USULAN PENELITIAN IDENTIFIKASI HIGHER ORDER THINKING SKILLS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SEBATIK TENGAH PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI MELALUI INSTRUMEN TWO-TIER MULTIPLE CHOICE Oleh: BASNAWATI NPM. 16.406030.46 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN 2020 i HALAMAN PENGESAHAN Judul Proposal : Identifikasi Higher Order Thinking Skills Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Sebatik Tengah Pada Mata Pelajaran Biologi Melalui Instrumen Two-tier Multiple Choice Nama Mahasiswa : Basnawati NPM : 16.406030.46 Jurusan : Pendidikan Biologi Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ibrahim, M.Pd NIDN. 1114017701 Vlorensius, S.Si.,M.Pd NIDN. 1105027201 Mengetahui, Ketua Jurusan Vlorensius, S.Si.,M.Si NIDN. 1105027201 ii KATA PENGANTAR Alhamdulilahhirobbil’aalamin, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Selama penyusunan proposal penelitian ini, banyak pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih khususnya kepada : 1. Prof. Dr. Adri Patton, M.Si selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan. 2. Bapak Dr. Suyadi, S.S., M.Ed selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Borneo Tarakan. 3. Bapak Ibrahim, M.Pd selaku Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Borneo Tarakan serta dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan serta bantuan selama penyusunan proposal penelitian ini. 4. Bapak Vlorensius, S.Si., M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi, dosen Pembimbing Anggota serta dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan serta bantuan selama penyusunan proposal penelitian ini. 5. Bapak dan Ibu tercinta yang tak henti memberikan doa dan selalu memberikan semangat serta dukungan baik materi maupun moril yang tak ternilai. 6. Teman-teman mahasiswa khususnya Pendidikan Biologi Angkatan 2016 yang selalu memberikan dukungan. iii 7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan tulus mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga dapat digunakan sebagai pengembangan lebih lanjut. Terima kasih. Tarakan, 27 Februari 2020 Penulis Basnawati iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ...........................................................................................................v DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................................1 B. Asumsi dan Keterbatasan .............................................................................4 C. Rumusan Masalah ........................................................................................4 D. Tujuan Penelitian .........................................................................................5 E. Manfaat Penelitian .......................................................................................5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori .............................................................................................6 1. Taksonomi Pendidikan .................................................................................6 2. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi .......................................................11 3. Penilaian HOTS..........................................................................................15 4. Soal Pilihan Ganda Bertingkat (two-tier multiple choice) .........................20 B. Peneitian Relevan .......................................................................................21 C. Kerangka Berpikir ......................................................................................23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...........................................................................................24 B. Desain Penelitian .............................................................................................. 24 C. Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................24 D. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................25 E. Prosedur Penelitian.....................................................................................25 v F. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................26 G. Instrumen Pengumpulan Data ....................................................................27 H. Uji Intrumen Pengumpulan Data ...............................................................27 I. Analisis Data……………………………………………………………..28 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................29 LAMPIRAN ..........................................................................................................33 vi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Taksonomi Pendidikan .......................................................................................8 3.1 Pedoman Penskoran .........................................................................................28 3.2 Skala Penelitian HOTS dibagi dalam Lima Kategori ......................................28 3.3 Sebaran Dimensi Proses Kognitif Siswa ..........................................................29 vii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................................23 3.1 Desain Penelitian One Shoot Reasearch Design..............................................24 viii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman Lampiran 1. Hasil wawancara guru ......................................................................33 Lampiran 2. Kisi-kisi soal hots ..............................................................................37 Lampiran 3. Instrumen soal....................................................................................46 ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revisi kurikulum 2013 difokuskan pada standar isi dan standar penilaian. Revisi kurikulum tersebut ditujukan untuk meningkatkan kemampuan HOTS siswa dilakukan karena berdasarkan hasil studi internasional PISA (Programme for Internasional Student Assessment) yang menunjukkan bahwa prestasi literasi membaca, literasi matematika, dan literasi sains peserta didik Indonesia sangat rendah (Kemendikbud, 2017). Hasil PISA pada tahun 2018, Indonesia berada pada peringkat ke 74 dari 79 negara yang mengikuti (Permana, R. H., 2019). Secara umum capaian tersebut masih di bawah rata-rata negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Fokus PISA menekankan pada