BAB 3 LANDASAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP • Lingkungan hidup menurut UU no 23 tahun 1997 didefinisikan sebagai kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. • Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. • Pengelolaan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional. Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Unsur Hayati (Biotik) Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Unsur-unsur lingkungan hidup • 2. Unsur Sosial Budaya Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat. Unsur-unsur lingkungan hidup • 3. Unsur Fisik (Abiotik) Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lainlain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Peraturan dan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup di Indonesia • Landasan konstitusional: undang-undang dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. • Landasan operasional: garis-garis besar haluan negara (GBHN) yang mengamanatkan kebijaksanaan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, yang meliputi: inventarisasi dan evaluasi SDA; meneliti & menggali serta memanfaatkan SDA; penilaian & rehabilitasi SDA yang rusak dan mendayagunakan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan udara. Tabel 3.1 Landasan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup Peraturan/perundangan Tentang UU No 11 Th 1974 Pengairan UU No 5 Th 1984 Perindustrian UU No 4 Th 1982 Ketentuan pokok pengelolaan LH (diganti dg UU No 23 th 1997) UU No 5 Th 1990 Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya UU No 24 Th 1992 Penataan ruang UU No 5 th 1994 Kovensi PBB ttg keanekaragaman hayati UU No 23 th 1997 Pengelolaan lingkungan hidup UU No 41 th 1999 Kehutanan PP No 69 th 1996 Peran masyarakat dlm penataan ruang PP No 6 th 1999 Pengusahaan hutan & pemungutan hasil hutan PP No 7 th 1999 Pengawetan jenis tumbuhan & satwa PP No 19 th 1999 Pengendalian pencemaran / perusakan laut PP No 150 th 2000 Pengend kerusakan tanah utk biomassa PP No 4 th 2001 Pengend kerusakan pencemaran LH berkaitan dg kebakaran hutan/lahan Keppres 32 th 1990 Pengelolaan kawasan lindung Keppres 10 th 2000 Badan pengendalian dampak lingkungan Kepmen perindag no 134/m/sk/4/1988 Pencegahan dan penanggulangan pencemaran Kepmen LH 45 /1996 Program pantai lestari Kepmen LH 46 /1996 Pembentukan tim pengarah prog pantai lestari Kepmen LH 45 /1996 Penetapan prioritas DT I prog pantai lestari Kepmen LH 4 / 2001 Kriteria baku kerusakan terumbu karang Peraturan yang berkaitan dengan air limbah PP No 20 th 1990 Pengendalian pencemaran air PP No 82 / 2001 Pengelolaan kualitas & pengend pencemaran air Kepmen LH 3 / 1991 Baku mutu limb cair kegiatan yg beroperasi Kepmen LH 35/1995 Program kali bersih Kepmen LH 35A/1995 Proper prokasih Kepmen LH 51/1995 Baku mutu limbah cair kegiatan industri Kepmen LH 52/1995 Baku mutu limbah cair kegiatan hotel Kepmen LH 58/1995 Baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit Kepmen LH 42/1995 Baku mutu keg migas dan panas bumi Kepmen LH 35/1995 Pengganti Kepmen LH 42/1995 Kepmen LH 35/1995 Baku mutu limbah kawasan industri SK Gub Jabar No 660.31/1982 Tata cara pengend & kriteria penc lingk industri SK Gub Jabar No 38/1991 Pengend pengambilan air & pembuangan limbah Peraturan yang berkaitan dengan udara PP No 41 / 1999 Pengend pencemaran udara Kepmen LH No 35 /1993 Ambang batas emisi gas buang kend bermotor Kepmen No 13 /1995 Baku mutu emisi sumber tidak bergerak Kepmen LH No 15 /1996 Program langit biru Kepmen LH No 48 /1996 Baku mutu tingkat kebisingan Kepmen LH No 49 /1996 Baku mutu tingkat getaran Kepmen LH No 50 /1996 Baku mutu tingkat kebauan Kepmen