Resources Allocation and Portfolio Management #HM 17 Pada kebanyakan organisasi, manajer puncak menghadapi kebijakan yang sulit karena harus mendiskriminasi beberapa proposal yang akhirnya diserahkan karena keuangan, teknologi, dan sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan tidak cukup untuk mendukung setiap inisiatif yang diajukan. Kenyataan ini merupakan alasan fundamental kenapa alokasi sumber daya sesungguhnya merupakan kebijakan tersentralisasi yang tidak bisa didelegasikan ke eselon yang lebih rendah dalam perusahaan. Dalam perusahaan bisnis, bottom line bagi alokasi sumber daya adalah penciptaan nilai. Dalam istilah keuangan, hal ini berarti bahwa profitabilitas yang dinikmati entitas ekonomi –perusahaan, bisnis, atau proyek– harus melebihi biaya modal. Biaya modal (cost of capital) adalah sebuah konsep yang telah melibatkan percabangan teknis. Dari sudut pandang yang sederhana, biaya modal mewakili tingkat pengembalian yang diharapkan (required rate of return) dari suatu investasi, dan terdiri dari dua komponen. Pertama, risk-free rate, adalah suatu kesempatan yang tersedia bagi investor yang menjamin pengembalian tanpa ketidakpastian. Setelah diyakinkan akan tingkat profitabilitas, investor yang rasional hanya akan mempertimbangkan tambahan alternatif investasi jika mereka dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Tambahan tingkat profitabilitas secara fundamental tergantung pada risiko yang melekat pada pilihan investasi keuangan, yang disebut risk premium. Dengan demikian, cost of capital sederhananya adalah risk free rate of return ditambah risk premium. Dua ukuran kinerja perusahaan yang paling relevan adalah pertumbuhan dan profitabilitas. Meskipun terdapat interaksi yang kuat diantara kedua konsep ini, kedaunya seringkali berdiri sendiri-sendiri. Ketika bisnis profitable, ini berarti ROE melebihi cost of equity capital (spreadnya positif), yang menyatakan secara tidak langsung bahwa bisnis tersebut menciptakan nilai (M/B lebih besar dari 1) dan NPV bernilai positif. Di bawah kondisi seperti ini, pertumbuhan akan secara signifikan berkontribusi terhadap penciptaan nilai pada compounding rate, dan semakin besar pertumbuhan, semakin besar pula nilai yang tercipta. Sebaliknya, bisnis yang tidak profitable ditandai dengan spread negatif, M/B kecil dari 1, NPV bernilai negatif, dan pertumbuhan merusak kontribusi yang membantu dalam mempercepat proses penghancuran nilai. Collaborate with Your Competitors – and Win #Article 9 Kolaborasi antara pesaing saat ini sudah menjadi suatu kebiasaan, bahkan semakin menguat. Perusahaan-perusahaan membutuhkan banyak uang untuk mengembangkan produk baru dan untuk memasuki pasar baru jika mereka melakukannya sendirian. Kerjasama menjadi strategi berbiaya rendah bagi pesaing baru untuk memperoleh akses pasar dan teknologi. Selain itu, waktu juga menjadi faktor penting lainnya karena aliansi memberikan jalan pintas bagi perusahaan yang ingin belajar dari pesaingnya. Perusahaanperusahaan yang diuntungkan dari competitive collaboration memegang beberapa prinsip sederhana namun powerful, yaitu: (1) kolaborasi adalah persaingan dalam bentuk lain; (2) harmoni bukan alat ukur kesuksesan yang paling penting; (3) kerjasama punya batasan; (4) belajar dari partner adalah hal yang terpenting. Why collaborate? Beraliansi dengan pesaing untuk mendapatkan teknologi atau skill baru bukan suatu tipu daya karena hal tersebut mencerminkan komitmen dan kapasitas masing-masing partner untuk menyerap skill masing-masing. Perusahaan-perusahaan Asia cenderung menggunakan aliansi untuk melakukan perubahan dalam taktik bersaing, bukan tujuan bersaing. Mereka menggunakan aliansi meningkatkan kompetensi produk dan teknologinya. