan data akan dilakukan
dengan cara pemberian tes soal.
B. Desain penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan deskriptif
kuantitatif, karena data penelitian yang bersifat data kuantitatif berupa angkaangka dijabarkan secara deskriptif. Desain penelitian yang digunakan ialah one
shoot reasearch design.
27
28
Pemberian Tes
Pengolahan Data
Gambar 3.1 Desain Penelitian One Shoot Reasearch Design
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2019/2020.
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah, jalan SMA Desa
Sungai Limau Kecamatan Sebatik Tengah Kabupaten Nunukan Provinsi
Kalimantan Utara.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah suatu daerah pengambilan sampel untuk dipelajari
kemudian ditarik kesimpulan oleh peneliti yang dibentuk oleh obyek atau subyek
dengan kualitas dan karakter tertentu berupa orang ataupun benda-benda. Sampel
merupakan bagian dari populasi jumlah dan sifat yang representatif dari suatu
populasi besar (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian yang akan dilakukan
yaitu seluruh kelas XI jurusan IPA SMA Negeri 1 Sebatik Tengah dengan total 55
siswa. Untuk memiliki sampel yang representatif atau dapat mewakili penarikan
kesimpulan dari penelitian maka dapat dilakukan dengan teknik sampling.
Teknik sampling merupakan cara pengambilan sampel untuk penelitian.
Teknik sampling yang akan digunakan peneliti yaitu sampling jenuh yang
merupakan teknik penentuan sampel dengan menggunakan semua populasi
sebagai sampel penelitian (Sugiyono, 2013). Sampel yang akan digunakan oleh
29
peneliti yaitu 55 siswa sebagai sampel penelitian dari kelas XI IPA yang ada di
SMA Negeri 1 Sebatik Tengah.
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap pendahuluan
Pada tahap pendahuluan meliputi:
a. Membuat surat izin kepada pihak SMA Negeri 1 Sebatik Tengah untuk
melakukan studi pendahuluan.
b. Penyususnan instrumen tes two-tier multiple choice (pilihan ganda
bertingkat) yang diadaptasi dari instrumen HOTS Ahmad walid (2015)
c. Uji validasi internal instrumen tes
d. Melakukan revisi instrumen yang telah di validasi
2. Tahap pelaksanaan
Pada pelaksanaan dalam penelitian meliputi:
a. Membuat surat izin kepada pihak sekolah SMA Negeri 1 Sebatik Tengah
untuk melakukan penelitian (studi lanjut).
b. Pengamatan proses pembelajaran
c. Pemberian tes berupa soal pilihan ganda bertingkat (two-tier multiple
choice) kepada siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Sebatik Tengah yang
telah terpilih menjadi subjek penelitian yang dilakukan secara online
dengan memanfaatkan google form.
3. Tahap analisis data
a. Mengoreksi jawaban siswa
b. Melakukan analisis data
30
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan beberapa teknik sebagai
berikut:
1.
Non tes
a. Observasi
Observasi menurut Sutrisno Hadi ( dalam Sugiyono, 2013) merupakan
suatu proses yang kompleks diantaranya proses-proses pengamatan dan
ingatan. Dari segi proses yang digunakan adalah observasi non partisipan
dengan cara melakukan pengamatan secara langsung kondisi objek tanpa
aktif terlibat secara langsung. Dan dari segi instrumen observasi yang
digunakan yaitu observasi terstruktur yang telah dirancang secara sistematis
tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya.
b.
Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti (Sugiyono, 2013). Selain sebagai studi pendahuluan
waawancara juga dilakukan untuk memperodeh data pendukung untuk hasil
penelitian. Wawancara dilakukan terhadap guru berupa tanya jawab sepihak
secara terstrukktur
dengan mengikuti pedoman wawancara. Dengan
31
wawancara peneliti dapat berhubungan langsung dengan responden
sehingga dapat memperoleh jawaban lebih mendalam.
c.
Dokumentasi
Pengambilan dokumentasi dilakukan dengan menggunakan kamera hp
dan aplikasi perekam suara atau video sebagai sarana pendukung dalam
memperoleh data. Dokumentasi dapat berupa foto, rekaman suara atau
video, dokumen berbentuk soft file dan dokumen tertulis lainnya yang
berhubungan dengan topik penelitian.
