BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cookies adalah jenis biskuit adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah. Apabila dikemas akan terlindungi dari kelembaban dan memilik daya simpan yang lama (Afriyanti, 2013). Cookies merupakan biskuit yang berbahan dasar tepung terigu.Tepung terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji gandum. Keistimewaan tepung terigu dibandingkan serealia lain yaitu kemampuannya untuk membentuk gluten yang bersifat elastis pada saat dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan kue tidak mudah rusak ketika dicetak (Turisyawati, 2011) Tepung terigu yang digunakan adalah jenis soft wheat yaitu tepung terigu yang mempunyai kandungan protein 6%-8% dan mempunyai mutu yang baik atau menggunakan tepung yang tidak mengandung protein sama sekali karenadidalam pembuatan cookies tidak memerlukan pengembangan (Fajiarningsih, 2013). Masyarakat Indonesia saat ini banyak mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar terigu akibatnya kebutuhan terigu semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan terigu berdampak pada tingkat konsumsi gandum di Indonesia, negara Indonesia memenuhi kebutuhan gandum dengan mengimpor dari negara lain.Ini membuktikan adanya ketergantungan pemerintah terhadap impor. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut yaitu dengan pengembangan pemanfaatan bahan pangan lokal (Putri, 2010) Subsitusi tepung terigu dalam pembuatan makanan sangat bermanfaat untuk mengurangi ketergantungan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan 1 2 gandum di Indonesia. Beberapa penelitian pengolahan cookies telah berhasil melakukan substitusi terigu oleh beberapa tepung bahan pangan lokal, yaitu diantaranya: Penelitian Septiana (2013), pada pembuatan cookies yang disubstitusi tepung bonggol pisang ambon dengan perbandingan 80% tepung terigu : 20% tepung bonggol pisang ambon memiliki daya terima yang lebih disukai panelis. Dari hasil penelitian Nasrulloh (2015), dapat diketahui bahwa parameter warna, tekstur dan rasa cookies substitusi tepung ubi jalar sebanyak 30% dan tepung terigu sebanyak 70% yang dihasilkan lebih disukai dari pada substitusi yang lain. Pada penelitian Marizalni (2013), cookies dengan substitusi tepung ampas tahu sebanyak 35% dan tepung terigu sebanyak 65% menghasilkan cookies yang cukup baik dari segi tekstur, aroma dan rasa.Sedangkan pada penelitian Delima (2013), cookies dengan substitusi tepung biji ketapang ditinjau dari aspek warna, aroma, tekstur dan rasa yang sangat disukai masyarakat yaitu substitusi biji ketapang sebesar 40% : 60% tepung terigu. Salah satu produk pertanian Indonesia yang potensial untuk dijadikan alternatif pengganti tepung terigu ialah tepung biji nangka. Nangka memiliki biji yang dapat dijadikan tepung. Nangka memiliki kandungan kimia yang cukup baik untuk dijadikan bahan pangan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, produksi nangka di provinsi Jambi sekitar 19.703 ton. Nangka merupakan tanaman yang sangat cocok bila dibudidayakan di Indonesia yang memiliki karakteristik daerah sesuai dengan pertumbuhan pohon nangka. Nangka berbunga hampir sepanjang tahun dan tumbuh hampir di seluruh wilayah Indonesia. Biasanya buah nangka yang matang dijadikan camilan segar karena daging buahnya manis. Buah nangka memiliki banyak bahan buangan seperti biji. Rata-rata tiap buah berisi biji yang beratnya sepertiga dari berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Keuntungan penggunaan biji nangka antara lain ialah harga buah nangka yang relatif murah, umumnya biji nangka merupakan limbah buangan konsumen nangka (Qomari, 2013). Potensi biji nangka (Arthocarphus heterophilus) yang besar belum dieksploitasi secara optimal.Masih rendahnya pemanfaatan biji nangka dalam 3 bidang pangan hanya sebatas sekitar 10% disebabkan kurangnya minat masyarakat dalam pengolahan biji nangka. Hal ini yang mendorong pengolahan biji nangka dalam berbagai bentuk olahan, misalnya: untuk dibuat tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (campuran bahan makanan), dapat digunakan sebagai bahan pembuatan dodol, yogurt, tempe dan menjadi sereal instant bergizi (Nusa, dkk, 2014). Biji nangka merupakan hasil sampingan dari buah nangka sehingga tidak pernah mendapat perhatian khusus dalam penggunaannya. Upaya meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis biji nangka salah satunya diolah menjadi tepung biji nangka. Tepung biji nangka dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti terigu maupun bahan subtitusi terigu (Santoso, dkk, 2014). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka pada pengolahan cookies terhadap mutu organoleptik dan nilai gizi”. Pengolahan cookies sebagai pengembangan produk melalui perubahan bahan utama yaitu penggantian tepung terigu dengan tepung biji nangka, diharapkan dapat meningkatkan konsumsi biji nangka sekaligus menggantikan posisi terigu sebagai bahan baku cookies. Juga sebagai bahan pangan alternatif yang berbahan baku lokal dan bernilai gizi tinggi sehingga bisa digunakan untuk bahan intervensi gizi. 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penambahan tepung biji nangka sebagai substitusi tepung terigu berpengaruh terhadap pengolahan cookies ditinjau dari mutu organoleptik dan nilai gizi cookies?“ 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka pada produk makanan ringan/snack berupa cookies. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui mutu organoleptik terutama warna, aroma, tekstur dan rasa cookies substitusi tepung biji nangka. 2. Mengetahui kandungan gizi cookies substitusi tepung biji nangka. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ada peluang pembuatan cookies dari pemanfaatan biji nangka sebagai substitusi tepung terigu sehingga dapat meningkatkan industri rumah tangga dengan keanekaragaman bahan baku dan tetap mengandung nilai gizi yang memadai. 2. Bagi Akademik Dapat menambah referensi atau literatur terutama dalam disiplin Ilmu Teknologi Pangan. 3. Bagi Peneliti Bagi peneliti sendiri untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang teknologi pangan, serta untuk peneliti selanjutnya dapat dijadikan bahan acuan dan masukan dengan variasi dan kombinasi yang lebih baik. 5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain eksperimental. Penelitian ini memaparkan enam formula dengan variasi perbandingan tepung terigu dan tepung biji nangka pada pengolahan cookies yang diduga akan berpengaruh terhadap nilai gizi dan mutu organoleptik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2018 di Laboratorium Kuliner Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi dan Laboratorium Peternakan Universitas Jambi. Pengukuran mutu organoleptik melalui uji hedonik yaitu, warna, aroma, tekstur dan rasa dengan bantuan 20 orang panelis. Nilai gizi dari cookies substitusi tepung biji nangka yang dihasilkan didapat dengan cara analisis proksimat di laboratorium meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan energi. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian ini diteliti oleh peneliti tanpa adanya rekayasa atau manipulasi ataupun mencontek karya orang lain. Terdapat beberapa penelitian atau jurnal orang lain yang menjadi acuan yaitu: 1. Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas L) Pada Pengolahan Cookies Terhadap Mutu Organoleptik, Nilai Gizi, dan Indeks Glikemik, oleh Ahmad Nasrulloh, 2015. Persamaan penelitian adalah untuk mengevaluasi mutu organoleptik dan mengetahui kandungan gizi cookies. Perbedaan penelitian adalah pada tepung yang digunakan yaitu tepung ubi jalar ungu dan untuk mengetahui nilai indeks glikemik. 2. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Tepung Ikan Gabus (Ophiocephalus Striatus) Terhadap Mutu Organoleptik, oleh Nida Nurhasanah, 2016. Persamaan penelitian adalah mengevaluasi mutu organoleptik pada cookies. Perbedaan penelitian adalah pada tepung yang digunakan yaitu tepung ikan gabus. 3. Pengaruh Substitusi Tepung Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca) Terhadap Tingkat Kekerasan dan Daya Terima Cookies, oleh Riska Septiana, 6 2013. Persamaan penelitian adalah untuk mengevaluasi daya terima cookies. Perbedaan penelitian adalah pada tingkat kekerasan cookies dan tepung yang digunakan yaitu tepung bonggol pisang. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cookies Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak (lembek), berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (Turisyawati, 2011). Cookies termasuk jenis biskuit, yang biasanya mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya, seperti crakers dan wafer.Menurut Subagjo (2007) dalam Santoso dkk (2014), Cookies adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari butter, gula, telur, dan terigu lalu diaduk hingga tercampur rata, dicetak tipis dan ukurannya kecil-kecil di atas loyang pembakar, dipanggang dengan panas rendah, hasilnya kering dan renyah. Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada Tabel 2.1 berikut ini: 8 Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI 01-2973-1992 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kriteria Uji Bau, rasa, warna, tektur Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kadar energi Bahan tambahan makanan 5.1 Pewarna 5.2 Pemanis buatan Cemaran logam 6.1 Tembaga (Cu) 6.2 Timbal (Pb) 6.3 Seng (Zn) Cemaran mikroba 8.1 Angka lempeng Tipis 8.2 Koliform 8.3 Eschericia coli Satuan Keadaan Normal %, p/b Maksimum 5 %, p/b Maksimum 2 %, p/b Minimum 9 %, p/b Minimum 9,5 %, p/b Minimum 70 Kkal/100g Minimum 400 sesuai SNI No 0222-N dan revisinya 722/NEW. KES/PER/IX/88 Tidak boleh ada mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/gram APM/gram APM/gram Koloni/gram Maksimum 10.0 Maksimum 1.0 Maksimum 10.0 Maksimum 1.0 X 10 Maksimum 20 <3 Maksimum 1.0 X 102 Sumber :Badan Standarisasi Nasional (1992) dalam Nasrulloh (2015) 2.1.1 Bahan Baku Cookies Menurut Nurhasanah (2016) bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kue kering atau cookies antara lain : 1. Tepung Terigu Pola umum penggunaan tepung terigu di Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 79% digunakan oleh industri pengolahan pangan : menghasilkan roti (34,4%), mie (20%), kue-kue basah (cakes) (11,5%), kue-kue kering (cookies) (6,7%), dan makanan ringan lainnya (6,7%). Selain itu, sebanyak 16% digunakan langsung untuk keperluan rumah tangga, sedangkan industri non-pangan (industri kayu lapis) membutuhkan sekitar 5% dari substitusi tepung terigu (Muchtadi, 2009). 9 Klasifikasi jenis tepung terigu yang pertama yaitu tepung terigu protein tinggi, yang mengandung kadar protein 11%-13%. Kedua protein sedang, yang mengandung protein antara 8%-10%. Ketiga adalah tepung terigu protein rendah, yang mengandung kadar protein 6%-8%. 1. Tepung protein tinggi (hard wheat) Tepung protein tinggi (hard wheat) adalah tepung terigu yang mengandung 11%-13% protein. Tepung ini cocok untuk membuat roti dan produk bakery yang dikembangkan dengan ragi. Tepung ini biasanya berwarna krem, terasa kering bila dipegang, tidak menggumpal kalau digenggam dan mudah menyebar kalau ditabur. 2. Tepung protein sedang (medium wheat) Tepung protein sedang (medium wheat)adalah tepung terigu yang mengandung 8%-10% protein. Tepung ini kurang cocok bila digunakan untuk pembuatan cake atau bolu, biskuit, cookies, dancrakers. Tepung ini biasanya mempunyai warna yang lebih putih, mudah menggumpal jika digenggam, demikian juga kalau ditabur tidak mudah menyebar karena ada gumpalan-gumpalan kecil. 3. Tepung terigu protein rendah (soft wheat) Tepung terigu protein rendah (soft wheat)adalah tepung terigu yang mengandung 6%-8% protein. Tepung ini biasanya digunakan untuk membuat adonan yang bersifat renyah sangat cocok untuk membuat kue kering (cookies). 10 Tabel 2.2 Komposisi Tepung Terigu per 100 gram NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi 1 Kalori 333 Kkal 2 Protein 9 gr 3 Lemak 1 gr 4 Karbohidrat 77,2 gr 5 Serat 0,3 gr 6 Abu 1 gr 7 Kalsium 22 mg 8 Fosfor 150 mg 9 Besi 1,3 mg 10 Air 11,8gr Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) 2. Gula Gula penting dalam menghasilkan citarasa dan struktur cookies. Fungsi gula yang digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan warna cookies. Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah dipanggang bentuk cookies menyebar. Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa (Yulianti, 2015). 3. Telur Telur mengandung beberapa protein dan berfungsi untuk membentuk karakteristik produk cookies. Telur mengandung protein globulin yang berperan dalam proses aerasi pada saat pengadonan biskuit. Protein ovomucin berfungsi untuk menstabilkan busa. Lemak 11 pada kuning telur yang mengandung fosfolipid berfungsi sebagai bahan pengemulsi dan pengeras. Telur yang digunakan untuk pembuatan adonan dapat berupa telur utuh atau sebagian, yaitu bagian kuning atau putihnya saja. Fungsi telur dalam adonan untuk membantu proses pengembangan volume adonan, menambah warna kuning pada produk serta menimbulkan flavor dan rasa gurih (Pamungkas, 2008). 4. Lemak Lemak dapat dibedakan menjadi dua yaitu lemak hewani (mentega) dan lemak nabati (margarin). Lemak yang akan digunakan harus disimpan pada suhu ruang. Lemak tidak dapat larut kedalam bahan cair adonan. Untuk itu, agar lemak dapat stabil kedalam adonan maka kremkan lemak dan gula secara bersama-sama. Lemak berfungsi untuk menghalangi pembentukan gluten. Penggunaan lemak dapat menghasilkan cookies (kue kering) yang empuk dan tahan lama. 5. Baking powder Baking powder merupakan bahan pengembang yang umum digunakan pada cake.Baking powder berfungsi sebagai pengembang, untuk memperbaiki “eating quality”, memperbaiki warna crumb (lebih cerah). Baking powder biasanya bereaksi pada saat pengocokkan dan akan bereaksi cepat apabila dipanaskan hingga 40-500C. Komposisi baking powder yaitu natrium bikarbonat (NaHCO3), asam atau garam asam, bahan pengisi (filler). Jenis-jenis baking powder : 1) Fast Acting : Bereaksi saat proses pengocokkan 2) Slow Actin : Bereaksi saat pemanggangan 3) Double Acting : Bereaksi saat pengocokkan dan pemanggangan 12 2.1.2 Proses Pembuatan Cookies Menurut Smith (1972) dalam Turisyawati (2011) proses pembuatan kue kering atau cookies dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses pencampuran, pencetakan dan pemanggangan. 