Uploaded by faketaxi0009

respirasi hewan

advertisement
ANALISIS PENGGUNAAN OKSIGEN TERHADAP PERBEDAAN LAJU
RESPIRASI BEBERAPA HEWAN
Riko Andrias J
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37, Jember 68121
email: [email protected]
Abstrak
Praktikum respirasi (kecepatan penggunaan oksigen dalam respirasi hewan) bertujuan untuk membuktikan
bahwa respirasi membutuhkan oksigen, dan menghitung kecepatan penggunaan oksigen dalam proses
respirasi beberapa macam hewan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah seperangkat respirometer,
beker glass, pipet, stopwatch, timbangan, kapas, dan malam. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah
KOH / NAOH kristal, vaselin, eusin, dan beberapa macam hewan (jangkrik, belalang, cacing, dan cicak).
Langkah kerja yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan. Kemudian menimbang gelas respirometer,
menimbang gelas respirometer yang ada hewannya, dan melihat selisihnya untuk mengetahui massa hewan.
Kemudian mengoleskan vaselin pada respirometer, dan menyambungkannya dengan gelas respirometer yang
ada hewannya serta melapisi dengan malam. Selanjutnya, meneteskan eusin pada ujung respirometer dan
mencatat data yang diperoleh tiap menitnya hingga 10 menit. Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa
dalam respirasi membutuhkan oksigen. Selain itu kecepatan penggunaan oksigen dalam hewan-hewan
berbeda karena berbagai faktor.
Kata kunci: Respirasi, Hewan, Oksigen, Respirometer.
Respirasi
internal
(pernapasan
seluler)
Pendahuluan
berlangsung
di
seluruh
sistem
tubuh
Pernapasan (respirasi) merupakan proses
(Djojodibroto, 2014 : 5).
pengambilan oksigen dari lingkungan luar dan
Pernafasan eksternal meliputi, tahap
penggunaanya oleh sel – sel tubuh untuk
ventilasi yaitu pertukaran gas antara medium
menghasilkan
energi
serta
pengeluaran
(lingkungan) eksternal dengan organ – organ
karbondioksida ke lingkungan luar. Proses
pernafasan. Tahap pertukaran O2 dan CO2 antara
pernafasan eksternal, mengacu kepada semua
udara pernafasan dengan darah dalam pipa kapiler
proses yang terlibat pada pertukaran O2 dan CO2
organ pernafasan, tahap pengangkutan O2 dari
antara sel – sel tubuh dengan lingkungan luar
kapiler organ pernafasan ke sel – sel tubuh dan
(Soewolo, 2000). Sistem pernapasan memiliki
pengangkutan CO2 dari sel – sel tubuh ke organ
fungsi utama, yaitu untuk memasok oksigen ke
pernafasan. Dan tahap pertukaran O2 dan CO2
dalam tubuh serta membuang karbondioksida dari
antara darah dalam kapiler sistemik dengan sel –
dalam tubuh (Isnaeni, 2006 : 191). Sistem
sel tubuh. Pernapasan internal mengacu pada
respirasi juga sering terdapat istilah respirasi
proses metabolisme intraseluler yang terjadi
eksternal dan respirasi internal.
dalam sitoplasma dan mitokondria dengan
Sistem pernapasan dibentuk oleh
melibatkan penggunaan O2 untuk menghasilkan
beberapa struktur. Seluruh struktur tubuh tersebut
energi dari molekul – molekul zat makanan
terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu
dengan hasil samping CO2. Pernafasan internal
proses pertukaran oksigen antara atmosfer dan
dapat dibagi menjadi 4 tahap yang saling
darah serta pertukaran karbondioksida antara
berhubungan: glikolisis, oksidasi asam piruvat
darah dan atmosfer. Respirasi eksternal adalah
menjadi asetil-KoA, daur asam sitrat dan
proses pertukaran udara antara darah dan atmosfer
sistem
syaraf
untuk
mencukupi
sedangkan respirasi internal adalah proses
kebutuhan akan oksigen dan membuang
pertukaran gas antara darah sirkulasi dan jaringan.
karbondioksida secara efektif.
Pengaturan respirasi dapat terjadi secara
kimiawi maupun syaraf. Pengaturan tersebut
dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kadar
oksigen dan karbondioksida dalam tubuh. Proses
ini menjadi penting karena kekurangan oksigen
maupun kelebihan karbondioksida dalam darah
atau cairan tubuh akan mengganggu proses
fisiologis secara keseluruhan (Isnaeni, 2006 :
203).
