LOMBA ESAI ILMIAH MEDICAL DJOGDJA SCIENTIFIC COMPETITION 2019 INOVASI LSD 1 INHIBITOR TERENKAPSULASI NANOPARTIKEL KITOSAN INTRANASAL SEBAGAI TERAPI TARGET EFEKTIF MEDULLOBLASTOMA GRUP 3 ANAK Disusun Oleh: Endang Farihatul Izza Amirah Yasmin 2019 1. PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian anak-anak dan remaja secara global. Sekitar 300.000 populasi usia 0-19 tahun didiagnosis kanker setiap tahunnya.1 Sementara di Indonesia, menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, setiap tahunnya terdapat sekitar 11.000 kasus kanker anak. Meskipun kejadian kanker pada anak di seluruh dunia masih cukup jarang, namun kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian 90.000 anak setiap tahunnya.2 Tumor otak dilaporkan menjadi penyebab kematian akibat kanker yang paling umum terjadi pada anak usia 5-9 tahun dengan angka kematian sebesar 1 tiap 100.000 populasi. Tumor ini menduduki urutan kedua sebagai jenis kanker yang paling sering dijumpai pada anak (18%) setelah leukemia (26%). 3,4 Jenis tumor otak yang paling sering terjadi pada anak adalah medulloblastoma (15%20%), dengan lebih dari 70% kasus ditemukan pada anak usia di bawah 10 tahun. Di negara berpenghasilan tinggi, sekitar 80% anak yang menderita medulloblastoma dapat bertahan hidup selama lima tahun atau lebih setelah terdiagnosis. Namun, di negara berpenghasilan rendah dan menengah, prognosis pada anak yang terdiagnosis penyakit ini jauh lebih buruk, yakni hanya sekitar 20% yang berhasil bertahan hidup.1,2 Medulloblastoma merupakan tumor sangat ganas yang berasal dari prekursor sel granul di lapisan germinal eksternal (EGL) pada otak kecil yang sedang berkembang. Tumor ini sangat berbahaya karena bersifat invasif dengan kecenderungan invasi lokal dan penyebaran metastatik yang jauh melalui sistem subarachnoid. Akibat dari metastasis ini, tumor juga dapat ditemukan di situs lain dalam tubuh seperti pada tulang (78%), nodus limfa (33%), hati (15%), dan paruparu (11%).5-7 Beberapa tahun terakhir, para ilmuwan menemukan bahwa medulloblastoma terdiri atas empat subtipe yang berbeda, yaitu subgrup WNT, sonic hedgehog (SHH), grup 3, dan grup 4. Perbedaan diantara keempat subtipe tersebut terletak pada mutasi yang menyebabkannya, asal sel munculnya kanker, dan kemungkinan bertahan hidup jangka panjang. Medulloblastoma grup 3 dikenal sebagai subtipe yang paling mematikan.7,8 1 Hingga saat ini, modalitas terapi yang dianggap efektif untuk medulloblastoma grup 3 adalah radiasi dan kemoterapi.9 Namun, untuk anak-anak, modalitas terapi ini merugikan karena dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Radiasi dan kemoterapi dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan neurokognitif yang parah, retardasi mental, dan penurunan fungsi intelektual secara progresif. Selain itu, pasien anak yang berhasil bertahan hidup karena terapi ini harus menghadapi kemungkinan efek jangka panjang munculnya malignansi sekunder, baik karena predisposisi genetik maupun mutasi DNA. 9,10 Tantangan terbesar dari penanganan medulloblastoma grup 3 adalah menemukan terapi yang dapat menghambat pertumbuhan tumor dengan efek samping seminimal mungkin. Terapi kanker dengan pendekatan genetik merupakan inovasi yang potensial untuk menghambat ekspresi gen yang terlibat dalam pertumbuhan tumor, mengecilkan ukuran tumor, dan mencegah progresivitas tumor secara efektif. Sebuah penelitian menemukan adanya suatu faktor transkripsi yang berperan penting dalam jalur genetik medulloblastoma