Uploaded by baskororiko05

INTEGRASI DAN REINTEGRASI SOSIAL

advertisement
INTEGRASI DAN REINTEGRASI SOSIAL
A. Pengertian Integrasi Sosial
Randall Collins (1975), sebagaimana dikutip oleh Paulus Wirotomo dalam bukunya Sistem
Sosial Indonesia, 2015, halaman 1, bahwa pertanyaan mendasar sosiologi bukanlah mengapa
masyarakat terbentuk, tetapi setelah masyarakat terbentuk apa yang membuat orang-orang
tetap terikat di dalamnya. Pernyataan ini menunjukkan pentingnya konsep integrasi sosial
dalam studi sosiologi. Terdapat dua proses dan keadaan kehidupan sosial masyarakat yang
saling berbeda keadaan, yaitu integrasi sosial dan disintegrasi sosial.
Pada Bab 4 telah dipelajari berbagai macam konflik dan kekerasan. Konflik dan kekerasan
merupakan gejala yang ada dalam masyarakat yang mengalami disintegrasi atau perpecahan
sosial.
Secara bahasa, integrasi berasal dari bahasa Inggris integration yang berarti kesempurnaan
atau keseluruhan. Dalam KBBI integrasi diartikan pembauran sesuatu yang tertentu hingga
menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Berdasarkan pengertian secara bahasa tersebut
integrasi sosial dapat dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling
berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat
yang memilki keserasian fungsi.
Integrasi sosial secara sosiologis adalah proses penyesuaian diantara unsur-unsur sosial
yang saling berbeda seperti norma, nilai, pranata, sistem religi, peranan sosial, lembaga sosial
dan lain sebagainya yang menghasilkan pola kehidupan yang sesuai dan serasi yang
fungsinya bagi masyarakat. Kondisi yang bertentangan dengan kondisi ini dinamakan
disintegrasi sosial.
Pengertian integrasi dipandang dari segi politis ialah proses menyatukan berbagai
kelompok sosial, aliran, dan kekuatan-kekuatan lainnya dari seluruh wilayah tanah air guna
untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat, dinamis, berkeadilan
sosial, demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Integrasi ini sering disebut juga
dengan integrasi nasional. Kondisi yang berlawanan dengan kondisi ini dinamakan
disintegrasi nasional.
B. Tahap-tahap Integrasi
Dalam membangun integrasi sosial, diperlukan akomodasi, yaitu upaya-upaya mencegah
atau menghindarkan, meredakan, atau menyelesaikan konflik-konflik sosial atau politik yang
terjadi dalam masyarakat.
Akomosasi merupakan tahapan yang paling awal dari terbentuknya integrasi sosial,
akomodasi memungkinkan terjadinya kerjasama di antara orang-orang atau kelompokkelompok yang ada dalam masyarakat. Kerjasama dapat berlangsung lebih permanen atau
tahan lama apabila berlangsung dengan koordinasi. Tingkat tertinggi dari proses ini adalah
asimilasi.
1. Tahap akomodasi
Akomodasi merupakan proses pemulihan hubungan baik diantara kedua belah pihak atau lebih
yang pada mulanya mengalami suatu masalah atau sengketa. Proses akomodasi ini memerlukan
perhatian dari kedua belah pihak bahkan kadang-kadang membutuhkan pihak ketiga sebagai
penengah.
2. Tahap kerja sama
Kerja sama (cooperation) adalah proses bekerja atau bertindak secara bersama (the process of
working or acting together) secara harmonis, dengan menjalin kontak dan komunikasi antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok untuk
mencapai tujuan atau kepentingan tertentu.
Dalam konteks integrasi sosial, kerjasama merupakan bentuk dari konsensus atau integrasi
sosial. Bentuk paling sederhana dari kerjasama adalah kerjasama yang melibatkan dua orang saja.
Misalnya dua orang siswa yang bekerjasama menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru mata
pelajaran tertentu.
Secara sosiologis terdapat dua macam kerja sama. Yang pertama adalah kerjasama langsung.