Respirasi bertujuan untuk menghasilkan
energi. Energi hasil respirasi tersebut sangat
diperlukan untuk aktivitas hidup, seperti mengatur
suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan
reproduksi. Dalam hal ini kegiatan pernafasan dan
respirasi tersebut saling berhubungan karena pada
proses pernafasan dimasukkan udara dari luar
(oksigen) dan oksigen tersebut digunakan untuk
proses respirasi guna memperoleh energi dan
selanjutnya sisa respirasi berupa gas karbon
dioksida (CO2) dikeluarkan melalui proses
pernafasan. Selain dalam bentuk gas, respirasi
juga bisa terjadi dalam bentuk terlarut (dialami
pada hewan yang hidup di air). Konsentrasi
oksigen dalam udara dan air berbeda, dan lebih
banyak di udara. Konsentrasi oksigen di dasar laut
tergantung pada keseimbangan antara konsumsi
oksigen dan transportasi oksigen dari air
permukaan, di mana oksigen diproduksi dan
dipertukarkan dengan atmosfer (Holtappels, 2014
: 1).
Hewan memiliki alat pernafasan yang
berbeda antara hewan satu dengan lainya. Antara
invertebrata dan vertebrata juga memiliki alat
pernafasan yang berbeda. Belalang dan jangkrik
bernapas menggunakan trakea, cacing bernafas
menggunakan kulit, serta cicak menggunakan
paru-paru.
Sistem pernapasan serangga terdiri dari
tabung internal bercabang. Tabung terbesar, yang
disebut trakea, terhubung ke bukaan luar yang
berada di sepanjang permukaan tubuh serangga.
Kantung-kantung yang terbentuk dari bagian
trakeae yang membesar ditemukan di dekat organ
yang membutuhkan suplai oksigen yang besar
(Campbell, 2017 : 940). Trakea adalah alat
pernafasan pada serangga. Pembuluh trakea
bermuara pada lubang kecil yang ada di kerangka
luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel. Spirakel
berbentuk silindris yang berlapis zat kitin dan
terletak berpasangan pada setiap segmen tubuh.
Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh
otot sehingga membuka dan menutupnya spirakel
terjadi secara teratur. Kulit berperan sebagai organ
respirasi pada beberapa hewan, termasuk cacing
tanah dan beberapa amfibia. Tepat di bawah kulit,
jejaring kapiler yang rapat memfasilitasi
pertukaran gas antara sistem sirkulasi dan
lingkungan (Campbell, 2008).
Frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti umur, jenis kelamin,
posisi tubuh, kondisi tubuh, dan kegiatan tubuh.
Kecepatan pernafasan menunjukkan frekuensi
bernapas atau waktu antara dua siklus respirasi
yang berturut-turut. Metode yang disarankan
untuk mengukur kecepatan respirasi adalah
menghitung jumlah nafas dalam satu menit
(Karlen, 2014 : 1). Setiap perubahan pada tingkat
pernapasan dapat membantu memprediksi
kejadian klinis yang berpotensi serius, seperti
serangan jantung, atau mungkin menyarankan
agar pasien dirawat di unit perawatan intensif
(Trobec, 2012 : 13814). Kecepatan respirasi yang
abnormal sering dikaitkan dengan tanda awal
penyakit kritis. Sebagai contoh, kriteria penting
yang terintegrasi dalam pedoman untuk diagnosis
pneumonia pada anak-anak (umur 1 - 5 tahun)
adalah penilaian RR yang meningkat (0,40 napas /
menit) (Garde, 2014 : 1). Janssens (2005) dan
Knudson (1983). mengatakan dalam Pruthi (2012
: 1), bahwa proses penuaan dikaitkan dengan
penyempitan progresif cadangan homeostatik
setiap organ. Perubahan fisiologis yang paling
penting yang terkait dengan penuaan adalah
sistem
pernafasan
yang
menggambarkan
penurunan rekurensi elastis statik paru-paru, pada
kinerja otot pernafasan, dan kepatuhan dinding
dada dan sistem pernapasan, yang mengakibatkan
peningkatan kerja pernapasan. Fungsi paru
menurun sepanjang masa dewasa, bahkan pada
orang sehat. Analisis cross sectional menunjukkan
bahwa penurunan tersebut dapat berlanjut lebih
cepat setelah usia 70 tahun. Penuaan normal
terjadi pada perubahan pada paru, mekanik,
kekuatan otot pernafasan, pertukaran gas dan
kontrol ventilasi. Meningkatnya kekakuan dinding
dada dan penurunan kekuatan otot pernafasan
dengan penuaan mengakibatkan peningkatan
kapasitas penutupan dan penurunan volume
ekspirasi paksa pada detik pertama atau FEV1.