kompetensi dan keterampilan siswa yang diperoleh dari sekolah yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Kemendikbud, 2017). Sesuai dengan revisi kurikulum 2013 pada standar isi dirancang agar siswa mampu berpikir kritis dan analitis yang dilakukan dengan mengurangi materi yang tidak sesuai dan menambah serta memperdalam materi yang sesuai bagi siswa, serta diperkaya dengan kebutuhan siswa untuk berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional. Sedangkan pada standar penilaian hasil belajar lebih menitikberatkan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), dengan mengadaptasi secara bertahap model-model penilaian internasional yang diharapkan dapat membantu 1 2 meningkatkan keterampilan HOTS yang dapat mendorong siswa berpikir secara luas dan mendalam tentang materi pelajaran. (Isbandiyah dan Sanusi, 2019) Data hasil pengukuran capaian UN siswa tahun 2019 menunjukkan bahwa terjadi sedikit peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari rata-rata nilai UN 51,76 pada tahun 2018 meningkat menjadi 53 pada tahun 2019. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) siswa perlu berlatih berpikir memecahkan soal-soal yang memerlukan cara berpikir tingkat tinggi atau HOTS (Higher Order Thinking Skills). Soal HOTS secara perlahan dinaikkan dan lambat laun tingkat komposisinya akan ditingkatkan dari tahun ke tahun. Kemendikbud juga akan terus meningkatkan kualitas dan komposisi soal ujian nasional. (Kemendikbud, 2019). Hasil pengukuran capaian UN siswa tersebut selaras dengan hasil capaian PISA. Siswa masih lemah dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti menalar, menganalisa, dan mengevaluasi. Oleh karena itu program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) berorientasi pada pembelajaran dan penilainan berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran merupakan salah satu upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Siswa dalam memecahkan masalah sehari-hari membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher order thinking skills) untuk mencapai tujuan maupun solusi dari permasalahan. Berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 SKL (Standar Kompetensi Lulusan) siswa 3 SMA/MA harus memiliki dan mampu menerapkan kompetensi pengetahuan secara logis, kritis, kreatif dan inovatif. Tujuan pendidikan untuk mengembangkan pemikir yang dapat mennggunakan pengetahuan di dunia nyata, memandu beradaptasi, menjadi pemikir kritis dan kreatif, pemecah masalah dan pengambil keputusan. Hal tersebut selaras menurut Peter (Walid, A. dkk., 2015) siswa harus memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi agar mampu bersaing dalam dunia kerja dan kehidupan pribadi. Higher order thinking skills adalah keterampilan berpikir tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat, tapi membutuhkan keterampilan yang lebih tinggi. Hal tersebut seperti menganalisa, mensintesa, menggabungkan fakta dan ide, menggeneralisasi, sampai pada suatu kesimpulan atau interpretasi (Sani, Ridwan. A. 2019). Dengan kemampuan HOTS menjadikan siswa dapat memanipulasi informasi dan gagasan dalam mengubah arti dan solusi. Misal, saat siswa memadukan fakta-fakta dan gagasan bertujuan untuk mensintesis, menjelaskan, membuat hipotesis atau mengambil kesimpulan. Salah satu penerapan kemampuan HOTS siswa yaitu dengan melakukan asesmen secara tes maupun non tes yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi guna mendorong siswa untuk memiliki keterampilan tersebut. Instrumen tes yang digunakan untuk mengetahui keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa yaitu jenis tes pilihan ganda bertingkat atau Two-tier Multiple Choice. Jenis tes tersebut memiliki dua tingkat pertanyaan, tingkat pertama berkaitan dengan pernyataan pengetahuan dan tingkat kedua pernyataan sebagai fasilitas pengujian bagi siswa untuk belajar pada tingkat berpikir lebih tinggi 4 (Shidiq, A. S., dkk, 2014). Dengan instrumen two-tier multipel choice dapat memicu siswa untuk memiliki keterampilan penalaran dan berpikir tingkat tinggi sehingga dapat mengidentifikasi pemahaman konsep siswa. Observasi di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah sebagai studi pendahuluan berupa hasil wawancara terhadap guru mata pelajaran biologi yaitu para guru yang ada di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah sudah memahami tentang pembelajaran dan penilaian HOTS melalui pelatihan IHT (In House Training) dan PKP (Peningkatan Kompetensi Pendidikan) dan sudah menerapkan kosep HOTS dalam pembelajaran biologi. Penerapan penilaian HOTS dilakukan pada UTS dan UAS siswa dengan menggunakan soal pilihan ganda dan soal uraian. Namun belum dilakukan identifikasi soal dan hasil jawaban siswa terhadap HOTS, dan soal tersebut belum diuji secara luas. Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul: “Identifikasi Higher Order Thinking Skills Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Sebatik Tengah Pada Mata Pelajaran Biologi Melalui Instrumen Two-Tier Multiple Choice”. B. Asumsi dan Keterbatasan Untuk memperjelas ruang lingkup yang diteliti, maka perlu adanya batasan masalah dalam penelitian ini. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Higher order thinking Skills yang diteliti ialah kemampuan berpikir kognitif C4 sampai C6 pada Taksonomi Bloom revisi Anderson yaitu menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. 5 2. Instrumen tes yang digunakan ialah instrumen pilihan ganda bertingkat (two tier multiple choice test), soal pilihan ganda yang disertai dengan pilihan alasan. 3. Materi biologi yang digunakan ialah materi kelas XI semester 2 yaitu materi sistem pernapasan, sistem eksresi, dan sistem saraf pada manusia. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah? 2. Bagaimana sebaran taksonomi kognitif siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Sebatik Tengah. 2. Untuk mengetahui sebaran taksonomi kognitif siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah. 6 E. Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Guru Instrumen soal pilihan ganda yang telah dibuat dapat digunakan pengembangan dan pedoman untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. 2. Sekolah Sebagai referensi dan data bagi sekolah mengenai keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 3. Siswa Instrumen yang telah dibuat oleh peneliti digunakan untuk mengukur HOTS sehingga dapat memacu siswa dalam meningkatkan kemampuannya. 