KEBIJAKAN, KONSENSUS TATALAKSANA KUSTA Dosen Pembimbing : Ns. Fahruddin Kurdi, M.Kep NIP 198806102019031019 Oleh Kelompok 10 / Kelas A : 1. Rifka Sabrianti Fajrin NIM 172310101021 2. Mutia Nur Maulida Sandy NIM 182310101059 3. Windi Rohmatun Nabilah NIM 182310101080 4. Fida Nafisah Anggraeny NIM 182310101087 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2020 PENGANTAR Kusta merupakan suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. Bakteri ini dapat menyerang saraf tepi, kulit, saluran napas bagian atas, mukosa mulut, tulang, otot, dan testis (Amiruddin, D., 2012 : 11). Kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh Micobacterium Leprae yang menyerang kulit dan saraf tepi (fungsi sensoris, motoris, dan otonom) (Juniardi, L. C., dan M. Salamah, 2015 :). Di Indonesia jumlah kasus kusta pada tahun 2017 mencapai 15.910 kasus dan sekitar 15.000 kasus pada tahun 2018 sehingga berhasil menempatkan Indonesia di urutan ke tiga di dunia dengan jumlah kasus kusta terbanyak setelah India dan Brasil (WHO, 2018). LATAR BELAKANG Penyakit kusta atau lepra merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi, dan bagian tubuh lainnya. Penyakit kusta yang tidak segera diobati akan menyebabkan kecacatan. Menurut WHO (2016), kasus kusta di dunia pada tahun 2015 sebanyak 211.973 dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 214.783 kasus. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan penderita kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brasil. Menurut WHO (2018), jumlah kasus kusta di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 15.910 kasus dan pada tahun 2018 jumlah kasus kusta di Indonesia masih sekitar 15.000 kasus. Sedangkan provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan insiden kusta tertinggi di pulau Jawa yaitu sebanyak 3.373 kasus. Tingginya kasus kusta disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan, pengertian, dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya. Sampai saat ini kusta masih ditakuti masyarakat karena anggapan masyarakat penyakit kusta sangat menular dan tidak dapat disembuhkan. Anggapan tersebut membuat penderita kusta merasa harga dirinya sangat rendah, penderita kusta juga kebanyakan menolak untuk berobat karena permasalahan pada tubuhnya. Penderita mengucilkan dirinya sendiri dari masyarakat dan bahkan dari keluarganya. Oleh karena itu, kelompok kami akan membahas dukungan keluarga terhadap konsep diri pada penderita kusta. ANALISIS DATA Pada analisis data dimana dalam mendapatkan data terkini mengenai penyakit kusta Penulis mencari dengan menggunakan kata kunci : 1. kusta 2. keluarga dan konsep diri 3. Resiko dan pencegahan 4. Persepsi Penulis menggunakan search engine google scholar, Science Direct, PubMed untuk mendapatkan jurnal dan google untuk mendapatkan artikel – artikel pendukung memperoleh penyusunan hasil esai. 15.851 Pada jurnal search kemudian enginegoogle untuk scholarpenulis memfokuskan atau menspesifikkan hasil, penulis mengambil 1 jurnal utama dan beberapa jurnal pendukung serta beberapa website organisasi yang terpercaya untuk dijadikan sumber penulisan esai ini. Penulis memilih satu jurnal utama karena jurnal tersebut lebih memfokuskan pembahasan pada topik utama penulisan esai ini.Sedangkan pada search engine google penulis mendapatkan 15.818.300 hasil yang kemudian penulis memilih 2 website yaitu website WHO dan Kemkes. Penulis memilih memakai sumber website WHO dan Kemkes karena website WHO adalah website rujukan utama masalah kesehatan yang terjadi di dunia, sedangkan website Kemkes adalah website yang mengulas tentang permasalahan penyakit yang ada di Indonesia. Maka dari itu, penulis akan menuliskan esai yang membahas tentang dukungan keluarga terhadap konsep diri pada penderita kusta dengan jurnal utama serta jurnal pendukung sebagai berikut : NO 1. PENULIS Fitra Ariyanta dan Muhlisin JUDUL HASIL REKOMENDASI Abi Hubungan Antara Terdapat hubungan antara keluarga 1) bagi Petugas Kesehatan Dukungan Keluarga dan konsep diri penderita kusta , Perawat hendaknya senantiasa Terhadap Konsep Diri dimana tingkat dukungan keluarga memotivasi orang tua atau Pada Penderita Kusta yang rendah dalam mensupport keluarga untuk terus penderita kusta disebabkan oleh mendukung proses perawatan beberapa faktor antara lain penderita kusta di rumah, yaitu pendidikan, budaya, dan ekonomi. dengan Fungsi keluarga terhadap anggotanya kepedulian antara lain adalah fungsi perawatan keluarga, kesehatan, memberikan yaitu asuhan meningkatkan dan dukungan misalnya keluarga aktif mengawasi keperawatan perkembangan kepada anggota keluarga dan salah penderita dengan kesehatan kusta, dan satunya adalah melakukan dukungan mengawasi konsumsi obat oleh dalam konsep diri. Penelitian penderita kusta. menyimpulkan terdapat hubungan 2. bagi Keluarga hendaknya dukungan keluarga dalam pemberian selalu meningkatkan support dengan konsep diri pada dukungannya kepada penderita penderita kusta di desa Bangklean kusta, dengan memperhatikan Doplang Blora. perkembangan kesehatan penderita kusta, meningkatkan komunikasi keluarga dengan penderita kusta, dan berusaha memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan penderita kusta dalam pengobatannya. 