KERUSAKAN MAKANAN OLEH MIKROBA • Makanan dikatagorikan rusak apabila mengalami penurunan kualitas dari yang telah ditentukan • Faktor dalam menentukan kualitas makanan antara lain: warna, tekstur, citarasa (bau dan rasa), bentuk, tidak terdapat abnormalitas KERUSAKAN MAKANAN OLEH MIKROBA (Lanjutan...) Penurunan kualitas makanan dapat disebabkan oleh: • Aktivitas serangga dan rodensia, • Faktor fisika dan kimia yang tidak diinginkan dehidrasi sayuran, oksidasi lemak, degradasi autolitik sayuran (pektinase) atau ikan (proteinase) • Kerusakan oleh mikroba – Oleh pertumbuhan mikroba dalam makanan atau kerja enzim mikroba (ekstra dan intraseluler) yang terdapat dalam makanan – Parameter kerusakan makanan: warna, bau, tekstur, pembentukan lendir, akumulasi gas, pelepasan cairan (eksudat) – Kerusakan oleh pertumbuhan mikroba lebih cepat dibandingkan kerusakan akibat enzim mikroba KERUSAKAN MAKANAN OLEH MIKROBA (Lanjutan...) Kerusakan makanan oleh mikroba terjadi apabila: • Mikroba masuk ke dalam makanan • Kondisi makanan (pH, Aw, potensi redoks, nutrisi, dll) mendukung pertumbuhan mikroba kontaminan • Makanan disimpan pada suhu yang memungkinkan mikroba tumbuh • Makanan disimpan pada kondisi yang mendukung pertumbuhan mikroba dalam jangka waktu tertentu jumlah tinggi FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERUSAKAN MAKANAN OLEH MIKROBA I. Tipe mikroba Makanan segar maupun olahan kapang, ragi, bakteri yang mampu bermultiplikasi dan menyebabkan kerusakan Bakteri waktu penggandaan sel pendek cepat menyebabkan kerusakan Roti, keju, dry sausages, buah asam, sayuran tidak cocok untuk bakteri dan ragi prevalensi kapang tinggi Makanan dalam kemasan anaerob reduksi kerusakan terutama oleh kapang, dan ragi Insiden kerusakan makanan oleh mikroba: bakteri > ragi > kapang FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (Lanjutan...) II. Jumlah mikroba Kerusakan terjadi apabila mikroba mencapai jumlah tertentu: Kerusakan dapat terdeteksi : 10 6 - 10 8 sel per gram, mL, cm 2 Pembentukan H 2 S, amina, H 2 O 2 < 10 6 sel per g, mL, cm 2 Pembentukan lendir: > 10 8 sel per g, mL, cm 2 Makanan dengan jumlah awal mikroba besar serta penyimpanan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba dengan cepat lebih mudah rusak Mengurangi kerusakan makanan: jumlah mikroba awal rendah dan penyimpanan yang tepat BAB I. SISTEM PENGAWETAN PANGAN 1.1. Tujuan dan Konsep Pengawetan Pengawetan Pangan ditujukan untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada produk pangan, yaitu menurunnya nilai gizi dan mutu sensori bahan pangan, dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi terjadinya perubahanperubahan kimia, fisik dan fisiologis alami yang tidak diinginkan, serta mencegah terjadinya kontaminasi. Ada tiga konsep metoda pengawetan yang umum dijalankan yaitu Pengawetan secara kimiawi, Pengawetan secara biologis dan Pengawetan secara fisik. 1.2. Berbagai Jenis Pengawetan Pengawetan Secara Kimiawi Pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan pena m bahan bahan kimia seperti gula, asam, dan garam pada b a han yang diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk yang akan diawetkan pada bahan kimia seperti halnya pada proses pengasapan. Pengawetan Secara Biologis Pengawetan secara biologis melibatkan proses fermentasi, baik fermentasi asam atau fermentasi alkohol. Pengawetan Secara Fisik Merupakan metoda pengawetan yang melibatkan pendek a tan fisik, antara lain dengan penambahan sejumlah energi seperti pada proses pemanasan dan radiasi; dengan pen u runan suhu terkendali seperti pada proses pendinginan dan pembekuan; dengan mengatur kandungan air bahan yang akan diawetkan seperti pada proses pemekatan, pengeringan, atau pengeringan beku dan dengan penggunaan kem a san pelindung . Pengawetan secara fisik mematikan mikroorganisme yang ada pada bahan pangan dengan cara pemanasan disertai dengan pengemasan yang mencegah terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara pengeringan yaitu pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan pengemasan yang mencegah terjadinya re-adsorpsi air. Perlu dicatat bahwa metoda-metoda