Diskusi Kasus Poli Paru Irsha– Lika– Rifka Narasumber: dr. Fanny Fachrucha, SpP Anamnesis 1. Identitas Pasien 2. Nama : Nn. WS TTL : Jakarta, 5 September 1996 Usia : 23 tahun Pekerjaan : Karyawan toko Alamat : Duri Pulo, Gambir Pembiayaan : JKN Keluhan Utama Tidak ada keluhan. Pasien datang untuk menanyakan kelanjutan pengobatan. 3. Keluhan Tambahan Tidak ada keluhan. Riwayat Penyakit Sekarang (Okt 2019) Sembilan bulan lalu (Oktober 2019) pasien mengeluhkan munculnya benjolan sebesar telur ayam kampung berjumlah satu buah di leher sebelah kanan. Pada mulanya benjolan tersebut berukuran kecil dan diabaikan oleh pasien, namun makin lama membesar dan terkadang muncul nyeri. Pasien tidak menyadari awal mula muncul benjolan tersebut. Benjolan tersebut berbentuk bulat, dapat digerakkan, permukaannya licin, berbatas tegas, dan sewarna kulit. Namun, saat rasa nyeri muncul benjolan menjadi berwarna kemerahan. Nyeri dapat hilang sendiri tanpa meminum obat pereda nyeri. Keluhan demam berkepanjangan, rasa lemas, mual, muntah, berkeringat pada malam hari, batuk, nyeri dada, sesak napas, perbesaran organ perut, dan mimisan disangkal. Keluhan radang tenggorokan juga disangkal. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 2 kilogram dalam sebulan. Tidak ada konsumsi obat-obatan rutin pada pasien. Riwayat Penyakit Sekarang (Nov 2019) Selanjutnya, pasien berobat ke RS Budi Kemuliaan, dan dilakukan operasi pengangkatan benjolan pada November 2019. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dan pasien didiagnosis TB Kelenjar. Pasien mulai menjalani pengobatan TB pada 3 Desember 2019. Pasien mendapatkan obat berwarna merah dan meminum 4 tablet setiap hari. Pada minggu ke-3 pengobatan, pasien mengeluhkan bentolbentol yang terasa gatal di seluruh badan. Pasien telah mengoleskan minyak dan bedak caladine namun gatal tidak hilang. Bagian mata dan bibir pasien menjadi bengkak. Tidak ada keluhan sesak napas, pingsan, nyeri sendi, mual, nyeri perut, dan batuk. Saat obat dihentikan, keluhan bentol-bentol menghilang. Namun saat coba diminum, gejala bentol gatal muncul kembali. Pasien memiliki alergi seafood sebelumnya. Namun, saat mengkonsumsi obat TB pasien sedang tidak memakan seafood. Pasein kembali kontrol ke RS Budi Kemuliaan dan disarankan untuk menghentikan pengobatan. Selanjutnya dirujuk ke RSCM bagian Alergi untuk diperiksa alergi obat. Hasilnya dikatakan pasien alergi keempat antibiotik TB pada Februari 2020. Pasien berhenti meminum obat TB selama 3 bulan. Pada Mei 2020 pasien berobat ke RS Persahabatan, diberikan suntik Streptomicin namun didapatkan reaksi alergi berupa bentol merah yang gatal. Pasien diberi obat lain yaitu levofloxacin 200 – 500 mg namun masih muncul alergi berupa bentol merah gatal di kedua lengan. Saat itu pasien belum mendapat kesimpulan mengenai obat apa yang seharusnya digunakan. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada penyakit paru termasuk TB dan asma. Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal. Riwayat Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami TB atau pernah mendapat pengobatan TB. Riwayat keganasan pada keluarga disangkal. Riwayat Sosioekonomi Pasein bekerja sebagai karyawan toko. Saat ini tinggal bersama ayah, kakak, kakak ipar, dan keponakan (4 tahun). Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Ventilasi rumah baik, namun tidak semua ruangan mendapat cahaya matahari. Pemeriksaan Fisik Keadaan mental : Compos mentis Keadaan umum : tampak sakit ringan Tekanan darah : 118/80 mmHg Denyut nadi : 99 kali / menit Frekuensi nafas : 18 kali / menit Suhu : 36 derajat selsius Saturasi Oksigen : 99% Berat badan : 65 kg Tinggi badan : 160 cm Pemeriksaan Fisik Leher Terdapat luka bekas operasi eksisi kelenjar getah bening pada leher sebelah kanan. Luka berukuran 0,5 x 0,5 cm dengan dasar jaringan granulasi. Tidak teraba kelenjar getah bening lain. Paru Dalam batas normal Hasil pemeriksaan provokasi obat (20 Februari 2020) Ekspertise radiologi (14 Mei 2020) Radiografi toraks dengan hasil: Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada kesan dalam batas normal. Sinus kostofrenikus dan diafragma baik. Jantung : tidak membesar Aorta normal Trachea relatif di garis tengah. Paru baik Kesimpulan : Tidak ada kelainan pada radiografi thorax Pemeriksaan TCM spesimen dahak sewaktu (14 Mei 2020) Negatif Identifikasi Masalah Limfadenitis Alergi OAT Diagnosis Kerja Limfadenitis TB Alergi OAT RHZES + levofloxacin Diagnosis Banding Keganasan Rencana Tata Laksana • Cek sputum TCM • Foto toraks • Laboratorium darah Rencana Pemeriksaan Challenge levofloxacin mulai 150 mg (H1), 250 mg (H2), 500 mg (H3) → pasien datang kontrol ke poli tiap hari Cetirizine 1x10 mg Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanactionam : dubia Diskusi Limfadenopati Klasifikasi Generalisata Limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda Lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun, dan keganasan Dapat disebabkan oleh leukimia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut Lokalisata Limfadenopati pada 1 regio Etiologi Malignancies (keganasan) Infections (infeksi) Autoimmune disorders (kelainan autoimun) Miscellaneous and usual conditions (lain-lain dan kondisi tak lazim) Iatrogenic causes (sebab-sebab iatrogenik) Anamnesis Pajanan Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi UV → metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit Riwayat kontak seksual → menentukan penyebab limfadenopati inguinal dan servikal yang ditransmisikan secara seksual Gejala Penyerta Gejala konstitusi seperti demam, keringat malam, dan penurunan berat badan → TB, limfoma Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat menunjukkan → penyakit autoimun (artritis rheumatoid, lupus eritematosus, dermatomyositis) Pemeriksaan Fisik Karakter KGB Lokasi Limfadenopati Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri → keganasan atau penyakit granulomatosa Servikal Limfadenopati karena virus → bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas Inguinal Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri → inflamasi karena infeksi Supraklafikula Aksila Lokasi: Servikal Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi Kelenjar getah bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan → infeksi mikobakterium Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok → metastasis keganasan kepala dan leher. Limfadenopati servikal merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang paling sering, disebut skrofula Lokasi: Supraklavikula Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar disebabkan oleh keganasan Limfadenopati supraklavikula kanan → keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus Virchow) → keganasan abdominal (lambung, kandung empedu, pancreas, testis, ovarium, prostat). Lokasi: Aksila dan Inguinal Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas. • Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. TB Ekstraparu Diagnosis Gejala & keluhan tergantung dalam organ yang terkena, contohnya kaku kuduk dalam meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) dalam spondilitis TB & lain-lainnya. Diagnosis definitif pada pasien TB ekstra paru ditegakkan menggunakan inspeksi klinis, bakteriologis dan / atau histopatologis menurut model uji yg diambil menurut organ tubuh yg terkena. Pemeriksaan mikroskopis dahak harus dilakukan buat memastikan kemungkinan TB Paru. Pemeriksaan TCM dalam beberapa kasus curiga TB ekstra paru dilakukan menggunakan model uji cairan serebrospinal (cerebro spinal fluid/CSF) dalam kecurigaan TB meningitis, model uji kelenjar getah bening