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan AS cenderung beraliansi untuk menghindari investasi. Mereka lebih tertarik memanfaatkan aliansi untuk mengurangi biaya dan risiko dalam memasuki pasar atau bisnis baru daripada mendapatkan skill baru. Agar kolaborasi dapat berjalan dengan sukses, masing-masing partner harus menyumbangkan keunikan yang dimilikinya. Namun demikian, mereka harus berhati-hati dalam memilih skill dan teknologi mana saja yang dapat diberikan ke partner. Tipe dari skill yang disumbangkan oleh perusahaan adalah faktor penting yang menentukan seberapa mudah partner dapat menginternalisasi skill tersebut. Perusahaan Asia seringkali belajar lebih banyak dari partner Barat mereka dibanding sebaliknya karena mereka menyumbangkan kekuatan yang difficult-to-unravel (sulit untuk diuraikan), sementara perusahaan Barat menyumbangkan teknologi yang mudah untuk ditiru. Salah satu cara untuk membatasi transparansi adalah dengan membatasi lingkup perjanjian formal antara kedua perusahaan. Misalnya hanya membatasi aliansi pada satu teknologi saja bukan seluruhnya; pada sebagian dari lini produksi; distribusi pada sejumlah pasar yang terbatas atau periode waktu tertentu, dll. Kolaborasi tidak selalu menyediakan kesempatan untuk menginternalisasi skill partner sepenuhnya, tetapi mendapatkan benchmark baru dan tepat dari kinerja partner juga dapat menjadi suatu nilai yang sangat besar dari sebuah aliansi. Competitive collaboration juga menyediakan cara untuk lebih mendekatkan diri ke pesaing untuk memprediksi bagaimana mereka akan berperilaku ketika aliansi terurai atau ketika mereka menjalankan usahanya sendiri. Tantangan bagi perusahaan-perusahaan Barat bukan untuk menulis perjanjian yang lebih ketat, tetapi untuk menjadi pembelajar yang lebih baik seperti halnya perusahaanperusahaan Jepang dan Korea. Pembaharuan persaingan tergantung pada bagaimana perusahaan membangun kapabilitas proses yang baru dan memenangkan pertarungan produk dan teknologi baru. Kolaborasi dapat menjadi strategi berbiaya rendah untuk melakukan keduanya. Strategic Alliance Strategies #BJ 13 Strategic alliances tercipta ketika dua atau lebih organisasi independen bekerjasama dalam hal pengembangan, manufaktur, atau penjualan produk atau jasa. Strategic alliances terdiri dari 3 kategori, yaitu: 1. Non-equity alliance: hubungan kerjasama yang tercipta dikelola secara langsung melalui berbagai konrak tanpa kepemilikan cross-equity, atau tanpa pembentukan sebuah perusahaan independen. 2. Equity alliance: perusahaan-perusahaan yang bekerjasama menambah kontrak dengan kepemilikan saham di perusahaan partner. 3. Joint venture: perusahaan-perusahaan yang bekerjasama membentuk sebuah perusahaan baru yang diinvestasikan bersama dan berbagi keuntungan bersama pula. Berikut adalah sumber economies of scope antar-perusahaan yang dapat memotivasi pembentukan strategic alliances: (1) mengeksploitasi economies of scale; (2) belajar dari pesaing; (3) mengelola risiko dan saling berbagi biaya; (4) memfasilitasi tacit collusion; (5) memasuki pasar baru dengan biaya rendah; (6) memasuki industri baru dan segmen industri baru dengan biaya rendah; (7) keluar dari industri dan segmen industri dengan biaya rendah; (8) mengelola ketidakpastian. Symmetric aliance merupakan strategic alliance yang tercipta karena adanya kesamaan sasaran dan tujuan strategik, serta kesamaan keuntungan yang dicari oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu aliansi. Asymmetric aliance merupakan strategic alliance yang tercipta