METODE PENELITIAN
Praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, 20
Oktober 2017 bertempat di Laboratorium Zoologi
(R.19) jurusan Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Jember. Alat - alat yang di gunakan pada
praktikum
kali
ini
adalah
seperangkat
respirometer, beker glass, pipet, stopwatch,
timbangan, kapas, dan malam. Seperangkat
respirometer merupakan alat yang digunakan
untuk mengetahui laju respirasi dari hewan. Beker
glass digunakan sebagai wadah vaselin. Pipet
digunakan untuk meneteskan eusin ke tabung
respirometer. Stopwatch digunakan dalam
mencatat waktu. Timbangan digunakan untuk
menghitung massa dari hewan. Kapas digunakan
untuk membungkus KOH / NaOH kristal sebelum
dimasukkan ke dalam gelas respirometer bersama
hewan. Dan alat yang terakhir yaitu malam,
malam digunakan untuk mencegah kebocoran
udara pada respirometer. Bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum adalah KOH / NAOH
kristal, vaselin, eusin, dan beberapa macam hewan
(jangkrik, belalang, cacing, dan cicak).
Hasil dan Pembahasan
Kel
Hewan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Volume
penggunaan
O2
(ml/menit)
Menit ke-
Berat
(gram)
Laju
respirasi
(ml/menit)
1
Jangkrik
1
0,1
0,3
0,35
0,4
0,48
0,56
0,63
0,66
0,69
0,71
0,071
0,71
2
Belalang
0,3
0,16
0,3
0,43
0,53
0,62
0,69
0,75
-
-
-
0,107
0,357
3
Cacing
tanah
1
0,22
0,27
0,33
0,4
0,47
0,54
0,58
0,62
0,69
0,72
0,072
0,072
4
Cicak
3
0,2
0,4
0,55
0,7
0,82
0,9
-
-
-
-
0,1
0,033
5
Jangkrik
1,1
0,21
0,4
0,55
0,69
0,79
-
-
-
-
-
0,158
0,144
6
Belalang
1
0,08
0,17
0,24
0,32
0,4
0,48
0,54
0,6
0,64
0,7
0,07
0,07
7
Cacing
tanah
0,3
0,1
0,19
0,23
0,29
0,32
0,38
0,4
0,41
0,43
0,44
0,044
0,146
Praktikum kali ini adalah mengenai respirasi
pada hewan. Soewolo (2000) menjelaskan bahwa
pernapasan
(respirasi)
merupakan
proses
pengambilan oksigen dari lingkungan luar dan
penggunaanya oleh sel – sel tubuh untuk
menghasilkan
energi
serta
pengeluaran
karbondioksida ke lingkungan luar. Pada
pernafasan eksternal, mengacu kepada semua
proses yang terlibat pada pertukaran O2 dan CO2
antara sel – sel tubuh dengan lingkungan luar.
Hewan memerlukan respirasi untuk memenuhi
kebutuhan oksigennya yang digunakan dalam
proses
metabolisme,
dan
mengeluarkan
karbondioksida agar zat yang bersifat racun jika
terakumulasi dalam tubuh ini tidak menumpuk
dalam tubuh. Karbohidrat, protein, dan lemak
merupakan senyawa organik berenergi tinggi yang
diperlukan tubuh. Dalam memperoleh energi
dalam bentuk ATP melalui senyawa-senyawa
tersebut dibutuhkan oksigen, agar senyawa
organik berenergi tinggi tersebut bisa dioksidasi.
Praktikum mengenai kecepatan penggunaan
oksigen dalam respirasi alat yang digunakan
adalah, respirometer yang berfungsi untuk
mengukur kecepatan penggunaan oksigen hewan
yang ukuranya kecil. Pengukuran laju respirasi
dilakukan untuk melihat konsumsi oksigen dari
hewan yang diujikan menggunakan Respirometer.
Beberapa bahan-bahan yang digunakan ada yang
merupakan bahan kimia, antara lain adalah KOH
kristal atau NaOH kristal, eusin, dan vaselin.