Dalam kerja sama bentuk ini orang-orang yang terlibat melakukan kegiatan bersama-sama,
misalnya anak-anak melakukan permainan di halaman sekolah, warga rukun tetangga atau dusun
bersama-sama melaksanakan kegiatan bersih lingkungan, dan semacamnya, yang pada umumnya
dilakukan oleh kelompok-kelompok primer.
Bentuk kedua adalah kerjasama tidak langsung. Kerja sama bentuk ini pada umumnya
dilakukan pada kelompok sekunder yang merupakan karakteristik masyarakat modern. Masingmasing orang yang terlibat melakukan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (sering
disebut tupoksi) yang dapat dilakukan secara terpisah.
3. Tahap koordinasi
Fase ini sangat dibutuhkan dalam rangka menyempurnakan bentuk kerja sama yang telah
terjalin. Proses koordinasi dapat terlihat jelas jika dalam suatu masyarakat terdapat kelompokkelompok yang saling berbeda paham dalam bidang politik. Setiap kelompok ingin mendudukkan
calonnya sebagai pemimpin, maka dalam politik persaingan sangatlah sengit. Koordinasi
diperlukan agar tidak terjadi benturan-benturan kepentingan yang dapat mengarah terjadinya
konflik sosial.
4. Tahap asimilasi
Asimilasi berasal dari kata “assimilation” yang berarti “to render similar” atau untuk membuat
serupa. Dalam bahasa Inggris, asimilasi (assimilation) berarti pencampuran yang harmonis,
pembauran, perpaduan, penerimaan. Konsep budaya asimilasi diartikan sebagai proses kelompok
minoritas secara bertahap menyesuaikan diri dengan kebiasaan, sikap, budaya, dan adat yang
berlaku.
Dalam konsep sosiologi, asimilasi diartikan sebagai bercampurnya (melting pot) kelompok
minoritas ke dalam masyarakat yang dominan.
Asimilasi adalah istilah umum, paling sering digunakan pada proses sejumlah besar imigran
berbaur dengan masyarakat yang telah lebih dulu menenap di suatu tempat atau wilayah.
Penggunaan istilah asimilasi dalam konteks integrasi adalah bahwa asimilasi merupakan proses
integrasi melalui pembauran yang ditandai dengan kelompok-kelompok minoritas atau pendatang
menyesuiakan diri baik perilaku sosial maupun simbol-simbol lainnya dengan nilai dan norma
yang digunakan oleh kelompok dominan dalam masyarakat. Kelompok-kelompok minoritas atau
pendatang menerima struktur sosial (norma, nilai, dan pola perilaku) kelompok dominan dan
meninggalkan identitas budaya asal kelompok minoritas sehingga timbul konsensus dan integrasi
sosial.
Dengan kata lain, asimilasi mengintegrasikan kelompok pendatang, kelompok minoritas ke
dalam nilai-nilai, tindakan, dan praktek-praktek dari kelompok dominan. Peribahasa yang sering
digunakan untuk “memaksa” kelompok pendatang atau minoritas agar menjadi bagian dari
kelompok dominan antara lain, “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, di mana
bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, “masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang
harimau mengaum”, dan sebagainya.
Indonesia juga melakukan asimilasi untuk kaum pendatang, seperti terhadap etnis Tionghoa,
Arab, India, dan Eropa. Mereka diharapkan dapat lebih menjadi “pribumi”. Pada Tahun 1961
Indonesia membuat Piagam Asimilasi dan juga Keputusan Presiden yang menginginkan warga
pendatang, seperti etnis Arab, Tionghoa, dan India, serta lainnya membaur dan mengadopsi
cara hidup pribumi dengan meninggalkan budaya asal nenek moyang mereka.
Langkah popular pada waktu adalah, melarang digunakannya Bahasa Mandarin, larangan
berkesenian Barongsai, juga meminta warga pendatang untuk berganti nama. Akhirnya banyak
warga pendatang yang mengganti nama, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Namanama seperti Wijaya, Gunawan, Riyadi, Sujono, Agung, dan sebagainya yang akhirnya dipakai
oleh kelompok pendatang, terutama Tionghoa.