1. Proses Pencampuran Pencampuran merupakan salah satu tahapan yang paling penting dalam pembuatan kue kering atau cookies. Adonan diaduk agar semua bahan dapat dicampurkan dengan baik. Cara pencampuran bahan ada 2 yaitu pertama adalah creaming yaitu mencampur lebih dahulu lemak dan gula bersama baru dimasukkan tepungnya. Cara kedua disebut all in methodyaitu mencampurkan semua bahan menjadi satu hingga homogen.Pembentukan kerangka kue kering atau cookies diawali selama pencampuran. Ada 2 metode pencampuran secara creaming yaitu two stage method dan three stage method. Pada two stage method, semua bahan selain tepung dan baking powder dicampur selama 4-10 menit, kemudian dilakukan pencampuran kedua dengan menambahkan tepung dan baking powder, three stage method yang digunakan dalam creaming terdiri atas : 1) Pencampuran shortening, gula, susu dengan kecepatan putaran tinggi selama 3-7 menit. 2) Penambahan garam, telur dan air dengan kecepatan sedang selama 1-3 menit. 3) Pencampuran dilanjutkan dengan dimasukkannya tepung dan leaveningagent dengan kecepatan putaran rendah selama 3-10 menit. Setelah homogen lalu dilakukan pencetakan dan pemanggangan. 2. Proses Pencetakan Pencetakkan dimaksudkan untuk memperoleh produk cookies dengan bentuk yang seragam dan meningkatkan daya tarik. Pencetakan 13 biasanya dilakukan pada loyang dan diberi jarak untuk menghindari agar cookies tidak saling lengket. Sebelum dilakukan pencetakan perlu dilakukan pendinginan terlebih dahulu selama 10 menit pada suhu 0 40C.Pendinginan dilakukan agar terjadi sedikit pengembangan pada adonan. Alat yang digunakan untuk mencetak roti kering terbuat dari alumunium yang mudah digunakan dan dibersihkan. Bentuk dan cetakan kue kering bermacam-macam dan dapat disesuaikan dengan selera. 3. Proses Pemanggangan Selama pemanggangan akan terjadi perubahan fisik maupun kimia. Perubahan fisik meliputi mengembangnya gas dan menguapnya air.Sedangkan perubahan kimia meliputi gelatinisasi pati, koagulasi protein, karamelisasi gula, dan reaksi maillard. Pengembangan akan terjadi tidak hanya sebagai hasil peningkatan volume gas yang mudah dalam rongga udara, tetapi juga sebagai akibat lebih lanjut dari pengembangan CO2, peningkatan uap air serta hilangnya senyawa-senyawa yang mudah menguap. Koagulasi protein dan gelatinisasi pati merubah sifat dinding sel berongga udara adonan menjadi lebih permeable terhadap CO2. Pada proses pemanggangan biasanya mengunakan suhu berkisar 150-1700C. Suhu pemanggangan tidak boleh terlalu tinggi, agar penguapan berjalan perlahan-lahan sehingga pemasakan terjadi rata. 2.2 Nangka Tanaman nangka termasuk tumbuhan tahunan (perennial). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman nangka di klasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Morales 14 Famili : Moraceae Genus : Artocarpus Spesies : A. heterophyllus (Sumber: Rukmana, 2002). Buah nangka memiliki bentuk panjang atau lonjong atau bulat, berukuran besar dan berduri lunak. Buah terbentuk dari rangkaian bunga majemuk yang dari luar tampak seolah-olah seperti satu sehingga disebut “buah semu”. Buah nangka sebenarnya adalah tangkai bunga yang tumbuh menebal, berdaging dan bersatu dengan daun-daun bunga membentuk kulit buah. Buah nangka yang berukuran kecil, sebesar ibu jari orang dewasa disebut “babal”. Babal tersebut menjadi buah nangka muda yang disebut “gori”. Buah muda (gori) lambat laun mencapai ukuran maksimal dengan berat antara 20 kg – 25 kg dan akhirnya matang dan disebut “buah nangka”. Daging buah nangka umumnya tebal, berwarna kuning, dan kuning pucat, kuning kemerah-merahan atau jingga. Buah nangka beraroma harum yang berasal dari kandungan senyawa etil-butirat, berair dan rasanya manis (Rukmana, 2002). Buah nangka yang umum dikonsumsi adalah nangka muda, nangka masak, dan bijinya. Nangka muda memiliki komposisi mineral bagus, terutama kalsiumdan fosfor, masing-masing sebesar 45 mg dan 29 mg per 100 gram. Keunggulan lain dari nangka muda adalah mengandung karbohidrat (11,3gram/100 gram) dan vitamin c (9 mg/100 gram). Keunggulan utama nangka masak dibandingkan nangka muda dan biji nangka adalah memiliki kadar vitamin A tinggi, yaitu 330 SI/100 gram daging buah. Selain itu, buah nangka juga mengandung vitamin C dan vitamin B-kompleks. Mineral esensial yang dibutuhkan tubuh, seperti kalsium, seng, besi, magnesium, selenium dan tembaga, juga terdapat pada buah nangka. Kandungan kalium pada buah nangka masak cukup baik, yaitu mencapai 303 mg/100 gram (Astawan, 2009). Kalium dalam nangka efektif dalam mencegah penyakit jantung karena dapat menurunkan tekanan darah. Gula alami seperti fruktosa dan sukrosa dalam buah nangka menjadikannya sebuah energi dan tidak mengandung lemak jenuh 15 atau kolesterol. Nangka juga bermanfaat untuk kesehatan mata dan kulit, buah ini mengandung vitamin A yang memelihara kesehatan mata dan kelembutan kulit (Andri, 2013). Tabel 2.3 Komposisi Nangka per 100 gram bahan yang dimakan NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi 1 Kalori 57 Kkal 2 Protein 2 gr 3 Lemak 0,4 gr 4 Karbohidrat 11,3 gr 5 Abu 0,9 gr 5 Kalsium 45 mg 6 Besi 0,5 mg 7 Fosfor 29 mg 9 Vit.C 9 mg 10 Air 85,4 gr Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) 2.2.1 Biji Nangka Biji nangka ialah biji yang berasal dari buah nangka yang berukuran besar dan berbentuk bulat lonjong, permukaan kulit buah kasar dan berduri.Pohon nangka dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 10-20 meter.Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur tiga tahun. Panjang buah sekitar 30-90 cm. Biji nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm dengan berat berkisar 3 hingga 9 gram. Biji nangka berkeping dua, jumlah rata – rata biji setiap buah nangka adalah 30 hingga 50 biji, dan rasio berat biji terhadap buah sekitar sepertiga dimana sisanya adalah kulit dan daging buah (Djaafar, 2007). Biji nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil dan berkeping dua. Biji terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna 16 kuning agak lunak, kulit liat berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging biji (Rukmana 2002). Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 gram/100 gram), protein (4,2 gram/100 gram), dan energi (165 kkal/100 gram), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1,0 mg) (Astawan, 2009) Biji nangka memiliki banyak kandungan yang bermanfaat, antara lain mineral dan vitamin. Kandungan vitamin A, vitamin C, dan vitamin B1. Kandungan mineral seperti kalsium (Ca), Fospor, mineral lainnya seperti zat besi. Kandungan fosfor pada biji nangka merupakan yang tertinggi dibanding makanan sumber karbohidrat lainnya. Jika dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat, maka biji nangka tersebut termasuk memiliki kadar nutrisi yang relatif potensial seperti: Kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, fosfor dan kadar air (Fairus, dkk, 2010). 17 Tabel 2.4 Komposisi Biji Nangka per 100 gram bahan yang dimakan NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi 1 Kalori 165 Kkal 2 Protein 4,2 gr 3 Lemak 0,1 gr 4 Karbohidrat 36,7 gr 5 Air 57,7 gr 6 Abu 1,3 gr 7 Kalsium 33 mg 8 Fosfor 200 mg 9 Besi 10 Tiamin 0,2 mg 11 Vit. C 10 mg 1 mg Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) 2.2.2 Tepung Biji Nangka Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Widowati, 2009). Proses pembuatan tepung bji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka. Setelah dicuci, biji nangka direbus untuk menghilangkan bau, 18 dengan suhu 1100C selama kurang lebih 30 menit. Setelah direbus, biji nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar memudahkan pada proses pengeringan (Fadillah, 2009: 4) Proses pengeringan hingga menjadi tepung biji nangka, dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan cara membiarkan bahan pangan di bawah sinar matahari, yang dikenal dengan istilah pengeringan secara alamiah atau dengan menggunakan panas buatan dalam bentuk udara yang panas dari oven atau konstruksi pada alat pengering yang khusus untuk pengering pada suatu bahan pangan.Pengeringan di terik matahari memang bisa efektif,oleh karena suhu yang di capai sekitar (35-450C). Iklim di wilayah tropis merupakan sumber energi yang sangat cukup potensial. Selain itu juga dapat dikeringkan dengan mesin oven pengering Cabinet Dryer dengan suhu 600C selama 2 jam. Proses pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam biji nangka tersebut (Ishak dan Sarinah, 1995: 9 dalam Sari, 2012) Beberapa kendala yang berpengaruh dalam proses pengeringan diantaranya ialah suhu, kelembaban udara, lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, besarnya persentase kandungan air yang ingin dijangkau, power pengering, efisiensi pada mesin pengering dan kapasitas pengeringannya. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan, oleh karena permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan, dilakukan dengan memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas atau baik berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya. 19 Tahap selanjutnya adalah menggiling potongan biji nangka yang telah dikeringkan sampai menjadi butiran-butiran halus, menggunakan blender kering ataupun alat penggiling lain seperti mesin penepung beras. Butiran-butiran halus tersebut kemudian diayak dengan saringan berukuran lubang 60 mesh dengan tiga kali pengayakan sehingga menghasilkan tepung yang diinginkan (Sari, 2012). 2.3 Uji Organoleptik Menurut Soekarto (1985), pengujian organoleptik merupakan pekerjaan tim kerja sama yang diorganisasikan secara rapi dan berdisiplin serta dalam suasana bersemangat dan bersungguh-sungguh tetapi santai. Suasana demikian harus dapat diciptakan agar data penilaian dapat diandalkan sehingga dapat dianalisis dan diinterpretasi. Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkanpanca indera manusia untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan, minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk (Ayustaningwarno, 2014). Penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu menerima produk, mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat-sifat produk, mengingat kembali produk yang telah diamati dan menguraikan kembali sifat inderawi produk. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen.Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental sehingga panelis menjadi jenuhdan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah komunikasi antara manejer dan panelis. Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembeda (discriminative), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif(affective test). Pengujian diskriminatif terdiri atas dua jenis yaitu uji difference test (uji 20 pembedaan) dan sensitifity test. Uji sensitivitas terdiri atas uji threshold, yang menugaskan para panelis untuk mendeteksi level threshold suatu zat atau untuk mengenali suatu zat pada level threshold nya. Uji penerimaan juga disebut acceptance test atau preference test. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Uji pembedaan mengemukakan kesan akan adanya perbedaantanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada uji penerimaan, panelis mengemukakan tanggapan pribadikesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik), uji mutu hedonik. 2.3.1 Panelis Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan. Panelis merupakan instrument atau alat untuk menilai mutu dan analisa sensorik suatu produk. Dalam organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian tersebut (Ayustaningwarno, 2014). Ada enam macam panel yang bisa digunakan, yaitu: 1) Panel Perorangan (Individual Expert) Panel ini tergolong dalam panel tradisional atau panel kelompok seni (belum memakai metode baku). Panel ini sudah lama digunakan oleh industri tradisional seperti keju, pembuat wine, dan rempahrempah.Orang yang menjadi panel perseorangan mempunyai kepekaan spesifik yang tinggi.Kepekaan ini merupakan bawaan lahir dan ditingkatkan kemampuannya dengan latihan dalam jangka waktu lama, dengan kemampuan ini, para panel perseorangan menjadi penting dalam industri tertentu sehingga tarif menjadi mahal. 21 Keistimewaan seseorang pencicip ini adalah dalam waktu singkat ia dapat menilai suatu hasil dengan tepat bahkan dapat menilai pengaruh dari macam-macam perlakuan, misalnya bahan asal, macam-macam cara pengolahan, ia mampu mengenali penyimpangan rasa paling kecil sekalipun yang mungkin tidak dapat dikenali dengan alat. Orang ini mempunyai kepekaan seperti seorang ahli musik yang dapat mengenali masing-masing unsur bunyi instrument dan penyimpangan bunyi serta penyebab penyimpangan hanya dari pendengaran (Soekarto, 1985). 2) Panel Perseorangan Terbatas (Small Expert Panel) Panel perseorangan terbatas terdiri dari beberapa panelis (2-3 orang) yang mempunyai keistimewaan dari rata-rata orang biasa. Pada panel tersebut sudah digunakan alat-alat objektif sebagai control. Selain mempunyai kepekaan tinggi, panel juga mengetahui hal-hal yang terkait penanganan produk yang diuji serta cara penilaian indera modern. Cara ini dapat mengurangi ketergantungan kepada seseorang dalam mengambil keputusan, tetapi kadang antar panel tidak sepakat. Panel perseorangan terbatas mempunyai tanggung jawab sebagai penguji, mengetahui prosedur kerja dan membuat kesimpulan dari hal yang dinilai. 