Uploaded by endangizza48

ESAI ILMIAH ENDANG FARIHATUL UNIVERSITAS INDONESIA INOVASI LSD 1 INHIBITOR TERENKAPSULASI NANOPARTIKEL KITOSAN INTRANASAL SEBAGAI TERAPI TARGET EFEKTIF MEDULLOBLASTOMA GRUP 3 ANAK

advertisement
LOMBA ESAI ILMIAH
MEDICAL DJOGDJA SCIENTIFIC COMPETITION
2019
INOVASI LSD 1 INHIBITOR TERENKAPSULASI
NANOPARTIKEL KITOSAN INTRANASAL SEBAGAI
TERAPI TARGET EFEKTIF MEDULLOBLASTOMA
GRUP 3 ANAK
Disusun Oleh:
Endang Farihatul Izza
Amirah Yasmin
2019
1. PENDAHULUAN
Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian anak-anak dan
remaja secara global. Sekitar 300.000 populasi usia 0-19 tahun didiagnosis kanker
setiap tahunnya.1 Sementara di Indonesia, menurut Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, setiap tahunnya terdapat sekitar 11.000 kasus kanker
anak. Meskipun kejadian kanker pada anak di seluruh dunia masih cukup jarang,
namun kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian 90.000 anak setiap
tahunnya.2 Tumor otak dilaporkan menjadi penyebab kematian akibat kanker yang
paling umum terjadi pada anak usia 5-9 tahun dengan angka kematian sebesar 1
tiap 100.000 populasi. Tumor ini menduduki urutan kedua sebagai jenis kanker
yang paling sering dijumpai pada anak (18%) setelah leukemia (26%). 3,4 Jenis
tumor otak yang paling sering terjadi pada anak adalah medulloblastoma (15%20%), dengan lebih dari 70% kasus ditemukan pada anak usia di bawah 10 tahun.
Di
negara
berpenghasilan
tinggi,
sekitar
80%
anak
yang
menderita
medulloblastoma dapat bertahan hidup selama lima tahun atau lebih setelah
terdiagnosis. Namun, di negara berpenghasilan rendah dan menengah, prognosis
pada anak yang terdiagnosis penyakit ini jauh lebih buruk, yakni hanya sekitar
20% yang berhasil bertahan hidup.1,2
Medulloblastoma merupakan tumor sangat ganas yang berasal dari
prekursor sel granul di lapisan germinal eksternal (EGL) pada otak kecil yang
sedang berkembang. Tumor ini sangat berbahaya karena bersifat invasif dengan
kecenderungan invasi lokal dan penyebaran metastatik yang jauh melalui sistem
subarachnoid. Akibat dari metastasis ini, tumor juga dapat ditemukan di situs lain
dalam tubuh seperti pada tulang (78%), nodus limfa (33%), hati (15%), dan paruparu (11%).5-7 Beberapa tahun terakhir, para ilmuwan menemukan bahwa
medulloblastoma terdiri atas empat subtipe yang berbeda, yaitu subgrup WNT,
sonic hedgehog (SHH), grup 3, dan grup 4. Perbedaan diantara keempat subtipe
tersebut terletak pada mutasi yang menyebabkannya, asal sel munculnya kanker,
dan kemungkinan bertahan hidup jangka panjang. Medulloblastoma grup 3
dikenal sebagai subtipe yang paling mematikan.7,8
1
Hingga saat ini, modalitas terapi yang dianggap efektif untuk
medulloblastoma grup 3 adalah radiasi dan kemoterapi.9 Namun, untuk anak-anak,
modalitas terapi ini merugikan karena dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Radiasi dan kemoterapi dilaporkan dapat menyebabkan
kerusakan neurokognitif yang parah, retardasi mental, dan penurunan fungsi
intelektual secara progresif. Selain itu, pasien anak yang berhasil bertahan hidup
karena terapi ini harus menghadapi kemungkinan efek jangka panjang munculnya
malignansi sekunder, baik karena predisposisi genetik maupun mutasi DNA. 9,10
Tantangan terbesar dari penanganan medulloblastoma grup 3 adalah
menemukan terapi yang dapat menghambat pertumbuhan tumor dengan efek
samping seminimal mungkin. Terapi kanker dengan pendekatan genetik
merupakan inovasi yang potensial untuk menghambat ekspresi gen yang terlibat
dalam pertumbuhan tumor, mengecilkan ukuran tumor, dan mencegah
progresivitas tumor secara efektif. Sebuah penelitian menemukan adanya suatu
faktor transkripsi yang berperan penting dalam jalur genetik medulloblastoma
grup 3, yaitu Growth Factor Independent-1 (GFI1).11
GFI1 ini diekspresikan pada ⅓ kasus medulloblastoma grup 3 sehingga
terapi genetik yang menargetkan faktor transkripsi tersebut dapat menjadi terapi
yang menjanjikan. Namun, karena faktor transkripsi secara inheren sulit untuk
ditargetkan secara terapeutik (undraggable), maka diperlukan kaki tangan
(accomplice) dari GFI1, berupa suatu protein yang berinteraksi dengan GFI1 dan
dapat secara mudah ditargetkan.12 Penelitian tersebut menjadi sebuah peluang
penemuan kaki tangan (accomplice) dari GFI1 yang dapat secara mudah
ditargetkan.
