Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi (Erizal Zaini dan kawan-kawan) PENINGKATAN LAJU PELARUTAN TRIMETOPRIM MELALUI METODE KO-KRISTALISASI DENGAN NIKOTINAMIDA Erizal Zaini1, Auzal Halim1, Sundani N. Soewandhi2, Dwi Setyawan3 1 Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas 2 Sekolah Farmasi ITB Jl. Ganesha 10 Bandung 3 Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya Korespondensi: Dr. Erizal Zaini, M.Si. Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang, 25163, Sumatera Barat, e-mail : [email protected] ABSTRACT Co-crystallization of trimethoprim with nicotinamide had been done using solvent (methanol as a solvent) and melted technique. Kofler’s hot contact methode was used to identify the solid state interaction between these two components. The solid phase was characterized by microscopic, powder X-ray diffraction, thermal DTA and FT-IR spectroscopy analysis. Dissolution rate profile was performed by paddle methode (Type II USP), distilled water as a medium. Solid state interaction between trimethoprim and nicotinamide show a formation of conglomerate (simple eutectic) at eutectical point 125 0C. Dissolution rate of cocrystallization product of trimethoprim and nicotinamide increase significantly compare to physical mixture and intact trimethoprim. Keywords: co-crystallization, trimethoprim, nicotinamide, eutectic ABSTRAK Telah dilakukan ko-kristalisasi trimetoprim dengan bahan tambahan nikotinamida dengan metode pelarutan (menggunakan pelarut metanol) dan peleburan. Metode kontak panas Kofler digunakan untuk identifikasi awal pembentukan interaksi antar kedua komponen. Padatan hasil ko-kristalisasi dikarakterisasi dengan analisis mikroskopik, difraksi sinar-X, termal DTA dan spektrofotometer FT-IR. Uji laju pelarutan dilakukan dengan metode dayung (tipe II USP) dengan medium air. Hasil interaksi menunjukkan pembentukan konglomerat (eutektikal) antara kedua fase kristalin dalam keadaan padat, dengan titik eutektik pada temperatur 125 0C. Laju pelarutan trimetoprim hasil ko-kristalisasi meningkat secara signifikan dibandingkan dengan campuran fisika dan senyawa tunggal trimetprim. Kata kunci: ko-kristalisasi, trimetoprim, nikotinamida, eutektik PENDAHULUAN Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate 205 Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 limiting step) pada proses absorpsi obat (1-3). Berbagai metode untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi obat telah banyak dilaporkan seperti pembuatan dispersi padat, pembentukan prodrug, kompleks inklusi obat dengan pembawa dan modifikasi senyawa menjadi bentuk garam dan solvat (4-5). Salah satu metode menarik dan sederhana yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu bahan dan rekayasa kristal untuk meningkatkan laju pelarutan dan ketersediaan hayati obatobat yang sukar larut adalah teknik kokristalisasi untuk menghasilkan kokristal (senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika dan fisikokimia yang lebih unggul. Kokristal merupakan material padat yang terdiri dari dua atau lebih molekul padat yang membentuk satu kisi kristal yang berbeda dan dihubungkan oleh ikatan antar molekul seperti ikatan hidrogen dan Van der Waals (6). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan laju pelarutan obat yang sukar larut melalui teknik kokristalisasi dan karakterisasi sifat fisikokimia dan kristalografik senyawa kokristal yang terbentuk. Dalam penelitian ini digunakan trimetoprim sebagai model obat yang sukar larut air, merupakan senyawa sintetik antibakteri spektrum luas yang bekerja menghambat enzim reduktase dihidrofolat. Sedangkan nikotinamida (vitamin B3) digunakan sebagai pembentuk kokristal (cocrystal former) yang bersifat inert, dan mempunyai toksisitas yang rendah. Dari studi terdahulu telah dilaporkan peningkatan kelarutan dan pelarutan trimetoprim