KOH kristal atau NaOH kristal akan dimasukan
ke dalam tabung respirometer. KOH kristal atau
NaOH kristal merupakan senyawa kimia yang
dapat mengikat karbondioksida dalam udara
membentuk garam Kalium Karbonat atau Natrium
karbonat sehingga berfungsi dalam mengikat
karbondioksida karbondioksida sebagai hasil dari
respirasi hewan agar karbondioksida tidak
memberi tekanan pada eusin. Rumus dari
reaksinya adalah:
2KOH+ CO2 menjadi K2CO3 + H2O
dan
2NaOH+ CO2 menjadi Na2CO + H2O
Penggunaan eusin dalam praktikum ini
adalah sebagai indikator perunjuk skala. Hal ini
karena larutan eusin berwarna merah cerah,
sehingga mudah untuk dilihat pada tabung skala
respirometer. Kemudian digunakan juga vaselin,
vaselin ini digunakan untuk menutupi celah yang
ada pada gelas respirometer dengan bagian
respirometer yang memiliki skala, sehingga udara
tidak masuk ke dalam dan dapat mengganggu
kerja dari respirometer. Selain bahan-bahan
tersebut hewan yang digunakan antara lain adalah
belalang, jangkrik, cicak, serta cacing tanah,
pemilihan hewan tersebut telah mewakili hewan –
hewan lain dengan alat – alat pernafasan yang
berbeda, mulai dari trakea, kulit, dan paru-paru.
Hasil dari pengamatan pada praktikum
kali ini kelompok satu menggunakan hewan
jangkrik dengan berat 1 gram di dapatkan hasil
pada menit ke 10 respirometer menunjukkan hasil
0,71. Kelompok dua dengan menggunakan hewan
belalang dengan berat 0,3 gram di dapatkan hasil
pada menit ke 8 eusin pada respirometer telah
melewati skala. Kelompok tiga dengan
menggunakan cacing tanah seberat 1 gram
didapatkan hasil 0,72 pada respirometer di menit
ke-10. Kelompok empat dengan menggunakan
hewan cicak seberat 3 gram menunjukkan hasil
pada respiro meter menit ke-7 eusin telah
melewati skala pada respirometer. Kelompok lima
dengan hewan jangkrik dengan berat 1,1 gram
didapatkan hasil pada respirometer menit ke 6
eusin telah melewati skala pada respirometer.
Kelompok enam dengan belalang dengan berat
1gram mendapatkan hasil 0,7 pada skala
respirometer di menit ke-10. Kelompok tujuh
dengan hewan cacing yang memiliki berat
0,3gram didapatkan hasil 0,44 pada skala
respirometer di menit ke-10.
Hasil pengamatan pada praktikum kali ini
menunjukkan hasil kelompok 1 memiliki laju
respirasi sebesar 0,71 ml/menit dengan hewan
jangkrik seberat 1gram, pada kelompok 2
didapatkan laju respirasi sebesar 0,357 ml/menit
dengan hewan belalangseberat 0,3gram, pada
kelompok 3 didapatkan laju respirasi sebesar
0,072 ml/menit dengan menggunakan hewan
cacing tanah seberat 1 gram, pada kelompok 4
didapatkan laju respirasi sebesar 0,033 ml/menit
dengan menggunakan hewan cicak seberat 3
gram, pada kelompok 5 menggunakan hewan
didapatkan laju respirasi sebesar 0,144 ml/menit
dengan menggunakan hewan jangkrik seberat
1,1gram, pada kelompok 6 didapatkan laju
respirasi sebesar 0,07 ml/menit dengan
menggunakan hewan belalang seberat, dan pada
kelompok 7 didapatkan laju respirasi sebesar
0,146 ml/menit dengan menggunakan hewan
cacing tanah seberat 0,3 gram.
Analisis dari hasil pengamatan diatas
dinyatakan bahwa respirasi tiap individu berbeda.
Respirasi tiap hewan yang sejenis dengan beda
berat badan juga mengalami perbedaan dalam hal
laju transpirasi. Semakin hewan tersebut memiliki
berat yang besar maka volume penggunaan
oksigen tiap menitnya juga semakin besar, dan
laju respirasinya semakin besar pula.