2.
Tes
Tes merupakan pengambilan data menggunakan instrumen soal
berupa tes objektif yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara
objektif
(Rusjal,
2018).
Pengambilan
data
secara
tes
dilakukan
menggunakan instrumen two-tier multiple choice/soal pilihan ganda
bertingkat yang sudah divalidasi. Instrumen tes yang digunakan dalam
penelitian merupakan soal HOTS yang diadaptasi dari hasil penelitian
Ahmad Walid, Sajidan, dan Murni Ramli tentang penyusunan instrumen tes
higher order thinking skills pada siswa SMA kelas XI materi sistem
reproduksi yang telah dibukukan dengan judul Assessment Higher Order
Thinking Skills yang diterbitkan oleh Samudra Biru pada tahun 2018.
G. Uji Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang valid merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan hasil data penelitian yang valid. Instrumen yang valid memiliki
validitas tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur,
32
mengacu pada aspek ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran (Azwar, S.,
2019) Sebelum menerapkan instrumen pada sampel terlebih dahulu dilakukan
validasi instrumen soal two-tier multiple choice secara internal oleh validator.
H. Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian akan dianalisis sebagai berikut:
1.
Analisis menggunakan pedoman penskoran instrumen two-tier multiple
chice dari Shidiq, A. S., Muasyuri, M., dan Susanti, V. H (2014) seperti
pada tabel dibawah.
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran
Kriteria
Skor
Tidak ada jawaban
0
Menjawab lebih dari satu
0
Satu jawaban benar pada second tier
0
Satu jawaban benar pada first tier
1
Dua jawaban benar pada first tier and second tier
2
Jumlah skor yang didapatkan siswa nantinya akan dipersentasekan dengan
menggunakan rumus:
X=
Skor yang diperoleh
Skor Maksimum
𝑥 100%
Setelah itu, dilakukan penafsiran persentase HOTS siswa berdasarkan
perhitungan di atas dengan kategori menurut Purwanto (2013) sebagai
berikut:
33
Tabel 3.2 Skala Persentase HOTS dibagi dalam lima kategori berdasarkan
International Center for the Assesment of Higher Order Thinking
Skala
Interpretasi
X ≤ 20
Sangat rendah
20 < X ≤ 40
Rendah
40 < X ≤ 60
Sedang
60 < X ≤ 80
Tinggi
80 < X
Sangat tinggi
Keterangan : X = Nilai persen yang diperoleh siswa
2.
Analisis sebaran dimensi proses kognitif taksonomi Anderson
Adapun rumus untuk menghitung analisis sebaran dimensi proses kognitif
taksonomi Anderson dapat dilakukan dengan mencari persentase sebaran
dimensi kognitif siswa yaitu sebagai berikut:
Nilai =
Skor yang diperoleh
Skor Maksimum
𝑥 100%
(Purwanto, 2013)
Tabel 3.3 Sebaran Dimensi Proses Kognitif Siswa
No
Nama Siswa
1
2
3
Rata-rata
Persentase Dimensi Proses Kognitif
C4
C5
C6
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.w., dan Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan Untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Angraini, Gusti. & Siti Sriyati. 2019. Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Siswa SMAN Kelas x di Kota Solok Pada Konten Biologi.
JeITS, Volume 1, Nomor 1, 2019:114-124.
Arif. M, 2014. Penerapan Aplikasi Anates Bentuk Soal Pilihan Ganda. Jurnal
Ilmiah Edutic. Vol.1, No. 1, November 2014.
Arikunto, S. 2015. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Azwar, S., 2019. Reliabilitas
Pelajar.
dan
Validitas: Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka
Harton. Dkk. 2003. E-Learning Tools and Technologies
Iin N.I.S., Yusnita, dan Sugiarto, Bambang. 2012. Korelasi Antara Keterampilan
Metakognitif Dengan Hasil Belajar Siswa di SMAN 1 dan
Warblandong, Mojokerto. Unesa journal of chemical education. Vol. 1,
No. 2, pp. 78-83. September 2012. ISSN: 2252-9454.
Kemendikbud,
2019.