melalui pembentukan kompleks inklusi dengan βsiklodekstrin (7). METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Percobaan Alat-alat yang digunakan: mikroskop polarisasi dilengkapi kamera, difraktometer sinar-X, DSC/DTA, spektrofometer FT-IR, 206 spektrofotometri UV-Vis, oven vakum, alat uji Disolusi, pH meter, timbangan analitik. Bahan-bahan yang digunakan: trimetoprim (Shouguang Fukang Pharm Co. Ltd) No. batch 200703342, nikotinamida, trimetoprim baku pembanding FI (BPFI) dari PPOM, pelarut metanol, etanol, air suling, kertas Whatman. Pembuatan ko-kristal dengan berbagai teknik Ko-kristalisasi dari pelarut (solvent technique): Sejumlah trimetoprim dan nikotinamida dalam perbandingan molar 1:1 dilarutkan dalam metanol. Larutan diuapkan sampai diperoleh padatan dan disimpan dalam desikator selama 48 jam. Kokristalisasi dari leburan (melted technique): Kokristal trimetoprim dan nikotinamida dibuat dalam perbandingan molar 1:1. Nikotinamida dilebur dalam cawan penguap, kemudian sedikit demi sedikit ditambahkan trimetoprim ke dalam leburan nikotinamida. Campuran dibiarkan memadat pada temperatur ruang dan disimpan dalam desikator. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Kristalografik Metode Kontak Panas: Metode kontak dilakukan dibawah mikroskop polarisasi yang dilengkapi meja pemanas elekrik (Hot Stage). Sejumlah tertentu trimetoprim (suhu lebur 200 oC) diletakkan pada kaca objek dan ditutup, kemudian dipanaskan sampai lebur, biarkan mengkristal kembali. Letakkan serbuk nikotinamida tepat pada batas sisi gelas penutup. Sistem dipanaskan kembali sampai seluruh nikotinamida melebur dan leburannya kontak dengan Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi (Erizal Zaini dan kawan-kawan) permukaan kristal Trimetoprim. Amati terjadinya pertumbuhan kristal pada bidang kontak tersebut (8). pemipetan diganti dengan sebanyak medium yang diambil pada suhu yang sama sehingga volume medium disolusi tetap. Masingmasing larutan yang dipipet diukur serapannya dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis derivatif pertama pada panjang gelombang zero crossing nikotinamida. Lalu hitung konsentrasi trimetoprim terdisolusi dengan menggunakan kurva kalibrasi Analisis mikroskopik dengan mikroskop polarisasi: Serbuk trimetoprim, nikotinamida dan senyawa hasil interaksi diamati habit dan morfologis kristal dengan mikroskop polarisasi yang dilengkapi kamera digital. Analisis pola difraksi sinar- X: Penetapan pola difraksi sinar X serbuk kokristal dilakukan dengan menggunakan difraktometer. Kondisi pengukuran sebagai berikut, sumber Cu Kα, voltase 45 kV, arus 25 mA dan kecepatan scanning 0,05o per detik. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis mikroskopik Kristal hasil rekristalisasi leburan nikotinamida dan trimetoprim terlihat beraneka warna ketika diamati dibawah mikroskop polarisasi. Perbedaan warna dan intensitasnya dipengaruhi oleh orientasi fragmen, ketebalan dan sinar yang diabsorbsi atau diteruskan oleh fragmen kristal. Hasil leburan nikotinamida dan trimetoprim yang mengkristal kembali mempunyai bentuk khas pada masing-masing kristalnya. Nikotinamida memiliki bentuk habit kristal mozaik sferulit (Gambar 1A), yang tersusun dari kristal berbentuk jarum dan membentuk satu pusat pertumbuhan. Sedangkan habit kristal trimetoprim berbentuk sulur yang memanjang (Gambar 1B). Analisis termal diferensial: Analisis dilakukan menggunakan alat DTA. Suhu pemanasan dimulai 20 sampai 150 o C, dengan kecepatan pemanasan 10 o C per menit. Analisis spektroskopi FT-IR: Pembuatan spektrum infra merah serbuk trimetoprim, nikotinamida dan senyawa hasil interaksi dilakukan dengan mendispersikan sampel pada pelet KBr yang dikempa dengan tekanan tinggi. Kemudian diukur persen transmitan dari bilangan gelombang 400 – 4000 cm. Penetapan profil disolusi trimetoprim Penetapan disolusi serbuk