Uploaded by Ririn Intania

MAKALAH RATIFIKASI HK. INTERNASIONAL RIRIN INTANIA XI IPA 1

advertisement
MAKALAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
PROSES RATIFIKASI HUKUM INTERNASIONAL MENJADI HUKUM
NASIONAL
OLEH : RIRIN INTANIA
KELAS : XI IPA 1
PEMBIMBING : Dra. Yurnilis
SMAN 1 SUMATERA BARAT
TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas taufik dan
hidayah- Nya jualah saya dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Kewarganegaraan
ini
dengan tema Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional.
Makalah ini membahas cara – cara melakukan ratifikasi Hukum Internasional menjadi
Hukum Nasional menurut Undang - Undang dan dan Undang – Undang Dasar 1945.
Bimbingan dan motivasi dari keluarga, guru, dan teman-teman saya yang sangat
membantu hingga makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terimakasih atas segala dukungan dan bimbingan yang telah diberikan.
Makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata, penulisan, dan kekhilafan lainnya. Dengan ini diharapkan kritik
dan saran dari pembaca agar dapat membantu perubahan makalah yang lebih baik lagi nantinya.
Semoga penulisan ini berguna bagi pembaca, khususnya warga SMAN 1 Sumatera Barat
agar menambah rasa nasionalisme siswa.
Padang Panjang, 27 Mai 2015
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hubungan internasional telah melahirkan hak dan kewajiban antar subyek hukum (negara)
yang saling berhubungan baik dalam bentuk hubungan bilateral, regional maupun multilateral.
Salah satu komponen dalam hubungan internasional adalah hukum internasional.Hukum
internasional menjadi pedoman dalam menciptakan suasana kerukunan dan kerjasama yang
saling menguntungkan. Hukum
internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah
bersama yang penting dalam hubungan antara subjek-subjek hukum internasional.
Hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran tata pergaulan
internasional. Adanya hukum internasional sebagai akibat praktik penggunaannya oleh berbagai
negara sebelumnya menjadikan hukum internasional menjadi hal yang penting dalam tata
pergaulan internasional.
Karena pentingnya hukum internasional tersebut, maka setiap Negara dirasa perlu untuk
meratifikasi hukum internasional tersebut menjadi hukum nasional.
Untuk meratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional menggunakan aturan –
aturan dan proses – proses yang tercantum dalam UU dan UUD 1945.
Karena itu, penulis ingin menjelaskan kepada pembaca mengenai proses ratifikasi hukum
internasional menjadi hukum internasional berdasarkan Undang – Undang No. 24 tahun 2000
dan Pasal 11 Ayat 1 Undang – Undang Dasar 1945
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara meratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional menurut UU
No. 24 Tahun 2000?
2. Bagaimana cara meratifikasi hukum internasional menurut Pasal 11 ayat 1 Undang –
Undang Dasar 1945?
3. Apa contoh proses ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional?
C. TUJUAN PENULISAN
Menambah pengetahuan pembaca mengenai cara meratifikasi hukum internasional
menjadi hukum nasional berdasarkan Undang – Undang No. 24 Tahun 2000 dan Pasal 11
ayat 1 Undang- Undang Dasar 1945.
D. MANFAAT PENULISAN
Bagi Penulis
Melalui makalah ini, penulis mampu memberikan informasi kepada pembaca mengenai
proses ratifikasi yang hukum internasional menjadi hukum nasional berdasarkan UU No. 24
Tahun 2000 dan Pasal 11 Ayat 1 UUD 1945.
Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca serta mengetahui cara meratifikasi hukum
internasional menjadi hukum nasional berdasarkan UU No. 24 Tahun 2000 dan Pasal 11
Ayat 1 UUD 1945.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Ratifikasi
Menurut Ensiklopedia Indonesia, ratifikasi adalah pengesahan suatu dokumen negara
oleh parlemen, khususnya pengesahan undang-undang perjanjian Internasional dan persetujuan
hukum internasional.
Ratifikasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 Ratifikasi oleh badan eksekutif. Ratifikasi ini biasanya dilakukan oleh raja-raja absolut dan
pemerintahan otoriter.
 Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang digunakan
 Ratifikasi campuran, yaitu ratifikasi yang dilakukan oleh eksekutif kemudian disahkan oleh
badan legislatif negara yang mengadakan perjanjian. Sistem ini pada umumnya dianut
negara-negara di dunia sekarang ini.
2. Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional
Dalam kehidupan masyarakat internasional, ada interaksi antara hukum internasional dan
hukum nasional. Negara dalam hidup bernasyarakat membentuk hukum internasional, sedangkan
masing-masing negara memiliki hukum nasional. Perjanjian yang di buat oleh negara masuk
dalam runag lingkup hukum internasional, tetapi untuk mengimplementasikan hukum
internasional sering memerlukan perundang-undangan nasional. Kekebalan diplomatik yang
disediakan hukum internasional, tidak ada artinya bila tidak diakui dan tidak dilindungi oleh
hukum nasional.