Oleh karena itu, inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan terkait
pendekatan terapi gen untuk menghambat pertumbuhan tumor medulloblastoma
perlu dilakukan untuk menurunkan angka kematian akibat medulloblastoma dan
menambah five-year survival rate. Salah satu pendekatan terapi yang efektif
adalah terapi target obat menggunakan modifier epigenetik yang disebut lysine
demethylase 1 (LSD 1), yaitu protein yang berperan dalam diferensiasi dan
pemeliharaan sel punca. LSD 1 sebagai kaki tangan (accomplice) dari GFI1
2
diinhibisi dengan LSD 1 inhibitor yang diadministrasikan secara intranasal untuk
mengurangi ukuran tumor.
2. PEMBAHASAN
2.1. Potensi LSD-1 Inhibitor untuk Terapi Target Medulloblastoma
(LSD 1) merupakan histon H3K4me 1/2 yang berperan sebagai komponen
kunci pada berbagai kompleks ko-represor transkripsional. Kompleks ini terdiri
atas Histone Deacetylase (HDAC1 / HDAC 2) dan ko-represor untuk Element-1Silencing Transcription factor (CoREST). LSD 1 dapat berinteraksi dengan faktor
pluripoten dalam sel induk embrionik manusia dan berperan penting untuk
menonaktifkan enhancer dalam diferensiasi sel induk. Pada beberapa tipe kanker,
LSD 1 ini diekspresikan secara berlebihan.13
LSD 1 terlibat dalam inisiasi dan maintenance dari medulloblastoma
melalui perannya sebagai kofaktor yang berinteraksi dengan faktor transkripsi
GFI1. Ko-ekspresi dari GFI1 memicu transformasi dari neural progenitor menjadi
sel-sel medulloblastoma. Ekspresi terus menerus dari GFI1 ini terbukti dapat
mempertahankan pertumbuhan tumor.11,12 GFI1 memiliki dua domain, yaitu
domain SNAG (Snail/GFI1) di N-terminus dan enam C2H2-type zinc fingers pada
C-terminus. Kemampuan GFI1 untuk berinteraksi dengan LSD 1 dikaitkan
dengan domain SNAG ini.14 Penelitian yang dilakukan Saleque et. al melaporkan
bahwa mutasi domain SNAG akan mempengaruhi potensi tumorigenik dari GFI.
Hal ini mengimplikasikan bahwa kemampuan GFI1 untuk bisa berinteraksi
dengan LSD 1 sangatlah penting untuk aktivitas onkogeniknya
pada
medulloblastoma.15
Interaksi LSD 1-GFI1 yang berperan penting untuk pertumbuhan
medulloblastoma ini diperkuat oleh penelitian lain yang menyatakan bahwa delesi
genetik dari LSD 1 akan mengganggu pertumbuhan tumor medulloblastoma.