3. bagi Masyarakat hendaknya menghilangkan asumsi bahwa orang yang mengalami penyakit kusta tidak dapat sembuh, sehingga masyarat diharapkan ikut berperan serta dalam proses penyembuhan penderita kusta. Masyarakat dapat membantu penderita kusta keluarga dengan memberikan bantuan motivasi maupun finansial sehingga proses pengobatan penderita kusta dapat dilakukan keluarga secara maksimal. 4. bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian dapat dijadikan sebagai landasan dalam upaya menindaklanjuti hasil – hasil penelitian yang ada kearah penelitian yang lebih luas, antara lain menambahkan dengan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi konsep diri penderita kusta dalam mengkonsumsi obat, serta penggunaan instrumen penelitian yang lebih tepat, sehingga menggambarkan dapat prilaku dukungan keluarga dan konsep diri penderita kusta secara lebih teliti. 2 Carina Cavalcanti Perception of leprosy Dalam hasil penelitian menunjukkan Peneliti menganjurkan bahwa Nogueira Lopez , dan in patients and their bahwa yang memiliki tingkat kualitas hidup penderita kusta Luana Nepomuceno families pendidikan dasar dan menengah tidak dipengaruhi oleh dukungan mengubah hubungannya dengan keluarga dan anggota keluarga yang menderita memiliki wawasan yang lebih kusta luas mengenai penyakit kusta. Gondim Costa Lim dan tidak malu memiliki anggota keluarga yang menderita kusta. Tepat setelah mereka tahu diagnosis, 15% yang memiliki tingkat pendidikan dasar, mengatakan mereka merasa malu, yang telah mengakhiri pendidikan menengah mengatakan mereka tidak pernah merasakan malu (100%). Ketika ditanya apakah malu memiliki penyakit kusta, 37% (N = 3) yang memiliki tingkat pendidikan menengah menjawab bahwa mereka akan malu, dan yang memiliki tingkat pendidikan dasar 23% (N = 3) akan menjadi malu. 3 Safaa Mohammed Zaki , Fatma Nagy kotb, dan Amany Antar Mohammed Assessment of SelfEstreem and Coping Strategies Among Leprotic Patients Pada penelitian menunjukkan Temuan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa, sebagian besar pasien memiliki tingkat harga diri yang sangat rendah 23 (71,9%), sebagian besar sampel tidak dapat menggunakan strategi koping yang efektif (81,3%). Selain itu ada korelasi positif yang signifikan secara statistik bahwa Stigmatisasi oleh populasi umum dan sikap negatif mereka terhadap kusta berdampak negatif pada harga diri dan strategi koping pasien kusta, maka dari itu perlu adanya pelatihan atau edukasi antara harga diri dan strategi koping pasien penderita kusta. antara harga diri dan strategi koping (r = 0,693 p,000). 4 Maryam Ulfah, Yani Kamasturyani, dan Putri Mutiara Ramandani Hubungan Pengetahuan Tentang Pencegahan Penyakit a. Bagi Akademi Diharapkan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa : lebih inovatif dalam penyampaian ilmu kesehatan Kusta Dengan Risiko a. Gambaran tingkat pengetahuan lingkungan, khususnya Penularan Kusta di responden adalah kategori cukup mengenai pengetahuan tentang Wilayah Kerja (46,7%). pencegahan penyakit kusta Puskesmas Losari, sehingga masyarakat Puskesmas Kedaton b. Sebagian bessar responden (70,0%) mengetahui cara dan Puskesmas tidak berisiko tertular penyakit kusta. pencegahannya dan dapat Babakan Kabupaten Cirebon c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang pencegahan penyakit kusta dengan risiko penularan kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Losari, Puskesmas Kedaton dan Puskesmas Babakan meminimalisir terjadinya suatu risiko penularan kusta. b. Bagi Puskesmas Diharapkan puskesmas Losari, Puskesmas Kedaton dan Puskesmas Babakan lebih aktif dalam memberikan himbauan kepada Kabupaten Cirebon, dengan hasil P masyarakat atau anggota value yaitu sebesar 0,011≤ 0,05. keluarga penderita kusta tentang pentingnya pencegahan penyakit kusta baik melalui penyuluhan maupun dengan media massa. c. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan penyakit kusta sehingga dapat dan mengurangi risiko penularan kusta Penulis menggunakan jurnal artikel pendukung dengan judul dukungan keluarga sebagai caregiver pada penderita kusta family support As A CareGiver In Leprosy, yang ditulis oleh Mayang Sari Ayua untuk mengetahui dukungan keluarga sebagai caregiver kepada penderita kusta. Hasil dari jurnal artikel ini didapatkan informasi yang menunjukkan bahwa dukungan keluarga sebagai caregiver secara psikososial pada penderita penyakit kusta adalah baik (68,7%). Faktor lain adalah karakteristik responden meliputi kelompok umur mayoritas 18-34 tahun (81,3%), jenis kelamin mayoritas laki-laki (78,1%), tingkat pendidikan mayoritas menengah (93,7%), status pekerjaan mayoritas bekerja (62,5%), suku bangsa mayoritas etnis Aceh (43,7%). Dukungan keluarga sebagai caregiver akan baik bila diberi penyuluhan dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuannya tentang penyakit kusta. Mayoritas penderita kusta berusia produktif dan menjadi penanggung jawab dalam keluarga. Pada tahun penderita kusta di Indonesia masih tinggi tahun 2018. Indonesia merupakan negara ketiga terbesar penyumbang kasus penyakit kusta di dunia, yang pertama India dan kedua Brazil. Prevalensi penderita kusta yang terbesar di Indonesia adalah pada Provinsi Jawa Tengah. Prevalensi kustanya 1 per 10.000 penduduk adalah Maluku Utara, Papua, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Aceh dan Propinsi Sumatera Utara. Penyakit yang diderita pasien menyebabkan pasien takut untuk berobat, sehingga dibutuhkan respon dari anggota keluarganya agar penderita tidak merasa takut berobat. Perlu partisipasi dan dukungan keluarga serta masyarakat untuk perawatan penderita kusta sampai sembuh, dimana anggota keluarga mendukung secara psikososial sebagai caregiver (perawatan) kepada penderita kusta dan juga aktif berobat sampai sembuh di fasilitas pelayanan kesehatan mengobati penyakitnya tersebut. Bentuk dukungan yang bisa diberikan keluarga adalah dukungan psikososial. TARGET DAN STRATEGI Pasal 2 1. Dalam rangka Penanggulangan Kusta, Pemerintah Pusat menetapkan target Eliminasi Kusta. 2. Penanggulangan Kusta bertujuan untuk mencapai Eliminasi Kusta tingkat provinsi pada tahun 2019 dan tingkat kabupaten/kota pada tahun 2024. 3. Indikator pencapaian target Eliminasi Kusta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa angka prevalensi <1/10.000 (kurang dari satu per sepuluh ribu) penduduk. Pasal 3 Strategi Eliminasi Kusta meliputi: a. penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor; b. penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan; c. penyediaan sumber daya yang mencukupi dalam Penanggulangan Kusta; dan d. penguatan sistem Surveilans serta pemantauan dan evaluasi kegiatan Penanggulangan Kusta. KEGIATAN PENANGGULANGAN KUSTA Pasal 6 1. Penyelenggaraan Penanggulangan Kusta dilaksanakan melalui upaya pencegahan dan pengendalian. 2. Upaya pencegahan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. promosi kesehatan; b. Surveilans; c. Kemoprofilaksis; dan d. tata laksana Penderita Kusta. Pasal 7 1. Kegiatan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a diarahkan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu berperan aktif dalam mendukung perubahan perilaku dan lingkungan serta menjaga dan meningkatkan kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian Kusta. 2. Kegiatan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: a. memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala dini Kusta, serta teknis kegiatan Penanggulangan Kusta; b. mempengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat untuk penghapusan stigma dan menghilangkan diskriminasi pada Penderita Kusta dan orang yang pernah mengalami Kusta; c. mempengaruhi pemangku kepentingan terkait untuk memperoleh dukungan kebijakan Penanggulangan Kusta, khususnya penghapusan stigma dan diskriminasi, serta pembiayaan; dan d. membantu individu, keluarga, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam penemuan dan tata laksana Penderita Kusta, pelaksanaan Kemoprofilaksis, dan kegiatan penelitian dan pengembangan. Pasal 9 1. Kegiatan Surveilans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b diarahkan untuk penemuan Penderita Kusta dan penanganan secara dini serta mengetahui besaran masalah di suatu wilayah. 2. 3. Kegiatan Surveilans sebagaimana pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: a. pengumpulan data; b. pengolahan data; c. analisis data; dan d. diseminasi informasi. Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui penemuan Penderita Kusta secara aktif dan pasif. 4. Pengumpulan data melalui penemuan Penderita Kusta secara aktif paling sedikit dilakukan melalui survei cepat desa, intensifikasi penemuan Penderita Kusta, pemeriksaan anak sekolah, dan pemeriksaan kontak serumah, tetangga, dan sosial. 5. Pengumpulan data melalui penemuan Penderita Kusta secara pasif dilaksanakan dengan cara menerima data dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat, dan sumber data lainnya. 6. Pengolahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara perekaman data, kodifikasi, validasi, dan/atau pengelompokan berdasarkan tempat, waktu, usia, klasifikasi Kusta, dan jenis kelamin. 7. Analisis data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui metode epidemiologi deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan Surveilans. 8. Diseminasi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan dengan cara menyampaikan informasi kepada pengelola program dan unit lain yang membutuhkan serta memberikan umpan balik sesuai kebutuhan. Pasal 12 1. Kemoprofilaksis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c diarahkan untuk mencegah penularan Kusta pada orang yang kontak dengan Penderita Kusta. 2. Kemoprofilaksis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pemberian obat rifampisin dosis tunggal pada orang yang kontak dengan Penderita Kusta yang memenuhi kriteria dan persyaratan. 3. Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. penduduk yang menetap paling singkat 3 (tiga) bulan pada daerah yang memiliki Penderita Kusta; 4. b. berusia lebih dari 2 (dua) tahun; c. tidak dalam terapi rifampisin dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; d. tidak sedang dirawat di rumah sakit; e. tidak memiliki kelainan fungsi ginjal dan hati; f. bukan suspek tuberkulosis; g. bukan suspek Kusta atau terdiagnosis Kusta; dan h. bukan lanjut usia dengan gangguan kognitif. Obat rifampisin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh petugas kesehatan dan wajib diminum langsung di depan petugas pada saat diberikan. KESIMPULAN Kusta merupakan suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. Bakteri ini dapat menyerang saraf tepi, kulit, saluran napas bagian atas, mukosa mulut, tulang, otot, dan testis (Amiruddin, D., 2012 : 11). Di Indonesia jumlah kasus kusta pada tahun 2017 mencapai 15.910 kasus dan sekitar 15.000 kasus pada tahun 2018 sehingga berhasil menempatkan Indonesia di urutan ke tiga di dunia dengan jumlah kasus kusta terbanyak setelah India dan Brasil (WHO, 2018). Mayoritas masyarakat yang menderita kusta masih merasa takut untuk berobat sehingga perlu dukungan keluarga yang dapat menguatkan pasien secara psikososial untuk bersedia berobat hingga sembuh di fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam rangka Penanggulangan Kusta, Pemerintah Pusat menetapkan target Eliminasi Kusta yang diatur dalam pasal 2, 3, 6, 7, 9, dan 12 Permenkes No 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, M. D., dkk. 2019. Penyakit Kusta: Sebuah Pendekatan Klinis. Makassar. Brilian Internasional. https://books.google.co.id/books?id=sQuZDwAAQBAJ&printsec=frontcov er&dq=kusta&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwie5YaBIzpAhU6ILcAHXwUC lAQ6AEIKzAA#v=onepage&q=kusta&f=false. [Diakses pada 1 Mei 2020]. Ariyanta, F., A. Muhlisin. 2017. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Terhadap konsep Diri pada Penderita Kusta. Berita Ilmu Keperawatan. 10(1): 20-27. Ayu, M. S. 2020. Dukungan Keluarga Sebagai Caregiver pada Penderita Kusta. 3(1): 9 – 15. Cavalcanti, C. et al. 2019. Perception of Leprosy in patients and their families. 3(4): 70 – 78. Dan, K., dan P. Babakan. 2018. Penyakit Kusta dengan Risiko Penularan Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Losari Puskesmas. 5(2): 26 – 31. Juniardi, L. C., dan M. Salamah. 2015. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Kasus Kusta di Jawa Timur pada Tahun 2013 Menggunakan Geographically Weighted Negative Binomial Regression (GWNBR). Jurnal Sains dan Seni ITS. 4 (1). Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Kusta. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2017. Tami, M. 2019. Hubungan Antara Kusta Tipe Pausi Basiler dengan Angka Keberhasilan Pengobatan Kusta di Jawa Timur. Jurnal Berkala Epidemiologi. 7(1): 17-24. WHO. Leprosy Fact Sheet. 2018. http://www.who.int (diakses pada tanggal 9 Mei 2020). Zaki, S. M., F. N. Kotb, dan A. A. Mohammed. 2020. Assesment of Self-Esteem and Coping Strategies among Lleprotic Patients. 7(2): 109 – 115.