Uploaded by User45826

makalah feminisme (1)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Feminisme erat kaitannya dengan gerakan politik yang memperjuangkan
kesetaraan hak. Pembicaraan tentang feminisme bukanlah hal yang baru, baik di
kalangan pejuang hak-hak wanita pada umumnya. Gerakan feminisme mulai
membuahkan hasil nyata sekitar tahun 1960-an. Feminisme menyangkut
bagaimana memposisikan subjek perempuan dalam masyarakat.
Menjadi feminis merupakan suatu proses panjang yang muncul dari
berbagai rasa sakit dan kepahitan, serta kegetiran atas ketimpangan yang
berlangsung di dalam tatanan masyarakat, baik yang berlangsung di ranah publik
maupun yang berlangsung di ranah domestik, di ranah pribadi.
Feminisme mewujud seperti tubuh perempuan, yang tidak berpusat, yang
tidak satu terintegrasi, yang dapat membagi diri tanpa menjadi berkurang, yang
dapat menyatu tanpa kehilangan subyektivitasanya, yang karena berbeda maka
saling melengkapi.
Sebagian besar pemikiran feminis meresistensi kategorisasi, terutama
kategorisasi berdasarkan label dari “bapak” pemikiran itu. Feminisme bukanlah
ideologi yang moopolitik, bahwa feminis tidak berpikiran sama, dan bahwa seperti
semua modus berpikir yang dihargai oleh waktu, pemikiran feminis mempunyai
masa lalu, masa kini serta masa depan
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Feminisme ?
2. Bagaimana sejarah feminisme di dunia ?
3. Bagaimana keragaman pemikiran feminisme ?
4. Siapa saja tokoh-tokoh feminisme ?
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk memahami pengertian Feminisme.
2. Untuk mengetahui perkembangan Feminisme dari masa ke masa.
1
3. Untuk mengetahui keragaman pemikiran Feminisme
4. Untuk mengetahui siapa saja tokoh - tokoh yang memiliki pemikiran
Feminisme
1.4. Tujuan
1. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan pertimbangan
bagi dosen pembimbing dalam penilainan mata kuliah Teori Politik.
2. Dan bahan pembelajaran bagi mahasiswa dan mahasiswi maupun semua
instansi untuk memperluas wawasan mengenai feminisme.
3. Menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
4. Mengatasi suatu masalah mengenai Feminisme
5. Mengambil suatu keputusan yang lebih efektif.
6. Mengetahui kemajuan dan perkembangan suatu masalah feminisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Feminisme
Berbicara feminisme artinya membicarakan ideologi, bukan wacana.
Hakikat feminisme adalah perlawanan, anti, dan bebas dari penindasan, dominasi,
hegemoni, ketidakadilan, dan kekerasan. Kekhasan feminisme adalah melawan
penindasan. Perlawanan ini ditempuh dengan berbagai macam cara atau aksi.
Karena melawan penindasan, maka perlawanan ini harus diawali dengan adanya
kesadaran kritis dan pengorganisasian diri. Dengan mata, hati dan tindakan yaitu
bahwa dia menyadari, melihat, mengalami adanya penindasan yang terjadi pada
perempuan mempertanyakannya, menggugat dan mengambil aksi untuk merubah
kondisi tersebut. Feminisme dengan demikian berpihak pada perempuan, pada
mereka yang ditindas, didiskriminasi, diekploitasi, dan diabaikan.
Feminisme membongkar pengalaman ketertindasan sebagai perempuan,
mempertanyakan relasi-relasi kekuasaan yang berlangsung pada perempuan.
Feminisme memperjuangkan kemanusiaan kaum perempuan, memperjuangkan
perempuan sebagai manusia merdeka menuju penataan hubungan-hubungan sosial
baru di mana perempuan sama dengan laki-laki menjadi subjek utuh dalam
membuat keputusan dalam alokasi kekuasaan dan sumber-sumbernya. Perubahan
ini datang tidak dengan sendirinya melainkan harus diperjuangkan.
2.2 Sejarah Feminisme
Feminisme dimulai sejak perempuan mulai secara sadar mengorganisasikan
diri mereka dalam skala yang cukup untuk memperbaiki kondisi ketertindasan
mereka.
Awal abad 17 istilah feminisme mulai digunakan, maknanya dipahami
dalam konteks waktu itu, berakar pada analisis politik tahun 1970-an. Dalam buku
Encyclopedia of Feminism , yang ditulis Lisa Tutle, 1986, feminisme atau bahasa
Inggris : feminism, berasal dari bahasa latin yaitu femina : woman dan secara
harfiah atinya ‘having qualities of femals’. Telah disepakati bahwa feminisme
sebagai istilah untuk pertama kali digunakan pada abad ke-17 di Inggris, menurut
Kumari Jayawardena (1986). Dalam buku ‘Feminism and Nationalism in the
3
Third World (1986)’ Kumari menguraikan bahwa perbincangan mengenai hak
perempuan dan pendidikan telah berlangsung di Cina pada abad 18 dan bahwa
pada abad 19 dan awal 20 telah ada perjuangan kaum feminis di India, Iran, Turki,
Mesir, Jepang, Korea, Philipina, Vietnam, Srilanka, dan Indonesia.
2.3 Keragaman Pemikiran Feminisme
A. Feminisme Liberal
Aliran pemikiran politik yang merupakan asal mula feminisme liberal,
berada dalam proses rekonseptualisasi, pemikiran ulang, dan penstrukturan
ulang. Feminisme liberal menekankan, pertama-tama bahwa keadilan gender
menuntut kita untuk membuat aturan permainan yang adil, sedangkan kedua,
untuk memastikan tidak satupun dari pelomba untuk kebaikan dan pelayanan
bagi masyarakat dirugikan secara sistematis, keadilan gender tidak menuntut
kita untuk memberikan hadiah bagi pemenang dan yang kalah. Tujuan umum
dari feminisme liberal adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan
peduli tempat kebebasan berkembang. Hanya didalam masyarakat seperti itu
perempuan dan laki-laki dapat mengembangkan diri.
Akar feminisme abad ke-18 dan ke-19 Alison Jaggar, dalam Feminist
Politict and Human Nature, mengamati bahwa pemikiran politis liberal
mempunyai konsepsi atas sifat manusia, yang menempatkan keunikan kita
sebagai manusia dalam kapasitas kita untuk bernalar. Keseluruhan sistem atas
hak individu dibenarkan. Bagi kaum liberal klasik negara yang idelal harus
melindungi kebebasan sipil (misalnya, kebebasan menyampaikan pendapat).
Bagi kaum liberal yang berorientasi kepada kesejahteraan, sebaliknya, negara
yang ideal lebih fokus pada keadilan ekonomi kebebasan sipil. Menurut
pandangan kelompok liberal ini, individu memasuki pasar dengan perbedaan
pada posisi asal yang menguntungkan, bakat inhern dan keuntungan semata.
Feminis liberal kontemporer tampaknya lebih cenderung kepada liberalisme
yang berorientasi kepada kesejahteraan. Bahkan Susan Wendell (bukan seorang
feminis liberal) menggambarkan pemikiran feminis liberal, ditegaskannya
sebagai pemikiran yang berkomitmen kepada pengaturan ulang ekonomi secara
besar-besaran dan redistribusi kemakmuran secara lebih signifikan, karena
4
salah satu dari tujuan politik modern yang paling dekat dengan feminisme
liberal adalah kesetaraan kesempatan, yang tentusaja akan menuntut dan juga
akan membawa kepada kedua komitmen tersebut.
Gerakan Feminis Liberal Abad ke-20. Di Amerika Serikat selama tahun
1960-an ada dua kelompok The National Women Party dan The National
Federation of Bussines and Profesional Women’s Club yang mengampanyekan
hak-hak perempuan. Alih-alih usaha kedua kelompok ini, diskriminasi terhadap
perempuan tidak juga berakhir terutama karena kepentingan hak-hak
perempuan belum menjadi kesadaran dari kebanyakan penduduk Amerika
Serikat.
Arah Kontemporer dalam Feminisme Liberal berkeinginan untuk
membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif yaitu dari peran-peran
yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan alasan
yang lebih rendah atau tidak memberikan tempat sama sekali bagi perempuan
baik dalam akademi, forum, maupun pasar. Mereka menekankan bahwa
masyarakat patriarkal mencampuradukan seks dan gender dan menganggap
hanya pekerjaan-pekerjaan yang dihubungkan dengan kepribadian feminim
yang layak untuk perempuan.
B. Feminisme Radikal
Feminisme radikal melihat tegas hubungan atau relasi kekuasaan laki-laki
dan perempuan. “Personal is Political” menjadi kata kunci bagi feminisme
radikal. Jika feminisme liberal melihat sumber masalahnya adalah diskriminasi
terhadap kebebasan, hak individu, dan kesempatan perempuan maka feminisme
radikal melihat sumber masalahnya adalah ideologi patriarki. Feminisme
radikal percaya pada pentingnya otonomi dan gerakan perempuan. Dia melihat
persoalan personalitas perempuan tidak boleh dipisahkan dengan persoalan
publik. Apapun yang menyangkut perempuan adalah politik, misalnya menilai
perkawinan atau tidak mau menggunakan alat kontasepsi. Politik bagi mereka
bukan hanya sekedar jadi anggota legislatif atau partai. Feminisme radikal juga
menolak dipisahkan publik otoritas sosial ekonomi perempuan, dan tawaran
solusi fire stone adalah perempuan harus merebut pengendalian atas alat-alat
teknologi reproduksi.
5
Komunitas Feminisme Radikal terbagi menjadi dua kubu :
 Feminis radikal-libertarian: Kaum feminis radikal-libertarian secara umum
menggabungkan gagasan feminis radikal di Boston dan New York tahun
1960-an dan 1970-an, yang memberikan perhatian terhadap cara konsep
feminitas, dan juga peran dan tanggung jawab reproduksi dan seksual,
berfungsi untuk membatasi pengembangan diri perempuan sebagai manusia
yang utuh. Mereka adalah feminis radikal yang, yang antara lain
menginginkan androgini.
 Feminis
radikal-kultural:
Feminis
radikal-kultural
mengungkapkan
pandangan bahwa adalah lebih baik menjadi perempuan/feminim, daripada
menjadi laki-laki/maskulin. Karena itu, perempuan tidak seharusnya
mencoba untuk menjadi seperti laki-laki. Sebaliknya, perempuan harusnya
mencoba untuk menjadi lebih seperti perempuan, dan menekankan nilainilai dan sifat-sifat, yang secara kultural,dihubungkan terhadap perempuan
(saling kebergantungan, berbagi, emosi, kepercayaan dan sebagainya) dan
meninggalkan penekanan atas nilai-nilai dan sifat yang secara kultural
dihubungkan terhadap laki-laki. Feminis radikal-kultural tidak seperti
feminis libertarian, mengintruksikan perempuan untuk menjaga karakter
feminimnya dari tambahan-tambahan sifat maskulin yang beracun.
C. Feminisme Marxis dan Sosialis
Feminis marxis mengidentifikasi bahwa kelasisme merupakan
penyebab opresi kepada perempuan. Opresi tersebut merupakan produk dari
struktur politik, sosial, dan ekonomi. Pekerjaan perempuan dianggap sebagai
pekerjaan yang tidak pernah selesai sehingga terdapat konsepsi pada diri
perempuan bahwa jika mereka tidak melakukan pekerjaan seperti itu, maka
mereka bukanlah perempuan. Feminis marxis menjelaskan pula bahwa untuk
mengetahui mengapa perempuan teropresi oleh laki-laki harus melakukan
analisa pada hubungan di antara status pekerjaan perempuan dan citra diri
perempuan.