3) Panel Terlatih (Trained Panel) Panel terlatih merupakan panelis hasil seleksi dan pelatihan dari jumlah panel (5-10 orang atau 15-20 orang). Seleksi pada panelis terlatih umumnya mencakup hal kemampuan untuk membedakan cita rasa dan aroma dasar, ambang perbedaan, kemampuan membedakan derajat konsentrasi, daya ingat terhadap cita rasa dan aroma. 4) Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih merupakan sekelompok orang berkemampuan rata-rata yang tidak terlatih secara formal, tetapi mempunyai kemampuan untuk membedakan dan mengkomunikasikan reaksi dari 22 penilaian organoleptik yang diujikan.Jumlah anggota panel tidak terlatih berkisar antara 25 sampai 100 orang. Jika panel terlatih biasanya untuk menguji perbedaan (difference test), maka panel tak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan (preference test). Demikian juga dalam hal pemilihan anggota, panel terlatih diambil dari pegawai, sedangkan panel tak terlatih diambil dari luar.Pemilihan yang dilakukan bukan terhadap kepekaan calon anggota tetapi pemilihan itu lebih mengutamakan segi sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah kelas ekonomi dalam masyarakat dan sebagainya (Soekarto, 1985). 5) Panel Konsumen (Consumen Panel) Panel konsumen dapat dikategorikan sebagai panelis tidak terlatih yang dipilih secara acak dari total potensi konsumen disuatu daerah pemasaran. Dalam hal ini, jumlah panel yang diperlukan cukup besar (sekitar 100 orang) dan juga memenuhi kriteria seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa dan tingkat pendapatan dari populasi pada daerah target pemasaran yang dituju. 6) Panel Agak Terlatih (Semi-Trained panel) Diantara panel terlatih dan tidak terlatih terdapat suatu panel yang disebut panel agak terlatih.Panel ini tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak diambil dari orang-orang awam yang tidak mengenal sifat-sifat sensorik dan penilaian organoleptik. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensori dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Tetapi latihan-latihan yang diterima tidak cukup intensif dan tidak teratur, karena itu belum mencapai tingkat sebagai panel terlatih. Termasuk kedalam kategori panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. 23 Panelis untuk panel agak terlatih jumlahnya terletak diantara panelis terlatih dan panelis tidak terlatih.Jumlah itu berkisar antara 1520 orang. Makin kurang terlatih makin besar panelis yang diperlukan (Soekarto, 1985). 2.3.2 Persyaratan Calon Panelis Dalam pemilihan panelis perlu diperhatikan beberapa faktor yaitu : (Soekarto, 1985) 1) Orang yang akan dijadikan panelis harus ada perhatian terhadap pekerjaan penilaian organoleptik. Syarat ini penting karena menggunakan orang yang tidak ada perhatian dan tidak tertarik dengan pekerjaan penilaian organoleptik akan menyebabkan penilaian yang keliru atau salah arah. 2) Calon bersedia dan mempunyai waktu untuk melakukan penilaian organoleptik. Orang yang terlalu sibuk dan tidak dapat melepaskan pikirannya dari pekerjaan diragukan kemampuannya menjalankan penilaian organoleptik dengan baik. 3) Calon panelis mempunyai kepekaan yang diperlukan. Panel dengan anggota-anggota yang tidak cukup mempunyai kepekaan akan tidak mampu memberikan penilaian yang dipercaya. Sebaliknya panel dengan semua anggota yang terlalu peka akan hasil penilaiannya akan menjadi tidak realistik atau terlalu jauh menyimpang dari kesan konsumen pada umumnya. Misalnya panel dengan semua anggota panel yang terlalu peka terhadap rasa asin akan menghasilkan produksi pengolahan yang hambar, tidak cukup garam. Produk demikian tentu tidak akan disukai konsumen. 24 2.3.3 Laboratorium Penelitian Organoleptik Laboratorium penilaian organoleptik adalah suatu laboratorium yang menggunakan manusia sebagai pengukuran berdasarkan kemampuan penginderaan. Pengukuran ini menggantungkan pada kesan-kesan atau reaksi kejiwaan (psikis) manusia dengan jujur, spontan dan murni tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar atau faktor kecenderungan (bias). Dalam tempat ini proses penginderaan diharapkan berlangsung secara wajar dan optimal. Suasana yang penting dalam tempat penilaian itu ialah kebersihan, ketenangan, menyenangkan, kerapihan, teratur serta cara penyajian yang estesis. Hal paling utama dalam laboratorium penilaian organoleptik adalah ruang pencicipan, tempat para anggota panelis dapat melakukan penilaian. Unsur-unsur lain yang juga penting dalam laboratorium ini ialah ruang penyiapan contoh dapur, ruang panelis, ruang tunggu dan ruang pertemuan para panelis. Peralatan dan sarana yang penting dalam laboratorium penilaian organoleptik yaitu peralatan dan sarana untuk penyiapan, penyajian, dan peralatan komunikasi antara penyaji dan panelis. Untuk menjamin suasana tenang seperti tersebut diatas, diperlukan persyaratan-persyaratan khusus didalam laboratorium penilaian organoleptik (Soekarto, 1985). 1) Isolasi Untuk menjamin keadaan tenang, hendaknya laboratorium itu terpisah dari kegiatan-kegiatan lain. Perlu disediakan ruang khusus untuk pencicipan yang tenang. Ruang itu hendaknya terpisah dari keramaian proses pengolahan, keramaian ruang pertemuan dan jauh dari keramaian lalu lintas 2) Kedap Suara Ruangantempat bilik-bilik pencicipan harus dibangun kedap suara (soundproof). Cara yang paling murah untuk mengurangi pengaruh 25 suara dari luar adalah dengan memiliki ruangan laboratorium yang jauh dari keramaian. 3) Kedap Bau Ruangan penilaian itu harus juga bebas dari bau-bauan asing atau yang datang dari luar. Ruang pencicipan harus diusahakan jauh dari ruang pengolahan, daerah pembuangan kotoran atau daerah yang menghasilkan bau-bauan. 4) Suhu dan Kelembapan Suhu ruangan harus dibuat tetap dan setinggi suhu kamar (20250C). Kelembapan diatur kira-kira 65%. Untuk mengatur suhu ruangan biasanya digunakan sistem penyejuk udara (air conditioning). 5) Cahaya Cahaya didalam ruangan sedapat mungkin tidak terlalu kuat, tetapi juga tidak terlalu redup. 6) Dapur Penyiapan Contoh Dapur tempat penyiapan contoh harus terpisah dari ruangan pencicipan tetapi tidak terlalu jauh. Bau-bauan dari dapur tidak boleh mencemari ruang pencicip. 2.4 Uji Hedonik dan Uji Mutu Hedonik 2.4.1 Uji Hedonik Uji kesukaan juga disebut uji hedonik.Dalam uji hedonik panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau sebaliknya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak tidak suka dan agak suka, 26 kadang-kadang ada tanggapan yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like or dislike) (Soekarto, 1985). Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendakinya. Tabel 2.5 menunjukkan contoh-contoh skala hedonik dengan berbagai rentangan. Diluar contoh itu banyak lagi bentuk skala hedonik dalam uji kesukaan (Soekarto, 1985). Tabel 2.5 Contoh Skala Hedonik dengan Skala Numeriknya 7 Skala Hedonik 5 Skala Hedonik Skala Hedonik Skala Skala Hedonik Skala Numerik Amat sangat senang 7 Sangat senang 6 Sangat suka 5 Senang 5 Suka 4 Agak senang 4 Agak suka 3 Netral 3 Tidak suka 2 Agak tidak senang 2 Sangat tidak suka 1 Tidak senang 1 Numerik Dalam penganalisisan skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik menurun tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala hedonik itu sebenarnya uji hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Karena hal ini, maka uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai komoditi jenis atau produk pengembangan secara organoleptik. 27 2.4.2 Uji Mutu Hedonik Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu, beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam uji hedonik (Soekarto, 1985). Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekesar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan bersifat spesifik seperti empuk-keras untuk daging, pulen-keras untuk nasi, renyah-lembek untuk mentimun. Rentangan skala hedonik ekstrim baik sampai ekstrim jelek (Soekarto, 1985). Skala hedonik pada uji hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensivitas antar skala. Macam-macam skala uji terlihat pada tabel 2.6 seperti halnya pada uji kesukaan pada uji mutu hedonik, data penilaian dapat ditransformasi dalam skala numerik dan selanjutnya dapat dianalisa statistik untuk interpretasinya. Tabel 2.6 Contoh Skala Mutu Hedonik dan Skala Numeriknya 8 Skala berarah dua Skala Hedonik 5 Skala berarah dua Skala Numerik Skala Hedonik Skala Numerik Hebat 4 Empuk luar biasa 9 Sangat bagus 3 Sangat empuk 8 Bagus 2 Empuk sedang 7 Agak bagus 1 Agak empuk 6 Sedang 0 Agak keras 5 Agak buruk -1 Keras sedang 4 Buruk -2 Sangat keras 3 Sangat buruk -3 Keras luar biasa 2 Sumber: Soekarto, 1985. 28 2.5 Kerangka Teori Adapun kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pembuatan cookies substitusi tepung biji nangka Bahan-bahan cookies Pencampuran secara bertahap: gula, mentega, air dan tepung terigu Pencampuran tepung terigu dan tepung biji nangka sesuai persen perbandingan A1 = 100% tepung terigu Cookies substitusi tepung biji nangka A2 = 85% tepung terigu : 15% tepung biji nangka A3 = 82,5% tepung terigu : 17,5% tepung biji nangka Tujuan Penelitian: A4 = 80% tepung terigu : 20% 1. Menentukan nilai gizi (Kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan energi) 2. Mutu organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa) tepung biji nangka A5 = 77,5% tepung terigu : 22,5% tepung biji nangka A6 = 75% tepung terigu : 25% tepung biji nangka Sumber : Nasrulloh (2015) Gambar 2.1Kerangka Teori Penelitian 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut: Substitusi tepung terigu dan tepung biji nangka. A1 = 100% tepung terigu Mutu Organoleptik A2 = 85% tepung terigu : 15% (warna, aroma, tekstur tepung biji nangka dan rasa) A3 = 82,5% tepung terigu : 17,5% tepung biji nangka A4 = 80% tepung terigu : 20% tepung biji nangka A5 = 77,5% tepung terigu : 22,5% tepung biji nangka Nilai Gizi (kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan energi) A6 = 75% tepung terigu : 25% tepung biji nangka (Variabel Independen) (Variabel Dependen) Dari bagan di atas diketahui variabel independen dan variabel bebas pada penelitian ini adalah perbandingan tepung terigu dan tepung biji nangka yaitu dengan 6 perbandingan berbeda.Sedangkan variabel dependen atau variabel terikatnya ada dua variabel yaitu mutu organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa) dan nilai gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat). 3.2 Definisi Operasional 30 NO 1 2 Variabel Independen Substitusi tepung terigu dan tepung biji nangka Dependen Mutu Organoleptik Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala Penggantian bahan baku utama pengolahan cookies berupa tepung terigu dengan bahan pengganti yang dapat dijadikan adonan cookies berupa tepung biji nangka. Perbandingan antara: A1 = 100% tepung terigu A2 = 85% tepung terigu :15%tepung biji nangka A3 = 82,5% tepung terigu : 17,5%tepung biji nangka A4 = 80% tepung terigu :20%tepung biji nangka A5 = 77,5% tepung terigu : 22,5%tepung biji nangka A6 = 75% tepung terigu : 25% tepung biji nangka Penimbangan Timbangan analitik Cookies dengan perbandingan tepung terigu dan tepung biji nangka Nominal Kesan penerimaan yang diteima oleh alat indera panelis terhadap (warna, aroma, tekstur dan rasa) dari objek yang diamati yaitu cookies substitusi tepung biji nangka Uji Hedonik Kuesioner Warna: sangat tidak suka=1 tidak suka = 2 agak suka = 3 suka = 4 sangat suka = 5 Interval Aroma: sangat tidak suka=1 tidak suka = 2 agak suka = 3 suka = 4 sangat suka = 5 Tekstur: sangat tidak suka=1 tidak suka = 2 agak suka = 3 suka = 4 sangat suka = 5 Rasa: sangat tidak suka=1 tidak suka = 2 agak suka = 3 31 suka = 4 sangat suka = 5 Nilai Cookies Gizi Zat-zat penting yang terdapat dalam cookies yang terdiri dari substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka. Dihitung dengan analisis hasil laboratorium Oven, furnace, Automatyc Kjeldahl Analysis System, fat Analyzer. Air =…….gram Abu =…….gram Protein = ……gram Lemak = …...gram Karbohidrat = …… gram Energi = …….Kkal 3.3 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu: Ha : Adanya pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka terhadap mutu organoleptik dan nilai gizi. 3.4 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kuliner Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Baiturrahim Jambi dan Laboratorium Peternakan Universitas Jambi pada bulan Agustus 2018. 3.5 Desain Penelitian Desain pada penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menghasilkan suatu produk baru yang akan diamati dan diuji sehingga diperoleh mutu organoleptik dan nilai gizi. 3.5.1 Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Rasio 32 a. Pada pembuatan tepung biji nangka 1) Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung biji nangka adalah biji nangka dan air. 2) Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung biji nangka yaitu timbangan kasar, pisau, baskom, baki plastik, telenan, blender dan alat penyaring. b. Pada pengolahan cookies 1) Bahan Bahan yang digunakan dalam pengolahan cookies adalah tepung terigu merek Segitiga biru, tepung biji nangka, gula, margarine, telur, tepung maizena dan baking powder. 2) Alat Alat yang digunakan dalam pengolahan cookies adalah oven, timbangan, gelas ukur, mixer, spatula, loyang, plastik, rolling pin, kertas roti, pisau, baki, mangkuk adonan, dan pencetak kue. c. Pada uji hedonik 1) Bahan Bahan yang akan digunakan untuk uji hdonik adalah cookies tepung biji nangka dan air mineral. 2) Alat Alat yang digunakan untuk uji hedonik adalah piring kecil berwarna putih polos untuk wadah penyajian sampel, sendok sebagai alat makan cookies tepung biji nangka, formulir/kuesioner uji organoleptik. 