Uploaded by Muhammad Fadel Alfath

jurnal 1

advertisement
Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi
(Erizal Zaini dan kawan-kawan)
PENINGKATAN LAJU PELARUTAN TRIMETOPRIM
MELALUI METODE KO-KRISTALISASI DENGAN
NIKOTINAMIDA
Erizal Zaini1, Auzal Halim1, Sundani N. Soewandhi2, Dwi Setyawan3
1
Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas
2
Sekolah Farmasi ITB Jl. Ganesha 10 Bandung
3
Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya
Korespondensi: Dr. Erizal Zaini, M.Si.
Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Padang, 25163, Sumatera Barat, e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Co-crystallization of trimethoprim with nicotinamide had been done using solvent (methanol
as a solvent) and melted technique. Kofler’s hot contact methode was used to identify the solid
state interaction between these two components. The solid phase was characterized by
microscopic, powder X-ray diffraction, thermal DTA and FT-IR spectroscopy analysis.
Dissolution rate profile was performed by paddle methode (Type II USP), distilled water as a
medium. Solid state interaction between trimethoprim and nicotinamide show a formation of
conglomerate (simple eutectic) at eutectical point 125 0C. Dissolution rate of cocrystallization
product of trimethoprim and nicotinamide increase significantly compare to physical mixture
and intact trimethoprim.
Keywords: co-crystallization, trimethoprim, nicotinamide, eutectic
ABSTRAK
Telah dilakukan ko-kristalisasi trimetoprim dengan bahan tambahan nikotinamida dengan
metode pelarutan (menggunakan pelarut metanol) dan peleburan. Metode kontak panas
Kofler digunakan untuk identifikasi awal pembentukan interaksi antar kedua komponen.
Padatan hasil ko-kristalisasi dikarakterisasi dengan analisis mikroskopik, difraksi sinar-X,
termal DTA dan spektrofotometer FT-IR. Uji laju pelarutan dilakukan dengan metode dayung
(tipe II USP) dengan medium air. Hasil interaksi menunjukkan pembentukan konglomerat
(eutektikal) antara kedua fase kristalin dalam keadaan padat, dengan titik eutektik pada
temperatur 125 0C. Laju pelarutan trimetoprim hasil ko-kristalisasi meningkat secara signifikan
dibandingkan dengan campuran fisika dan senyawa tunggal trimetprim.
Kata kunci: ko-kristalisasi, trimetoprim, nikotinamida, eutektik
PENDAHULUAN
Kelarutan merupakan salah satu
sifat fisikokimia senyawa obat yang
penting dalam meramalkan derajat
absorpsi obat dalam saluran cerna.
Obat-obat
yang
mempunyai
kelarutan kecil dalam air (poorly
soluble
drugs)
seringkali
menunjukkan ketersediaan hayati
rendah dan kecepatan disolusi
merupakan tahap penentu (rate
205
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
limiting step) pada proses absorpsi
obat (1-3).
Berbagai metode untuk meningkatkan
kelarutan dan laju disolusi obat telah banyak
dilaporkan seperti pembuatan dispersi
padat, pembentukan prodrug, kompleks
inklusi obat dengan pembawa dan
modifikasi senyawa menjadi bentuk garam
dan solvat (4-5). Salah satu metode menarik
dan sederhana yang baru-baru ini
dikembangkan dalam bidang ilmu bahan
dan rekayasa kristal untuk meningkatkan
laju pelarutan dan ketersediaan hayati obatobat yang sukar larut adalah teknik
kokristalisasi untuk menghasilkan kokristal
(senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika
dan fisikokimia yang lebih unggul. Kokristal
merupakan material padat yang terdiri dari
dua atau lebih molekul padat yang
membentuk satu kisi kristal yang berbeda
dan dihubungkan oleh ikatan antar molekul
seperti ikatan hidrogen dan Van der Waals
(6).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
meningkatkan laju pelarutan obat yang
sukar larut melalui teknik kokristalisasi dan
karakterisasi
sifat
fisikokimia
dan
kristalografik senyawa kokristal yang
terbentuk. Dalam penelitian ini digunakan
trimetoprim sebagai model obat yang sukar
larut air, merupakan senyawa sintetik
antibakteri spektrum luas yang bekerja
menghambat enzim reduktase dihidrofolat.