Teori Ekonomi Marxis: Bagi kelompok Marxis, kapitalisme merupakan
sistem hubungan kekuasaan dan hubungan pertukaran. Hal ini bisa dilihat ketika
kekuatan kerja seseorang bisa dipertukarkan dengan sejumlah upah sedangkan
6
kapitalisme sebagai hubungan kekuasaan bisa dilihat ketika pertukaran yang ada
menjadi lahan eksploitatif bagi majikan untuk memaksa pekerjanya bekerja giat
tanpa tambahan gaji yaitu tidak mendapatkan upah sesuai dengan pengorbanan
yang telah diberikannya untuk menghasilkan barang atau jasa seperti yang
diperintahkan majikannya. Seharusnya setiap komoditas yang dihasilkan oleh
pekerja harus dibalas sesuai dengan pekerjaan, pengeluaran energi, dan intelejensi
pekerja. Mereka tidak melakukan apapun karena menganggap hal tersebut sebagai
hal yang wajar.

Teori Sosialis Marxis: Banyak dari pemikir feminis marxis yang
menganggap perempuan sebagai kolektivisme sehingga pengajaran marxis tentang
kelas dan kesadaran kelas berperan di pemikiran feminis marxis. Meskipun
sebenarnya perempuan tidak bisa dikatakan berasal dari kelas yang sama, karena
sebagian dari mereka merupakan kelas borjuis dan sebagian lagi merupakan kelas
proletar, namun bagi feminis marxis mereka bisa dijadikan ke dalam satu kelas
ketika mereka memperjuangkan untuk mendapatkan upah bagi pekerjaan rumah
tangga yang mereka lakukan.

