A. Pengertian Sukuk Sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarka prinsip syariah yang di keluarkan oleh emiten (perusahaan penerbit obligasi) kepada pemegang sukuk yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil / margin / fee serta membayar kembali dana investasi pada saat jatuh tempo. (Ketentuan umum fatwa dewan syariah nasional nomor 59/dsrmui/v/2007 tentang obligasi syariah mudharobah konversi). Melalui fatwanya tersebut, DSN mengkategorikan tiga jenis pemberian keuntungan kepada investor pemegang Obligasi Syariah. Yaitu, pertama adalah berupa bagi hasil kepada pemegang Obligasi Mudharabah atau Musyarakah. Kedua, keuntungan berupa margin bagi pemegang Obligasi Murabahah, Salam atau Istishna. Dan ketiga, berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan untuk pemegang Obligasi dengan akad Ijarah. Pada prinsipnya, semua Obligasi Syariah adalah surat berharga bukti investasi jangka panjang yang berdasarakan prinsip syariah Islam. Namun yang membedakan adalah akad dan transaksinya. Sukuk berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sementara itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah. Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir. Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penyertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan. Adapun perbedaan Perbedaan sukuk dengan obligas Konvensional Dalam harga penawaran, jatuh tempo pokok obligasi, saat jatuh tempo, dan rating antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional tidak ada perbedaannya. Perbedaan terdapat pada pendapatan dan return. Dimana Obligasi Konvensional pendapatan atau return didapat dari bunga bunga yang besarnya sudah ditetapkan / ditentukan di awal transaksi dilakukan. Sedangkan pada obligasi syariah pendapatan didapat dari bagi hasil di masa yang akan datang. Berikut perbandingan antara sukuk dan obligasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Deskripsi Sukuk Obligasi Dasar hukum Undang-undang Undang-undang Penerbit - Pemerintah - Pemerintah - Korporasi - Korporasi Ketentuan perdagangan trodable Trodable Sifat instrumen Sertifikat kepemilikan/ Pengakuan utang penyerahan asset-asset Tipe investor - konvensional Konvensional - syariah Penghasilan bagi investor Imbalan, bagi hasil, margin Bunga/kupon, capital gain dokumen yangdiperlukan - Dokumen pasar modal Dokumen pasar modal - Dokumen syariah Underlying asset Perlu Tidak perlu Penggunaan hasil Harus sesuai syariah bebas Lembaga terkait SPV, Syariah endorsement trustee, costodion, trustee, costodion, agen pembayar pembayar Perlu Tidak perlu agen B. Dasar Hukum Sukuk 1. Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah : 1 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. QS. Al-Isra’ : 34 Artinya: “dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” 2. Kaidah fiqh Terdapat tiga kaidah yang digunakan, yaitu: a. Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. b. Kesulitan dapat menarik kemudahan c. Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariah). 3. Pendapat Ulama Dengan mempertimbangkan beberapa dalil diatas, akhirnya dikeluarkanlah Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.” Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula. C. Karakteristik dan Macam – Macam Sukuk a. Karakteristik Sukuk Terdapat beberapa karakteristik mengenai sukuk, karakteristik tersebut adalah (Depkeu:2010): 1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat, 2. Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan, 3. Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir; 4. Penerbitannya melalui Special Purpose Vehicle (SPV), 5. Memerlukan underlying asset; dan, 6. Penggunaan proceds (hasil jual) harus sesuai prinsip syariah. b. Macam-macam Sukuk Terdapat beberapa macam-macam sukuk, antara lain: 1. Sukuk Ijarah Adalah suatu sertifikat yang memuat nama pemiliknya (investor) dan melambangkan kepemilikan terhadap aset yang bertujuan untuk disewakan, atau kepemilikikan manfaat dan kepemilikan jasa sesuai jumlah efek yang dibeli denagn harapan mendapatkan keuntungan dari hasil sewa yang berhasil direalisasikan berdasar transaksi ijarah. Ketentuan akad ijarah sebagai berikut: a) Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerah, harta perdagangan) maupun berupa jasa b) Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah piahak. c) Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik. d) Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah e) Pemakaian manfaat harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga f) Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak. Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: Investor dapat bertindak sebagai penyewa , sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor. Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten 2. Sukuk musyarakah Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk pembangunan proyek baru, mengembangkan proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada atau membiayai kgiatan usaha. 3. Sukuk istishna Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ di mana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. 4. Sukuk mudharabah Yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudarabah yang merupakan satu bentuk kerjasama, yang satu pihak menyediakan modal (rabb al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudarib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal. Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara lain bahwa: a) Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi ahsil, margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo. b) Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. c) Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemodal). d) Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. e) Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad. f) Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang. g) Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad. D. Proses Penerbitan Sukuk Dan Pihak-Pihak Dalam Penerbitan Sukuk Dalam melakukan penerbitan sukuk ada beberapa tahap-tahap dalam proses penerbitannya, antara lain Untuk menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah. 2. Memiliki fundamental dan citra yang baik. Dalam penerbitan obligasi syariah, sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui tahaptahap sebagai berikut: 1. Emiten melalui Underwriter menyerahkan proposal penerbitan obligasi syariah kepada DSN/MUI. 2. Pihak penerbit melakukan presentasi proposal di Badan pelaksana Harian DSN. 3. DSN mengadakan rapat dengan tim ahli DPS, dan hasil rapat menyatakan opini syarian terkait proposal yang diajukan. Setelah disetujui oleh DSN, maka proses penawarannya sebagai berikut : 1. Emiten menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah kepada underwriter (wakil dari emiten). 2. Underwriter melakukan penawaran kepada investor. 3. Bila investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emiten melalui Underwriter. 4. Emiten akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor. Dokumen Penawaran Dalam hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DPS (DSN). Pengawasan aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah (Depkeu:2010), yaitu: 1. Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk sampai dengan sukuk jatuh tempo. 2. Special Purpose Vehicle (SPV), adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi: a. sebagai penerbit sukuk; b. menjadi counterpart (rekan/teman imbangan) dalam transaksi pengalihan aset. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor. 3. Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing. Didalam obligasi syariah terdapat juga beberapa pokok ketentuan sukuk, yakni: ketentuan umum dan ketentuan khusus: a) Ketentuan umum Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat utang dengan kjewajiban membayar berdasarkan bunga . Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsi-prinsip syariah. b) Ketentuan khusus Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah anatara lain: Mudharobah (muqaradhoh)/qiradh Musyarokah Murabahah Salam Istishna Ijarah jenis usaha yang dilakukan emiten (mudharib) tidak boleh bertentangan denga syariah. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obigasi syariah mudharabah (shahibul mal) harus bersih dari unsur non halal. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan. E. Bentuk – Bentuk Risiko Pada Sukuk Risiko sukuk terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya: 1. Risiko Kontrak Sukuk Kontrak sukuk biasanya melibatkan pihak-pihak dan melalui tahapan-tahapan tertentu, yang menimbulkan risiko yang akan dialami oleh masing-masing pihak yang berkontrak. Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah: a. Kontrak sukuk melibatkan partnership (originator, SPV, dan investor), keadaan risiko semacam ini disebut counterparty risks. Risiko lainnya adalah moral hazard, hal itu disebabkan oleh kelalaian kemitraan dalam melaksanakan kewajiban. b. Kontrak sukuk melibatkan tiga tahapan, yaitu: 1) antara originator dengan SPV pada saat pembentukan underlying assets, 2) kontrak antara sejumlah SPV dengan sejumlah investor saat pengeluaran dan penjualan sertifikat sukuk, 3) kontrak saat penebusan setelah jatuh tempo. c. Kontrak sukuk yang melibatkan aset riil sebagai objek akad, ketika objek jual atau aset hilang dan musnah karena bencana alam, perpindahan hak milik (warisan), kematian, pengurangan nilai aset akibat perubahan harga (inflasi), maka akan memberikan pengaruh pada underlying assets dalam bentuk risiko