4. Peneliti Menambah pengetahuan mengenai pembuatan instrumen two tier multiple choice test dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan instrumen tes dan HOTS. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Taksonomi Pendidikan Taksonomi merupakan suatu kerangka pikir khusus yang dikelompokkan dalam rangkaian kata benda. Taksonomi pendidikan atau dikenal dengan taksonomi bloom kata kerjanya mendeskripsikan proses kognitif dan kata bendanya mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan untuk dikuasai oleh siswa. Taksonomi kognitif yang sering digunakan pada bidang pendidikan yaitu taksonomi bloom yang terdiri atas kategori pengetahuan (faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif) dan kategori kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi). (Nugroho, R.A., 2019) Kemudian pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohls merevisi taksonomi ini dengan menekankan pada penyesuaian tujuan pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran dan penilaian. Menurut Anderson dan Krathwohl proses berpikir merupakan sesuatu yang dinamis, yang harus dinyatakan menggunakan kata kerja (Anderson dan Krathwohl, 2010). Pada taksonomi revisi Anderson dan Krathwohls terdapat dua dimensi yaitu proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi proses kognitif meliputi enam kategori yaitu: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Untuk dimensi pengetahuan meliputi kategori: faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Berikut disajikan tabel taksonomi pendidikan: 7 8 Tabel 2.1 Taksonomi Pendidikan. Dimensi pengetah uan C1 Mengin gat Dimensi proses kognitif (C) C2 C3 C4 C5 Memaha Mengaplikas Menganal Mengeval mi ikan isis uasi C6 Menci pta Pengetah uan faktual Pengetah uan konseptu al Pengetah uan prosedura l Pengetah uan metakogn itif Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010 a. Dimensi pengetahuan 1) Pengetahuan faktual yaitu berisikan elemen-elemen dasar sebagai pengetahuan yang harus diketahui siswa untuk mempelajari atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan ini terdiri atas dua jenis: pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik. 2) Pengetahuan konseptual yaitu mencakup pengetahuan tentang kategori, klasifikasi dan hubungan antara dua atau lebih kategori/klasifikasi. Pengetahuan ini terdiri atas: pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. 9 3) Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan langkah-langkah, tentang prosedur, proses, atau cara untuk melakukan sesuatu yang hasilnya berupa pengetahuan faktual atau pengetahuan konseptual. 4) Pengetahuan metakognitif yaitu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan metakognitif dengan cara strategis agar dapat mencapai tujuan kognitif. Strategi tersebut merupakan strategi belajar untuk membantu siswa memahami materi pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Livingstone (dalam Iin dan Sugiarto, 2012) metakognitif merupakan thinking abaut thinking (berpikir tentang berpikir dimana objek berpikirnya) suatu proses berpikir tentang diri. Flavell (dalam Anderson dan Krathwohl, 2010) menambahkan bahwa metakognitif meliputi pengetahuan tentang strategi, tugas, dan variabel-variabel person. b. Dimensi proses kognitif 1) Mengingat, pengetahuan mengingat perlu sebagai pengetahuan awal bagi siswa sebagai bekal untuk menyelesaikan masalah dalam tugas-tugas yang lebih kompleks. Proses kognitif dengan mengingat (mengenali/mengingat kembali) pengetahuan ketika menghadapi tugas atau masalah, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan baru untuk menyelesaikan tugas atau masalah. 2) Memahami, pengetahuan konseptual menjadi dasar untuk memahami. Siswa dapat dikatakan memahami apabila dapat menghubungkan antara pengetahuan baru dan lama dengan mengkonstruksi pengetahuan tersebut 10 baik berupa makna atau pesan yang bersifat tertulis, lisan, berasal dari sumber buku, dan lain-lain. Untuk memahami suatu informasi atau pengetahuan menafsirkan, baru melalui proses mencontohkan, kognitif memahami mengklasifikasikan, meliputi: merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. 3) Megaplikasikan, pada proses kognitif mengaplikasikan terdiri atas mengeksekusi dan mengimplementasikan. Proses kognitif ini berkaitan dengan pengetahuan prosedural yaitu menggunakan proses, cara, atau langkah-langkah tertentu untuk menyelesaikan masalah. 4) Menganalisis mencakup belajar untuk menentukan informasi, cara menata dan menentukan tujuan informasi baru tersebut. Pada proses kognitif ini meliputi proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan yang melibatkan proses memecah materi menjadi bagianbagian submateri, serta menentukan hubungan antar bagian submateri tersebut. 5) Mengevaluasi, dalam mengevaluasi berarti kita membuat suatu keputusan sesuai standar/kriteria tertentu. Semua keputusan yang dihasilkan dari mengevaluasi bersifat evaluatif. Dengan memperhatikan proses-proses kognitif memeriksa keputusan yaang diambil sesuai dengan kriteria internal, dan mengkritik keputusan yang diambil sesuai dengan kriteria eksternal. 6) Mencipta yaitu menghasilkan suatu produk seperti hasil menulis, memahat, melukis, membangun, dan lainnya dari informasi dan materi 11 pembelajaran yang mengutamakan keorisinilan produk yang dihasilkan siswa. Pada ranah proses kognitif yang telah diuraikan diatas mulai dari C1 - C6. Kategori C1 - C3 (mengingat, memahami, dan mengaplikasikan) berkaitan dengan daya ingat siswa dikategorikan dalam recalling. Sedangkan C4 - C6 (menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) berkaitan dengan kemampuan transfer. B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi a. Definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi Keterampilan berpikir merupakan istilah yang memadukan beberapa aspek proses kognitif yang mencakup transformasi informasi dan ide-ide. Transformasi dapat terjadi jika siswa menganalisa, mensintesa dengan menggabungkan fakta dan ide, menggeneralisasi, menjelaskan, dan interpretasi atau penarikan kesimpulan (Tomei dkk dalam Sani, Ridwan, A., 2019). Dalam HOTS siswa menggunakan pemikiran secara luas yang menuntut siswa untuk menerapkan informasi yang ia dapat melalui manipulasi informasi dalam menemukan jawaban pada kondisi atau permasalahan baru. Menghadapi kondisi dan permasalahan baru yang tidak dikenal baik berupa pertanyaan menantang, ketidakpastian atau