Uploaded by indahj805

BAB IV Penerapan Pers. Schrodinger (Edit)

advertisement
Albert Einstein (1879 – 1955),
warga Jerman – Amerika Serikat,
seorang filsuf dan pecinta damai
yang ramah. Beliau adalah guru
intelektual bagi dua generasi
fisikawan teori yang
meninggalkan sidik karyanya
dalam hamper setiap bidang
kajian fisika modern.
PENERAPAN
PERSAMAAN SCHRÖDINGER
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
95
4.1.
Pendahuluan
Untuk memecahkan persamaan SchrÖdinger, walaupun
dalam bentuk keadaan – stasioner yang sederhana, biasanya
memerlukan teknik matematis yang cukup rumit. Hal itu yang
menyebabkan studi mekanika kuantum secara tradisional
hanya dilakukan oleh mahasiswa tingkat atas yang telah
memiliki kemampuan matematika yang cukup baik. Namun,
karena mekanika kuantum adalah suatu struktur teoretis yang
hasilnya terdekat dengan kenyataan eksperimental, kita harus
menjejaki metode dan penerapannya, supaya menghasilkan
pengertian dalam bidang fisika modern. Seperti yang akan kita
lihat, walaupun dengan latar belakang matematis yang terbatas,
sudah cukup bagi kita untuk mengikuti urutan pemikiran yang
telah mengarahkan mekanika kuantum untuk menghasilkan
sesuatu yang besar.
4.2.
Partikel Bebas
Persoalan kuantum mekanis yang paling sederhana
adalah persoalan sebuah partikel bebas yang bergerak tanpa
dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang ; yaitu,
F = 0, sehingga V(x) = konstanta, untuk semua x. Dalam hal ini,
kita bebas memilih tetapan potensial sama dengan nol, karena
potensial selalu ditentukan dengan tambahan satu tetapan
integrasi sembarang (F = - dV/dx dalam satu dimensi).
Berikut kita terapkan persamaan SchrÖdinger bergantung waktu kecuali dengan potensial yang sesuai (V = 0) :
i

2 2 

t
2 m  x2
(4.1)
atau
2 2 

 E
2 m  x2
(4.2)
Perluasan bentuk energi partikel bebas ke dalam ruang
tiga dimensi diberikan oleh
96
FISIKA KUANTUM

p2
1
E

p x2  p y2  p x2
2m 2m

(4.3)
Dan Persamaan (4.1) dapat diperluas menjadi
i

2 2 
2 2  2 2 



t
2 m  x2
2m  y2 2m  z2
2

2m

 2
2
2 
 2 


2
2 

x

y

z


(4.4)
2 2
 
2m
Dan dari hubungan E    dan p   k , diperoleh
2 
 k2 
 x2
(4.5)
2m E
2
(4.6)
di mana
k2 
Persamaan (4.6) adalah bentuk persamaan yang telah
lazim dikenal ; dengan k2 selalu positif, maka pemecahannya
adalah
 (x) = A sin kx + B cos kx
(4.7)
Dari Persamaan (4.6), kita dapati bahwa nilai energi
yang diperkenankan adalah :
E
2 k 2
2m
(4.8)
Karena pemecahan kita tidak memberi batasan pada k,
maka energi partikel diperkenankan memiliki semua nilai
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
97
(dalam istilah fisika kuantum, kita katakan bahwa energinya
tidak terkuantisasi). Perhatikan bahwa Persamaan (4.8) tidak
lain adalah energi kinetik sebuah partikel dengan momentum
p   k , atau, setara dengan ini, p = h/ ; ini tidak lain
daripada apa yang kita perkirakan, karena kita telah
membentuk persamaan SchrÖdinger yang menghasilkan
pemecahan bagi partikel bebas yang berkaitan dengan satu
gelombang de Broglie.
4.3.
Kotak Potensial Satu Dimensi dan Keadaan Dasar
Kita boleh memberi spesifikasi pada gerak partikel
dengan mengatakan bahwa gerak itu terbatas pada gerak
sepanjang sumbu x antara x = 0 dan x = L disebabkan oleh
dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak kehilangan
energi ketika partikel tersebut bertumbukan dengan dinding,
sehingga energi totalnya tetap konstan. Dari pandangan formal
mekanika kuantum, energi potensial V dari partikel itu menjadi
tak berhingga di kedua sisi kotak, sedangkan V konstan –
katakan sama dengan nol untuk memudahkan, di dalam kotak
itu seperti pada Gambar 4.1 berikut

V
0
m
L
x
Gambar 4.1. Sumur potensial yang bersesuaian dengan sebuah
kotak yang dindingnya keras takberhingga.
98
FISIKA KUANTUM
Karena partikel tidak bisa memiliki energi tak –
berhingga, maka partikel itu tidak mungkin berada di luar kotak,
sehingga fungsi gelombangnya ( ) ialah nol untuk x  0 dan
x  L. Tugas kita sekarang ialah mencari  di dalam kotak.
Di dalam kotak V (x) = 0, maka persamaan SchrÖdinger
menjadi
2m
d 2
 2 E  0
2
dx

(4.9)
Persamaan (4.9) mempunyai pemecahan
 (x) = A sin kx + B cos kx
Atau
 ( x)  A sin
2m E

xB
2m E

x
(4.10)
Yang dapat dibuktikan dengan mensubstitusikannya kembali ke
Persamaan (4.9) di mana A dan B merupakan konstanta yang
harus dinormalisasi.
Pemecahan ini dibatasi oleh syarat batas yang penting,
yaitu :
a) Syarat batas di x = 0, memberikan hubungan
 (0) = 0 = A sin 0 + B cos 0
Yang berarti suku kedua tidak dapat menggambarkan
partikel karena suku itu tidak nol pada x = 0, yang
menghasilkan
B=0
b) Syarat batas di x = L, memberikan hubungan
 (L) = A sin kL + B cos kL = 0
Karena sin 0 = 0, suku sinus selalu menghasilkan  = 0
di x = 0, seperti yang diperlukan, dan telah kita peroleh bahwa
B = 0, maka haruslah berlaku
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
99
A sin kL = 0
Sehingga  hanya akan menjadi nol di x = L hanya jika
2m E

L  n ,
n = 1, 2, 3, …….
(4.11)
Hasil ini disebabkan oleh harga nol sinus pada sudut , 2,
3,..... ………
Dari Persamaan (4.11) jelas bahwa energi yang dapat
dimiliki partikel mempunyai harga tertentu, yaitu harga – eigen
yang telah diterangkan dalam bagian sebelumya. Harga – eigen
ini yang membentuk tingkat energi sistem.
Dari hubungan antara E dan k , diperoleh ungkapan
tingkat energi partikel di dalam kotak, yaitu :
En 
n2  2 2
 n 2 E1
2
2m L
(4.12)
dengan
E1 
 2 2
(4.13)
2 m L2
Yang merupakan tingkat energi dasar (ground state).
Fungsi gelombang sebuah partikel dalam kotak yang
berenergi En adalah
 n  A sin
2 m En

x
(4.14)
Substitusikan Persamaan (4.12) untuk En menghasilkan
 n  A sin
100
n x
L
(4.15)
FISIKA KUANTUM
Yang menyatakan fungsi eigen yang bersesuaian dengan harga
– eigen En.
Dengan mudah dapat dibuktikan bahwa fungsi – eigen
itu memenuhi semua persyaratan yang telah kita bahas pada
bagian sebelumnya : untuk setiap bilangan kuantum n, n
merupakan fungsi berharga tunggal dari x, dan n serta  n
x
kontinu. Selanjutnya, integral |n |2 ke seluruh ruang berharga
berhingga, seperti kita lihat dengan jalan mengintegrasikan
|n |2 dx dari x = 0 sampai x = L (karena partikel itu menurut
hipotesis berada dalam batas-batas itu) :