LH No 16/1996 Prioritas DTI program langit biru Kepmen LH No 45 /1997 Indeks standar pencemaran udara (ISPU) Kepmen perindag No 410 /1998 Diganti Kepmen perindag No 110 /1998 Kepmen perindag No 110 /1998 Ozon depleting substance Kepka bapedal 107/1997 Pedoman teknis Perhitungan indeks standar pencemaran udara Kepka bapedal 205/1998 Pedoman teknis pengend penc udara sumber tidak bergerak UU No 6 / 1994 Konvensi PBB mengenai perubahan iklim Keppres No 23 / 1992 Konvensi Viena tentang ozon depleting Baku mutu lingkungan dan parameter kualitas lingkungan • UU no 23 th 1997 pasal 14 menyatakan bahwa setiap usaha kegiatan dilarang melanggar baku mutu yang ditetapkan demi terjaminnya pelestarian fungsi lingkungan hidup. • Limbah kegiatan industri yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi kriteria baku mutu limbah. • Baku mutu ditetapkan sebagai upaya pengendalian pencemaran. • Baku mutu lingkungan adalah batas kadar zat atau komponen pencemar yang ditenggang sebagai unsur lingkungan hidup. Baku mutu air Menurut PP No 82 th 2001 mutu air diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu: a. Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum atau yang mempersyaratkan mutu air sama dgn air minum. b. Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar dan lain-lain dengan persayaratan yang sama. c. Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan lainnya dengan persyaratan yang sama. d. Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi tanaman dan lainnya yang sama dengan persyaratan tersebut. Kriteria mutu air menurut kelas Parameter satuan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Residu terlarut mg/l 1000 1000 1000 2000 Residu tersus. mg/l 50 50 400 400 Fisika: Temperatur Kimia anorg: pH mg/l 6-9 6-9 6-9 6-9 BOD mg/l 2 3 6 12 COD mg/l 10 25 50 100 DO mg/l 6 4 3 0 Posfat sbg P mg/l 0,2 0,2 1 5 Kriteria mutu air lanjutan … Parameter satuan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 NO3 sbg N mg/l 10 10 20 20 NH3-N mg/l 0,5 (-) (-) (-) Arsen mg/l 0,05 1 1 1 Cobalt mg/l 0,2 0,2 0,2 0,2 Barium mg/l 1 (-) (-) (-) Boron mg/l 1 1 1 1 Selenium mg/l 0,01 0,05 0,05 0,05 Cadmium mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01 Krom (VI) mg/l 0,05 0,05 0,05 0,01 Tembaga mg/l 0,02 0,02 0,02 0,2 Kriteria mutu air lanjutan … Parameter satuan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Besi mg/l 0,3 (-) (-) (-) Timbal mg/l 0,03 0,03 0,03 1 Mangan mg/l 0,1 (-) (-) (-) Air raksa mg/l 0,001 0,002 0,002 0,005 Seng mg/l 0,05 0,05 0,05 2 Clorida mg/l 600 (-) (-) (-) Sianida mg/l 0,02 0,02 0,02 (-) Fluorida mg/l 0,5 1,5 1,5 (-) Nitrit sbg N mg/l 0,06 0,06 0,06 (-) Sulfat mg/l 400 (-) (-) (-) Kriteria mutu air lanjutan … Parameter satuan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Minyak & lemak ug/l 1000 1000 1000 (-) Detergen sbg MBAS ug/l 200 200 200 (-) Seny. fenol ug/l 1 1 1 (-) BHC ug/l 210 210 210 (-) Aldrin/dieldrin ug/l 600 (-) (-) (-) chlordane ug/l 0,02 0,02 0,02 (-) DDT ug/l 0,5 1,5 1,5 (-) metochlor ug/l 0,06 0,06 0,06 (-) endrin ug/l 400 (-) (-) (-) Kimia organik: Baku mutu air limbah • Salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan adalah akibat pembuangan air limbah dari suatu kegiatan ke lingkungan perairan. • Baku mutu air limbah adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air limbah untuk dibuang dari satu jenis kegiatan tertentu. • Baku mutu air limbah ditetapkan atas dasar konsepsi bahwa perlu adanya instrumen pengendalian pencemaran air yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya pencemaran. • Baku mutu air limbah kegiatan industri dapat dilihat pada lampiran kepmen LH No: Kep51/MENLH/10/1995 mengganti