Sedangkan nikotinamida (vitamin B3)
digunakan sebagai pembentuk kokristal
(cocrystal former) yang bersifat inert, dan
mempunyai toksisitas yang rendah. Dari
studi terdahulu telah dilaporkan peningkatan
kelarutan dan pelarutan trimetoprim melalui
pembentukan kompleks inklusi dengan βsiklodekstrin
(7).
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat
Percobaan
Alat-alat yang digunakan: mikroskop
polarisasi dilengkapi kamera, difraktometer
sinar-X, DSC/DTA, spektrofometer FT-IR,
206
spektrofotometri UV-Vis, oven vakum, alat
uji Disolusi, pH meter, timbangan analitik.
Bahan-bahan
yang
digunakan:
trimetoprim (Shouguang Fukang Pharm Co.
Ltd) No. batch 200703342, nikotinamida,
trimetoprim baku pembanding FI (BPFI) dari
PPOM, pelarut metanol, etanol, air suling,
kertas Whatman.
Pembuatan ko-kristal dengan
berbagai teknik
Ko-kristalisasi dari pelarut (solvent
technique): Sejumlah trimetoprim
dan
nikotinamida
dalam
perbandingan molar 1:1 dilarutkan
dalam metanol. Larutan diuapkan
sampai diperoleh padatan dan
disimpan dalam desikator selama
48 jam.
Kokristalisasi dari leburan (melted
technique): Kokristal trimetoprim
dan nikotinamida dibuat dalam
perbandingan
molar
1:1.
Nikotinamida dilebur dalam cawan
penguap, kemudian sedikit demi
sedikit ditambahkan trimetoprim ke
dalam
leburan
nikotinamida.
Campuran dibiarkan memadat pada
temperatur ruang dan disimpan
dalam desikator.
Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan
Kristalografik
Metode Kontak Panas: Metode
kontak
dilakukan
dibawah
mikroskop
polarisasi
yang
dilengkapi meja pemanas elekrik
(Hot Stage). Sejumlah tertentu
trimetoprim (suhu lebur 200 oC)
diletakkan pada kaca objek dan
ditutup,
kemudian
dipanaskan
sampai lebur, biarkan mengkristal
kembali.
Letakkan
serbuk
nikotinamida tepat pada batas sisi
gelas penutup. Sistem dipanaskan
kembali
sampai
seluruh
nikotinamida
melebur
dan
leburannya
kontak
dengan
Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi
(Erizal Zaini dan kawan-kawan)
permukaan kristal Trimetoprim.
Amati
terjadinya
pertumbuhan
kristal pada bidang kontak tersebut
(8).
pemipetan
diganti
dengan
sebanyak medium yang diambil
pada suhu yang sama sehingga
volume medium disolusi tetap.
Masingmasing larutan yang dipipet
diukur
serapannya
dengan
menggunakan
spektofotometer
UV-Vis derivatif pertama pada
panjang gelombang zero crossing
nikotinamida.
Lalu
hitung
konsentrasi trimetoprim terdisolusi
dengan
menggunakan
kurva
kalibrasi
Analisis
mikroskopik
dengan
mikroskop
polarisasi:
Serbuk
trimetoprim,
nikotinamida
dan
senyawa hasil interaksi diamati
habit dan morfologis kristal dengan
mikroskop
polarisasi
yang
dilengkapi kamera digital.
Analisis pola difraksi sinar- X:
Penetapan pola difraksi sinar X
serbuk kokristal dilakukan dengan
menggunakan
difraktometer.