C. Integrasi sosial menurut teori struktural fungsional dan
teori struktural konflik
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktural sistem sosial senantiasa
terintegrasi di atas dua landasan berikut. Pertama, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas
tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilainilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar), dan kedua, masyarakat terintegrasi
karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial
(cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan
sosial lainnya akan segera dinetralkan atau dimoderatkan oleh adanya loyalitas ganda (crosscutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Sedangkan menurut pandangan para penganut teori structural konflik berpendapat bahwa pada
dasarnya masyarakat terdiri atas elemen-elemen yang saling berbeda sehingga berpotensi
terjadinya berbagai konflik sosial. Konflik merupakan proses sosial yang dapat dipastikan muncul
dalam hubungan di atara individu atau elemen-elemen/kelompok dalam masyarakat. Sehingga
integrasi sosial dalam masyarakat hanya terjadi apabila terdapat kelompok atau kekuatan yang
dapat melakukan paksaan terhadap kelompok atau elemen-elemen yang ada dalam masyarakat,
atau dapat menciptakan saling-ketergantungan di antara berbagai kelompok, khususnya di bidang
ekonomi.
D. Syarat terjadinya Integrasi
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar angggota masyarakat memiliki
kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Menurut William F. Ogburn dan Meyer Nimkoff, syarat terjadinya integrasi sosial adalah
1. Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain.
2. Telah dicapai konsensus bersama mengenai nilai-nilai dasar yang dijadikan acuan utama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Nilai-nilai dan norma-norma dasar tersebut telah hidup dan berkembang cukup lama dan
konsisten, serta tidak berubah-ubah.
4. Masing-masing individu dan kelompok sosial yang berbeda-beda mau dan mampu
mengendalikan diri, dan saling menyesuaikan diri satu sama lain.
5. Selalu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan untuk keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
6. Masing-masing pihak merasa perlu memajukan pergaulan yang komunikatif dan akomodatif
demi mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa
E. Faktor yang mempengaruhi Integrasi sosial
Proses integrasi sosial dalam masyarakat dapat berlangsung lambat atau cepat, beberapa
faktor berikut mempengaruhi proses integraasi sosial.
1. Homogenitas kelompok, semakin tinggi tingkat homogenitas kelompok/ masyarakat maka
integrasi sosial lebih mudah tercapai , demikian sebaliknya, semakin heterogen suatu
kelompok/masyarakat maka integrasi sosial semakin mengalami hambatan.
2. Ukuran atau besar kecilnya kelompok, jumlah anggota kelompok mempengaruhi cepat
lambatnya integrasi karena membutuhkan penyesuaian diantara anggota. Semakin besar
jumlah anggota kelompok/masyarakat semakin sukar tercapai integrasi sosial.
3. Mobilitas geografis, semakin sering anggota suatu masyarakat datang dan pergi maka
semakin mempengaruhi proses integrasi. Bagaimana mobilitas geografik mempengaruhi
integrasi sosial adalah berhubungan dengan heterogenitas masyarakat. Jika mobilitas
geografik meningkatkan heterogenitas maka akan menghambat integrasi, sebaliknya juga
menjadikan masyarakat semakin homogen maka hal tersebut akan memudahkan integrasi
sosial. Dapat pula mobilitas geografik berhubungan dengan kemampuan adaptasi orang
terhadap situasi atau keadaan masyarakat yang baru. Apabila mobilitas geografik
meningkatkan kemampuan adaptasi maka akan mempermudah integrasi sosial. Hal lain lagi
adalah pengaruh mobilitas geografik terhadap ikatan-ikatan primordial, apabila mobilitas
geografik dapat melemahkan ikatan primordial orang-orang, maka hal itu akan memudahkan
integrasi sosial.
4. Efektifitas komunikasi, semakin efektif komunikasi, maka semakin cepat integrasi
anggota-anggota masyarakat tercapai.
