Uploaded by User44132

REVISI TUGAS 2 BETON LANJUT

advertisement
Judul
Jurnal
Volume &Halaman
Tahun
Penulis
Reviewer
Tanggal
Tujuan
Penelitian
Subjek
Penelitian
A new ductile moment-resisting connection for precast concrete
frames in seismic regions: An experimental investigation
Engineering Structures
70 & Halaman 144-157 (14 Halaman)
2014
Hossein Parastesh , Iman Hajirasouliha , Reza Ramezani.
Nur Syahidah Aini .
7 Juni 2020
Untuk mengetahui kemampuan kekuatan lentur, daktilitas, degradasi kekuatan
dan kapasitas disipasi energi pracetak dan sambungan monolitik dari
sambungan lentur balok-kolom yang dikembangkan untuk beton bertulang
pracetak di zona seismik tinggi. Sambungan yang diusulkan dapat mengurangi
waktu konstruksi dengan menghilangkan kebutuhan untuk bekisting dan
pengelasan dan meminimalkan volume beton tuang di tempat.
Enam (6) spesimen rangka RC skala penuh dan dua (2) spesimen monolitik.
Metode
1. Dasar Desain
Penelitian
Semua spesimen uji dirancang untuk mengakomodasi beban bangunan
empat lantai (Gbr 3). Lalu sambungan dirancang untuk beban lateral baik
dalam arah transversal maupun longitudinal seperti yang ditunjukkan pada
Gbr. 3. Spesimen uji mewakili sambungan balok-kolom interior dan
eksterior dari lantai pertama (ditandai dengan lingkaran pada Gbr. 3 ).
Rincian konfigurasi dan penguatan spesimen pracetak dan monolitik
diilustrasikan dalam Gbr. 4 .
2. Spesimen Uji
Spesimen interior dan eksterior disebut BC dan BCT. Variabel uji adalah
jenis sanggurdi (sengkang terbuka dan tertutup). Berikut spesimen
yang digunakan :
a) Spesimen BC1 dan BCT1: Spesimen monolitik BC1 dan BCT1
digunakan sebagai specimen referensi. Tulangan longitudinal balok
terus menerus melewati wilayah sambungan tanpa splicing.
b) Spesimen BC2 dan BCT2: Stirrup terbuka dengan jarak 100 mm
digunakan dalam specimen BC2 dan BCT2. Dalam spesimen uji ini,
batang tulangan longitudinal atas dilewatkan terus menerus melalui
inti sambungan, sedangkan batang tulangan bawah disambungkan
dalam zona sambungan (lihat Fig. 2 ).
c) Spesimen BC3 dan BCT3: stirrup tertutup digunakan di zona
sambungan.
d) Spesimen BC4 dan BCT4: Untuk meningkatkan batasan pada zona
sambungan, jarak dari sengkang tertutup pada spesimen ini dikurangi
dari 100 hingga 75 mm.
3. Penyiapan test eksperimental
Spesimen uji interior dan eksterior dibangun dengan ketinggian kolom
3200 mm dan panjang balok 2400 mm. Untuk pemasangan koneksi
penahan momen di lab, balok pracetak dipasangkan pada sudut baja di
setiap sisi kolom pracetak, dan daerah sambungan diratakan
setelah meletakkan bar tulangan longitudinal di tempatnya (lihat Gbr 1 dan
2 ).
Spesimen kemudian diletakkan di antara dua kolom rangka baja kaku yang
dipasang pada lantai yang kuat (lihat Gbr 5 ).
Penopang roller digunakan di ujung balok dan bagian atas elemen kolom.
Kemudian penopang engsel digunakan di dasar kolom seperti yang
ditunjukkan pada Buah fig 5 dan 6 . Dua horisontal dan satu vertikal 500
kN aktuator ditempatkan di atas kolom pracetak untuk menerapkan
perpindahan lateral dan beban aksial, masing-masing (lihat Gbr.6 b).
Tiga beban cells digunakan untuk memantau beban lateral dan vertikal yang
diterapkan selama tes pembebanan siklik. Sepuluh dan sembilan LVDT
digunakan dalam spesimen interior dan eksterior, masing-masing, untuk
mengukur rotasi elemen dan untuk memastikan bahwa defleksi vertikal
pada penyangga hampir nol. Gbr. 7 a dan b masing-masing menunjukkan
lokasi LVDT di koneksi interior dan eksterior.
Pengukur regangan dipasang pada tulangan longitudinal spesimen pracetak
dan monolitik. Hasil strain gauge digunakan untuk mengukur strain
uniaksial dari tulangan baja, mengontrol perilaku slip ikatan dan untuk
mencari displacement yield lateral pada sambungan.
4. Prosedur pengujian
Untuk memperhitungkan beban mati yang ditransfer dari lantai atas, beban
aksial 400 kN diterapkan pada kolom pracetak pada setiap awal pengujian
dan dikontrol selama pengujian dengan menggunakan aktuator vertikal.
