Asas hukum Asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yag abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Pendapat beberapa sarjana mengenai pengertian dari asas hukum : 1. Bellefroid, menyatakan asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan pengendapan dari hukum positif. 2. P. Sholten, menyatakan asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat-sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada. 3. Eikema Hommes, menyatakan asas hukum bukanlah norma norma hukum konkret, tetapi ia adalah landasan yang kuat dan paling luas bagi lahirnya peraturan hukum yang berlaku. Asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. 4. Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karna ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Ciri-Ciri Asas Hukum 1. Umum, tidak hanya berlaku pada satu peristiwa saja. 2. Abstrak, pada umumnya tidak dituangkan dalam peraturan atau pasal yang konkret. 3. Fleksibel, memberikan peluang penyimpangan atau pengecualian. Adanya pengecualian atau penyimpangan tersebut justru memperkokoh eksistensi peraturan itu, karna pada daasarnya peraturan yang baik memberikan peluang untuk pengecualian sehingga tidak kaku. 4. Merupakan sebagian cita-cita manusia, setiap orang mempunyai kepentingan yang selalu terancam. Dengan demikian orang menginginkan kepentingannya dilindungi, sehingga dibutuhkan peraturan hukum yang melindugi kepentingan tersebut. 5. Persangkaan, sebagai cita-cita manusia, asas tidak merupakan suatu kenyataan, maka asas sekaligus merupakan prasangkaan-prasangkaan, sehingga dalam hukum banyak dijumpai persangkaan. 6. Dinamis, berkembang dalam waktu dan tempat yang berkelanjutan (terpengaruh waktu dan tempat). Asas-Asas Hukum 1. Asas geen starft zonder schuld, yaitu asas yang menyatakan bahwa tiada hukuman tanpa kesalahan. 2. Asas peradilan bebas terjaminnya obyektifitas, imparsialitas, adil dan manusiawi. 1. Asas-asas Peraturan Perundang-undangan a. Asas setiap orang dianggap telah mengetahui undang undang setelah diundangkan dalam lembara Negara b. Asas Non Retroaktif, suatu perundang-undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut c. Lex spesialis derogat lex generalis. Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum d. Lex posterior derogat legi priori. Undang undang yang lama dinyatakan tidak berlaku apablaa ada undang undang yang baru yang mengatur hal yang sama e. Lex superior derogate legi inforiori. Hukum yang lebih tinggi derajatnya mengesampingkan hukum atau peraturan yang derajatnya dibawahya f. Undang undang tiak dapat diganggu gugat, artiya siapapun tidak boleh melakukan uji materil atas isi undang undang, kecuali oleh mahkamah konstitusi. 2. Asas-asas yang dianut dalam UUD 1945 a. Asas Kekeluargaan, terdapat dalam pasal 33 ayat 1 uud 1945. b. Asas Kedaulatan Rakyat, kedaulata di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. c. Asas Pembagian Kekuasaan, kekuasaan dibagi atas kekuasaan legislatif (DPR), kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan kekusaan yudikatif (kehakiman) d. Asas Negara Hukum dengan prinsip Rule of Law. Dengan ciri-ciri nya adalah pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, peradilan yang bebas dan legalitas dalam segala bentuknya e. Asas Kewarganegaraan 1. Ius Sanguinis : menetapkan kewarganegaraan seseorang bedasarkan atas keturunan atau pertalian darah 2. Ius Solli : menetapkan kewarganegaraan seseorang bedasarkan tempat atau Negara kelahirannya 3. Asas-asas yang berlaku dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana a. Asas Legalitas. Suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana apabila telah ditentukan sebelumnya oleh undang undang atau seeorang dapat dituntut atas perbuatannya apabila perbuatan tersebut telah ditentukan sebagai tindak pidana oeh hukum atau undang undang. b. Asas Culpabilitas. Nulla poema sine culpa, artinya tiada pidana tanpa kesalahan. c. Asas Opportunitas, penuntut umum berwenang untuk tidak melakukan penuntutan dengan pertimbangan demi kepentingan umum. d. Asas similia similibus, ialah bahwa perkara