Infiniti Kau selalu mengatakannya, bahwa kita tidak bisa memilih hal-hal yang terjadi di dalam hidup ini. Seperti ceritamu. Kau yang menginginkan panggung kecil dengan gitar di pelukan, nada-nada musik indie yang kau mainkan menyambut setiap detik-detik jarum jam. Para pendengar musikmu yang tampak tenang dan menikmati alunan melodimu tanpa teriakan berlebihan; sebuah mini konsermu, tanpa riuh dan kehebohan yang brutal. Tapi hidup membawamu pada bintang-bintang. Pada teropong yang membawa matamu menyipit lelah, pada langit yang membentangkan gemintang, dan garis-garis semu yang mungkin ada dan tiada. Kau hanya butuh musik dalam hidupmu. Dan teman atau mungkin aku yang mengerti dirimu segini banyak. Bahwa esensi bintang di matamu tak seindah yang dikatakan orang-orang. Bahwa kau adalah prajurit perang di balik kamuflase ketenanganmu. Dan hidup ini, katamu. Hidup ini adalah tamengnya. Maka ketika hidup berkata seperti itu, kau pun tidak apa-apa, tidak apa-apa. Namun, aku selalu suka saat kau tersenyum di balik petikan-petikan gitar. Walau tipis aku melihatnya, di matamu yang kelam namun seterang bintang. Mungkin karena itulah, kau tak perlu bintang untuk dipuja, sebab matamu telah mencipta bintang untukku. Dan bintang itu hadir setiap kau bermain musik yang kata orang-orang tak berarti. “Bagaimana cara kau menghadapinya?” “Dengan menerima.” “Apa kau baik-baik saja?” “Aku selalu baik-baik saja.” Lagi-lagi kau begitu. Aku tau dalam benakmu selalu ada kegelisahan, namun kau selalu menutupinya seolah semua itu tidak pernah ada. Maka ketika itu aku jatuh cinta, kepada kesederhanaanmu menatap kehidupan, kepada setiap bintang yang bersinar di matamu. Di setiapmu. Di kehidupanmu. Kepada jutaan mimpi-mimpi yang kau rajut dalam asamu. Namun adakah aku di sana? Diam-diam aku bertanya. Kau membuatku berani merajut mimpi dalam batas infiniti. Dan aku tak bilang siapa-siapa, bahwa kau ada di antaranya. Bersama buku dan pena kecil yang menjadi temanku. Bersama rumah sederhana dan perpustakaan kecil di sebelahnya. Kita bersama setiap senja sambil berbincang-bincang. Karena batas mimpi ini yang infiniti, maka aku akan berkhayal seluasluasnya. Aku akan menjadi satu-satunya yang mendukungmu mendekap gitar, yang akan menjadi penonton setiap waktumu ketika kau bermain melodi. Mungkin di antara jam kerjamu yang sudah sedikit pesat. Jadi mari kita sama-sama bermimpi. Karena, batas mimpi kita infiniti, Micky