pengawetan yang dapat berhasil menghentikan pertumbuhan mikroorganisme ini umumnya memberikan konsekuensi yang merugikan mutu sensori dan nilai gizi produk pangan. Sebagai contoh, panas yang digunakan pada proses sterilisasi pada pengalengan akan sangat melunakkan jaringan sel bahan, mengurai chlorophil dan zat-zat antocyanin, menghilangkan flavor dan merusak beberapa vitamin yang terkandung. Sehingga didalam memilih metoda pengawetan yang akan diterapkan selalu berusaha meminimalkan kerugian yang akan didapat dan memaksimumkan kualitas produk yang bisa diraih 1.3. Cara Pengawetan Secara Fisik dan Contoh Produk Contoh produk yang disajikan disini adalah produk-produk pangan yang ada dipasaran, foto diambil secara random di pasar tradisional dan pasar swalayan. 1.3.1. Penambahan Sejumlah Energi PASTEURISASI Pasteurisasi adalah perlakuan panas guna membunuh seb a gian dari mikroorganisme patogen yang ada dalam suatu b a han pangan. Pasteurisasi biasanya diikuti dengan metode pengawetan lain seperti pendinginan , atau dengan penamb a han bahan kimia agar tercipta lingkungan yang tidak nyaman bagi pertumbuhan m i kroorganisme, misalnya penambahan gula pada produk susu kental manis, penambahan asam pada acar dan jus buah-buahan, pengemasan , seperti pada produk minuman bir kemasan botol untuk menjaga kondisi ana e rob didalam botol dan fermentasi menggunakan mikroba tertentu. Kombinasi suhu dan waktu yang dipakai pada proses paste u risasi bergantung pada a) ketahanan terhadap panas mikroba yang diincar untuk dimusnahkan dan b) kepekaan atrib ut mutu produk pangan terhadap p a nas. Metoda High-Temperature and Short-Time (HTST) menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang sin g kat. Contohnya pada pasteurisasi HTST susu menggunakan suhu 70 ? selama 15 detik. Sebaliknya Low-Temperature Long-Time menggunakan suhu rendah dengan waktu yang lebih lama, untuk susu pada 65 ? dibutuhkan 30 menit. Umumnya HTST menghasilkan kualitas produk yag maksimum. STERILISASI Proses sterilisasi didalam pengawetan produk pangan adalah perlakuan panas yang menyebabkan mikroo r ganisme dan sporanya tidak mampu tumbuh pada kondisi penyimpanan normal. Artinya, hanya menghasi l kan produk yang steril komersil, tidak seratus persen steril, kemungkinan masih ada spora mikroba dorman berada didalam produk, dan akan segera tumbuh bila berada pada lingkungan yang cocok untuk pertumb u hannya. Perlakuan panas yang bisa mewujudkan tujuan tersebut bergantung pada beberapa hal: 1) Sifat bahan pangan yang diperlakukan, misalnya tingkat keasamannya (pH). 2) Kondisi penyimpanan pasca proses. 3) Ketah a nan mikroorganisme dan sporanya terhadap panas. 4) Karakteristik pindah panas yang terjadi, hal ini dipe n garuhi oleh jenis kemasan dan media pemanasan. 5) Beban jumlah mikroorganisme awal yang ada pada pr o duk yang akan disterilkan. Sehingga desain proses pemanasan bahan pangan dibagi menjadi: 1. Produk pangan dengan kandungan asam tinggi, pH ? 3,7 : bakteri pembentuk spora tidak tumbuh pada range pH ini. Kriteria proses pemanasan ditujukan untuk inaktifasi Yeast dan Jamur ( mold ), dengan suhu proses pemanasan 100 ? 2. Produk pangan dengan kandungan asam sedang, 3,7 ? pH ? 4,5 : 3. Produk pangan dengan kandungan asam rendah, pH ? 4,5 : kriteria proses pemanasan didesain untuk membunuh mikroorganisme patogen anaerob pembentuk spora paling tahan terhadap panas dan mengelu a rkan toksin yaitu Clostridium botulinum. Toksin ini sangat berbahaya, hanya dalam jumlah berat seperjuta miligram sudah mematikan memanusia. Tapi toksin ini rusak dengan pemanasan kondisi basah selama 10 menit suhu 100 ? . Produk pangan dengan keasaman rendah memerlukan proses pemanasan dengan suhu 121,1 ? dalam waktu sesuai dengan F 0 bahan tersebut. F 0 adalah waktu yang diperlukan untuk proses steril i sasi pada 121,1 ? . Nilai F 0 tergantung kepada tipe dan ukuran produk pangan yang disterilkan. 