33 3.5.2 Rancangan Percobaan Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan enam perlakuan berbeda dalam perbandingan tepung terigu dan tepung biji nangka: A1 = 100% tepung terigu (kode : 345) A2 = 85% tepung terigu : 15% tepung biji nangka (kode : 525) A3 = 82,5% tepung terigu : 17,5% tepung biji nangka (kode : 723) A4 = 80% tepung terigu : 20% tepung biji nangka (kode : 476) A5 = 77,5% tepung terigu : 22,5% tepung biji nangka (kode : 631) A6 = 75% tepung terigu : 25% tepung biji nangka (kode : 963) Sedangkan bahan tambahan lain diberikan sama banyaknya untuk setiap perlakuannya. Selanjutnya cookies yang dihasilkan dari setiap perlakuan tersebut disajikan sebanyak ± 10 gram, kemudian diujikan kepada 20 orang panelis agak terlatih untuk mendapatkan hasil organoleptiknya melalui uji hedonik, sehingga akan diperoleh data mengenai nilai terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa terhadap produk cookies yang dihasilkan. Untuk perhitungan nilai gizi dari produk cookies yang dihasilkan, akan ditentukan dengan analisis proksimat di laboratorium. 3.6 Panelis Dalam penelitian ini, peneliti mengambil panelis agak terlatih yaitu mahasiswa/i Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi sebanyak 20 orang yang sudah mengetahui dan pernah mempelajari tentang pengujian organoleptik. Kriteria panelis meliputi: Mahasiswa/i Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi, bersedia menjadi panelis, dalam kondisi fisik dan psikis sehat dan mengetahui dan pernah mendapat materi pengajaran organoleptik. 34 3.7 Persiapan Penelitian 3.7.1 Persiapan Bahan Baku Tepung biji nangka yang digunakan dalam membuat cookies berasal dari buah nangka yang diperoleh dari Pasar Talang Banjar, Kota Jambi. Buah nangka disortasi, kulit buah tidak mengelupas, tidak cacat atau memar dan bebas dari hama penyakit. Bahan tambahan lainnya seperti tepung Segitiga biru, gula, margarin, telur, tepung maizena dan baking powder diperoleh dari Toko Budi, Buluran Kenali Jambi. Pengolahan cookies biji nangka ini dilakukan dengan 6 perlakuan dengan perbandingan yang berbeda dari tepung terigu dan tepung biji nangka. Bahan-bahan tambahan dalam pengolahan cookies ini seperti gula, telur dan margarin digunakan dalam jumlah yang sama untuk masingmasing perlakuan. Pada pengolahan cookies tepung biji nangka ini peneliti tidak menambahkan zat pewarna makanan. 3.7.2 Pengolahan Tepung Biji Nangka Buah nangka dibelah dengan pisau dan diambil bijinya, lalu biji nangka dicuci dengan air bersih kemudian dilakukan pengukusan selama 15 menit. Setelah dikukus, biji-biji tersebut didinginkan sebentar lalu dikupas kulitnya dan selanjutnya diiris-iris dengan ketebalan 0,5 cm. Jika tahapan ini telah dikerjakan maka dapat menyiapkan larutan garam (2 gr garam dilarutkan dalam 2 liter air) kemudian panaskan sampai mendidih rendam irisan biji nangka kedalam larutan garam selama 5 menit. Biji nangka yang sudah direndam tadi kemudian diangkat dan ditiriskan hingga air tidak menetes lagi sehingga kemudian dapat dikeringkan dengan alat pengering pada suhu 600C selama 4 jam.Setelah kering potongan biji nangka dihaluskan dengan mesin gilingan tepung atau blender hingga benar-benar halus.Hasil gilingan biji nangka lalu diayak dengan menggunakan ayakan tepung berukuran lubang 60 mesh. Pembuatan tepung biji nangka dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini: 35 Gambar 3.1 Proses Pembuatan Tepung Biji Nangka (Rohayati, 2012) Biji Nangka Pencucian (dengan air bersih) Pengukusan (suhu 1000C) selama 15 menit Pengupasan kulit (dengan pisau) Pengirisan dengan ketebalan 0,5 cm (dengan pisau) Perendaman dengan air Garam (2 gram) selama 5 menit kemudian ditiriskan Pengeringan (suhu 600C) selama 4 jam Penghalusan dengan blender Pengayakan (dengan ayakan lubang 60 mesh) Tepung biji nangka 36 3.7.3 Pengolahan Cookies Bahan-bahan termasuk tepung biji nangka yang digunakan untuk membuat cookies disiapkan. Campurkan mentega, gula dan kuning telur kemudian dikocok dengan menggunakan mixer selama 15 menit. Setelah bahan-bahan yang lain termasuk tepung biji nangka ditambahkan sesuai resep perbandingan kemudian tambahkan baking powder dan tepung maizena. Setelah itu adonan di kocok dengan menggunakan mixer selama 15 menit. Setelah tercampur rata, adonan dimasukkan kedalam plastik untuk mencetak adonan kemudian diletakkan di loyang. Loyang dimasukkan kedalam pemanggangan, kemudian dipanggang dalam oven dengan suhu 1600C selama 15 menit.Setelah 15 menit, adonan yang sudah jadi kemudian diangkat dan didinginkan. Setelah dingin, cookies siap untuk dihidangkan. Diagram alir pengolahan cookies tepung biji nangka ini dapat dilihat pada gambar 3.2. 37 Gambar 3.2 Proses Pengolahan Cookies Substitusi Biji Nangka (Soesilo, 2013) Mentega 50 gram, gula halus 50 gram dan 1 kuning telur Kocok bahan diatas hingga rata dengan mixer selama 15 menit Tambahkan tepung terigu dan tepung biji nangka sesuai perlakuan Tambahkan baking powder ¼ sdt dan tepung maizena 20 gram. Kocok kembali hingga rata dengan mixer selama 15 menit Masukkan adonan kedalam plastik bentuk segitiga, gunting ujungnya, semprotkan adonan pada loyang. kemudian loyang dimasukkan kedalam pemanggangan Panggang dalam oven dengan suhu 1600C selama 15 menit Dinginkan Cookies biji nangka Perlakuan: Substitusi tepung terigu dan tepung biji nangka (dalam 100 gram campuran) A1= 100% tepung terigu A2= 85% : 15% (85 g tepung terigu + 15 g tepung biji nangka) A3= 82,5% : 17,5% (82,5 g tepung terigu + 17,5 g tepung biji nangka) A4= 80% : 20% (80 g tepung terigu + 20 g tepung biji nangka) A5= 77,5% : 22,5% (77,5 g tepung terigu + 22,5 g tepung biji nangka) A6 = 75% : 25% ( 75 g tepung terigu + 25 g tepung biji nangka) 38 3.8 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil laboratorium pengujian zat gizi dan kuesioner uji hedonik (kesukaan) untuk pengujian mutu organoleptik. 3.9 Pengujian dan Parameter yang Diamati Pengamatan yang dilakukan adalah uji hedonik berdasarkan sifat organoleptik dan perhitungan kandungan zat gizi produk cookies yang dihasilkan dari tiap-tiap perlakuan. 3.9.1 Uji Hedonik Uji yang akan digunakan untuk memberikan penilaian terhadap cookies tepung biji nangka yang akan dihasilkan adalah dengan menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa. Pelaksanaan pengujian dilakukan oleh 20 panelis agak terlatih yang terdiri dari mahasiswa/i Program Studi Ilmu Gizi Stikba Jambi. Cara pengujian dengan menyajikan sampel secara acak setelah diberi kode sesuai rancangan percobaan.Sampel cookies biji nangka pada tiap-tiap perlakuan diletakkan di dalam piring putih sebanyak ± 10 gram, kemudian disajikan dihadapan panelis. Panelis diberi arahan tentang tata cara penilaian, kemudian panelis diminta untuk mencicipi sampel cookies satu demi satu dan diminta untuk minum air sebelum mencicipi sampel dari perlakuan selanjutnya. Panelis memberikan penilaian dan mengisi lembar pernyataan yang tersedia.Penilaian dimulai dari skor sangat tidak suka dengan skor 1 hingga sangat suka dengan skor 5. Adapun skor pengujian organoleptik disajikan pada tabel 3.1 berikut ini: 39 Tabel 3.1 Skor Pengujian Organoleptik Skor 1 Parameter Warna Sangat Aroma tidak Sangat Tekstur tidak Sangat Rasa tidak Sangat tidak suka suka suka suka 2 Tidak suka Tidak suka Tidak suka Tidak suka 3 Agak suka Agak suka Agak suka Agak suka 4 Suka Suka Suka Suka 5 Sangat suka Sangat suka Sangat suka Sangat suka 3.9.2 Kandungan Zat Gizi Kandungan zat gizi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai zat-zat utama dalam komposisi bahan pengolahan cookies substitusi tepung biji nangka. Untuk mengetahui komposisi kimia pada bahan baku dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar energi. Prosedur analisis kandungan zat gizi adalah sebagai berikut: a. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995) Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatile pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 1000C. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven suhu 1050C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi.Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 gram di dalam cawan tersebut. Dikeringkan sampel dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0,003 gram).Setelah itu didinginkan cawan yang berisi sampel kering di dalam desikator. Ditimbang berat akhirnya. Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 40 (𝑥 – 𝑦) Kadar air (%b/b) = (𝑥 − 𝑎 ) x 100% Keterangan: x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g) b. Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995) Cawan porselin dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator.Setelah dingin ditimbang, sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama suhu 4000C lalu dilanjutkan pada suhu 5500C, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang. Perhitungan: W2 Kadar Abu (%b/b) = W1 x 100% Keterangan: W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat abu (g) c. Analisis Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995) Sampel sebanyak ± 0,1 g (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01N/0,02N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Lalu ditimbang 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat dan batu didih. Sampel didekstruksi (dididihkan) selama 1-1,5 jam hingga jernih, lalu didinginkan. Lalu ditambahkan 2 ml air secara perlahan dan didinginkan kembali. Cairan hasil dekstruksi (cairan x) dipindahkan ke dalam alat destilasi dan bilas labu dengan air. Air bilasan juga dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) diletakkan di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung selang kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Cairan X 41 ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan destilasi dilakukan hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml. Kemudian larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu. Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko. Perhitungan: Kadar N (%) = (𝑉𝑠 – 𝑉𝑏) 𝑥 𝐶 𝑥 14,007 𝑊 x 100% Kadar Protein (%) = N × 6,25 Keterangan: Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml) Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml) C = Konsentrasi HCl (N) W = Berat sampel (mg) d. Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin.Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam. Setelah itu pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh berat tetap. Kemudian labu lemak dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan dan ditimbang. Perhitungan: W2 Kadar Lemak (%b/b) = W1 x 100% Keterangan: W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat lemak (g) 42 e. Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC, 1995) Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dilakukan dengan cara: Kadar Karbohidrat (%b/b) = 100% - (%air + %protein + %lemak + %abu) f. Analisis Nilai Energi (Almatsier, 2010) Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi makanan tersebut. Energi = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein) + (9 kkal/g x kadar lemak) 3.10 Pengolahan dan Analisis Data 3.10.1 Pengolahan Data Data yang terkumpul dari kuisioner uji hedonik diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Coding Setiap nomor pada formulir dilakukan coding untuk keperluan analisa statistik dalam kotak yang telah tersedia pada lembar kuisioner. b. Scoring Membuat skor sesuai dengan format kuesioner yang digunakan pada program pengolahan data. c. Editing Dilakukan editing data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah bersih yaitu data tersebut telah terisi, konsisten, relevan dan dapat dibaca dengan baik, hal ini dikerjakan dengan meneliti tiap lembar kuesioner pada waktu setelah selesai pengumpulan data.Apabila terdapat kejanggalan, maka dilakukan wawancara kepada panelis untuk melengkapi data yang kurang. 43 d. Entry data Data dimasukkan sesuai dengan kode yang telah dibuat sebelumnya. e. Cleaning data Dilakukan pengecekan data yang sudah dimasukkan sehingga apabila ada kesalahan pada saat memasukkan data dapat segera diperbaiki. 3.10.2 Analisis Data Tahap awal dilakukan menggunakan analisis ragam uji One-way Anova, yang bertujuan untuk menguji perbedaan antar perlakuan. Pada tahap awal pengujian organoleptik, skala hedonik ditransferkan ke skala numerik dengan skala nilai interval 1-5. Kemudian dilakukan Analysis of Variance pada taraf 5% dengan menggunakan program SPSS. Hasil analisis ini untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh berbagai perlakuan substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka pada cookies. Apabila nilai signifikan menunjukkan bahwa nilai P kurang dari (<) nilai α (0,05) pada taraf 5% maka bermakna terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara perlakuan A1, A2, A3, A4, A5 dan A6. Setelah didapatkan hasil uji One-way ANOVA, kemudian dilakukan dengan uji lanjut Tukey. 3.11 Lay Out Penelitian 3.11.1 Pengujian Mutu Organoleptik (Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa) Pengujian mutu organoleptik menggunakan lembar pengujian yang terdiri dari pengujian organoleptik warna, aroma, tekstur dan rasa. Tabel pengujian organoleptik dapat dilihat pada beberapa tabel dibawah ini: 44 Tabel 3.2 Pengujian Organoleptik Warna Kategori Kode 345 525 723 476 631 963 476 631 963 476 631 963 Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka Tabel 3.3 Pengujian Organoleptik Aroma Kategori Kode 345 525 723 Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka Tabel 3.4 Pengujian Organoleptik Tekstur Kategori Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka Kode 345 525 723 45 Tabel 3.5 Pengujian Organoleptik Rasa Kode Kategori 345 525 723 476 631 963 Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka Tabel 3.6 Lay Out Pengujian Organoleptik Panelis A1 Perlakuan Perlakuan Pengujian Warna Pengujian Aroma A2 A3 A4 A5 A6 A1 A2 A3 A4 P1 P2 P3 …… P20 Jumlah Data dari tiap kuesioner oleh 20 panelis akan dimasukkan ke dalam tabel di atas untuk tiap karakteristik (warna, aroma, tekstur dan rasa) kemudian diolah secara SPSS menggunakan uji One-way Anova. A5 A6