NILAI MEREK Perencanaan Merek Pertemuan-2 A. Judhie Setiawan MENGAPA MEMILIH MEREK? Pertanyaan mudah, sekaligus sulit. Mudah, karena sebagian besar orang dari semua lapisan dapat memberikan jawaban. Sulit, karena jawabannya subyektif, dan kebenarannya tidak pasti. Freud, dalam Kotler (2000), mengatakan bahwa sebenarnya seseorang sulit mengetahui motivasinya sendiri secara pasti. Bisa jadi pemilihan merek didorong oleh faktor-faktor masa lalu yang terakumulasi secara psikologis. Maslow, dalam Blackwell (2001), mengatakan bahwa motivasi yang mendorong seseorang menjatuhkan pilihan adalah kebutuhan. MENGAPA MEMILIH MEREK? Aaker (1996) mengatakan, konsumen akan memilih merek yg memberikan nilai pelanggan (customer value) tertinggi. Andaikan merek dan harga memiliki berat, lalu ditimbang, mana yg lebih berat? Kalau sama berat, merek tidak memberikan nilai pelanggan. Kalau merek lebih berat, berarti nilai pelanggan positif, atau berarti merek memberikan nilai pelanggan. Kalau harga lebih berat, berarti nilai pelanggan negatif. Konsumen akan memilih produk yang memberikan nilai pelanggan tertinggi. MEREK DAN KUALITAS PRODUK Kotler (2001) menganjurkan agar merek mencerminkan kualitas, tetapi bukan berarti merek itu yang menciptakan kualitas. Kualitas adalah sesuatu yg diciptakan di pabrik. Merek adalah sesuatu yg diciptakan di benak konsumen. Keduanya merupakan hal yg berbeda. Namun, kualitas yg diciptakan di pabrik itu akan lebih mudah dikomunikasikan bila didukung oleh merek yg sesuai. KONSEP NILAI MEREK Aaker (1996: 95) mengatakan adanya tiga nilai yg dijanjikan sebuah merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional dan nilai ekspresi diri. Temporal (2000: 25), nilai suatu merek ada dua, yaitu nilai rasional dan nilai emosional. NILAI FUNGSIONAL MEREK Nilai yg paling mudah dilihat adalah nilai fungsional, yaitu nilai yg diperoleh dari atribut produk yg memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen. Nilai ini berkaitan langsung dengan fungsi yg diberikan oleh produk atau layanan kepada konsumen. Jika memiliki keunggulan secara fungsional, maka sebuah merek mendominasi kategori. Contoh: Karena diproses dengan dua kali penyaringan, Filma adalah minyak goreng paling jernih. Dengan kandungan kalsium tinggi, Calsimex mencegah pengeroposan tulang. NILAI EMOSIONAL MEREK Bila konsumen mengalami perasaan positif (positive feeling) pada saat membeli atau menggunakan suatu merek, maka merek tersebut memberikan nilai emosional. Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan positif apa yg akan dialami konsumen pada saat membeli produk. Contoh: Aman dalam Volvo Pribadi yg sukses dalam BMW Sehat kalau minum Aqua Kuat dan Berani kalau minum M-150. NILAI EKSPRESI DIRI - MEREK Aaker (1996: 101) mengakui bahwa nilai ekspresi diri merupakan bagian dari nilai emosi. Kalau nilai emosional berkaitan dengan perasaan positif (misalnya nyaman, bahagia, bangga), maka ekspresi diri berbicara tentang “bagaimana saya di mata orang lain maupun diri saya sendiri”. Nilai emosional berpusat pada diri sendiri, maka nilai ekpresi diri berpusat pada publik. Contoh: Maskulin diekspresikan oleh Marlboro Ceria diekspresikan oleh Fanta Berjiwa petualang diekspresikan oleh Jarum PIRAMIDA NILAI DAVIS Davis (2000: 55-72) mengatakan bahwa keseluruhan asosiasi terhadap merek dapat dipadatkan menjadi 3 bagian, yaitu (1) fitur dan atribut, (2) manfaat dan (3) keyakinan dan nilai. Bagi Davis, fitur dan atribut merupakan faktor dasar yg harus dipenuhi setiap