grup 3, yaitu Growth Factor Independent-1 (GFI1).11 GFI1 ini diekspresikan pada ⅓ kasus medulloblastoma grup 3 sehingga terapi genetik yang menargetkan faktor transkripsi tersebut dapat menjadi terapi yang menjanjikan. Namun, karena faktor transkripsi secara inheren sulit untuk ditargetkan secara terapeutik (undraggable), maka diperlukan kaki tangan (accomplice) dari GFI1, berupa suatu protein yang berinteraksi dengan GFI1 dan dapat secara mudah ditargetkan.12 Penelitian tersebut menjadi sebuah peluang penemuan kaki tangan (accomplice) dari GFI1 yang dapat secara mudah ditargetkan. Oleh karena itu, inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan terkait pendekatan terapi gen untuk menghambat pertumbuhan tumor medulloblastoma perlu dilakukan untuk menurunkan angka kematian akibat medulloblastoma dan menambah five-year survival rate. Salah satu pendekatan terapi yang efektif adalah terapi target obat menggunakan modifier epigenetik yang disebut lysine demethylase 1 (LSD 1), yaitu protein yang berperan dalam diferensiasi dan pemeliharaan sel punca. LSD 1 sebagai kaki tangan (accomplice) dari GFI1 2 diinhibisi dengan LSD 1 inhibitor yang diadministrasikan secara intranasal untuk mengurangi ukuran tumor. 2. PEMBAHASAN 2.1. Potensi LSD-1 Inhibitor untuk Terapi Target Medulloblastoma (LSD 1) merupakan histon H3K4me 1/2 yang berperan sebagai komponen kunci pada berbagai kompleks ko-represor transkripsional. Kompleks ini terdiri atas Histone Deacetylase (HDAC1 / HDAC 2) dan ko-represor untuk Element-1Silencing Transcription factor (CoREST). LSD 1 dapat berinteraksi dengan faktor pluripoten dalam sel induk embrionik manusia dan berperan penting untuk menonaktifkan enhancer dalam diferensiasi sel induk. Pada beberapa tipe kanker, LSD 1 ini diekspresikan secara berlebihan.13 LSD 1 terlibat dalam inisiasi dan maintenance dari medulloblastoma melalui perannya sebagai kofaktor yang berinteraksi dengan faktor transkripsi GFI1. Ko-ekspresi dari GFI1 memicu transformasi dari neural progenitor menjadi sel-sel medulloblastoma. Ekspresi terus menerus dari GFI1 ini terbukti dapat mempertahankan pertumbuhan tumor.11,12 GFI1 memiliki dua domain, yaitu domain SNAG (Snail/GFI1) di N-terminus dan enam C2H2-type zinc fingers pada C-terminus. Kemampuan GFI1 untuk berinteraksi dengan LSD 1 dikaitkan dengan domain SNAG ini.14 Penelitian yang dilakukan Saleque et. al melaporkan bahwa mutasi domain SNAG akan mempengaruhi potensi tumorigenik dari GFI. Hal ini mengimplikasikan bahwa kemampuan GFI1 untuk bisa berinteraksi dengan LSD 1 sangatlah penting untuk aktivitas onkogeniknya pada medulloblastoma.15 Interaksi LSD 1-GFI1 yang berperan penting untuk pertumbuhan medulloblastoma ini diperkuat oleh penelitian lain yang menyatakan bahwa delesi genetik dari LSD 1 akan mengganggu pertumbuhan tumor medulloblastoma. Selain itu, efek inhibisi dari LSD 1 bersifat spesifik untuk medulloblastoma grup 3. LSD 1 juga penting untuk transformasi onkogenik yang dimediasi GFI karena GfI1 yang tidak dapat merekruit LSD 1 diketahui tidak dapat memicu tumorigenesis.16 3 Oleh karena interaksi LSD 1-GFI1 penting untuk inisiasi dan perkembangan tumor, maka LSD 1 inhibitor dapat menjadi agen terapeutik yang menjanjikan untuk mengatasi medulloblastoma grup 3. Salah satu LSD 1 inhibitor terbaik yang pernah dipelajari adalah trans-2-Phenylcyclopropylamine (PCPA/Tranylcypromine). PCPA ini menghambat LSD 1 secara irreversibel dengan membentuk PCPA-FDA adduct (produk dari reaksi adisi diantara 