L
L
2
2
2
2  n x 
(4.16)
  |  n | dx  0 |  n | dx  A 0 sin  L  dx
 A2
L
2
Usaha menormalisasi  kita harus memilih harga A seharga
|n |2 dx sama dengan peluang P dx untuk mendapatkan
partikel antara x dan x + dx, alih-alih hanya berbanding lurus
dengan P. Jika |n |2 dx sama dengan P dx, maka harus
berlaku





|  n | 2 dx  1
karena
(4.17)

P dx  1
Merupakan cara matematis untuk menyatakan bahwa partikel
itu berada pada suatu tempat dalam kotak pada setiap saat.
Dengan membandingkan Persamaan (4.16) dan Persamaan
(4.17), kita dapatkan bahwa fungsi gelombang sebuah partikel
dalam kotak ternormalisasi jika
A
2
L
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
(4.18)
101
Jadi fungsi gelombang yang ternormalisasi untuk partikel ialah
n 
n x
2
, n = 1, 2, 3, ……
sin
L
L
(4.19)
Fungsi gelombang yang ternormalisasi  1,  2 dan  3 bersama
dengan kerapatan peluang | 1 |2, | 2 |2 dan | 3 |2 diplot dalam
Gambar 4.2.
Walaupun n dapat berharga positif atau negatif, |2|2
selalu positif, dan karena n ternormalisasi, harganya untuk
suatu harga x tertentu sama dengan peluang P untuk
mendapatkan partikel di tempat tersebut. Dalam setiap kasus
|2|2 = 0 di x = 0 dan x = L yang merupakan batas kotak.
3
|3|2
2
|2|2
1
|1|2
x=0
x=L
x=0
x=L
Gambar 4.2. Fungsi gelombang dan kerapatan peluang sebuah partikel
yang terdapat dalam kotak
dengan dinding tegar.
102
FISIKA KUANTUM
Pada suatu titik tertentu dalam kotak, peluang
keberadaan partikel bisa sangat berbeda untuk bilangan
kuantum yang berbeda. Misalnya, |2|2 berharga maksimum
untuk
L
yaitu titik di tengah kotak, sedangkan |2|2 = 0, berarti
2
sebuah partkel pada energi terendah dengan n = 1 berpeluang
terbesar terdapat di tengah kotak, sedangkan partikel pada
keadaan lebih tinggi berikutnya dengan n = 2 tidak pernah
didapatkan di tempat itu! Sedang, fisika klasik menyatakan
partikel berpeluang sama untuk didapatkan pada setiap titik
dalam kotak.
Jika partikel berada pada keadaan tereksitasi pertama,
2, maka posisi rata-rata partikel adalah
x
2

2
L

L
2

L
0
x sin
2
2
 2 x 

 dx 
L
L



L
0
1 1
 4 x
x   cos 
2
2
 L


 dx

Dan momentum rata-ratanya
p
2
d 
 2 x  
 2 x 
  i 
 sin 
sin 

 dx
0
d x
 L 
 L 
4 i  L
 2 x 
 2 x 

sin 
cos 

 dx
2

0
L
 L 
 L 


L
=0
Kedua hasil di atas berlaku sama untuk semua n dan dapat
diduga dari Gambar 4.2. Pertama, peluang partikel berada di
L
dan di sebelah kanannya sama.
2
L
Karena itu secara rata-rata partikel berada di titik tengah .
2
sebelah kiri titik tengah
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
103
Kedua, akibat keadaan pertama ini maka kemungkinan partikel
bergerak ke kanan – ke kiri adalah sama. Dengan demikian
momentum saling meniadakan atau momentum rata-ratanya
sama dengan nol.
Contoh 4.1. :
1. Cari peluang untuk mendapatkan partikel antara 0,45L dan
0,55L untuk keadaan dasar dan eksitasi pertama bagi
partikel, yang terperangkap dalam kotak yang panjangnya
L.
Penyelesaian :
Bagian kotak tersebut adalah 1/10 kali panjang kotak dan
berpusat pada bagian tengah kotak. Secara klasik kita
mengharapkan untuk mendapatkan partikel di daerah itu
10% dari waktunya. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, mekanika kuantum memberi ramalan teoretis
yang sangat berbeda dan hasilnya bergantung pada
bilangan kuantum keadaan partikel. Peluang untuk
mendapatkan partikel antara x1 dan x2 dalam keadaan n
adalah
x2
2
Peluang  P   |  n | dx 
L
x1
2
x2

x1
sin
2
n x
dx
L
x2
x
2 n x 
1
 
sin

L x
 L 2 n
1
Dalam hal ini x1 = 0,45L dan x2 = 0,55L. Untuk keadaan
dasar, n = 1, kita dapatkan
Peluang (P) = 0,198 = 19,8 %
Hasil ini adalah sekitar dua kali hasil klasik. Untuk keadaan
eksitasi pertama, n = 2, diperoleh
Peluang (P) = 0,0065 = 0,65 %
Dalam hal ini gambar yang terendah adalah konsisten
dengan kerapatan peluang dari |n|2 = 0 di x = 0,5L.
104
FISIKA KUANTUM
2. Cari harga ekspektasi (rata-rata) dari kedudukan partikel
yang terperangkap dalam kotak yang panjangnya L.
Penyelesaian :
Dari Persamaan harga ekspektasi diperoleh

x 


2
x |  | dx 
L
2
L

sin 2
0
n x
dx
L
L
x sin (2 n  x / L )
cos (2 n  x / L ) 
2  x2
  


L 4
4 n / L
8 (n  / L )  0
Karena sin n = 0, cos 2n = 1 dan cos 0 = 1, untuk
semua harga n, maka harga ekspektasinya ialah
2
x 
L
 L2  L
  
 4 2
Hasil ini menyatakan bahwa kedudukan rata-rata
partikel adalah di titik – tengah kotak untuk segala
keadaan kuantum. Hal ini tidak bertentangan dengan
kenyataan bahwa |n|2 = 0 pada L/2, untuk keadaan n =
2, 4, 6, …
Karena x adalah harga rata-rata.
3. Sebuah elektron terperangkap di dalam sebuah kotak satu
dimensi dengan panjang 1 Å. Hitung :
a. Energi tingkat dasar elektron tersebut.
b. Besar peluang untuk menemukan elektron di daerah ½
Å < x < ¾ Å.
Penyelesaian :
a. Energi partikel di dalam kotak L diberikan oleh
En 
n2 h2
8 m L2
untuk tingkat dasar, n = 1, maka
12  (6,63 x 10  34 ) 2
E1 
joule
8  (9,1 x 10  31 )  (10 10 ) 2
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
105
= 6,03 x 10-18 J
= 37,4 eV
b. Dari Gambar 4.2, daerah ½ Å < x < ¾ Å identik dengan
daerah L/2 < x < 3L/4, karena itu,
P1