yang sama harus diputus sama. e. Asas Presumption of Innocence (Praduga tak bersalah). Seseorang harus dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. f. Asas in dubio pro reo. Dalam hal terjadi keragu raguan maka yang diberlakukan adalah peraturan yang paling menguntungkan terdakwa. g. Asas Non Liquet, yaitu asas yang menyatakan bahwa Hakim tidak boleh menolak mengadili perkara dengan alasan hukum tidak ada atau tidak jelas. h. Asas persamaan di muka hukum. Artinya setiap orang harus diperlakukan sama di depan hukum tanpa membedakan suku agama, pangkat, jabatan, dan sebagainya. i. Asas peritah tertulis dari yang berwenang. Artinya bahwa setiap penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari penjabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh UU. j. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak. Asas ini menghendaki proses pmeriksaan tidak berbelit belit dan untuk melindungi hak tersangka guna mendapat pemerintahan dengan cepat agar segera didapat kepastian hukum (pasal 24 dan 50 KUHAP) k. Asas harus hadirnya terdakwa. Pengadilan dalam memeriksa perkara pidana harus dengan hadirnya terdakwa. l. Asas Terbuka untuk Umum. Sidang pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk umum, kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti perkara kesusilaan, siding tertutup untuk umum, tetapi pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam siding yang terbuka untuk umum. m. Asas bantuan hukum. Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan pembelaan dirinya (pasal pasal 54, 55, dan 56 KUHAP) n. Putusan hakim harus disertai alasan-alasan. Semua putusan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini harus mempunyai nilai yang objektif. o. Asas Nebis in idem. Seseorang tidak dapat dituntut lagi karena perbuatan yang sudah pernah diajukan ke muka pengadilan dan sudah mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. p. Asas Kebenaran Materiil (Kebenaran dan Pernyataan). Pemerikasaan dalam perkara pidana, tujuannya untuk mengetahui apakah fakta atau senyatanya benar benar telah terjadi pelanggaran atau kejahatan q. Asas ganti rugi dan rehabilitasi. Hak bagi tersangka atau terdakwa atau terpidana untuk mendapatkan gantu rugi atau rehabilitas atas tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses penyelidikan. Diatur dalam pasal 95 dan 97 KUHAP 4. Asas-asas dalam Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata a. Asas Hukum Benda merupakan Dwingendrecht. Hak-hak kebendaan tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Dengan lain perkataan, kehendak para pihak itu tidak dapat memengaruhi isi hak kebendaan. b. Asas Individualiteit. Objek hak kebendaan selalu merupakan barang yang individueel bapaald, yaitu barang yang dapat ditentukan. Artinya seseorang hanya dapat memiliki barang yang berwujud yang merupakan kesatuan. c. Asas Totaliteit. Seseorang yang mempunyai hak atas suatu barang maka ia mempunyai hak atas keseluruhan barang itu atau begian-bagian yang tidak tersendiri. d. Asas Onsplitsbaarheid (tidak dapat dipisahkan). Pemisahan dari zakelijkrechten tidak diperkenankan, tetapi pemilik dapat membebani hak miliknya dengan iura in realiena, jadi seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya. e. Asas Vermenging (Asas Percampuran). Seseorang tidak akan untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai atau hak memungut hasil atas barang miliknya sendiri. f. Asas Publiciteit. Dalam hal pembebanan tanggungan atas benda tidak bergerak (hipotek) maka harus didaftarkan didalam register umum. Sekarang Hak Pertanggungan Atas Tanah. g. Asas Spesialiteit. Hipotek hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus ( letaknya, luasnya, batas-batasnya). h. Asas Reciprositas. Seorang anak wajib menghormati orang tuanya serta tunduk kepada mereka dan orang tua wajib memelihara dan membesarkan anak nya yang belu deasa sesuai dengan kemampuannya masing msing (pasal 298 BW, dan seterusnya). i. Asas Kebebasan berkontrak. Para pihak berhak secara bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isinya sepanjang memenuhi keetentuan ketentuan yang berlaku. j. Asas Pacta Sunt Servanda (janji itu mengikat). Suatu perjanjian berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang membuatnya. k. Asas Konsensualitas. Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika telah tercapai kesepakatan para pihak dan sudah memenuhi syarat syah nya kontrak. l. Asas Batal demi hukum. Suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat objektif m. Asas Kepribadian. Suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang hanya boleh melakukan perjanjian untuk dirinya sendiri. n. Asas Canselling. Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalan. o. Asas Actio Paulina. Hak kreditor untuk mengajukan pembatalan terhadap segala perbuatannya yang tidak perlu dilakukan oleh debitur yang merugikannya. p. Asas Persamaan. Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat terhadap barang barang milik debitur q. Asas Preferensi. Para kreditor yangmemegang hipotek, gadai dan privelegi diberi hak preferensi yaitu di dahulukan dalam pemenuhan piutang nya. Asas ini merupakan penyimpangan dari asas persamaan. r. Zakwaarneming (345 BW). Asas dimana seseorang yang melakukan pengurusan terhadap benda orang lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan, maka ia wajib mengurusnya sampai tuntas. s. Asas Droit invialablel et sarce. Hak milik tidak dapat diganggu gugat. t. Asas Kepentingan. Dalam setiap perjanjian pertanggungan (asuransi) diharuskan adanya kepentingan (Insurable interest pasal 250 KUHD). u. Asas Monogami. Dalam suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh memiliki seorang perempuan sebagai istrinya dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami. v. Asas Hakim bersifat menunggu. Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Hakim hanya menunggu saja. w. Asas Hukum Pasif. Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asas nya ditentukan oleh para pihak yang berpekara dan bukan oleh Hakim. x. Asas mendegar kedua belah pihak. Di dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak harus diperlakukan sama, tidak memihak dan di dengar bersama sama. y. Asas beracara dikenakan biaya. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya materai dan biaya untuk pemberitahuan para pihak. Namun, bagi pidah yang tidak mampu berdasarkan keterangan yang berwenang dapat berpekara tanpa biaya (prodeo). z. Asas Actor Sequintur Forum Rei. Gugatan harus diajukan ditempat dimana tergugat bertempat tinggal. aa. Asas gugatan balasan, dapat diajukan dalam perkara (pasal 132 a HIR) bb. Unus Testis Nullus Testis. Satu saksi bukan sanksi, maksudnya keterangan seorang saksi harus dilengkapi dengan bukti bukti lain 5. Asas-asas dalam Hukum Tata Negara a. Asas Ius Sanguinis. Untuk menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan pertalian darah atau keturunan dari orang yang bersangkutan. b. Asas Ius Solli. Menentukan kewaranegaraan seseorang berdasarkan tempat tinggal atau Negara dimana orang tersebut dilahirkan. c. Asas Bipatride. Asas dimana seseorang dimungkinkan mempunyai kewarganegaraan rangkap. d. Asas Apatride. Seseorang sama sekali tidak memilki kewarganegaraan. e. Asas Desentralisas. Asas dimana urusan pemerintahan yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepala daerah, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah yang bersangkutan. f. Asas Dekonsentralisasi. Asas dimana urusan pemerintah pusat yang tidak dapat diserahkan kepada pemerintah daerah dilakukan oleh perangkat pemerintah pusat di daerah bersangkutan. g. Asas Medebewind (Tugas Pembantuan). Penentuan kebijaksanaan, perencanaan dan pembiyayan tetap di tangan pemerintah pusat, tetapi pelaksanaanya ada pada pemerintah daerah. h. Asas Welfare State (Negara Kesehjateraan). Pemerintah pusat bertugas menjaga keamanan dalam arti seluas luasnya dengan mengutamakan kesehjateraan rakyat. i. Asas Priorrestraint (Kendali Dini). Suatu asas yang mempunyai makna pencegahan untuk mengadakan unjuk rasa setelah memenuhi syarat syarat yang telah ditentukan. j. Asas Non Lisensi, yaitu suatu asas yang lebih terkait dengan kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan. k. Asas Naturalisasi (Pewarganegaraan). Suatu asas di mana seseorang yang telah dewasa dapat megajukan permohonan menjadi warga Negara (Indonesia) melalui pengadilan negeri. 6. Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara a. Asas Ne Bis Vexari Rule. Merupakan asas yang menghendaki agar setiap tindakan administrasi Negara harus didasarkan atas undang undang dan hukum. b. Asas Principle Legality (Kepatian Hukum). Merupakan asas yang menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi Negara. c. Principle of Proportionality (Asas Keseimbangan). Asas yang menghendaki proporsi yang wajar dalam penjatuhan hukuman bagi pegawai yang melakukan kesalahan. d. Principle of Equality (Asas Kesamaan dalam Pengambilan Keputusan). Dalam menghadapi suatu kasus dan fakta yang sama seluruh alat addministrasi Negara harus dapat mengambil keputusan yang sama. e. Principle of Carefness (Asas Bertindak Cermat). Asas yang menghendaki agar administrasi Negara senantiasa bertindak hati hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat. f. Principle of Motivation (Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan). Dalam mengambil suatu keputusan pejabat administrasi negara atau pemerintah harus bersandar pada alasan motifasi yang kuat, benar, adil dan jelas. g. Principle of non Minuse of Competence (Asas Jangan Mencapuradukan Kewenangan). Dalam pengambilan suatu keputusan pejabat administrasi Negara jangan menggunakan kewenangan atau kekuasaan. h. Principle of Fair Play (Asas Permainan yang Layak). Agar pejabat pemerintah atau administrasi Negara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada warga Negara atau masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil. i. Principle of Reasonable or Prohibition of Arbitrariness (Asas Kewajaran dan Keadilan). Dalam melakukan tindakan pemerintah tidak boleh berlaku sewenang wenang atau berlaku tidak wajar atau layak. j. Principle of Meeting raised expectation (Menanggapi Harapan yang Wajar). Asas yang menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan pengharapan pengarapan yang wajar bagi kepentingan rakyat. k. Principle of undoing The Consequence of annule decision. Asas yang meniadakan akibat akibat dari pembatalan suatu keputusan. l. Principle of protecting The Personal way of life. Asas perlindungan terhadap pandangan hidup seorang pribadi. m. Principle of Public service (Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum). Agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum. n. Asas Kebijaksanaan (Sapientia). Pejabat administrasi Negara senantiasa harus selalu bijaksana dalam melaksanakan tugasnya. 7. Asas-asas Peradilan Administrasi a. Asas Kesatuan Beracara. Untuk menegakan hukum materil maka harus ada satuan atau keseragaman beracara bagi peradilan administrasi diseluruh wilayah negara. b. Asas Keterbukaan Persidangan. Pada asasnya siding terbuka untuk umum kecuali apa bila sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau berkaitan dengan keselamatan Negara tetapi keputusannya tetap dibacakan dalam siding yang terbuka untuk umum. c. Asas Musyawarah dan Perdamaian. Asas ini memungkinkan para pihak untuk bermusyawarah guna mencapai perdamaian diluar persidangannya. Konsekuensinya penggugat mencabut gugatannya. Apabila pencabutan gugatan ini dikabulkan maka hakim memerintahkan kepada panitera untuk mencoret gugatan dari register perkara. Perintah coretan ini harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. d. Asas Hakim Aktif. Untuk menemukan kebenaran materil atas sengketa yang diperiksanya maka hakim berperan aktif. e. Asas Kebuktian Bebas. Hakim tidak terikat dalam barang bukti yang diajukan para pihak dan penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya kepada hakim. Hakim dapat menguji aspek lainnya diluar sengketa. f. Asas Audit et Altera Partem. Asas ini mewajubkan pada hakim untuk mendengar kedua belah pihak dan penilaian pembuktian termasuk dalam hal kesempatan memberikan alat bukti dan menyampaikan kesimpulan. Asas ini merupakan impleimentasi