2 senyawa) melalui reaksi enzimatik dari LSD1. Namun, PCPA memiliki beberapa kekurangan, diantaranya potensi penghambatan yang kurang poten dan selektivitas yang tidak memadai untuk LSD 1. Untuk mengatasi keterbatasan ini, telah dikembangkan berbagai turunan PCPA berupa serangkaian inaktivator LSD 1 (senyawa seri NCD) yang dirancang dengan mengkonjugasikan PCPA dengan bagian lisin.17 Tantangan terapi berbasis LSD 1 inhibitor adalah agen pembawa yang efektif untuk mengadministrasikan LSD 1 inhibitor sehingga dapat bekerja sesuai target dan tidak mengalami kerusakan. LSD 1 inhibitor memiliki kemampuan yang cukup terbatas untuk menembus ke lokasi tumor otak. Mode delivery alternatif berupa ‘trojan horse’ nanopartikel yang dapat meningkatkan utilitas obat ini pada tumor intrakanial dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan tersebut.18 2.2. Efek Farmakologis Inhibisi LSD 1 terhadap Tumor Medulloblastoma Grup 3 Penelitian terbaru tahun 2019 yang dilakukan oleh Lee C. et. al melaporkan bahwa molekul kecil inhibitor dari LSD 1 dapat berperan sebagai agen terapeutik untuk tumor medulloblastoma grup 3. Dalam studi tersebut, dua jenis LSD1 inhibitor yakni GSK-LSD1 dan ORY-1001 dapat menghambat proliferasi medulloblastoma yang berasal dari mutasi Myc dan GFI1 (MG tumor) secara in vitro. Sebaliknya, tidak terlihat efek inhibisi dari LSD1 pada medulloblastoma yang berasal dari mutasi gen Myc dan DNp53 (MP tumor). Selain itu, inhibisi LSD1 juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sel tumor meduloblastoma subgrup SHH.19 4 Pemberian GSK-LSD1 pada tubuh mencit yang telah diimplantasi tumor MG menunjukkan perlambatan dalam pertumbuhan tumor dibandingkan dengan mencit yang hanya diberikan plasebo. Namun, GSK-LSD1 yang diberikan pada mencit dengan tumor MG intrakranial tidak mampu menghambat pertumbuhan MG. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi GSK-LSD1 di dalam otak tidak cukup adekuat untuk menghambat pertumbuhan tumor MG intrakranial. Selain itu, Lee et al. turut membuktikan bahwa pemberian LSD1 inhibitor juga efektif untuk menghambat pertumbuhan tumor setelah dilakukan pembedahan dibandingkan dengan mencit yang tidak menerima LSD1 inhibitor secara signifikan (p <0.0001 pada uji T independen one-tailed).19 2.3. Enkapsulasi LSD-1 Inhibitor dengan Nanopartikel Kitosan Administrasi obat secara intranasal merupakan salah satu metode untuk mengantarkan obat menuju ke otak tanpa harus melalui sawar darah otak.20 Rute intranasal bersifat non invasif, aman, dan mudah diadministrasikan sehingga akan meningkatkan kenyamanan pada pasien, terutama anak-anak.21 Akan tetapi, obat yang diadministrasikan melalui rute intranasal dapat mengalami hambatan fisiologis dan fisikokimia yang menyebabkan berkurangnya efikasi dari obat tersebut.22 Adjuvan berupa kapsul pembungkus dapat ditambahkan pada obat untuk melindungi dari nasal barrier dan meningkatkan efikasinya. Salah satu adjuvan tersebut adalah kitosan berukuran nano. LSD 1 inhibitor dilaporkan memiliki aktivitas anti tumor dan berpotensi sebagai terapi kanker karena peran pentingnya dalam menghambat over ekspresi LSD 1 yang memicu inisiasi tumor.19,20 Potensi antitumor tersebut didukung oleh karakteristik kitosan sebagai kapsulnya, karena kitosan merupakan carrier dari berbagai macam obat-obatan termasuk obat kimia anti kanker.21 Kitosan diketahui memiliki efek anti tumor dengan cara menghambat pertumbuhan sel kanker, mempengaruhi metabolisme sel kanker, menstimulasi apoptosis