3L / 4
L
2
x
3L
4
 
1 ( x)
2
dx
L/2

2
L
3L / 4

L/2
3L / 4
 x 
1
L
2



sin 2 
dx



 x  sin  x  
 L 
L

2

L

L/2
1
1
 
= 0,41
4 2
4.4.
Tangga Potensial
Menurut mekanika klasik, sebuah partikel yang
menumbuk sebuah dinding tegar tidak berpeluang untuk
menembusnya. Mekanika kuantum menghasilkan hal yang
sama : sebuah partikel berenergi kinetik berhingga tidak dapat
memasuki daerah yang energi potensialnya, V = 0.
Untuk sistem dengan potensial tangga, perilaku partikel
dibedakan menjadi dua kasus bergantung harga E, yaitu E  V
atau E  V.
Kasus 1. E  V
Bagaimana dengan dinding yang tidak demikian hebat,
dinding yang tidak keras berhingga, namun diperlukan lebih
banyak energi V untuk menembusnya dari pada energi partikel
E ? Dalam kasus ini mekanika klasik menyatakan bahwa
partikel akan terpental, sekarang mekanika kuantum
106
FISIKA KUANTUM
memberikan hasil yang lain : terdapat peluang tertentu – tidak
perlu besar, namun tidak nol – bahwa partikel itu dapat melalui
energi perintang walaupun E < V, yang representasinya dapat
dilihat pada Gambar 4.3 berikut.
V
E
energi
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.3. (a) Sebuah partikel berenergi E < V
mendekati perintang potensial,
(b) Dalam mekanika klasik, partikel itu harus dipantulkan oleh perintang,
(c) Dalam mekanika kuantum, gelombang de Broglie yang menyatakan
partikel sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan (ditransmisikan).
Ini berarti bahwa partikel mempunyai peluang untuk menembus perintang.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
107
Walaupun partikel itu tidak memiliki cukup energi untuk
memanjat perintang, namun partikel itu dapat menerobos
melaluinya. Lebih tinggi perintangnya dan lebih tebal
perintangnya, lebih kecil peluang partikel untuk menembusnya.
Efek terobosan dapat dimengerti dengan memakai
prinsip ketidakpastian. Jika kita mengatakan bahwa partikel
yang datang tidak dapat memasuki perintang, maka
ketidakpastian kedudukan x harus nol di tempat tersebut ;
tetapi karena x p  h/2, ketidakpastian momentum p yang
bersesuaian harus menjadi tak – berhingga di dalam perintang
itu. Ketidakpastian tak – berhingga dalam p berarti bahwa p
serta E harus tak – berhingga ; hal ini tidak sesuai dengan
kenyataan bahwa partikel itu bermomentum dan berenergi
berhingga. Jadi partikel itu mampu untuk memasuki perintang,
dan sekali ada di dalamnya, partikel itu mempunyai peluang
untuk meneruskan pergerakannya.
Karena energi potensial tidak pernah berharga tak –
berhingga dalam kenyataannya, kotak dengan dinding yang
kerasnya tak – berhingga yang telah kita bahas pada bagian
sebelumnya tidak menggambarkan kotak yang sesungguhnya
terdapat. Namun, sumur potensial dengan perintang yang
tingginya berhingga tentu terdapat, dan kita dapat mengharapkan terjadinya efek terobosan yang ditunjukkan oleh
partikel yang terperangkap dalam sumur seperti itu.
Kasus 2. E  V.
Jika sebuah partikel dengan energi E mendekati perintang yang
tingginya V kurang dari E, dalam mekanika klasik partikel itu
terus saja melewati perintang itu. Namun, dalam mekanika
kuantum, terdapat peluang tertentu bahwa perintang itu
memantulkan partikel itu sebagaimana yang terlihat pada
Gambar 4.4 berikut.
108
FISIKA KUANTUM
E
energi
V
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.4. (a) Partikel berenergi E > V mendekati perintang potensial,
(b) Dalam mekanika klasik, partikel itu selalu melewati perintang,
(c) Dalam mekanika kuantum,pemantulan dan transmisi terjadi,
sehingga partikel itu mempunyai peluang yang berhingga
untuk dipantulkan kembali dari perintang itu.
Ketika partikel itu melewati perintang, energi kinetiknya
E – V lebih kecil dari energi kinetik di kedua belah sisi kiri –
kanannya. Lebih kecil energi berarti lebih besar panjang
gelombangnya, sehingga  mempunyai panjang – gelombang
lebih besar di tempat tersebut.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
109
4.5.
Efek Terobosan
Analisis terperinci dari efek terobosan sangat menarik
dan tidak terlalu sukar. Kita mulai dengan meninjau seberkas
partikel yang identik masing-masing berenergi kinetik K = E.
Berkas itu datang dari kiri perintang potensial yang tingginya V
dan lebarnya L, seperti pada Gambar 4.5 berikut.
V
E
energi
I
II
x=0

x=L
x

I+


III
III+
II
I-
Gambar 4.5. Gambaran skematik dari penerobosan melalui perintang
Pada kedua sisi perintang itu V = 0 ; ini berarti bahwa
tidak ada gaya yang beraksi pada partikel yang berada pada
posisi itu. Dalam daerah ini, persamaan SchrÖdinger untuk
partikel (semuanya digambarkan oleh fungsi gelombang  )
mengambil bentuk
110
FISIKA KUANTUM
 2 1 2 m
 2 E 1  0
x 2

2
  III
2m
 2 E III  0
2
x

(4.20)
(4.21)
Pemecahan persamaan tersebut yang sesuai dengan
persoalan yang dibahas ialah
1  Ae i k x  B e 
1
i k1 x
 III  F e i k x  G e 
1
i k1 x
(4.22)
(4.23)
Dengan
k1 
2m E
p 2
 



(4.24)
menyatakan bilangan gelombang de Broglie menggambarkan
partikel di luar perintang. Karena
e i = cos  + i sin 
e -i = cos  - i sin 
Pemecahan itu setara dengan Persamaan (4.10) – tentu
saja besar masing-masing koefisien berbeda, tetapi sudah
dalam bentuk yang cocok untuk menggambarkan partikel
bebas.
Berbagai suku dalam Persamaan (4.22) dan Persamaan
(4.23) tidak sukar ditafsirkan. Seperti yang ditunjukkan secara
skematis dalam Gambar 4.5, A e i k1 x ialah gelombang dengan
amplitude A yang datang dari kiri perintang.
Jadi dapat ditulis
(4.25)
 1  A e i k1x
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
111
Gelombang ini bersesuaian dengan berkas partikel datang
dalam arti bahwa | I+|2 ialah kerapatan peluangnya. Jika v
menyatakan kecepatan group gelombang yang sama dengan
kecepatan partikel itu, maka
S = | I+|2 v
Yang menyatakan fluks partikel yang datang ke perintang.
Yaitu, menyatakan banyaknya partikel per meter kuadrat per
detik yang datang ke situ. Di x = 0 gelombang datang itu
menumbuk perintang dan sebagian dipantulkan kembali,
dengan
(4.26)
 1  B e  i k1x
Menyatakan gelombang yang dipantulkan. Jadi
 I =  I+ +  I -
(4.27)
Pada tempat yang jauh dari perintang (x > L) hanya
mungkin ada gelombang
 1  F e
i k1x
(4.28)
Menjalar dalam +x, karena menurut hipotesis, daerah III tidak
terdapat sesuatu pun yang dapat memantulkan gelombang.
Jadi G = 0 dan
 III =  III+ + F e
i k1 x
(4.29)
Peluang transmisi T dari partikel untuk melalui perintang ialah
rasio
T 
112
|  III  | 2 v F F *

A A*
|  I  |2 v
(4.30)
FISIKA KUANTUM
antara fluks partikel yang keluar dari perintang dan fluks yang
datang. Dengan kata lain, T menyatakan fraksi dari partikel
datang yang berhasil menerobos perintang. Menurut klasik T =
0 karena partikel dengan E < V tidak bisa berada di dalam
perintang ; marilah kita lihat bagaimana hasil mekanika
kuantum.
Perhatikan kembali Gambar 4.5, dalam daerah II,
Persamaan Schrodinger partikel ialah
 2 II 2 m
 2 ( E V )  II  0
 x2

(4.31)
Pemecahannya ialah
 II  C e i k ' x  D e  i k ' x
(4.32)
Di mana
2 m ( E V )
k' 

(4.33)
Menyatakan bilangan gelombang di dalam perintang.
Karena E < V, k ’ merupakan bilangan imajiner, dan
untuk memudahkan kita definisikan bilangan gelombang lain k2
dengan cara sebagai berikut :
2 m (V  E )
k2   i k ' 