Adapun faktor-faktor yang mendorong terwujudnya integrasi sosial adalah sebagai berikut
1. Adanya toleransi terhadap kebudayaan yang berbeda
2. Kesempatan yang seimbang dalam bidang ekonomi
3. Mengembangkan sikap saling menghargai orang lain dengan kebudayaannya
4. Adanya sikap yang terbuka dengan golongan yang berkuasa
5. Adanya persamaan dalam unsur unsur kebudayaan.
6. Adanya perkawinan campur (amalgamasi)
7. Adanya musuh bersama dari luar
F. Bentuk-bentuk integrasi sosial
Terdapat beberapa bentuk integrasi sosial masyarakat. Bentuk-bentuk tersebut dipengaruhi oleh
proses apa yang membentuk integrasi sosial.
1. Integrasi Normatif
Merupakan integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di masyarakat,
misalnya masyarakat Indonesia dipersatukan oleh semboyan Bhineka Tunggal Ika, atau ajaran
agama bahwa umat adalah seperti satu tubuh, kalau ada satu saja bagian tubuh yang sakit, maka
bagian yang lain ikut merasakan sakit itu.
2. Integrasi Fungsional
Merupakan integrasi yang terbentuk sebagai akibat adanya fungsi-fungsi tertentu dalam
masyarakat. Integrasi sosial tercipta karena adanya ketergantungan di antara kelompok-kelompok
yang ada dalam masyarakat. Misalnya Indonesia yang terdiri dari berbagai sukubangsa,
mengintegrasikan dirinya dengan melihat fungsi masing-masing, orang-orang Bugis melaut,
orang Jawa bertani, dan orang-orang Minang pandai berdagang.
3. Integrasi Koersif
Merupakan integrasi yang terbentuk berdasarkan kekuasaan yang dimiliki penguasa. Integrasi
model demikian terjadi pada bentuk masyarakat dengan kekuasaan absolut, di mana antara
penguasa dengan rakyat terdapat kekuasaan yang timpang. Penguasa memiliki kekuasaan yang
mutlak/besar (super power), sedangkan masyarakat bersifat tuna kuasa (powerless).
Integrasi demikian dapat terjadi pada pola hubungan antar-kelompok dalam masyarakat yang
terjadi antara mayoritas dengan minoritas, sehingga bentuknya adalah dominasi-subordinasi.
Dapat pula terjadi pada hubungan antar-kelompok dengan pola nasionalits etnik, dalam mana
rujukan yang digunakan untuk membangun masyarakat adalah kebudayaan kelompok etnik yang
besar dan dominan. Kelompok—kelompok etnik kecil harus menyesuaikan kebudayaannya
terhadap kelompok etnik besar.
Integrasi koersif juga dapat terjadi pada pola integrasi model nasionalitas. Kelompok etnik
maupun non-etnik, baik besar maupun kecil harus merujukkan kebudayaannya terhadap
kebudayaan nasional, sehingga terjadi proses homogenisasi atau penyeragaman nasional.
G. Reintegrasi
Menurut para ilmuwan sosial reintegrasi sosial merupakan kondisi yang dinamis, tidak statis.
Adakalanya keseimbangan hubungan sosial itu terganggu oleh adanya dinamika dalam
masyarakat, seperti perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan-perubahan yang mendasar,
misalnya perubahan undang-undang atau konstitusi negara, jelas akan menganggu proses-proses
atau hubungan di antara para warga masyarakat.
Perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung cepat dan radikal (revolusi) dapat
dipastikan akan menimbulkan kegoncangan dalam struktur maupun proses-proses sosial dalam
masyarakat. Hal tersebut dapat menghasilkan keadaan yang disebut kekacauan (chaos) atau
anomie (kesimpangsiuran norma-norma sosial. Norma-norma lama sudah dianggap tidak relevan
dengan keadaan, tetapi belum tercitpa norma-norma yang beru sebagai dasar atau landasan
berlangsungnya aktivitas, tindakan, dan interaksi sosial di antara para warga masyarakat.
Keadaannya dapat dipastikan tidak nyaman, para angggota-anggota masyarakat merasa
kesulitan beraktivitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Keadaan demikian disebut
disorganisasi atau disintegrasi sosial.
Gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi pada awalnya dimulai dari hal-hal sebagai berikut.