Beban aksial ini sama dengan 10% dari kapasitas aksial utama kolom
pracetak. Tes eksperimental dilakukan dibawah kontrol displacement
dengan menggunakan dispacement siklik yang telah ditentuakn sebelumnya
seperti ditunjukkan pada Gambar 9 . Spesimen uji mengalami pembebanan
siklik sampai titik patah (failure point) material.
Hasil
Penelitian
Beban dijeda pada akhir setiap setengah siklus untuk menandai dan
mengukur retak dan mengatur beban aksial pada kolom menjadi 400 kN.
Tes eksperimental dihentikan pada perpindahan lateral sekitar 120 mm (4%
drift lateral) karena keterbatasan pengaturan uji dan untuk mencegah
kerusakan pada peralatan laboratorium. Semua data (yaitu beban, regangan
dan defleksi) dikumpulkan oleh sistem akuisisi data pada frekuensi
sampling 1 Hz.
Spesimen uji mengalami pembebanan siklik yang ditunjukkan pada Gambar 9
hingga titik patah spesimen. Gbr. 10 dan 11 menunjukkan hubungan antara
beban lateral dan perpindahan lateral di bagian atas kolom untuk koneksi
interior dan eksterior yang berbeda.
Fig . 10. interior
Fig. 11. eksterior
Data dan pengamatan eksperimental digunakan untuk mempelajari mode
kegagalan, kapasitas drift, kekuatan flural, degradasi kekuatan, daktilitas, dan
kapasitas disipasi energi dari koneksi monolitik dan pracetak. Berikut ini hasil
pengamatan eksperimental yang didapatkan :
1. Mode kegagalan
Pada gambar 12 membandingkan pola perambatan retak dan mode
kegagalan sambungan monolitik eksterior dan pracetak. Retakan flural
dalam spesimen uji ini dimulai pada siklus kedua pembebanan (lebar retak
sekitar 1 mm). Sementara retakan awal pada spesimen pracetak diamati
pada antarmuka sambungan balok-kolom, retakan pertama pada spesimen
monolitik (BCT1) dimulai pada jarak 30-50 mm dari permukaan kolom.
Dalam spesimen pracetak, retakan flural menembus ke daerah sambungan
grouting, yang menunjukkan integritas yang baik antara elemen balok dan
kolom dalam koneksi pracetak ( Gambar 12 ).
Gambar 12. Mode pembentukan retak dan kegagalan koneksi monolitik eksterior dan pracetak
Retakan fleksural pada spesimen pracetak terkonsentrasi pada zona
sambungan balok, yang mencegah berkembangnya retakan
fleksural yang berlebih di sepanjang sisi balok. Pertama, retakan geser
pada spesimen pracetak muncul pada pergeseran 3,0% dan 3,5% pada
elemen pracetak dengan jarak sengkang masing-masing 100 mm dan 75
mm. Ini menunjukkan bahwa tulangan penguatan diagonal pada inti
sambungan sambungan pracetak dapat menunda pengembangan retakan
diagonal. Sambungan pracetak dirancang untuk memiliki kekuatan geser
yang memadai untuk menghindari kegagalan geser dan menghasilkan
sengkang di area inti sendi. Alasan utama kerusakan yang lebih tinggi
pada inti sambungan monolitik adalah bahwa tidak ada bracing bar diagonal
yang digunakan dalam inti sambungan spesimen ini.
2. Kekuatan lentur
Momen lentur maksimum yang diukur dalam spesimen uji dibandingkan
dalam Tabel 3 . Hasil dalam tabel ini adalah rata-rata momen lentur
maksimum dalam arah positif dan negatif. Hasilnya menunjukkan bahwa
semua koneksi beton pracetak mencapai kapasitas kekuatan momen
ultimate yang dirancang. Meskipun kuat tekan beton lebih tinggi (rata-rata
20%) pada spesimen monolitik, sambungan pracetak menunjukkan
kekuatan flural yang sama atau bahkan sedikit lebih tinggi. Penguatan
tambahan ini adalah alasan utama untuk kekuatan flurural yang lebih tinggi
dalam koneksi pracetak dibandingkan dengan spesimen monolitik.
3. Daktilitas
Daktilitas didefinisikan sebagai kemampuan struktur untuk mengalami
deformasi plastis tanpa kehilangan kekuatan yang berarti. Konsep daktilitas
adalah elemen kunci dalam desain struktur tahan gempa.
Dalam metode ini, kurva amplop histeresis diwakili oleh kurva bilinear
dengan kemiringan pasca-hasil seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 16 .
Tabel 3 menunjukkan daktilitas dari berbagai pracetak dan koneksi
monolitik yang ditentukan pada titik kegagalan (yaitu daktilitas tertinggi).
Terlihat bahwa spesimen pracetak menunjukkan daktilitas yang jauh lebih
tinggi (hingga 46%) dibandingkan dengan koneksi monolitik. Ini
menyiratkan bahwa rincian yang diusulkan dapat meningkatkan perilaku
daktilitas dari koneksi yang ada saat pracetak.
.