(4.34)
Yang disebut bilangan gelombang dalam perintang. Dinyatakan
dalam k2, Persamaan (4.32) untuk  II menjadi
 II  C e  k x  D e
2
k2 x
(4.35)
Yang kita sebut fungsi gelombang dalam perintang.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
113
Karena pangkatnya merupakan kuantitas real, II tidak
berosilasi, jadi tidak menggambarkan partikel bergerak. Namun,
kerapatan peluang | II| 2 tidak nol, sehingga terdapat peluang
tertentu untuk mendapatkan partikel di dalam perintang. Partikel
seperti itu bisa muncul ke daerah III atau dapat juga kembali ke
daerah I.
Supaya kita dapat menghitung peluang transmisi T, kita
harus menerapkan syarat batas pada  I,  II, dan  III. Gambar
5.6 menyatakan gambaran skematik fungsi gelombang dalam
daerah I, II, dan III yang dapat menolong untuk membayangkan
syarat batas.
I
II
III

x
x=0 x=L
Gambar 4.6. Pada masing-masing perintang, fungsi gelombang di dalam dan di
luarnya harus sepadan sempurna ; ini berarti fungsi gelombang itu harus memiliki
harga dan sudut singgung yang sama di tempat tersebut.
Seperti yang pernah didiskusikan, keduanya  dan
turunannya /x harus kontinu di mana-mana. Dengan melihat
Gambar 4.6, persyaratan ini berarti, bahwa pada masingmasing dinding perintang, fungsi gelombang di dalam dan di
luar tidak saja harus berharga sama tetapi juga sudut
singgungnya sama, sehingga fungsi gelombang itu sepadan
sempurna.
114
FISIKA KUANTUM
Pada dinding kiri perintang itu
 I =  II
 I
 II

x
x
x=0
(4.36)
Yang merupakan syarat batas di x = 0.
Pada dinding kanan
 II =  III
 II
 III

x
x
(4.37)
x=L
Yang merupakan syarat batas di x = L.
Kini kita mensubstitusikan  I, 
persamaan di atas menghasilkan
II,
dan 
III
ke
A+B=C+D
i k1 A – i k1 B = - k2 C + k2 D
(4.38)
(4.39)
C e  k2 L  D e k2 L  F e i k1 L
(4.40)
 k 2 C e  k2 L  k 2 D e k2 L  i k1 F e i k1 L
(4.41)
Persamaan (4.38) sampai (4.41) dapat dipecahkan, sehingga
menghasilkan
1 i  k
k 
k 
 A   1 i  k2
 1  e (i k1  k2 ) L     2  1  e (i k1  k2 ) L
     
k 2 
k 2 
 F   2 4  k1
 2 4  k1
(4.42)
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
115
Marilah kita anggap rintangan potensial tinggi relatif terhadap
energi partikel datang. Jika hal ini berlaku maka k2/k1 > k1/k2
dan
k2
k
k
 1  2
k1 k 2
k1
(4.43)
Marilah kita anggap bahwa perintang itu cukup lebar untuk  II
mengalami atenuasi besar antara x = 0 dan x = L. Ini berarti
bahwa k2 L >> 1 dan
e k2 L  e  k2 L
Jadi Persamaan (4.42) dapat diaproksimasikan oleh
 1 i k  (i k  k ) L
 A
     2  e 1 2
F
 2 4 k1 
(4.44)
Kojugate kompleks (A/F), yang kita perlukan untuk menghitung
peluang transmisi T, didapatkan dengan mengganti i dengan – i
bila terdapat pada (A/F) :
 1 i k  ( i k  k ) L
 A
     2  e 1 2
F
 2 4 k1 
*
Sekarang kita
menghasilkan
kalikan
(A/F)
dengan
(4.45)
(A/F)*
sehingga
1
k 22  2 k2 L
A A*
e
  
2 
FF*
4
16
k
1 

Yang berarti bahwa peluang transmisi menurut Persamaan
(4.30) adalah
116
FISIKA KUANTUM
1

  2 k2 L
 A A* 
FF*
16
  
T 
 
e
2 
A A*
 F F *
 4  ( k 2 / k1 ) 
(4.46)
Dari definisi k1 dan k2 kita peroleh
 k2

 k1
2

2 m (V  E ) /  2 V
 

1
E
2me / 2

(4.47)
Ini berarti bahwa kuantitas dalam tanda kurung dalam
Persamaan (4.47) berubah lambat terhadap V dibandingkan
dengan bagian berpangkat. Lebih lanjut lagi, kuantitas dalam
kurung harganya tidak pernah jauh dari 1, sehingga
aproksimasi yang cukup baik untuk peluang transmisi
secara sederhana adalah
T  e  2 k2 L
(4.48)
4.6. Koefisien Refleksi dan Transmisi
Mengingat kenyataan bahwa ada sebagian partikel yang
dipantulkan walau pun energi partikel lebih besar daripada
energi tangga penghalang, E > V, berikut ini akan kita hitung
koefisien refleksi dan koefisien transmisi dari keadaan sistem
tersebut.
Intensitas dari berkas partikel didefinisikan sebagai :
Intensitas  Jumlah partikel per satuan volume
Fluks berkas dari partikel atau kerapatan arus partikel
didefinisikan sebagai
Fluks  jumlah partikel yang melewati daerah satu satuan luas
per satuan volume
= kecepatan dikalikan intensitas.
Koefisien refleksi didefinisikan sebagai
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
117
koefisien refleksi 
fluks berkas terpantul
fluks berkas da tan g
Sedangkan koefisien transmisi didefinisikan sebagai
Koefisien transmisi 
fluks berkas diteruskan
fluks berkas da tan g
Dari definisi di atas, untuk kasus tangga potensial
didapatkan koefisien refleksi R,
|  |2 v  k  k ' 

R  I  2  
|  I  | v  k  k ' 
2
(4.49)
Sedangkan koefisien transmisi T,
2
|  III  | 2 v '  k '   2 k 
4 k k'
 
T 
   
2
| I  | v  k   k  k ' 
(k  k ' ) 2
(4.50)
dengan  adalah laju partikel di daerah kiri (x < 0),
v
p k

m
m
(4.51a)
dan  ’ adalah laju partikel di sebelah kanan (x > 0),
v' 
p' k '

m
m
k
2mE
(4.51b)
di mana
dan
118
k' 

2 m (E  V )

FISIKA KUANTUM
Dari hasil-hasil di atas, tampak bahwa kekekalan jumlah
partikel dipenuhi, yaitu :
R + T = 1.
Contoh 4.2. :
1. Elektron dengan energi 1 eV dan 2 eV datang pada
perintang setinggi 5 eV dan lebar 0,5 nm. Carilah peluang
transmisinya. Bagaimana kuantitas tersebut dipengaruhi jika
lebar perintang dijadikan dua kali ?
Penyelesaian :
Untuk elektron 1 eV :
k2 

2 m (V  E )

2  ( 9,1 x 10  31 kg)  ( 5 1) eV  (1,6 x 10 19 J / eV )
1,054 x 10  34 J  s
= 1,0 x 10
10
m
–1
Karena L = 0,5 nm = 5 x 10 -10 m ;
2 k 2 L  2  (1,0  10 10 m 1 )  ( 5  10 10 m)  10 ,
dan peluang transmisinya ialah
T1  e  2 k2 L  10  4,5  10 5
Rata-rata satu elektron 1 eV di antara 22.000 elektron dapat
menerobos melalui perintang 5 eV. Untuk elektron 2 eV,
perhitungan yang serupa menghasilkan
T2 = e – 8,9 = 1,4 x 10 – 4
Elektron 2 eV mempunyai peluang 3 (tiga) kali lebih besar
untuk menerobos perintang. Jika perintang tersebut
diperlebar hingga 1 nm, peluang transmisinya menjadi
T ’1 = 2 x 10 – 9 ;
T ’2 = 1,9 x 10 -8
Jelas bahwa T bergantung lebih kuat pada lebar perintang
dibandingkan pada energi partikel.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
119
2. Sebuah partikel bermassa mo bergerak dalam kotak
berdimensi dua dengan potensial V = 0 di daerah 0 < x < L
dan 0 < y < L. Di luar daerah itu potensial berharga tak –
berhingga.
a. Tuliskan operator Hamilton untuk sistem fisis di atas,
dan turunkanlah fungsi eigen dan nilai-nilai eigennya.
b. Turunkanlah 3 (tiga) harga terendah energi sistem fisis
di atas. Sebutkan degenerasi setiap tingkat energi itu.
c. Turunkanlah nilai harap/ekspektasi momentum linier
pangkat 2, bilamana partikel itu ada pada tingkat
terendah energinya.
Penyelesaian :
a. Operator Hamiltonian untuk daerah 0 < x < L dan 0 < y <
L.
 2 2 
2 2
2  2
2 