Kondisi
pengukuran
sebagai
berikut, sumber Cu Kα, voltase 45
kV, arus 25 mA dan kecepatan
scanning 0,05o per detik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis mikroskopik
Kristal hasil rekristalisasi leburan
nikotinamida
dan
trimetoprim
terlihat beraneka warna ketika
diamati
dibawah
mikroskop
polarisasi. Perbedaan warna dan
intensitasnya dipengaruhi oleh
orientasi fragmen, ketebalan dan
sinar
yang
diabsorbsi
atau
diteruskan oleh fragmen kristal.
Hasil leburan nikotinamida dan
trimetoprim
yang
mengkristal
kembali mempunyai bentuk khas
pada masing-masing kristalnya.
Nikotinamida memiliki bentuk habit
kristal mozaik sferulit (Gambar 1A),
yang tersusun dari kristal berbentuk
jarum dan membentuk satu pusat
pertumbuhan. Sedangkan habit
kristal trimetoprim berbentuk sulur
yang memanjang (Gambar 1B).
Analisis termal diferensial: Analisis
dilakukan menggunakan alat DTA.
Suhu pemanasan dimulai 20
sampai 150 o C, dengan kecepatan
pemanasan 10 o C per menit.
Analisis
spektroskopi
FT-IR:
Pembuatan spektrum infra merah
serbuk trimetoprim, nikotinamida
dan senyawa hasil interaksi
dilakukan dengan mendispersikan
sampel pada pelet KBr yang
dikempa dengan tekanan tinggi.
Kemudian
diukur
persen
transmitan
dari
bilangan
gelombang 400 – 4000 cm.
Penetapan profil disolusi
trimetoprim
Penetapan
disolusi
serbuk
trimetoprim murni, dan trimetoprim
hasil interaksi dengan nikotinamida
dilakukan dengan menggunakan
alat tipe I, medium asam klorida 0,1
N sebanyak 900 ml, kecepatan
putaran 100 rpm, serta suhu 37 +
0,5 0C. Sampel diambil setelah 5,
10, 20, 30, 45, dan 60 menit. Setiap
A
207
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
B
Gambar 1. Mikrofoto habit kristal
nikotinamida (A) dan trimetoprim
(B). (perbesaran 200x).
Idenfikasi interaksi dengan metode
kontak panas Kofler
Identifikasi awal untuk mengungkap
interaksi fisika antar dua komponen
dilakukan dengan dua metode yaitu metode
kontak panas Kofler dan metode reaksi
kristalisasi (8,9,10,11). Metode kontak
panas pertama kali diperkenalkan oleh
Lehman dan Kofler (9). Metode ini
merupakan teknik yang sederhana untuk
mengidentifikasi perilaku fase dalam suatu
sistem biner (dua komponen). Pada metode
ini, salah satu komponen (yang memiliki titik
lebur yang lebih tinggi yaitu trimetoprim
dilebur, lalu dibiarkan memadat kembali
(rekristalisasi),
komponen
kedua
nikotinamida (titik lebur lebih rendah)
ditempatkan pada sisi lainnya pada gelas
objek, dipanaskan dengan menggunakan
208
alat pemanas (hot stage) yang dihubungkan
dengan mikroskop polarisasi. Pada saat
komponen kedua nikotinamida (NCT)
melebur, fase leburan komponen NCT akan
berdifusi kedalam komponen padatan
trimetoprim (TMP) dan melarutkan sebagian
padatan TMP pada zona kontak antara
sistem biner TMP dan NCT. Davis et al,
(10),
menyebutnya
sebagai
zona
pencampuran (mixing zone), yang paling
menarik untuk diamati. Sampel dibiarkan
memadat (rekristalisasi) pada temperatur
ruang. Setelah kedua komponen (TMP dan
NCT) memadat, zona kontak diamati
kembali pada mikroskop polarisasi. Pada
Gambar 2.A-D, sisi A.1 merupakan hasil
rekristalisasi leburan NCT dan sisi A.3
adalah rekristalisasi leburan TMP. Kedua
komponen menunjukkan habit kristal yang
khas. Zona A.2 adalah zona kontak antara
padatan TMP dan NCT. Pada awal
pembentukan zona kontak, belum teramati
adanya habit kristal baru, melainkan masih
dalam keadaan fase cair (amorf) (Gambar
2A). Setelah didiamkan beberapa saat,
mulai terbentuk pertumbuhan habit kristal
baru pada zona B.2, yang berbeda dari
kedua habit TMP dan NCT (Gambar 2B).