dilema dapat memicu berkembangnya higher order thinking skills individu. Sebagaimana menurut King dkk (dalam Shidiq, A. S., dkk, 2015) HOTS yang meliputi berpikir kritis logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif akan diaktifkan saat individu memperoleh masalah yang tidak familiar, tidak tentu dan penuh pertanyaan. Hal tersebut relevan pendapat 12 Lewis dan Smith (dalam Sani, Ridwan, A., 2019) berpikir tingkat tinggi akan terjadi jika seseorang mempunyai informasi tersimpan dalam ingatan dan mendapatkan informasi baru, kemudian menghubungkan, menyusun, dan mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai tujuan dan memperoleh solusi yang mungkin dalam situasi membingungkan. HOTS mengandung kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu kemampuan analisis, evaluasi, dan kreasi. Akan tetapi terdapat juga kemampuan berpikir kreatif. Menurut King dkk (dalam Sani, Ridwan, A., 2019) Mendefinisikan Higher Order Thiking Skills (HOTS) sebagai suatu keterampilan berpikir kritis, berpikir logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif. Selain itu dalam HOTS juga dibutuhkan kemampuan menyelesaikan masalah dan membuat keputusan (Arter dan Salmon dalam Sani, Ridwan, A., 2019). Berdasar beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir pada tingkat yang lebih tinggi tidak sekedar menghafal atau menyampaikan sesuatu sama persis dengan fakta yang dihafalkan. Proses berpikir tingkat tinggi menurut penjelasan John Dewey bahwa proses berpikir sebagai rantai produktif yang bergerak dari refleksi ke inkuiri, kemudian proses berpikir kritis yang akhirnya menuntun pada penarikan kesimpulan. Petres menambahkan saat menerapkan HOTS, seorang individu perlu untuk memerikasa asumsi dan nilai-nilai, mengevaluasi fakta, dan menilai kesimpulan (Sani, Ridwan, A., 2019). b. Aspek HOTS menurut Lewis dan Smith (dalam Sani, Ridwan. A., 2019) meliputi: 13 1) Critikal Thinking (berpikir kritis) merupakan proses berpikir terampil dan bertanggungjawab ketika seseorang mempelajari suatu permasalahan dari bebagai sudut pandang, dan terlibat dalam penyelidikan untuk memperoleh penilaian/pertimbangan dalam menarik kesimpulan. Menurut Norris (dalam Sani, Ridwan. A., 2019) bahwa berpikir kritis harus dilandasi upaya mencari alasan, berupaya mengumpulkan informasi sesuai kebutuhan, mencari alternatif, mempertimbangkan pandangan orang lain, yang diperlukan untuk meyakini sebelum melakukan sesuatu. Definisi yang dikemukakan Norris didukung oleh pernyataan Ahmadi, dkk (dalam Subadar, 2017) berpikir kritis dapat diberdayakan dengan memahami aspek-aspek yang berkaitan dengan konsepsi berpikir kritis. Adapun aspek-aspek berpikir kritis yang diusulkan oleh Bayer (dalam Sani, Ridwan. A., 2019) yang dikembangkan oleh beberapa ahli yaitu: disposisi, kriteria, argumen, bernalar, cara pandang, dan prosedur aplikasi. Critikal thinking sebagai aspek HOTS merupakan alur nalar yang berfokus pada yang dilakukan sebagai kemampuan siswa untuk menerapkan keputusan bijaksana atau menghasilkan argumentasi yang kuat. 2) Creative thinking (berpikir kreatif) merupakan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang asli, solusi ganda, estetika, mengambil resiko, berpikir lateral (Subadar, 2017). Pemikiran kreatif setiap orang akan berbeda sesuai dengan pengetahuan awal mereka dan cara mereka berpikir dalam melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapi. Kreatifitas terkait dengan kemampuan seseorang untuk merangkai atau membuat 14 sesesuatu dengan cara baru secara konseptual atau menghasilkan produk yang imajinatif dan menarik. Menurut Torrance (dalam Sani, Ridwan. A., 2019) kreatifitas mencakup kriteria utama yaitu: kelancaran berpikir (fluency), fleksibilitas berpikir (flexsibility), elaborasi, dan orisinalitas (original thinking). 3) Problem solving (pemecahan masalah) mencakup proses berpikir kritis dalam proses menyelesaikan masalah. Akan tetapi untuk menyelesaikan permasalahan kompleks seseorang harus dapat menganalisis dan mensintesis (kreatif). Problem solving merupakan proses yang terdiri atas banyak langkah untuk mengatasi masalah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gralofalo dan Lester (dalam Sani, Ridwan. A., 2019) bahwa problem solving adalah proses yang mencakup visualisasi, asosiasi, abstraksi, pemahaman, manipulasi, bernalar, analisis, sintesis, dan generalisasi, yang diatur dan dikoordinasi. Seseorang akan mampu memenyelesaikan masalah apabila dapat menemukan hubungan antara pengalamannya yang didapat dari pembelajaran dengan permasalahan baru yang dihadapi melalui berbagai proses dan langkah-langkah. Ketika seseorang berhasil menyelesaikan masalah menurut Gagne (dalam Subadar, 2017) maka akan mendapatkan pengetahuan (jawaban atas permasalahannya), dan proses (cara atau prosedur masalah yang diselesaikan). 4) Making decision (membuat keputusan) dalam kehidupan sehari-hari. Proses membuat keputusan dapat dimulai dari menetapkan tujuan, 15 pengumpulan informasi terkait permasalahan, dan memilih solusi alternatif yang relevan. Menurut Ahmadi, dkk (dalam Subadar, 2017) dalam membuat keputusan terdapat serangkaian proses yang meliputi; melakukan asesmen yaitu menganalisis keuntungan serta resiko dari keputusan yang dibuat, mengidentifikasi pilihan-pilihan sesuai dengan tujuan keputusan yang dibuat, menganalisis informasi agar dapat memilih informasi yang tepat terkait keputusan, menentukan pilihan sebagai keputusan akhir yang akan diambil sebagai solusi atas permasalahan. C. Penilaian HOTS Penilaian berorientasi HOTS dilakukan untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa dengan proses pengumpulan dan pengolahan informasi yang menekankan pada penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut Gronlund dan Linn (dalam Walid, A., dkk., 2015) Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan agar Suatu penilaian tergolong baik dan efektif yaitu: menentukan secara jelas hal yang diakses mempunyai prioritas pada proses penilaian, sesuai dengan karakterisitik yang diukur, konprehensip sesuai dengan prosedur, membutuhkan suatu kesadaran keterbatasan, dan bukan makna terakhir dalam diri. Untuk melakukan penilaian dapat dilakukan melalui tes tertulis yang diberikan kepada peserta didik. Soal-soal dalam tes berisi pertanyaan yang menguji siswa dalam hal pemecahan masalah. Dalam soal HOTS siswa dituntut tidak sekadar mengingat, menyatakan