karena adanya perbedaan sasaran dan tujuan strategik diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu aliansi. Mixed alliances merupakan strategic alliance yang tercipta karena adanya kesamaan dan perbedaan kepentingan diantara pihak-pihak dalam aliansi. Namun demikian, aliansi tidak hanya tercipta karena adanya keinginan untuk bekerjasama, tetapi juga karena adanya keinginan untuk berbuat curang seperti adverse selection, moral hazard, dan holdup. Agar strategic alliance dapat menjadi keunggulan bersaing yang terus berkelanjutan, maka aliansi yang dibentuk tersebut harus langka dan mahal untuk ditiru, dan perusahaan yang terlibat di dalamnya harus diorganisir untuk dapat mengeksploitasi pembentukan aliansi tersebut sepenuhnya. Alliances and Joint Ventures #WMM 14 Bab ini menekankan pembahasan pada joint ventures, strategic alliances, dan minority equity investments karena melibatkan hubungan antar-perusahaan yang lebih luas. Thomson Financial Securities Data (TFSD) mencatat bahwa selama periode 1988 hingga 1999 telah terjadi 75,330 transaksi aliansi dan joint venture. Joint ventures adalah kombinasi dari beberapa aset yang disumbang oleh dua atau lebih entitas bisnis dengan membentuk perusahaan baru untuk tujuan bisnis tertentu dan waktu yang terbatas. Masing-masing partner harus memiliki sesuatu yang unik dan penting untuk ditawarkan kepada venture dan secara bersama-sama memberikan keuntungan ke partisipan lain. Rangkaian joint ventures memungkinkan perusahaan untuk dapat melakukan penetrasi pasar ke dalam area baru setiap waktu. Microsoft melakukan serangkaian joint ventures untuk masuk dan mengembangkan pasar produk baru, memperluas cakupan geografis, dan berpartisipasi dalam kegiatan technology-driven yang baru. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari joint ventures yaitu perencanaan strategik, knowledge acquisition, pengurangan risiko, aspek pajak, dan aspek internasional. Strategic alliances merupakan kebijakan atau perjanjian formal atau informal antara dua atau lebih perusahaan untuk bekerjasama dalam beberapa bentuk hubungan. Dalam industri teknologi tinggi, yang didominasi oleh goncangan dan perubahan, strategic alliances digunakan untuk mengamati kemungkinan masuk ke dalam suatu pasar, untuk memonitor perkembangan teknologi baru, dan untuk mengurangi risiko dan biaya dalam mengembangkan produk dan proses baru. Chan et al. menemukan bahwa perusahaanperusahaan yang memasuki strategic alliances menunjukkan kinerja operasi yang lebih baik dibanding perusahaan sejenis lainnya selama kurun waktu 5 tahun sejak pembentukan aliansi. Perjanjian eksklusif antar dua perusahaan dalam hal pemasaran dan teknologi memungkinkan perusahaan untuk dapat menggabungkan kekuatan yang saling melengkapi dengan lebih cepat dan lebih murah. Perjanjian tersebut juga dapat membawa pada bentuk ketergantungan lainnya diantara perusahaan. Perjanjian lisensi merupakan salah satu metoda untuk memperluas pasar bagi keunggulan produk perusahaan. Sementara franchise merupakan metoda untuk memperluas jangkauan perusahaan. Peran ekonomis dari franchise adalah untuk meminimalkan biaya pengawasan dengan memiliki operator independen yang tingkat pengembaliannya ditentukan oleh usaha dan kinerja mereka sendiri. Perbedaan antara Akuisisi, Joint Venture dan Strategic Alliance Acquisition Allows 100% control Joint Venture Firms intersect over narrow, well-defined Strategic Alliances Useful for creation of complex systems among No need for internal consensus Less flexible Larger commitment of resources Greater risk Often acquire more than is needed May cause upheaval in corporate culture