asas persamaan. g. Asas Het Vermoeden van Rechtmatigheid atau Presumption Justea Causa. Asas ini menyatakan bahwa demi kepastian hukum setiap keputusan tata usaha Negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum karenanya dapat dilaksanakan lebih dulu sebelum dibuktikan sebaliknya dan belum dinyatakan oleh hakim administrasi Negara sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum. h. Asas Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan Segi Doelmatigheid. Hakim tidak boleh atau dilarang melakukan pengujian dari segi kebijaksanaan suatu keputusan yang disengketakan meskipun hakim tidak sependapat dengan keputusan tersebut, sebatas keputusan itu bukan merupakan keputusan yang bersifat sewenang wenang. Jadi hakim hanya berwenang memeriksa segi recthmatigheid sewaktu keputusan tata usaha Negara karna hal itu berkaitan dengan asas legalitas dimana setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas hukum. i. Asas Pengujian Extune. Pengujian hukum peradilan administrasi hanya terbatas pada fakta fakta atau keadaan hukum pada saat keputusan tata usaha negara dikeluarkan. j. Asas Kompensasi. Pemulihan hak hak penggugat dalam kemampuan kedudukan harkat dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula sebelum adanya keputusan yang disengketakan. Apabila tergugat tidak mungkin dikembalikan pada pejabat semula maka dapat ditempuh cara lain dengan membayar sejumlah uang atau bentuk kompensasi lainnya. k. Asas Keputusan bersifat Ergaomnes. Putusan hakim peradilan administrasi mempunyai kekuatan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan yang mungkin timbul dimasa datang. l. Asas Netral. Peradilan administrasi harus bebas dan merdeka. m. Asas Sederhana, Cepat, Adil, Mudah dan Murah. Maksudnya prosedur beracara di rumuskan dengan sederhana dan mudah dimengerti, tidak berbelit beli dengan biaya yang ringan, yang terjangkau oleh pencari keadilan. n. Asas Negara Hukum Indonesia. Eksistensi peradilan administrasi merupakan perwujudan dari cita-cita negara hukum dan salah satu unsur negara hukum adalah peradilan administrasi. 8. Asas-asas dalam Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional a. Asas Independen (Kemerdekaan). Suatu Negara berdiri sendiri, merdeka dari Negara lainnya. b. Asas Eksteritorial. Seorang diplomat atau duta besar yang ditugaskan disuatu Negara harus dianggap berada diluar wilayah dimana dia ditempatkan tersebut. c. Asas Souveregnity. Kadaulatan suatu Negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi. d. Asas Receprocitet. Apabila suatu negara menerima duta dari Negara sahabat maka negara itu juga harus mengirimkan dutanya. e. Asas Statuta mixta. Dalam menghukum suatu perbuatan digunakan hukum Negara dimana perbuatan itu dilakukan. f. Asas Personalitas. Asas untuk menentukan suatu personal pribadi seseorang yang berlaku baginya adalah hukum nasionalnya atau negaranya. g. Asas Teritorialitas. Yang berlaku bagi seseorang adalah hukum Negara dimana dia berdomisili. h. Mobilia Personam Sequntur. Status hukum benda benda bergerak mengikuti status hukum orang yang dimaksudnya. i. Lex Rei Sitae, Lex Situs. Status hukum benda tidak bergerak atau tetap tunduk kepada hukum dimana benda itu berada. j. Lex Loci Contractus. Dalam perjanjian perdata internasional hukum yang berlaku adalah hukum Negara dimana perjanjian dibuat. k. Lex Loci Solosionis. Hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana perjanjian itu dilaksanakan. l. Lex Loci Delicti Commissi. Apabila terjadi perbuatan melanggar hukum atau wanprestasi maka yang berlaku adalah hukum negara dimana penyelewengan perdata itu terjadi. m. Lex Fori. Dalam hal terjadi penyelewengan perdata hukum yang berlaku adalah hukum Negara dimana perkara diadili. n. Lex Loci Actus. Hukum yang berlaku adalah hukum dimana dilakukannya suatu perbuatan hukum. o. Lex Partiae. Hukum yang berlaku bagi para pihak atau salah satu pihak dalam berperkara adalah hukum warganegaranya. p. Lex Locus Delicti. Hukum yang berlaku untuk menyelesaikan suatu perkara adalah hukum dimana perbuatan tersebut dilakukan. q. Lex