Kaitannya dengan hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, dapat
diambil suatu aturan bahwa hukum nasional tidak mempunyai pengaruh pada kewajiban negara
di tingkat internasional, tetapi hukum internasional tidak sama sekali meninggalkan hukum
nasional.
Namun untuk menentukan lebih jauh bagaimana hukum internasional dan hukum
nasional harus saling bereksistensi, serta apa yang terjadi bila ada konflik antarkeduanya,
digunakannlah teori hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional, yaitu teori
monisme dan teori dualisme.
a. Menurut teori dualisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistim
hukum yang secara keseluruhan berbeda.
b. Menurut teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional itu merupakan bagian
yang saling berkaitan dari satu sistem hukum pada umumnya.
Berdasarkan teori monisme dengan primat hukum internasional, hukum nasional
herarkinya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk
pada hukum internasional dalam arti hukum nasional harus sesuai dengan hukum
internasional. Namun ada pula monisme yang menganggap hukum nasional sejajar dengan
hukum internasional. Keduanya harus sesuai dengan kaidah dan nilai-nilai suatu sistim
hukum pada umumnya.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional
a. Proses ratifikasi hukum internasional menurut UU No.24 tahun 2000 tentang
perjanjian internasional.
Dalam UU No.24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional, dinyatakan bahwa
pembuatan perjanjian internasional harus didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, saling
menguntungkan dan memperhatikan hukum nasional atau hukum internasional yang berlaku.
Pada pasal 5 disebutkan bahwa pembuatan perjanjian harus didahului dengan konsultasi dan
koordinasi dengan menteri luar negeri dan posisi pemerintah harus dituangkan dalam suatu
pedoman delegasi.
Pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undangundang. Perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam
Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang tersebut
adalah :
·
Ketentuan Umum
·
Pembuatan Perjanjian Internasional
·
Pengesahan Perjanjian Internasional
·
Pemberlakuan Perjanjian Internasional
·
Penyimpanan Perjanjian Internasional
·
Pengakhiran Perjanjian Internasional
·
Ketentuan Peralihan
·
Ketentuan Penutup
Pengesahan perjanjian internasional merupakan tahap yang sangat penting dalam proses
pembuatan perjanjian internasional karena pada tahap tersebut suatu negara menyatakan diri
untuk terikat secara definitif. Tentang pengesahan perjanjian internasional dapat dibedakan
antara pengesahan dengan undang-undang dan pengesahan dengan keputusan presiden.
1.
Pengesahan dengan undang-undang
Apabila berkenaan dengan hal-hal berikut :
- Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara.
·
- Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah
·
-Kedaulatan negara
·
- Hak asasi manusia dan lingkungan hidup
·
- Pembentukan kaidah hukum baru
·
- Pinjaman atau hibah luar negeri
Pengesahan perjanjian internasional melalui undang-undang dilakukan berdasarkan
materi perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk atau nama (nomenclature) perjanjian.
2.
Pengesahan dengan keputusan presiden
Jenis-jenis perjanjian yang pengesahannya melalui keputusan presiden pada umumnya
memiliki materi yang bersifat procedural dan memerlukan penerapan dalam waktu
singkat tanpa mempengaruhi peraturan perundang-undangannasional, diantaranya adalah
perjanjian induk yang menyangkut kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
ekonomi,
dan
teknik,
perdagangan,
kebudayaan,
pelayaran
niaga,
kerjasama
penghindaran pajak berganda, dan kerjasama perlindungan penanaman modal sertas
perjanjian-perjanjian yang bersifat teknis lainnya
Catatan:
Klasifikasi menurut materi perjanjian dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum dan
keseragaman bentuk pengesahan perjanjian internasional dengan undang-undang
sebaliknya, pengesahan perjanjian internasional yang tidak termasuk dalam kategori
perjanjian internasional dilakukan dengan keputusan presiden (pasal 11) dan salinannya
disampaikan kepada DPR untuk dievaluasi.
b. Proses ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945menyatakan bahwa “ presiden dengan persetujuan dengan dewan
perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.
Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kerjasama antara eksekutif (presiden) dengan legislatif
(DPR), harus diperhatikan hal-hal berikut :
·
Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain.
· Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan
akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU harung dengan
persetujuan DPR.
· Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan UU.
Perjanjian yang disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan
oleh presiden ialah perjanjian yang berbentuk treaty dan mengandung materi :
·
Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik negara
seperti perjanjian-perjanjian persahabatan, perubahan wilayah atau penetapan tapal batas.
·
Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya dapat mempengaruhi haluan politik
negara, perjanjian kerjasama ekonomi, atau pinjaman uang.
·
Soal-soal yang menurut UUD atau menurut system perundangan harus diatur
dengan UU,seperti soal-soal kewarganegaraan dan soal kehakiman.
Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui
cara-cara sebagai berikut :
· Penandatangan;
· pengesahan;
· pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik;
· cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.
Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan,
perundingan, perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan.
Dalam mengesahkan suatu perjanjian internasional, lembaga pemrakarsa yang terdiri atas
lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen,
menyiapkan salinan naskah perjanjian, terjemahan, rancangan undangundang, atau rancangan
keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional dimaksud serta dokumendokumen lain yang diperlukan.
Perjanjian internasional berakhir apabila :
o terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;
o tujuan perjanjian tersebut telah tercapai;
o terdapat perubahan mendasar yang menpengaruhi pelaksanaan perjanjian;
o salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
o dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
o muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
o objek perjanjian hilang;
o terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional
Proses ratifikasi di Indonesia adalah :
o Proses penyiapan RUU untuk perjanjian internasional;
o Mendapat persetujuan dari DPR
o Pengesahan oleh presiden dan pengundangan oleh mensesneg atas perintah presiden
2. Contoh Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional
·
Persetujuan Indonesia- Belanda mengenai penyerahan Irian Barat (Papua) yang ditanda
tangani di New York (15 Januari 1962) disebut agreement. Akan tetapi, karna pentingnya
materi yang diatur di dalam agreement tersebut maka dianggap sama dengan treaty. Sebagai
konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan DPR dalam bentuk “pernyataan
pendapat”.
·
Perjanjian antara Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia
dengan Papua New guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 Februari 1973 dalam bentuk
agreement. Namun, karena pentingnya materi yang diatur dalam agreement tersebut, maka
pengesahannya memerlukan persetujuan DPR dan dituangklan ke dalam bentuk UU, yaitu
UU No.6 Tahun 1973.
·
Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia dengan Singapura tentang
selat Singapura (25 Mei 1973). Sebenarnya materi persetujuan ini cukup penting, namun
dalam pengesahannya tidak meminta persetujuan DPR melainkan dituangkan dalam bentuk
“keputusan presiden
Tentang hal-hal yang berkenaan tentang perjanjian internasional sebenarnya sudah ada
UU yang mengatur yaitu UU 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional namun UU ini
masih belum mengatur jelas tentang kedudukan dari Hukum Internasional dengan Hukum
nasional,apakah ada tingkatan antara kedua hukum ini atau keduanya merupakan satu kesatuan
sistem hukum.Salah satu hukum dari perjanjian internasional yang telah menjadi hukum nasional
(telah diratifikasi) yaitu UCLOS 1982 yang diundangkan menjadi UU 17 Tahun 1985
Dalam suatu hal yang dimuat dalam ratifikasi perjanjian internasional tidak selalu diatur
oleh 1 jenis macam perundangan,misalkan perairan yang diatur UU 17 Tahun 1985 Konvensi
Hukum Laut (hasil ratifikasi UNCLOS) ternyata perairan juga diatur dalam jenis peraturan
perundangan yang lain yaitu UU Perpu 4 tahun 1960.
Dalam hierarki peraturan perundangan Indonesia masing-masing jenis perundangan
memiliki muatan sendiri-sendiri yang harus dimuat dan tentu saja jika dicari lebih jauh dari yang
teratas sampai ke bawah akan mengerucut pada UUD NRI 1945 kemudian sampai ke grundnorm
norma dasar kita yaitu Pancasila.Hal inilah yang menjadi dasar kenapa hal-hal yang berkaitan
dengan perairan nasional hasil ratifikasi UNCLOS harus diundangkan dalam bentuk produk
UU.Pada hasil perjanjian konvensi laut 1982 banyak mengatur tentang kedaulatan,wilayah
negara,dan pembagian daerah.Hal-hal sepenting ini tentu tidak dapat hanya diatur melalui
peraturan seperti PP atau malah Perda karna telah menyangkut kepentingan skala nasional,akan
berbeda jika hal-hal yang diatur bukan kepentingan nasional seperti penyelenggaraan
kepentingan daerah.Jika hanya menyangkut daerah barulah perundangan dapat dilakukan dalam
bentuk Perda.
Seperti yang telah disebutkan,meskipun UU 1985 ini merupakan perundangan yang
diserap dari Perjanjian Internasional namun ketentuan-ketentuan di dalamnya tidak boleh
bertentangan dengan norma dasar negara kita,sehingga untuk itulah diadakan pengesahan dengan
persetujuan antara presiden dan DPR dalam meratifikasi suatu perjanjian
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Ratifikasi merupakan proses penandatanganan yang dilakukan oleh pemerintah dengan
lembaga perwakilan rakyat. Dalam prakteknya, ratifikasi dapat dibedakan antara lain ; ratifkasi
oleh badan eksekutif, ratifikasi oleh badan legislatif, dan ratifikasi campuran (pemerintah dan
parlemen). Ratifkasi campuran, merupakan ratifkasi yang paling banyak diterapkan.
Download