kembali, atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (Setiawati, Wiwik., dkk., 20018). a. Indikator HOTS 16 Menurut Krathwohl (dalam Subadar, 2017) indikator untuk memgukur keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher order thinking skills) meliputi: menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta yang tergolong dalam ranah kognitif C4, C5, dan C6 pada taksonomi pendidikan. Pertama menganalisis meliputi proses: Analisis informasi yang diperoleh menjadi bagian-bagian kecil untuk mengetahui pola dan hubungan tiap bagian, mengenali dan dapat membedakan setiap penyebab dan akibatnya, dan mengidentifikasi atau merumuskan suatu pertanyaan. Kedua mengevaluasi mencakup proses-proses yaitu: menilai solusi, gagasan dan metodologi menggunakan kriteria sesuai standar yang ada, membuat buat hipotesis, mengkritik dan menguji, menerima atau menolak hipotesis sesuai kriteria sesuai standar. Ketiga mencipta meliputi proses: membuat generalisasi dari suatu ide atau cara pandang terdapat sesuatu, merancang cara untuk menyelesaikan masalah, dan mengorganisasikan bagian dari unsur-unsur menjadi struktur baru (produk) yang belum pernah ada. Shiddiq, A.S., dkk (2014) menambahkan ada lima indikator yang digunakan untuk mengukur HOTS, yaitu: 1) Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir analisis 2) Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir evaluatif 3) Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir kreatif 4) Siswa dapat menggunakan keterampilan berpikir kritis 5) Siswa dapat menggunakan memecahkan masalah keterampilan berpikir logis untuk 17 b. Karakteristik soal HOTS Konteks asesmen soal HOTS menurut Wiwik Setiawati dkk (20018) mencakup karakteristik sebagai berikut: 1) Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi: transfer satu konsep kekonsep lainnya, memproses dan menerapkan informasi, mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan menelaah ide dan informasi secara kritis. 2) Berbasis permasalahan kontekstual. Pada umumnya saol HOTS merupakan soal kontekstual yang berbasis situasi nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa diharaapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas, bukan kondisi buatan atau teoritis. 3) Menggunakan bentuk soal beragam, dalam menulis soal HOTS terdapat beberapa bentuk soal yaitu: pilihan ganda kompleks memuat stimulus yang bersumber dari situasi kontekstual yang bertujuan untuk menguji pemahaman siswa terhadap suatu masalah. Bentuk soal selanjutnya ialah soal uraian yang menuntut siswa untu mengorganisasikan pengetahuan, gagasan, dan hal-hal yang pernah dipelajari. Kemudian mengemukakan jawabannya dalam bentuk tertulis menggunakan kalimat sendiri. c. Cara membuat soal HOTS Untuk menulis soal HOTS ada beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh yaitu: 1) Menganalisis KD (Kompetensi Dasar) yang dapat dibuat menjadi soal-soal HOTS. Tidak semua KD dapat dijadikan soal HOTS, kita dapat melakukan 18 analisis secara mandiri kompetensi dasar yang akan dijadikan soal HOTS. Menurut Ridwan Abdullah Sani (2019) rumusan kompetensi dasar yang dapat dijadikan soal HOTS jika menggunakan kata kerja dalam kategori berpikir tingkat tinggi yaitu: menganalisis, membedakan, membandingkan, menyimpulkan, mengevaluasi, mengkritisi, menyelesaikan masalah, menyusun, merancang, dan mengkreasi. 2) Menyusun kisi-kisi soal yang memuat kompetensi dasar, materi pokok, indikator soal, menentukan level kognitif, dan bentuk soal, serta nomor soal. Kisi-kisi ini bertujuan untuk penulisan butir soal HOTS. 3) Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual yang dapat mendorong siswa untuk tertarik membacanya. Pada umumnya stimulus dapat berupa gambar, grafik, tabel, wacana, film, dan lainnya. Ridwan Abdullah Sani (2019) menambahkan stimulus yang dapat digunakan untuk membuat soal HOTS yaitu: fenomena kontekstual, informasi faktual atau historis, deskripsi teori, data hasil percobaan, prosedur atau eksperimen, pendapat atau gagasan berbagai sumber informasi, berbagai teks, dan permasalahan sehari-hari. 4) Mmenulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal. Untuk mengasah HOTS siswa kata tanya yang dapat digunakan saat menulis butir soal yaitu: mengapa, bagaimana caranya, berikan alasan, dengan cara apa, dan harus bertindak bagaimana. 19 5) Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban. Soal HOTS yang dibuat harus dilengkapi dengan pedoman penskoran (untuk soal uraian) dan kunci jawaban (untuk soal pilihan ganda). d. Peran soal HOTS Keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat dibutuhkan individu agar tepat dalam memilih solusi bagi setiap permasalahan yang dihadapi. Menurut Subadar (2017) soal HOTS memiliki beberapa peran antara lain: mempersiapkan kompetensi peserta didik sebagai bentuk persiapan menghadapi abad ke-21, memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah, meningkatkan motivasi belajar siswa, dan meningkatkan mutu soal. Selain itu dalam membuat soal HOTS guru dituntut untuk kreatif membuat soal yang variatif yang mengandung kasus kontekstual sesuai tingkat pengetahuan, dan pengalaman belajar siswa. Soal HOTS berbasis kontekstual yang menghadapkan siswa pada konteks dasar yaitu alam dan lingkungan masyarakat. Dengan memahami alam dan lingkungan, maka siswa akan memiliki keterampilan yang membuatnya mampu bertindak secara tepat dan efektif. Menurut Nugroho R.A (2019) soal HOTS tidak harus dirumuskan dalam struktur yang rumit dengan kata-kata ilmiah dan bahasa yang tinggi, akan tetapi fokus pada isi dan esensi soal. Soal yang sulit belum tentu termasuk soal HOTS. Sesuai dengan pendapat Ridwan Abdullah Sani (2019) soal sulit seperti yang biasa dilatihkan dalam kelas 20 tidak termasuk soal HOTS, karena siswa sudah tahu cara menjawab soal tersebut. Namun soal sederhana yang membutuhkan penalaran untuk menjawabnya akan menjadi soal HOTS. Saat siswa dihadapkan dengan soal HOTS yang berbasis permasalahan kontekstual, tidak familiar, dan butuh penalaran akan menstimulus aktifnya keterampilan HOTS siswa. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bob Jacobs (dalam Nugroho R.A., 2019) yang membuktikan bahwa siswa yang mendapatkan pengalaman menantang akan menunjukkan pertumbuhan otak 25% lebih cepat dibandingkan siswa yang tidak mengalaminya. Maka dari itu penting bagi siswa untuk melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi melalui asesmen yang didesain untuk mengukur keterampilan yang dibutuhkan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. D. Soal Pilihan Ganda Bertingkat (two-tier multiple choice) Two-tier multiple choice merupakan tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai pilihan alasan guna untuk menentukan pemahaman konsep siswa. Menurut Tuysuz (dalam Maunah, N., dan Wasis, 2014) two-tier multiple choice memiliki dua tingkat yaitu tingkat pertama terdiri atas pertanyaan dan lima pilihan jawaban, dan pada tingkat kedua terdiri atas lima pilihan alasan yang mengacu pada pilihan jawaban pada tingkat pertama. Pada pilihan alasan terdapat satu jawaban benar. Dari jawaban siswa kemudian dianalisis dengan teknik penskoran tertentu dan dapat ditabulasi tiap butir soal, sehingga diperoleh capaian hasil tes siswa. 21 Two-tier multiple choice test mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan bentuk soal uraian dan multiple choice konvensional. Menurut Maunah dan Wasis (2014) kelebihan Two-tier multiple choice test yaitu mengurangi kesalahan dalam pengukuran, menghindari kesempatan menjawab benar dengan menebak. Pada two-tier multiple choice test dinyatakan benar/memperoleh skor 2 bila kedua tingkat dalam soal dijawab dengan benar, sehingga kemungkinan untuk menjawab benar dengan menebak sebesar 4%. Selain itu kelebihan two-tier multiple choice yaitu berada pada level kognitif tinggi (C4, C5, dan C6). Pada soal pilihan ganda konvensional kemungkinan untuk menebak sebesar 20% siswa menjawab benar tanpa mengetahui alasannya, sedangkan pada bentuk soal uraian kekurangannya yaitu sulit untuk menghindari subjektifitas dalam menjawab dan menilai menurut Tuysuz (dalam Maunah, N., dan Wasis, 2014). E. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan pada penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Angraini dan Siti Sriyati (2019) dengan judul Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMAN Kelas x di Kota Solok Pada Konten Biologi menunjukkan nilai persen ratarata kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa-siswi di kota Solok kurang dari 50% yaitu hanya sekitar 32,08% dari dua sekolan SMA Negeri di kota Solok yang terakreditasi A dan B. 22 2. Penelitian yang dilakukan oleh Etika Prasetyani, Yusuf Hartono, dan Ely Susanti (2016) dengan judul Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas XI dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah di SMA Negeri 18 Palembang. Hasil penelitian menunjukkan persentase kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yaitu; 16,67% kategori sangat baik; 26,67% kategori baik; 30% kategori cukup; dan 26,67% memiliki HOTS kategori kurang. Dan tidak ada yang memiliki HOTS dengan kategori sangat kurang. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Ari Syahidul Shidiq, Mohammad Masykuri, dan Elfi Susanti V. H (2015) dengan judul Analisis Higher Order Thinking Skills (HOTS) Menggunakan Instrumen Two-Tier Multiple Choice Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Siswa SMA Kelas XI SMA N 1 Surakarta. Hasil penelitian diperoleh 7,4% siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat rendah, 25% rendah, 52,7% tergolong sedang dan 14,7% dalam kategori tinggi. F. Pembelajaran online/E-Learning Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini banyak menimbulkan inovasi dalam dunia pendidikan seperti banyaknya media yang dapat dimanfaatkan untuk penyampaian materi pembelajaran yang dapat diintegrasikan dengan teknologi. Pembelajaran online sudah dilakukan oleh sebagian besar tenaga pendidik di Indonesia termasuk guru dan dosen, akan tetapi tidak semua minggu aktiif pembelajaran dilakukan secara online. Dan dimasa pandemi COVID 19 yang mulai mewabah sejak akhir tahun 2019 hingga tahun 23 2020 saat ini mengakibatkan sebagian besar aktivitas manusia seperti bekerja, dilakukan di rumah. Termasuk proses pembelajaran disekolah juga dilakukan dirumah secara online baik dari perguruan tinggi hingga sekolah dasar. Hal tersbut dilakukan berdasarkan kebijakan pemerintah menteri pendidikan dan kebudayaan dalam surat edaran nomor 4 tahu 2020 yang diteken Nadiem Makarim pada 24 Maret 2020 tentang bagaimana memprioritaskan kesehatan para siswa, guru, dan seluruh warga sekolah, termasuk putusan pemerintah membatalkan ujian nasional. (Mendikbud, 2020) Pembelajaran daring/online/E-Learning yang dilakukan saat ini tidak lepas dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan penerapannya dalam pembelajaran yang dapat memudahkan interaksi guru dan siswa. Menurut Harton dalam bukunya yang berjudul E-Learning Tools and Technologies menyatakan bahwa E-Learning adalah segala bentuk pemanfaatan atau penggunaan teknologi internet dan web untuk menciptakan pengalaman belajar. E-Learning dapat dipandang sebagai suatu pendekatan yang inovatif untuk dijadikan sebuah desain media penyampaian yanng baik, terpusat pada pengguna, interaktif dan sebagai lingkungan belajar yang memiliki berbagai kemudahan bagi siapa saja, dimana pun dan kapanpun. Hal ini tentu melibatkan berbagai pemanfaatan komponen lain seperti teknologi digital dengan materi dan bahan pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan pada suatu lingkungan belajar yang terbuka dan fleksibel. Penggunaan teknologi seperti Handphone atau laptop bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efekktivitas pembelajaran. Selain itu E-Learning juga 24 memberikan kemudahan bagi pendidik dengan mempunyai kemudahan bantuan profesional isi pelajaran secara online karena guru dapat memanfaatkan fitur-fitur seperti googlr form, quizz, google class room, dan lain-lain dalam hal mendukung penyampaian materi pembelajaran yang menarik, interaktif, dan atrakktif kepada siswa. Selain itu kelebihan lain yang diharapkan dalam pembelajaran online menurut Mahnun (2018) guru dan siswa dapat mengakses dokumen elektronik untuk memperkaya pengetahuan mereka. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Allan J. Henderson tentang kelebihan pembelajaran online ditijau dari karakteristiknya yaitu memungkinkan peserta didik belajar tanpa harus pergi ke ruang kkelas, dan pembelajaran dapat dijadwalkan sesuai kesepakatan antara instruktur dan peserta didik, atau peserta didik dapat menentukan sendiri waktu belajar mereka. (Mahnun, 2018) Selain kelebihan tentu pembelajaran online juga memiliki kelemahan yaitu pembelajaran online dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan pada student center atau siswa dituntut untuk mampu melakukan pembelajaran mandiri dengan pemanfaatan teknologi dan fasilitator dari guru. Akan tetepi siswa dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran memiliki potensi besar mengalami gangguan faktor ekstenal seperti penggunaan aplikasi lain saat pembelajaran, jaringan yang tidak mendukung, biaya yang bertambah dan kurangnya pantauan dari orang tua. 25 G. Kerangka Berpikir Hasil PISA siswa Indonesia tahun 2018 rendah dan berada pada peringkat 74 dari 79 negara Revisi kurikulum 2013 Hasil nilai rata-rata UN tahun 2019 yaitu 53 selaras dengan hasil PISA siswa Indonesia Kemampuan menganalisa, mengevaluasi dan mencipta siswa Indonesia masih tergolong rendah SMA Negeri 1 Sebatik Tengah sudah menerapkan pembelajaran dan penilaian berbasis HOTS pada UTS dan UAS siswa Identifikasi HOTS siswa melalui instrumen two-tier multiple choice test Indikator pengukuran HOTS: C4 (Menganalisis) C5 (Mengevaluasi) C6 (Mencipta) 26 Analisis hasil tes siswa Keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sebatik Tengah Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena yang ada atau objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya (Nana dalam Rusjal, 2018). Tujuan penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan objek penelitian ataupun hasil penelitian. Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kuantititatif. Pengambilan data akan dilakukan dengan cara pemberian tes soal. B. Desain penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan deskriptif kuantitatif, karena data penelitian yang bersifat data kuantitatif berupa angkaangka dijabarkan secara deskriptif. Desain penelitian yang digunakan ialah one shoot reasearch design. 27 28 Pemberian Tes Pengolahan Data Gambar 3.1 Desain Penelitian One Shoot Reasearch Design C. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2019/2020. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah, jalan SMA Desa Sungai Limau Kecamatan Sebatik Tengah Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. D. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah suatu daerah pengambilan sampel untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan oleh peneliti yang dibentuk oleh obyek atau subyek dengan kualitas dan karakter tertentu berupa orang ataupun benda-benda. Sampel merupakan bagian dari populasi jumlah dan sifat yang representatif dari suatu populasi besar (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu seluruh kelas XI jurusan IPA SMA Negeri 1 Sebatik Tengah dengan total 55 siswa. Untuk memiliki sampel yang representatif atau dapat mewakili penarikan kesimpulan dari penelitian maka dapat dilakukan dengan teknik sampling. Teknik sampling merupakan cara pengambilan sampel untuk penelitian. Teknik sampling yang akan digunakan peneliti yaitu sampling jenuh yang merupakan teknik penentuan sampel dengan menggunakan semua populasi sebagai sampel penelitian (Sugiyono, 2013). Sampel yang akan digunakan oleh 29 peneliti yaitu 55 siswa sebagai sampel penelitian dari kelas XI IPA yang ada di SMA Negeri 1 Sebatik Tengah. E. Prosedur Penelitian 1. Tahap pendahuluan Pada tahap pendahuluan meliputi: a. Membuat surat izin kepada pihak SMA Negeri 1 Sebatik Tengah untuk melakukan studi pendahuluan. b. Penyususnan instrumen tes two-tier multiple choice (pilihan ganda bertingkat) yang diadaptasi dari instrumen HOTS Ahmad walid (2015) c. Uji validasi internal instrumen tes d. Melakukan revisi instrumen yang telah di validasi 2. Tahap pelaksanaan Pada pelaksanaan dalam penelitian meliputi: a. Membuat surat izin kepada pihak sekolah SMA Negeri 1 Sebatik Tengah untuk melakukan penelitian (studi lanjut). b. Pengamatan proses pembelajaran c. Pemberian tes berupa soal pilihan ganda bertingkat (two-tier multiple choice) kepada siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Sebatik Tengah yang telah terpilih menjadi subjek penelitian yang dilakukan secara online dengan memanfaatkan google form. 3. Tahap analisis data a. Mengoreksi jawaban siswa b. Melakukan analisis data 30 F. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan beberapa teknik sebagai berikut: 1. Non tes a. Observasi Observasi menurut Sutrisno Hadi ( dalam Sugiyono, 2013) merupakan suatu proses yang kompleks diantaranya proses-proses pengamatan dan ingatan. Dari segi proses yang digunakan adalah observasi non partisipan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung kondisi objek tanpa aktif terlibat secara langsung. Dan dari segi instrumen observasi yang digunakan yaitu observasi terstruktur yang telah dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. b. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti (Sugiyono, 2013). Selain sebagai studi pendahuluan waawancara juga dilakukan untuk memperodeh data pendukung untuk hasil penelitian. Wawancara dilakukan terhadap guru berupa tanya jawab sepihak secara terstrukktur dengan mengikuti pedoman wawancara. Dengan 31 wawancara peneliti dapat berhubungan langsung dengan responden sehingga dapat memperoleh jawaban lebih mendalam. c. Dokumentasi Pengambilan dokumentasi dilakukan dengan menggunakan kamera hp dan aplikasi perekam suara atau video sebagai sarana pendukung dalam memperoleh data. Dokumentasi dapat berupa foto, rekaman suara atau video, dokumen berbentuk soft file dan dokumen tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian. 2. Tes Tes merupakan pengambilan data menggunakan instrumen soal berupa tes objektif yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Rusjal, 2018). Pengambilan data secara tes dilakukan menggunakan instrumen two-tier multiple choice/soal pilihan ganda bertingkat yang sudah divalidasi. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian merupakan soal HOTS yang diadaptasi dari hasil penelitian Ahmad Walid, Sajidan, dan Murni Ramli tentang penyusunan instrumen tes higher order thinking skills pada siswa SMA kelas XI materi sistem reproduksi yang telah dibukukan dengan judul Assessment Higher Order Thinking Skills yang diterbitkan oleh Samudra Biru pada tahun 2018. G. Uji Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang valid merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil data penelitian yang valid. Instrumen yang valid memiliki validitas tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur, 32 mengacu pada aspek ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran (Azwar, S., 2019) Sebelum menerapkan instrumen pada sampel terlebih dahulu dilakukan validasi instrumen soal two-tier multiple choice secara internal oleh validator. H. Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian akan dianalisis sebagai berikut: 1. Analisis menggunakan pedoman penskoran instrumen two-tier multiple chice dari Shidiq, A. S., Muasyuri, M., dan Susanti, V. H (2014) seperti pada tabel dibawah. Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kriteria Skor Tidak ada jawaban 0 Menjawab lebih dari satu 0 Satu jawaban benar pada second tier 0 Satu jawaban benar pada first tier 1 Dua jawaban benar pada first tier and second tier 2 Jumlah skor yang didapatkan siswa nantinya akan dipersentasekan dengan menggunakan rumus: X= Skor yang diperoleh Skor Maksimum 𝑥 100% Setelah itu, dilakukan penafsiran persentase HOTS siswa berdasarkan perhitungan di atas dengan kategori menurut Purwanto (2013) sebagai berikut: 33 Tabel 3.2 Skala Persentase HOTS dibagi dalam lima kategori berdasarkan International Center for the Assesment of Higher Order Thinking Skala Interpretasi X ≤ 20 Sangat rendah 20 < X ≤ 40 Rendah 40 < X ≤ 60 Sedang 60 < X ≤ 80 Tinggi 80 < X Sangat tinggi Keterangan : X = Nilai persen yang diperoleh siswa 2. Analisis sebaran dimensi proses kognitif taksonomi Anderson Adapun rumus untuk menghitung analisis sebaran dimensi proses kognitif taksonomi Anderson dapat dilakukan dengan mencari persentase sebaran dimensi kognitif siswa yaitu sebagai berikut: Nilai = Skor yang diperoleh Skor Maksimum 𝑥 100% (Purwanto, 2013) Tabel 3.3 Sebaran Dimensi Proses Kognitif Siswa No Nama Siswa 1 2 3 Rata-rata Persentase Dimensi Proses Kognitif C4 C5 C6 DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.w., dan Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Angraini, Gusti. & Siti Sriyati. 2019. Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMAN Kelas x di Kota Solok Pada Konten Biologi. JeITS, Volume 1, Nomor 1, 2019:114-124. Arif. M, 2014. Penerapan Aplikasi Anates Bentuk Soal Pilihan Ganda. Jurnal Ilmiah Edutic. Vol.1, No. 1, November 2014. Arikunto, S. 2015. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Azwar, S., 2019. Reliabilitas Pelajar. dan Validitas: Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Harton. Dkk. 2003. E-Learning Tools and Technologies Iin N.I.S., Yusnita, dan Sugiarto, Bambang. 2012. Korelasi Antara Keterampilan Metakognitif Dengan Hasil Belajar Siswa di SMAN 1 dan Warblandong, Mojokerto. Unesa journal of chemical education. Vol. 1, No. 2, pp. 78-83. September 2012. ISSN: 2252-9454. Kemendikbud, 2019. Laporan Hasil Ujian Nasional. https://puspendik.kemdikbud.go.id/hasil-un/. Diakses pada hari selasa tanggal 17 September 2019 pukul 14:01 WITA Kemendikbud. 2017. Modul Penyusunan Higher Order Thinking Skill (HOTS). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kemendikbud. 2019. Rata-Rata Nilai UN SMA/sederajat Meningkat. http://www.kemendikbud.go.id/main/blog/2019/05/kemendikbudratarata-nilai-un-smasederajat-meningkat. Diakses pada hari selasa tanggal 17 September 2019 pukul13:55 WITA. 34 35 Kemendiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Kemendiknas. 2006. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menegah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menegah. Direktorat Pembinaan Pendidikan Menengah Atas. Mahnun, Nunu. 2018. Implementasi Pembelajaran Online dan Optimalisasi Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Online di Perguruan Tinggi Islam dalam Mewujudkan World Class University. Jurnal IJIEM: Kajian Teori dan Hasil Penelitian Ppendidikan, Vol. 1, No. 1, April 2018. Maunah, N., dan Wasis. 2014. Pengembangan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Test Untuk Menganalisis Kesulitan Belajar Siswa Kelas V pada Materi Suhu dan Kalor. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF). Vol. 03 No. 02 Tahun 2014, 195-200. ISSN: 2302-4496. Mendikbud. 2020. Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan di Tengah Wabah Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020. 24 Maret 2020. Nugroho, R.A. 2019. HOTS Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi: Konsep, Pembelajaran, Penilaian, dan Soal-soal. Jakarta: Grasindo. Permana, R.H., 2019. Survei Kualitas Pendidikan PISA 2018: RI 10 Besar dari Bawah. Detik News. . Diakses pada selasa tanggal 7 Januari 2019 pukul 10:59 WITA. Prasetyani, E., dkk. 2016. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas XI dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah di SMA Negeri 18 Palembang. JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, eISSN. 2548-5547. Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustakan Pelajar. Sani, Ridwan. A. 2019. Cara Membuat Soal HOTS. Tangerang: Tira Smart. 36 Setiawati, Wiwik., dkk. 2018. Buku Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills: Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Shidiq, A. S., Masykuri, M., Susanti, V. H. E. 2014. Pengembangan Instrumen Penelitian Two-Tier Multiple Choice Untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thimkimg Skills) pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Siswa SMA/MA Kelas XI. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 4 tahun 2014 Shidiq, A. S., Masykuri, M., Susanti, V. H. E. 2015. Analisis Higher Order Thimkimg Skills (HOTS) Menggunakan Instrumen Two-Tier Multiple Choice Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Siswa Kelas XI SMA N 1 Surakarta. Jurnal SNPS Tahun 2015, ISSN: 2407-4659 Subadar. 2017. Penguatan Penndidikan Karakter (PKK) Berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS). Jurnal Pedagogik, Vol. 04 No. 01, Januari-Juni 2017. ISS: 2354-7960. E-ISSN: 2528-5793. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bandung: Alfabeta. Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Walid, A., dkk. 2015. Penyusunan Instrumen Tes Higher Order Thinking Skills pada Siswa SMA Kelas XI Materi Sistem Reproduksi. Jurnal Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran. SP-008-3 Rusjal, Irmah. 2018. Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VII pada Materi Sistem Pencernaan Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) di SMP Negeri 8 Tarakan. Skripsi. Universitas Borneo Tarakan, Tarakan (tidak dipublikasikan). Isbadiyah, Siti., dan Sanusi, Anwar. 2019. Modul Penyusunan Soal Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills). Jakarta: kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 37 Lampiran 1. Hasil wawancara guru 38 39 40 41 42