1. Tidak ada lagi kesepakatan anggota kelompok mengenai tujuan sosial yang hendak dicapai
yang semula menjadi pegangan kelompok tersebut.
2. Norma-norma sosial tidak lagi membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan yang
disepakati
3. Norma-norma dalam kelompok yang dihayati oleh setiap anggota dianggap tidak sesuai lagi
4. Sanksi sudah lemah, bahkan sudah tidak dilaksanakan secara konsekuen.
5. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat sudah bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat
J. Bentuk-bentuk disintegrasi sosial dalam masyarakat
1. Aksi protes dan demonstrasi
Aksi protes atau unjuk rasa merupakan tindakan tanpa kekerasan yang dilakukan oleh individu,
sekelompok individu, atau masyarakat terhadap pihak tertentu, misalnya pemimpin atau
penguasa, apabila terdapat langkah atau kebijakan yang dinilai tidak adil, sewenang-wenang,
tidak memuaskan, atau menghalangi terpenuhinya kepentingan atau kebutuhan baik diri sendiri
maupun orang lain.
Aksi protes dapat merupakan bentuk aksi solidaritas antar-sesama apabila dilakukan terhadap
langkah atau kebijakan penguasa yang menimbulkan kesengsaraan orang lain.
Salah satu aksi protes yang sangat popular adalah demonstrasi, sering disebut demo saja.
Demontrasi merupakan ungkapan rasa ketidakpuasan atau kekecewaan yang pada umumnya
dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok yang di antara para anggota-anggotanya terdapat
unsur seperasaan, sepenanggungan, dan sependeritaan.
Praktek umum yang dilakukan oleh para demonstran di Indonesia adalah
a. Turun ke jalan dengan harapan mendapat tanggapan dari pihak yang didemonstrasi.
b. Melakukan pemogokan, biasanya dilakukan oleh pekerja perusahaan atau para buruh.
c. Aksi protes atau demonstrasi di Indonesia juga sering berupa mobilisasi masa dengan imbalan
finansial oleh pihak tertentu
d. Aksi protes atau demonstrasi sering berubah menjadi kerusuhan (riot) atau aksi anarkhis
apabila mendapat tindakan represi dari aparat keamanan
Aksi protes atau demonstrasi dapat dilakukan oleh masyarakat terhadap pemerintah, petani
terhadap pemilik tanah atau penguasa setempat, mahasiswa terhadap pimpinan perguruan tinggi
atau terhadap pemerintah sebagai solidaritas terhadap masyarakat yang dirugikan oleh
pemerintah.
Aksi protes atau demonstrasi di Indonesia diakui sebagai saluran komunikasi massal yang sah
dan legal untuk mencapai tujuan yang diharapkan, karena diatur dalam undang-undang, dan
beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, memiliki peraturan gubernur tentang aksi protes dan
demonstrasi. Setidaknya terdapat regulasi di tingkat undang-undang seperti: UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Depan Umum. Penyampaian pendapat umum yang dimaksud
dalam UU ini adalah aksi protes atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.
2. Kerusuhan (riot)
Kerusuhan atau riot hampir sama dengan demonstrasi atau aksi protes. Perbedaannya
kerusuhan mengandung unsur kekerasan fisik dan biasanya diikuti dengan perusakan terhadap
barang-barang, penganiayaan terhadap orang yang tidak disenangi, atau terjadi bentrokan fisik
dengan pihak pengendali kerusuhan (keamanan). Kerusuhan umumnya ditandai dengan
spontanitas terhadap suatu insiden atau sebagai kelanjutan dari demontrasi.
3. Serangan bersenjata (armed attack),
Serangan bersenjata ialah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh atau untuk
kepentingan suatu kelompok tertentu dengan maksud melemahkan atau bahkan menghancurkan
kekuasaan dari kelompok lain. Pada umumnya ditandai dengan adanya pertumpahan darah,
pergulatan fisik (perkelahian atau pertempuran) atau perusakan barang-barang. Serangan
bersenjata terjadi pada kekerasan politik (pemberontakan), kriminalitas, atau kelanjutan dari
kerusuhan.