Preparat sampel metode kontak dipanaskan
kembali, fase padatan NCT melebur kembali
pada 131 0C, zona kontak melebur pada 124
0
C dan diikuti oleh padatan TMP pada 199
0
C (Gambar 2C dan 2D). Perbedaan habit
Gambar 2. Mikrofoto habit kristal hasil interaksi TMP dan NCT dengan metode
kontak panas Kofler A) setelah kontak leburan NCT dan padatan TMP,
B) setelah terbentuk zona kontak, C) peleburan padatan NCT dan zona
kontak dan D) peleburan TMP.
Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi
(Erizal Zaini dan kawan-kawan)
kristal dan perilaku termal, mengindikasikan
adanya interaksi padatan antara kedua
komponen NCT dan TMP (9,10).
Analisis termal DTA
Analisis termal DTA merupakan
instrumen analitik yang sangat
bermanfaat dalam karakterisasi
interaksi dalam keadaan padat
(solid state interaction) antara dua
atau lebih material obat. Analisis
termal DTA digunakan untuk
mengevaluasi perubahan sifat
termodinamika yang terjadi saat
materi diberikan energi panas,
berupa peristiwa rekristalisasi,
peleburan,
desolvasi,
dan
transformasi fase padat, yang
ditunjukkan puncak endotermik
atau eksotermik pada termogran
DTA.
Termogram DTA nikotinamida
dan
trimetoprim
murni
menunjukkan
satu
puncak
endotermik
yang
merupakan
peristiwa
peleburan
padatan
masingmasing komponen pada
131 0C dan
0
201,5
C. Serbuk hasil kokristalisasi
nikotinamida
dan
trimetoprim ekuimolar (1:1 molar)
dari pelarut metanol, menunjukkan
perilaku termal yang berbeda dari
kedua komponen pembentuknya,
ada dua puncak endotermik yaitu
pada 125 0C dan agak melebar
pada 183 0C (Gambar 3). Dari
termogram DTA mengindikasikan
penurunan titik lebur sistem biner
hasil ko-kristalisasi, yang diduga
terbentuknya campuran eutektik
antara
nikotinamida
dan
trimetoprim, dengan titik lebur
0
eutektik
pada
125
C.
Pembentukan eutektikal sejumlah
materi obat dengan nikotinamida
juga telah dilaporkan, antara lain
dengan flurbiprofen dan ibuprofen
(12,13). Pada campuran eutektik,
kedua komponen dapat bercampur
sempurna
dalam
berbagai
komposisi pada kondisi isotrop
(leburan),
namun
eksistensi
masing-masingnya akan diperoleh
kembali dalam kondisi anisoptrop
(kristalin). Dengan demikian, baik
nikotinamida maupun trimetoprim
akan diperoleh kembali jika kedua
komponen
diko-kristalisasi
kembali.
209
Gambar 3. Termogram DTA serbuk A) nikotinamida, B) trimetoprim dan C) serbuk
hasil ko-kristalisasi antara nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1
molar).
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
Analisis Difraksi Sinar-X
Difraksi
sinar-X
serbuk
merupakan metode yang handal
untuk
karakterisasi
interaksi
padatan antara dua komponen
padat, apakah terbentuk fase
kristalin baru atau tidak. Jika
terbentuk fase kristalin baru dari
hasil
interaksi
antar
kedua
komponen maka akan teramati
secara nyata dari difraktogram
sinar-X
yang
berbeda
dari
campuran fisika kedua komponen.
Gambar.