trimetoprim murni, dan trimetoprim hasil interaksi dengan nikotinamida dilakukan dengan menggunakan alat tipe I, medium asam klorida 0,1 N sebanyak 900 ml, kecepatan putaran 100 rpm, serta suhu 37 + 0,5 0C. Sampel diambil setelah 5, 10, 20, 30, 45, dan 60 menit. Setiap A 207 Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 B Gambar 1. Mikrofoto habit kristal nikotinamida (A) dan trimetoprim (B). (perbesaran 200x). Idenfikasi interaksi dengan metode kontak panas Kofler Identifikasi awal untuk mengungkap interaksi fisika antar dua komponen dilakukan dengan dua metode yaitu metode kontak panas Kofler dan metode reaksi kristalisasi (8,9,10,11). Metode kontak panas pertama kali diperkenalkan oleh Lehman dan Kofler (9). Metode ini merupakan teknik yang sederhana untuk mengidentifikasi perilaku fase dalam suatu sistem biner (dua komponen). Pada metode ini, salah satu komponen (yang memiliki titik lebur yang lebih tinggi yaitu trimetoprim dilebur, lalu dibiarkan memadat kembali (rekristalisasi), komponen kedua nikotinamida (titik lebur lebih rendah) ditempatkan pada sisi lainnya pada gelas objek, dipanaskan dengan menggunakan 208 alat pemanas (hot stage) yang dihubungkan dengan mikroskop polarisasi. Pada saat komponen kedua nikotinamida (NCT) melebur, fase leburan komponen NCT akan berdifusi kedalam komponen padatan trimetoprim (TMP) dan melarutkan sebagian padatan TMP pada zona kontak antara sistem biner TMP dan NCT. Davis et al, (10), menyebutnya sebagai zona pencampuran (mixing zone), yang paling menarik untuk diamati. Sampel dibiarkan memadat (rekristalisasi) pada temperatur ruang. Setelah kedua komponen (TMP dan NCT) memadat, zona kontak diamati kembali pada mikroskop polarisasi. Pada Gambar 2.A-D, sisi A.1 merupakan hasil rekristalisasi leburan NCT dan sisi A.3 adalah rekristalisasi leburan TMP. Kedua komponen menunjukkan habit kristal yang khas. Zona A.2 adalah zona kontak antara padatan TMP dan NCT. Pada awal pembentukan zona kontak, belum teramati adanya habit kristal baru, melainkan masih dalam keadaan fase cair (amorf) (Gambar 2A). Setelah didiamkan beberapa saat, mulai terbentuk pertumbuhan habit kristal baru pada zona B.2, yang berbeda dari kedua habit TMP dan NCT (Gambar 2B). Preparat sampel metode kontak dipanaskan kembali, fase padatan NCT melebur kembali pada 131 0C, zona kontak melebur pada 124 0 C dan diikuti oleh padatan TMP pada 199 0 C (Gambar 2C dan 2D). Perbedaan habit Gambar 2. Mikrofoto habit kristal hasil interaksi TMP dan NCT dengan metode kontak panas Kofler A) setelah kontak leburan NCT dan padatan TMP, B) setelah terbentuk zona kontak, C) peleburan padatan NCT dan zona kontak dan D) peleburan TMP. Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi (Erizal Zaini dan kawan-kawan) kristal dan perilaku termal, mengindikasikan adanya interaksi padatan antara kedua komponen NCT dan TMP (9,10). Analisis termal DTA Analisis termal DTA merupakan instrumen analitik yang sangat bermanfaat dalam karakterisasi interaksi dalam keadaan padat (solid state interaction) antara dua atau lebih material obat. Analisis termal DTA digunakan untuk mengevaluasi perubahan sifat termodinamika yang terjadi saat materi diberikan energi panas, berupa peristiwa rekristalisasi, peleburan, desolvasi, dan transformasi fase padat, yang ditunjukkan puncak endotermik atau eksotermik pada termogran DTA. Termogram DTA nikotinamida dan trimetoprim murni menunjukkan satu puncak endotermik yang merupakan peristiwa peleburan padatan masingmasing komponen pada 131 0C dan 0 201,5 C. Serbuk hasil kokristalisasi nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut metanol, menunjukkan perilaku termal yang berbeda dari kedua komponen pembentuknya, ada dua puncak endotermik yaitu pada 125 0C dan agak melebar pada 183 0C (Gambar 3). Dari termogram DTA mengindikasikan penurunan titik lebur sistem biner hasil ko-kristalisasi, yang