Teori Politik Marxis: Bagi marxis rekonstruktrusi sifat manusia bisa
dilakukan dengan menghindari pembagian yang menjadikan sebagian orang
sebagai budak dari sebagian orang lain. Rekonstruksi tersebut yang memungkinkan
manusia menjadi bebas dan hal itu yang dituntut oleh kaum feminis. Kebebasan
yang ada memungkinkan laki-laki dan perempuan membangun peran sosial dan
struktur sosial yang membuat laki-laki dan perempuan bisa merealisasikan
potensinya.
Menurut Friederich Engel Pada mulanya perempuan bukan dianggap sebagai
subordinat laki-laki karena perempuan memainkan peran vital ketika menghasilkan
barang material seperti pakaian dan peralatan masak. Hal tersebutlah yang
menyebabkan masyarakat berpasangan secara matrilineal sedangkan laki-laki
mendapatkan keuntungan dari kegiatan itu. Laki-laki menjadi semakin kuat dengan
kemampuan ekonomi yang dimilikinya, sedangkan perempuan semakin lemah
karena pekerjaan yang dilakukannya di rumah tidak mampu menghasilkan seperti
pekerjaan yang laki-laki kerjakan. Dengan kondisi seperti itu maka akhirnya posisi
matrilineal berubah menjadi patrilineal karena laki-laki yang menjadi pihak yang
7
menurunkan kekayaan yang ada pada dirinya kepada anak. Hal tersebut membuat
perempuan menjadi representasi kelas proletar. Dengan kekuatan yang dimiliki lailaki mereka lebih bebas dalam melakukan berbagai hal.
Feminisme Marxis Kontemporer

Keluarga dan Rumah Tangga di Bawah Patriaki: Teori marxis berbicara
tentang reproduksi serta seksual perempuan. Hal ini yang menyebabkan
kebanyakan feminis marxis fokus pada permasalahan tentang pekerjaan perempuan
yang seringkali hanya dianggap sebagai pekerjaan yang ringan serta tidak sulit
dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam rumah tangga yang patriarki. Pada mulanya
pekerjaan perempuan seperti memasak, merawat adalah pekerjaan yang sentral.
Namun dengan industrialisasi dan transfer produksi barang-barang dari rumah
tangga ke tempat kerja publik, perempun yang tidak bekerja di luar rumah
mendapat cap sebagai orang yang non produktif mereka akan menjadi pekerja
kelas dua dengan bayaran lebih rendah.

Sosialisasi Pekerjaan Rumah Tangga: Feminis Marxis melihat adanya
gambaran sifat dan fungsi perempuan sebagai konsumen dalam arti pria di luar
mencari uang dan perempuan yang menghabiskannya. Gambaran ini salah karena
salah karena perempuan adalah produsen yang bertanggung jawab atas produksi
nilai guna sederhana dalam kegiatan-kegiatan yang diasosiasikan dengan rumah
dan keluarga karena produk yang dihasilkan perempuan seperti makanan keluarga
atau jahitan pakaian anak ini tidak dijual, masyarakat cenderung melihat produksi
yang dilakukan perempuan dalam keluarga itu lebih ringan daripada produksi yang
hasilnya dipasarkan. Percuma jika perempuan diberikan peluang untuk memasuki
ranah industri publik jika secara bersamaan sosialisasi pekerjaan rumah tangga.
Kunci pembebasan perempuan menurut Benston adalah sosialisasi pekerjaan
rumah tangga. Sosialisasi pekerjaan rumah tangga yang dilakukan perempuan itu
bukan berarti mampu membebaskan perempuan dari pekerjaan rumah tangga, akan
tetapi perubahan ini akan memungkinkan setiap orang untuk menyadari betapa
pentingnya pekerjaan rumah tangga secara sosial.
8
KRITIK TERHADAP FEMINIS MARXIS

Kritik Dari Komunitarian: Menurut Jean Bethke Elsthain feminis marxis
terlalu menganggap keluarga sebagai hasil konstruksi dari kapitalisme yang
mereproduksi
tenaga
kerja
dengan
mengorbankan
perempuan.
Elshtain
memperingatkan feminis marxis bahwa institusi keluarga adalah perlindungan
terbaik manusia dalam melawan negara totaliter yang tidak bisa mentoleransi
perbedaan apapun. Keluarga memungkinkan lahirnya perspektif kritis karena
adanya perbedaan nilai yang dianut dengan nilai yang diajarkan dalam sosialisasi
masyarakat. Feminis marxis tentu saja menuduh Elshtain menerima stereotipikal
kapitalis Amerika tentang imej keluarga dimana perempuan mengandung anak lalu
membiarkan anaknya diasuh dengan pola pengasuhan yang mengabaikan para
perempuan. Tetapi, kebanyakan feminis marxis menganggap keluarga tradisional
(suami pria-istri perempuan-anak) sebagai keluarga ideal sehingga mereka
berspekulasi di dalam masyarakat yang sebenarnya, laki-laki akan menikahi
perempuan tapi mereka akan menjadi setara, pasangan heteroseksual akan memiliki
anak tapi anaknya akan menjadi tanggung jawab sosial, dan manusia akan
membangun rumah tangga masing-masing meskipun hanya akan mengakomodasi
kegiatan mengasuh anak, memasak, serta bersih-bersih.

Kritik Dari Feminis Sosialis: Kritik dari Allison Jaggar kepada feminis
marxis merupakan kritik dari perspektif sosialis yang khawatir bahwa feminis
marxis kurang memadai dalam membahas opresi terhadap perempuan oleh lakilaki. Feminis marxis dalam membahas mengenai opresi terhadap perempuan,
mereka berargumentasi bahwa kapital sebagai opresor utama terhadap perempuan
sebagai pekerja sementara laki-laki sebagai opresor sekunder terhadap perempuan
sebagai perempuan. Bagi Jaggar, feminis marxis jarang sekali mengangkat isu yang
berkaitan dengan seks. Sekalinya diangkat, mereka membandingkan seks dengan
pekerjaan seperti hubungan suami-istri terhadap hubungan borjuis-proletar, seolah
hubungan suami-istri tersebut adalah eksploitatif dan mengalienasi sebagaimana
hubungan majikan-pekerja.
9
Feminisme Sosialis Kontemporer
Pada umunya, feminis sosialis lahir sebagai hasil ketidakpuasan feminis
Marxis atas sifat pemikiran Marxis yang sama sekali buta gender. Salah satunya
adalah pemikiran Marxis yang cenderung menganggap bahwa opresi terhadap
pekerja jauh lebih penting dibandingkan dengan opresi terhadap pekerjaan. Marxis
melihat bahwa opresi terhadap perempuan merupakan akibat dari pembagian kerja
yang tidak adil dalam masyarakat. Lebih jauh, feminis sosialis menantang
pemikiran Marxis yang tidak dapat menjelaskan alasan mengapa terjadi pemisahan
antara pekerjaan antara laki-laki dan
perempuan. Oleh karenanya, meskipun
feminis sosialis setuju bahwa pembebasan perempuan bergantung pada
penghapusan kapitalisme, mereka mengklaim bahwa kapitalisme tidak dapat
dihancurkan kecuali patriaki juga dihancurkan. Tidak cukup itu saja, feminis
sosialis juga mengemukakan pernyataan bahwa hubungan material dan ekonomi
manusia tidak berubah kecuali jika ideology mereka juga berubah.