H 





2 mo  x 2  2 mo  y 2 
2 mo   x 2  y 2 
Persamaan Gelombang Schrodinger untuk daerah
bersangkutan adalah
2

2 mo
 2
2
 2 
 y2
x

  ( x)  E  ( x, y)

Gunakan metode pemisah variabel,
 (x,y) =  (x)  (y)
maka diperoleh

120
2
 2 ( x)
2
 2 ( y)
 ( y)


(
x
)
 E  ( x)  ( y )
2 mo
2 mo
 x2
 y2
FISIKA KUANTUM
Selanjutnya,
dikalikan
dengan
:
2 m0
1
,
2
  ( x)  ( y )
diperoleh :
2 m0 E
1
 2  ( x)
1
 2 ( y)


2
2
 ( x)  x
( y)  y
2
atau
2 m0 E1
1
 2  ( x)
1
 2  ( y ) 2 m0 E 2




 ( x)
( y)
 x2
2
 y2
2
dengan : E = E1 + E2
Jadi, dua persamaan diferensial yang dihubungkan oleh
E = E1 + E2,
2 m0 E1
 2  ( x)

 ( x)
2
x
2
dan
2 m0 E2
 2 ( y)

( y)
2
y
2
Solusinya adalah :
nx ( x) 
2
n  x
sin  x

L
 L 
;
E1nx 
h2
n x2
2
8 m0 L
 ny 
2
sin 
L
 L
;
E2 ny 
h2
n y2
8 m0 L2
dan
ny ( y) 
y


BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
121
Dengan solusi gabungannya,
nxny ( x, y) 
2
n 
sin  x
L
 L
 ny 
x
 sin 

 L
y


b. Harga energi terendah adalah 3, yakni :
E1,1 
h2
2
8 m0 L2
2
h2
, non  deg enerate (1,1)
8 m0 L2
E1, 2  E 2,1 
5
E 2, 2 
h2
(2 2 1)
8 m0 L2
h2
, deg enerate : 2, (1,2), (2,1)
8 m0 L2
h2
(2 2  2 2 )
8 m0 L2
8
h2
, deg enerate : 1, (2,2)
8 m0 L2
c. Fungsi gelombang untuk tingkat energi terendah :
 ny  y 
2
n  x

sin  x
 sin 
L
L
 L 


2
2
2
2
2
p  p x  p y , sehingga : p  p x  p y2 ,
nxny ( x, y) 
maka diperoleh :
2
p
122
2
h2  L
 x  
 3   sin 2 
 dx  ,
L 0
 L  
FISIKA KUANTUM
dengan :

L
0
p2
 x 
sin 2 
 dx = ½ L
 L 
h2

2 L2
4.7.
Osilator Harmonik
Gerak harmonik terjadi jika suatu sistem jenis tertentu
bergetar di sekitar konfigurasi setimbangnya. Sistemnya bisa
terdiri dari benda yang digantung pada sebuah pegas atau
terapung pada zat cair, molekul dwiatom, sebuah atom terdapat
dalam kisi kristal terdapat contoh yang banyak sekali dalam
dunia mikroskopik dan juga makroskopik. Persyaratan agar
gerak harmonik terjadi adalah adanya gaya pemulih yang
beraksi untuk mengembalikan ke konfigurasi setimbangnya jika
sistem itu diganggu ; kelembaman massa yang bersangkutan
meyebabkan benda melampaui kedudukan setimbangnya,
sehingga sistem itu berosilasi terus-menerus jika tidak terdapat
proses disipatif.
Dalam kasus khusus gerak harmonik sederhana, gaya
pemulih F pada partikel bermassa m ialah linier ; ini berarti F
berbanding lurus dengan pergeseran partikel x dari kedudukan
setimbangnya dan arahnya berlawanan. Sehingga
F = - kx
(4.52)
Hubungan di atas lazim disebut hukum Hooke. Menurut hukum
gerak kedua,
F = m a, jadi
k x  m
d 2x
dt 2
Atau
d 2x k

x0
m
dt 2
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
(4.53)
123
Yang merupakan persamaan umum osilator harmonik.
Terdapat berbagai cara untuk memecahkan Persamaan
(5.53). Salah satunya adalah
x = A cos (2  t +  )
(4.54)
dengan

1
2
k
m
(4.55)
Yang merupakan frekuensi osilasi, A adalah amplitude, dan
harga  adalah tetapan fase yang bergantung pada harga x
pada saat t = 0.
Pentingnya osilator harmonik sederhana dalam fisika
klasik dan modern tidak terletak pada persyaratan ketat bahwa
gaya pemulih yang sebenarnya memenuhi hukum Hooke yang
jarang dijumpai, tetapi pada kenyataan bahwa gaya pemulihnya
tereduksi agar memenuhi hukum Hooke untuk pergeseran yang
kecil. Sebagai hasilnya, setiap sistem yang melakukan getaran
kecil terhadap kedudukan setimbangnya berperilaku seperti
osilator harmonik sederhana.
Untuk membuktikan butir penting ini, kita ingat bahwa
setiap gaya pemulih yang merupakan fungsi x dapat diuraikan
menjadi deret Maclaurin di sekitar kedudukan setimbang x = 0
sebagai berikut.
1  d 2F 
1  d 3F 
 dF 
F ( x)  Fx  0  
x   2 
x 2   3 
x 3  .......

2  dx  x  0
6  dx  x  0
 dx  x  0
Karena x = 0 merupakan kedudukan setimbang, Fx = 0 = 0, dank
arena untuk harga x yang kecil, x2, x3, …. Menjadi sangat kecil
bila dibandingkan dengan x,
sehingga suku ketiga dan
seterusnya dapat diabaikan. Satu-satunya suku yang penting
bila x kecil ialah suku kedua. Jadi
 dF 
F ( x)  
 x
 dx  x  0
124
FISIKA KUANTUM
yang memenuhi hukum Hooke bila (dF/dx)x = 0 negatif, yang
selalu dipenuhi oleh gaya pemulih. Kesimpulanya ialah bahwa
semua osilasi mempunyai karakter harmonik sederhana jika
amplitudonya cukup kecil.
Fungsi energi potensial V (x) yang bersesuaian dengan
hukum Hooke dapat diproleh dengan menghitung kerja yang
diperlukan untuk membawa partikel dari x = 0 ke x = x terhadap
gaya semacam itu. Hasilnya ialah
V ( x)  

x
0
F ( x) dx  k

x
0
x dx 
1 2
kx
2
(4.56)
dan hasil ini diplot dalam Gambar 4.7.
Kurva V (x) versus x merupakan parabola. Jika energi osilator
adalah E, partikelnya bergetar bolak – balik antara x = - A dan
x = +A, dengan E dan A berhubungan menurut persamaan
E = ½ k A2.
energi
V = ½k x2
E
Daerah terlarang
-A
Daerah terlarang
0
+A
x
Gambar 4.7. Energi potensial sebuah osilator harmonik
berbanding – lurus dengan x2,
dengan x menyatakan pergeseran dari kedudukan setimbang.
Sebelum kita melakukan perhitungan terinci, kita dapat
menduga terdapat tiga macam modifikasi mekanika kuantum
pada gambaran klasik, yaitu :
1. Tidak terdapat spectrum kontinu dari energi yang diizinkan,
tetapi hanya ada spektrum diskrit terdiri dari harga tertentu
saja.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
125
2. Energi terendah yang diperbolehkan bukan E = 0, tetapi
terdapat harga minimum E = Eo.
3. Terdapat peluang tertentu partikel yang dapat “menembus”
sumur potesial dan melewati batas – A dan +A.
Persamaan SchrÖdinger
dengan V = ½ k x2 adalah
2m
 2
 2 E
2
x