Requires combining and harmonizing information systems Requires combining different corporate cultures Afford the most cost-cutting possibilities Can have partial investments as an interim step Can cross borders Can be used to try to correct previous errors in strategy selection segments multiple firms Exploits distinctive opportunities Blurs corporate boundaries Partner is usually larger than in joint venture (10/1 vs 5/1) Generally involves only two firm Requires interaction of high-level management Allows firm to focus on fewer core competencies Difficult to measure contributions of participants and to measure or assign benefits Difficult to anticipate consequences Gives firm access to people who would not otherwise work directly for them Can be used to avoid risks in a merger transaction Often small initial resource commitments Often crosses borders Tension : Each firm seeks to learn as much as possible but not convey too much Limits risk Enables joint production of single products Combine known resources Limited time duration Must be managed actively by senior executives Likely to evolve in directions not initialy planned Requires adaptability to change and new knowledge for management over time Especially useful across borders Substitute for government-prohibited, crossborder mergers Alternative Approaches to Valuation #WMM 9 Bab 9 ini menjelaskan tentang valuasi yang dihubungkan dengan kegiatan merger dan akuisisi. Valuasi penting bagi studi M&A karena banyak penyebab kegagalan akuisisi terjadi karena penawar membayar target terlalu mahal. Valuasi menggunakan data historis sebagai titik awal untuk membentuk pola penaksiran yang pertama. Valuasi bergantung pada ramalan. Kehandalan dari ramalan sangat bergantung pada analisis industri. Valuasi membutuhkan pemahaman yang teliti tentang ekonomi bisnis dan karakteristik keuangan industri. Metoda valuasi yang sering digunakan dalam analisis merger perusahaan adalah pendekatan perusahaan sebanding atau transaksi sebanding, pendekatan spreadsheet, dan pendekatan formula. Dalam pendekatan perusahaan sebanding atau transaksi sebanding, hubungan kunci yang diperhitungkan bagi sekelompok perusahaan atau transaksi sejenis merupakan dasar valuasi perusahaan yang terlibat dalam merger atau pengambilalihan. Pendekatan ini digunakan secara luas, khususnya oleh bankir investasi dan kasus hukum. Untuk menguji kesamaan, beberapa hal dapat menjadi bahan pertimbangan seperti ukuran, kesamaan produk, usia perusahaan, dan tren saat ini, diantara variabel-variabel lainnya. Salah satu keuntungan dari pendekatan ini adalah dapat digunakan untuk membangun hubungan valuasi bagi perusahaan yang tidak diperdagangkan secara umum. Pendekatan spreadsheet membuat proyeksi cash flow yang relevan. Hal ini dimulai dengan menyajikan data historis bagi masing-masing elemen balance sheet, income statement, dan cash flow statement. Pendekatan ini menyediakan basis bagi analisis detil rasio keuangan untuk menemukan pola keuangan perusahaan. Logika yang mendasari pendekatan ini dibangun atas dasar analisis capital budgeting. Keuntungan dari pendekatan ini adalah dinyatakan dalam laporan keuangan yang tidak asing lagi bagi businespersons. Selain itu, data disajikan tahun per tahun dengan detil akun balance sheet atau income statement indivudual. Tidak ada perbedaan yang jelas antara pendekatan spreadsheet dan formula. Keduanya menggunakan analisis discounted cash flow (DCF). Pendekatan spreadsheet dinyatakan dalam bentuk laporan keuangan setiap periode tahun. Pendekatan formula merangkun data yang sama dalam pernyataan yang lebih padat. kasus 7: the walt Disney