Julliet Mitchell : Mitchell menyatakan bahwa revolusi ala Marxis untuk
menghancurkan kelas sosial dalam masyarakat harus dikombinasikan dengan
revolusi secara khusus feminis yang bertujuan untuk menghancurkan sistem
seks/gender. Dia beranggapan bahwa status dan fungsi perempuan ditentukan oleh
perannya pada produksi, reproduski, serta seksualitas. Hal inilah bertentangan
dengan pemikiran Marxis yang hanya menganggap bahwa status dan funsi
perempuan hanya ditentukan oleh elemen ekonomi semata. Dia berspekulasi bahwa
ideologi patriarkal bertanggung jawab terhadap posisi perempuan dalam
masyarakat yang subordinat disbanding laki-laki. Cara yang harus ditempuh untuk
menumbangkan subordinasi ini ialah dengan memperjuangkan kebebasan berpikir
sampai pemikiran perempuan dan laki-laki terbebas dari pemikiran bahwa
permpuan kurang setara dari laki-laki.

Iris Young: Menurut Young, analisa kelas sebagai pusat kategori analisis
tidak akan mampu menjelaskan bagaimana opresi yang terjadi di negara-negara
sosialis sekalipun karena itu menurutnya kategori “pembagian kerja” yang lebih
melek gender mempunyai kekuatan konseptual untuk mentransformasi teori
feminis Marxis yang mampu membahas seluruh kondisi perempuan, yaitu di dalam
keluarga atau di tempat kerja, peran reproduksi juga peran produksi perempuan.
10
Analisis menggunakan kategorisasi berdasarkan pembagian kerja menjadi lebih
spesifik daripada menggunakan kategorisasi kelas menurutnya akan adanya
marjinalisasi perempuan, yakni fungsi perempuan sebagai tenaga kerja sekunder
yang merupakan karakteristik esensial dan fundamental dari kapitalisme.
D. Feminisme Psikoanalisis dan Gender
Feminis Psikoanalisis & Gender berpendapat bahwa cara bertindak
perempuan berakar dalam psike perempuan yaitu cara pikir perempuan. Mereka
mengklaim bahwa ketidaksetaraan gender berakar dari pengalaman masa
kanak-kanak, yang mengakibatkan cara laki-laki memandang dirinya sebagai
maskulin, sedangkan perempuan sebagai feminin serta cara masyarakat
memandang bahwa maskulinitas adalah lebih baik daripada femininitas.
Feminis psikoanalisis merekomendasikan bahwa kita harus bergerak maju
menuju masyarakat androgin yaitu manusia yang seutuhnya merupakan
campuran sifat-sifat positif feminin dan maskulin. Feminis gender cenderung
berpendapat bahwa ada perbedaan biologis dan juga perbedaan psikologis
seperti perempuan (kelembutan, kesederhanaan, rasa malu, sifat mendukung,
empati, kepedulian, kehati-hatian, sifat merawat, intuisi, sensitivitas, dan
ketidakegoisan) secara moral lebih baik dari laki-laki (kekerasan hati, ambisi,
keberanian, kemandirian, ketegasan, ketahanan fisik, rasionalitas, dan kendali
emosi).
E. Feminisme Eksistensial
Feminisme eksistensialis hadir dengan konsep ada Jean Paul Sartre.
Analisis Beauvoir yang idealismenya yaitu fokusnya pada mitos dan citra, serta
kurangnya
strategi
praktis
untuk
mencapai
kebebasan,
dank
arena
pandangannya yang entosentris dan androsentris yaitu kecenderungannya untuk
mengeneralisasi berdasarkan pengalaman kaum perempuan borjuis Prancis.
Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki dinamai laki-laki ‘sang diri’ dan
perempuan sebagai ‘sang liyan’. Jika liyan adalah bagi diri, maka perempuan
adalah ancaman bagi laki-laki. Karena itu, jika laki-laki ingin bebas, ia harus
mengsubordinasi perempuan terhadap dirinya. Menurut Dorothy Kauffman
McCall, operasi perempuan oleh laki-laki unik karena dua alasan yaitu :
Pertama, tidak seprti opresi ras dan kelas, opresi terhadap perempuan
11
merupakan fakta historis yang saling berhubungan, suatu peristiwa dalam
waktu yang berulangkali dipertanyakan dan diputarbalikan. Perempuan selalu
tersubordinasi laki-laki. Kedua, perempuan telah menginternalisasi cara asing
bahwa laki-laki adalah pandang esensial dan perempuan adalah tidak esensial.
Beauvoir mengatakan bahwa meskipun fakta biologis dan psikologis
tentang perempuan adalah relatif terhadap peran aktif laki-laki. Bahwa
perempuan adalah makluk yang harus mengatasi kecenderungan nafsu
seksualnya dan kecenderungan feminimnya yang pertama diekspresikan
melalui erotisme klitoral, yang kedua melalui erotisme vaginal, namun dia
menolak anggapan ini dan menganggapnya sebagai simplistik. Beauvoir juga
menolak pendapat yang mengatakan adalah anatomi perempuan yang
menempatkan perempuan sebagai manusia dan warga negara kelas dua. Dia
menganggap penjelasan Marxis mengenai alasan mangapa perempuan adalah
Liyan hampir sama tidak memuaskan. Engels berargumentasi bahwa sejak awal
perempuan melakukan pekerjaan yang tampak sebagai jenis pekerjaan ada
dalam dirinya sendiri. Sebagai akibat dari pembagian pekerjaan yang seperti
itu, laki-laki menguasai alat produksi laki-laki sebagai menjadi borjuis
perempuan menjadi proletar. Menurut Engels, hanya jika itu semua sudah
tercapai barulah jenis pekerjaan akan dibagi bukan berdasarkan gender
seseorang, tetapi berdasarkan kemampuan, kesiapan, dan kebersediaan
seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dengan berkembangnya
kebudayaan, laki-laki mendapatkan bahwa mereka dapat menguasai perempuan
dengan
menciptakan
mitos
tentang
perempuan:
irasionalisasinya,
kompleksitasnya, dan mitos bahwa perempuan sulit dimengerti. Perempuan
yang ideal, perempuan yang dipuja laki-laki adalah perempuan yang percaya
bahwa tugas mereka adalah untuk mengorbankan diri untuk menyelamatkan
laki-laki.
Beauvoir mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
kemampuan untuk memiliki rasa cinta yang mendalam, namun ia menyatakan
bahwa lembaga perkawinan merusak hubungan hubungan suatu pasangan.
Ideologi perkawinan merupakan wilayah besar pencarian feminis karena
ideologi ini melekat pada operasi institusi lain seperti negara. Konsep
12
perkawinan yang berbeda telah dikembangkan oleh para feminis dengan
menggunakan teori wacana yang menyatakan bahwa teori-teori ekonomi
mengenai pembagian kerja dalam perkawinan atau sosial mengenai perkawinan
dan negara perlu dikaitkan dengan analisis di dalam perkawinan. Sebuah
analisis psikoanalisis mengenai praktik sosial melihat bagaimana penggunaan
perkawinan sebagai objek tukar merupakan basis patriarki. Kekerasan terhadap
perempuan dalam perkawinan berasal dari persoalan yang dipahami pada
kepemilikan laki-laki akan perempuan dan kekerasan yang dimiliki laki-laki
dalam perkawinan.
Jika perempuan ingin menghentikan kondisinya
sebagai jenis kelamin
kedua, Liyan, perempuan harus dapat mengatasi kekuatan-kekuatan dari
lingkungan. Ada empat strategi yang dapat dilancarkan oleh perempuan yaitu :
Yang pertama, perempuan dapat bekerja. Kedua, perempuan dapat menjadi
seorang intelektual, anggota dari kelompok yang akan membangun perubahan
bagi perempuan. Kegiatan intelektual, adalah kegiatan ketika seorang berpikir,
melihat, dan mendefiisi, dan bukanlah nonaktivitas ketika seseorang menjadi
objek pemikiran, pengamatan, dan pendefinisian. Ketiga, perempuan dapat
bekerja untuk mencapai transformasi sosialis masyarakat. Seperti Sartre,
Beauvoir yakin bahwa salah satu kunci bagi pembebasan perempuan adalah
kekuatan ekonomi, suatu poin yang ditekankannya dalam diskusinya mengenai
perempuan mandiri. Akhirnya, untuk mentransendensi batasan-batasannya
perempuan dapat menolak menginternalisasi ke-Liyanannya yaitu dengan
mengidentifikasi dirinya melalui pandangan kelompok dominan dalam
identifikasi dirinya melalui pandangan kelompok dominan dalam masyarakat.
Kemanapun perempuan pergi, perempuan tampaknya tidak akan dapat
melepaskan diri dari pandangan laki-laki.
F. Feminisme Posmodern
Feminis postmodern mengundang setiap perempuan yang berefleksi dalam
tulisannya untuk menjadi feminis dengan cara yang diinginkannya.
Dekontruksionis mengambil sikap kritis terhadap segala sesuatu yang di
anggap baik dan menyiratkan kemungkinan adanya sesuatu yang lebih baik
bagi seorang individu untuk menjadi buruk. Keyakinan dekontruksi dan
13
feminisme postmodern memiliki persamaan yaitu feminis postmodern
menantang gagasan diri yang menyatu dan terintegrasi dengan mengacu pada
ide bahwa diri pada dasarnya tidak sadarnya adalah terpecah, antara dimensi
kesadaran dan ketidaksadaran. Keyakinan dekontruksionis adalah bahwa baik
identitas diri maupun kebenaran dalam kehidupan kita dan bahasa kita
merupakan sruktur yang dipaksakan kepada kita.
 JACQUES LACAN : Setiap masyarakat diatur oleh rangkaian tanda, peran,
dan ritual yang tidak saling berhubungan, hal ini Lacan mengistilahkannya
dengan Tatanan Simbolik yang berfungsi secara mamadai di dalam
masyarakat. Tatana simbolik mengatur masyarakat melalui pengaturan
individu. Lacan menyatakan bahwa tatanan simbolik adalah masyarakat,
sistem
hubungan
yang
sudah
ada
sebelum
kita.Menurutnya
untuk
menyesuaikan hai ini harus melalui 3 tahap yaitu Fase pra-Oedipal atau
imajiner yang merupakan kebalikan tatanan simbolik, Fase kedua itu fase
cermin adalah fase normal dalam perkembangan diri. Lacan mengklaim bahwa
proses penemuan diri infantil berfungsi sebagai paradigma dari semua
hubungan selanjutnya, fase ketiga yaitu fase Oedipal. Dalam fase Oedipal,
anak laki-laki menolak identifikasi dengan ibunya dan mendekatkan diri
dengan ayah yang mempunyai anatomi yang lebih mirip. Berbeda dengan
perempuan yang tidak menyeluruh menyelesaikan fase Oedipalnya. Dan dapat
ditarik kesimpulan disatu sisi, perempuan disingkirkan dari tatanan simbolik
dan dikucilkan pada bagian margin. Disisi lain, perempuan direpresi dalam
tatanan simbolik, dan dipaksa untuk tunduk dalam tatanan itu di luar
keinginannya. Freud dan Lacan sama-sama tidak menemukan ruang yang
nyaman bagi perempuan dalam kerangka piker ini. Oleh karena itu perempuan
tidak dapat dipahami atau dketahui.
 JACQUES DERRIDA: Meskipun Derrida disalahkan karena meromantisir
perempuan, feminis postmodern menekan bahwa secara keseluruhan kritik
Derrida terhadap tatanan simbolik bermanfaat untuk tujuan tertentu. Derrida
mengkritisi 3 aspek tatanan simbolik yaitu :
1. Logosentrisme, keutamaan bahasa lisan, kurang tunduk terhadap interpresi
daripada tulisan
14
2. Falosentrisme, keutamaan falus yang mengkonotasi suatu dorongan uniter
terhadap satu tujuan ang dianggap dapat dicapai
3. Dualisme, ekpresi yang menempatkan segala sesuatu dalam posisi biner
Derrida ingin membebaskan pikiran dari sumsi singularitas, pandangna
bhawa satu kebenaran atau esensi, suatu pertanda transcendental adalah ada
dalam dank arena dirnya sendiri sebagai pemberi makna.
FEMINISME POSMODERN : TIGA PERSPEKTIF