1
2
untuk
osilator

k x2   0
harmonik
(4.57)
Secara klasik daerah yang diperbolehkan, E  k
x2
,
2
dan persamaan ini dapat dinyatakan sebagai.
 xx   2
 2 ( x)
2
2m
K 2
x 0
2
E
(4.58)
Fungsi gelombang  berosilasi di daerah ini.
Secara klasik daerah terlarang yakni x 2  xo2 , E  K x
dan persamaan SchrÖdinger menjadi.
2
2
 xx   2
2
2
2m

K 2
x E 0
2
(4.58)
Sehingga fungsi gelombang adalah tidak berosilasi dalam
daerah ini. Mendekati daerah K x2 / 2 >> E, persamaan
SchrÖdinger menjadi.
 xx 
mK
2
x 2   4 x 2
(4.59)
Dimana  adalah karakteristik bilangan gelombang.
2 
126
mo
(4.60)
FISIKA KUANTUM
Dalam bentuk besaran perpindahan tak berdimensi,  (baca :
Xi).
  x
Pendekatan
 2
 ~ A exp  
 2

  A exp

  x 2


2





(4.61)
Keadaan normalisasi

   dx
*

(4.62)

Dengan memilih satu fungsi gelombang yang menurun, yakni

 ~ A exp  

  x 2
  A exp  

2 
2

2 




(4.63)
Kelakuan perubahan fungsi gelombang berosilasi
pada
2
2
2
2
x  A berkurang pada x  A , pada titik x   A secara
fisikaka sesuai dengan mekanika kuantum. Sifat-sifat tersebut
ditunjukkan oleh Gambar 4.8.
E
V (x)
 ( x)
x
-A
0
+A
Gambar 4.8. Kelakuan energi fungsi eigen untuk
osilator harmonik
4.8.
Operator Anhilasi dan Kreasi
Kita kembali meninjau secara umum penyelesaian
persamaan (4.57). Teknik untuk menyelesaikan kita sekarang
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
127
menggunakan metode aljabar. Metode aljabar yang digunakan
adalah operator-operator berikut ini.
ipˆ 
 xˆ 

mo 
2
 
ipˆ 
aˆ † 
 xˆ 

mo 
2
aˆ 
 
(4.64)
Dalam hal ini aˆ  aˆ † , â adalah non-Hermitian. Sifat-sifat
operator tersebut dapat ditentukan melalui hubungan komutator
dasar.
(4.65)
 xˆ, pˆ   i
Dapat ditujukkan bahwa :
 aˆ , aˆ †  = 1
ˆ ˆ †  1  aˆ † aˆ
aa
(4.66)
Dengan mengambil invers persamaan (4.64),
xˆ 
aˆ  aˆ †
;
2
ˆ =
mo aˆ  aˆ †
i
2
(4.67)
Hamiltonian untuk osilator harmonik menjadi.
pˆ 2 Kxˆ 2
1

Hˆ 

 o  aˆ †aˆ  
2m
2
2

(4.68)
Andaikan suatu operator baru yang memiliki sifat sebagai
berikut.
(4.69)
Nˆ  aˆ †aˆ
Diketahui bahwa fungsi eigen  n bersesuaian dengan nilai
eigen N̂ yakni n, sehingga
Nˆ n  n n
(4.70)
Sekarang kita tinjau pengaruh operator N̂ terhadap aˆ n .
ˆ ˆ  aˆ † aa
ˆ ˆ n   aa
ˆ ˆ †  1 aˆ n  aˆ  aa
ˆ ˆ †  1 n
Na
n
128
FISIKA KUANTUM


ˆ ˆ  an
ˆ Nˆ  1  n  aˆ  n  1 n   n  1 aˆ n
Na
n
 n1
n
â
n
â †
(a)
(4.71)
 n1
(b )
Gambar 4.9. Gambaran secara skematik sifat operator
â †
dan â
Selanjutnya aˆ n adalah fungsi eigen dari pada N̂ yang bersesuaian dengan nilai eigen n-1. Sehingga:
(4.72)
aˆ n   n 1
Dengan cara yang sama diperoleh
aˆ n1   n2
(4.73)
dan seterusnya, berdasarkan sifat-sifat ini, maka â dinamakan
operator anihilasi atau operator stepdown.
ˆ ˆ † , hasilnya adalah
Dengan cara yang sama, jika kita operasi Na
ˆ ˆ †  (n  1)aˆ †
Na
n
n
(4.74)
Dalam persamaan ini  n dinamakan fungsi eigen N̂
ber-sesuaian dengan nilai eigen n+1.
aˆ † n   n 1
(4.75)
Dengan cara yang sama, diperoleh
aˆ † n 1   n  2
(4.76)
Dan seterusnya. Operator â † dinamakan operator kreasi atau
stepup.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
129
Oleh karena operator Hamiltonian untuk osilator
harminik adalah jumlah kuadrat dua operator Hamiltonian,
maka:
(4.77)
H 0
Keadaan eigen  n ,
1
1


Hˆ  n  o  Nˆ   n  o  n   n
2
2


1

 n Hˆ  n  o  n    0
2

(4.78)
Nilai eigen n, memenuhi
n
1
2
(4.79)
Semua keadaan eigen Ĥ , atau ekivalen dengan bersesuaian
dengan nilai N̂ , berkesesuaian dengan nilai eigen n  
1
.
2
Untuk kondsi tersebut osilator harmonik tidak terjadi. Kondisi ini
dipenuhi apabila
(4.80)
aˆ 0  0
Dengan Persamaan (4. 72) kita peroleh
aˆ o   1  0
aˆ  1    2  0
(4.81)
Seperti yang ditunjukkan Persamaan (4.80) memiliki
penyelesaian non trivial (yakni, tidak yang lain kecuali nol)  o .
Selanjutnya,
(4.82)
Nˆ o  aˆ †aˆ o  0  0 o
Dan kita dapat menyimpulkan bahwa nilai eigen N̂
bersesuaian dengn fungsi eigen  o adalah nol. Selanjutnya,
ˆ ˆ †  aˆ † aa
ˆ ˆ † o  aˆ †  aˆ † aˆ  1 o  aˆ † o
Na
o
130
(4.83)
FISIKA KUANTUM
ˆ ˆ †  1aˆ †  
Na
o
o
1
Nilai eigen N̂ berkeseusian dengan  1 adalah 1.
Perhatikan kembali persamaan (4.78)
1

Hˆ  n  o  n   n
2

(4.84)
Pertama diperoleh nilai eigen energi osilator harminik
1

En  o  n   (n=0,1,2,3,...)
2

(4.85)
Tingkatan energi seperti pada Gambar 4.10 berikut ini.
n
.
.
5
En
.
.
11
4
2
9
3
2
7
2
2
5
1
2
3
0
2
1
2
.
.
ωo
ωo
ωo
ωo
ωo
ωo
E=0
Energi terendah
osilator harmonik
1
ωo
=Eo=
2
Energi titik ”nol”
Gambar 4.10. Tingkatan energi pada osilator harmonik
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
131
4.9.
Fungsi Eigen Hamiltonian Osilator Harmonik
Kita tuliskan kembali besaran tak berdimensi :
2 
mo
x2   2 x2
(4.86)
Operator aˆ dan aˆ † menjadi
aˆ 
 
ipˆ   
  1 
 
 xˆ 

x

 

mo 
mo x 
 
2
2
2
(4.87)
aˆ † 
 
ipˆ   
  1 
 
 xˆ 

x

  
mo 
mo x 
 
2
2
2
Persamaan Schrodinger tak bergantung waktu menjadi,
 †
 2E

2E 
(4.88)
  2   0
 2aˆ aˆ  1 
     
o 

 o

Fungsi eigen keadaan dasar  o untuk Hamiltonian osilator
harmonik sederhana diperoleh
aˆ o  0
Atau, secara ekivalen,


 



 o  0

(4.89)
Jadi penyelesaian,
 o  Ao e
2
/2
(4.90)
Normalisasi  o ( ) ,

1

2

  o d  Ao  e d   Ao
2

2
(4.91)

Atau
Ao  
132
 12
FISIKA KUANTUM
Sehingga,
 12
 o   e 
2
/2
(4.92)
Dalam bentuk tak berdimensi dari x, normalisasi keadaan dasar
adalah
 o  x   Bo e
2
 Bo e  (  x )
/2
2
/2
(4.93)
Normalisasi memberikan