Laporan
Hasil
Ujian
Nasional.
https://puspendik.kemdikbud.go.id/hasil-un/. Diakses pada hari selasa
tanggal 17 September 2019 pukul 14:01 WITA
Kemendikbud. 2017. Modul Penyusunan Higher Order Thinking Skill (HOTS).
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. 2019. Rata-Rata
Nilai
UN SMA/sederajat Meningkat.
http://www.kemendikbud.go.id/main/blog/2019/05/kemendikbudratarata-nilai-un-smasederajat-meningkat. Diakses pada hari selasa
tanggal 17 September 2019 pukul13:55 WITA.
34
35
Kemendiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Kemendiknas. 2006. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menegah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menegah. Direktorat
Pembinaan Pendidikan Menengah Atas.
Mahnun, Nunu. 2018. Implementasi Pembelajaran Online dan Optimalisasi
Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Online di Perguruan Tinggi
Islam dalam Mewujudkan World Class University. Jurnal IJIEM:
Kajian Teori dan Hasil Penelitian Ppendidikan, Vol. 1, No. 1, April 2018.
Maunah, N., dan Wasis. 2014. Pengembangan Two-Tier Multiple Choice
Diagnostic Test Untuk Menganalisis Kesulitan Belajar Siswa Kelas
V pada Materi Suhu dan Kalor. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika
(JIPF). Vol. 03 No. 02 Tahun 2014, 195-200. ISSN: 2302-4496.
Mendikbud. 2020. Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan di Tengah Wabah
Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Surat Edaran Nomor 4 Tahun
2020. 24 Maret 2020.
Nugroho, R.A. 2019. HOTS Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi: Konsep,
Pembelajaran, Penilaian, dan Soal-soal. Jakarta: Grasindo.
Permana, R.H., 2019. Survei Kualitas Pendidikan PISA 2018: RI 10 Besar dari
Bawah. Detik News. . Diakses pada selasa tanggal 7 Januari 2019 pukul
10:59 WITA.
Prasetyani, E., dkk. 2016. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas
XI dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah di SMA
Negeri 18 Palembang. JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika
FKIP - UMRAH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, eISSN. 2548-5547.
Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustakan Pelajar.
Sani, Ridwan. A. 2019. Cara Membuat Soal HOTS. Tangerang: Tira Smart.
36
Setiawati, Wiwik., dkk. 2018. Buku Penilaian Berorientasi Higher Order
Thinking Skills: Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran
Berbasis Zonasi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Shidiq, A. S., Masykuri, M., Susanti, V. H. E. 2014. Pengembangan Instrumen
Penelitian Two-Tier Multiple Choice Untuk Mengukur Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thimkimg Skills) pada
Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Siswa SMA/MA
Kelas XI. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 4 tahun 2014
Shidiq, A. S., Masykuri, M., Susanti, V. H. E. 2015. Analisis Higher Order
Thimkimg Skills (HOTS) Menggunakan Instrumen Two-Tier Multiple
Choice Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk
Siswa Kelas XI SMA N 1 Surakarta. Jurnal SNPS Tahun 2015, ISSN:
2407-4659
Subadar. 2017. Penguatan Penndidikan Karakter (PKK) Berbasis Higher
Order Thinking Skills (HOTS). Jurnal Pedagogik, Vol. 04 No. 01,
Januari-Juni 2017. ISS: 2354-7960. E-ISSN: 2528-5793.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Bandung: Alfabeta.
Kuantitatif
Kualitatif
dan
R & D.
Walid, A., dkk. 2015. Penyusunan Instrumen Tes Higher Order Thinking
Skills pada Siswa SMA Kelas XI Materi Sistem Reproduksi. Jurnal
Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran. SP-008-3
Rusjal, Irmah. 2018. Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VII pada Materi
Sistem Pencernaan Menggunakan Certainty Of Response Index
(CRI) di SMP Negeri 8 Tarakan. Skripsi. Universitas Borneo Tarakan,
Tarakan (tidak dipublikasikan).
Isbadiyah, Siti., dan Sanusi, Anwar. 2019. Modul
Penyusunan
Soal
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking
Skills). Jakarta: kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas.
37
Lampiran 1. Hasil wawancara guru
38
39
40
41
42
Download