HELENE CIXOUS: Helena Cixious pada awalnya adalah seorang penulis
yang bereksperimen dengan gaya sastra. Ia megkontraskan tulisan feminism
dengan tlisan maskulin. Secara psikonoalisis, tulisan maskulin berakar dari organ
genital dan ekonomi libinal laki-laki, yang diberi emblem sebagai falus. Karena
alasan sosial budaya, tulisan femiim dianggap lebih bernilai daripada tulisan
feminism. Menurut Cixous, setiap dikotomi terinspirasi dari oposisi laki-laki dan
perempuan yang mengasosiasikan dengan segala sesuatu yang pasif, alami gelap,
rendah atau secara umum negative. Istilah kedua menyimpang dari istilah yang
pertama. Laki-laki adalah diri, perempuan ada dalam dunia laki-laki denga istilah
laki-laki. Perempuan adalah Liyanbagi laki-laki atau ia tidak terpikirkan.
Dalam proses membedakan tulisan perempuan dengan laki-laki, Cixious
menarik banyak hubungan antara seksualitas laki-laki dan maskulin, serta
seksualitas perempuan dan tulisan feminim. Seperti seksualitas laki-laki, tulisan
maskulin
yang
biasanya
disebut
falogosentris
oleh
Cixious
sama-sama
membosankan. Sebaliknya seksualitas perempuan jauh membosankan sama dengan
tulisan feminism yang lebih terbuka dan lebih beragam juga penuh ritmik dan
kenikmatan yang lebih penuh dengan kemungkinan. Bagi Cixious, hasrat, dan
bukan nalar, adalah alat untuk membebaskan diri dari konsep pemikiran tradisional
Barat yang bersifat membatasi.

