Mikroemulsi Dan Mikroemulsi Berbasis Gel Dari Obat Zaleplon Untuk Penghantaran Obat Transdermal : Preparasi, Optimasi, Dan Evaluasi. Abstrak Dalam penelitian ini, kelarutan dan permeabilitas obat zaleplon yang tergolong dalam BCS kelas II ditingkatkan dengan memasukkannya ke dalam mikroemulsi sehingga ketersediaan hayatinya meningkat. Untuk membuat gel berbasis mikroemulsi (MEBG) dalam penghantaran transdermal digunakan carbomer 940. MEBG dibedakan atas stabilitas, permeasi in vitro obat zaleplon, studi anti-inflamasi dan iritasi kulit yang dibandingkan dengan gel kontrol dan studi in vivo untuk tablet oral. Mikroemulsi yang terbentuk menunjukkan pH 5,36-5,98 (fisiologis), konduktivitas 140-186μS / cm, nilai isotropik 1,3401,417, ukuran tetesan rata-rata 63-89 nm, homogenitas, ukuran tetesan 53-61 cP dan berbentuk bulat. Nilai prediksi mikroemulsi yang dioptimalkan ditemukan hasil persiapan stabil dan ditemukan kulit tidak iritan. Ketika membandingkan edema, penghambatan MEBG (85%) dan gel kontrol (42%) dari standar, perbedaan yang signifikan diperkirakan. Pola MEBG berbeda secara signifikan dari formulasi tablet oral untuk studi in vivo. Evaluasi berbasis BBD ini akan mengurangi biaya dan waktu untuk merancang obat, pengiriman dan penargetan. Pendahuluan Zaleplon diresepkan untuk pengelolaan insomnia jangka pendek. Memiliki karakteristik berat molekul rendah 305,54, logaritmik ideal koefisien partisi log octanol / air : 1,23, dosis kecil 1-10 mg, bioavailabilitas oral buruk 30,6 ± 10,2%, dan waktu paruh 1,05 ± 0,13 jam untuk penghantaran transdermal. Terkait dengan bioavaibilitasnya yang dihasilkan (30 %), dikarenakan obat ini melalui first pass metabolism di hati ketika dikonsumsi secara oral. Zaleplon termasuk dalam BCS kelas II yang memiliki kelarutan air yang sangat rendah yang menyebabkan laju disolusinya terbatas sehingga aksi kerjanya tertunda dan berkelanjutan. Sehingga, dalam studi saat ini, dibuat mikroemulsi (MEBG O/W) baru yang berhasil dikembangkan untuk pengiriman transdermal Zaleplon dalam meningkatkan bioavailabilitas dengan mengatasi masalah kelarutan, toksisitas lambung oral, dan permeabilitas. Percobaan Dalam percobaan ini, setelah dilakukan preparasi bahan-bahan yang digunakan, selanjutnya dilakukan : 1. Skrinning komponen mikroemulsi Skrining komponen mikroemulsi menggunakan zaleplon 100 mL yang dicampur dalam masing-masing 6 mL surfaktan, air, minyak, dan kosurfaktan. Kemudian dicampur menggunakan magnetik stirer selama 72 jam pada suhu ruang. Lalu disentifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 12 menit dan difiltrasi menggunakan membran filter selulosa asetat yang berukuran 0,45 µm untuk mendapatkan supernatannya. Sejumlah zaleplon terlarut diukur pada UV spektrofotometer pada λ 374 nm. 2. Konstruksi diagram fase pseudoternari untuk mikroemulsi Konstruksi ini dilakukan dengan percobaan menggunakan bobot bahan dengan rasio yang berbeda pada minyak jarak, tween 80 (surfaktan), dan PEG 200 (kosurfaktan) dalam preparasi mikroemulsi. Ketiga diagram fase pseudometri dari mikroemulsi diatas merupakan hasil dari konsentrasi yang cocok untuk formulasi mikroemulsi dimana prinsip yang