sel kanker, serta menguatkan sistem imun tubuh.23 Kitosan tersusun atas N-asetil-D-glukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin (GlcN) yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik β(1–4). Keberadaan GlcN 5 tersebut membuat kitosan bermuatan positif (kationik) sehingga dapat menargetkan permukaan sel dan reseptor sel kanker maupun sel punca kanker (cancer stem-like cells; CSCs) yang bermuatan negatif. Hal tersebut dapat meningkatkan konsentrasi obat pada situs tumor dan meningkatkan efek terapeutiknya.21,24. Sifat kationik kitosan yang kuat ini mendorong interaksinya dengan asam sialat yang ada di mukosa sehingga mampu membuka taut kedap pada sel epitel hidung. Sifat mukoadhesif nanopartikel kitosan akan meningkatkan waktu keberadaan obat di dalam hidung sehingga absorbsi dan bioavailabilitas obat akan meningkat.22 Selain itu, nanopartikel bersifat non imunogenik dan tidak toksik sehingga aman untuk digunakan pasien.21,24 Beberapa penelitian melaporkan bahwa kitosan telah digunakan sebagai carrier dari obat antikanker. Penelitian yang dilakukan Li F. et. al menunjukkan bahwa paclitaxel (obat kemoterapi) yang terintegrasi dengan nanopartikel kitosan memiliki tingkat enkapsulasi yang tinggi, yakni sebesar 94.0% ± 16.73% dengan efek lepas lambat. Konsentrasi obat di dalam sel meningkat dibandingkan dengan paclitaxel tanpa nanopartikel.25 Kim et. al dalam penelitiannya mengaitkan asam 5β-cholanic dengan rantai utama glycol chitosan untuk persiapan amphiphilic HGC partikel nano. Dengan dienkapsulasi menjadi nanopartikel oleh metode dialisis, jumlah obat paclitaxel yang dapat dimuat lebih dari 80% dibandingkan semula.26 Selain digunakan pada sel kanker, kitosan juga telah digunakan untuk mengadministrasikan obat menuju sel otak, seperti administrasi antikaspase yang terenkapsulasi oleh nanopartikel kitosan, yang dapat terdeteksi dengan cepat di jaringan otak.23 3. PENUTUP Medulloblastoma merupakan tumor sangat ganas yang menjadi salah satu penyebab kematian akibat kanker paling umum pada anak. Dari keempat subtipe medulloblastoma, grup 3 merupakan subtipe yang paling mematikan. Medulloblastoma sangat berbahaya karena tumornya bersifat invasif dengan kecenderungan metastatik secara cepat ke bagian tubuh yang lain. Selain karena tumor itu sendiri, penurunan kualitas hidup pada pasien medulloblastoma 6 merupakan efek samping dari terapi tumor yang diberikan dengan manifestasi penurunan fungsi kognitif anak, retardasi mental dan kemungkinan jangka panjang mengalami malignansi sekunder akibat kerusakan DNA. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan modalitas terapi dengan efek samping yang minimal namun tetap efektif, salah satunya adalah pendekatan terapi genetik yang menargetkan LSD1, suatu protein yang berinteraksi dengan faktor transkripsi GFI1. Interaksi LSD 1- GFI1 ini terbukti kritikal dalam inisiasi dan perkembangan tumor medulloblastoma grup 3 sehingga inhibisi LSD 1 oleh LSD 1 inhibitor dapat menjadi indikator kunci untuk pengembangan terapi target yang menjanjikan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa LSD 1 inhibitor mampu menghambat secara spesifik pertumbuhan medulloblastoma grup 3, baik secara in vitro maupun in vivo. Selain itu, pemberian LSD1 inhibitor secara signifikan memperlambat progresivitas tumor setelah dilakukan prosedur reseksi ataupun radiasi pada mencit. Hal ini menunjukkan bahwa LSD-1 inhibitor berpotensi untuk diberikan sebagai terapi adjuvan setelah dilakukan operasi