company: - Strategi korporat perusahaan dipusatkan pada: (1) menciptakan konten keluarga yang berkualitas tinggi; (2) mengeksplorasi inovasi teknologi untuk membuat pengalaman hiburan lebih berkesan; (3) memperluas pasar internasional. - Diversifying by Acquisition of an Existing Business Strategi korporat yang dilakukan oleh Walt Disney yaitu dengan melakukan akuisisi. Akuisisi-akuisisi yang dilakukan Disney menjadikan Disney memperluas bidang bisnisnya, hingga 2014 bisnis Disney terdiri dari taman bermain, hotel dan resort, kapal pesiar, jaringan tv kabel, jaringan televisi, stasiun operasi televisi, produksi dan distribusi film live-action dan animasi, musik, produksi live teater, penerbitan buku anak-anak, media interaktif, dan consumer products. - Diversification into Related Businesses Walt Disney dalam mengembangkan usahanya melakukan strategi diversifikasi. Strategi diversifikasi ada dua yaitu strategi terkait (related) karena terdapatnya perananan kompetitif dari rantai nilai perusahaan yang menghubungan berbagai macam bisnis (lintas bisnis) dan strategi tidak terkait (unrelated) yang terjadi ketika sebuah bisnis mencoba untuk memasuki pasar baru. Dari sini, dapat dilihat bahwa strategi yang dilakukan Disney adalah strategi diversifikasi terkait (related). Disney mulai membuat film kartun dan segera pindah ke fitur film panjang. Ketika kesuksesan dari kartun dan film diraih, Disney membuka taman hiburan yang bertemakan karakter dari kartun dan film Disney agar para pengujung dapat melihat karakterk tersebut secara langsung. Disney terus melakukan hubungan lintas bisnis melalui akuisisi dengan berbagai jaringan dan stasiun televisi, sehingga keuntungan yang diraih Disney didapat dari penayangan produksi filmnya melalui berbagai jaringan media, hingga muncul juga Disney Channel. Untuk melengkapi film dan animasi mereka, Disney juga menambahkan fitur seperti produksi musik dan album yang sukses di pasaran. Disney juga mengakuisi Pixar dan Marvel Entertaiment hingga sukses melepaskan banyak film populer dan masuk dalam jajaran box office, salah satunya The Avengers. Dalam mengakuisisi Marvel Comics. Manajemen melihat bahwa karakter-karakter ikonik di Marvel, seperti Spider Man, Iron Man, dan Captain America cocok dengan bisnis Disney lainnya, termasuk di dalamnya bisnis taman bermain, toko-toko ritel yang menjual merchandise, dan bisnis video game Disney. - Melalui akuisisi yang related ini, bisnis lain Disney juga mendapatkan dampaknya, para pelanggan tidak hanya dapat membeli merchandise dan mengujungi taman bermain yang bertemakan Disney saja tetapi juga terdapat karakter-karakter dari komik Marvel. Di sini terlihat jelas bahwa Disney memiliki berbagai sumber daya yang dapat mendukung aktivitas rantai nilai bisnisnya. Brand seperti Disney dan Marvel sudah memiliki kekuatan tersendiri di pasaran sehingga lebih mudah bagi perusahaan dalam hal promosi. Melalui strategi bisnis yang saling terkait ini, Disney fokus pada hiburan dengan film baru, musik, acara televisi, dan taman hiburan. Disney juga telah membangun komunitas untuk pelanggan setianya, dan diakui secara global. kasus 10: Hanson (A) - Hanson PLC merupakan salah 10 perusahaan terbesar di Inggris - Hanson PLC memiliki strategi akuisisi untuk mengembangkan perusahaannya. Hingga pada tahun 1990 spekulasi perusahaan akan berakhir pada akuisisi dikarenakan Hanson hanya mengambil aset perusahaan saja. - Hanson melakukan strategi diversifikasi, yaitu unrelated diversification, dengan kriteria sebagai berikut: o Bisnis tersebut dapat memenuhi target profitabilitas dalam operasional dan investasi yang disyaratkan o