LUCE IRIGARAY: Luce Irigaray menyetujui Cixious bahwa seksualitas
feminim dan tubuh perempuan adalah sumber dari tulisan perempuan, ada
perbedaan substansial diantara keduanya. Irigaray sejak awal dan berprofesi
sebagai seorang psikoanalis. Tujuan utamanya adalah membebaskan yang
feminism dari pemikiran filsafat maskulin, termasuk pemikiran Freud dan lacan.
Lacan dan Irigaray menyatakan bahwa di dalam ranah imajiner terdapat imajiner
15
laki-laki dan imajiner perempuan. Namun berlawanan dengan Lacan, Irigaray
menolak memandang hidup perempuan dalam ranah imajiner sebagai keadaan
untuk ditangisi. Melainkan, ia memandang hidup perempuan dalam ranah imajiner
sebagai penuh dengan kemungkinan yang sama sekali belum tersentuh bagi
perempuan.
Irigaray mencatat bahwa, pada saat ini, segala sesuatu yang kita ketahui
tentang yang imajiner dan perempuan, termasuk hasrat seksualnya, didapat dari
sudut pandang laki-laki. Menurut Irigaray satu-satunya jenis perempuan yang kita
kenal adalah perempuan yang maskulin, feminimfalik, peremuan sebagaimana
dilihat oleh laki-laki. Dan menurut Irigaray ada jenis perempuan lain yang juga
harus dikenali yaitu perempuan feminim sebagaimana dilihat perempuan. 3
tindakan yang dapat dilakukan perempuan agar tidak menjadi sekedar sampah yaitu
perempuan dapat mnciptakan bahasa perempuan dengan menghindari bahasa
gender sekuat perempuan menghindari laki-laki yang dimana Irigaray mendorong
perempuan untuk menemukan keberanian berbicara dengan menggunakan kalimat
aktif dan menghindari dengan cara apapun keamanan yang semu, perempuan dapat
menciptakan bahasa perempuan, perempuan dalam usaha untuk menjadi dirinya
sendiri dapat meniru tiruan yang dibebankan laki-laki kepada perempuan.

JULIA KRISTEVA: Dari semua feminis posmodern, Julia Kristeva adalah
yang paling kontroversional. Ia secara ekplisit menolak feminisme meskipun
menolak feminisme sebagimana dipahami di Prancis, tiak berarti ia menolak tujuan
dan strategi feminisme sebagaimana feminisme dipahami di Amerika Serikat.
Dengan kerangka kerja psikoanalisis Lacan, Kristeva mengkontraskan tahap
semiotik atau praOedipal dan tahap simbolik atau posOedipal. Tatanan semiotik
ada di dalam dan sekaligus di luar tatanan simbolik. Menurut Kristeva tatanan
simbolik, yang merupakan tatanan penandaan, atau ranah sosial, adalah terdiri dari
dua elemen : elemen semiotik yang merembes melalui daerah kekuasaan
praOedipal dan elemen simbolik yang hanya ada di dalam tatanan sibolik. Elemen
simbolik adalah aspek penciptaan makna yang memungkinkan kita untuk mampu
membuat argument rasional, elemen ini menghasilkan tulisan yang linear,
rasional,objektif, dan sangat tunduk pada tata bahasa. Yang simbolik adalah elemen
statis dalam tatanan simbolik. Sedangkan elemen semiotic adalah aspek penciptaan
16
makna yang memungkinkan kita untuk mengeksprsikan perasaan, elemen inilah
yang yang merupakan pendorong ketika elemen semiotik ini melangsungkan proses
penandaan, elemen semiotic menghasilkan penulisan yang melanggar aturan baik
dalam sintaks maupun tata bahsanya.
Kristeva menentang identifikasi feminim dengan perempuan biologis dan
maskulin dengan laki-laki biologis. Penekanan Kristeva adalah pada perbedaan
secara umum, dan bukan perbedaan seksual secara khusus. Meskipun menolak
gambaran tradisional atas dua jenis kelamin biner dan atas dua identitas gender
yang berlawanan, Kristeva mengakui kebenaran bahwa pada dasarnya ada
perbedaan seksual antara laki-laki dan perempuan. Kristeva mengakui bahwa lakilaki dan perempuan mempunyai identitas seksual yang berbeda, tidak berarti ia
berpendapat bahwa identitas ini dimanifestasikan dengan cara yang sama oleh
setiap perempuan dan laki-laki. Walaupun mengakui bahwa feminis sebelumnya
telah berhasil mencanangkan istilah perempuan untuk meningkatkan keadaan
kebanyakan perempuan, Kristeva menegaskan bahwa feminis masa kini harus
memanfaatkan istilah itu dengan lebih bijaksana karena jika tidak politik
pembebasan akan dapat berubah menjadi politik peminggiran dan perlawanan balik
kekuatan. Karena itu, Kristeva hanya mendukung beberapa aspek dari gerakan
feminis yang menghancurkan atau tunduk pada identitas yang ambigu, terutama
identitas seksual.
G. Feminisme Multikultural dan Global
Keduanya feminisme ini menentang ‘esensialisme perempuan’ yaitu
pandangan bahwa gagasan tentang perempuan ada sebagian bentuk platonik,
yang seolah oleh setiap perempuan dengan darah dan daging dapat sesuai
dalam kategori tersebut. Kedua pandangan feminisme ini juga menafikan
‘chauvanisme perempuan’ yaitu kecenderungan dari segelintir perempuan yang
di untungkan karena ras dan kelas mereka.