4. Pemberontakan atau Pergolakan daerah (makar)
Sejarah Indonesia telah mencatat contoh-contoh pemberontakan atau pergolakan daerah.
Beberapa istilah digunakan untuk menyebut peristiwa demikian, seperti gerakan makar, gerakan
separatis, atau gerakan pengacau keamanan. Istilah-istilah tersebut merupakan realitas sosial
karena digunakan dengan penafsiran dan makna tertentu yang lebih banyak menggunakan sudut
pandang pemerintah atau penguasa, dan gerakan-gerakan tersebut diasumsikan sebagai ancaman
terhadap disintegrasi nasional, bukan saja disintegrasi sosial.
Selain OPM (Organisasi Papua Merdeka), Indonesia juga pernah mengenal RMS (Republik
Maluku Selatan) dan Gerakan Aceh Merdeka. Inilah gerakan-gerakan politik yang mempunyai
aspirasi separatis untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwaperistiwa semacam juga tercatat dalam sejarah paska kemerdekaan.
Salah satu faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab munculnya gerakan-gerakan itu adalah
faktor pembangunan yang terlalu sentralistis di masa lalu. Salah satu tawaran menyelesaikan
masalah disintegrasi bangsa adalah diubahnya NKRI menjadi Negara Federal atau Serikat,
dengan harapan dapat memberi peluang terjadinya pemerataan hasil pembangunan. Namun,
usulan berubah bentuk dari negara kesatuan menjadi federasi tidak cukup popular dan mendapat
banyak tentangan, sehingga yang dilaksanakan adalah otonomi daerah yang seluas-luasnya dan
berbasis di tingkat dua (kabupaten/kota), beberapa daerah mendapatkan prioritas sebagai Daerah
Istimewa, Daerah Khusus, atau Otonomi Khusus
Contoh Soal
1. Proses penyesuaian unsur-unsur sosial yang tidak sama sehingga menghasilkan suatu
pola kehidupan yang selaras dan serasi disebut . . .
a. Hubungan sosial
b. Interaksi sosial
c. Disintegrasi sosial
d. Kontravensi sosial
e. Integrasi social
2. Integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di masyarakat disebut .
a. Integrasi fungsional
b. Integrasi koersif
c. Integrasi sosial
d. Integrasi normatif
e. Pengendalian social
3. Polisi menembakkan gas air mata disebabkan para pengunjuk rasa melakukan
kerusuhan. Peristiwa tersebut menunjukkan terjadinya integrasi. . .
a. Fungsional
b. Koersif
c. Struktural
d. Politis
e. Normatif
4. Berikut ini mana yang tidak termasuk faktor pendorong integrasi sosial yaitu . .
a. Perkawinan campuran
b. Sikap saling menghargai kebudayaan lain
c. Sikap tertutup dari golongan yang berkuasa di dalam masyarakat
d. Toleransi antar kebudayaan yang berbeda
e. Kesempatan yang tidak berbeda dalam bidang ekonomi
5. Kegiatan yang bisa mendukung terwujudnya integrasi nasional yaitu . . .
a. Pertukaran pelajar antar provinsi di seluruh Indonesia
b. Melebih-lebihkan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain
c. Gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa
d. Meniru dan mengikuti adat istiadat budaya barat
e. Mengikuti budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
6. Setelah akomodasi tercapai maka fase yang akan terwujud dalam proses integrasi
a. fase kerja sama
b. fase koordinasi
c. fase asimilasi
d. fase toleransi
e. fase akulturasi
7. Merupakan kondisi yang dinamis, tidak statis. Adakalanya keseimbangan hubungan
sosial itu terganggu oleh adanya dinamika dalam masyarakat, seperti perubahan sosial
dan kebudayaan
a. Hubungan sosial
b. Interaksi sosial
c. Disintegrasi sosial
d. Kontravensi sosial
e. Reintegrasi social
8. Yang bukan bentuk-bentuk disintegrasi sosial dalam masyarakat
a. Aksi protes dan demonstrasi
b. Kerusuhan
c. Serangan bersenjata
d. Pemberontakan atau Pergolakan daerah
e. Rajin Mengerjakan tugas
9. Yang bukan merupakan tahap intergrasi sosial adalah .....
a. Tahap kerja sama
b. Tahap koordinasi
c. Tahap asimilasi
d. Tahap akomodasi
e. Tahap Interaksi
10. Yang bukan merupakan bentuk intergrasi
a. Fungsional
b. Koersif
c. a dan b benar
d. Politis
e. Normatif
1.