diduga terbentuknya campuran eutektik antara nikotinamida dan trimetoprim, dengan titik lebur 0 eutektik pada 125 C. Pembentukan eutektikal sejumlah materi obat dengan nikotinamida juga telah dilaporkan, antara lain dengan flurbiprofen dan ibuprofen (12,13). Pada campuran eutektik, kedua komponen dapat bercampur sempurna dalam berbagai komposisi pada kondisi isotrop (leburan), namun eksistensi masing-masingnya akan diperoleh kembali dalam kondisi anisoptrop (kristalin). Dengan demikian, baik nikotinamida maupun trimetoprim akan diperoleh kembali jika kedua komponen diko-kristalisasi kembali. 209 Gambar 3. Termogram DTA serbuk A) nikotinamida, B) trimetoprim dan C) serbuk hasil ko-kristalisasi antara nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar). Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 Analisis Difraksi Sinar-X Difraksi sinar-X serbuk merupakan metode yang handal untuk karakterisasi interaksi padatan antara dua komponen padat, apakah terbentuk fase kristalin baru atau tidak. Jika terbentuk fase kristalin baru dari hasil interaksi antar kedua komponen maka akan teramati secara nyata dari difraktogram sinar-X yang berbeda dari campuran fisika kedua komponen. Gambar. 4, menunjukkan difraktogram sinar-X serbuk padatan hasil interaksi kedua komponen dengan metode kokristalisasi pelarut dan leburan, dibandingkan dengan komponen tunggal kedua komponen dan campuran fisika kedua komponen tanpa perlakuan. serbuk (Gambar. 4A dan 4B). Trimetoprim memiliki interferensi khas pada 2 theta = 9,2; 11,7; 15,3; 17,5; 18,6; dan 25,9. sedangkan nikotinamida pada 2 theta = 14,7; 22,19; 25,8 dan 27,52. Difraktogram sinar-X campuran fisika (Gambar 4C), merupakan super imposisi antara kedua komponen pembentuknya. Difraktogram sinar-X padatan hasil interaksi antara nikotinamida dan trimetoprim memiliki pola difraksi yang sama dengan campuran fisika nikotinamidatrimetoprim, hanya berbeda dalam intensitas puncak interferensi yang menunjukkan perbedaan derajat kristalinitas. Hal ini mengindikasikan bahwa ko-kristalisasi antara nikotinamida dan trimetoprim tidak menghasilkan fase kristalin baru (senyawa molekular), melainkan konglomerasi kedua fase kristal dalam keadaan padat atau seringkali disebut sebagai campuram eutektik sederhana (10). Gambar 4. Difraktogram sinar-X serbuk A) trimetoprim, B) nikotinamida, C) campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), D) kokristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut metanol dan E) koristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 Analisis spektrofotometri FT-IR molar) dari fase leburan. Spektrum FT-IR pada Gambar 5, menunjukkan bahwa spektrum Fase padat nikotinamida dan trimetoprim inframerah campuran fisika sama menunjukkan derajat kristalinitas yang tinggi dengan spektrum hasil kodikarakterisasi oleh puncak-puncak kristalisasi nikotinamida dan interferensi khas pada pola difraksi sinar-X 210 Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi (Erizal Zaini dan kawan-kawan) trimetoprim, yang menunjukkan tidak terjadi interaksi kimiawi pada saat proses kokristalisasi kedua komponen. meningkatkan laju disolusi dalam medium air dibandingkan dengan campuran fisika dan trimetoprim tunggal (Gambar 6). Peningkatan kelarutan dan laju disolusi trimetoprim dengan Uji laju disolusi kokristalisasi dengan nikotinamida Trimetoprim memiliki kelarutan disebabkan berbagai mekanisme, dan laju disolusi yang rendah dalam diantaranya pembentukan eutektik air. Dengan teknik ko-kristalisasi antara nikotinamida dan trimetoprim dengan nikotinamida dapat yang memperkecil ukuran partikel trimetoprim. Efek solubilisasi dari dengan beberapa senyawa obat, yang nikotinamida yang mudah larut air juga disebut dengan efek hidrotropi (14-17). ikut berkontribusi terhadap peningkatan Hal ini diduga ikut berperan dalam laju disolusi trimetoprim, karena peningkatan laju disolusi trimetoprim trimetoprim terdispersi dalam dari campuran fisika, melalui nikotinamida. Nikotinamida dilaporkan pembentukan kompleks dengan dapat membentuk kompleks melalui nikotinamida dalam keadaan larutan. mekanisme donor-akseptor elektron π . Gambar 5. Spektrum FT-Infra merah A) nikotinamida, B) trimetoprim, C) campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan D) kokristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar). 