merek. Manfaat merek (Davis) terdiri dari manfaat fungsional dan emosional. Pengertiannya sama dengan pendapat Aaker. Keyakinan & Nilai (Davis) berkaitan dengan kebanggaan, kemantapan diri, keyakinan, dan kebahagiaan yg dipenuhi atau dijanjikan oleh merek. Apabila sudah memiliki asosiasi di tingkat ke-3, menurut Davis sebuah merek akan menikmati loyalitas konsumen yg tinggi. RASIONAL, EMOSIONAL, DAN SPIRITUAL Menurut Thomson (1999: 64) merek memiliki unsur rasional, emosional dan spiritual. Rasional? Emosional? Spiritual -> nilai-nilai spiritual ada karena setiap orang memiliki sikap kepedulian (caring) dan berbagi (sharing). MANA YANG PERLU DITONJOLKAN PERUSAHAAN? Berkaitan dengan nilai Emosional, atau Spiritual? merek? Rasional, BERMAIN DALAM PIKIRAN (1) Merek yg kuat memiliki tempat di benak konsumen (Davis, 2001: 3). In English consumers & consumer. Merek hidup dalam konteks publik, artinya, menurut Davis, pada saat disebutkan, para konsumen berpikir tentang hal yg sama. Langkah awal agar posisi merek kuat, tentu hrs dikenal dulu. Untuk itu merek hrs bersaing dulu utk masuk ke dalam memori konsumen. Kapasitas otak kita terbatas, padahal setiap hari kita dibombardir oleh ribuan stimuli. Akibatnya tidak semua merek tertampung. Secara alamiah, otak kita menggerakkan panca indera untuk menyeleksi merek utk diperhatikan. Makanya kita sering “mendengar tetapi tidak memperhatikan”. BERMAIN DALAM PIKIRAN (2) Brand awareness -> pengenalan, kesadaran merek. Pengenalan merek menjadi landasan terbentuknya asosiasi merek (Aaker, 1996). Proses asosiasi adl suatu bentuk pengorganisasian stimulus guna membentuk persepsi. Persepsi merek -> gambaran konsumen tentang merek. Keberhasilan merek memenangkan pikiran dapat diukur dari dua segi, yaitu kesadaran merek dan asosiasi merek (Temporal, 2000). BERMAIN DALAM PIKIRAN (3) Pikiran merupakan area pertempuran merek, hal ini berkaitan dengan bagaimana otak bekerja. 4 fungsi otak: pikiran, perasaan, sensasi, dan intuisi. PIKIRAN? Merupakan bagian yg mempertimbangkan rasio dan logika, sering disebut berkaitan dengan otak kiri. Otak kiri berurusan dgn analisis, numerasi dan prosedur logika lainnya. Rasionalitas dan logika dapat menjadi pemicu perilaku yg kuat krn memberikan alasan mengapa suatu aksi (misalnya, memilih merek) hrs dilakukan. Fungsi ini dapat dimanfaatkan dengan menampilkan manfaat rasional merek. Contoh: Lifebuoy dengan puralin dapat membunuh kuman. PERASAAN? Merupakan stimulan yg kuat terhadap perilaku, berkaitan dengan otak kanan. Disanalah bersemayam emotions, happiness, fear, anger, sadness & love. Semua jenis perasaan itu dapat distimulasi dalam iklan. Untuk membangun sebuah merek yg kuat, faktor emosilah yg paling penting karena faktor rasional dapat ditiru (Aaker, 1996). SENSASI? Sensasi berhubungan dengan touch, taste, sound, smell & sight. Semua itu juga merupakan fungsi otak kanan. Aspek-aspek tersebut paling relevan untuk bisnis eceran (retailing), namun juga dapat dimanfaatkan untuk menguatkan merek. Bagaimana memanfaatkan faktor sensasi? Ries&Ries (1999) menyimpulkan hal ini dalam hukum bentuk dan warna. INTUISI? Intuisi merupakan fungsi lain dari otak kanan. Intuisi mengabaikan rasio dan logika, yg ditonjolkan adalah spontanitas. Hasilnya adalah impulse buying (Blackwell et al, 2001). Sebuah merek dapat memanfaatkan intuisi dengan membangun kepercayaan terhadapnya, sehingga merek itu dapat menjadi pilihan tanpa melibatkan emosi ataupun rasionalitas. TERIMA KASIH................