4. Rasio kekuatan
Dalam penelitian ini, penurunan kekuatan dievaluasi menggunakan rasio
momen pada rotasi puncak ke momen hasil awal yang dihitung dari kurva
amplop histeresis. Gbr. 17 menunjukkan variasi rasio kekuatan pada
koneksi interior dan eksterior pada level drift yang berbeda. Berdasarkan
hasil yang ditunjukkan pada Gbr. 17 , tidak ada kerusakan dalam kekuatan
elemen pracetak interior dan eksterior hingga 3% drift (level kinerja LS).
Secara umum, Gbr. 17 menunjukkan bahwa penurunan kekuatan koneksi
pracetak pada rasio drift yang lebih tinggi dapat dikontrol dengan
menggunakan sanggurdi tertutup jarak rendah. Ini menunjukkan bahwa
koneksi yang menolak momen pracetak yang diusulkan dapat dirancang
secara efisien untuk daerah seismik tinggi.
5. Hubungan momen-rotasi
Dalam studi ini, strain uniaksial diukur di atas dan bawah memanjang bar
digunakan untuk menentukan rotasi balok dan elemen kolom pada tingkat
beban yang berbeda. Selanjutnya, rotasi sambungan dihitung berdasarkan
perbedaan antara rotasi balok dan kolom. Kurva amplop histeresis momenrotasi dari sambungan interior dan eksterior dibandingkan dengan Fig. 18 .
Terlihat bahwa kekakuan rotasi awal spesimen pracetak interior dan
eksterior sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sambungan monolitik.
Ini dapat menjadi hasil dari peningkatan momen inersia balok pada
spesimen pracetak. Ini menyiratkan bahwa koneksi pracetak yang
diusulkan dapat dirancang untuk sekuat koneksi monolitik dengan ukuran
balok yang sama.
Kesimpul
an
Kekuatan
6. Disipasi energi
Deformasi koneksi yang inelastis membantu menghilangkan energi
sehingga mengurangi energi yang ditransmisikan ke elemen struktural
lainnya. Seperti disebutkan sebelumnya, dibandingkan dengan spesimen
monolitik, koneksi pracetak menunjukkan lebar retak yang lebih luas, yang
diharapkan dapat membantu mereka menghilangkan lebih banyak energi
histeris pada perpindahan besar.
Fig. 20 membandingkan kapasitas energi histeretik yang dinormalisasi dari
pracetak dan koneksi interior dan eksterior monolitik pada rasio drift lantai
yang berbeda. Terlihat bahwa secara keseluruhan spesimen pracetak
menunjukkan kapasitas disipasi energi yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan spesimen monolitik, terutama pada rasio drift yang lebih tinggi.
1. Koneksi pracetak yang diusulkan menunjukkan kekuatan flural yang lebih
tinggi dan kekakuan awal dibandingkan dengan spesimen monolitik yang
sama.
2. Penurunan kekuatan koneksi pracetak dengan sengkang tertutup dapat
diterima hingga 4%. Namun, sambungan pracetak dengan sengkang
terbuka menunjukkan penurunan kekuatan yang cukup besar pada rasio
drift lebih dari 3%.
3. Retak lentur pada sambungan balok-kolom pracetak yang diusulkan
terutama terkonsentrasi di zona engsel plastik balok, yang sejalan dengan
konsep kolom-kuat / balok-lemah dalam desain tahan gempa.
4. Retakan geser pada sambungan pracetak kurang terkonsentrasi di inti
sambungan balok-kolom, yang dapat membantu menghindari mode
kegagalan yang tidak diinginkan pada sambungan di bawah gempa bumi
yang kuat.
5. Kedua koneksi pracetak interior dan eksterior menunjukkan daktilitas yang
jauh lebih tinggi (hingga 46%) dibandingkan dengan spesimen monolitik.
6. Untuk rasio drift yang serupa, energi histeretik yang dihamburkan oleh
koneksi pencegah momen pracetak hingga 30% lebih tinggi daripada
spesimen monolitik.
1. Metode ini tdk menggunakan pengecoran in situ yang artinya akan
mengurangi tingkat kesulitan pengecoran dilapangan.
2. Defleksi yang tinggi.
3. Minim perawatan beton/curing.
4. Mengurangi resiko kecelakaan saat pengecoran. Sehingga cukup
memperhitungkan aspek K3.
Kelemaha
n
1. Jumlah spesimen yg dibuat apakah mengacu pada standar tertentu, Tidak
disebutkan pemilihan dimensi juga mempertimbangkan atas aspek apa,
adakah peraturan yg menjadi acuan dengan sni atau ASTM.
2. Jumlah spesimen pembanding antara spesimen monolitik dan spesimen
pracetak terlalu sedikit.
3. Pemilihan metode pengujian hanya dengan menggunakan gaya aksial
yang dibatasi 400 kn.
4. Strain gauge tidak hanya dipasang pada tulangan longitudinal, tetapi juga
dipasang pada area level top beton, agar bisa dilihat hubungan antara
regangan tulangan dan beton.
5. Pengamatan terhadap retakan beton bisa ditambahkan menggunakan
kamera.
6. Perlu disesuaikan dengan lokasi proyek apakah dengan metode ini bisa
menjangkau area tersebut.
7. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan metode dan
jumlah spesimen
Download