Selain itu, efek inhibisi dari LSD 1 bersifat spesifik untuk medulloblastoma grup
3. LSD 1 juga penting untuk transformasi onkogenik yang dimediasi GFI karena
GfI1 yang tidak dapat merekruit LSD 1 diketahui tidak dapat memicu
tumorigenesis.16
3
Oleh karena interaksi LSD 1-GFI1 penting untuk inisiasi dan
perkembangan tumor, maka LSD 1 inhibitor dapat menjadi agen terapeutik yang
menjanjikan untuk mengatasi medulloblastoma grup 3. Salah satu LSD 1 inhibitor
terbaik
yang
pernah
dipelajari
adalah
trans-2-Phenylcyclopropylamine
(PCPA/Tranylcypromine). PCPA ini menghambat LSD 1 secara irreversibel
dengan membentuk PCPA-FDA adduct (produk dari reaksi adisi diantara 2
senyawa) melalui reaksi enzimatik dari LSD1. Namun, PCPA memiliki beberapa
kekurangan, diantaranya potensi penghambatan yang kurang poten dan
selektivitas yang tidak memadai untuk LSD 1. Untuk mengatasi keterbatasan ini,
telah dikembangkan berbagai turunan PCPA berupa serangkaian inaktivator LSD
1 (senyawa seri NCD) yang dirancang dengan mengkonjugasikan PCPA dengan
bagian lisin.17
Tantangan terapi berbasis LSD 1 inhibitor adalah agen pembawa yang
efektif untuk mengadministrasikan LSD 1 inhibitor sehingga dapat bekerja sesuai
target dan tidak mengalami kerusakan. LSD 1 inhibitor memiliki kemampuan
yang cukup terbatas untuk menembus ke lokasi tumor otak. Mode delivery
alternatif berupa ‘trojan horse’ nanopartikel yang dapat meningkatkan utilitas obat
ini pada tumor intrakanial dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan
tersebut.18
2.2. Efek Farmakologis Inhibisi LSD 1 terhadap Tumor Medulloblastoma
Grup 3
Penelitian terbaru tahun 2019 yang dilakukan oleh Lee C. et. al
melaporkan bahwa molekul kecil inhibitor dari LSD 1 dapat berperan sebagai
agen terapeutik untuk tumor medulloblastoma grup 3. Dalam studi tersebut, dua
jenis LSD1 inhibitor yakni GSK-LSD1 dan ORY-1001 dapat menghambat
proliferasi medulloblastoma yang berasal dari mutasi Myc dan GFI1 (MG tumor)
secara in vitro. Sebaliknya, tidak terlihat efek inhibisi dari LSD1 pada
medulloblastoma yang berasal dari mutasi gen Myc dan DNp53 (MP tumor).
Selain itu, inhibisi LSD1 juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sel tumor
meduloblastoma subgrup SHH.19
4
Pemberian GSK-LSD1 pada tubuh mencit yang telah diimplantasi tumor
MG menunjukkan perlambatan dalam pertumbuhan tumor dibandingkan dengan
mencit yang hanya diberikan plasebo. Namun, GSK-LSD1 yang diberikan pada
mencit dengan tumor MG intrakranial tidak mampu menghambat pertumbuhan
MG. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi GSK-LSD1 di dalam otak tidak
cukup adekuat untuk menghambat pertumbuhan tumor MG intrakranial. Selain
itu, Lee et al. turut membuktikan bahwa pemberian LSD1 inhibitor juga efektif
untuk
menghambat
pertumbuhan
tumor
setelah
dilakukan
pembedahan
dibandingkan dengan mencit yang tidak menerima LSD1 inhibitor secara
signifikan (p <0.0001 pada uji T independen one-tailed).19
2.3. Enkapsulasi LSD-1 Inhibitor dengan Nanopartikel Kitosan
Administrasi obat secara intranasal merupakan salah satu metode untuk
mengantarkan obat menuju ke otak tanpa harus melalui sawar darah otak.20 Rute
intranasal bersifat non invasif, aman, dan mudah diadministrasikan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan pada pasien, terutama anak-anak.21 Akan tetapi, obat
yang diadministrasikan melalui rute intranasal dapat mengalami hambatan
fisiologis dan fisikokimia yang menyebabkan berkurangnya efikasi dari obat
tersebut.22 Adjuvan berupa kapsul pembungkus dapat ditambahkan pada obat
untuk melindungi dari nasal barrier dan meningkatkan efikasinya. Salah satu
adjuvan tersebut adalah kitosan berukuran nano.