terhadap medulloblastoma. Pemberian adjuvan berupa kapsul pembungkus pada obat LSD 1 inhibitor yang diberikan secara intranasal dapat melindungi obat dari nasal barrier dan meningkatkan efikasinya. Nanopartikel kitosan dapat menjadi pilihan yang tepat karena memiliki efek antitumor, bersifat non imunogenik dan non toksik sehingga aman bagi pasien. Implementasi LSD-1 inhibitor terenkapsulasi pada nanopartikel kitosan intranasal ini dapat mengatasi berbagai keterbatasan metode lain karena : 1.) Efek samping sistemik yang minimal dengan hanya menargetkan faktor yang kritikal dalam patogenesis penyakit 2.) mengoptimalisasi pelepasan obat (prolonged release) untuk meningkatkan bioavailabilitas dan efek terapeutik obat pada situs tumor 3.) Meningkatkan compliance dan kenyamanan pasien karena administrasi intranasal kitosan dapat tersedia dalam bentuk spray yang relatif mudah dipakai 4.) Administrasi secara intranasal tidak melewati sawar darah otak, sehingga jumlah obat yang berada pada otak menjadi lebih banyak, dan 5.) Kapsul kitosan 7 terbuat dari bahan alami seperti kitin yang dapat diperoleh dari limbah krustasea yang banyak tersedia di Indonesia. Terapi LSD 1 inhibitor terenkapsulasi pada nanopartikel kitosan merupakan inovasi yang efektif, aman, dan terjangkau untuk menghambat pertumbuhan medulloblastoma. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai uji klinis LSD inhibitor, uji toksikologi nanopartikel kitosan sebagai teknologi delivery, dan perbandingan pada berbagai model uji coba sangat diperlukan untuk mengetahui efikasi LSD 1 inhibitor terenkapsulasi nanopartikel kitosan sebagai terapi medulloblastoma agar segera dapat diimplementasikan dan dapat menurunkan angka kematian global akibat kanker pada anak, khususnya medulloblastoma. 8 Daftar Pustaka 1. WHO. Cancer in Children [Internet]. WHO. 2018 [cited 2019 Feb 1]. Available from : https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/cancer-in-children 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Datin. Jakarta; 2015. 3. CDC. Brain Cancer Deaths Rates Among Children and Teens Aged 1-19 years. CDC. 2017[cited 2019 Feb 1]. Available from : https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/66/wr/mm6617a5.htm 4. Cancer in Children and Aldolescence. Cancer Facts & Figures 2014. 2015 Nov 20. Available from: http://cancer.org/cancer/cancerinchildren 5. ASCO. Medulloblastoma [Internet]. ASCO. 2017 [cited 2019 Feb 1]. Available from : https://www.cancer.net/cancer-types/medulloblastomachildhood/statistics 6. Mahapatra S, Amsbaugh MJ. Cancer, medulloblastoma. InStatPearls [Internet] 2018 Oct 27. StatPearls Publishing. 7. Taylor MD, Northcott PA, Korshunov A, Remke M, Cho YJ, Clifford SC, Eberhart CG, Parsons DW, Rutkowski S, Gajjar A, Ellison DW. Molecular subgroups of medulloblastoma: the current consensus. Acta neuropathologica. 2012 Apr 1;123(4):465-72. 8. Thompson EM, Keir ST, Venkatraman T, Lascola C, Yeom KW, Nixon AB, Liu Y, Picard D, Remke M, Bigner DD, Ramaswamy V. The role of angiogenesis in Group 3 medulloblastoma pathogenesis and survival. Neuro-oncology. 2017 Apr 3;19(9):1217-27. 9. De Braganca KC, Packer RJ. Treatment options for medulloblastoma and CNS primitive neuroectodermal tumor (PNET). Current treatment options in neurology. 2013 Oct 1;15(5):593-606. 10. Packer RJ. Medulloblastoma [Internet]. Washington DC : Children’s National Medical Center; 2010 [updated 2010 Jan ; cited 2019 Feb 2]. Available from : http://www.llws.org.hk/wp- content/uploads/.../Medulloblastoma_Update_for_Website1.pdf 9 11. Roussel MF, Robinson G. Medulloblastoma: advances and challenges. F1000 biology reports. 