FEMINISME MULTIKULTURAL: Feminisme multikultural hadir dengan
sebuah kesadaran bahwa ketertindasan perempuan tidak bersifat satu definisi
sehingga luput dari keterkaitan dengan kelas, ras, preferensi, seksual, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan. Menurutnya feminisme harus memberi
tekanan pada perbedaan, misalnya pada perbedaan ras antara perempuan kulit putih
17
dan kulit hitam. Adalah fakta bahwa ada dimensi lain (politik, ekonomi) dalam
ketertindasan perempuan kulit hitam disingkirkan dari kemerdekaannya karena
pendidikan dan stereotip yang merendahkan. Multikulturalisme menuntut bahwa
semua kebudayaan kelompok harus diperlakukan dengan penuh penghargaan dan
sebagai orang yangsetara. Multikulturalisme harus menghadapi banyak kritikan
diakhir tahun 1980-an dan sepanjang tahun 1980-an. Dari semua yang
menentangnya,
argumen
yang
menekankan
pada
kecenderungan
bahwa
multikulturalisme dapat melemahkan solidaritas adalah yang paling kuat. Feminis
multikultural menyambut perayaan atas para perbedaan dari para pemikir
multicultural, dan menyayangkan bahwa teori feminis tradisional seringkali gagal
membedakan antara kondisi perempuan kulit putih, kelas menengah, heteroseksual,
Kristen yang tinggal di negara yang maju dan kaya, dengan kondisi yang sangat
berbeda dari perempuan lain yang mempunyai latarbelakang yang berbeda.
Feminisme kulit hitam menginformasikan kepada feminisme kulit putih
bahwa perempuan kulit berwarna dan minoritas lain memandang dunianya dengan
cara berbeda dengan kulit putih dan perempuan lainnya yang untung. Feminis kulit
hitam memberitahukan bahwa perlu memahami dengan lebih keterkaitan antara
rasisme, seksisme, dan kelasisme dikehidupan perempuan kulit hitam. Beberapa
fiminis kulit putih bersikeras bahwa perjuangan melawan seksisme harus mendapat
prioritas dibandingkan bentuk perjuangan melawan isme lainnya, termasuk rasisme
dan kelasisme yang sangat buruk. Opresi pada perempuan kulit hitam distrukturkan
sejalan dengan tiga dimensi yang saling berhubungan yaitu : Pertama, dimensi
ekonomi. Kedua, dimensi politis. Ketiga, dimensi ideologis. Ketika laki-laki kulit
hitam merendahkan dan melecehkan perempuan kulit hitam sebagai perempuan,
tetapi mereka juga ,merendahkan mereka sebagai perempuan kulit hitam (rasisme +
seksisme) atau sebagai perempuan kulit hitam miskin (kelasisme + rasisme +
seksisme).

