1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di ranah publik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa gerakan sosial feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda terbukanya ruang publik bagi perempuan. Dimulai dengan munculnya gerakan feminisme liberal yang mengajukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan, yaitu menghentikan marginalisasi perempuan dengan memperjuangkan perubahan hukum dan peraturan yang memungkinkan bagi perempuan untuk memiliki akses dan kontrol yang sama terhadap pekerjaan dan imbalan ekonomi (M. Fakih: 2009). Kemudian dilanjutkan dengan munculnya gerakan feminisme marxis yang mencoba melakukan gerakan melalui kritik terhadap kapitalisme, terutama yang berkaitan dengan sistem mode produksi. Mereka lebih menekankan pada pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas yang tertindas lainnya (Marisa Rueda, Marta Roodriguez, dan Susan: 2007). Lalu muncul lagi feminisme radikal yang berusaha melihat diskriminasi perempuan dengan cara berbeda. Mereka melihat masalah utamanya adalah sistem patriarki, dimana seluruh sistem kekuasaan dipegang oleh laki-laki terhadap perempuan. Sehingga mereka berjuang untuk mengakhiri relasi laki-laki dan perempuan. 2 Indonesia pun memperoleh dampak dari gerakan feminisme ini, ruang publik pun terbuka. Dilihat dari perkembangan yang ada di Indonesia dengan tuntutan dan perubahan yang ada, gerakan feminisme liberal lebih mendominasi. Telah banyak perempuan yang turut serta sebagai motor penggerak perekonomian keluarga dan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan pada umumnya, baik sebagai petani, pedagang, guru, pekerja di sektor informal ataupun sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010, jumlah penduduk perempuan di Indonesia 118.010.413 jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki 119.630.913. Jumlah yang hampir sama antara penduduk laki-laki dan perempuan ini mengindikasikan bahwa perempuan sebagai salah satu penyumbang kemajuan negara, terkhusus di bidang ketenagakerjaan. Cukup besar serta berimbangnya jumlah tenaga kerja perempuan ini mengharuskan pihak pemerintah negara Indonesia untuk mengadakan aturanaturan berupa perundang-undangan untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja. ILO (International Labor Organization) sebagai organisasi perburuhan yang berskala internasional di bawah naungan PBB yang memiliki 183 anggota, berusaha membuat aturan-aturan dalam bentuk konvensi sebagai instrumen sah yang mengatur aspek-aspek administrasi perburuhan, kesejahteraan sosial atau hak asasi manusia. Bagi negara anggota yang meratifikasi konvensi mengemban dua tugas sekaligus, yakni komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan 3 konvensi, dan kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi secara internasional. Indonesia pun sebagai anggota ILO juga turut meratifikasi 18 (delapan belas) konvensi terkhusus yang berkaitan dengan kesetaraan gender di dunia kerja per tanggal 12 September 2011. Tabel 1.1 Konvensi ILO yang telah Diratifikasi Indonesia Konvensi C19 C27 C29 C45 C69 C81 C87 C88 C98 C100 C105 Konvensi tentang Kesetaraan Perlakuan (Konpensasi Kecelakaan) Konvensi tentang Pencatatan Beban (Paket yang dikirim dengan Kapal Besar) Konvensi tentang Kerja Paksa Konvensi tentang Kerja Bawah Tanah (bagi perempuan) Konvensi tentang Sertifikasi Juru Masak Kapal Konvensi tentang Pengawasan Perburuhan Konvensi tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi Konvensi tentang Pelayanan Ketenagakerjaan Konvensi tentang Hak Berorganisasi danPerjanjian Kerja Bersama Konvensi tentang Upah yang Sama untuk Jenis Pekerjaan yang sama Konvensi tentang Penghapusan KerjaPaksa Tanggal Ratifikasi 12:06:1950 Status Ratifikasi 12:06:1950 Ratifikasi 12:06:1950 Ratifikasi 12:06:1950 Ratifikasi 30:03:1992 Ratifikasi 29:01:2004 Ratifikasi 09:06:1998 Ratifikasi 08:08:2002 Ratifikasi 15:07:1957 Ratifikasi 11:08:1958 Ratifikasi 07:06:1999 Ratifikasi 4 C106 C111 C120 C138 C144 C182 C185 Konvensi tentang Istirahat Akhir Pekan (Komersial dan Perkantoran) Konvensi tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) Konvensi tentang Kebersihan (Komersial dan Perkantoran) Konvensi