digunakan adalah prinsip Smix. Gambar pertama dengan rasio (1:1), terdapat penggabungan besar jumlah obat ke dalam mikroemulsi, yang kemudian meningkatkan aktivitas termodinamika menuju kulit. Gambar kedua dengan rasio (2:1), ada partisi kulit peningkatan aktivitas termodinamika obat. Gambar ketiga dengan rasio (3:1), terdapat pengurangan untuk penghalang difusi stratum korneum dan peningkatan laju peresapan obat di seluruh kulit karena komponen mikroemulsi yang bertindak sebagai peningkat permeasi. 3. RSM mikroemulsi RSM ini digunakan untuk membangun hubungan yang sesuai antara variabel input dan output. Dalam RSM ini merupakan order 1 yang memiliki 2 variabel kontrol. 4. BBD mikroemulsi BBD ini merupakan order 2 dengan 3 faktorial komposit, dimana BBD (Response Surface Metodologi) digunakan ini untuk mengoptimalkan variabel independen (minyak, Smix dan air) pada konsentrasi rendah (-1) dan tinggi (+1), yang menciptakan 17 kemungkinan hubungan yang terjadi dalam mikroemulsi dalam memperkirakan variabel dependen (Q24, fluks dan jeda waktu) pada pembuatan persamaan polinomial menggunakan model 1, 2 dan kuadratik. 5. Peparasi mikroemulsi dan PBS Tween 80 dan PEG 200 digunakan dalam preparasi Smix, kemudian castor oil ditambahkan dalam campuran tersebut. Dilanjutkan dengan pencampuran zaleplon 0,25 % pada campuran minyak menggunakan ultrasonikasi. Air dicampurkan tetes per tetes pada campuran sebelumnya menggunakan magnetik stirer pada suhu ruang untuk pembentukan mikroemulsi O/W. 6. MEBG fabrication and Zaleplon control gel Gel berbasis carbomer 940 disiapkan dengan konsentrasi 0,5 % ; 0,75% ; dan 1 % yang dikembangakan selama semalaman hingga membentuk gel. TEA ditambahkan dalam tetes pertetes sampai membentuk konsistensi gel yang sesuai dalam rentang pH 6-8. Oleh karena itu dioptimalkan mikroemulsi zaleplon dengan mencampurkanya secara perlahan dalam gel berbasis carbomer 0,75% dengan magnetik stirer. Kontrol gel juga dibuat dengan penambahan zaleplon PBS dalam basis gel 0,75%. 7. Karakterisasi. Viskositas, konduktivitas, indeks refraksi, ukuran droplet dan indeks polidispersi, morfologi dan bentuk permukaan mikroemulsi ditentukan dengan alat yang sesuai. Kemudian analisis dilakukan setelah 3x replikasi. 8. Studi Permeasi a) Preparasi kulit Menggunakan kulit kelinci dengan berat 2,5 kg. Dimana rambut kelinci pada area dorsal dicukur dengan pemangkas listrik. Kemudian kelinci dikorbankan dan kulit dorsal diisolasi. Setelah itu kulit direndam dalam PBS pH 7,4 selama 45 detik pada suhu 60˚C untuk mengekstrak jaringan yang melekat, lalu kulitnya dicuci air dan dipotong 1,767 cm2 untuk digunakan dalam studi in vitro. b) Studi permeasi mikroemulsi secara in vitro Titik kritais dalam studi ini adalah penembuasan obat melalui penghantaran dermal dan transdermal. Franz difusi sel dalam studi ini, dimana terdapat kompartemen donor (berisi 10 mg zaleplon) dan reseptor (berisi 12 mL PBS pH 7,4 dan PG 5% untuk menjaga kondisi sink) dan sampel kulit diletakkan diantara kompartemen tersebut, dengan bagian stratum korneum yang menghadap atas (bagian donor). Kompartemen reseptor dijaga pada suhu 37 ± 0,5˚C menggunakan water bath dan peristaltic pump digunakan untuk menghasilkan tekanan mekanik untuk menyesuaikan adanya gerakan peristaltik pada kondisi asli. Pengambilan sampel dilakukan pada 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 10. 