POSITION PAPER PENERAPAN KETENTUAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) RUMAH SAKIT DALAM RANGKA MENJAMIN MUTU PELAYAN RUMAH SAKIT UMUM KEPADA KONSUMEN (PASIEN) A. Latar Balakang Pada tanggal 6 Pebruari 2008, Menteri Kesehatan menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Keputusan ini berisi Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjadi pedoman bagi Rumah Sakit dalam menjamin pelaksanaan pelayanan kesehatan. Dalam konsideran menimbang, Keputusan Menteri (Kepmen) tersebut menyatakan bahwa RS sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu RS dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Diktum ke-empat Kepmen tersebut berisi perintah kepada setiap RS untuk menyesuaikan dengan ketentuan SPM RS dimaksud dalam waktu 2 (dua) tahun sejak Keputusan ini ditetapkan, atau tepatnya sejak tanggal 6 Pebruari 2010. Dalam lampiran Kepmen tersebut yaitu pada bab V (Penutup), disebutkan bahwa mengingat kondisi masing-masing daerah yang terkait dengan sumber daya yang tidak merata, maka diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan SPM oleh masing-masing daerah sejak ditetapkan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, sesuai dengan kondisi/perkembangan kapasitas daerah. Mengingat SPM sebagai hak konstitusional maka seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam perencanaan dan penganggaran daerah. Dari segi subtansi dan semangat pengaturan dalam Kepmen ini sangat bagus karena didalamya berisi spesifikasi teknis tentang tolok ukur SPM yang harus diberikan atau dipenuhi oleh Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah kepada masyarakat, yang berarti memberikan jaminan kepastian kualitas pelayanan kepada konsumen atau pasien yang bersifat standar. Pengaturan SPM tersebut didalamnya meliputi jenis layanan, indikator dan besaran standar yang harus dicapai, meliputi 21 unit pelayanan yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pelayanan gawat darurat Pelayanan rawat jalan Pelayanan rawat inap Pelayanan bedah Pelayanan persalinan dan perinatologi Pelayanan intensif Pelayanan radiologi Pelayanan laboratorium patologi klinik 1|P age 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Pelayanan rehabilitasi medik Pelayanan farmasi Pelayanan gizi Pelayanan transfusi darah Pelayanan keluarga miskin Pelayanan rekam medis Pengelolaan limbah Pelayanan administrasi manajemen Pelayanan ambulans/kereta jenazah Pelayanan pemulasaraan jenazah Pelayanan laundry Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit Pencegah Pengendalian Infeksi Dalam bab IV lampiran Kepmen ini disebutkan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit sesuai Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota, dan secara operasional dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota. B. Kelemahan/Disharmoni Dalam Pengaturan. Dari segi pengaturan seperti yang tercermin dalam klausul-klausul dalam batang tubuh Kepmen ini terkait dengan batas awal mulai berlakunya Kepmen ini terjadi ketidakseragaman. Pada diktum ke empat disebutkan berlaku 2 tahun sejak 6 Pebruari 2008, sejak Kepmen diberlakukan, 6 Pebruari 2010. Namun bab Penutup yang merupakan lampiran tak terpisahkan dari Kepmen ini disebutkan bahwa mengingat kondisi masing-masing daerah yang terkait dengan sumber daya yang tidak merata maka diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan SPM oleh masing-masing daerah sejak ditetapkan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Hal ini membingungkan Rumah Sakit Umum Daerah/Pemerintah Daerah. Dari segi penyebutan terminologi seperti yang diuraikan dalam konsideran menimbang butir (c) bahwa : “dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan standar pelayanan minimal Rumah Sakit yang wajib dimiliki oleh Rumah Sakit. Padahal Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457/Menkes/SK/X/2003 pada tanggal 29 Juli 2008 sudah dicabut dan diganti Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, yang digunakan sebagai dasar dalam Kepmen ini tidak tepat, karena SPM menurut definsi PP No. 65 tahun 2005 adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Dalam