tentang Upah Minimum Konvensi tentang Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) Konvensi tentang Bentuk-Bentuk PekerjaanTerburuk Anak-Anak Konvensi tentang Dokumen Identitas Pelaut (Revisi) 23:08:1972 Ratifikasi 07:06:1999 Ratifikasi 13:06:1969 Ratifikasi 07:06:1999 17:10:1990 Ratifikasi Ratifikasi 28:03:2000 Ratifikasi 16:07:2008 Ratifikasi Sumber: ILOLEX, http://www.ilo.org/ilolex/english/index.htm Meskipun pemerintah Republik Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi ILO, khususnya Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Pekerjaan dan Jabatan, ternyata masih ada beberapa kasus yang menunjukkan kurangnya pengawasan pemerintah terhadap realisasi standarisasi di atas. Kebanyakan perempuan pekerja belum menikmati penghargaan dan penghormatan yang sama dengan laki-laki sesuai dengan sumbangannya dan beban kerjanya sebagai dampak dari diskriminasi yang terus-menerus terjadi. Kaum perempuan masih menghadapi beragam masalah dalam mengakses pendidikan dan pelatihan, dalam mendapatkan pekerjaan, dan dalam memperoleh perlakuan yang sama di tempat kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Colorado Denver pada tahun 2010 ditemukan bahwa perempuan cantik mengalami diskriminasi saat melamar pekerjaan yang dianggap "maskulin" dan pekerjaan yang tidak membutuhkan penampilan yang menarik. Sebaliknya, kaum laki-laki tidak mengalami diskriminasi yang sama dan selalu mendapat keuntungan. 5 Berdasarkan berita yang diterbitkan oleh website antaranews.com pada bulan Agustus 2010, menurut hasil penelitian majalah Newsweek baru-baru ini terhadap 202 manajer dan 964 anggota masyarakat. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa wajah berperan dalam segala aspek di tempat kerja dan terutama bagi perempuan. Daya tarik lebih bermanfaat bagi perempuan yang melamar jenis pekerjaan feminin daripada jenis pekerjaan maskulin. Perempuan cantik cenderung dikelompokkan dalam pekerjaan seperti resepsionis atau sekretaris. Perempuan cantik cenderung diabaikan dalam kategori pekerjaan seperti direktur keamanan, sales perangkat keras, penjaga penjara dan sopir truk gandeng. Selain itu, Yayasan Jurnal Perempuan melalui situs resminya (http://jurnalperempuan.com) dalam artikel yang berjudul “Hak-hak Buruh (Pekerja) Perempuan” diterbitkan pada tanggal 25 Mei 2011, ditemukan adanya diskriminasi pemberian upah terhadap perempuan. Upah perempuan lebih rendah dari laki-laki karena buruh perempuan selalu dianggap berstatus lajang. Buruh perempuan tidak mendapat tunjangan keluarga, serta jaminan sosial untuk suami dan anak. Kemudian, perempuan sangat sulit memperoleh promosi jabatan karena selalu ditempatkan di posisi yang lebih rendah dari laki-laki, yang tidak mensyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Perempuan ditempatkan pada pekerjaan yang hanya membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kerapihan, dan biasanya hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan setiap hari selama bertahuntahun. 6 Kendala-kendala ini dapat menimbulkan pelanggaran akan hak-hak dasar serta menghambat kesempatan kaum perempuan dalam dunia kerja. Pada gilirannya akan merugikan masyarakat dan perekonomian Indonesia mengingat hilangnya kontribusi besar yang dapat diberikan kaum perempuan melalui tempat kerja. Meskipun perempuan Indonesia hari ini jauh lebih maju dibanding pada beberapa masa yang lalu, tetapi hal tersebut ternyata tidak memberikan kontribusi yang cukup baik bagi posisi perempuan di dunia kerja. Pemerintah bahkan lebih menomorduakan penyelesaian masalah diskriminasi perempuan. Sehingga masalah ini seakan-akan terlihat hanya milik kaum perempuan saja, bukan sebagai permasalahan bersama antara laki-laki dan perempuan. Perbaikan nasib pekerja perempuan Indonesia kerap menimbulkan banyak kontroversial dan merupakan isu yang tak pernah habis untuk diperbincangkan. Ketika perempuan masuk di dunia kerja, sering mengalami pola diskriminasi dan peminggiran yang didasari pada keyakinan dan perilaku yang menetapkan perempuan dalam posisi lebih rendah dibanding pekerja laki-laki. Nasib pekerja perempuan Indonesia bergantung kepada kepedulian pemerintah untuk lebih serius memikirkan serta memberi perlindungan terhadap warganya. Dengan adanya diskriminasi bahkan menunjukkan adanya eksploitasi terhadap perempuan Indonesia hingga saat ini merupakan bukti nyata bahwa kurang terlindunginya hak-hak pekerja perempuan di Indonesia Dalam penelitian ini, penulis menjadikan kota Makassar sebagai ruang lingkup objek penelitian. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010, 7 jumlah penduduk perempuan 676.654 jiwa yang lebih besar dibanding jumlah penduduk laki-laki yang hanya 662.009 jiwa. Selain itu berdasarkan buku “Makassar Dalam Angka Tahun 2010” jumlah penduduk perempuan dilihat dari usia produktif kerja (usia 15-64 tahun) berada pada angka 459.505 jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki berada pada angka 399.428 jiwa. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja perempuan memiliki potensi jauh lebih besar memberikan sumbangsih dalam perkembangan ekonomi di kota Makassar. Dari jumlah di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini jumlah wanita lebih banyak dibandingkan pria. Demikian halnya realitas yang terjadi di Makassar. Namun sayangnya, jumlah kaum perempuan yang lebih tersebut belum sebanding dengan jumlah yang terserap ke lapangan kerja. Hal ini dibenarkan dengan data dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Makassar. Namun kenyataan berkata lain. Pada tahun 2010, di kota Makassar 1.600 pekerja/buruh perempuan di PHK (pemutusan hubungan kerja). Akibatnya 100 juta ibu tekor (utang) Rp30.000 untuk biaya konsumsi rumah tangga. Selain itu pula, terjadi eksploitasi tenaga kerja perempuan, baik dalam konteks migrasi kerja di luar negara (buruh migran perempuan), di dalam negara (buruh pabrik) maupun di dalam rumah tangga (PRT). Terbukanya peluang kerja bagi perempuan khususnya di kota Makassar, ternyata tidak membuat pekerja perempuan bisa diterima di semua tempat kerja. Hal ini terjadi karena masih adanya pendikotomian tempat kerja bagi perempuan. Dari jumlah tenaga kerja perempuan di kota Makassar sebanyak 37.896, pekerja perempuan banyak yang bekerja pada sektor industri, khususnya bidang jasa. 8 Beberapa contoh di antaranya adalah industri pengolahan ikan dan udang yang ada di Kawasan Industri Makassar (KIMA), dan industri lainnya. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengangkat tema mengenai sejauh mana efektifitas pelaksanaan ratifikasi konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Pekerjaan di Indonesia. Oleh karena itu, judul yang penulis ajukan yaitu Efektivitas Ratifikasi Konvensi ILO No. 111 terhadap Penghapusan Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja di Kota Makassar. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu, apakah ratifikasi konvensi ILO No. 111 sudah efektif dalam menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja di kota Makassar? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas ratifikasi konvensi ILO No. 111 yang dilakukan oleh Negara Republik Indonesia dalam usahanya menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja, khususnya di kota Makassar. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian di atas, sebagai berikut. 1. Menjadi salah satu bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan. Khususnya dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam penelitian selanjutnya. 9 2. Bagi instansi terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan, khususnya terhadap penghapusan diskriminasi di lingkungan kerja. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas 5 (lima) bab sebagai berikut : BAB I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini akan dibahas mengenai sejumlah konsep teori yang ada dan berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat. BAB III Metodologi Penelitian. Dalam bab ini dikemukakan tentang kerangka pemikiran, metode analisa data, sumber dan jenis data serta teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini. Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian. Merupakan bab pembahasan dan hasil penelitian yang meliputi. Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini membahas kesimpulan terhadap analisis yang dapat diambil oleh penulis dan saran yang diberikan penulis terkait kesimpulan hasil analisis.