Tiap-tiap hewan yang digunakan memiliki
kecepatan respirasi yang berbeda. Perbedaan
tersebut baik karena faktor suhu, kondisi hewan,
aktivitas hewan, posisi hewan, umur hewan,
massa hewan. Dalam hal ini massa hewan sangat
mempengaruhi. Hewan semakin besar massanya,
maka akan semakin banyak sel-selnya, sehingga
kebutuhan metabolismenya juga tinggi. Selain itu
aktivitas
yang
dilakukan
hewan
juga
mempengaruhi kecepatan respirasinya. Hewan
yang sangat aktif, umunya memiliki kecepatan
respirasi yang lebih besar. Seperti halnya dengan
jangkrik dan belalang. Cacing tanah yang kurang
aktif pada praktikum ini memiliki respirasi yang
lebih rendah. Namun cicak mempunyai aktivitas
tinggi, namun rerata volume penggunaan
oksigennya sedikit, begitu juga dengan kecepatan
respirasinya. Hal ini kemungkinan cicak tersebut
mengalami stress karena ditangkap dan dikurung
cukup lama.
Hasil dari pengamatan diperoleh kecepatan
penggunaan oksigen yang berbeda pada tiap
spesies bahkan individu. Hal ini karena terdapat
faktor–faktor yang mempengaruhi laju respirasi
pada hewan, antara lain kegiatan atau aktivitas
tubuh yang dilakukan hewan tersebut, semakin
aktif aktifitas yang dilakukan oleh hewan, maka
tubuh hewan juga akan membutuhkan semakin
banyak oksigen yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan energinya sehingga mengakibatkan laju
respirasi akan semakin cepat. Faktor selanjutnya
yang mempengaruhi laju respirasi yaitu jenis
kelamin. Pada umumnya hewan berjenis kelamin
jantan memiliki aktivitas yang lebih banyak
dibandingkan dengan hewan berjenis kelamin
betina. Oleh karena itu pada hewan jantan
memiliki kecepatan penggunaan oksigen yang
lebih banyak dibandingkan hewan betina. Namun,
pada praktikum ini tidak diidentifikasi jenis
kelamin masing-masing hewan yang digunakan.
Selain itu, massa hewan juga mempengaruhi laju
respirasi.
Masaa
hewan
yang
besar
mengindikasikan bahwa hewan tersebut memiliki
sel yang lebih banyak sehingga memerlukan
oksigen yang lebih banyak. Keadaan hewan juga
mempengaruhi
laju
respirasi.
Frekuensi
pernapasan akan meningkat saat hewan
melakukan beraktivitas dibandingkan hewan yang
sedang diam. Hal ini terkait dengan kebutuhan
oksigen untuk memenuhi kebutuhan energi.
Kondisi hewan juga termasuk stress atau tidaknya
hewan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
kecepatan respirasi adalah umur atau usia dari
hewan tersebut. Pada teori dijelaskan bahwa
organisme yang masih muda memiliki frekuensi
kecepatan respirasi yang lebih banyak daripada
organisme yang telah memasuki masa tua. Hal ini
karena organisme yang masih muda masih dalam
usia pertumbuhan sehingga lebih banyak
memerlukan energi. Oleh sebab itu, kebutuhannya
akan oksigen juga lebih banyak dibandingkan
organisme yang telah memasuki masa tua.
Namun, dalam praktikum ini tidak diidentifikasi
usia hewan-hewan yang digunakan dalam
praktikum.
SARAN
Praktikan harus lebih komunikatif agar dalam
praktikum tidak di dapat data massa hewan yang
sama. Sehingga tidak melakukan pengulangan
dalam percobaan.
DAFTAR PUTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G.
2008. Biologi, edisi kedelapan-jilid 3.
Jakarta: Erlangga.
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G.
2017. Biology eleventh edition. New
York: Pearson.
Djojodibroto, Darmanto. 2014. Respirologi.
Jakarta: EGC.
Garde, Ainara, et. Al. 2014. Estimating
Respiratory and Heart Rates From The
Correntropy Special Density of The
Photoplethysmogram. Plos One 9 (1) : 1.
Holtappels, Moritz, et. Al. 2014. Aquatic
Reapiration Rate Measurements at Low
Oxygen Concentrations. Plos One 9 (2) :
1.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kasinus:
Surabaya.
Karlen, Walter, et. Al. 2014. Improving The
Accuracy and Efficiency of Respiratory
Rate Measurements in Children Using
Mobile Devices. Plos One 9 (6) : 1.
Pruthi, N., Multani, N. K. 2012. Influence of Age
on Lung Function Tests. Journal of
Exercise Science and Physiotherapy 8 (1)
: 1.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan.
Jakarta:
Departemen
Pendidikan
Nasional.
Trobec, Roman, et. Al. 2012. Two Proximal Skin
Electrodes – A Respiration Rate Body
Sensor. Sensors 12 : 13814.
Download