LSD 1 inhibitor dilaporkan memiliki aktivitas anti tumor dan berpotensi
sebagai terapi kanker karena peran pentingnya dalam menghambat over ekspresi
LSD 1 yang memicu inisiasi tumor.19,20 Potensi antitumor tersebut didukung oleh
karakteristik kitosan sebagai kapsulnya, karena kitosan merupakan carrier dari
berbagai macam obat-obatan termasuk obat kimia anti kanker.21 Kitosan diketahui
memiliki efek anti tumor dengan cara menghambat pertumbuhan sel kanker,
mempengaruhi metabolisme sel kanker, menstimulasi apoptosis sel kanker, serta
menguatkan sistem imun tubuh.23
Kitosan tersusun atas N-asetil-D-glukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin
(GlcN) yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik β(1–4). Keberadaan GlcN
5
tersebut membuat kitosan bermuatan positif (kationik) sehingga dapat
menargetkan permukaan sel dan reseptor sel kanker maupun sel punca kanker
(cancer stem-like cells; CSCs) yang bermuatan negatif. Hal tersebut dapat
meningkatkan konsentrasi obat pada situs tumor dan meningkatkan efek
terapeutiknya.21,24. Sifat kationik kitosan yang kuat ini mendorong interaksinya
dengan asam sialat yang ada di mukosa sehingga mampu membuka taut kedap
pada sel epitel hidung. Sifat mukoadhesif nanopartikel kitosan akan meningkatkan
waktu keberadaan obat di dalam hidung sehingga absorbsi dan bioavailabilitas
obat akan meningkat.22 Selain itu, nanopartikel bersifat non imunogenik dan tidak
toksik sehingga aman untuk digunakan pasien.21,24
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kitosan telah digunakan sebagai
carrier dari obat antikanker. Penelitian yang dilakukan Li F. et. al menunjukkan
bahwa paclitaxel (obat kemoterapi) yang terintegrasi dengan nanopartikel kitosan
memiliki tingkat enkapsulasi yang tinggi, yakni sebesar 94.0% ± 16.73% dengan
efek lepas lambat. Konsentrasi obat di dalam sel meningkat dibandingkan dengan
paclitaxel tanpa nanopartikel.25 Kim et. al dalam penelitiannya mengaitkan asam
5β-cholanic dengan rantai utama glycol chitosan untuk persiapan amphiphilic
HGC partikel nano. Dengan dienkapsulasi menjadi nanopartikel oleh metode
dialisis, jumlah obat paclitaxel yang dapat dimuat lebih dari 80% dibandingkan
semula.26 Selain digunakan pada sel kanker, kitosan juga telah digunakan untuk
mengadministrasikan obat menuju sel otak, seperti administrasi antikaspase yang
terenkapsulasi oleh nanopartikel kitosan, yang dapat terdeteksi dengan cepat di
jaringan otak.23
3. PENUTUP
Medulloblastoma merupakan tumor sangat ganas yang menjadi salah satu
penyebab kematian akibat kanker paling umum pada anak. Dari keempat subtipe
medulloblastoma,
grup
3
merupakan
subtipe
yang
paling
mematikan.
Medulloblastoma sangat berbahaya karena tumornya bersifat invasif dengan
kecenderungan metastatik secara cepat ke bagian tubuh yang lain. Selain karena
tumor itu sendiri, penurunan kualitas hidup pada pasien medulloblastoma
6
merupakan efek samping dari terapi tumor yang diberikan dengan manifestasi
penurunan fungsi kognitif anak, retardasi mental dan kemungkinan jangka
panjang mengalami malignansi sekunder akibat kerusakan DNA.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan modalitas terapi
dengan efek samping yang minimal namun tetap efektif, salah satunya adalah
pendekatan terapi genetik yang menargetkan LSD1, suatu protein yang
berinteraksi dengan faktor transkripsi GFI1. Interaksi LSD 1- GFI1 ini terbukti
kritikal dalam inisiasi dan perkembangan tumor medulloblastoma grup 3 sehingga
inhibisi LSD 1 oleh LSD 1 inhibitor dapat menjadi indikator kunci untuk
pengembangan terapi target yang menjanjikan. Penelitian terbaru menyatakan
bahwa LSD 1 inhibitor mampu menghambat secara spesifik pertumbuhan
medulloblastoma grup 3, baik secara in vitro maupun in vivo. Selain itu,
pemberian LSD1 inhibitor secara signifikan memperlambat progresivitas tumor
setelah dilakukan prosedur reseksi ataupun radiasi pada mencit. Hal ini
menunjukkan bahwa LSD-1 inhibitor berpotensi untuk diberikan sebagai terapi
adjuvan setelah dilakukan operasi terhadap medulloblastoma.