kaitan ini Rumah Sakit Bukan 2|P age Urusan Wajib Daerah berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam PP ini terdapat 28 Urusan Wajib yang menjadi kewenangan daerah salah satunya adalah Kewenangan Urusan Wajib Kesehatan. Rumah Sakit Umum Daerah termasuk kategori Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP No Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Badan uu yang bertugas memberikan pelayanan kepada publik atau masyarakat. Terkait dengan pemberikan layanan kepada publik ini diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kewajiban yang melakat pada badan ini adalah penyusunan dan penerapan Standar Pelayanan (SP), bukan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Terkait degan adanya kerancuan penggunaan istilah SPM, SP dan SOP ini Kementerian PAN dan RB telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor B/498/M.PAN-RB/02/2012 tanggal 14 Pebruari 2012, tentang Penegasan Penggunaan dan Penerapan Istilah Standar Operasional Prosedur, Standard Pelayanan (SP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. C. Kelemahan Dalam Implementasi Dari pengamatan yang dilakukan oleh BPKN pada beberapa Rumah Sakit pada tahun 2012 ini diperoleh fakta bahwa : 1. Pemerintah Daerah banyak yang tidak mengindahkan amanat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, karena menganggap bahwa Keputusan Menteri ini tidak jelas, berupa perintah yang bersifat wajib (mandatory) ataukah himbauan yang bersifat sukarela (voluntary). 2. Pengelola Rumah Sakit Umum Daerah sebagian berpendapat bahwa karena Kepmen tentang SPM Rumah Sakit ini tidak mendasarkan pada UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka mereka juga beranggapan bahwa SPM ini tidak wajib sehingga tidak perlu dilaksanakan, dan dalam kenyataanya meskipun Rumah Sakit tidak menjalankan SPM tidak ada teguran dari Pemerintah Derah Kabupaten/Kota maupun dari Pemerintah Daerah Provinsi. 3. Pada kenyataannya Rumah Sakit Umum Daerah lebih bersemangat melaksanakan akreditasi, baik akreditasi nasional yang dilaksanakan oleh KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 417/Menkes/Per/II/2011 atas perintah Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maupun akreditasi Internasional oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang sudah terakreditasi oleh International 3|P age Society for Quality in Health Care /ISQua. Hal ini sesuai pasal 12 Permenkes No. 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit. D. Rekomendasi. Terkait dengan hasil kajian tersebut diatas, BPKN menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan beberapa hal sebagai berikut : 1. Meninjau kembali subtansi redaksi Keputusan Menteri Kesehatan No.: 129/Menkes/SK/II/2008, tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, dan menyempurnakan menjadi ketentuan pengaturan tentang Standar Pelayanan (SP) seperti dipersyaratkan oleh UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 2. Menegaskan status Kepmen tersebut sebagai kewajiban (mandatory) baik pada Rumah Sakit (RS) milik Pemerintah (RSUP)/Pemerintah Daerah (RSUD) maupun RS Swasta. Untuk memberikan jaminan kepastian kualitas pelayanan kepada konsumen/pasien. 3. Mengingat pentingnya Standar Pelayanan tersebut sebagai guidance bagi RS dan fungsinya dalam memberikan jaminan kualitas pelayanan hendaknya disosiaisasikan dengan sistematis dan komprehensif serta dilakukan pemantauan dan penegakkan atas sanksi terhadap Rumah Sakit yang tidak menjalankan Standar Pelayanan tersebut. 4. Pemerintah perlu memberikan penghargaaan bagi RS yang telah menjalankan dengan Konsisten ketentuan tentang standar pelayanan dan melakukan penilaian peringkat atau rating kepatuhan RS terhadap ketentuan Standar Pelayanan. 5. Untuk memperoleh gambaran nyata atas kualitas pelayanan RS yang diterima oleh konsumen/pasien, perlu dilakukan pengukuran Indeks Kepuasan Konsumen /Pasien secara teratur dengan metode pengukuran yang sesuai. Indeks ini diharapkan dapat dipublikasikan setiap tahun sehingga dapat memacu peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit terus menerus. --o0o-- 4|P age