Bisnis tersebut dalam industri mature dan low technology o Bisnis tersebut memiliki resistensi pada perubahan kondisi makro ekonomi - Keahlian Hanson PLC dalam melaukan akuisisi merupakan kunci sukses yang paling utama. - Keahlian akuisisi ini, karena Hanson PLC memiliki prinsip diantaranya bisnis tersebut dapat memenuhi target profitabilitas yang disyaratkan, berada dalam industri mature, dan memiliki resistensi pada perubahan kondisi makro ekonomi. - Hanson memiliki beberapa pedoman dalam menjalankan bisnis, diantaranya melepas bisnis yang tidak memenuhi target, mengurangi biaya overhead, serta memilih perusahaan yang mampu melakukan recovery harga takeover. Dalam melakukan akuisisi, Hanson memiliki beberapa filosofi yaitu: - Karakteristik target. Target yang disasar Hanson adalah perusahaan yang sudah mature, industri low-technology yang memiliki record yang tidak terlalu bagus namun ada potensi dalam meningkatkan performanya. - Penelitian. Sebelum melakukan akuisisi, Hanson melakukan penelitian secara mendetail terhadap perusahaan target. - Penilaian resiko. White akan mengakuisisi perusahaan apabila ketika suatu saat mengalami kegagalan ia bisa menutupinya dengan menjual sebagian aset dari perusahaan target tersebut. - Pendanaan. Akuisisi di Inggris rata-rata didanai oleh campuran dari cash, ekuitas, convertible securities dan pinjaman saham. - Pelepasan aset untuk mengurangi utang. - Eliminasi atas biaya overhead. - Pengadaan insentif. Sementara prinsip dari filosofi manajemen Hanson adalah: a. Desentralisasi. Operasional keseharian dilakukan secara desentralisasi, korporat tidak campur tangan dalam manufaktur dan juga pemasaran. b. Pengendalian keuangan yang ketat atas anggaran operasional dan juga kebijakan capital expenditure. c. Sistem insentif. Manajer bisa mendapat bonus hingga 60% dari gaji pokoknya. d. Struktur yang luas. e. Tidak memberi tekanan pada sinergi operasional. Dengan adanya tindakan akuisisi yang dilakukan oleh Hanson, hal tersebut menjadi sumber daya yang dapat dipercaya bagi perusahaan yang beroperasi dengan kas yang rendah. Disisi lain, tindakan akuisisi tersebut memerlukan biaya yang hanya bisa didapatkan dari menjual aset perusahaan yang sudah ada, terutama bisnis yang paling menguntungkan. Namun, portofolio bisnis yang dimiliki oleh Hanson semakin hari cenderung semakin rendah, maka mereka ragu jika harus menjual aset bisnis yang ada. Selain itu, gaya manajemen yang dimiliki oleh Hanson menambah kesan negative terhadap perubahan lingkungkan bisnis yang ada. Terlalu fokus pada keuntungan perusahaan jangka pendek, melakukan akuisisi dan pembuangan, kurangnya investasi internal, terlalu menginginkan nilai dividen yang tinggi dan budaya teknik keuangan. Corporate Restructuring and Divestiture #WMM 11 Poin penting yang ditekankan ketika membahas restrukturisasi perusahaan adalah bahwa manajer menghadapi lingkungan yang berubah. Secara simetris, manajer memiliki berbagai pilihan strategik ketika mengevaluasi pilihan untuk merespon perubahan tersebut. Terdapat 3 bentuk utama restrukturisasi dan divestasi, yaitu: 1. Asset sale. Didefinisikan sebagai penjualan sebuah divisi, anak perusahaan, lini produk, atau aset-aset lainnya secara langsung ke perusahaan lain. Pembayaran dalam bentuk divestasi ini biasanya dilakukan secara tunai, meskipun beberapa penjualan aset pembayaran dilakukan dalam bentuk stok perusahaan pembeli. 2. Equity carve-out. Didefinisikan sebagai penawaran bunga anak perusahaan secara sebagian atau keseluruhan kepada investasi publik. Dampaknya, equity carve-out adalah IPO anak perusahaan, atau IPO split-off. 3. Spin-off. Didefinisikan sebagai distribusi pro rata saham di anak perusahaan kepada pemegang saham saat ini di perusahaan parent. Dengan kata lain, spin-off adalah stock dividen pada anak perusahaan. 