1

2
o

d 

Bo2

e
 2
Bo2 
d 


2 
 0 ( x)   
  
1
4
e(  x)
2
/2
(4.94)
Keadaan dasar 0 adalah sebuah fungsi gelombang peluruhan
eksponensial murni. Keadaan eigen energi tinggi, pada pihak
lain, akan ditemukan berosilasi secara klasik dan meluruh
secara ekponensial secara klasik pula.
Dengan 0 yang diberikan pada persamaan (4.92), sisa
dari keadaan eigen yang dinormalisasikan dari osilator

Hamiltonian dihasilkan dengan bantuan operator kreasi a † ,
sebagai berikut :


 1  a † 0
1 †
1 † 2
a   0
1 
a 1 
2
2
1 † n
a   0
n 
n!
(4.95)
dengan a † , dituliskan dalam pernyataan , sebagaimana
persamaan (4.87), persamaan untuk  1 di atas menjadi

 
 e  
 1  A1   
 

BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
2
/2
133
 1  A1 2  e 
A1  2  1 / 2

2
/2
(4.96)

di mana A1 adalah konstanta normalisasi dari  1. Keadaan
eigen ke – n diberikan oleh persamaan
n

   2 / 2
 e
 n  An   
 

(4.97)
 
Operator differensial orde ke – n a † n , ketika
diterapkan pada exp (-  2 / 2), menghasilkan kembali faktor
ekpsponensial yang sama, dikalikan dengan polinomial orde ke
– n dalam .
n
2

   2 / 2
  
 e
 H n  e   / 2
 

(4.98)
Dengan demikian, keadaan eigen dari Hamiltonian Osilator
harmonik sederhana dapat dituliskan bersama dengan nilai
eigen – nya sebagai
 n  An H n  e  
En   0 n 
1
2
2

/2
(4.99)
Polinomial orde ke – n Hn () adalah fungsi yang sangat
dikenal dalam fisika – matematika. Lebih umum dikenal sebagai
Polinomial Hermite. Dari persamaan (4.96) terlihat bahwa
H1 = 2  .
134
FISIKA KUANTUM
Enam polinomial Hermite pertama diberikan dalam Tabel 4.1.
n
n
En
0
ħ0 / 2
A0 e
1
3ħ0 / 2
A1 2 e 
2
5ħ0 / 2
A 2 4 2  2 e  
3
7ħ0 / 2
A3
4
9ħ0 / 2
A4
5
11ħ0 / 2
A5

 2 / 2
2
/2


8  12   e
16  48  12 e
32  160   120   e
2
/2
 2 / 2
3
4
5
An  2 n n! 
 2 / 2
2
3
 2 / 2

1 / 2
Polinomial Hermite Hn orde ke – n disubstitusi ke dalam fungsi
eigen n osilator harmonik mekanika kuantum sebagai
 n    An H n   e  
2
/2
Hn adalah sebuah solusi terhadap persamaan Hermite,
H n''  2  H n'  2 n H n  0
Hubungan formulasi n dan n+1 sangat berguna dalam
beberapa persoalan yang berhubungan dengan osilator
harmonik. Dalam notasi Dirac, dapat dinyatakan sebagai
(4.50a)
aˆ |  n   n1 / 2 |  n 1 
1/ 2
aˆ † |  n   n  1 |  n 1 
(4.50b)
Posisi |  n  dapat digantikan dengan vektor ket | n  . Dalam
notasi ini, persamaan (4.50) dapat dituliskan sebagai
(4.51a)
aˆ | n   n 1 / 2 | n  1 
†
1/ 2
(4.51b)
aˆ | n   n  1 | n  1 
Dari persamaan (4.51a) dan (4.51b), diperoleh
(4.52a)
aˆ † aˆ | n   aˆ † n1 / 2 n  1  n1 / 2 n1 / 2 | n 
†
ˆ
(4.52b)
aˆ aˆ | n   N | n   n | n 
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
135
Oleh karena {n} telah dinormalisasi dan merupakan
keadaan eigen dari operator Hermitian, sehingga terdiri dari
deretan orthonormal



 n * l d  n | l
  nl
(4.53)
Untuk lebih familiar dengan hal ini, akan ditinjau sebuah
contoh ilistratif,
Pertama, berdasarkan pertanyaan : berapa harga
 x  dalam keadaan eigen n ke – n ?
(4.54)
 x    n | xˆ | n 
1

 n | aˆ  aˆ † | n 
2

1
2
n
1/ 2
 n | n  1   n  1
1/ 2
n | n  1

=0
Langkah terakhir berasal dari hubungan orthogonal (4.53).
Kenyataan bahwa nilai rata-rata x dalam berbagai keadaan
eigen n menjadi nol adalah merupakan konsekuensi dari
kesimetrian kerapatan peluang P  |  | 2 di sekitar titik asal,
yang dapat dilihat pada Gambar 4.11.
136
FISIKA KUANTUM
Gambar 4.11. Beberapa keadaan eigen pertama dari osilator harmonik
sederhana dan hubungannya dengan kerapatan probabilitas.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
137
Contoh kedua, akan ditinjau ekspektasi dari momentum
p, dalam keadaan eigen n ke – n,
m 0
(4.55)
 p  n | p | n  
 n | aˆ  aˆ † | n 
2 i

m 0
2 i
n
1/ 2
 n | n  1   n  1 1 / 2  n | n  1 

= 0
Dalam berbagai keadaan eigen n dari Hamiltonian osilator
harmonik sederhana, probabilitas menemukan partikel dengan
momentum  k adalah sama untuk menemukan partikel dengan
momentum   k . Ketika kita menyatakan n (x) sebagai
superposisi dari keadaan eigen momentum, exp (ikx), akan
diperoleh amplitudo probabilitas b (k) menjadi sebuah fungsi
simetris dari k [yaitu., b (k) = b ( - k)].
4.10.
Prinsip Korespondensi
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai solusi kasus
osilator harmonik mekanika kuantum yang tunduk pada prinsip
korenspondensi. Pertama akan ditinjau perhitungan kerapatan
probabilitas P dalam hubungannya dengan pegas satu dimensi
dengan frekuensi alami o. Diberikan sebuah partikel pada titik
awal t = 0 dengan kecepatan xoo. Perpindahan partikel pada
waktu t kemudian diberikan oleh
(4.56a)
x  x0 sin 0 t 
x  x0 0 cos 0 t 
Dengan data awal masing-masing
x (0) = 0
dan
x 0  x0 0
138
(4.56b)
FISIKA KUANTUM
Hasil dari P (x) dx adalah probabilitas menemukan partikel
dalam interval dx di sekitar titik asal x pada setiap waktu. Jika
T0 adalah periode osilasi
2
(4.57)
T0 
0
kemudian
P dx 
dt  0 dt