Pemberian adjuvan berupa kapsul pembungkus pada obat LSD 1 inhibitor
yang diberikan secara intranasal dapat melindungi obat dari nasal barrier dan
meningkatkan efikasinya. Nanopartikel kitosan dapat menjadi pilihan yang tepat
karena memiliki efek antitumor, bersifat non imunogenik dan non toksik sehingga
aman bagi pasien.
Implementasi LSD-1 inhibitor terenkapsulasi pada nanopartikel kitosan
intranasal ini dapat mengatasi berbagai keterbatasan metode lain karena : 1.) Efek
samping sistemik yang minimal dengan hanya menargetkan faktor yang kritikal
dalam patogenesis penyakit 2.) mengoptimalisasi pelepasan obat (prolonged
release) untuk meningkatkan bioavailabilitas dan efek terapeutik obat pada situs
tumor 3.) Meningkatkan compliance dan kenyamanan pasien karena administrasi
intranasal kitosan dapat tersedia dalam bentuk spray yang relatif mudah dipakai
4.) Administrasi secara intranasal tidak melewati sawar darah otak, sehingga
jumlah obat yang berada pada otak menjadi lebih banyak, dan 5.) Kapsul kitosan
7
terbuat dari bahan alami seperti kitin yang dapat diperoleh dari limbah krustasea
yang banyak tersedia di Indonesia.
Terapi LSD 1 inhibitor terenkapsulasi pada nanopartikel kitosan
merupakan inovasi yang efektif, aman, dan terjangkau untuk menghambat
pertumbuhan medulloblastoma. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai
uji klinis LSD inhibitor, uji toksikologi nanopartikel kitosan sebagai teknologi
delivery, dan perbandingan pada berbagai model uji coba sangat diperlukan untuk
mengetahui efikasi LSD 1 inhibitor terenkapsulasi nanopartikel kitosan sebagai
terapi medulloblastoma agar segera dapat diimplementasikan dan dapat
menurunkan angka kematian global akibat kanker pada anak, khususnya
medulloblastoma.
8
Daftar Pustaka
1. WHO. Cancer in Children [Internet]. WHO. 2018 [cited 2019 Feb 1].
Available
from
:
https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/cancer-in-children
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Datin. Jakarta; 2015.
3. CDC. Brain Cancer Deaths Rates Among Children and Teens Aged 1-19
years.
CDC.
2017[cited
2019
Feb
1].
Available
from
:
https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/66/wr/mm6617a5.htm
4. Cancer in Children and Aldolescence. Cancer Facts & Figures 2014. 2015
Nov 20. Available from: http://cancer.org/cancer/cancerinchildren
5. ASCO. Medulloblastoma [Internet]. ASCO. 2017 [cited 2019 Feb 1].
Available from : https://www.cancer.net/cancer-types/medulloblastomachildhood/statistics
6. Mahapatra S, Amsbaugh MJ. Cancer, medulloblastoma. InStatPearls
[Internet] 2018 Oct 27. StatPearls Publishing.
7. Taylor MD, Northcott PA, Korshunov A, Remke M, Cho YJ, Clifford SC,
Eberhart CG, Parsons DW, Rutkowski S, Gajjar A, Ellison DW.
Molecular subgroups of medulloblastoma: the current consensus. Acta
neuropathologica. 2012 Apr 1;123(4):465-72.
8. Thompson EM, Keir ST, Venkatraman T, Lascola C, Yeom KW, Nixon
AB, Liu Y, Picard D, Remke M, Bigner DD, Ramaswamy V. The role of
angiogenesis in Group 3 medulloblastoma pathogenesis and survival.
Neuro-oncology. 2017 Apr 3;19(9):1217-27.
9. De Braganca KC, Packer RJ. Treatment options for medulloblastoma and
CNS primitive neuroectodermal tumor (PNET). Current treatment options
in neurology. 2013 Oct 1;15(5):593-606.
10. Packer RJ. Medulloblastoma [Internet]. Washington DC : Children’s
National Medical Center; 2010 [updated 2010 Jan ; cited 2019 Feb 2].
Available
from
:
http://www.llws.org.hk/wp-
content/uploads/.../Medulloblastoma_Update_for_Website1.pdf
9
11. Roussel MF, Robinson G. Medulloblastoma: advances and challenges.
F1000 biology reports. 2011;3.