2011;3. 12. Northcott PA, Lee C, Zichner T, Stütz AM, Erkek S, Kawauchi D, Shih DJ, Hovestadt V, Zapatka M, Sturm D, Jones DT. Enhancer hijacking activates GFI1 family oncogenes in medulloblastoma. Nature. 2014 Jul;511(7510):428. 13. Mohammad H, Smitheman K, Cusan M, Liu Y, Pappalardi M, Federowicz K, Van Aller G, Kasparec J, Tian X, Suarez D, Rouse M. Inhibition of LSD1 as a therapeutic strategy for the treatment of acute myeloid leukemia. 14. Saleque S, Kim J, Rooke HM, Orkin SH. Epigenetic regulation of hematopoietic differentiation by Gfi-1 and Gfi-1b is mediated by the cofactors CoREST and LSD1. Molecular cell. 2007 Aug 17;27(4):562-72. 15. Fiolka K, Hertzano R, Vassen L, Zeng H, Hermesh O, Avraham KB, Dührsen U, Möröy T. Gfi1 and Gfi1b act equivalently in haematopoiesis, but have distinct, non‐overlapping functions in inner ear development. EMBO reports. 2006 Mar 1;7(3):326-3. 16. Wang J, Scully K, Zhu X, Cai L, Zhang J, Prefontaine GG, Krones A, Ohgi KA, Zhu P, Garcia-Bassets I, Liu F. Opposing LSD1 complexes function in developmental gene activation and repression programmes. Nature. 2007 Apr;446(7138):882. 17. Itoh Y, Ogasawara D, Ota Y, Mizukami T, Suzuki T. Synthesis, LSD1 inhibitory activity, and LSD1 binding model of optically pure lysinePCPA conjugates. Computational and structural biotechnology journal. 2014 Feb 28;9(14):e201402002. 18. Targeted Treatment Shrinks Deadly Pediatric Brain Tumors [Internet]. 2019 [updated 2019 January 23 ; cited 2019 February 13]. Available from : https://www.sciencedaily.com/releases/2019/01/190123082214.htm 19. Lee C, Rudneva VA, Erkek S, Zapatka M, Chau LQ, Tacheva-Grigorova SK, Garancher A, Rusert JM, Aksoy O, Lea R, Mohammad HP. Lsd1 as a 10 therapeutic target in Gfi1-activated medulloblastoma. Nature communications. 2019 Jan 18;10(1):332. 20. Crowe TP, Greenlee MHW, Kanthasamy AG, Hsu WH. Mechanism of intranasal drug delivery directly to the brain. Life Sci. 2018 Feb 15;195:44-52. 21. Li J, Cai C, Li J, Li J, Li J, Sun T, et al. Chitosan-based nanomaterials for drug delivery. Molecules. 2018 Oct; 23(10): 2661. 22. Bhise SB, Yadav AV, Avachat AM, Malayandi R. Bioavailability of intranasal drug delivery system. Asian Journal of Pharmaceutics. 2008 Jan;2(4) 23. Sahin A, Yoyen-Ermis D, Caban-Toktas S, Horzum U, Aktas Y, Couvreur P, et al. Evaluation of brain-targeted chitosan nanoparticles through bloodbrain barrier microvessel endothelial cells. J Microencapsul. 2017 Nov;34(7):659-666 24. Fathi M, Majidi S, Zangabad PS, Barar J, Niya HE, Omidi Y. Chitosanbased multifunctional nanomedicines and theranostics for targeted therapy of cancer. Med Res Rev. 2018 Sep;38(6):2110-2136. 11 Lampiran Gambar 1. Uji proliferasi MG dan MP tumor setelah diberi a) GSK-LSD1, dan b) ORY-1001 secara in vitro.19 Gambar 2. Pengukuran volume tumor setelah dilakukan pembedahan. Anak panah merah menggambarkan waktu saat dilakukan reseksi, sedangkan anak panah biru menunjukkan waktu dimulainya terapi.19 12 Gambar 3. Tumor diambil setelah mencapai diameter maksimal yang diperbolehkan, setelah dilakukan terapi dengan plasebo dan GSK-LSD1 pasca tindakan operatif.19 Gambar 4. Pengukuran berat tumor setelah dilakukan terapi dengan plasebo dan GSK-LSD1 pasca tindakan pembedahan.19 https://lemahabangwadas.wordpress.com/2012/06/01/proposal-rumah-sehat-bagipenderita-penyakit-tbc/ 13