12, 14, 16, 20, 24 jam dari kompartemen reseptor. Lalu adanya penggantian larutan sejumlah yang diambil dengan PBS dan PG 5%. Sampel yang telah diencerkan dianalisis menggunakan UV spektrofotometer. c) Analisis data permeasi Jumlah kumulatif permeasi zaleplon (Q24) ditentukan. Lalu profil grafik berisi antara Q24 dan waktu, lalu didapatkan persamaan regresi dan dicari keadaan steady statenya. 9. Desain eksperimental a) Variabel independen dan dependen DES diaplikasikan untuk konstruksi persamaan polinomial menggunakan model 1, 2 dan kuadratik dari 17 kemungkinan yang didapatkan. Sehingga akan dihasilkan persamaan non linear dari hasil perbandingan CCD dengan 3 / 4 variabel. b) Analisis dan validasi model optimasi mikroemulsi SPSS digunakan untuk validasi statistik polinomial ekuasi dari ANOVA. c) Studi stabilitas Optimalisasi dilakukan dengan sentrifugasi selama 30 menit pada kecepatan 3500 rpm. Suhu yang sangat rendah dipasang untuk menentukan 3 siklus pembekuan. Preparasi disimpan pada suhu 40 ± 20˚C selama 6 bulan. Pengambilan sampel dilakukan dalam interval waktu 1, 2, 3, dan 6 bulan.Diperiksa kejelasan visual atau transparansinya. d) Studi iritasi kulit dari MEBG Mexameter digunakan untuk mengukur eritema yang terjadi pada kulit dorsal yang telah dicukur. Pita perekat untuk menutupi kulit selama 1 minggu. e) Studi antiinflamasi Dibuat 3 grup dimana grup 1 kulit tanpa sampel pengobatan, grup 2 & 3 kulit dengan sampel pengobatan kontrol dan zaleplon MEBG yang dipasang 1x sehari selama 7 hari. Formalin diaplikasikan 1 jam sebelum pemasangan sampel kontrol dan zaleplon MEBG. Studi ini dilakukan sebanyak 3x replikasi. f) Evaluasi in vivo 24 kelinci dipilih dan dibagi menjadi 2 grup yang diberikan kapsul oral. Dalam studi ini diberikan dosis tunggal untuk 8 jam, kemudian sampel darah diekstraksi untuk pemeriksaan kadar zaleplon. Sampel darah disentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm. Plasma yang didapatkan dipindahkan ke tabung baru dan dibekukan. Selanjutnya, perklorik asam ditambahkan dengan 1 mL sampel plasma untuk mengendapkan protein. Lalu diputar dengan vortex pada 3000 rpm selama 2 menit kemudian disentifugasi selama 10 menit yang menghasilkan supernatan jernih yang dicampur dengan fase gerak (metanol 50 % dan buffer amonium asetat 50 %) untuk mengecek onsentrasi zaleplon menggunakan HPLC reverse phase. Didapatkan puncak kromatografi pada λ 232 nm. Fase gerak disaring menggunakan membran berdiameter 0,45 µm dan dihilangkan gasnya menggunakan ultrasonikasi. Didapatkan kurva regresi linear. g) Analisis statistik Analisis dilakukan dengan one way ANOVA dan paired sampel t-test, dimana bila p < 0,05 menunjukkan minalnya perbedaan signifikan dari sampel. Nilai – nilai dicatat dan dianalisis sebanyak 3x. Data yang didapat digambarkan sebagai data ± S.D. Hasil menunjukkan bahwa kelarutan castor oil, tween 80, dan PEG 200 adalah yang paling tinggi diantara sampel lainnya.