4. Split-up. Didefinisikan sebagai pemisahan perusahaan ke dalam dua atau lebih bagian. Strategi pemisahan ini biasanya diselesaikan dengan satu atau lebih carve-out atau spin-off. 5. Tracking stock. Adalah pemisahan kelas common stock perusahaan parent. Nilai dari stock didasarkan pada cash flow dari divisi khusus. 6. Exchange offer. Didefinisikan sebagai distribusi kepemilikan anak perusahaan dimana pemegang saham memiliki pilihan untuk mempertahankan saham di perusahaan parent atau menukar saham mereka saat ini untuk saham baru di anak perusahaan. Keberagaman metoda divestasi mengindikasikan bahwa banyak motif bagi restrukturisasi perusahaan, seperti menghubungkan dengan strategi perusahaan, deregulasi peraturan pemerintah, perubahan teknologi, dan fokus perusahaan. Weston (1989) mengatakan bahwa alasan bagi divestasi termasuk perubahan strategi, membalikkan kesalahan, dan pembelajaran. Secara umum, perusahaan melakukan restrukturisasi agar tetap bersaing dan untuk merespon perubahan dalam kekuatan ekonomi. Chapter 6. Theories of Mergers and Tender Offers Why do mergers occur ? Keistimewaan yang dapat diperoleh dalam melakukan proses merger adalah meningkatnya ukuran dari perusahaan. Konsekuensinya, alasan standar suatu perusahaan melakukan merger adalah penggabungan dari dua perusahaan akan menciptakan economic scale atau synergy bagi perusahaan. Hukum statistik yang berlaku dari pengelolaan dalam jumlah besar adalah semakin besar skala dari operasi, maka investasi yang dibutuhkan dalam hal penyimpanan akan lebih rendah dan relatif setara dengan jumlah yang dijual. Konsep tersebut, seperti economic of scale, synergy dan economic of scope adalah alasan bagi perusahaan dalam menggunakan merger sebagai salah satu keputusannya untuk mencapai efisiensi. Coase (1937) beragumen bahwa keputusan mengenai ukuran perusahaan yang didapatkan akibat dari melakukan merger harus ditentukan berdasarkan biaya transaksinya secara relatif di dalam maupun di luar perusahaan. What are the possible effects of merger activity on firm value ? Teory daru Coase (1937) menyebutkan bahwa merger dapat meningkatkan value dari perusahaan, dengan cara menyeimbangkan antara biaya yang digunakan dalam pemasaran dan biaya yang digunakan dalam operasi internal. Bradley dan Kim (1983) menekankan perkiraan peningkatan value dikarenakan teori synergy dalam pelaksanaan meger yang sesungguhnya. Merger dapat meningkatkan value dari perusahaan, namun dapat juga mengurangi value dari perusahaan. Jensen (1986) berargumen bahwa free cash flow merupakan sumber dari pengurangan nilai dari perusahaan akibat melakukan merger. Perusahaan dengan free cash flow yang tinggi adalah salah satu penyebab pengeluaran pendanaan di internal perusahaan, diakibatkan untuk memenuhi permintaan pendanaan dalam menciptakan nilai proyek NPV yang positif. How does the merger process unfold ? Sejumlah model telah dibangun untuk melihat proses merger dan akuisisi tersebut. Seperti yang sudah didiskusikan oleh Roll’s (1986), mengenai hipotesis dari merger, yaitu The Winner’s Curse. Penawar menghadapi kemungkinan mendapatkan kutukan pemenang pada saat ingin pengambil alihan. Winner Curse terjadi kepada penawar yang tidak memiliki pengetahuan terhadap target yang diinginkan. Kemungkinan yang terjadi adalah terjadinya penawaran yang berlebihan tidak sesuai dengan harga internalnya. Hal ini dapat dikatakan sebagai biaya dalam melakukan penawaran dalam melakukan akuisisi. Dengan