T0
2
(4.58)
di mana
dx
x
Dengan menggunakan persamaan (4.56b), diperoleh
dx
dt 
0 x02  x 2
sehingga

dx
P dx  0 dt 
2
2  x02  x 2
dt 
(4.59)
(4.60)
(4.61)
Kerapatan probabilitas yang diperoleh dinormalisasi dengan
mengacu pada perpindahan angular d = 0 dt, 0    2.
Interval perpindahan x adalah setengah bagian, sehingga
sebaiknya fungsi P ternormalisasi berada dalam rentang
– x0 < x < +x0, yaitu
1
P 
 x02  x 2

 x0
 x0
P ( x) dx  1
(4.62)
Fungsi ini disketsa dalam Gambar 4.12, di mana fungsi ini
merupakan kerapatan probabilitas yang berhubungan dengan
suatu keadaan n >> 1. Keistimewaan P pada sekitar titik-titik
 x0 adalah pada kenyataan bahwa partikel datang untuk
“tenang” pada titik-titik ini.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
139
Korespondensi formulasi mekanika kuantum ditunjukkan
secara jelas pada Gambar 4.12, di mana dapat dilihat bahwa
lim  PnQM   P CL
n 
 PnQM  
1
2

x
x
 * ( y )  n ( y ) dy
(4.63)
n
QM dan CL adalah singkatan untuk mekanika kuantum dan
klasik, sedangkan  adalah sebuah bilangan sembarang interval
kecil. Integral di atas disebut sebagai rata-rata lokal (local
average). Ini menunjukkan rata-rata dari PQM dalam suatu
interval kecil terpusat pada x.
Gambar 4.12. Kerapatan probabilitas klasik.
140
FISIKA KUANTUM
A. Pemahaman Konsep
1.
2.
3.
4.
5.
Apakah yang terjadi pada rapat probabilitas dalam ruang
potensial takhingga jika n
8? Apakah ini sesuai dengan
fisika klasik?
Perbedaan apakah yang terkandung dalam pemecahan
terhadap potensial sumur takhingga satu dimensi jika
sumurnya meluas dari x = -xo hinbgga x = xo + L, di mana xo
adalah sebuah nilai tidak nol dari x? Apakah sifat-sifat
terukurnya juga berbeda?
Perbedaan apakah yang terkandung dalam pemecahan terhadap potensial sumur takhingga jika potensialnya tidak nol
untuk 0  x  L , tetapi memiliki nilai hingga Vo? Hitunglah
energi tingkat-tingkat eksitasinya. Hitung pula panjang
gelombang berdiri de Broglie yang bersangkutan. Sketsakan kedua fungsi gelombang terendahnya.
Dengan menganggap sebuah pendulum (ayunan matematis) berprilaku seperti osilator kuantum, berapakah beda
energi antara keadaan-keadaan kuantum dari sebuah
pendulum yang panjangnya 1 m? Apakah semua perbedaan tersebut teramati?
Perhatikan potensial halang dari Gambar 4.5. Apakah
panjang gelombang untuk x > a sama dengan panjang
gelombang untuk x < 0? Apakah amplitudonya sama?
B. Penerapan Konsep
1. Suatu partikel bergerak dalam suatu kotak dengan lebar 2a.
Persamaan gelombang partikel tersebut adalah :

 x 
  sin
  A  cos 
2a 



 3 x  
 3 x  1
 

  cos 

 a  4
 2 a 
di dalam kotak dan diluar kotak berlaku  = 0. Tentukan
amplitudo gelombang partikel tersebut.
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
141
2. Suatu partikel bergerak di dalam kotak potensial satu
dimensi, diketahui fungsi gelombang yang berhubungan
dengan ini adalah :
 x 
,
 a 
 ( x)  A sin 
dengan A suatu konstanta. Fungsi ini ternormalisasi pada

a
a
 x  , Tentukanlah :
2
2
a. Amplitudo gelombang tersebut
b. Harga ekspektasi dari operator-operator : x, x2, p, dan
p2
3. Sebuah elektron terperangkap dalam satu daerah satu
dimensi sepanjang 1,0 x 10-10 m (diameter khas atomik).
a. Berapa banyak energi yang harus dipasok untuk
menghasilkan elektron dari keadaan dasar ke
keadaan eksitasi pertama
b. Pada keadaan dasar, berapakah probabalitas untuk
menemukan electron dalam daerah dari x = 0, 06 x 10
– 10
m hingga 0,12 x 10 – 10 m
c. Pada
keadaan
eksitasi
pertama,
berapakah
probabilitas untuk menemukan electron antara x = 0
dan x = 0,450 x 10 – 10 m (1eV = 1,602 x 10 – 19 J)
4. Tentukan peluang untuk mendapatkan partikel dalam kotak
potensial segiempat selebar L dengan harga potensial V = 0
untuk 0  x  L dan potensial V =  untuk daerah lain,
dalam daerah selebar x = 0,05 L pada masing-masing
kedudukan berikut untuk keadaan dasar (tanpa integral)
x = 0; x = 0,08 L; x = 0,60 L dan x = L.
5. Suatu elektron yang berjalan dalam satu dimensi dibatasi
geraknya dalam suatu daerah selebar 0.25 m. Elektron
tidak dapat meninggalkan daerah bersangkutan karena
dinding potensial yang tak-berhingga tingginya di ujung kiri
dan kanan daerah itu.
a. Hitunglah tiga harga energi kinetik terendah yang dapat
dipunyai elektron.
142
FISIKA KUANTUM
b. Buatlah suatu sketsa mengenai bentuk fungsi rapat
kebolehjadian kedudukan elektron untuk ketiga kasus
di atas. Anda cukup memberikan sketsa kasar tanpa
menurunkan rapat kebolehjadian itu.
6. Suatu partikel bermassa mo bergerak sepanjang sumbu x
dari kiri ke kanan . Sepanjang sumbu x itu ada potensial
anak tangga dengan V(x) = Vo untuk selang x  0, dan
V(x) = 0 di daerah x  0. Diketahui bahwa energi E partikel
itu lebih besar dari Vo.
a. Gambarkanlah tangga potensial yang dimaksud
b. Tuliskan persamaan Schroedinger untuk sistem di
atas. Turunkan kemudian fungsi gelombang untuk
partikel bersangkutan
c. Turunkanlah koefisien refleksi R untuk kasus ini.
7. Suatu partikel bermassa mo bergerak sepanjang sumbu x
dari kiri ke kanan . Sepanjang sumbu x itu ada potensial
anak tangga dengan V(x) = Vo untuk selang x  0, dan
V(x) = 0 di daerah x  0. Diketahui bahwa energi E partikel
itu lebih kecil dari Vo.
a. Gambarkanlah tangga potensial yang dimaksud
b. Tuliskan persamaan Schroedinger untuk sistem di atas.
Turunkan kemudian fungsi gelombang untuk partikel
bersangkutan
c. Turunkanlah koefisien refleksi R untuk kasus ini.
10. Suatu partikel bermassa mo bergerak dalam kotak
berdimensi tiga dengan potensial V = 0 di daerah 0  x 
L , 0  y  L, dan 0  z  L. Di luar daerah itu potensial
berharga tak- berhingga.
a. Tuliskan operator Hamilton untuk sistem fisika di atas,
dan turunkanlah fungsi eigen dan nilai-nilai eigennya.
b. Turunkan 3 harga terendah energi sistem fisika di atas.
Sebutkandegenerasi setiap tingkat energi itu.
c. Turunkan nilai harapan momentum linear pangkat 2,
bilamana partikel itu ada pada tingkat terendah.
11. Elektron dengan energi 2 eV dan 3 eV datang pada
perintang setinggi 10 eV dan lebar 8 Å . Carilah peluang
BAB IV : Penerapan Persamaan Schrodinger
143
transmisinya. Bagaimana kuantitas tersebut dipengaruhui
jika lebar perintang dijadikan dua kali ?.
12. Suatu elektron yang berjalan dalam satu dimensi dibatasi
geraknya dalam suatu daerah selebar 0.40 m. Elektron
tidak dapat meninggalkan daerah bersangkutan karena
dinding potensial yang tak-berhingga tingginya di ujung kiri
dan kanan daerah itu.
a. Hitunglah tiga harga energi kinetik terendah yang
dapat dipunyai elektron.
b. Buatlah suatu sketsa mengenai bentuk fungsi rapat
kebolehjadian kedudukan elektron untuk ketiga kasus
di atas. Anda cukup memberikan sketsa kasar tanpa
menurunkan rapat kebolehjadian itu.
13. Sebuah partikel elementer bermassa diam 1,675 x 10 - 27 kg
bergerak bebas berenergi 4 ev dari arah kiri ke kanan
pada barier potensial dengan 10 eV. Hitunglah peluang
transmisinya apabila lebar perintang 10 m.
14. Sebuah partikel elementer bermassa diam 1,675 x 10 - 27 kg
bergerak bebas berenergi 8 eV dari arah kiri ke kanan
pada barier potensial dengan 4 eV. Hitunglah peluang
transmisinya apabila lebar perintang 10 m.
144
FISIKA KUANTUM
Download