FEMINISME GLOBAL: Feminisme global menekankan bahwa operasi
terhadap perempuan di satu bagian di dunia sering kali disebabkan oleh apa yang
terjadi di bagian dunia yang lain, dan bahwa tidak akan ada perempuan yang bebas
hingga semua kondisi operasi terhadap perempuan dihancurkan dimana pun juga.
Dengan keyakinan perempuan Dunia Kesatu hanya tertarik pada isu seksual, atau
18
pada usaha untuk meyakinkan bahwa diskriminasi gender adalah bentuk operasi
terburuk yang dapat dialami seorang perempuan, banyak perempuan Dunia Ketiga
menekankan bahwa mereka lebih tertarik pada isu politik dan ekonomi daripada isu
seksual.
Feminis global adalah mengenai perempuan dari penjuru dunia, bersamasama sebagai orang yang setara untuk membicarakan persamaan dan perbedaan
mereka. Feminis global, yakin bahwa apa yang disebut sebagai isu politik atau isu
peremuan pada dasarnya tidak saling berlawanan. Gillian berkomentar bahwa
untuk perempuan masalahnya bukanlah operasi laki-laki terhadap perempuan,
tetapi bagaimana sistem perburuhan internasional yang tidak adil telah
mengkontruksi hubungan keluarga yang tidak sehat. Dengan cara pemisahan
menjadi alat untuk membingungkan isu sesungguhnya yang diperjuangkan oleh
kebanyakan perempuan di seluruh dunia. Tidak ada yang lebih jelas menunjukkan
kesalingterkaitan yang komplek antara bentuk opresi daripada teknologi pengatur
reproduksi di masa lalu dan teknologi pembantu reproduksi masa kini. Apa yang
gagal dilihat oleh para perempuan ini, paling tidak pada awalnya, adalah bahwa
ahli kandungan dan bidan yanag sama yang berkeberatan untuk melakukan
sterilisasi terhadap mereka seringkali dengan segala senang hati melakukan
sterilisasi terhadap perempuan kulit perempuan kulit berwarna, terutama mereka
yang miskin.
Mengabaikan fakta bahwa perempuan bekerja, tekan Morgan adalah
absurd. Perusahaan multinasional mempergunakan perempuan sebagai sumber
buruh murah, yang tidak diberikan training sebagaimana diberikan kepada buruh
laki-laki, dan memecatnya kapan pun pemecatan dianggap menguntungkan.
Perempuan adalah pekerja migran dan musiman di negara-negara pertanian dan
pekerja paruh waktu di negara-negara industri.
H. Ekofeminisme
Upaya pengusutan gender dalam konteks kehidupan saat ini sesungguhnya
sedang dihadapkan pada problem modernitas, yakni maskulinitas (sebuah ideologi
yang menonjolkan sifat kompetitif, ambisi, dan memenuhi kepentingan pribadi)
yang menghegemoni konstruksi pemikiran manusia modern termasuk konstruksi
19
pemikiran gerakan feminis yang seharusnya menjadi pembela ideologi feminitas.
Hal ini berdampak pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan, meningkatnya
kriminalitas, menurunnya solidaritas sosial, kurangnya kepedulian terhadap
keluarga, hancurnya lingkungan.
Ekofeminisme adalah varian yang relatif baru dari etika ekologis. Teori
ekofeminisme merupakan teori yang melihat individu secara lebih komprehensif,
yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi dengan lingkungannya. Pola
pikir ini sejalan dengan ecophilosophy atau deep ecology yang mengajarkan
kesatuan dari segala sesuatu. Para feminis yang dipengaruhi oleh pola pikir ini
berpendapat bahwa perempuan secara intrinsik dianugerahi kapasitas untuk
merasakan ketertarikan dirinya dengan alam.
Istilah ekofeminisme muncul pertama kali pada tahun 1974 dalam buku
Francoise dÉaubonne yang berjudul Le Feminisme ou la mort. Dalam karya ini ia
mengungkapkan pandangan bahwa ada hubungan langsung antara operasi terhadap
perempuan dan operasi terhadap alam. Kurang lebih satu dasawarsa setelah
Éaubonne mempopulerkan istilah tersebut, Karen J. Warren menspesifikasi lebih
jauh asumsi dasar dari ekofeminisme. Ia mengatakan bahwa (1) ada keterkaitan
penting antara operasi terhadap perempuan dan operasi terhadap alam; (2)
pemahaman terhadap alam dalam keterkaitan ini adalah penting untuk
mendapatkan pemahaman yang memadai atas operasi terhadap perempuan dan
operasi terhadap alam; (3) teori dan praktik feminis harus memasukan perspektif
ekologi, dan (4) pemecahan masalah ekologi harus menyertakan perspektif feminis.
Aliran keras ekofeminisme (sosialis) menuduh bahwa laki-laki yang paling banyak
berperan dalam merusak alam, apalagi bila dikaitkan dengan karakter maskulin dan
budaya patriarki.
Vandana Shiva dalam konsep ekofeminismenya menegaskan perlunya
pemulihan nilai feminin melalui konsep ekofeminisme sebagai landasan
pengarusutamaan gender dan sebagai counter attack atas hegemoni maskulinitas
yang didasarkan pada prinsip keseluruhan yakni memandang alam sebagai
organisme hidup, terhadap perempuan memandang sebagai makhluk yang
produktif dan aktif terhadap laki-aki adalah pengalihan konstruksi pemikiran dari
tindakan penghancuran menuju kepedulian.
20
Konsep ekofeminisme Vandana Shiva adalah konsep yang berusaha
mendekonstruksi paradigma maskulinitas (yakni sebuah ideology yang lebih
menonjolkan sifat kompetitif, dominan, ambisi, dan memenuhi kepentingan
pribadi), yang telah menghegemoni banyak hal, khususnya terhadap kerangka pikir
feminisme dan ekologi mainstream, dan menawarkan paham alternatif berupa
perkawinan antara pemikiran ekologi dan feminisme. Konsep ini juga
menitiberatkan pada perlunya upaya pemulihan nilai-nilai feminin adalah
pemulihan yang didasarkan pada prinsip keseluruhan, yaitu pemulihan keberadaan
kreatif dan kesadaran dalam alam, perempuan, serta laki-laki. Implikasinya
terhadap alam adalah memandang sebagai organisme hidup. Terhadap perempuan,
implikasinya adalah memandang perempuan sebagai makhluk yang produktif dan
aktif. Dan akhirnya implikasi dari pemulihan prinsip terhadap laki-laki adalah
pengalihan tindakan kehidupan, bukan untuk menciptakan masyarakat yang
mengancam kehidupan dan menghancurkan kehidupan.
Dalam perspektif ekofeminisme, krisis ekologis, sosial dan politik dewasa
ini disebabkan tidak adanya keadilan, perdamaian dan khususnya penghormatan
dan penghargaan terhadap ciptaan. Masyarakat Barat bercirikan tampilnya
kekuasaan maskulin dalam kehidupan yang ditunjukan dengan teknologi dan
kebijakan yang sulit menerima interupsi dan kritik. Asumsi yang bekerja pada
budaya patriarkhal adalah: (1) Identifikasi perempuan dengan fisik dan alam; (2)
Identifikasi laki-laki dengan intelektual; (3) asumsi dualistik pada inferioritas fisik
dan superioritas mental.
Kajian klasik Ester Boserup dalam bukunya yang berjudul Women’s Role in
Economic Development menyatakan bahwa pembangunan seringkali berdampak
negatif terhadap perempuan. Menurutnya, pembagian kerja tradisional antara lakilaki dan perempuan dihancurkan karena proses pembangunan dan dalam
pembagian kerja yang baru ini perempuan seringkali dirugikan.
Ekofeminisme memiliki nilai lebih karena tidak hanya memfokuskan diri pada
subordinasi perempuan, tetapi juga subordinasi alam-lingkungan (ekosistem) di
bawah kepentingan manusia. Kelebihan ekofeminisme juga mampu menerangkan
latar belakang kerusakan lingkungan hidup global. Ekofeminisme melihat masalah
sosial, kultural dan struktural, yang berupa dominasi yang sangat kuat dalam relasi.
21
BAB III
Kesimpulan dan Saran
2.4 Kesimpulan
Bagian pinggiran pemikiran feminis dihuni secara eksklusif oleh feminis
posmodern-bahwa mereka-lah suara perbedaan, bahwa mereka merupakan
perlindungan terbaik feminisme, yang tidak akan membiarkan "titik pijak
perempuan" untuk didegenerasi menjadi bentuk lain falus atau logos. Feminis
multikultur dan global juga merupakan suara dengan bahasa perbedaan. Feminis
posmodern ingin bahwa seburuk apapun perempuan ditekan untuk menyerah
kepada kebenaran mutlak patriarki, adalah lebih buruk jika ia dihakimi sebagai
bukan feminis yang sesungguhnya oleh kebenaran mutlak matriarki.
Teori feminis adalah yang terbaik ketika teori itu dapat merefleksikan
pengalaman hidup dari beragam perempuan, ketika teori itu dapat menjembatani
jurang antara pemikiran dan tubuh, nalar dan emosi, pemikiran dan perasaan.
Perubahan dan pertumbuhan adalah sesuatu yang penting bagi kehidupan, dan
bahwa apa yang membuat pemikiran feminis membebaskan adalah vitalisnya,
penolakannya untuk berhenti berubah, berhenti tumbuh.
Satu hal dari pemikiran feminis adalah bahwa meskipun pemikiran itu
mempunyai awal, pemikiran feminis tidak memiliki akhir; dan karena pemikiran
itu tidak memiliki akhir yang sudah ditentukan sebelumnya, pemikiran feminis
memungkinkan setiap perempuan untuk berpikir dengan pemikirannya sendiri.
Bukan kebenaran semata tetapi kebenaran yang akan membebaskan perempuan.
2.5 Saran
Berdasarkan hasil kajian di atas, peneliti mengemukakan beberapa saran yang
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembelajaran Teori Politik khususnya
bagi mahasiswa, pengajar dan peneliti selanjutnya, yaitu :
1. Kajian yang kami lakukan baru memaparkan secara garis besar mengenai
konsep pemikiran Feminisme, sehingga sebaiknya lebih diperdalam bagi
pembelajaran kedepan baik itu dalam ilmu sastra maupun dalam ilmu-ilmu
lain. Karena melalui feminisme ini, mahasiwa dapat mengerti bagaimana
22
sebuah perjuangan menjadi sebuah pergerakan dan dapat mengerti bagaimana
seorang perempuan seharusnya dimasyarakat dan sosial.
2. Bagi praktisi pendidikan maupun mahasiswa diharapkan mampu mengambil
segi positif dari konsep Feminisme yang mengacu pada teori kesetaraan lakilaki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan
dan berdampak terhadap keadilan gender pada perempuan.
3. Feminisme tidak dipandang sebagai jalan untuk menentang kaum laki-laki dan
kodrat yang ada, tetapi feminisme merupakan pergerakan, cara perempuan
untuk meraih haknya agar dapat setara dengan laki-laki.
23
DAFTAR PUSTAKA
Tong, Rosemarie Putnam, Feminist Thought;Pengantar Paling Komprehensif
kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008)
Heroepoetri, Arimbi dan Valentina, R. 2004. Percakapan tentang Feminisme vs
Neoliberalisme. DebtWATCH Indonesia. Jakarta
Shiva, V dan Mies, M. 2005. Ecofeminism Perspektif Gerakan Perempuan dan
Lingkungan. IRE Press. Yogyakarta
Boserup, E. 1984. Peranan Wanita dalam Perkembangan Ekonomi, Gama Press.
http://en.wikipedia.org/wiki/Vandana_Shiva
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja
&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F2296
8201%2F961147078%2Fname%2FPaper%2BGender%2BMarxist%2BSosialist.doc&
ei=Q3arUfnYBYSGrAfd7oCQDA&usg=AFQjCNHiy3zgqUoGUGnqzYcEzJk5HwI2
hQ&sig2=vsTGSmgD2TU6KxAkEeTmAA&bvm=bv.47244034,d.bmk
24
Download