2. Penurunan Suhu Terkendali Penurunan suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisme dan aktifitas sistem ensim dalam bahan. Ini berarti mencegah membusuknya produk pangan, dengan kata lain usaha mengawetkan produk pangan bisa dilakukan dengan menerapkan penurunan suhu terkendali. PENDINGINAN Penyimpanan dingin suatu produk pangan dilakukan pada kisaran suhu diatas titik beku dan dibawah 15 ? . Pengawetan dengan sistem pendinginan banyak diterapkan untuk penyimpanan jangka pendek karena kara k terist ik keunggulan berikut: 1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme 2. Menghambat metabolisme pascapanen, reaksi kimia peruraian seperti reaksi pencoklatan, oksidasi lemak, perubahan warna, autolisa pada ikan dan kehilangan zat gizi. 3. Kehilangan air rendah. Hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan dingin yaitu terjadinya cold shortening pada produk pangan hasil hewani dan chilling injury untuk produk buah dan sayuran, dan pengerasan (efek retrogradasi) produk pangan karbohidrat tergelatinisasi. Cold shortening menyebabkan daging menjadi bertekstur keras sewaktu dimasak karena tidak mampu mempertahankan kandungan airnya. Chilling injury terjadi bila buah atau sayur diekspose pada kondisi penyimpanan dibawah dari suhu optimum penyimpanannya. Tanda-tandanya biasanya adalah terjadi pencoklatan (dibagian luar atau dibagian dalam atau keduanya) buah, cacat pada kulit buah, busuk berlebihan, gagal matang. Retrogradasi adalah proses pengerasan setelah terjadinya proses gelatinisasi. Pada suhu dingin proses ini berlangsung lebih cepat, akibatnya untuk produk pangan seperti bread (roti) menjadi keras sekali teksturnya, sehingga tidak nyaman lagi dimakan. PEMBEKUAN Pembekuan adalah metoda pengawetan yang cukup memuaskan bila dipakai untuk penyimpanan jangka panjang produk pangan. Pembekuan mempertahankan warna, flavor dan nutrisi terkandung suatu produk pangan. Pembekuan adalah penurunan suhu produk ke bawah titik beku hingga penyimpanan produk pada suhu - 18 ? . Pada proses pembekuan, air yang terkandung dalam produk pangan akan berubah dari bentuk cair (liquid phase), mengalami pengkristalan, ke bentuk padat (solid phase), Pada prosesnya, semula air terkandung akan turun suhunya menuju titik beku, kemudian terbentuk inti kristal yang kemudian tumbuh menjadi kristal. Bila proses pembekuan lambat atau laju pembekuan rendah, kristal yang terjadi berukuran besar-besar dan kristal es terbentuk pada lokasi ekstraselular, sebaliknya bila proses pengkristalan cepat, kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan seragam. Ukuran kristal yang terbentuk ini akan mempengaruhi kualitas produk sewaktu thawing (dicairkan kembali), kristal yang halus membuat produk beku tersebut dinilai berkualitas tinggi karena bentuk produk lebih bisa dipertahankan dan nutrisi yang hilang/keluar dari produk lebih rendah. Pada pembekuan, suhu produk pangan akan dibawa ke suhu dibawah titik bekunya, dan sebagian air seperti disebutkan diatas berubah dari keadaan cair menjadi kristal-kristal es. Kosentrasi bahan padat terlarut didalam produk pangan akan naik karena sebagian air berubah menjadi es, berarti menurunkan aktifitas air Produk. Oleh karena itu pengawetan pada produk pangan beku merupakan kombinasi suhu rendah dan aktifitas air rendah. 3. Pengaturan Kandungan Air Pada proses pengawetan produk pang an dengan pengaturan kandungan air, intinya adalah menurunkan aktifitas air produk tersebut. Aktifitas air (Aw) suatu produk pangan akan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme pada produk tersebut. PENGENTALAN Pengentalan adalah proses penghilangan sebagian air dari suatu suspensi dengan proses pendidihan, biasanya dilakukan dengan alat yang disebut evaporator. Proses ini intensif digunakan pada industry pengolahan dairy products misalnya pada proses pengentalan susu, pada industri jus untuk menghasilkan jus kental, pada pada industri gula untuk mengentalkan larutan gula guna proses kristalisasi. Proses pengentalan ini kadang juga digunakan untuk menaikkan kandungan padatan persiapan untuk proses pengeringan semprot atau pengeringan beku. Pada proses pemekatan didalam evaporator, pertama panas latent medium pemanas dipindahkan ke bahan untuk menaikkan suhu bahan menuju ke titik didihnya. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu usaha pengawetan dengan cara menurunkan aktifitas air (Aw) produk melalui penghilangan air yang dikandung produk dengan proses penguapan, sehingga mikroorganisme tidak bisa tumbuh berkembang. Ada berbagai metoda dan alat untuk proses pengeringan, namun yang banyak dipakai adalah metoda pengeringan dengan mengekspose produk pangan pada udara yang telah dipanaskan. Gambar contoh produk diambil dari produk yang tersedia dipasaran 1. Pengeringan Osmotik Sistem pengeringan osmotik dipakai didalam pengawetan untuk memperbaiki akibat buruk pada beberapa produk yang diawetkan dengan cara pengeringan biasa semisal tekstur menjadi sangat keras dan kehilangan flavor. Pengeringan osmotik dilakukan dengan menciptakan lapisan semipermeable dengan cara merendam produk kedalam larutan gula atau larutan garam sebelum proses pengeringan. Proses ini biasa dilakukan dalam pembuatan produk pangan semi basah. Selanjutnya produk dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan 2. Pengeringan Pengeringan bisa dipakai untuk bermacam jenis hasil pertanian. Secara umum produk dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan, utuh atau mengalami pengecilan ukuran. Ada perlakuan blansir atau pencelupan dengan larutan tertentu untuk mempertahankan warna atau bahkan fermentasi bila dibutuhkan untuk menciptakan fungsi lain, misalnya pembentukan flavor. Suhu yang dipakai juga bisa beragam tergantung pada desain proses pengeringan yang ingin dilakukan. 3. Pasteurisasi Pasteurisasi umumnya dilakukan untuk kelompok produk pangan yang memiliki pH lebih kecil atau sama dengan 3,7 misalnya jus, bubur buah. Produk ini diawetkan dengan cara dipanaskan pada suhu 100 ? dengan target mematikan yeast dan mold. Untuk pasteurisasi susu dengan metoda HTST pemanasan pada 72 ? selama 15 detik 4 . Pengalengan Pengalengan biasa dipakai untuk mengawetkan produk pangan dengan pH lebih dari 4,5. Ada beberapa tahapan proses untuk persiapan sebelum dikemas pada kemasan kaleng khusus, selanjutnya proses yang utama yaitu proses sterilisasi, dilakukan dengan cara pemanasan produk yang telah dikemas tersebut pada suhu 121,1 ?. Waktu pemanasan yang diperlakukan tergantung F 0 produk. F 0 ini karakteristik untuk tiap jenis produk dan harus ditetapkan melalui percobaan sewaktu mendesain proses. 5. Pendinginan Pendinginan efektif digunakan untuk pengawetan jangka pendek. Pada penyimpanan dingin produk disimpan pada suhu diatas titik beku tetapi dibawah 15 ?. Penyimpanan dingin tidak hanya dipakai untuk pengawetan, kadang dipakai untuk membantu proses lain, misalnya untuk mempermudah pemotongan daging, roti, pelepasan biji, dsb 7. Pengentalan Tujuan dilakukannya pengentalan produk tidak hanya untuk usaha pengawetan. Kadangkala untuk memudahkan proses berikutnya, contohnya untuk mengentalkan produk yang akan dikeringkan dengan pengering semprot, atau juga ditujukan untuk mengurangi volume, misalnya pada pembuatan �concentrated juice�, sehingga memberikan kenyamanan sewaktu berbelanja, dan jus tersebut bisa diencerkan kembali seperti semula bila dibutuhkan. Berikut susu kental manissalah satu produk yang mengalami proses pengentalan. Lantas, bolehkah obat sirup disimpan dalam kulkas? Beberapa jenis obat, khususnya obat berbentuk sirup ternyata sangat tidak dianjurkan untuk dimasukkan dalam kulkas, sebagaimana obat tablet yang ternyata bisa mengalami perubahan kualitas jika disimpan di kulkas. Namun obat sirup yang sudah dibuka segelnya memiliki masa pakai yang berbeda-beda. Pada umumnya obat sirup yang sudah dibuka bisa digunakan kembali maksimal 1 bulan setelah kemasan dibuka dengan catatan cara penyimpanan baik dan benar serta obat tidak mengalami perubahan warna, bau, ataupun tekstur. Namun untuk sirup antibiotik, masa pakai lebih pendek berkisar antara 1-2 minggu setelah dibuka. Selain itu, obat larutan oralit yang dikemas dalam botol, tidak boleh digunakan kembali lebih dari 24 jam setelah segel dibuka. Sedangkan untuk obat sirup yang lain, seperti obat demam, obat batuk pilek, maupun vitamin, dapat disimpan sampai pada batas tanggal kedaluwarsanya. Dengan catatan obat tersebut tidak mengalami perubahan rasa, aroma, warna dan bentuk.