kepmen LH No 3/1991. Penentuan debit dan pencemaran air limbah 1. Penentuan debit maksimum dan debit aktual: DM = Dm x Pb DA = Dp x H Ket: nilai DA harus lebih kecil atau sama dengan DM 2. Penentuan beban pencemaran maksimum dan aktual. Beban pencemaran didasarkan pada jumlah unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah. BPM = (CM)j x Dm x f BPA = (CM)j x DA/Pb x f BPMi = BPM x Pb / H BPAi = (CA)j x Dp x f Ket: nilai BPA harus lebih kecil atau sama dengan BPM dan nilai BPAi harus lebih atau sama dengan BPMi Pengendalian pencemaran dan perusakan laut • Diatur dengan PP No 19 th 1999 tentang pengendalian dan pencemaran laut. • Kepmen LH No Kep-02/MENKLH/1/1998 tentang baku mutu lingkungan juga mengatur dan menentukan baku mutu air laut sesuai peruntukannya seperti pada Tabel 3.6. • Merupakan kegiatan yang mencakup: inventarisasi kualitas laut, penetapan baku mutu air laut dan kriteria baku kerusakan laut, pemantauan kualitas air laut, penetapan status mutu laut di suatu daerah, perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengendalian untuk mempertahankan mutu laut. Baku mutu udara • Baku mutu udara ambien (PP No 41 th 1999), menetapkan baku mutu udara ambien nasional. Parameter yg terkandung dapat dilihat pada Tabel 3.8. • Baku mutu emisi, yaitu batas kadar maksimum beban dan atau emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien. Mutu emisi adalah emisi yang boleh dibuang oleh suatu kegiatan ke udara ambien. Jenis sumber emisi (a) Sumber tak bergerak: sumber emisi yang tetap pada suatu tempat seperti kebakaran hutan, pembakaran sampah dan industri (misal industri baja, semen, PLTU dll). Parameter yang diuji adalah kabut, H2SO4/SO3, NOx, CO, H2S, CH3SH, NH3, klorin, HCl, HF, Pb, gas-gas asam, Zn, Cd, Hg, As, radio nuklida, asap. Diatur dalam Kepmen LH No 13/1995. (b) Sumber bergerak: sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat. Diatur dlm UU No 14/1992 ttg lalu lintas dan angkutan jalan yang berisi kewajiban uji emisi gas buang kendaraan bermotor. Parameter utama adalah CO2, CO dan hidrokarbon (HC). Indeks standar pencemaran udara (ISPU) • Yaitu angka tak bersatuan yang menggambarkan mutu udara ambien di lokasi tertentu, yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan mahluk hidup lain. • Jika nilai ISPU lebih besar atau sama dengan 300, menurut pasal 26 PP No 41/1999, maka udara dalam kategori bahaya, oleh karena itu Men LH akan mengumumkan keadaan darurat pencemaran udara secara nasional, sedang Gubernur mengumumkan keadaan darurat di daerahnya. • Tabel 3.9 menyejikan nilai ISPU berdasarkan Kepmen LH No Kep-45/MenLH/10/1997. Tabel 3.3. Indeks Standar Pencemar Udara 1. kategori baik rentang 0 - 50 dengan warna hijau; 2. kategori sedang rentang 51 - 100 dengan wama biru; 3. kateoori tidak sehat rentang 101 - 199 dengan warna kuning; 4. kategori sangat tidak sehat rentang 200 - 299 dengan wama merah; 5. kategori berbahaya 300 - 500 dengan warna hitam. rentang Ketentuan mengenai limbah padat B3 • Limbah padat B3 diatur dalam PP No 18/1999, PP No 85/1999 dan keputusan BAPEDAL. • Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh industri penghasil limbah B3, yaitu: ▫ (a) menyerahkan limbah (jika tidak diolah) kepada pengumpul/pengolah limbah B3 dalam waktu tidak lebih dari 90 hari; ▫ (b) membuat dan menyimpan catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah dan waktu yang dihasilkan, waktu penyerahan limbah berikut nama pengangkutnya, sekurang-kurangnya sekali dalam 6 bulan kepada BAPEDAL dg tembusan instansi pembina dan Gubernur ybs. TUGAS RINGKASAN • PROPER ( Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) dalam Lingkungan Hidup