melalui inspeksi biopsi aspirasi jarum halus/BAJAH (fine neddle aspirate biopsy/FNAB) dalam pasien menggunakan kecurigaan TB kelenjar, & model uji jaringan dalam pasien menggunakan kecurigaan TB jaringan lainnya. Limfadenitis TB Tuberkulosis limfadenopati dapat mengenai semua usia. Terutama pada usia 10-30 tahun dan lebih sering pada wanita. Gejala konstitusional terjadi pada 33-85% pasien. Diagnosis dapat ditegakkan melalui aspirasi jarum halus atau biopsi kelenjar. Pada sediaan dari aspirasi jarum halus dapat ditemukan inflamasi granulomatous kaseosa dengan sel Datia Langhans. Diagnosis dapat juga ditegakkan melalui pemeriksaan TCM. Gejala sesuai dengan lokasi, tuberkulosis limfadenopati perifer yang paling sering menyerang pada daerah servikal posterior, anterior dan fossa supraklavikula, juga dapat menyerang daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-kadang preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari. Selain itu juga dapat ditemukan TB limfadenopati mediastinal serta mesentrik. Tatalaksana Kasus yang termasuk TB ekstra paru berat yaitu meningitis TB, tuberkuloma otak, dan spondilitis TB. Kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan di atas (mis. limfadenitis TB, efusi pleura unilateral) dapat dipertimbangkan untuk pemberian pengobatan jangka pendek. Pengobatan TB limfadenopati sama dengan pengobatan TB paru yaitu 2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 bulan tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada limfadenopati yang memberikan gejala klinis simptomatis dan kasus resistensi obat. Diskusi Mulai pengobatan pada 3 Desember 2019. Setelah 3 minggu muncul makulopapular eritem di seluruh tubuh disertai rasa gatal. Mata dan bibir pasien bengkak. Pasien dirujuk ke RSCM Divisi Alergi pada Februari 2020 didapatkan hasil positif alergi terhadap RHZE. Pada 9 Mei 2020 pasien dicoba diberikan suntik streptomisin dan juga didapatkan reaksi alergi. Pada 15 Mei 2020 dilakukan challenge Levofloksasin 250 – 500 mg muncul reaksi alergi berupa papul eritem di kedua tangan disertai gatal. Pada 22 Juli 2020, dimulai kembali challenge levofloxacin mulai 150 mg untuk hari 1, 250 mg untuk hari 2, 500 mg unutk hari 3. Pasien kontrol ke poli setiap hari. Levofloxacin merupakan antibiotik golongan golongan fluorokuinolon yang mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun positif. Dalam pengobatan TB, Levofloxacin digunakan apabila pasien mengalami resistensi pengobatan. Saat ini pasien direncanakan tatalaksana levofloxacin sebagai challenge mengingat pasien sebelumnya diketahui alergi terhadap levofloxacin. Jika reaksi alergi tidak muncul kembali dengan pemberian Levofloxacin, maka pasien selanjutnya ditatalaksana menggunakan regimen yang sama dengan pengobatan pada TB MDR. TB MDR adalah minimal resistan terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan. Pasein direncanakan diberikan : Alergi Obat Reaksi merugikan yang dihasilkan dari stimulasi sistem kekebalan oleh suatu zat obat Obat memperoleh respons imun spesifik dengan cara: (1) bertindak sebagai antigen dan memperoleh salah satu dari beberapa respons imun klasik; (2) langsung berinteraksi dengan reseptor sel imun spesifik tertentu. Reaksi hipersensitivitas non alergi Obat mengikat langsung ke sel efektor sistem kekebalan tubuh (misalnya, sel mast) degranulasi sel mast gejala klinis urtikaria atau anafilaksis. Gejala-gejala tersebut sangat mirip dengan reaksi alergi obat (imunoglobulin E [IgE]) reaksi hipersensitivitas pseudoallergic atau nonallergic Tidak melibatkan antibodi spesifik obat atau sel T tidak dimediasi reaksi imun bukan alergi Alergi Obat Kegawatdaruratan Alergi Obat Kejadian alergi yang paling banyak ditemukan di layanan gawat darurat (24%) Kejadian alergi obat urtikaria edema upper airway ancaman sumbatan