kedua model ini, perusahaan yang menjadi target akuisisi, terkadang mendapatkan harga perusahaan yang lebih tinggi dari harga tawar pada awalnya. Bagi perusahaan yang melakukan penawaran, dalam menjalankan operasionalnya, perusahaan hasil pembelian terkadang tidak memberikan performa yang sesuai dengan harganya. Hal ini adalah akibat dari stimulasi persaingan dalam tawar – menawar. Selain kedua model tersebut, proses yang dapat terjadi adalah permainan harga yang ditentukan oleh penjual itu sendiri, dimana adalah perusahaan yang akan diakuisisi. Dilakukan dengan Design tertentu. Chapter 14. Merger and Acquisition Strategies The Value of Merger and Acquisition Strategies Value dari strategi perusahaan dalam melakukan merger atau akuisisi tergantung pada konteks pasar tempat perusahaan mengimplementasikan strateginya. Merger dan Akuisisi terbagi menjadi dua, yaitu dalam kasus unrelated dan related. Merger dan Akuisisi dalam kasus Unrelated dikatakan memberikan nilai apabila nilai NPV dari masing – masing perusahaan jika dijalankan secara sendiri sama dengan ketika perusahaan telah dimerger atau diakuisisi. Merger dan Akuisisi dalam kasus related menggunakan pendekatan yang berbeda dengan menggunakan kategori FTC. FTC merupakan komisi yang bertanggung jawab dalam mengevaluasi implikasi kompetitif dari merger atau akuisisi (untuk menghindari monopoly dan antitrust). Kategori terdapat pada lampiran. Tipe dari strategi terkait lainnya adalah technical economies (dalam hal pemasaran, produksi, dan form serupa yang saling terkait), pecuniary economies (kekuatan pasar) dan diversification economies (portofolio management dan risk management). Terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan kerap melakukan merger dan akuisisi. Perusahaan melakukannya dengan tujuan untuk dapat bertahan dalam persaingan. Mereka berasumsi jika melakukan merger dan akuisisi maka dapat lebih efektif dan efisien (tergantung tipe akuisisi yang digunakan). Alasan berikutnya adalah untuk menggunakan free cash flow yang ada, karena industri yang digeluti saat ini tidak memiliki kesempatan lagi. Alasan ketiga untuk menghilangkan Agency Problem. Merger dan Akuisisi dapat mendivrsify investasi human capital dari perusahaan, serta dapat meningkatkan ukuran perusahaan. Lalu, adanya kepercayaan bahwa dalam melakukan akuisisi dan merger, perusahaan penawar dapat memberikan management yang lebih efisien dari management sebelumnya. Terakhir, adanya potensi untuk mendapatkan profit yang luar biasa melihat dari performa perusahaan yang akan diakusisis atau merger. Mergers and Acquisitions and Sustained Competitive Advantage Merger dan Akuisisi dapat memberikan competitive advantage apabila perusahaan mampu melihat nilai dari satu perusahaan jika digabungkan dengan perusahaan yang dimiliki lebih besar apabila perusahaan itu bergabung dengan perusahaan lainnya. Lalu apabila hasil dari merger atau akuisisi menciptakan sesuatu yang sulit dan mahal untuk ditiru. Diharapkan dari melakukan merger akan memberikan value yang tidak terduga. Selain itu, merger dan akuisisi memberikan implikasi kepada manager dari perusahaan penawar, serta manager dari targetnya. Target biasanya melakukan cara agar tidak diambil alih Organization to Implement a Merger or Acquisition Mengorginasi dalam implementasi dari merger dan akuisisi penting dilakukan, agar perusahaan mendapatkan value dari akuisisi dan merger yang dilakukan. Perusahaan dapat lebih mengeksploitasi perusahaan target dan perusahaan penawar, melakukan shared activities dan synergy untuk menghasilkan outcome yang memiliki competitive advantage dan resource yang VRIO.