Setyadeng 2010 6 Gambar 4: (A) kesan T1 secara horizontal menunjukkan massa berbatas tegas dan dindingtipis dengan intensitas tinggi yang homogen pada vulva. (B) kesan T2 horizontalmenunjukkan massa 5x10 cm berbatas tegas dengan intensitas tinggi homogen padavulva. [8] bGambar 4. (A) CT tanpa kontras dan (B) CT dengan kontras menunjukkan massa berbatas tegas dan dinding tipis dengan densitas rendah homogen pada sisi kiri vulva. [8] 7 VI. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 1. Bartholin gland malignancy Karena kelenjar bartolini biasanya menyusut selamamenopause, massa vulva pada wanita yang lebih tua lebih mungkinuntuk menjadi ganas dan harus dibedakan dari massa vulva jinak lainnya. Hal ini terutama berlaku jika massa tersebut padat, irregular,nodular. [9] Karsinoma primer kelenjar bartolini berkisar 5% dari semuakanker vulva. Karsinoma kelenjar bartolini dapat menjadi skuamosa jika mereka berasal dekat lubang pada saluran, papiler jika merekatimbul dari epitel transisi dari duktus, atau adenocarcinoma jikamereka muncul dari kelenjar itu sendiri. Sekitar 50% dari tumor kelenjar Bartolini adalah karsinoma sel skuamosa. Pada tahun 1993,Felix et al. menunjukkan bahwa pada karsinoma bartolini skuamosa,enam dari tujuh kasus mengandung human papillomavirus (HPV). [9] Gambar 5. Adenocarcinoma bartolini. [10] 8 2. Abses BartoliniDua persen wanita dapat mengalami kista atau abses kelenjar Bartolini. Abses hampir tiga kali lebih umum dari kista. Abses bartolini terbentuk dari infeksi kelenjar primer lainnya atau infeksikista. Pasien dengan abses mengeluh nyeri vulva akut progresif.Penelitian telah menunjukkan bahwa abses biasanya polimikroba dan jarang disebabkan patogen menular seksual. [11] Pada abses bartolini, pasien umumnya memiliki massa yanglunak dan fluktuan dengan kemerahan dan bengkak di sekelilingnya.Pada beberapa kasus, dapat terdapat area selulitis pada sekitar abses.Apabila abses ruptur secara spontan, maka cairan purulen akan keluar.Lain halnya dengan kista bartolini yang memiliki massa unilateralyang tidak nyeri tanpa tanda selulitis di sekelilingnya dan cairan yangkeluar dari kista bila ruptur bukan cairan purulen. DAFTAR PUSTAKA 1. Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi . Yogyakarta : SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul. 2. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams . Jakarta: EGC. 3. Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi . Edisi 2. Jakarta : Erlangga. 4. Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). Ilmu Kandungan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 5. Blumstein, A Howard. 2005. Bartholin Gland Diseases . http://www.emedicine.com/emerg/topic54. 6. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html. 7. Stenchever MA. Comprehensive gynecology. 4th ed. St. Louis: Mosby, 2001:482–6,645–6. 8. Hill DA, Lense JJ. Office management of Bartholin gland cysts and abscesses. Am Fam Physician . 1998;57:1611–6.1619–20. 9. Govan AD, Hodge C, Callander R. Gynaecology illustrated. 3d ed New York: Churchill Livingstone, 1985:19,195–6 10. Aghajanian A, Bernstein L, Grimes DA. Bartholin's duct abscess and cyst: a case-control study. South Med J . 1994;87:26–9. 11. Visco AG, Del Priore G. Postmenopausal Bartholin gland enlargement: a hospital-based cancer risk assessment. Obstet Gynecol . 1996;87:286–90. 12. Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and Abscess . http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm 13. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sinclair, Constance.2003. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L.2008. Buku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC edisi 9 (hal 625) Prawiroharjo, Sarwono.2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (hal 205)