aset dan risiko pasar. d. Pengeluaran sukuk oleh SPV menggunakan kontrak baik ijarah, musyarakah, mudharabah, salam maupun istishna masih menjadi perdebatan yang beragam hukumnya. e. Sukuk yang dijual antar negara berarti menggunakan mata uang US dollar. Risiko yang ditimbulkan oleh penjualan sukuk antarnegara tersebut adalah kesesuaian undang-undang antarnegara, hubungan politik dari satu bangsa ke lain bangsa, dan risiko kadar tukar mata uang asing. f. Jika investor ingin mencairkan dananya sebelum jatuh tempo, maka investor akan mengalami risiko likuiditas atau investor tidak dapat menukar bentuk investasi baru yang lebih unggul. Contohnya, investor memiliki sukuk mudharabah, namun karena sukuk ijarah lebih menguntungkan, maka investor ingin mencairkan dananya sebelum jatuh tempo dan ingin menukarkan pada sukuk ijarah, dan hal itu sulit dilakukan. g. Risiko terakhir adalah penebusan oleh SPV kepada investor ketika jatuh tempo, risiko yang mungkin timbul adalah jika SPV gagal membayar modal dan keuntungan kepada investor. Hal ini disebut risiko kredit dan risiko operasional. Oleh karena itu, berdasarkan bentuk kontrak dan hubungan para pihak, maka risiko sukuk secara keseluruhan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa risiko, diantaranya: Risiko Sukuk dalam Pasar Modal a) Risiko pasar Risiko pasar secara sistematis disebabkan oleh pergerakan harga pasar secara menyeluruh. Sedangkan risiko pasar secara tidak sistematis disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi penyebab utamanya, yaitu risiko nilai tukar asing, risiko kadar faedah, dan risiko likuiditas. Risiko nilai tukar asing adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Meskipun sukuk tidak berpengaruh terhadap kurs secara langsung karena ada syarat tidak boleh ada transaksi yang bersifat spekulasi (seperti forward, margin trading, option, dan swap), tetapi transaksi sukuk tetap tidak akan bisa terlepas dari valuta asing. Dalam sukuk, transaksi yang diperbolehkan adalah untuk kebutuhan transaksi dan berjaga-jaga (simpanan) dan transaksi harus tunai atau spot. Tunai ialah pembayaran cek, pemindahbukuan, transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya. b) Risiko Operasional Risiko operasional merupakan risiko yang diakibatkan oleh lemahnya sistem informasi atau sistem pengawasan intern perusahaan. Risiko ini disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) atau disebut juga moral hazard. c) Risiko kredit Risiko yang dihubungkan dengan kualitas aset atau pinjaman yang kemungkinan tidak dapat diperoleh lagi, apabila terjadi kelalaian para pihak dalam penyelesaiannya. Risiko dalam hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya 1) risiko kegagalan proses, 2) risiko pengurangan nilai, 3) risiko counterparty, dan 4) risiko penyelesaian kontrak. d) Risiko aset Risiko aset dapat dilihat berdasarkan benda aset (akibat bencana alam, kebakaran dll) dan nilai aset (perubahan harga/inflasi dll). Oleh karena itu jika aset turun nilai, maka pemilik asal aset akan mengalami kerugian disebabkan ia melakukan kontrak tersebut. Risiko lainnya adalah ketika aset yang telah dijadikan jaminan sukuk tidak dapat dijual, disewakan, atau dijadikan sebagai jaminan dalam kontrak lain, sekalipun dalam pengawasan pihak SPV. e) Risiko negara Risiko negara disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perbedaan jenis mata uang, perbedaan undang-undang cukai, perbedaan hak kepemilikan bagi penduduk asing, perbedaan penggunaan standar hukum Syariah, perbedaan aturan regulasi dan aturan mengenai financial reporting. f) Risiko counterparty Moral hazard mendominasi dalam bentuk risiko ini, dimana pihak yang berkontrak dituntut menjalankan tanggungjawab secara benar dan jujur karena ia merupakan amanah. g) Risiko kesesuaian Syariah Risiko ini timbul akibat pemahaman teoritikal fiqih yang beragam, akibatnya akan berpengaruh terhadap sukuk yang diamalkan. Contohnya, menurut sarjana Muslim kontrak sukuk murabahah hanya mengikat penjual dan tidak mengikat pembeli. Sedangkan pakar fiqih lainnya berpendapat bahwa sukuk murabahah mengikat keduanya dalam pembentukan kontrak. Risiko terbesarnya adalah pembeli dapat kapan saja membatalkan konraknya secara sepihak, hal itu dapat mengakibatkan pihak lain mengalami kerugian. 2. Risiko Khusus SPV pada Sukuk Risiko yang mungkin dihadapi oleh SPV adalah bentuk kegagalan pihak-pihak lain seperti originator dan investor dalam melaksanakan tanggungjawabnya masing-masing. Kegagalan investor mentrasfer aset, kelalaian membayar keuntungan, sewa, mark-up, ataupun diskon yang mengakibatkan SPV menghadapi kerugian. MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH SUKUK Disusun oleh: LELI FITRI AMALIA A021171306 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN 2020