Apakah integrasi sosial itu?
Proses penyesuaian unsur-unsur sosial yang tidak sama sehingga menghasilkan suatu
pola kehidupan yang selaras dan serasi
2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberlangsungan integrasi dimasyarakat!
1.Homogenitas kelompok,
2. Ukuran atau besar kecilnya kelompok,
3. Mobilitas geografis,
4. Efektifitas komunikasi,
3.
Sebutkan syarat terjadinya integrasi sosial!
1. Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain.
2. Telah dicapai konsensus bersama mengenai nilai-nilai dasar yang dijadikan acuan utama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Nilai-nilai dan norma-norma dasar tersebut telah hidup dan berkembang cukup lama dan
konsisten, serta tidak berubah-ubah.
4. Masing-masing individu dan kelompok sosial yang berbeda-beda mau dan mampu
mengendalikan diri, dan saling menyesuaikan diri satu sama lain.
5. Selalu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan untuk keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
6. Masing-masing pihak merasa perlu memajukan pergaulan yang komunikatif dan akomodatif
demi mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa
4. Sebutkan Gejala disintergrasi sosial pada suatu masyarakat
1. Tidak ada lagi kesepakatan anggota kelompok mengenai tujuan sosial yang hendak dicapai
yang semula menjadi pegangan kelompok tersebut.
2. Norma-norma sosial tidak lagi membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan yang
disepakati
3. Norma-norma dalam kelompok yang dihayati oleh setiap anggota dianggap tidak sesuai lagi
4. Sanksi sudah lemah, bahkan sudah tidak dilaksanakan secara konsekuen.
5. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat sudah bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat
5. apa itu intergrasi fungsional
Merupakan integrasi yang terbentuk sebagai akibat adanya fungsi-fungsi tertentu dalam
masyarakat. Integrasi sosial tercipta karena adanya ketergantungan di antara kelompok-kelompok
yang ada dalam masyarakat. Misalnya Indonesia yang terdiri dari berbagai sukubangsa,
mengintegrasikan dirinya dengan melihat fungsi masing-masing, orang-orang Bugis melaut,
orang Jawa bertani, dan orang-orang Minang pandai berdagang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Santosa. 2010. Sukses Ujian Sosiologi SMA. Jakarta: PT Yudhistira.
2. Adam Kupper dan Jessica Kupper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
3. Budiono Kusumohamidjoyo. 2000. Kebhinekaan Masyarakat Indonesia, Suatu Problematik
Filsafat Kebudayaan. Jakarta: PT Grasiondo.
4. Dyole Paul Johnson. 1981. Teori-teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia.
5. Flosa Gita Sukmono dan Fajar Junaedi. 2014. Komunikasi Multikultural: Melihat
Multikulturalisme Dalam Genggaman Media. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta.
6. George Ritzer (Ed). 2013. Sosiologi. (Terjemahan) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
7. Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L. 1999. Sosiologi; Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: PT
Erlangga.
8. Henslin, James M. 2006. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi (Judul Asli: Essentials of
Sociology). Jakarta: PT Erlangga.
9. J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (ed.). 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
10. Jackquess Bertrand. 2012. Nasionalisme dan Konflik Etnis di Indonesia. Jakarta: Penerbit
Ombak.
11. John Scott. 2012. Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok Dalam Sosiologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
12. John Scott. 2013. Sosiologi The Key Concept. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
13. Kamanto Soenarto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
14. Ken Plummer. 2011. Sosiologi The Basic, Terjemahan oleh Nanang Martono dan Sisworo.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
15. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
16. Margaret M. Poloma. 1998. Sosiologi Kontemporer. Terjemahan dari Contemporary
Sociological Theory. Jakarta: PT Rajawali Pers.
Download