4,
menunjukkan
difraktogram
sinar-X
serbuk
padatan hasil interaksi kedua
komponen
dengan
metode
kokristalisasi pelarut dan leburan,
dibandingkan dengan komponen
tunggal kedua komponen dan
campuran fisika kedua komponen
tanpa perlakuan.
serbuk (Gambar. 4A dan 4B). Trimetoprim
memiliki interferensi khas pada 2 theta = 9,2;
11,7; 15,3; 17,5; 18,6; dan 25,9. sedangkan
nikotinamida pada 2 theta = 14,7; 22,19;
25,8 dan 27,52.
Difraktogram sinar-X campuran fisika
(Gambar 4C), merupakan super imposisi
antara kedua komponen pembentuknya.
Difraktogram sinar-X padatan hasil interaksi
antara nikotinamida dan trimetoprim
memiliki pola difraksi yang sama dengan
campuran fisika nikotinamidatrimetoprim,
hanya berbeda dalam intensitas puncak
interferensi yang menunjukkan perbedaan
derajat kristalinitas. Hal ini mengindikasikan
bahwa ko-kristalisasi antara nikotinamida
dan trimetoprim tidak menghasilkan fase
kristalin
baru
(senyawa
molekular),
melainkan konglomerasi kedua fase kristal
dalam keadaan padat atau seringkali
disebut
sebagai
campuram
eutektik
sederhana
(10).
Gambar 4. Difraktogram sinar-X serbuk A) trimetoprim, B) nikotinamida, C)
campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), D)
kokristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut
metanol dan E) koristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1
Analisis spektrofotometri FT-IR
molar) dari fase leburan.
Spektrum FT-IR pada Gambar 5,
menunjukkan bahwa spektrum
Fase padat nikotinamida dan trimetoprim
inframerah campuran fisika sama
menunjukkan derajat kristalinitas yang tinggi
dengan
spektrum
hasil
kodikarakterisasi
oleh
puncak-puncak
kristalisasi
nikotinamida
dan
interferensi khas pada pola difraksi sinar-X
210
Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
Peningkatan laju pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi
(Erizal Zaini dan kawan-kawan)
trimetoprim, yang menunjukkan
tidak terjadi interaksi kimiawi pada
saat proses kokristalisasi kedua
komponen.
meningkatkan laju disolusi dalam
medium air dibandingkan dengan
campuran fisika dan trimetoprim
tunggal (Gambar 6).
Peningkatan kelarutan dan laju
disolusi
trimetoprim
dengan
Uji laju disolusi
kokristalisasi dengan nikotinamida
Trimetoprim memiliki kelarutan
disebabkan berbagai mekanisme,
dan laju disolusi yang rendah dalam
diantaranya pembentukan eutektik
air. Dengan teknik ko-kristalisasi
antara nikotinamida dan trimetoprim
dengan
nikotinamida
dapat
yang memperkecil ukuran partikel
trimetoprim. Efek solubilisasi dari
dengan beberapa senyawa obat, yang
nikotinamida yang mudah larut air juga
disebut dengan efek hidrotropi (14-17).
ikut berkontribusi terhadap peningkatan
Hal ini diduga ikut berperan dalam
laju disolusi trimetoprim, karena
peningkatan laju disolusi trimetoprim
trimetoprim
terdispersi
dalam
dari
campuran
fisika,
melalui
nikotinamida. Nikotinamida dilaporkan
pembentukan
kompleks
dengan
dapat membentuk kompleks melalui
nikotinamida dalam keadaan larutan.
mekanisme donor-akseptor elektron π
.
Gambar 5. Spektrum FT-Infra merah A) nikotinamida, B) trimetoprim, C) campuran
fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan D)
kokristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar).
211
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
100
90
80
A
70
60
B
50
40
C
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu (menit)
Ko-kristal NCT-TMP
CF-NCT-TMP
TMP tunggal
Gambar. 6. Profil disolusi serbuk A) serbuk hasil ko-kristalisasi nicotinamida dan
trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), B) campuran fisika nicotinamida dan
trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan C) trimetoprim tunggal.