Causae. Hukum yang akan dipergunakan adalah hukum yang berlaku bagi persoalan pokok yang mendahului persoalan yang akan diselesaikan kemudian. r. Lex Actus. Hukum yang berlaku adalah hukum dari Negara yang mempunyai hubungan erat dengan transaksi yang dilakukan. s. Lex Originis. Suatu asas hukum yang menyangkut ketentuan hukum mengenai status dan kekuasaan atas subjek hukum tetap berlaku di luar negeri t. Lex Loci Celebrationis. Syarat formalitas berlangsungnya perkawinan, berlaku hukum dari negara dimana perkawinan dilangsungkan (locus regit actum). u. Monogami. Asas dalam suatu perkawinan dimana seorang laki-laki hanya boleh memiliki seorang perempuan sebagai istri dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami. v. Poligami.Suatu asas dimana dalam suatu perkawinan seorang laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari seorang istri w. Resiprositas, Asas Timbal Balik/Balasan. Ini biasanya berlaku dalam hakhak atau kewajiban suatu negara terhadap negara lain. 9. Asas-asas dalam Hukum Pajak a. Asas Legal. Setiap pungutan pajak harus didasarkan oleh undang-undang b. Asas Domisili atau (tempat tinggal). Negara dimana seseorang (wajib pajak) berkediaman, berhak mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari semua pendapatan dimana saja didapat. c. Asas Sumber. Cara pemungutan pajak yang tergantung atau didasarkan pada adanya sumber di suatu negara. Negara dimana sumber-sumber penghasilan itu berada, berhak memungut pajak, dengan tidak mengingat dimana wajib pajak itu berada. d. Asas kepastian hukum. Suatu asas yang menentukan bahwa pada hakikat ketentuan perpajakan tidak menimbulkan kesempatan untuk melakukan penyimpangan. e. Asas Sederhana. Artinya bahwa peraturan perpajakan haruslah sederhana/simpel sehingga tidak bisa terjadi berbagai penafsiran. f. Asas Adil. Pajak ditekakan pada keadilan, dengan membebankan pajak sesuai daya pikul masyarakat. g. Asas Ekonomis, efisien. Pajak dipungut untuk membangun sarana-sarana bagi kepentingan masyarakat (kurang mampu). Dan dengan biaya pungutan yang serendah-rendahnya h. Asas Non Distorsi. Pajak tidak boleh menimbulkan distorsi ekonomi, inflasi, psikologi efek, dan kerusakan-kerusakan. 10. Asas dalam Hukum Agraria a. Asas dikuasai oleh negara. Asas ini didasarkan pada Pasal 33 ayat (3) yo Pasal 2 UUPA (UU No. 5 Tahun 1961, yang menyatakan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya “dikuasai” oleh negara. Dikuasai berbeda artiya dengan dimiliki. b. Asas Hak Milik Berfungsi Sosial. Maksudnya penggunaan tanah hak milik tetap harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat bagi kesejahteraan dari kebahagiaan bagi pemilik maupun bagi masyarakat luas. c. Asas Nasionalisme. Asas ini mengandung makna bahwa tanah yang dikuasai oleh negara hanya disediakan untuk warga negara. Di Indonesia asas nasionalisme tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1961 yang menentukan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. d. Asas Non-diskriminasi. Asas ini mengandung makna bahwa negara tidak boleh membedakan antar warga negara, baik warga negara dari penduduk asli (dahulu disebut pribumi) maupun warga negara keturunan asing. e. Asas Pemilikan Horizontal (Horisontale Scheiding Bigensel). Asas ini lebih dikenal dalam hukum adat yaitu asas yang memisahkan kedudukankedudukan benda yang ada di atas tanah di mana benda itu berada. Sistem Hukum Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagianbagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan kait-mengkait secara erat. Contoh: Sistem hukum positif Indonesia akan terdapat subsistem hukum perdata, subsistem hukum pidana, subsistem hukum tata negara yang satu dengan yang lain berbeda. Ada beberapa hal yang harus diketahui dalam sistem hukum. 1. Sistem hukum terdiri dari tiga elemen yang mandiri, yaitu: (Ahmad Ali, dalam Marwan Mas, 2004: 100) a. Adanya keseluruhan aturan kaidah dan asas-asas yang dirumuskan ke dalam system pengertian. b. Adanya organisasi-organisasi, pranata-pranata, dan para pejabat pelaksana hukum yang keseluruhannya merupakan elemen operasional system hukum. c. Adanya keputusan-keputusan dan tindakan konkret, baik dari pejabat hukum maupun masyarakat, tetapi hanya terbatas pada keputusan dan tindakan yang mempunyai hubungan yang dapat dilakukan dengan sistem pengertian. 