12. Northcott PA, Lee C, Zichner T, Stütz AM, Erkek S, Kawauchi D, Shih
DJ, Hovestadt V, Zapatka M, Sturm D, Jones DT. Enhancer hijacking
activates GFI1 family oncogenes in medulloblastoma. Nature. 2014
Jul;511(7510):428.
13. Mohammad H, Smitheman K, Cusan M, Liu Y, Pappalardi M, Federowicz
K, Van Aller G, Kasparec J, Tian X, Suarez D, Rouse M. Inhibition of
LSD1 as a therapeutic strategy for the treatment of acute myeloid
leukemia.
14. Saleque S, Kim J, Rooke HM, Orkin SH. Epigenetic regulation of
hematopoietic differentiation by Gfi-1 and Gfi-1b is mediated by the
cofactors CoREST and LSD1. Molecular cell. 2007 Aug 17;27(4):562-72.
15. Fiolka K, Hertzano R, Vassen L, Zeng H, Hermesh O, Avraham KB,
Dührsen U, Möröy T. Gfi1 and Gfi1b act equivalently in haematopoiesis,
but have distinct, non‐overlapping functions in inner ear development.
EMBO reports. 2006 Mar 1;7(3):326-3.
16. Wang J, Scully K, Zhu X, Cai L, Zhang J, Prefontaine GG, Krones A,
Ohgi KA, Zhu P, Garcia-Bassets I, Liu F. Opposing LSD1 complexes
function in developmental gene activation and repression programmes.
Nature. 2007 Apr;446(7138):882.
17. Itoh Y, Ogasawara D, Ota Y, Mizukami T, Suzuki T. Synthesis, LSD1
inhibitory activity, and LSD1 binding model of optically pure lysinePCPA conjugates. Computational and structural biotechnology journal.
2014 Feb 28;9(14):e201402002.
18. Targeted Treatment Shrinks Deadly Pediatric Brain Tumors [Internet].
2019 [updated 2019 January 23 ; cited 2019 February 13]. Available from
: https://www.sciencedaily.com/releases/2019/01/190123082214.htm
19. Lee C, Rudneva VA, Erkek S, Zapatka M, Chau LQ, Tacheva-Grigorova
SK, Garancher A, Rusert JM, Aksoy O, Lea R, Mohammad HP. Lsd1 as a
10
therapeutic
target
in
Gfi1-activated
medulloblastoma.
Nature
communications. 2019 Jan 18;10(1):332.
20. Crowe TP, Greenlee MHW, Kanthasamy AG, Hsu WH. Mechanism of
intranasal drug delivery directly to the brain. Life Sci. 2018 Feb
15;195:44-52.
21. Li J, Cai C, Li J, Li J, Li J, Sun T, et al. Chitosan-based nanomaterials for
drug delivery. Molecules. 2018 Oct; 23(10): 2661.
22. Bhise SB, Yadav AV, Avachat AM, Malayandi R. Bioavailability of
intranasal drug delivery system. Asian Journal of Pharmaceutics. 2008
Jan;2(4)
23. Sahin A, Yoyen-Ermis D, Caban-Toktas S, Horzum U, Aktas Y, Couvreur
P, et al. Evaluation of brain-targeted chitosan nanoparticles through bloodbrain barrier microvessel endothelial cells. J Microencapsul. 2017
Nov;34(7):659-666
24. Fathi M, Majidi S, Zangabad PS, Barar J, Niya HE, Omidi Y. Chitosanbased multifunctional nanomedicines and theranostics for targeted therapy
of cancer. Med Res Rev. 2018 Sep;38(6):2110-2136.
11
Lampiran
Gambar 1. Uji proliferasi MG dan MP tumor setelah diberi a) GSK-LSD1, dan b)
ORY-1001 secara in vitro.19
Gambar 2. Pengukuran volume tumor setelah dilakukan pembedahan. Anak
panah merah menggambarkan waktu saat dilakukan reseksi, sedangkan anak
panah biru menunjukkan waktu dimulainya terapi.19
12
Gambar 3. Tumor diambil setelah mencapai diameter maksimal yang
diperbolehkan, setelah dilakukan terapi dengan plasebo dan GSK-LSD1 pasca
tindakan operatif.19
Gambar 4. Pengukuran berat tumor setelah dilakukan terapi dengan plasebo dan
GSK-LSD1 pasca tindakan pembedahan.19
https://lemahabangwadas.wordpress.com/2012/06/01/proposal-rumah-sehat-bagipenderita-penyakit-tbc/
13
Download