212
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 205 -212
2
1
2
KESIMPULAN
1. Teknik
ko-kristalisasi
antara
trimetoprim dan nikotinamida dari
pelarut
metanol
menghasilkan
campuran eutektik sederhana.
2. Laju
disolusi
trimetoprim
dari
kokristalisasi dengan nikotinamida
dapat meningkat secara signifikan
dibandingkan campuran fisika dan
trimetoprim tunggal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Racz I. Drug Formulation. New York:
John Wiley and Sons; 1989.
Shargel
L,
Yu
A.
Applied
Biopharmaceutics
and
Pharmacokinetics. 4th Ed. New York:
Appleton & Lange; 1999.
Leuner C, Dressman J. Improving drug
solubility for oral delivery using solid
dispersions. Eur J Pharm Biopharm
2000; 50; 47-60.
Chiou WL,
Riegelman
S.
Pharmaceutical Applications of Solid
Dispersion System. J Pharm Sci 1991;
60 (9), 1281-1302.
Abdou HM. Dissolution, Bioavaibility
and
Bioequivalence.
Easton,
Pennsylvania:
Mack
Publishing
Company; 1989.
Trask
AV,
Jones
W.
Crystal
engineering of organic co-crystals by
the solid state grinding approach. Top
Curr Chem 2005; 254: 41-70.
Li N, Zhang YH, Wu YN, Xiong XL,
Zhang YH. Inclusion Complex of
trimethoprim with β-cyclodextrin. J
Pharma Biomed Anal 2005; 39:
824829.
Soewandhi SN. Antaraksi Fisik
Padatan Pada Kombinasi Senyawa
Aprobarbital dan Isopropilantipirina.
Jurnal Matematika dan Sains 1999;
4(1): 20-31.
Berry DJ, Seaton C, Clegg W,
Harrington RW, Coles SJ, Horton PN.
Applying hot-stage microscopy to co-
View publication stats
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
crystal
screening:
A
study
of
nicotinamide
with
seven
active
pharmaceutical
ingredients.
Cryst
Growth and Des 2008; 8(5): 16971712.
Davis RE, Lorimer KA, Wilkowski MA,
Rivers JH. Studies of relationship in
cocrystal systems. ACA Transactions
2004; 39: 41-61.
Hornedo NR, Sarah JN, Kurt FS,
Yomaira P, Christopher JF. Reaction
crystallization
of
pharmaceutical
molecular complexes. Mol Pharm
2006; 3(3): 362-367.
Varma MM, Pandi JK. Dissolution,
solubility, XRD, and DSC studies on
Flurbiprofen-Nicotinamide
solid
dispersion. Drug Dev Ind Pharm 2005;
31: 417-423.
Oberoi LM, Alexander KS, Riga AT.
Study of interaction between Ibuprofen
and Nicotinamide using differential
scanning calorimetry, spectroscopy and
microscopy and formulation of a fastacting and possibly better ibuprofen
suspension for osteoarthritis patients. J
Pharm Sci 2005; 94: 93101.
Hamza YE, Paruta AN. Enhanced
solubility of paracetamol by various
hydrotropic agents. Drug Dev Ind
Pharm 1985; 11(8): 1577-1596.
Bogdanova
SV,
Sidzhakova
D,
Karaivanova V, Georgieva SV. Aspects
of
the
interaction
between
Indomethacin and Nicotinamide in solid
dispersions. Int J Pharm 1998; 163: 110.
Sanghvi R, Evans D, Yalkowsky SH.
Stacking complexation by Nicotinamide:
A useful way of enhancing drug
solubility. Int J Pharm 2007; 336: 35-41.
Agrawal S, Pancholi SS, Jain NK,
Agrawal LP. Hydrotropic solubilization
of
Nimesulide
for
parenteral
administration. Int J Pharm 2004; 274:
149-155.
Download