jalan napas syok Anafilaktik didefinisikan sebagai reaksi hipersensitivitas umum, mengancam jiwa, dan memiliki onset yang cepat. ditandai dengan sumbatan jalan nafas yang mengancam nyawa, masalah pernapasan atau sirkulasi, dan biasanya dikaitkan dengan perubahan kulit dan mukosa. Diagnosis anafilaksis Initial Management TB dengan Reaksi Alergi pada Kulit Gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab yang jelas selain OAT → pengobatan simtomatik dengan antihistamin, pelembab kulit, pengobatan TB dilanjutkan sambil dimonitor Ruam kulit → semua obat antiTB harus dihentikan → dosis secara bertahap ditingkatkan selama 3 hari Drug Challenging Reaksi dapat diatasi Pemberian OAT yang kecil kemungkinannya dapat menimbulkan reaksi Diberikan dengan dosis yang meningkat secara bertahap selama 3 hari Tidak timbul reaksi Tambahkan 1 macam OAT lagi Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu OAT yang diberikan tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada kulit Diberikan dengan dosis yang meningkat secara bertahap selama 3 hari Pengobatan dilanjutkan tanpa OAT penyebab tersebut Tambahkan 1 macam OAT lagi Daftar Pustaka 1. Oehadian, Amaylia. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Continuing Medical Education. 2013; 40: 10. 2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis 2019. p. 63-65. 3. Management of Suspected Drug-Induced Rash, Kidney Injury and Liver Injury in Adult Patients on TB Treatment and/or Antiretroviral Treatment [Internet]. January 2018 [Cited 2020 July 22]. Available from: http://www.mic.uct.ac.za/sites/default/files/image_tool/images/51/ADR%20Bookle t_Nov2018_final.pdf. 4. Pichler WJ, Adam J, Watkins S, Wuillemin N, Yun J, Yerly D. Drug hypersensitivity: how drugs stimulate T cells via pharmacological interaction with immune receptors. Int Arch Allergy Immunol. 2015;168(1):13-24. 5. Hitti EA, Zaitoun F, Harmouche E, Saliba M, Mufarrij A. Acute allergic reactions in the emergency department: characteristics and management practices. Eur J Emerg Med. 2015;22(4):253-259. 6. EAACI Anaphylaxis guidelines. 7. Houston A, Macallan D. Extrapulmonary tuberculosis. Medicine. 2014;42(1):18-22. Pertanyaan Silvana: Tatalaksana TB profilaksis pada anak? Irsha: Profilaksis primer: kontak (+) dan BTA sputum (+), Profilaksis: INH 10kg/bb selama 6 bulan. Lika: kriteria: Anak<5 tahun. Klarifikasi: memang belum diberikan Pertanyaan Hansel: Bagaimana monitoring pengobatan pada limfadenitis TB? Bagaimana jika pada KGB orang terangkat sepenuhnya? Dapat diberikan pengobatan antihistamin dibarengin OAT yang alergi? Irsha: monitoring dengan klinis KGB mengecil dipastikan dengan USG, jika terangkat sepenuhnya tidak bisa dimonitor hanya penuhi pengobatan. Rifka: Lihat terlebih dahulu antihistamin bisa meringankan atau menyembuhkan gejala alergi OAT kemudian drug challanging test. Klarifikasi: challenge 1-1, jika diberikan tetap obatnya hati-hati SJS/NET. Berikan terapi lini ke-2. Antihistamin/kortikosteroid boleh diberikan pada pasien memiliki riwayat alergi obat Pertanyaan Rizqy: Monitoring pengobatan TB ekstraparu selain pemeriksaan sputum? Irsha: TB kulit, laring, telinga: hanya sesuai klinis tanpa histopatologi. TB GI (peritonitis): tindakan pembedahan dibarengin OAT. Klarifikasi: Klinis (benjolan mengecil, nyeri perut/punggung berkurang, BB naik), spesimen tidak wajib diperiksa. Contoh pleuritis TB tidak perlu diperiksa cairan pleura setelah pengobatan 6 bulan. Klarifikasi Diagnosis TB ekstra paru: keluhan ekstra paru (benjolan di leher, nyeri tulang belakang, asites) + keluhan paru (pastikan terlebih dahulu) foto toraks , TCM/BTA. Pemeriksaan ADA: dapat menjadi salah satu pertimbangan monitor pleuritis TB namun tetap dilihat klinis. ADA juga bisa positif pada empiema bakteri. Alergi primer obat sebaiknya dirujuk.