211 Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 100 90 80 A 70 60 B 50 40 C 30 20 10 0 0 10 20 30 40 50 60 70 Waktu (menit) Ko-kristal NCT-TMP CF-NCT-TMP TMP tunggal Gambar. 6. Profil disolusi serbuk A) serbuk hasil ko-kristalisasi nicotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), B) campuran fisika nicotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan C) trimetoprim tunggal. 212 Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212 2 1 2 KESIMPULAN 1. Teknik ko-kristalisasi antara trimetoprim dan nikotinamida dari pelarut metanol menghasilkan campuran eutektik sederhana. 2. Laju disolusi trimetoprim dari kokristalisasi dengan nikotinamida dapat meningkat secara signifikan dibandingkan campuran fisika dan trimetoprim tunggal. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Racz I. Drug Formulation. New York: John Wiley and Sons; 1989. Shargel L, Yu A. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. 4th Ed. New York: Appleton & Lange; 1999. Leuner C, Dressman J. Improving drug solubility for oral delivery using solid dispersions. Eur J Pharm Biopharm 2000; 50; 47-60. Chiou WL, Riegelman S. Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion System. J Pharm Sci 1991; 60 (9), 1281-1302. Abdou HM. Dissolution, Bioavaibility and Bioequivalence. Easton, Pennsylvania: Mack Publishing Company; 1989. Trask AV, Jones W. Crystal engineering of organic co-crystals by the solid state grinding approach. Top Curr Chem 2005; 254: 41-70. Li N, Zhang YH, Wu YN, Xiong XL, Zhang YH. Inclusion Complex of trimethoprim with β-cyclodextrin. J Pharma Biomed Anal 2005; 39: 824829. Soewandhi SN. Antaraksi Fisik Padatan Pada Kombinasi Senyawa Aprobarbital dan Isopropilantipirina. Jurnal Matematika dan Sains 1999; 4(1): 20-31. Berry DJ, Seaton C, Clegg W, Harrington RW, Coles SJ, Horton PN. Applying hot-stage microscopy to co- View publication stats 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. crystal screening: A study of nicotinamide with seven active pharmaceutical ingredients. Cryst Growth and Des 2008; 8(5): 16971712. Davis RE, Lorimer KA, Wilkowski MA, Rivers JH. Studies of relationship in cocrystal systems. ACA Transactions 2004; 39: 41-61. Hornedo NR, Sarah JN, Kurt FS, Yomaira P, Christopher JF. Reaction crystallization of pharmaceutical molecular complexes. Mol Pharm 2006; 3(3): 362-367. Varma MM, Pandi JK. Dissolution, solubility, XRD, and DSC studies on Flurbiprofen-Nicotinamide solid dispersion. Drug Dev Ind Pharm 2005; 31: 417-423. Oberoi LM, Alexander KS, Riga AT. Study of interaction between Ibuprofen and Nicotinamide using differential scanning calorimetry, spectroscopy and microscopy and formulation of a fastacting and possibly better ibuprofen suspension for osteoarthritis patients. J Pharm Sci 2005; 94: 93101. Hamza YE, Paruta AN. Enhanced solubility of paracetamol by various hydrotropic agents. Drug Dev Ind Pharm 1985; 11(8): 1577-1596. Bogdanova SV, Sidzhakova D, Karaivanova V, Georgieva SV. Aspects of the interaction between Indomethacin and Nicotinamide in solid dispersions. Int J Pharm 1998; 163: 110. Sanghvi R, Evans D, Yalkowsky SH. Stacking complexation by Nicotinamide: A useful way of enhancing drug solubility. Int J Pharm 2007; 336: 35-41. Agrawal S, Pancholi SS, Jain NK, Agrawal LP. Hydrotropic solubilization of Nimesulide for parenteral administration. Int J Pharm 2004; 274: 149-155.