2. Hukum sebagai suatu sistem harus berdasarkan delapan asas yang dinamakan principle of legality, yaitu: (Satjipto Rahardjo, 1986: 191-192) a. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, yaitu tidak boleh mengandung keputusan-keputusa yang bersifat ad hoc belaka. b. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut karena tidak bias dipakai sebagai pedoman tingkah laku dan merusak integritas peraturan yang ditujukan pada waktu yang akan dating. c. Peraturan-peraturan yang dibuat harus diumumkan. d. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang mudah dimengerti. e. Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain. f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dilakukan. g. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan karena akan menyebabkan seseorang kehilangan orientasi. h. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari. 3. Ada tiga tipe yang mendasar yang dapat mempengaruhi keberlakuan suatu sistem yaitu sebagai: (Nonet dan Selznick dalam Peter dan Koesriani Siswosoebroto, 1990: 161-162) a. Hukum Represif, yaitu hukum yang dijadikan sebagai alat kekuasaan represif, bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan dasar keabsahannya melalui pengamanan masyarakat. Tipe hukum ini tidak akan menghasilkan rasa keadilan, karena hukum digunakan sebagai alat kekuasaan oleh penguasa negara. Bahkan tipe hukum seperti ini, lebih cenderung sebagai hukum yang paranoid karena ketakutan yang berlebihan sehingga hukum digunakan sebagai alat pemaksa b. Hukum yang otonom, yaitu hukum yang diwujudkan sebagai institusi yang bebas dari pengaruh masyarakat bertujuan untuk melakukan legitimasi berdasarkan atas prosedur formal sekaligus membatasi diskresi. Di dalam mengatasi permasalahan atau konflik dalam masyarakat selain mengedepankan prosedural legalistic sehingga yang muncul adalah keadilan prosedural belaka tanpa mempertimbangkam rasa keadilan masyarakat secara luas. c. Hukum Responsif, yaitu hukum yang diimplementasikan sebagai fasilitator dari respon terhadap kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Tipe hukum responsif akan melahirkan keadilan substansial karena hukum dimaknai sebagai saran rekayasa sosial yang dilakukan secara terencana menuju pola piker dan pola perilaku yang lebih baik. Hukum responsif pada dasarnya bertujuan agar hukum dianggap terhadap kebutuhan warga masyarakat, serta lebih efektif menangani konflik yang terjadi dalam kehidupan social masyarakat. Laurence M. Friedman (dalam Marwan Mas, 2004: 105) membagi unsur-unsur hukum dalam tiga jenis: a. Substansi Hukum, yaitu hakikat dari isi yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan. Substansi mencakup semua peraturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, seperti hukum materiil, hukum formal, dan hukum adat b. Struktur Hukum, yaitu tingkatan atau susunan hukum, pelaksana hukum, peradilan, lembaga-lembaga hukum, dan pembuat hukum. Struktur hukum ini didirikan atas tiga elemen, yaitu: 1. Beteknis-system, yaitu keseluruhan-keseluruhan aturan, kaidah, dan asas hukum yang dirumuskan ke dalam sistem pengertian. 2. Instellingen atau organisasi-organisasi, yaitu pranata dan pejabat pelaksana hukum yang keseluruhannya merupakan elemen operasional atau pelaksana hukum. 3. Beslissingen en handeling, yaitu putusan-putusan dan tindakan-tindakan konkret baik dari pejabat hukum maupun warga masyarakat. Akan tetapi, hanya terbatas pada putusan-putusan serta tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan atau ke daalam hubungan yang dapat dilakukan sebagai pengertian tadi. c. Kultur Hukum, yang merupakan bagian dari kultur-kultur pada umumnya, kebiasaan-kebiasaan, opini warga masyarakat dan pelaksana hukum, cara-cara bertindak dan bepikir atau bersikap, baik yang berdimensi untuk membelokan kekuatan-kekuatan social menuju hukum atau menjauhi hukum.